Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suhu tubuh adalah ukuran dari kemampuan tubuh dalam menghasilkan dan
menyingkirkan hawa panas. Suhu tubuh manusia berasal dari proses metabolisme
tubuh. Normal nya suhu manusia berkisar antara 36°C. Namun tidak selamanya tubuh

manusia berada dalam kondisi normal. Adakalanya suhu manusia naik dan adakalanya suhu
manusia turun. Suhu manusia yang turun dari kondisi normal disebut hipotermi. Sebaliknya,
suhu manusia yang naik dari kondisi normal disebut hipertermi.

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan


tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi
karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi
panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Hipertermi tidak berbahaya
jika dibawah 39°C. Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada
pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai
normal individu tersebut (Potter & Perry,2010). Hipertermi merupakan keadaan ketika
seorang individu mengalami atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus
menerus lebih tinggi dari 36,5 c pusat pengaturan suhu manusia di atur oleh hipotalamus
anterior. Hipertermi terjadi karena ketidakmampuan tubuh untuk mengimbangi produksi
panas yang berlebihan sehingga suhu tubuh menjadi naik dari suhu normalnya (Lynda Juall
Carpenito-Moyet, 2007).

Dalam penanganan nya seorang perawat di harapkan dapat memberikan penanganan


yang tepat dalam kasus hipertermi, sehingga pasien tidak mengalami keadaan yang semakin
parah dan suhu tubuh pasien dapat kembali normal.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep hipertermi dan asuhan keperawatan hipertermi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
1
Mengetahui tindakan perawat untuk pasien yang mengalami masalah keperawatan
hipertermi.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu mengatahui pengertian hipertermi.
b. Penulis mampu mengatahui etiologi hipertermi.
c. Penulis mampu mengetahui faktor yang mempengaruhi suhu tubuh.
d. Penulis mampu mengetahui mekanisme kehilangan panas dari kulit.
e. Penulis mampu mengatahui patofisiologi hipertermi.
f. Penulis mampu mengetahui batasan karakteristik hipertermi.
g. Penulis mampu mengatahui diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
hipertermi.
h. Penulis mampu mengatahui kriteria hasil hipertermi.
i. Penulis mampu mengetahui intervensi keperawatan hipertermi.
j. Penulis mampu mengetahui implementasi dari masalah keperawatan hipertermi.

D. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Teoritis
Memberi tambahan sumber informasi bagi pengembangan ilmu keperawatan dasar dalam
pemberian asuhan keperawatan dengan masalah keperawatan hipertermi.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Memberi tambahan wawasan ilmu pengetahuan di bidang ilmu keperawatan.
2. Bagi Institusi / Pendidikan
Sebagai sumber informasi serta dasar pengetahuan bagi mahasiswa.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai tambahan referensi dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien
dalam menangani masalah keperawatan hipertensi.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penanganan hipertermi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertermi


Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.
Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk
mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39°C. Selain adanya tanda klinis, penentuan
hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu
hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut (Potter & Perry,2010).
Hipertermi merupakan keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko
untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,5oC pusat
pengaturan suhu manusia di atur oleh hipotalamus anterior. Hipertermi terjadi karena
ketidakmampuan tubuh untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga
suhu tubuh menjadi naik dari suhu normalnya (Lynda Juall Carpenito-Moyet, 2007).
Dengan kata lain, hipertermi adalah peningkatan suhu lebih dari 37,5 oC serta diikuti
dengan tanda dan gejala yang mendukung sehingga diperlukan penanganan untuk
menurunkan serta mengembalikan ke suhu yang normal.

