Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk


pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada
perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu
lain. Mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu
berubah mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan
pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepannya diharapkan harus
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secra professional
sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang
kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan
di sebagian besar rumah sakit di Indonesia umumnya telah menerapkan
pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan.

Pasien atau klien adalah individu yang tidak terlepas dari adanya
masalah kesehatan. Bagi pasien yang mengalami masalah kesehatan, maka
di mungkinkan kebutuhan dasarnya menjadi terganggu salah satunya
adalah masalah dalam hal gangguan pernafasan, Kebutuhan dasar manusia
merupakan fokus dalam asuhan keperawatan, dalam hal ini perawat harus
mempunyai pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien melalui proses keperawatan.

Ruang Cilinaya merupakan ruangan anak di RSUD Mangusada,


didapatkan keluhan pada pasien anak terbanyak adalah peningkatan suhu
tubuh ( hipertermi ). Sehingga penulis mengambil kasus seminar tentang
peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ), dimana dalam kasus ini tindakan
keperawatan yang diberikan adalah pemberian mengukur tanda-tanda vital.

1
B. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini adalah sebagai


berikut :

a. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran umum dan mampu membuat asuhan


keperawatan pada pasien dengan peningkatan suhu tubuh (
hipertermi ) yang membutuhkan pengukuran tandan-tanda vital. ,
sehingga dapat menerapkan intervensi yang baik apabila
mendapatkan pasien peningkatan suhu tubuh ( hipertermi )

b. Tujuan Khusus
a. Memahami pengkajian pada pasien dengan hipertermi
b. Memahami diagnosa keperawatan pada pasien dengan
hipertermi
c. Memahami intervensi pada pada pasien dengan hipertermi
d. Memahami implementasi pada pasien dengan hipertermi
e. Memahami evaluasi pada pasien dengan hipertermi

C. Metode Penulisan

Adapun Metode penulisan laporan seminar dengan pasien hipertermi


yang penulis gunakan :

a. Metode Wawancara

Yaitu metode yang dilakukan dengan melakukan Tanya jawab secara


langsung kepada pasien dan keluarga pasien.

b. Metode Observasi

Yaitu metode yang dilakukan dengan cara melihat dan menilai


keadaan pasien secara umum.

c. Metode pengumpulan data

2
Yaitu metode yang dilakukan dengan cara mengukur tingkat
keadaan pasien dan mengambil dari catatan medis pasien.

d. Metode Diskusi

Yaitu metode yang dilakukan dengan cara mendiskusikan keadaan


dan perkembangan pasien.

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang membahas laporan pendahuluan


dan asuhan keperawatan pasien dengan hipertermi yaitu :

1. BAB I PENDAHULUAN
Di dalam pendahuluan ini penulis menjelaskan tentang latar
belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, serta sistematika
penulisan.
2. BAB II TINJAUAN TEORI
Pada bab ini menjelaskan tentang laporan rasional dari kebutuhan
pasien dengan hipertermi yaitu definisi peningkatan suhu tubuh (
hipertermi ), klasifikasi , factor yang mempengaruhi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis dan komplikasi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan teoritis
hipertermi.
3. BAB III TINJAUAN KASUS
Bab ini memaparkan kasus fiktif dimana lebih menekankan pada
hipertermi yang dialami pasien yang langsung menerapkan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan pendekatan proses keperawatan
yang terdiri dari pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan ,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
4. BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang kesenjangan yang terjadi antara BAB II
dan BAB III meliputi : jenis kesenjangan yang ditemukan, mengapa
kesenjangan terjadi dan solusi untuk mengatasi kesenjangan yang
terjadi.
5. BAB V PENUTUP

3
Bab ini terdiri dari kesimpulan semua konsep yang dibahas fdan
nantinya dijadikan suatu pemahaman yang ringkas agar inti dari
asuhan keperawatan yang dibuat bias lebih dipahami. Serta saran
yang merupakan masukan untuk penulis kepada laporan
pendahuluan pada konsep teoritis dan asuhan keperawatan yang
dijelaskan.
6. DAFTAR PUSTAKA
Berisi kumpulan referensi atau sumber-sumber informasi yang
digunakan untuk mendukung penulis dan menjadi patokan dasar
pembuatan laporan pendahuluan dan konsep teoritis.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teoritis KDM

1. Definisi

Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal


yaitu diatas 37,5ºc. Kondisi ini dapat terjadi ketika tubuh mengalami
kegagalan dalam mengatur suhu atau tidak dapat mengimbangi antara
produksi panas dengan panas yang dikeluarkan tubuh, sehingga suhu
tubuh terus mengalami peningkatan. Demam adalah peningkatan suhu
tubuh di atas 37,5 derajat celcius. Peningkatan suhu tubuh terjadi akibat
adanya perubahan pada sensor tubuh terhadap panas. Peningkatan suhu
tubuh terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal
dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang
tidak berdasarkan suatu infeksi (Noer, Sjaifoellah,2004).Pengaruh
pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi
perifer sehingga pengeluaran (dissipation) panas menurun dan pasien
merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena
meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan
penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya
ke permukaan maka rasa demam bertambah pada pasien.

2. Fase Terjadinya peningkatan suhu tubuh


a. Fase I: awal
- Peningkatan denyut jantung
- Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan
- Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot
- Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi
- Merasakan sensasi dingin
- Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi
- Rambut kulit berdiri
- Pengeluaran keringat berlebihan

5
- Peningkatan suhu tubuh

b. Fase II: proses peningkatan suhu tubuh


- Proses menggigil lenyap
- Kulit terasa hangat / panas
- Merasa tidak panas atau dingin
- Peningkatan nadi dan laju pernafasan
- Peningkatan rasa haus
- Dehidrasi ringan hingga berat
- Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf
- Lesi mulut herpetik
- Kehilangan nafsu makan ( jika demam memanjang )
- Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat
katabolisme protein
c. Fase III: pemulihan
- Kulit tampak merah dan hangat
- Berkeringat
- Menggigil ringan
- Kemungkinan mengalami dehidrasi

Pada mekanisme tubuh alamiah, demam yang terjadi dalam diri


manusia bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi
pelepasan interleukin yang akan mengaktifkan sel T. suhu tinggi (
demam ) juga berfungsi meningkatkan keaktifan ( kerja ) sel T dan B
terhadap organisme pathogen. Namun konsekuensi demam secara
umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu).
Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi
berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan
metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolisme. Selain itu, pada
keadaan tertentu demam dapat mengaktifkan kejang.

