PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suhu tubuh adalah ukuran dari kemampuan tubuh dalam menghasilkan dan
menyingkirkan hawa panas. Suhu tubuh manusia berasal dari proses metabolisme
tubuh. Normal nya suhu manusia berkisar antara 36°C. Namun tidak selamanya tubuh
manusia berada dalam kondisi normal. Adakalanya suhu manusia naik dan adakalanya suhu
manusia turun. Suhu manusia yang turun dari kondisi normal disebut hipotermi. Sebaliknya,
suhu manusia yang naik dari kondisi normal disebut hipertermi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep hipertermi dan asuhan keperawatan hipertermi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
1
Mengetahui tindakan perawat untuk pasien yang mengalami masalah keperawatan
hipertermi.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu mengatahui pengertian hipertermi.
b. Penulis mampu mengatahui etiologi hipertermi.
c. Penulis mampu mengetahui faktor yang mempengaruhi suhu tubuh.
d. Penulis mampu mengetahui mekanisme kehilangan panas dari kulit.
e. Penulis mampu mengatahui patofisiologi hipertermi.
f. Penulis mampu mengetahui batasan karakteristik hipertermi.
g. Penulis mampu mengatahui diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
hipertermi.
h. Penulis mampu mengatahui kriteria hasil hipertermi.
i. Penulis mampu mengetahui intervensi keperawatan hipertermi.
j. Penulis mampu mengetahui implementasi dari masalah keperawatan hipertermi.
D. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Teoritis
Memberi tambahan sumber informasi bagi pengembangan ilmu keperawatan dasar dalam
pemberian asuhan keperawatan dengan masalah keperawatan hipertermi.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Memberi tambahan wawasan ilmu pengetahuan di bidang ilmu keperawatan.
2. Bagi Institusi / Pendidikan
Sebagai sumber informasi serta dasar pengetahuan bagi mahasiswa.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai tambahan referensi dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien
dalam menangani masalah keperawatan hipertensi.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penanganan hipertermi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
5
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
g. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 –
30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi
mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan
lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan
kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
h. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan
gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan
(aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
i. Variasi Diurnal (Ritme sekardian)
Secara normal, suhu tubuh akan mengalami fluktuasi setiap hari kurang lebih
10oC. Suhu tubuh tertinggi dicapai pada pukul 20.00 dan pada tengah malam pukul
24.00 dan suhu tubuh terendah dicapai selama fase tidur pukul 04.00 dan 06.00.
j. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu
tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat
menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
k. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga
sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu
antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit. Proses kehilangan
panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah
dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa
yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang
cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi
panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit
merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.
6
2.4 Mekanisme kehilangan panas dari kulit
a. Radiasi
Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang
panas infra merah. Gelombang inframerah yang dipancarkan dari tubuh memiliki
panjang gelombang 5 – 20 mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang
panas ke segala penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas
paling besar pada kulit (60%) atau 15% seluruh mekanisme kehilangan panas. Panas
adalah energi kinetic pada gerakan molekul. Sebagian besar energi pada gerakan ini
dapat di pindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Sekali suhu udara
bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak terjadi lagi pertukaran
panas, yang terjadi hanya proses pergerakan udara sehingga udara baru yang suhunya
lebih dingin dari suhu tubuh. Proses pergerakan udara yang memungkinkan
mekanisme perpindahan panas anatar tubuh dan udara yang terus menerus akibat
pergerakan udara disebut konveksi.
b. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan
benda-benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan
mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi
dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan
tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada
paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan
panas tidak dapat terjadi secara efektif terus menerus.
c. Evaporasi
Evaporasi ( penguapan air dari kulit ) dapat memfasilitasi perpindahan panas
tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan
panas tubuh sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat,
mekanisme evaporasi berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari.Hal ini menyebabkan
kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi
ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air secara
terus menerus melalui kulit dan system pernafasan.Selama suhu kulit lebih tinggi dari
pada suhu lingkungan, panas hilang melalui radiasi dan konduksi. Namun ketika
suuhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, tubuh memperoleh suhu dari
lingkungan melalui radiasi dan konduksi. Pada keadaan ini, satu-satunya cara tubuh
melepaskan panas adalah melalui evaporasi. Memperhatikan pengaruh lingkungan
7
terhadap suhu tubuh, sebenarnya suhu tubuh actual ( yang dapat diukur ) merupakan
suhu yang dihasilkan dari keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh dan proses
kehilangan panas tubuh dari lingkungan.
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal
dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua biasanya mengalami sengatan panas
yang tidak terkait aktifitas karena gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme
homeostatik. Seperti pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas
berhubungan dengan penyakit dan perubahan fisiologis. Usia sangat mempengaruhi
metabolisme tubuh akibat mekanisme hormonal sehingga memberi efek tidak langsung
terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan bayi, terdapat mekanisme pembentukan panas
melalui pemecahan(metabolisme) lemak coklat sehingga terjadi proses termogenesis
tanpa menggigil (non-shivering thermogenesis). Secara umum, proses ini mampu
meningkatkan metabolisme hingga lebih dari 100%. Pembentukan panas melalui
mekanisme ini dapat terjadi karena pada neonatus banyak terdapat lemak coklat.
Mekanisme ini sangat penting untuk mencegah hipotermi pada bayi.
8
transformasi kulit dimana kulit menjadi lebih datar akibat berkurangnya pembuluh
darah mikrosirkuler di papilaris kulit dan pleksus vaskular superfisial.
A. Definisi
Suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan termoregulasi.
B. Batasan karakterisitik
Mayor :
Suhu lebih dari 37oC per oral atau 38,9oC per rektal.
Minor :
1. Kulit kemerahan
2. Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
3. Frekuensi nafas meningkat
4. Kejang atau konvulsi
5. Kulit teraba hangat
6. Takikardi
7. Takipnea
8. Menggigil
9. Dehidrasi
10. Nyeri
11. Malaise/ keletihan
12. Kehilangan nafsu makan
C. Faktor yang berhubungan
1. Dehidrasi
2. Penyakit atau trauma
3. Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
4. Pakaian yang tidak tepat
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Obat atau anestesia
7. Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
8. Aktivitas yang berlebihan
D. Kriteria hasil
1. Individu akan mampu mengidentifikasi faktor-faktor risiko hipertermi
2. Individu akan mematuhi dan menjalankan berbagai metode pencegahan
hipertermi.
3. Termoregulasi : keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas, dan
kehilangan panas
9
4. Termoregulasi neonatus : keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas
dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan
5. Tanda-tanda vital : nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan
darah dalam rentang normal
E. Intervensi
1. Terapi demam : penatalaksanaan pasien yang mengalami hipereksia akibat faktor
selain lingkungan.
2. Kewaspadaan hipertermia maligna : pencegahan atau penurunan respons
hipermetabolik terhadap obat-obat farmakologis yang digunakan selama
pembedahan
3. Perawatan bayi baru lahir : penatalaksanaan neonatus selama transisi dari
kehidupan diluar rahim dan periode stabilisasi selanjutnya
4. Regulasi suhu : mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal
5. Pemantauan tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular,
pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan serta mencegah komplikasi.
Aktivitas Keperawatan
a. Pengkajian
1. Pantau aktivitas kejang
2. Pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
3. Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
5. Untuk pasien bedah :
10
- Dapatkan riwayat hipertermia maligna, kematian akibat anestesi, atau
demam pasca bedah pada individu dan keluarga
- Pantau tanda hipertermia maligna (misalnya, demam takipnea,
aritmia,perubahan tekanan darah, bercak pada kulit, kekakuan, dan
berkeringat banyak)
6. Regulasi suhu (NIC) :
- Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
- Pasang alat pantau suhu inti tubuh kontinu, jika perlu
- Pantau warna kulit dan suhu
F. Rasional
1. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan lebih sering setelah upaya menurunkan
suhu tubuh dilakukan.
2. Hipertermia dapat diperburuk oleh lingkungan atau perilaku yang tidak
mendukung.
3. Hipertermia menyebabkan peningkatan haluaran cairan melalui kulit (evaporasi)
dan keringat. Cairan juga penting dalam mempertahankan regulasi suhu tubuh.
Tetapi ini sebaiknya dipantau pada penderita penyakit ginjal dan jantung.
4. Kebutuhan cairan meningkat secara fisiologis ketika beraktivitas dan pada suhu
tinggi.
5. Alkohol dan kafein dapat menstimulasi peningkatan metabolisme, meningkatkan
resiko peningkatan suhu tubuh.
6. Tanda-tanda sengatan panas : kulit kemerahan, nyeri kepala, keletihan dan
anoreksia.
7. Berbagai aplikasi dingin dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh ke
lingkungan untuk menurunkan suhu tubuh.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suhu tubuh manusia berasal dari proses metabolisme tubuh. Normal nya suhu manusia
berkisar antara 36°C. Namun tidak selamanya tubuh manusia berada dalam kondisi
normal. Adakalanya suhu manusia naik dan adakalanya suhu manusia turun. Suhu
manusia yang turun dari kondisi normal disebut hipotermi. Sebaliknya, suhu manusia
yang naik dari kondisi normal disebut hipertermi.
Hipertermi adalah peningkatan suhu lebih dari 37,5oC akibat kehilangan dalam
pengaturan termoregulasi serta diikuti dengan tanda dan gejala yang mendukung sehingga
diperlukan penanganan untuk menurunkan serta mengembalikan ke suhu yang normal.
Dalam penanganan nya seorang perawat di harapkan dapat memberikan penanganan yang
tepat dalam kasus hipertermi, sehingga pasien tidak mengalami keadaan yang semakin
parah dan suhu tubuh pasien dapat kembali normal.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta dapat
digunakan sebagai acuan sumber referensi. Selain itu, diharapkan adanya penelitian lebih
lanjut serta kritik dan saran demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang ilmu keperawatan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14