2.2 Etiologi Hipertermi

A. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh


Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Bnyak faktor yang
dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia
dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur
mekanisme umpan balik (feedback) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Apabila apabila pusat temperatut di hipotalamus mendeteksi suhu tubuh
yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme
umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk
mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh
dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37oC. Apabila suhu meningkat lebih
dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme
untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan
meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap. Sebaliknya,
3
apabila suhu tubuh inti di bawah titik tetap (37oC), tubuh akan menyelenggarakan
mekanisme untuk meningkatkan produksi panas dan menurunkan laju penurunan
panas tubuh oleh lingkungan.
B. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat
a. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area
tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada
hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi
vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan
pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.
b. Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan
suhu yang melewati batas kritis, yaitu 370C. Pengeluaran keringat
menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan
suhu tubuh sebesar 10C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup
banyak sehingga mampumembuang panas tubuh yang dihasilkan dari
metabolisme basal 10 kali lebih besar.
Pengeluaran keringat merupakan salah satu mekanisme tubuh ketika
suhu meningkat malampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang
oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras
saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsang pada
syaraf kolinergik kelenjar keringat yang merangsang produksi keringat.
Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsang dari
epinefrin dan norepinefrin.
Cairan keringat merupakan sekresi sel epitel kelenjar pada dasar (yang
menggulung) untuk selanjutnya disalurkan keluar melalui duktus kelenjar.
Cairan yang dihasilkan oleh sel epitel (sekret primer/prekusor) memiliki
komposisi yang mirip dengan plasma, tetapi tidak mengandung protein
plasma. Konsentrasi natrium sekitar 142 mEq/L dan klorida 104 mEq/L
ditambah konsentrasi zat terlarut lain dalam plasma. Selanjutnya, cairan
prekusor akan dialirkan melalui duktus dan selama fase ini terjadi proses
reabsorpsi. Apabila sekresi sedikit, aliran menjad lambat, menyebabkan
proses reabsorpsi maksimal sehingga konsentrasi yang melewati duktus
hampir tidak mengandung natrium dan klorida. Hal ini menyebabkan tekanan
osmotik berkurang sehingga sebagian cairan juga ikut direabsorpsi dan
4
menyebabkan pemekatan kandungan unsur lain. Oleh karena itu, pada
kecepatan berkeringat yang rendah, kandungan urea, asam laktat, dan kalium
menjadi sangat tinggi.
c. Penurunan pembentukan panas
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia
dan menggigil dihambat dengan kuat.

2.3 Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh


a. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana
disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
b. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah
lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf
simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi
epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
c. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksipanas tubuh juga
meningkat.
d. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia
dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
e. Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran
hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 –
0,6°C di atas suhu basal.
f. Demam ( peradangan )

5
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
g. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 –
30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi
mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan
lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan
kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
h. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan
gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan
(aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
i. Variasi Diurnal (Ritme sekardian)
Secara normal, suhu tubuh akan mengalami fluktuasi setiap hari kurang lebih
10oC. Suhu tubuh tertinggi dicapai pada pukul 20.00 dan pada tengah malam pukul
24.00 dan suhu tubuh terendah dicapai selama fase tidur pukul 04.00 dan 06.00.
j. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu
tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat
menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
k. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga
sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu
antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit. Proses kehilangan
panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah
dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa
yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang
cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi
panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit
merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.
6
2.4 Mekanisme kehilangan panas dari kulit
a. Radiasi
Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang
panas infra merah. Gelombang inframerah yang dipancarkan dari tubuh memiliki
panjang gelombang 5 – 20 mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang
panas ke segala penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas
paling besar pada kulit (60%) atau 15% seluruh mekanisme kehilangan panas. Panas
adalah energi kinetic pada gerakan molekul. Sebagian besar energi pada gerakan ini
dapat di pindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Sekali suhu udara
bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak terjadi lagi pertukaran
panas, yang terjadi hanya proses pergerakan udara sehingga udara baru yang suhunya
lebih dingin dari suhu tubuh. Proses pergerakan udara yang memungkinkan
mekanisme perpindahan panas anatar tubuh dan udara yang terus menerus akibat
pergerakan udara disebut konveksi.
b. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan
benda-benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan
mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi
dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan
tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada
paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan
panas tidak dapat terjadi secara efektif terus menerus.
c. Evaporasi
Evaporasi ( penguapan air dari kulit ) dapat memfasilitasi perpindahan panas
tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan
panas tubuh sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat,
mekanisme evaporasi berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari.Hal ini menyebabkan
kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi
ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air secara
terus menerus melalui kulit dan system pernafasan.Selama suhu kulit lebih tinggi dari
pada suhu lingkungan, panas hilang melalui radiasi dan konduksi. Namun ketika
suuhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, tubuh memperoleh suhu dari
lingkungan melalui radiasi dan konduksi. Pada keadaan ini, satu-satunya cara tubuh
melepaskan panas adalah melalui evaporasi. Memperhatikan pengaruh lingkungan
7
terhadap suhu tubuh, sebenarnya suhu tubuh actual ( yang dapat diukur ) merupakan
suhu yang dihasilkan dari keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh dan proses
kehilangan panas tubuh dari lingkungan.

2.5 Patofisiologi Hipertermi

Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu tubuh normal
dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua biasanya mengalami sengatan panas
yang tidak terkait aktifitas karena gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme
homeostatik. Seperti pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas
berhubungan dengan penyakit dan perubahan fisiologis. Usia sangat mempengaruhi
metabolisme tubuh akibat mekanisme hormonal sehingga memberi efek tidak langsung
terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan bayi, terdapat mekanisme pembentukan panas
melalui pemecahan(metabolisme) lemak coklat sehingga terjadi proses termogenesis
tanpa menggigil (non-shivering thermogenesis). Secara umum, proses ini mampu
meningkatkan metabolisme hingga lebih dari 100%. Pembentukan panas melalui
mekanisme ini dapat terjadi karena pada neonatus banyak terdapat lemak coklat.
Mekanisme ini sangat penting untuk mencegah hipotermi pada bayi.