6
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

a Kecepatan metabolisme basal


Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi
berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya,
sangat terkait dengan laju metabolisme.
b. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan
saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam
jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak
coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis
ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan
produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan
metabolisme.
c. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya,
produksi panas tubuh juga meningkat.
d. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi
kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat
mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
e. Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan
produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari
pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone pada masa
ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu
basal.
f. peradangan
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan
metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.

7
g. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan
metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada
zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme.
Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah
mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu
dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami
hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam
arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan
jaringan yang lain.
h. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,
mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang
menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan
suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
i. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus,
dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami
gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi
infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit
berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat
menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
j. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya
panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang
lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat
mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara
manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.

4. Gangguan terkait kdm


a. Etiologi
Hilangnya panas dari tubuh bayi,permukaan tubuh bayi relatif lebih
luas,tubuh bayi teralu kecil untu memproduksi dan menyimpan
panas,bayi belum mampu mengatur posisi tubub dan
8
pakaiannyaagar tidak kedinginan,lemak subkutan sedikit dan
epidermis tipis,pembuluh darah mudah dipengaruhi suatu
lingkungan, kelenturan tubuh bayi menurun dan jaringan adipose
seidikit. Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat
bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang
dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan
sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini
dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain terutama toksin
plisakarida, yan diepas oleh bakteri toksik/pirogen yang dihasikan
dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama
keadaan sakit.

b. Proses Terjadinya ( Patofisiologi )


Respon anak Terhadap Hipertermi :
Sengatan panas didenifisikan sebagai kegagalan pemeliharaan suhu
tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua
biasanya mengalami sengatan panas yang tidak terkait aktifitas
karena gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme
homeostatic. Seperti pada hipotermia, kerentanan usia lanjut
terhadap serangan panas berhubungan dengan penyakit dan
perubahan fisiologis. Castillo, et al (1998) melaporkan bahwa
hipertermia, 58% disebabkan oleh infeksi, 42% disebabkan oleh
nekrosis jaringan atau oleh perubahan mekanisme termoregulasi
yang terjadi jika lesi mengenai daerah anterior hipotalamus.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari
dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat
pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau
merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan
suatu infeksi (Benneth, et al,1996; Gelfand, et al 1998). Pirogen
eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal, misalnya
progesterone. Pirogen eksogen bekerja pada fagosit untuk
menghasilkan IL-1 mempunyai efek luas dalam tubuh. Zat ini
memasuki otak dan bekerja langsung pada area preoptika
hipotalamus. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan
9
asam arakhidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis PGE-2
yang langsung dapat menyebabkan suatu periksia/demam
(Lukmanto, 1990; Gelfand, et al, 1998). Secara skematis mekanisme
terjadinya demam dapat digambarkan sebagai berikut : (Gelfand, et
al,1998) penyebab demam selain infeksi ialah keadaan toksemia,
adanya keganasan atau akibat raeksi pemakaian obat (Gelfand, et
al,1998). Sedangkan gangguan pada pusat regulasi suhu sentral
dapat menyebabkan peninggian temperature seperti yang terjadi
pada heat stroke, ensefalitis, perdarahan otak, koma atau gangguan
sentral lainnya. Pada perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi
darah dapat pula menyebabkan peninggian temperature ( Andreoli,
et al, 1993). reaksi tubuh terhadap stress pada keadaan injury akan
menimbulkan pningkatan metabolic, hemodynamic dan hormonal
respons (Lukmanto, 1990). Peningkatan pengeluaran hormon
katabolic ( stress hormon) yang dimaksud adalah katekolamin,
glucagon dan kortisol. Ketiga hormone ini bekrja secara sinergistik
proses glukoneogenesis dalam hati terutama berasal dari asam
amino yang pada akhirnya menaikan kadar glukosa darah
(hiperglikemia). Faktor lain yang menambah pengeluaran hormone
katabolic utamanya katekolamin ialah dilepaskannya pirogen dapat
merubah respon hiperkatabolisme dan juga merangsang timbulnya
panas (Lukmanto, 1990; Ginsberg, 1998).
c. Manfestasi Klinisis
Sengatan panas memiliki ciri khas dimana suhu tubuh inti lebih
dari 40,6 derajat celcius disertai disfungsi sistem saraf pusat yang
berat (Pesikosis, delirium, koma) dan anhidrosis (kulit yang panas
dan kering). Manifestasi dini, disebut kelelahan panas(Heat 12
exhaustion), tidak khas dan terdiri dari rasa pusing, terasa
kehausan, mulut kering-kering, kedinginan, lemas, anokreksia
(tidak selera makan), nadi cepat dan, pernafasan tidak teratur,
kelemahan, sensasi panas, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala
dan sesak nafas. Komplikasi serangan panas mencakup gagal
jantung kongestif dan aritmia jantung, edema celebral dan kejang

