Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERPIREKSIA

1. TINJAUAN TEORI
A. Definisi

Demam adalah salah satu gejala yang dapat membedakan


apakah seorang itu sehat atau sakit. Demam adalah kenaikan suhu
badan di atas 38oC (Arief, 2010).
Hiperpireksia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih
dari 41,1oC atau 106oF (suhu rectal) (Kowalak, 2012).
Hiperpireksia adalah kenaikan suhu tubuh diatas 41 0 C (rectal).
Merupakan keadaan gawat darurat medik dengan angka kematian yang
tinggi terutama pada bayi sangat muda, usia lanjut dan penderita-
penderita penyakit jantung (WHO, 2012)

B. Etiologi

29-59% demam berhubungan dengan infeksi, 11-20% dengan


penyakit kolagen, 6-8% dengan neoplasma, 4% dengan penyakit
metabolik dan 11-12% dengan penyakit lain. Penyebab hiperpireksi
ialah : infeksi 39%, infeksi dengan kerusakan pusat pengatur suhu
32%, kerusakan pusat pengatur suhu saja 18%, dan pada 11% kasus
disebabkan oleh Juvenille Rheumatoid Arthritis, infeksi virus dan
reaksi obat. Dari 28 penderita hiperpireksia terdapat 11 penderita
(39%) disebabkan oleh infeksi diantaranya 7 penderita disebabkan
olehkuman gram negatif yang mengenai traktus urinaria 4 penderita,
intraabdominal 2 penderita dan 1 penderita pada paru. Sedang 9
penderita (32%) disebabkan oleh gabungan antara infeksi dan
kerusakan pusat pengatur suhu. Selain itu 5 penderita (18%)
disebabkan oleh kerusakan pusat pengatur suhu. Tiga penderita (11%)
tidak diketahui penyebabnya (Arief, 2010)
C. Anatomi dan fisiologi

Pusat termoregulator hipotalamus merupakan sekelompok


sarafpada area preoptik dan hipotalamus posterior yang berfungsi
sebagai termostat. Termostat hipothalamus memiliki semacam titik
kontrol yang disesuaikan untuk mempertahankan suhu tubuh :
 Termoreseptor perifer, terletak di dalam kulit, mendeteksi
perubahan suhu kulit dan membran mukosa tertentu serta
mentransmisi informasi tersebut ke hipothalamus.
 Termoreseptor sentral, terletak di antara hipothalamus anterior,
medula spinalis, organ abdomen dan struktur internal lainnya,
juga mendeteksi perubahan suhu darah.
Sangat sukar untuk menetapkan secara tepat suhu bagian
mana dari tubuh yang disebut sebagai suhu tubuh. Ada 3 cara
untuk menentukan :
 Suhu inti untuk menggambarkan suhu organ-organ dalam.
 Suhu perifer mencerminka suhu kulit dan jaringan subkutan.
 Suhu tubuh rata-rata dapat di hitung secara kasar dengan
rumus suhu rata-rata = 0.7 suhu inti + 0.3 suhu perifer.
Pada manusia untuk mendapatkan gambaran suhu tubuh
dilakukan pengukuran yang dapat dipilih :
 Suhu ketiak. Pengukuran suhu ketiak dilakukan dengan cara
meletakkan termometer di ketiak selama minimal 5 menit,
lengan atas di dekapkan erat-erat kebadan, jangan lupa ketiak
harus dikeringkan terlebih dahulu. Suhu ketiak biasanya 0.2°-
0.4°C lebih rendah dari suhu mulut dan 0.5°-1°C dibawah suhu
rektum.
 Suhu mulut. Pengukuran suhu mulut dilakukan dengan cara
meletakkan termometer dibawah lidah dengan mulut tertutup.
Makanan, minuman, atau merokok mempengaruhi suhu mulut,
sehingga dapat mengecoh hasil pengukuran suhu tubuh. Suhu
mulut biasanya 0.3-0.5C di bawah suhu rektum
 Suhu rektum. Pengukuran suhu rektum dilakukan dengan cara
memasukkan termometer sedalam 5-6 cm, sehingga diukur
benar-benar suhu didalam rektum. Suhu rektum lebih dapat
dipercaya sebagai ukuran suhu tubuh dibandingkan suhu ketiak
dan suhu mulut.
Pada keadaan tertentu misalnya demam, termostat akan
diubah ke nilai yang tinggi misalnya 39C. Suhu tubuh yang semula
normal akan menyesuaikan dengan keadaan baru ini. Tubuh
berusaha agar suhu sesuai dengan nilai termostat. Dalam hal ini
akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah kulit, sekresi epinefrin
meningkat dan menggigil atau peningkatan pembentukan panas
yang disebut fase rasa dingin pada keadaan demam.
Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh :
 Variasi diluar
Kegiatan tubuh sepanjang hari dapat bervariasi.
Penggunaan energi dalam metabolisme selalu timbul panas.
Biasanya pada siang hari suhu tubuh lebih tinggi dari malam
hari.
 Umur
Pada bayi yang baru lahir suhu tubuh masih belum mantap.
Dalam masa ini suhu tubuh masih belum mantap.
 Jenis kelamin
Sesuai dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih
tinggi dari wanita. Selain itu wanita juga dipengaruhi oleh
siklus menstruasi.
 Gizi
Pada keadaan kurang gizi atau puasa, suhu tubuh lebih
rendah.
 Kerja jasmani
Sesudah kerja jasmani suhu tubuh akan naik sampai 41C.
 Lingkungan
Suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu
tubuh yang terdapat dalam tubuh, serta akibatknya pada laju
metabolisme (Irianto, 2014)

