Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ENCHEPHALITIS DI RSD GUNUNG JATI

KOTA CIREBON

Disarankan untuk memenuhi satu tugas stase Keperawatan Anak

Disusun oleh :
Shendra Akbar Ferrary, S.Kep
JNR0190049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

KUNINGAN TAHUN AJARAN 2020

LAPORAN PENDAHULUAN
I. Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang terdapat

di kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil

atau cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri). Jaringan otak

dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang

tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang


otak yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari

luar terhadap kepala.


Bila dibuat penampang melintang bagian-bagian dari susunan saraf pusat,

akan terlihat adanya jaringan dengan warna berbeda. Sebagian tampak

berwarna putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap (kelabu). Atas dasar

itu, susunan saraf pusat dibagi menjadi substansia grisea yang berwarna

kelabu dan substansia alba yang berwarna putih. Warna kelabu ini

disebabkan oleh banyaknya badan sel saraf di bagian tersebut, sedangkan

warna putih ditimbulkan oleh banyaknya serabut saraf yang bermielin, sel

saraf yang terdapat dalam susunan saraf pusat juga dapat dibagi menjadi sel

saraf dan sel penunjang. Sel penunjang merupakan sel jaringan ikat yang

tidak berfungsi untuk menyalurkan impuls. Pada sel saraf serabut dengan

diameter besar ditandai dengan nama serabut alpha atau A, beta atau B

untuk yang lebih kecil dan gamma untuk yang lebih kecil lagi pada ujung-

ujung saraf yang membentuk sinaps, ternyata terdapat gelembung yang

menghasilkan macam- macam zat kimia. Karena demikian banyaknya

sinaps yang terdapat di otak, secara keseluruhan otak dapat dianggap

sebagai sebuah kelenjar yang sangat besar

2.3.3. Anatomi Selaput Otak

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi

struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan

serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a. Lapisan Luar (Durameter)

Durameter disebut juga selaput otak keras atau pachymeninx. Durameter

dapat dibagi menjadi durameter cranialis yang membungkus otak dan

durameter spinalis yang membungkus medula spinalis. Di samping itu,


durameter masih dapat dibagi lagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan meningeal

yang lebih dekat ke otak (lapisan dalam) dan lapisan endostium yang

melekat erat pada tulang tengkorak. 25

b. Lapisan Tengah (Araknoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan

durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan di antara

durameter dan araknoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan

jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah

arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta

dipenuhi oleh cairan serebrospinal, bagian ini dapat dimanfaatkan untuk

pengambilan cairan otak yang disebut lumbal fungsi.24

c. Lapisan dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput tipis yang kaya akan pembuluh darah

kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak dan lapisan

ini melekat erat pada permukaan luar otak atau medula spinalis. Ruangan di

antara araknoid dan piameter disebut subaraknoid. Pada reaksi radang

ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari

otak ke sumsum tulang belakang


II. Konsep Penyakit Meningoenchephalitis

1.1 Definisi Penyakit Meningoenchiphalitis

Merupakan infeksi yang melibatkan meningen, subarachnoid dan

parenkim otak akan terjadi reaksi inflamasi yang disebut

meningoencephalitis. Meningoenseflitis terdiri dari meningitis dan

ensefalitis. Meningitis merupakan suatu peradangan dari selaput yang

mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (arachnoid dan

piameter), sedangkan ensefalitis merupakan suatu peradangan dari

jaringan parenkim otak. Jadi Meningoencephalitis adalah peradangan

pada selaput meningen dan jaringan otak.

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang

disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lainnya yang nonpurulen

(Muttaqin, 2012: 86).