1. Fungsi Kelenjar Keringat


Gangguan sistem termoregulasi dengan berkurang atautidaknya keringat
merupakan penyebab terpenting sengatan panas pada lingkungan panas. Respon
berkeringat terhadap stimulus panas dan neurokimia berkurang pada usia lanjut
dibanding pada usia dewasa muda. Juga terdapat ambang batas lebuh tinggi pada usia
lanjut untuk berkeringat. Pada kondisi stres panas, manusia mengaktifkan kelenjar
ekrin (di bawah kontrol kolinergik simpatis) dan kemampuan kelenjar itu
megneluarkan keringat untuk mengatur suhu tubuh. Meskipun terdapat variasi luas
antara individu dalam respon kelenjar keringat terhadap stimulus farmakologis,
terdapat pula stimulus yang berasal dari proses penuaan.
Pengaruh penuaan terhadap menurunnya fungsi kelenjar keringat terlihat jelas di
daerah dahi dan ekstremitas daripada di badan.

2. Aliran Darah Kulit


Respon aliran darah kulit terhadap pemanasan lokal langsung pada kulit
nonakral berkurang pada usia lanjut. Berkurangnya perfusi kulit pada usia lanjut
berkaitan dengan berkurangnya unit fungsional pleksus kapiler. Pada usia tua, terjadi

8
transformasi kulit dimana kulit menjadi lebih datar akibat berkurangnya pembuluh
darah mikrosirkuler di papilaris kulit dan pleksus vaskular superfisial.

2.6 Teori Asuhan Keperawatan Hipertermi

A. Definisi
Suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan termoregulasi.
B. Batasan karakterisitik
Mayor :
Suhu lebih dari 37oC per oral atau 38,9oC per rektal.

Minor :
1. Kulit kemerahan
2. Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
3. Frekuensi nafas meningkat
4. Kejang atau konvulsi
5. Kulit teraba hangat
6. Takikardi
7. Takipnea
8. Menggigil
9. Dehidrasi
10. Nyeri
11. Malaise/ keletihan
12. Kehilangan nafsu makan
C. Faktor yang berhubungan
1. Dehidrasi
2. Penyakit atau trauma
3. Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
4. Pakaian yang tidak tepat
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Obat atau anestesia
7. Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
8. Aktivitas yang berlebihan

D. Kriteria hasil
1. Individu akan mampu mengidentifikasi faktor-faktor risiko hipertermi
2. Individu akan mematuhi dan menjalankan berbagai metode pencegahan
hipertermi.
3. Termoregulasi : keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas, dan
kehilangan panas
9
4. Termoregulasi neonatus : keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas
dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan
5. Tanda-tanda vital : nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan
darah dalam rentang normal

Contoh menggunakan bahasa NOC


1. Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gagguan ekstrem, berat, sedang, ringan
atau tidak ada gangguan) :
a. Peningkatan suhu kulit
b. Hipertermia
c. Dehidrasi
d. Mengantuk
2. Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada
gangguan) :
1. Berkeringat saat panas
2. Denyut nadi radialis
3. Frekuensi pernapasan
3. Pasien dan keluarga akan :
a. Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu.
b. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan
suhu tubuh.
c. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia.

E. Intervensi
1. Terapi demam : penatalaksanaan pasien yang mengalami hipereksia akibat faktor
selain lingkungan.
2. Kewaspadaan hipertermia maligna : pencegahan atau penurunan respons
hipermetabolik terhadap obat-obat farmakologis yang digunakan selama
pembedahan
3. Perawatan bayi baru lahir : penatalaksanaan neonatus selama transisi dari
kehidupan diluar rahim dan periode stabilisasi selanjutnya
4. Regulasi suhu : mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal
5. Pemantauan tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular,
pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan serta mencegah komplikasi.

Aktivitas Keperawatan
a. Pengkajian
1. Pantau aktivitas kejang
2. Pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
3. Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
5. Untuk pasien bedah :

10
- Dapatkan riwayat hipertermia maligna, kematian akibat anestesi, atau
demam pasca bedah pada individu dan keluarga
- Pantau tanda hipertermia maligna (misalnya, demam takipnea,
aritmia,perubahan tekanan darah, bercak pada kulit, kekakuan, dan
berkeringat banyak)
6. Regulasi suhu (NIC) :
- Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
- Pasang alat pantau suhu inti tubuh kontinu, jika perlu
- Pantau warna kulit dan suhu

b. Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga


1. Ajarkan pasien / keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (misalnya, sengatan panas dan keletihan
akibat panas)
2. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan
kedaruratan yang diperlukan, jika perlu
c. Aktivitas kolaboratif
Regulasi suhu (NIC) :
1. Berikan antipiretik, jika perlu
2. Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi gangguan
suhu tubuh, jika perlu
d. Aktivitas lain
1. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja
2. Gunakan waslap dingin (kantong es yang dibalut dengan kain) di aksila,
kening, tengkuk dan lipatan paha
3. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari dengan tambahan
cairan selama aktivitas yang berlebihan atau aktivitas sedang dalam cuaca
panas.
4. Gunakan kipas yang berputar di ruangan pasien
5. Gunakan selimut pendingin
6. Untuk hipertermia maligna :
- Lakukan perawatan kedaruratan sesuai dengan protokol
- Sediakan peralatan kedaruratan di area operasi sesuai dengan protokol
e. Perawatan di rumah
1. Banyak intervensi diatas sesuai diterapkan untukperwatan di rumah
2. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan termometer (nonraksa) oral
atau timpanik
3. Kaji suhu lingkungan rumah : bantu untuk mendapatkan kipas angin atau
AC jika diperlukan
f. Untuk bayi dan anak-anak
1. Ajarkan orangtua agar tidak memberikn aspirin untuk demam pada anak-
anak dibawah usia 18 tahun
2. Ajarkan orangtua bahwa tidak perlu selalu mengobati semua jenis demam
pada anak-anak. Sebagai pedoman, demam pada anak yang tidak memiliki
riwayat kejang tidak perlu diobati kecuali mencapai suhu lebih dari 40C
11
3. Kompres hangat dapat digunakan untuk mengatasi demam, tetapi dapat
meningkatkan rasa tidak nyaman anak dan dapat menyebabkan anak
menangis dan gelisah yang menghambat efek pendinginan dari kompres
tersebut
g. Untuk lansia
1. Ajarkan pasien dan keluarga bahwa lansia lebih berisiko mengalami
hipertermia dan dehidrasi
2. Ajarkan pasien dan pemberi asuhan / keluarga tanda awal hipertermia atau
sengat panas
3. Instruksikan untuk menghundari alkohol dan kafein dalam cuaca panas
4. Pertimbangkan suhu oral yang lebih tinggi dari 37,2C atau peningkatan
0,8C atai 1,1C sebagai demam pada lansia
5. Jangan melakukan pemeriksaan suhu rektum pada klien yang mengalami
demensia karena dapat mengundang rasa marah
6. Ajarkan klien lansia untuk menghubungi dokter perawatan primer jika
mereka mengalami demam

F. Rasional
1. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan lebih sering setelah upaya menurunkan
suhu tubuh dilakukan.
2. Hipertermia dapat diperburuk oleh lingkungan atau perilaku yang tidak
mendukung.
3. Hipertermia menyebabkan peningkatan haluaran cairan melalui kulit (evaporasi)
dan keringat. Cairan juga penting dalam mempertahankan regulasi suhu tubuh.
Tetapi ini sebaiknya dipantau pada penderita penyakit ginjal dan jantung.
4. Kebutuhan cairan meningkat secara fisiologis ketika beraktivitas dan pada suhu
tinggi.
5. Alkohol dan kafein dapat menstimulasi peningkatan metabolisme, meningkatkan
resiko peningkatan suhu tubuh.
6. Tanda-tanda sengatan panas : kulit kemerahan, nyeri kepala, keletihan dan
anoreksia.
7. Berbagai aplikasi dingin dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh ke
lingkungan untuk menurunkan suhu tubuh.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Suhu tubuh manusia berasal dari proses metabolisme tubuh. Normal nya suhu manusia
berkisar antara 36°C. Namun tidak selamanya tubuh manusia berada dalam kondisi

normal. Adakalanya suhu manusia naik dan adakalanya suhu manusia turun. Suhu
manusia yang turun dari kondisi normal disebut hipotermi. Sebaliknya, suhu manusia
yang naik dari kondisi normal disebut hipertermi.
Hipertermi adalah peningkatan suhu lebih dari 37,5oC akibat kehilangan dalam
pengaturan termoregulasi serta diikuti dengan tanda dan gejala yang mendukung sehingga
diperlukan penanganan untuk menurunkan serta mengembalikan ke suhu yang normal.
Dalam penanganan nya seorang perawat di harapkan dapat memberikan penanganan yang
tepat dalam kasus hipertermi, sehingga pasien tidak mengalami keadaan yang semakin
parah dan suhu tubuh pasien dapat kembali normal.

3.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta dapat
digunakan sebagai acuan sumber referensi. Selain itu, diharapkan adanya penelitian lebih
lanjut serta kritik dan saran demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang ilmu keperawatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anna,Budi Keliat,dkk.2016.Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-


2017.Jakarta:EGC

Tamsuri,Anas.2007.Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh.Jakarta:EGC

14

Anda mungkin juga menyukai