D. Manifestasi Klinis

Bila suhu badan meningkat terus dan pada pengukuran suhu


rektal mencapai 41,1oC atau lebih terjadilah apa yang dinamakan
hiperpireksia dan manifestasi klinis akan bertambah dan bergantung
pada keadaan.Gejala klinis yang penting dan harus dikenal secepatnya
supaya dapat ditanggulangi segera, yaitu:
a. Gejala serebral seperti disorientasi, delirium, ataksia, fotofobi,
kejang, koma
b. Kulit : merah, kering, panas
c. Tekanan darah : mula-mula naik , normal dan kemudian turun
d. Jantung : takikardia dan aritmia
e. Pernafasan : tak teratur
f. Oliguria, dehidrasi, asidosis metabolik dan renjatan (Shock)
g. Ekimosis, petekie, perdarahan

Hiperpireksi menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk


di dalamnya peningkatan konsumsi oksigen dan metabolisme jaringan.
Setiap kenaikan suhu tubuh 1oC, basal metabolik rate meningkat 10
-14%, kebutuhan oksigen meningkat 20% dan basal tidal volume
meningkat 9%. Sebagai akibatnya sistem kardiovaskuler bekerja lebih
berat. Hiperpireksia secara langsung dapat menyebabkan kerusakan
jaringan.