II.2 Klasifikasi

Meningitis : 1. Meningitis Serosa (Meningitis Tuberculosis

Generalisata)

2. Meningitis Purulenta

Ensefalitis : 1. Ensefalitis Supuratif Akut

2. Ensefalitis Sifilis

II.3 Etiologi

1. Mikroorganisme (virus-non virus)

 Virus
 Ditularkan antar manusia seperti Mumps, measleas, rubella,

HSV, HHV-6-7, CMV, EB

 Ditularkan oleh serangga seperti Arbovirus, flavivirus

 Ditularkan oleh mamalia seperti rabies

 Bakteri

 Dan lain-lain

2. Pasca imunisasi

 Measles, mumps, pertusis, tifoid, influenza

 Toxoid tetanus / difteria

 ATS / ADS

 Reaksi imunologik, infeksi virus vaksin, kombinasi

3. Pasca Infeksi

 Acute disseminated encephalomyelitis – ADEM

 Reaksi imunologik, subakut, lesi multi fokal putih

4. Penyakit Ensepalitik Kronis / Ensephalopatik

 Slow infection: virus prion

 Leukonsefalopati multifocal progresif, SSPE, Jakob Cruetzfeldt

II.4 Tanda dan Gejala

1. Gejala umum infeksi sistemik akut

 Lemah, letargia

 Demam, sakit kepala, pusing

 Mual muntah
 Fotofobia

 Sakit tengkuk, punggung, tungkai

 Tanda nasofaringitis

2. Gejala ensefalopati

 Gangguan kesadaran

 Kejang

 Defisit neurologik

 Hemiplegia, ataksia

 Nistagmus, anisokori, papil edema, hemianopsia

 Disfasia, disartria

 TIK meningkat, sindrom herniasi

II.5 Patofisiologi

Virus masuk tubuh memalui kulit, saluran napas dan saluran cerna,

setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh

dengan secara lokal yaitu aliran virus terbatas menginfeksi selaput

lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran secara hematogen

primer ialah virus masuk kedalam darah, kemudian menyebar ke organ

dan berkebang biak di organ tersebut. Penyebaran melalui saraf yaitu

virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar

melalui sistem pernapasan dan terjadi penyebaran ke otak.

II.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan neurologis
Seperti gangguan kesadaran, hemiparesis, tonus otot meningkat,

spastisitas, terdapat reflex patologis, reflex fisiologis meningkat,

klonus, gangguan nervus kranialis (buta, tuli), ataksia.

2. Pemeriksaan laboratorium

 Pungsi lumbal:

1. LCS jernih

2. Reaksi pandy/ none apelt (+) / (-)

3. Jumlah sel: 0 sampai beberapa ribu sel polimorfonukleat

4. Protein: normal sampai sedikit naik

5. Gula: normal

6. Kultur: 70% - 80% (+),untuk virus 80 % (+)

 Darah

1. WBC: normal/ meninggi tergantung etiologi

2. Hitung jenis: normal/ domain sel polimorfonuklear

3. Kultur: 80-90 % (+)

3. Pemeriksaan pelengkap

4. CRP darah dan LCS

5. Serologi (IgM, IgG)

6. EEG: Multifokal pseudo kompleks

EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai

dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,

infeksi sistim saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak dapat

menyebabkan aktifitas listrik berbeda dari pola normal irama dan

kecepatan.
II.7 Komplikasi

1. Gangguan pembekuan darah

2. Syok septic

3. Demam yang memanjang

4. Meningococcal Septicemia ( mengingocemia )

5. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal

bilateral)

6. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )

7. Efusi subdural, emfisema subdural

8. Kejang

9. Edema dan herniasi serebral

10. Cerebral palsy

11. Attention deficit disorder

II.8 Penatalaksanaan

Meningitis serosa Meningitis purelenta


Rejimen terapi 1. Pneumokok, Meningokok

a. 2 bulan pertama  Amphisilin 12-18 gr I.V dalam

 INH 1x400 mg/ hr P.O dosis terbagi per hari, selama

 Rimfapisin 1x600 mg/hr P.O minimal 10 hari atau hingga

 Pirazinamid 15-30 mg/kg/hr sembuh.