10
serta deficit neorologis difus dan fokal, nekrosis hepatoseluler dan
syok.
d. Komplikasi
Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak / BBB adalah
meningkatkan permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik
secara partial maupun komplit dalam terjadinya edema celebral
(Ginsberg, et al, 1998). Selain itu hipertermia meningkatkan
metabolism sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat
kematian neuron (Neuronal injury) dan menambah adanya edema
celebral (Reith, et al, 1996). Edema celebral (ADO regional kurang
dari 20 ml/100 gram/menit) ini mempengaruhi tekanan perfusi otak
dan menghambat reperfusi adekuat dari otak, dimana kita ketahui
edema celebral memprbesar volume otak dan meningkatkan
resistensi celebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran
darah otak akan menurun karena resistensi celebral. Apabila edema
celebral dapat diberantas dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada
tingkat yang cukup tinggi, maka aliran darah otak dapat bertambah
(Hucke, et al, 1991).
Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa mendapat
sirkulasi kolateral yang cukup aktif, kemudian darah akan mengalir
secara pasif ketempat iskemik oleh karena terdapatnya pembuluh
darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui
mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin
nekrotik (daerah penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga
lesifaskuler dapat diperkecil samapi daerah pusat yang kecil saja
yang tidak dapat diselamatkan lagi / nekrotik (Hucke, et al, 1991)
Apabila sirkulasi kolateral tidak dimaanfaatkan untuk menolong
daerah perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah
nekrotik akan meluas, sehingga lesi irreversible mencangkup juga
daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja yang tentunya
berkorelasi dengan cacat fungsional yang menetap, sehungga
dengan mencegah atau mengobati hipertermia pada fase akut stroke
berarti kita dapat mengurangi ukuran infark dan edema celebral

11
yang berarti kita dapat memperbaiki kesembuhan fungsional
(Hucke, et al, 1991)

5. Pemeriksaan Diagnostik
Jenis dan parameter pemeriksaan diagnostic
a. Darah lengkap : WBC, Hb, PLT, HCT
b. Widal
c. Photo thorax

6. Penatalaksanaan Medis
a. Non medis/ keperawatan
1) Pemberian kompres
2) Rehidrasi cairan
3) Observasi warna kulit dan suhu
4) Berikan kompres hangat
5) Berikan penjelasan tentang penyebab demamnya
6) Anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat
7) Anjurkan klien minum air putih 6-8 gelas/hari

b. Medis
1) Farmakologi : Antipiretik
Antipiretik Contoh obatnya : Paracetamol
Dosis nya berapa : Paracetamol 250 mg
2) Pemeriksaan laboratorium

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal


Darah Lengkap :
WBC
Hb
PLT
HCT
Widal
Urine Lengkap

12
3) Pemeriksaan Radiologi
Photo thorax

13
BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengkajian dasar dalam proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan tentang penderita agar dapat
mengidentifikasi kebutuhan serta masalahnya :
a. Data Subjektif
Data didapat dari apa yang dirasakan pasien atau keluarga pasien
saat pengkajian dilakukan.
b. Data Objektif
- Kulit Merah
- Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
- Frekuensi napas meningkat
- Kejang atau konvulsi
- Kulit teraba hangat
- Takikardia
- Takipnea

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan di tetapkan berdasarkan analisis dan


interprestasi data yang di peroleh dari pengkajian klien. Diagnosa
keperawatan memberikan gambaran tentang kesehatan yang nyata
(aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pengambilan
keputusannya dapat di lakukan dalam batas wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan juga sebagai suatu bagian dari proses
keperawatan yang di reflesikan dalam standar praktik American Nurses
Assiation (ANA). Standar-standar ini juga memberikan suatu dasar
luas untuk mengevaluasi praktik dan mereflesikan pengakuan hak-hak
manusia yang menerima asuhan keperawatan (Am, 1980).

Diagnosa keperawatan dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Diagnosa Aktual

14
Diagnosa aktual adalah suatu diagnosa keperawatan yang
menggambarkan penilaian klinis yang harus di validasi oleh
perawat karena adanya batasan karakteristik mayor. Jenis
keperawatan tersebut memiliki empat komponen : dimulai dari
label, defenisi, karakteristik dan faktor yang berhubungan. Syarat
untuk menegakkan diagnosa keperawatan harus ada 3 komponen
penting antara lain : Problem (masalah), Etiologi (penyebab) dan
Symptom (PES).
b. Diagnosa Risiko
Diagnosa keperawatan risiko menggambarkan penilaian klinis
dimana individu maupun kelompok lebih rentan mengalami
masalah yang sama di bandingkan orang lain di dalam situasi yang
sama atau serupa. Syarat untuk menegakkan diagnosa resiko ada
unsur PE (Problem and Etiologi ) dan untuk penggunaan batasan
karakteristik yaitu “resiko dan resiko tinggi “ tergantung dari
tingkat kerentanan/keparahan suatu masalah. Dan faktor yang
terkait untuk diagnosa keperawatan resiko merupakan faktor yang
sama dengan keperawatan aktual seperti yang sudah dibahas
sebelumnya di diagnosa keperawatan aktual.

3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat
yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan. (Gordon, 1994).
Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang perawat
lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi yang
diprakarsai oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif.
(McCloskey & Bulechek, 1994). Untuk mengevaluasi rencana
tindakan keperawatan, maka ada beberapa komponen yang perlu
diperhatikan :
a. Menentukan prioritas masalah
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon
klien yang actual atau potensial yang memerlukan suatu tindakan.
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system

15
untuk menentukan diagnose yangn akan diambil tindakan pertama
kali. Salah satu system yang bisa digunakan adalah hirarki
Kebutuhan manusia.
b. Menentukan kriteria hasil ( outcomes )
Tujuan klien dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran
yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan klien atau
ketrampilan perawat.
Tujuan klien : merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu
perilaku klien, keluarga, atau kelompok yang dapat diukur setelah
intervensi keperawatan di berikan.
Tujuan Keperawatan : Adalah pernyataan yang menjelaskan suatu
tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan
kewenangan perawat.
Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART :

S = Spesifik ( tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti


ganda )

M = Measurable ( tujuan keperawatan harus dapat diukur,


khususnya tentang Perilaku klien; dapat di lihat, didengar,
diraba, dirasakan dan dibau )

A = Achievable ( tujuan harus di capai )

R = Reasonable ( Tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan


secara ilmiah )

T = Time ( Tujuan keperawatan )

c. Menentukan rencana tindakan


Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu
klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan
berdasarkan komponen penyebab dari diagnose keperawatan.
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada klien

16
yang dilaksanakan oleh perawat, adapun rencana tindakan yang
dilakukan yaitu :
- Rencana Tindakan Mandiri : yaitu suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter atau
tenaga kesehatan lainnya, seperti mengkaji pasien atau
keluarga, merumuskan diagnosis keperawatan,
mengidentifikasi tindakan keperawatan, mengevaluasi
respon klien
- Rencana Tindakan Kolaborasi : yaitu suatu kegiatan yang
memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan lain (misal:
ahli gizi, fisioterapi, dan dokter).
- Rencana Tindakan Delegatif : berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis atau instruksi dari
tenaga medis.

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana


asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan
yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah
kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan
hubungan saling percaya, dan saling bantu, kemampuan melakukan
teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan
advokasi, dan kemampuan evaluasi. Intervensi keperawatan
berlangsung dalam 3 tahap, fase pertama merupakan fase persiapan
yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi
rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak
implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase
ini perawat berusaha menyimpulkan data yang dihubungkan dengan
reaksi klien. Fase ketiga merupakan terminasi perawat – klien setelah
implementasi keperawatan selesai dilakukan. Langkah selanjutnya
adalah menyimpulkan hasil pelaksanaan intervensi keperawatan

17
tersebut. Implementasi tindakan keperawatan dibedakan menjadi 3
kategori, yaitu:

a. Independent : yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat


tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya, seperti
mengkaji pasien atau keluarga, merumuskan diagnosis keperawatan,
mengidentifikasi tindakan keperawatan, mengevaluasi respon klien.
b. Interdependent : yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama
dari tenaga kesehatan lain (misal: ahli gizi, fisioterapi, dan dokter).
c. Dependent : berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan
medis atau instruksi dari tenaga medis.

Hal lain yang tidak kalah penting pada tahap implementasi adalah
mengevaluasi respon atau hasil dari tindakan keperawatan serta
mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan berikut
respon atau hasilnya.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah fase akhir dalam proses keperawatan untuk


mengetahui sejauh mana keberhasilan dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepasa klien selama asuhan keperawatan. Evaluasi didapat
dari data SOAP dimana :

- S (subjektif) : Data subektif Berisi data dari pasien melalui


anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung
- O (objektif) : Data objektif Data yang dari hasil observasi
melalui pemeriksaan fisik, ttv. Dll.
- A (assesment) : Analisis dan interpretasi Berdasarkan data
yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi
diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta
perlu tidaknya dilakukan tindakan segera.
- P (planning) : Perencanaan Merupakan rencana dari tindakan
yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi,
diagnosis atau labolatorium, serta konseling untuk tindak
lanjut.

18
WOC Hipertermi

Masuknya kuman / penyakit

Pengeluaran endotoksin

Merangsang Hipotalamus

Proses in amasi

Respon tubuh

Hiperthermi

19
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 30 juni 2017 pukul 10.00 di
Ruang Cilinaya RSUD MANGUSADA dengan metode observasi,
wawancara, pemeriksaan fisik dan dokumentasi ( rekam medis ).
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas pasien

Pasien Penanggung

Nama : An. A Ny. M


Umur : 9 th 45 th
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Status Perkawinan : - Menikah
Suku Bangsa : Indonesia Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Alamat : Badung Badung
Alamat terdekat : Badung Badung
Nomor Telepon : - 085739383618
Nomor Register : 265797 -
Tanggal MRS : 29 juni 2017 -

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Orang tua pasien mengajak anaknya ke IGD RSUD Mangusada
pada tanggal 29 juni 2017 dengan keluhan panas sejak 5 hari
yang lalu disertai pusing, batuk.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Pada saat 30 juni 2017 ibu pasien mengeluh anaknya Panas
pusing dan batuk.

20
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengeluh anaknya panas disertai pusing sejak 5
hari yang lalu sempat melakukan pemeriksaan ke poli anak
pada tanggal 24 juni 2017. Pasien kontrol setiap 3 hari sekali.
Kemudian pada tanggal 29 juni 2017 orang tua pasien
mengajak pasien datang ke IGD RSUD Mangusada dengan
keluhan panas anaknya tak kunjung turun disertai pusing, sesak
dan batuk. Di IGD pasien dipasang IVFD glukosa 5% 20 tpm
dan diberi O2. Pasien didiagnosa oleh dokter Bp. Kemudian
disarankan untuk rawat inap di ruang cilinaya. Pada saat
pengkajian tanggal 30 juni 2017 pasien dikeluhkan panas
disertai pusing, dan batuk. Tanda-tanda vital : TD : 110/80
mmHg, S: 38,7ºc, N: 88 x/menit, RR: 28x/menit. Terapy yang
diberikan diruangan :
- IVFD Dex 5% 20 tpm
- PCT 4x cth II/ tab 3x250 mg
- Ampicilin injeksi 3x750 mg
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya tidak pernah dirawat
inap sebelumya
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan

c. Pola Kebiasaan

1. Pola Bernapas dengan Normal


Sebelum Pengkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya tidak
dapat bernafas dengan normal.

Sesudah Pengkajian : Pasien dapat bernapas dengan normal, RR =


28 x/ menit

2. Pola Kebutuhan Nutrisi

21
Sebelum Pengkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya biasa
makan 3 kali sehari dengan nasi dan lauk
pauk.

Sesudah Pengkajian : Pasien tidak nafsu makan. Pasien mau


makan namun sedikit dan harus disuapi.
Pasien mau banyak minum jika dirayu.

3. Pola Kebutuhan Eliminasi

Sebelum Penkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya tidak


ada masalah BAB dan BAK

Sesudah Pengkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya BAB


1x sehari dengan konsistensi lembek warna
kuning, BAK 4- 6x sehari

4. Pola Kebutuhan gerak dan Keseimbangan


Sebelum Pengkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya
beraktivitas seperti biasa

Sesudah Pengkajian : Pasien tampak lemas, aktivitas dibantu oleh


keluarga dan tim kesehatan

5. Pola Kebutuhan Istirahat dan Tidur


Sebelum Pengkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya tidur
7-8 jam per hari , kadang pasien tidur siang 1
jam

Sesudah Pengkajian : Pasien sulit tidur karena efek hospitalisasi,


Pasien tidur 5-6 jam sehari , pasien tidur
kadang pasien bangun mendadak

6. Pola Kebutuhan berpakaian


Sebelum Pengkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya
mandiri dalam berpakaian tidak pernah
dibantu untuk berpakaian. Pasien lebih suka
menggunakan kaos.

Sesudah Pengkajian : Pasien mengenakan pakaian kemeja agar


lebih mudah digunakan dan , dalam

22
berpakaian pasien dibantu oleh keluarga atau
perawat.

7. Pola mempertahankan temperatur dan sirkulasi


Sebelum Pengkajian : Pasien mengenakan pakaian tipis saat cuaca
panas , saat cuaca dingin pasien mengenakan
pakaian tebal

Sesudah Pengkajian : Pasien mengenakan pakaian utuk


menghangatkan tubuhnya , pasien
mengenakan selimut tidur

8. Pola Kebutuhan Kebersihan diri


Sebelum Penkajian : Orang tua pasien mengatakan anaknya
mandi 2 x sehari (pagi dan sore), mencuci
rambut 2 x seminggu ,gosok gigi 2x sehari
,Potong kuku 2 minggu sekali, biasanya
dilakukan sendiri

Sesudah Pengkajian : Pasien dilap oleh ibunya atau perawat yang


bertugas 2 x sehari (pagi dan sore) , gosok
gigi 2x sehari , ,semua aktivitas kebersihan
diri dibantu oleh keluarga dan perawat.

9. Pola kebutuhan rasa aman dan nyaman


Sebelum Pengkajian : Pasien mengatakan merasa aman dan
nyaman berada disekitar keluarganya pasien
merasa nyaman tinggal dirumahnya

Sesudah Pengkajian : Pasien merasa aman dalam melakukan


ativitasnya dengan bantuan keluarga / tim
kesehatan, pasien merasa tidak nyaman
karena efek hospitalisasi

10. Pola Kebutuhan berkomunikasi


Sebelum Pengkajian : Pasien mengungkapkan masalahnya pada
keluarga

23
Sesudah Pengkajian : Pasien mengungkapkan keluhannya pada
keluarga dan tim kesehatan

11. Pola kebutuhan Spiritual


Pasien beragama Hindu

Sebelum Pengkajian : Pasien sembahyang 1 kali sehari bersama ibu

Sesudah Pengkajian : Pasien tidak bisa melaksanakan


persembahyangan.

12. Pola Kebutuhan Bekerja


Sebelum Pengkajian : Pasien tidak bisa membantu ibunya dan
pasien tidak bisa belajar karena merasa tidak
enak badan

Sesudah Pengkajian : Pasien tidak bisa membantu ibunya dan


pasien tidak bisa belajar karena sakit

13. Pola kebutuhan bermain dan rekreasi


Sebelum Pengkajian : Ibu pasien mengatakan anaknya jarang
mengunjungi tempat rekeasi , waktu luang
digunakan menonton TV, Pasien suka
menonton film kartun sebagai hiburannya

Sesudah Pengkajian : Pasien hanya berbincang – bincang pada


keluarganya yang menunggu dan dihibur
oleh bapak / ibunya.

14. Pola kebutuhan belajar

Pasien seorang murid sekoah dasar

Sebelum sakit : Pasien sedang libur sekolah

Selama sakit : pasien tidak bisa mengerjakan tugas libur


sekolahnya , karena pasien sakit.

d. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan Umum : lemah

2. Tingkat Kesadaran` : Composmetis

24
GCS :M=6

V=5

E=4

3. TTV : TD = 110/80 mmhg

N = 88 x/ menit

S = 38,7 0 C

RR = 28 x/ menit

4. Kepala : Bentuk mesochepal, distribusi rambut ,


tidak ada lesi

di kulit kepala, rambut lurus tidak ada


ketombe, rambut bersih .

5. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak


ikhterik, pupil ishokor, fungsi
penglihatan baik

6. Hidung : Tidak ada pembesaran polip, tidak ada


penumpukan sekret, fungsi pembau
baik

7. Mulut : Bibir pasien tidak lembab. Mukosa


bibir kering.

8. Telinga : Kiri dan kanan simetris, tidak ada


penumpukan serumen, fungsi
pendengaran baik

9. Leher : Tidak ada pembesaran JVP, tidak ada


pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
nyeri telan, tidak ada kaku kuduk

25
10. Thorax
- Paru – paru : I = bentuk simetris, tidak tampak
tarikan intra cutan
P= vocal fremitus dex lebih bergetar
dari sin

P= Sonor

A= Vesikuler

- Jantung : I = Ictus cordis tidak tampak

P = Ictus cordis teraba pada ICS ke kiri

P = Redup

A = Reguler (S1 + S2 ) lub – dup

11. Abdomen : I = bentuk datar

A = peristaltik usus 7x/ menit

P = tidak ada benjolan, tidak ada nyeri


tekan

P = tympani

12. Ekstremitas (dex, sin )


Atas : tangan kanan koordinasi gerak terbatas
terpasang infus ,tidak ada edema dan
akral tangannya hangat

Bawah : Koordinasi baik, tidak ada edema dan


akral kakinya hangat

13. Kulit : Warnanya sawo matang, turgor kulit


baik

14. Genetalia : tidak terpasang DC dan genetalia


keadaan bersih

26
15. Anus : tidak ada hemorroid, tidak ada
gangguan BAB, dan keadaan bersih

16. Kekuatan Otot : 555 555


555 555

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan laboratorium

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


pemeriksaan
Darah Lengkap :
WBC
Hb
PLT
HCT
Widal
Urine lengkap

2. Pemeriksaan Radiologi

- Photo Thorax

2. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
Ibu pasien mengeluhkan anaknya - Keadaan umum : lemah
- Akral teraba hangat
panas disertai pusing
- Kesadaran :
composmentis
- Hasil ttv :
TD=110/80,
S=38,7OC,
N=88x/mnt,
RR=28x/mnt

27
3. Analisa data
Analisa Data Pasien An. A dengan Hipertermi
Di Ruang Cilinaya RSUD Badung
Tanggal 30 Juni 2017

DS DO KESIMPULAN
- Ibu pasien - Keadaan umum : Hipertermi
mengeluhkan lemah
anaknya panas - Akral teraba
disertai pusing hangat
- Kesadaran :
composmentis
- Hasil ttv :
TD=110/80,
S=38,7OC,
N=88x/mnt,
RR=28x/mnt

4. Rumusan Masalah Keperawatan

Hipertermi

5. Analisa Masalah

P = Hipertermi

E = infeksi penyakit

S = Ibu pasien mengeluhkan anaknya panas serta disertai pusing


dengan suhu 38OC dan akral teraba hangat.

Proses Terjadinya

Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang


sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak
berdasarkan suatu infeksi.

Akibat jika tidak ditanggulangi :

Pasien dapat mengalami kejan


28
6. Diagnosa keperawatan

Nama Pasien : An. A


Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 265797
Ruang Rawat : Cilinaya V
Diagnosa Medis : Bp

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Paraf


Ditemukan Teratasi
1 Hipertermi berhubungan 30 juni 2 juli
2017 2017
dengan proses penyakit
ditandai dengan kenaikan
suhu tubuh diatas rentan
normal (380C)

29
B. PERENCANAAN

Rencana Keperawatan Pada Pasien AS Dengan Hiperterm


Di Ruang Cilinaya RSUD Badung
Tanggal 30 s/d 2 juli 2017

1. Prioritas masalah keperawatan


Hipertemi

NO Hari/ Diagnosa Rencana Rencana Rasional


Tanggal/ Keperawatan Tujuan Tindakan
Jam
1 Jumat, 30 Hipertermi Setelah 1. Observasi 1. Keadaan
Juni 2017 berhubungan diberikan keadaan umum pasien
dengan asuhan umum yang lemah
proses keperawatan pasien. mengindisikan
penyakit selama 3x24 kondisi pasien
ditandai jam buruk.
dengan diharapkan
kenaikan suhu tubuh 2. Peningkatan
suhu tubuh pasien tanda-tanda
diatas rentang kembali 2. Ukur tanda- vital terutama
normal normal tanda vital pada pasien
dengan pasien mengindikasik
kriteria hasil : an kondisi

30
- Suhu pasien
tubuh memburuk.
dalam 3. Kompres air
rentang hangat mampu
normal 3. Beri membantu
36,5 o C kompres air pelebaran
– 37,0o C hangat pembuluh
darah sehingga
aliran darah
bertambah dan
panas tubuh
semakin cepat
dibuang ke
udara.

4. Ajarkan 4. Dapat
keluarga mempercepat
pasien untuk tindakan
member penurunan
kompres air suhu tubuh.
hangat

5. Kolaborasi 5. Paracetamol
pemberian adalah obat
paracetamol dalam
golongan
antipiretik
yang berfungsi
sebagai
penurun panas.

31
PELAKSANAAN/ IMPLEMENTASI

Rencana Keperawatan Pada Pasien An. A Dengan Hipertermi


Di Ruang Cilinaya RSUD Mangusada Tanggal 30 Juni 2017 s/d 2 Juli 2017

No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi Respon Nama


/Jam Perawat/
Paraf
1 30 Juni 2017 Hipertermi berhubungan - Mengobservasi Ds : -
10.00 dengan proses penyakit keadaan umum pasien Do : Pasien tampak
ditandai dengan kenaikan lemah
suhu tubuh diatas rentang
10.30 normal - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien
Vital pasien mengatakan anaknya
panas
Do :
S : 38,7 ºc
N : 88 x/menit
RR : 28 x/ menit
TD : 110/80 mmHg

11.00 - Memberi kompres Ds : -


dengan air hangat Do : Panas pasien
tidak turun

- Mengajarkan keluarga Ds : -
11.30 pasien beri kompres Do : Keluarga pasien
air hangat bersikap kooperatif

32
- Melakukan tindakan
12.00 kolaborasi pemberian Ds : Orang tua pasien
paracetamol tab 3x250 mengatakan anaknya
mg tidak ada masalah
dalam meminum
obat, selalu tepat
waktu
Do : -
14.00 - Mengobservasi
keadaan umum pasien

15.00 - Mengukur tanda-tanda


Vital pasien
Ds : Orang tua pasien
mengatakan anaknya
panas
Do :
15.30 - Memberi kompres S : 38,1 ºc
dengan air hangat N : 104 x/menit
RR : 33 x/ menit
TD : 120/70 mmHg

Ds : -
- Melakukan tindakan Do : Panas pasien
16.00 kolaborasi pemberian tidak turun
paracetamol tab 250
mg

Ds : Orang tua pasien


mengatakan anaknya
tidak ada masalah
dalam meminum

33
20.00 - Melakukan tindakan Ds : Orang tua pasien
kolaborasi pemberian mengatakan anaknya
paracetamol tab 250 tidak ada masalah
mg dalam meminum
obat, selalu tepat
waktu
Do : -

20.30 - Mengobservasi Ds : -
keadaan umum pasien Do : Pasien tampak
lemah

21.00 - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien


Vital pasien mengatakan anaknya
panas
Do :
S : 38 ºc
N : 92 x/menit
RR : 26 x/ menit
TD : 90/70 mmHg

22.00 - Memberi kompres Ds : -


dengan air hangat Do : Panas pasien
tidak turun

- Melakukan tindakan Ds : Orang tua pasien


kolaborasi pemberian mengatakan anaknya
24.00 paracetamol tab 250 tidak ada masalah
mg dalam meminum
obat, selalu tepat
waktu
Do : -

34
No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi Respon
/Jam
1 1 Juli 2017 Hipertermi berhubungan - Mengobservasi Ds : -
09.00 dengan proses penyakit keadaan umum pasien Do : Pasien tampak
ditandai dengan kenaikan lemah
suhu tubuh diatas rentang
09.30 normal - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien
Vital pasien mengatakan anaknya
panas
Do :
S : 38 ºc
N : 94 x/menit
RR : 26 x/ menit
TD : 100/70 mmHg

11.00 - Memberi kompres Ds : -


dengan air hangat Do : Panas pasien
tidak turun

12.00 - Melakukan tindakan Ds : Orang tua pasien


kolaborasi pemberian mengatakan anaknya
paracetamol tab 250 tidak ada masalah
mg dalam meminum
obat, selalu tepat
waktu
Do : -

14.00 - Mengobservasi Ds : -
keadaan umum pasien Do : Pasien tampak
lemah

15.00 - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien


Vital pasien mengatakan anaknya

35
panas
Do :
S : 39 ºc
N : 118 x/menit
RR : 28 x/ menit
TD : 110/70 mmHg

15.30 - Memberi kompres Ds : -


dengan air hangat Do : Panas pasien
tidak turun

- Melakukan tindakan Ds : Orang tua pasien


16.00 kolaborasi pemberian mengatakan anaknya
paracetamol tab 250 tidak ada masalah
mg dalam meminum
obat, selalu tepat
waktu
Do : -

20.00 - Melakukan tindakan Ds : Orang tua pasien


kolaborasi pemberian mengatakan anaknya
paracetamol tab 250 tidak ada masalah
mg dalam meminum
obat, selalu tepat
waktu
Do : -

20.30 - Mengobservasi Ds : -
keadaan umum pasien Do : Pasien tampak
lemah

21.00 - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien

36
Vital pasien mengatakan anaknya
sudah tidak panas lagi
Do :
S : 36 ºc
N : 76 x/menit
RR : 20 x/ menit
TD : 100/70 mmHg

- Melakukan tindakan Ds : Orang tua pasien


24.00 kolaborasi pemberian mengatakan anaknya
paracetamol tab 3x250 tidak ada masalah
dalam meminum
obat, selalu tepat
waktu
Do : -

No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi Respon


/Jam
1 2 Juli 2017 Hipertermi berhubungan - Mengobservasi Ds : -
09.00 dengan proses penyakit keadaan umum pasien Do :Keadaan umum
ditandai dengan kenaikan pasien baik
suhu tubuh diatas rentang
09.30 normal - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien
Vital pasien mengatakan anaknya
tidak panas lagi
Do :
S : 36 ºc
N : 88 x/menit
RR : 24 x/ menit

37
Ds : -
14.30 - Mengobservasi Do : Pasien tampak
keadaan umum pasien baik

15.00 - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien


Vital pasien mengatakan anaknya
panas
Do :
S : 36,5 ºc
N : 90 x/menit
RR : 28 x/ menit
TD : 110/70 mmHg

20.30 - Mengobservasi Ds : -
keadaan umum pasien Do : Pasien tampak
baik

21.00 - Mengukur tanda-tanda Ds : Orang tua pasien


Vital pasien mengatakan anaknya
sudah tidak panas lagi
Do :
S : 36 ºc
N : 88 x/menit
RR : 24 x/ menit
TD : 110/80 mmHg

38
EVALUASI
Catatan Perkembangan Keperawatan Pada Pasien An.A Dengan Hipertermi Di
Ruang Cilinaya RSUD Mangusada Badung Tanggal 30 Juni s/d 2 Juli 2017

No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Evaluasi


Keperawatan
1 Jumat, 30 Juni Hipertermi S : Pasien dikeluhkan panas
2017 berhubungan dengan disertai pusing dan muntah 1
proses penyakit kali di pagi hari

O : Akral teraba hangat


S : 38,7˚ C
N : 83 x/menit
RR : 28 x/menit
TD : 110/80 mmHg

A : Masalah belum
teratasi.Tujuan no 1,2,3,5
belum tercapai.

P : Lanjutkan semua tindakan


keperawatan 1,2,3,5
2 Sabtu, 1 Juli Hipertermi S : Pasien dikeluhkan panas
2017 berhubungan dengan
proses penyakit O : Akral teraba panas
S : 39˚ C
N : 118 x/menit
RR : 28 x/menit
TD : 110/70 mmHg

A : Masalah belum teratasi.


Tujuan no 1,2,3,5 belum
tercapai

P : Lanjutkan semua tindakan


keperawatan 1,2, 3,5
3 Minggu, 2 Juli Hipertermi S : Ibu pasien mengatakan
2017 berhubungan dengan anaknya sudah tidak panas
proses penyakit lagi

O : Akral teraba tidak panas


S : 36,5˚ C
N : 90 x/menit
RR : 28 x/menit
TD : 100/70 mmHg

A : Masalah sudah teratasi.


Tujuan no 1,2,3,5 tercapai

39
.hipertermi sudah teratasi

P : Lanjutkan tindakan
keperawatan 1, 2

Evaluasi Keperawatan Pada Pasien An.A Dengan HIpertermi Di Ruang


Cilinaya RSUD Mangusada Badung Tanggal 30 Juni s/d 2 Juli 2017

No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Evaluasi


Keperawatan
1 Minggu, 2 Juli Hipertermi S : Ibu pasien mengatakan
2017 berhubungan dengan anaknya sudah tidak panas
proses penyakit lagi

O : Akral diraba sudah tidak


panas
S: 36˚C
N: 87x/menit
RR : 27 x/menit
TD : 90/60 mmHg

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan kondisi pasien

40
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini dibahas tentang kesenjangan antara konsep teori yang ada
dengan pernyataan yang teradi dalam kasus, argumentasi atas kesenjangan
yang terjadi dan solusi pemecahan masalah yang diambil untuk mengatasi
masalah yang terjadi saat memberikan asuhan keperawatan pada klien An.
A dengan Hipertermi di ruang cilinaya RSUD Mangusada tanggal 30 juni
2017 s/d 2 Juli 2017. Pembahasan Meliputi :
1. PENGKAJIAN :
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan
dilaksanakan pada klien An. A melalui beberapa tehnik yaitu observasi,
wawancara, pemeriksaan fisik dan dokumentasi ( Rekam medis dengan
hipertermi. Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal dimana pasien mengalami panas, pusing sejak 5 hari yang lalu,
sebelum masuk rumah sakit.
2. DIAGNOSA :
Diagnosa keperawatan adalah sebuah acuan keperawatan untuk
membuat rencana keperawatan yang tepat. Disini kami membuat diagnose
keperawatan hipertermi. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
ditandai dengan suhu tubuh diatas rentang normal.
3. PERENCANAAN :
Pada perencanaan terdiri dari diagnose keperawatan dan rencana
keperawatan. Untuk prioritas diagnose keperawatan yang ditulis berdasrkan
masalah utama pada asuhan keperawatan An. A yang menjadi prioritas
utama adalah hipertermi. Penyusunan rencana keperawatan meliputi
langkah-langkah menentukan tujuan yang mengacu pada masalah dan tuuan
khusus yang yang mengacu pada penyebab, menentukan kriteria evaluasi,
menentukan rencana intervensi, serta membuat rasional atas intervensi yang
dilakukan. Perencanaan pada diagnose hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh pasien diatas rentang normal (
38ºc )

41
4. PELAKSANAAN :
Pelaksanaan merupakan tindakan keperawatan sebagai sosialisasi dari
perencanaan dimana tellah disesuaikan dengan kondisi pasien dan
kebutuhan pasien akan pelayanan keperawtan. Pelaksanaan tindakan
keperawatan disesuaikan dengan waktu dan kondisi klien. Penulis
melakukan pengkajian pada tanggal 30 juni 2017 s/d 2 juli 2017 sesuai
dengan rencana keperawatn yang dibuat.
5. EVALUASI :
Evaluasi yang dilakukan merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Catatan Perkembangan Keperawatan Pada Pasien An.A Dengan


Hipertermi Di Ruang Cilinaya RSUD Mangusada Badung Tanggal 30 Juni
s/d 2 Juli 2017

No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Evaluasi


Keperawatan
1 Jumat, 30 Juni Hipertermi S : Pasien dikeluhkan panas
2017 berhubungan dengan disertai pusing dan muntah 1
proses penyakit kali di pagi hari

O : Akral teraba hangat


S : 38,7˚ C
N : 83 x/menit
RR : 28 x/menit
TD : 110/80 mmHg

A : Masalah belum
teratasi.Tujuan no 1,2,3,5
belum tercapai

P : Lanjutkan semua tindakan


keperawatan 1,2,3,5
2 Sabtu, 1 Juli Hipertermi S : Pasien dikeluhkan panas
2017 berhubungan dengan
proses penyakit O : Akral teraba panas
S : 39˚ C
N : 118 x/menit
RR : 28 x/menit
TD : 110/70 mmHg

42
A : Masalah belum teratasi.
Tujuan no 1,2,3,5 belum
tercapai

P : Lanjutkan semua tindakan


keperawatan 1,2, 3,5
3 Minggu, 2 Juli Hipertermi S : Ibu pasien mengatakan
2017 berhubungan dengan anaknya sudah tidak panas
proses penyakit lagi

O : Akral teraba tidak panas


S : 36,5˚ C
N : 90 x/menit
RR : 28 x/menit
TD : 100/70 mmHg

A : Masalah sudah teratasi.


Tujuan no 1,2,3,5 tercapai
.hipertermi sudah teratasi

P : Lanjutkan tindakan
keperawatan 1, 2

Evaluasi Keperawatan Pada Pasien An.A Dengan HIpertermi Di Ruang


Cilinaya RSUD Mangusada Badung Tanggal 30 Juni s/d 2 Juli 2017

No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Evaluasi


Keperawatan
1 Minggu, 2 Juli Hipertermi S : Ibu pasien mengatakan
2017 berhubungan dengan anaknya sudah tidak panas
proses penyakit lagi

O : Akral diraba sudah tidak


panas
S: 36˚C
N: 87x/menit
RR : 27 x/menit
TD : 90/60 mmHg

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan kondisi pasien

43
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yaitu
diatas 37,5ºc. Kondisi ini dapat terjadi ketika tubuh mengalami kegagalan
dalam mengatur suhu atau tidak dapat mengimbangi antara produksi panas
dengan panas yang dikeluarkan tubuh, sehingga suhu tubuh terus mengalami
peningkatan. Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas 37,5 derajat
celcius. Peningkatan suhu tubuh terjadi akibat adanya perubahan pada sensor
tubuh terhadap panas Masalah hipertermi merupakan masalah kebutuhan dasar
manusia.

SARAN
Diharapkan dengan adanya asuhan keperawatan ini dapat membantu dalam
membuat asuhan keperawatan tentang hipertermi dan memperbanyak
pengetahuan dari berbagai refrensi lainnya.

44
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba.

45

Anda mungkin juga menyukai