E. Patofisiologi

Manusia ialah makhluk yang homeotermal, artinya makhluk


yang dapat mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu di
sekitarnya berubah. Yang dimaksud dengan suhu tubuh ialah suhu
bagian dalam tubuh seperti viscera, hati, otak. Suhu rectal merupakan
penunjuk suhu yang baik.Suhu rectal diukur dengan meletakkan
thermometer sedalam 3 – 4 cm dalam anus selama 3 menit sebelum
dibaca. Suhu mulut hampir sama dengan suhu rectal. Suhu ketiak
biasanya lebih rendah daripada suhu rectal. Pengukuran suhu aural
pada telinga bayi baru lahir lebih susah dilakukan dan tidak praktis.
Suhu tubuh manusia dalam keadaan istirahat berkisar antara 36 oC –
37oC, yang dapat dipertahankan karena tubuh mampu mengatur
keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas. 
Panas dapat berasal dari luar tubuh seperti iklim atau suhu
udara di sekitarnya yang panas. Panas dapat berasal dari tubuh sendiri.
Pembentukan panas oleh tubuh (termogenesis) merupakan hasil
metabolisme tubuh. Dalam keadaan basal tubuh membentuk panas 1
kkal/ kg BB/ jam. Jumlah panas yang dibentuk alat tubuh, seperti hati
dan jantung relative tetap, sedangkan panas yang dibentuk otot rangka
berubah-ubah sesuai dengan aktifitas. Bila tidak ada mekanisme
pengeluaran panas, dalam keadaan basal suhu tubuh akan naik 1oC/
jam, sedang dalam aktivitas normal suhu tubuh akan naik 2oC/ jam.
Pengeluaran panas terutama melalui paru dan kulit. Udara
ekspirasi yang dikeluarkan paru jenuh dengan uap air yang berasal dari
selaput lendir jalan nafas. Untuk menguapkan 1 ml air diperlukan
panas sebanyak 0,58 kkal. Pengeluaran panas melalui kulit dapat
dengan dua cara yaitu:
a. Konduksi – konveksi :pengeluaran panas melalui cara ini
bergantung kepada perbedaan suhu kulit dan suhu udara
sekitarnya.
b. Penguapan air :air keluar dari kulit terutama melalui kelenjar
keringat. Dapat juga melalui perspirasi insensibilitas, difusi air
melalui epidermis.

Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus melalui sistem umpan balik


yang rumit. Hipotalamus karena berhubungan dengan talamus akan
menerima seluruh impuls eferen. Saraf eferen hipotalamus terdiri atas
saraf somatik dan saraf otonom. Karena itu hipotalamus dapat
mengatur kegiatan otot, kelenjar keringat, peredaran darah dan
ventilasi paru. Keterangan tentang suhu bagian dalam tubuh diterima
oleh reseptor di hipotalamus dari suhu darah yang memasuki otak.
Keterangan tentang suhu dari bagian luar tubuh diterima reseptor
panas di kulit yang diteruskan melalui sistem aferen ke hipotalamus.
Keadaan suhu tubuh ini diolah oleh thermostat hipotalamus yang akan
mengatur set point hipotalamus untuk membentuk panas atau untuk
mengeluarkan panas.

Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur suhu yang bekerja


bila terdapat kenaikan suhu tubuh. Hipotalamus anterior akan
mengeluarkan impuls eferen sehingga akan terjadi vasodilatasi di kulit
dan keringat akan dikeluarkan, selanjutnya panas lebih banyak dapat
dikeluarkan dari tubuh. Hipotalamus posterior merupakan pusat
pengatur suhu tubuh yang bekerja pada keadaan dimana terdapat
penurunan suhu tubuh. Hipotalamus posterior akan mengeluarkan
impuls eferen sehingga pembentukan panas ditingkatkan dengan
meningkatnya metabolisme dan aktifitas otot rangka dengan
menggigil (shivering), serta pengeluaran panas akan dikurangi dengan
cara vasokonstriksi di kulit dan pengurangan keringat.
F. Pathway
F. Pengobatan
Dalam menanggulangi hiperpireksia ada 3 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu (1) menurunkan suhu tubuh secara simptomatis, (2)
pengobatan penunjang dan (3) mencari dan mengobati penyebab.
1. Menurunkan suhu tubuh secara simptomatis
Dalam menurunkan suhu tubuh secara simptomatik ada 2
hal tindakan yang perlu dipisahkan, yaitu: a) mengeluarkan panas
tubuh secara fisik dan b) menggunakan obat-obat.
a. mengeluarkan panas tubuh secara fisik, ialah:
 Menempatkan penderita dalam ruangan yang
dingin dengan aliran udara yang baik, misalnya
dengan kipas angin agar sirkulasi udara bertambah
 Membuka baju penderita
 Surface cooling yaitu kompres secara intensif pada
seluruh bagian tubuh dengan es, air es atau dengan
selimut hipotermik
 Menggunakan alkohol untuk mendinginkan tubuh
harus hati-hati karena gas yang turut terisap dapat
menyebabkan hipoglikemia dan koma.
 Memakai air es untuk membilas lambung atau
enema atau infus sukar dilakukan dan terdapat
gejala sampingan yang tidak baik untuk penderita.

Cara mengeluarkan panas tubuh secara fisik ini dapat


digunakan untuk golongan demam yang disebabkan oleh set point
hipotalamus yang meningkat, set point hipotalamus yang normal
dan pada kerusakan pusat pengatur suhu. Tetapi bila hanya cara
ini saja yang dipergunakan untuk set point hipotalamus yang
meningkat, terjadi perangsangan pembentukan panas lebih
banyak lagi dan akan mempertinggi metabolisme, suhu hanya
sebentar saja turun dan timbul gejala menggigil. Oleh sebab itu
pada keadaan set point hipotalamus yang meningkat dibutuhkan
tambahan obat yang dapat menurunkan set point di hipotalamus.
Pengeluaran panas secara fisik dapat dilakukan dengan cara
external cooling dan internal cooling :

 External Colling (Surface Cooling)


Dilakukan dengan mengompres seluruh
tubuh dengan air, air es atau dengan memakai
hypothermic matress, yaitu suatu alat berupa selimut
yang suhunya dapat diatur dengan mesin. Bila
memakai es, jangan meletakkan es pada satu tempat
lebih lama dari satu menit.Pemakaian alkohol untuk
mendinginkan kulit, harus dilakukan dengan hati-
hati, karena dapat menimbulkan koma, hipoglikemi
dan hipothermi karena inhalasi alkohol yang
menguap, lebih-lebih bila ruangan perawatan sempit
dengan ventilasi tidak baik.
 Internal cooling
Dilakukan dengan membilas lambung dan rektum
dengan larutan garam fisiologik yang dingin. Dapat
juga dengan memakai cairan infus yang sedingin es.
Internal cooling sukar melakukannya dan masih
merupakan cara yang kontroversal. 
b. menggunakan obat-obatan
Obat-obatan yang dipakai adalah antipretik yang
tujuannya untuk menurunkan set point hipotalamus. Obat
ini bekerja melalui inhibisi biosintesis prostaglandin E,
sehingga mencegah atau menghambat pengaruh pirogen
endogen. Bila set point diturunkan, pembentukan panas
dikurangi dan pengeluaran panas tubuh akan meningkat,
sehingga suhu tubuh akan menurun dan bahkan pada panas
yang tak terlalu tinggi kompres es/ selimut hipotermik tidak
diperlukan. Untuk mencegah menggigil karena vasodilatasi
di kulit dan pengeluaran keringat, penderita dapat
diselimuti. Obat antipiretik yang dipakai misalnya aspirin.
Dosis aspirin adalah 60 mg/ tahun/ kali, sehari diberikan 3
kali atau untuk bayi di bawah 6 bulan diberikan 10 mg/
bulan/ kali, sehari diberikan 3 kali. Kadar maksimal dalam
darah tercapai dalam 2 jam pemberian oral, tetapi half life
meningkat dengan menaikkan dosis sehingga ada bahaya
akumulasi sebagai akibat pemberian yang sering unutk
memberantas demam. Gejala sampingan aspirin yang perlu
diketahui adalah perdarahan saluran pencernaan,
memberatkan asma dan mengganggu fungsi sel-sel
trombosit.
2. Pengobatan Penunjang
Pengobatan penunjang harus segra dan bersamaan dengan
menurunkan suhu tubuh secara simptomatis. Hal ini bergantung pada
gejala yang timbul, tetapi meskipun demikian kita harus waspada
sebab sewaktu-waktu gejala yang memberatkan penderita akan
timbul. Penatalaksanaan terdiri atas :
a. Mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi
terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeotomi
b. Pasanglah dan pertahankan infus untuk menjamin pemasukan
cairan secara teratur dan mempertahankan keseimbangan
elektrolit.
c. Bila penderita gelisah dapat diberikan sedativa karena
kegelisahan dapat menambah pembentukan panas
d. Bila terjadi keadaan menggigil dapat diberikan klorpromazin
dengan dosis 2 – 4 mg/ kg BB dibagi dalam 3 dosis. Pada heat
stroke kecuali pengobatan penurunan suhu secara fisik, dapat
diberikan klorpromazin untuk mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah kulit akibat bendungan yang terlalu cepat
karena tindakan secara fisik tersebut.
e. Bila terdapat kejang segera hentikan kejangnya
f. Bila timbul DIC (disseminated intravascular coagulation)
tanggulangi secepatnya. Sebenarnya DIC tidak memerlukan
pengobatan bila penyebabnya diobati dengan tepat, tetapi pada
anak bila terjadi perdarahan hebat dapat diberikan heparin
dengan dosis 25 unit per kg BB dalam 1 jam di dalam infuse
secara kontinu atau 100 unit per kg BB tiap 4 – 6 jam sekali
secara intravena.
g. Bila terjadi hipoksia yang dapat mengakibatkan edema otak
dapat diberikan kortison dengan dosis 20 -30 mg/ kg BB dibagi
dalam 3 dosis atau sebaiknya dexamethasone ½ - 1 ampul
setiap 6 jam sampai keadaan membaik. 
3. Mencari dan mengobati penyebab
Untuk hal ini diperlukan pemeriksaan lengkap baik secara umum
maupun neurologik. Factor infeksi sangat penting dan perlu
dikerjakan pemeriksaan darah lengkap termasuk biakan dan pungsi
lumbal.
Dengan penatalaksanaan yang baik mengeani hiperpireksia dan
ditemukan penyebabnya umumya penderita dapat sembuh. Misalnya
pada hipertermia malignan akibat anestesia bila tidak waspada dan
tidak diketahui akan berakibat fatal.
2. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERPIREKSIA

A. Pengkajian
1. Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi: sejak kapan
timbul demam, gejala lain yang menyertai demam (miasalnya:
mual muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot dan
sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau lhetargi, upaya
yang harus dilakukan.
2. Melakukan pemeriksaan fisik.
3. Melakukan pemeriksaan ensepalokaudal: keadaan umum, vital
sign.
4. Melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti: pemeriksaan
laboratotium, foto rontgent ataupun USG
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
2. Resiko injury berhubungan dengan infeksi mikroorganisme
3. Resiko kekurangan  volume cairan berhubungan dengan intake
yang kurang dan diaporesisi

Discharge Planning
1. Ajarkan keluarga mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan
dokter atau perawat
2. Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis
dan waktu
3. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
4. Intruksikan untuk kontrol ulang
5. Jelaskan factor penyebab demam dan menghindari factor pencetus.
C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


. Keperawatan Hasil (NOC)
1. Hipertemia Setelah dilakukan Mengontrol panas
berhubungan tindakan perawatan 1. Monitor suhu minimal
dengan proses selama ….X 24 jam, tiap 2 jam
penyakit. pasien mengalami 2. Monitor suhu basal
Batasan keseimbangan secara kontinyu sesui
karakeristik : termoregulasi dengan dengan kebutuhan.
        kenaikan kriteria hasil : 3. Monitor TD, Nadi, dan
suhu tubuh diatas          Suhu tubuh RR
rentang normal dalam rentang normal 4. Monitor warna dan
        serangan 35,9 C – 37,5 C suhu kulit
atau konvulsi         Nadi dan RR 5. Monitor penurunan
(kejang) dalam rentang normal tingkat kesadaran
        kulit          Tidak ada 6. Monitor WBC,Hb, Hct
kemerahan perubahan warna 7. Monitor intake dan
        pertambaha kulit output
n RR          Tidak ada pusing 8. Berikan anti piretik
       takikardi 9. Berikan pengobatan
       saat disentuh untuk mengatasi
tangan terasa penyebab demam
hangat 10. Selimuti pasien
11. Lakukan Tapid sponge
12. Berikan cairan intra
vena
13. Kompres pasien pada
lipat paha, aksila dan
leher
14. Tingkatkan sirkulasi
udara
15. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature Regulation
1. Monitor tanda- tanda
hipertermi
2. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
3. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
4. Diskusikan tetang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negative dari
kedinginan
5. Berikan obat antipiretik
sesuai dengan
kebutuhan
6. Gunakan matras dingin
dan mandi air hangat
untuk mengatasi
gangguan suhu tubuh
sesuai dengan
kebutuhan
7. Lepasakan pakaian
yang berlebihan dan
tutupi pasien dengan
hanya selembar
pakaian.
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, Nadi,
Suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor vital sign saat
pasien berdiri, duduk
dan berbaring
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, dan
RR sebelum, selama,
dan sesudah aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya
tekanan nadi yang
melebar , bradikardi,
peningkatan sistolik
(Chusing Triad)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
Sign
2. Resiko injury Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan
berhubungan tindakan keperawatan yang aman untuk
dengan infeksi selama 1 x 24 jam, pasien
mikroorganisme pasien tidak 2. Identifikasi kebutuhan
mengalami injury. keamanan pasien sesuai
Risk Injury dengan kondisi fisik
Kriteria Hasil : dan fungsi kognitif
  Klien terbebas dari pasien dan riwayat
cidera penyakit terdahulu
  Klien mampu pasien
menjelaskan 3. Menghindari
cara/metode untuk lingkungan yang
mencegah injury atau berbahaya misalnya
cedera memindahkan
  Klien mampu perabotan
menjelaskan factor 4. Memasang side rail
resiko dari lingkunga tempat tidur
atau perilaku personal 5. Menyediakan tempat
  Mampu tidur yang nyaman dan
memodifikasi gaya bersih
hidup untuk 6. Meletakan saklar lampu
mencegah injury ditempat yang mudah
  Menggunakan dijangkau pasien
fasilitas kesehatan 7. Membatasi pengunjung
yang ada 8. Memberikan
  Mampu mengenali penerangan yang cukup
perubahan status 9. Menganjurkan keluarga
kesehatan untuk menemani pasien
10. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
11. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
3 Resiko kekurangan Setelah dilakukan Fluid management:
volume cairan tindakan keperawatan 1. Pertahankan
dengan faktor selama …x 24 jam, catatan intake dan
resiko faktor yang fluid balance dengan output yang akurat
mempengaruhi kriteria hasil : 2. Monitor status
kebutuhan cairan          Mempertahankan dehidrasi( kelemb
(hipermetabolik) urine output sesuai aban membrane
dengan usia dan BB, mukosa, nadi
BJ urine normal, HT adekuat, tekanan
normal darah ortostatik)
         Tekanan darah, 3. Monitor vital sign
nadi, suhu tubuh 4. Monitor asupan
dalam batas normal makanan/ cairan
         Tidak ada tanda- dan hitung intake
tanda dehidrasi, kalori harian
elastisitas turgor kulit 5. Lakukan terapi IV
baik, membrane 6. Monitor status
mukosa lembab, tidak nutrisi
ada rasa haus yang 7. Berikan cairan
berlebihan. 8. Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
9. Dorong masukan
oral
10. Berikan
penggantian
nasogastrik sesuai
output
11. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
12. Anjurkan minum
kurang lebih 7-8
gelas belimbing
perhari
13. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
memburuk
14. Atur kemungkinan
transfusi

D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan
antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan,
penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta
mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana
mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan
untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Huda, Amien. 2010. Asuhan Keperawatan, Maternitas, Anak, Bedah dan penyakit
Dalam. Jakarta. EGC

Arief. 2010. Buku Saku patofisiologi. Jakarta. Edisi 8

https://koaskamar13.wordpress.com/2007/09/21/hiper-pireksia/
http://khakarangga.blogspot.co.id/2013/01/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-
febris.html
http://kireihimee.blogspot.co.id/2009/07/hiperpireksia.html

Anda mungkin juga menyukai