P.O 2. Haemophylus Influenzae


 Streptomisin 15 mg/kg/hr P.O  Kombinasi amphisilin dan

 Etambutol 15-20 mg/kg/hr P.O kloramphenikol selama 10 hari,

b. 7-12 bulan berikutnya bila alergi penisilin berikan

 INH 1x400 mg/hr P.O kloramphenikol saja.

 Rimfapisin 1x600 mg/hr P.O 3. Enterobakterium

 Cefotaxim 1-2 gr gr per 8 jam.


 Steroid, diberikan untuk :
Bila resisten terhadap cefotaxim,
i. Menghambat reaksi
berikan campuran trimetoprim
inflamasi
80 mg dan sulfametoksazol 400
ii. Mencegah komplikasi
mg per infuse 2x1 ampul per
infeksi
hari selama minimal 10 hari.
iii. Menurunkan edema serebri

iv. Mencegah perlekatan


4. Staphylococcus Aureus
v. Mencegah Arteritis / Infark
 Berikan Cefotaxim atau
otak
cefrtiaxone 6-12 gr I.V dan bila

alergi terhadap penisilin, berikan


 Indikasi: Kesadaran menurun
vancomisin 2 gr I.V per hari

5. Bila etiologi belum diketahui:

berikan amphisilin 12-18 gr I.V


Defisit neurologis fokal
dikombinasi dengan kloramfenikol
Dosis: Dexamethason 10 mg bolus
4 gr per hari I.V
intravena, kemudian 4x5 mg intravena

selama 2-3 minggu selanjutnya, turunkan

perlahan selama 1 bulan.


Ensefalitis Supuratif Akut Ensefalitis Sifilis
1. Amphisilin 4x3 gr 1. Penisilin parenteral dosis tinggi

2. Kloramfenikol 4x1 gr  Penisilin G dalam air: 12-24 juta

per 24 jam IV selama 10 hari. unit/hari I.V dibagi 6 dosis

selama 14hari

Steroid dapat diberikan untuk  Penisilin Prokain G: 2,4 juta

mengurangi edema otak unit/hari I.M + Probenesid

4x500 mg oral selama 14 hari

 Dapat ditambahkan Benzatin

penisilin G: 2,4 juta unit I.M

selama 3 minggu

2. Bila alergi penisilin

 Tetrasiklin 4x500 mg P.O

selama 30 hari atau

 Eritromisin 4x500 mg P.O

selama 30 hari

II.9 Pathway (harus pada sampai masalah keperawatan)


Faktor predisposisi pernah mengalami campak,
cacar air, herpes, bronchopnemonia

Virus/ bakteri masuk jaringan otak secara lokal,


hematogen dan melalui saraf.

Peradangan di otak

Pembentukan Reaksi kuman Iritasi korteks Kerusakan Kerusakan


transudat dan patogen serebral area saraf V saraf IX
eksudat fokel

Edema Suhu tubuh ↑ Kejang, nyeri Kesulitan Sulit makan


serebral kepala mengunyah

1. Gangguan Deficit cairan 5. resiko tinggi 4. Pemenuhan nutrisi kurang


perfusi dan trauma dari kebutuhan
jaringan hipovolemik
6. resiko kejang
serebral
berulang
7. nyeri

3. Resiko tinggi
deficit cairan
dan
hipovolemik

Kesadaran ↓ 8. Gangguan mobilitas fisik


9. Gangguan persepsi
sensori
Penumpukan
sekret 10. Koping individu tidak efektif
11. Kecemasan

2. Gangguan
bersihan jalan (Arif Muttaqin, 2012: 86-87)
napas

II. Rencana asuhan klien dengan Meningo Ensephalitis

2.1 Pengkajian

2.1.1 Riwayat keperawatan

Keluhan utama

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat imunisasi

2.1.2 Pemeriksaan fisik: data pokus

1. TTV

 Peningkatan TTV lebih dari normal (39-410C), keadaan ini

berhubungan degan implamasi dari selaput otak yang

mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.

 Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda

peningkatan TIK
 Peningkatan frekuensi napas

 TD normal/ meningkat

2. B1 ( breathing)

Inspeksi :

 Batuk / tidak

 Produksi sputum

 Sesak napas

 Penggunaan otot bantu napas

 Peningkatan frekuensi napas

Palpasi

 Taktil premitus seimbang kanan dan kiri

Auskultasi

 Bunyi napas tambahan seperti ronkhi

3. B2 ( Blood)

Terdapat renjetan (Syok hipovolemik)

4. B3 (Brain)

- Pengkajian tingakat kesadaran ( laterghi, stupor, semikoma)

- Pengkajian fungsi serebral ( status mental : observasi

penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,

aktivitas motorik klien.

- Pengkajian saraf Kranial

 Saraf I biasanya normal

 Saraf II. Ketajaman penglihatan normal


 Saraf III, IV, VI . pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil

pada klien tidak dengan penurunan kesadaran biasanya

tidak ada kelainan. Pada tahap lanjut yang menggangu

kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi

pupil akan didapatkan. Klien sering mengeluh fotophobia

/ sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

 Saraf V : paralisis pada otot sehingga menggangu proses

mengunyah

 Saraf VII : persepsi pengecapan normal, wajah asimetris

karena adanya paralisis unilateral.

 Saraf VIII : tiddak ada tuli konduktif dan tuli persepsi

 Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik

 Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus

dan trapezium. Adanya usaha dari klien untuk

melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.

 Saraf XII : lidah simetris dan indera pengecapan normal.

- Pengkajian sistem motorik

Kekuatan otot menurun

Control keseimbangan

Koordinasi mengalami perubahan

- Pengkajian refleks

Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon,

ligamentum, respon normal. Respon patologis akan

didapatkan bila klien koma


 Gerakan involunter

Tidak ditemukan tremor, tic, dan distonia.

Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang

umum.

- Pengkajian sistem sensorik

Nyeri

Kaku kuduk

5. B4 ( Bledder)

Penurunan pengeluaran volume urine berhubungan dengan

penurunan perfusi dan curah jantung ke ginjal.

6. B5 (Bowell)

Mual

Muntah

Anoreksia

7. B6 ( Bone )

Penurunan kekuatan otot

Penurunan tingkat kesadaran

Penurunan mobilitas dan banyak dibantu orang lain.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: gangguan perpusi jaringan serebral

2.2.1 Definisi

Penurunan fungsi oksigen yang mengakibatkan kegagalan

pengiriman nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler

2.2.2 Batasan karakteristik

 Perubahan status mental

 Perubahan perilaku

 Perubahan respon motorik

 Perubahan reaksi pupil

 Kesulitan menelan

 Kelemahan atau paralisis eksterimitas

 Paralisis

 Ketidak normalan dalam berbicara

2.2.3 Faktor yang berhubungan

 Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen

 Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah

 Keracunan enzyme

 Gangguan pertukaran

 Hipervolemia

 Hpoventilasi

 Hipovolemia

 Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane

kapiler
 Gangguan aliran arteri atau vena

 Ketidaksesuaian antara ventilasi dan aliran darah

Diagnosa 2 ketidak efektifan bersihan jalan napas

2.2.4 Definisi

Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi

saluran napas guna mempertahankan jalan napas yang bersih.

2.2.5 Batasan karakteristik

Subjektif

 Dispnea

Objektif

 Suara napas tambahan (rale, crackle, ronki, dan mengi)

 Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan

 Batuk tidak ada/ tidak efektif

 Sianosis

 Kesulitan untuk berbicara

 Penurunan suara napas \

 Orthopnea

 Gelisah

 Sputum berlebihan

 Mata terbelalak

2.2.6 Faktor yang berhubungan

 Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, dan perokok


pasif.

 Obstruksi jalan napas : spasme jalan napas, retensi sekret, mucus

berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing dijalan

napas, sekret di bronki, dan eksudat di alveoli.

 Fisiologis : disfungsi neuromuscular, hyperplasia dinding

bronkial, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), infeksi, asma,

jalan napas alergik (trauma).

Diagnosa 3 Nyeri Akut

3.2.7 definisi

Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang

muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau

menggambarkan adanya keruskan

3.2.8 Batasan Karakteristik

 Laporan secara verbal atau non verbal

 Fakta dari observasi

 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri

 Gerakan melindungi

 Tingkah laku berhati-hati

 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan

kacau, menyeringai)

  Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah,

perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil

3.2.9 faktor yang berhubungan


Agen injury

2.3 Perencanaan

Diagnosa 1: gangguan perpusi jaringan serebral

2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil

Tujuan :

Terbebas dari kejang dan tidak mengalami sakit kepala

Kriteria hasil :

Status sirkuasi tidak ada sumbatan

Kesadaran membaik

Adekuat perfusi jaringan

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:

Intervensi Rasional
1. Pantau TIK Mengukur data klien untuk

mengatur tekanan intra cranial

2. Pantau neorologis Mengumpulkan dan

menganalisis data klien untuk

prnvegahan komplikasi

neorologis

3. Menajement sensari

perifer Mencegah / meminimalkan

cedera pada klien yang

mengalami perubahan sensasi

4. Penkes Menyampaikan penkes pda


klien dan keluarga untk

meningkatkan keadekuatan

perfusi dan meminimalkan

komplikasi

Diagnosa 2: ketidak efektifan bersihan jalan napas

2.3.3 Tujuan :

Kepatenan jalan napas

Pembersihan jalan napas

Kriteria hasil :

Pencegahan aspirasi

Kepaenan jalan napas

Ventilasi baik

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional

Intervensi Rasional
1. Manajemen jalan napas Mempasilitasi kepatenan jalan

napas klien

2. Pengisapan jalan napas Mengeluarkan sekret dari jalan

( suction) napas dengan memasukkan

cateter pengisap dalam jalan

napas melewati mulut

3. Ajarkan batuk epektif Mengeluarkan secret yang

menyumbat jalan napas


4. Pengaturan posisi Mempasilitasi kenyamanan

klien

5. Pantau pernapasan

Memastikan kepatenan jalan

napas klien dan pertukaran gas

yang baik

6. Bantuan ventilasi
Meningkatkan pola napas

spontan yang lebih optimal dan

memaksimalkan pertukaran

oksigen dan karbon dioksida

dalam paru.

Diagnosa 3 Nyeri akut

2.3.5 Tujuan

Pain Level,

pain control,

comfort level

kriteria hasil

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi

nyeri, mencari bantuan)

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan

tanda nyeri)

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

 Tanda vital dalam rentang normal

2.3.6 Intervensi keperawatan dan Rasional

Intervensi Rasional
1. Letakkan kantung es pada Meningkatkan vasokonstriksi,

kepala, pakaian dingin di penumpukan resepsi sensori

atas mata, berikan posisi yang selanjutnya akan

yang nyaman kepala agak menurunkan nyeri

tinggi sedikit, latihan

rentang gerak aktif atau

pasif dan masage otot

leher. 

Menurunkan iritasi meningeal,

2. Dukung untuk menemukan resultan ketidaknyamanan lebih

posisi yang nyaman(kepala lanjut

agak tinggi)

Dapat membantu

3. Berikan latihan rentang merelaksasikan ketegangan

gerak aktif/ pasif otot yang meningkatkan

reduksi nyeri atau tidak

nyaman tersebut
4. Berikan anal getik, Mungkin diperlukan untuk

asetaminofen, codein   menghilangkan nyeri yang

berat

Daftar Pustaka

Muttaqin, A. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika


Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. EGC.

Jakarta

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai