Penyaji :
dr. Ferawaty
Pembimbing :
dr. Yunni Diansari, Sp.S (K)
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena berkat izin-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Intramedullary
Spinal Cord Astrocytoma WHO Grade II Pada Dewasa” ini dengan baik. Adapun
tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu sarana
pembelajaran dan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Dokter
Spesialis Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP. Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk bertukar pikiran dengan penulis dan
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan laporan kasus ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan penulisan
selanjutnya dikarenakan masih ada keterbatasan dalam penyusunan laporan kasus
ini. Semoga hasil pembelajaran ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembacanya,
baik dalam bidang pelayanan, pendidikan, maupun penelitian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
6
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. YT
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : DS IV Lais, Kabupaten Musi Banyuasin
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Medical Record : 237041
Tanggal MRS : 09 Juli 2021
2.1 ANAMNESIS
Penderita dirawat di bagian neurologi karena mengalami kelemahan
kedua tungkai yang terjadi secara perlahan-lahan.
Riwayat batuk lama atau riwayat pernah minum obat selama 6 bulan
yang menyebabkan kencing berwarna merah tidak ada, riwayat penurunan berat
badan tidak ada, riwayat sering berkeringat pada malam hari tidak ada. Riwayat
trauma tidak ada, riwayat jatuh terduduk tidak ada, riwayat benjolan dibagian
tubuh lain atau pernah menjalani operasi tidak ada.
Status Neurologis
Nervi cranialis:
N. I : Anosmia tidak ada, hiposmia tidak ada, parosmia tidak ada
N. II : VOD: 6/6; VOS: 6/6
Hemianopsia tidak ada
Fundus ODS: papil: batas tegas, warna merah, cup/disc ratio,
arteri:vena= 2:3. Makula: RF (+). Retina: sikatrik OS, kontur
pembuluh darah baik.
Kesan : Normal
N. III : Pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+, diameter 3mm.
Ptosis tidak ada
10
N. III,IV,VI :
OD OS
N. V : Motorik : menggigit simetris kanan dan kiri.
Sensorik : regio dahi, pipi, dan dagu sama kanan kiri (tidak
ada kelainan). Refleks kornea (+)/(+).
N. VII : Lipatan dahi simetris kanan dan kiri.
Menutup mata sama kuat kanan dan kiri.
Plica nasolabialis simetris, sudut mulut tertinggal tidak ada
N. VIII : Nistagmus tidak ada, tes suara bisikan kanan dan kiri sama.
N. IX X : Arkus faring simetris, uvula di tengah, gangguan menelan tidak
ada, suara serak/suara sengau tidak ada, reflek muntah ada.
Refleks okulokardiak (+), refleks sinus karotikus (+)
N. XII : Deviasi lidah tidak ada, disartria tidak ada, fasikulasi tidak ada,
atropi papil tidak ada.
Gerakan C C K K
Kekuatan 5 5 3 4
Tonus
Klonus + +
Refleks fisiologis
- Fungsi sensorik : Hipestesi dari kedua ujung jari kaki sampai dengan
papilla mammae
- Fungsi luhur : Tidak ada kelainan
- Fungsi vegetatif : Tidak ada kelainan
- Gejala rangsang meningeal : Tidak ada
11
Rontgen toraks PA: Tidak tampak cardiomegali, Pulmo dalam batas normal
2.5. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
Paraparese inferior tipe spastik
Hipestesi dari kedua ujung jari kaki sampai setinggi papilla mamae
Diagnosis Topik
Lesi transversa partial medulla spinalis setinggi segmen thorakal 3-8
Diagnosis Etiologi
Tumor Medula Spinalis (Intramedular)
TATALAKSANA
Non farmakologis
Diet NB RG 1800 kkal
Rencana konsul bedah saraf
Farmakologis
IVFD NaCl gtt XX/menit
14
2.7. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia et Bonam
Quo ad Functionam : dubia et Malam
Quo ad santionam : dubia et Malam
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat
dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat
jinak maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena
merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-
paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor
primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan
kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan
ependimoma.1
Astrositoma adalah tumor intramedula yang berasal dari sel-sel astrosit.
Astrositoma tulang belakang primer adalah subtipe glioma, tumor sumsum
tulang belakang yang paling umum ditemukan di kompartemen intramedular
intradural. Predileksi terbanyak pada segmen thorakal diikuti servikal.1,4
matter) terdiri dari horns anterior yang mengandung neuron motorik yang
bersinaps dengan traktus kortikospinalis desendens, dan horns posterior terdiri
dari neuron sensorik yang bersinaps dengan serat sensorik asendens.
Neuroblastoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-
sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang
kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula
spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut. 1
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan
muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik
kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota
keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan
neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan
pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien
dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas
dari kromosom 3.1
tumor spinal sifat nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa
nyeri radikuler, 24% nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas 3 . Nyeri
radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:
Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus
piramidalis
Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7,
L3-4, L5 dan S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah
tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks. 3
Tumor-tumor intramedular dan intradural-ekstramedular dapat juga
diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan
muntah, papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan.
Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke
dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen
subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang
menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma
intraspinal primer.5
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak
tumor di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian
tubuh yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya,
pada tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat
menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan
bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh
pada segmen cervikal dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke
lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu
terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai. 7
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat
dalam Tabel 2 di bawah ini.1
21
3.5 Diagnosis
Ketika mengevaluasi pasien dengan dicurigai lesi sumsum tulang
belakang, penting untuk mendapatkan riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan neurologis yang rinci. Pasien akan paling sering hadir dengan
onset onset gejala neurologis. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa pasien melaporkan durasi gejala yang berlangsung rata-rata 1 hingga 2
tahun sebelum presentasi awal. Namun, ini dapat dibandingkan dengan pasien
yang mungkin memiliki nyeri yang lama (> 2 tahun), radikulopati, atau
kelemahan sekunder pada lesi. Biasanya, nyeri punggung atau radikular
23
3.6 Penatalaksanaan
Terapi utama pada tumor spinal adalah pembedahan. Kemoterapi dan
radiasi dapat diberikan sebagai terapi adjuvan yang diberikan pada tumor dengan
derajat tinggi. Teknik pembedahan pada tumor spinal primer antara lain
24
kuretase, reseksi intralesi, dan reseksi en bloc. Reseksi en bloc dibagi menjadi
reseksi luas, marginal dan interlesi. Terapi tumor intradural menganut guideline
NCCN dilihat berdasarkan gambaran radiologi dan gejala klinis. Terapi non
operatif diindikasikan pada lesi jinak dan lesi yang bersifat asimptomatik.1,21
ada bidang diseksi yang baik secara intra-operatif dan jika ada neuromonitoring
yang stabil sepanjang kasus terlepas dari tingkat tumor.15
3.6.2 Adjuvan Radioterapi
Dalam analisis retrospektif dari 16 pasien yang menerima radioterapi
untuk glioma sumsum tulang belakang (dengan ependymoma dikecualikan),
terapi radiasi ditemukan menjadi metode pengobatan yang utama tidak efektif
karena rata-rata kelangsungan hidup secara keseluruhan adalah 2,7 bulan.
Sebaliknya, pasien yang menerima operasi sebelum terapi radiasi memiliki
kelangsungan hidup secara keseluruhan 64 bulan. Dosis radiasi rata-rata adalah
45 Gray (Gy), dan dosis rata-rata per fraksi adalah 1,8 Gy dengan dosis radiasi
total lebih besar dari 45 Gy yang optimal untuk memberikan peningkatan
kelangsungan hidup secara keseluruhan. 16 Dalam sebuah penelitian terhadap 183
pasien yang diobati dengan pembedahan saja atau pembedahan plus radiasi,
ditemukan bahwa terapi radiasi pascaoperasi efektif dalam mengurangi
perkembangan penyakit pada astrositoma derajat rendah dan sedang (derajat I
dan II).17
Terapi radiasi tetap menjadi standar perawatan untuk pasien yang telah
menjalani biopsi bedah atau reseksi dan memiliki diagnosis pasti astrositoma
sumsum tulang belakang. Radiasi tidak dianjurkan sebagai terapi awal untuk
astrositoma sumsum tulang belakang yang baru didiagnosis, tetapi bila
digunakan setelah operasi sebagai terapi tambahan, kelangsungan hidup secara
keseluruhan meningkat.16 Radioterapi juga merupakan bagian integral dari
manajemen rekurensi astrositoma.
3.6.3. Kemoterapi
Peran kemoterapi masih diperdebatkan, dan tempatnya dalam
pengelolaan pasien dengan tumor sumsum tulang belakang masih dipertanyakan.
Namun, beberapa menganjurkan bahwa agen kemoterapi yang digunakan pada
astrositoma otak dapat digunakan pada astrositoma sumsum tulang belakang dan
bahwa astrositoma refrakter (tahan terhadap pembedahan dan radiasi pasca
operasi) mungkin dapat dilakukan manajemen dengan kemoterapi.7 Kombinasi
procarbazine, lomustine, dan vincristine (PCV) telah dilaporkan bermanfaat
28
3.7 Komplikasi
Kebanyakan morbiditas perioperatif adalah terkait dengan tingkat
manipulasi struktur saraf tulang belakang sekitarnya. Status fungsional pra
operasi setiap pasien sangat berkorelasi dengan status fungsional pasca
operasinya. Secara keseluruhan, tingkat kematian akibat intervensi bedah
29
meningioma tulang belakang rendah, berkisar dari 0% hingga 3%. Ada risiko
kebocoran CSF, mulai dari 0% hingga 4%yang mungkin memerlukan
pengalihan CSF atau istirahat tempat tidur yang lama tergantung pada lokasi
tumor dan pembukaan dural. Potensi komplikasi pasca operasi meliputi hal-hal
berikut:9
● Emboli paru
● Hematoma (baik subdural atau epidural)
● Pneumonia: rumah sakit atau komunitas yang diperoleh
● Infark miokard
● Trombosis vena dalam
3.8 Prognosis
Usia, diagnosis histologis (morfologi/tingkat WHO), fungsi neurologis
praoperasi, dan periode diagnosis semuanya merupakan prediktor hasil. Namun,
usia lebih dari 60 tahun pada saat diagnosis, morfologi tingkat tinggi, dan
luasnya reseksi memiliki dampak paling signifikan pada kelangsungan hidup
secara keseluruhan. Dalam sebuah penelitian yang mengikuti 19 kasus berturut-
turut astrositoma tulang belakang grade III dan IV pada populasi yang lebih
muda (usia rata-rata 14), kelangsungan hidup pasca operasi rata-rata hanya enam
bulan setelah menjalani kombinasi terapi radiasi dan reseksi bedah radikal.
Wong dkk. juga menyelidiki faktor risiko dan kelangsungan hidup secara
keseluruhan untuk pasien dengan astrositoma sumsum tulang belakang. Analisis
univarian mereka menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki, luasnya reseksi
bedah, dan histologi tumor merupakan prediktor signifikan dari kelangsungan
hidup.
Pasien laki-laki memiliki rata-rata kelangsungan hidup dua kali lipat
dibandingkan pasien wanita (24 bulan versus 12 bulan) menunjukkan beberapa
tingkat pengaruh hormonal atau genetik. Studi-studi ini secara konsisten
mencatat korelasi prognostik yang buruk dengan tumor tingkat tinggi, dengan
GBM tulang belakang memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi. Hasil
dari kohort dari 664 pasien dengan astrositoma tulang belakang menunjukkan
30
bahwa tingkat kelangsungan hidup lima tahun secara keseluruhan adalah 82%
untuk kelas 1, 70% untuk kelas 2, dan menurun menjadi 28% dan 14% untuk
kelas 3 dan 4, masing- masing.3
Kelangsungan hidup rata-rata adalah 14,3 bulan; Namun, usia pada saat
diagnosis sangat membebani kelangsungan hidup rata-rata secara keseluruhan.
Pasien yang didiagnosis di atas usia 50 tahun memiliki kelangsungan hidup
keseluruhan rata-rata dua bulan, dan mereka yang didiagnosis pada usia kurang
dari 50 tahun memiliki kelangsungan hidup keseluruhan rata-rata 14 bulan.21
Serangkaian kasus dari 25 pasien dewasa yang menjalani reksisi bedah total
astrositoma tulang belakang juga menemukan bahwa histologi tumor
mempengaruhi hasil keseluruhan yang paling signifikan. Lima dari enam pasien
dengan astrositoma derajat IV meninggal dalam waktu 23 bulan setelah operasi,
sementara 17 dari 19 pasien dengan lesi derajat rendah (derajat I atau II)
memiliki kelangsungan hidup rata-rata 50,2 bulan.21 Sebuah studi retrospektif
terhadap 89 pasien dewasa dengan astrositoma sumsum tulang belakang ganas
primer (44 derajat III dan 45 derajat IV) menemukan bahwa reseksi total
menyebabkan kematian yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan reseksi
subtotal, biopsi, atau pengobatan non-bedah.21
3.8.1 Hasil fungsional dan neurologis
Klasifikasi Frankel Definisi
Tabel 4. Skala Frankel untuk menilai outcome fungsi dan defisit neurologis 21
31
3.9 Laminektomi
Tindakan pembedahan merupakan pilihan utama pada pasien dengan
tumor jinak. Tumor biasa diangkat dengan teknik mielotomi. Pengobatan yang
lebih disukai adalah reseksi radikal mikrosurgical dengan kematian perioperatif
sangat rendah. Beberapa indikasi dari tindakan pembedahan pada tumor medulla
spinalis adalah tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan
biopsi bila lesi dapat dijangkau), medula spinalis yang tidak stabil (unstable
spinal), kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor
yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma serta rekurensi
(kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
Salah satu tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada tumor
medulla spinalis adalah proseudur laminektomi. Prosedur ini memiliki manfaat
diagnostik dan terapeutik untuk mengakses jaringan medulla spinalis serta
mengurangi penekanan yang terjadi akibat tumor.
Klasifikasi derajat Reseksi terdiri dari Gross Total Resection (GTR),
Subtotal Resection (STR), Partial Resection (PR) atau biopsi. Gross Total
Resection (GTR) didefinisikan sebagai pengangkatan secara komplit daripada
lesi selama prosedur operasi atau tidak adanya massa lagi setelah proses operasi
yang dilihat dari T1-weighted gadolinium –enchanced pada Magnetic Resonance
Imaging. Subtotal Resection (STR) didefinisikan reseksi pengangkatan massa
sebanyak ≥ 90 %, sedangkan reseksi < 90% disebut Partial Resection (PR).
32
BAB IV
ANALISIS KASUS
struktur yang terdiri dari komponen motorik, sensorik, dan otonom, sehingga lesi
yang terjadi akibat kerusakan medula spinalis dapat memberikan gejala
bermacam-macam, sesuai dengan lokasi anatomi yang terkena. Medula spinalis,
seperti halnya otak, tersusun atas substansia grisea dan substasia alba. Substansia
alba mengandung jaras-jaras asenden dan desenden, sedangkan substansia grisea
mengandung neuron-neuron yaitu kornu anterior yang mengandung neuron
motorik, kornu lateral mengandung neuro otonom dan kornu posterior terdiri
dari neuron sensorik. 1
Tumor spinalis dapat memiliki gejala klinis yang beragam, tetapi yang
paling sering adalah nyeri. Nyeri yang disebabkan oleh tumor ekstradural sering
bersifat radikuler, setinggi lesi, disertai defisit neurologis lainnya yang terjadi
setelahnya, tetapi pada lesi intramedula, jarang dijumpai nyeri. Pada tumor
ekstradural terutama yang berasal dari vertebra, sering dijumpai deformitas dan
teraba massa pada palpasi. Pasien biasanya merasakan nyeri punggung lokal
setinggi lesi yang parah, dengan intensitas yang semakin meningkat. Sering juga
terjadi reffered pain hingga membingungkan dalam melokalisasi lesi. Nyeri
sering memburuk pada malam hari, dapat akibat variasi diurnal kadar
kortikosteroid endogen. Nyeri lokal dapat disebabkan oleh gangguan periosteum
atau saraf dural, sumsum tulang belakang, atau jaringan lunak paravertebral.
Seiring waktu, nyeri dapat berkembang menjadi radikuler. Misalmya nyeri dapat
menjalar ke anggota gerak dengan gerakan tulang belakang atau maneuver
Valsava. Nyeri radikuler lebih sering terjadi pada lesi lumbosacral daripada lesi
torakal. Nyeri radikuler torakalis biasanya bilateral dan menyebar hingga ke
bagian anterior, seperti sensasi terikat.
Penderita tidak ada gangguan pada proses BAB dan BAK. hal ini
menunjukan letak dari lesi bukan berada di filum terminal dan kauda ekuina.
Bila tumornya terletak di filum terminal dan kauda ekuina, maka gejala yang
sering ditimbulkan adalah nyeri punggung yang memberat saat posisi terlentang
disertai kelemahan ekstremitas tungkai dan gangguan otonom buang air besar
dan berkemih. Baik lesi intradural di daerah anterior maupun posterior, disfungsi
miksi dan defekasi biasanya mucul belakangan saat kompresi medula spinalis
sudah lebih lanjut dan progresif. Pada tumor spinal, sindrom kauda ekuina dapat
terjadi karena keterlibatan radiks nervi lumbalis dan sakralis di bawah konus
medularis, yang dapat memberikan manifestasi inkontinesia urin dan alvi.
Riwayat batuk lama atau riwayat pernah minum obat selama 6 bulan
yang menyebabkan kencing berwarna merah tidak ada, riwayat penurunan berat
badan tidak ada, riwayat sering berkeringat pada malam hari tidak ada. Riwayat
trauma tidak ada, riwayat jatuh terduduk tidak ada, riwayat benjolan dibagian
tubuh lain atau pernah menjalani operasi tidak ada. Dari anamnesis tentang
35
riwayat penyakit terdahulu menunjukan tidak ada tanda-tanda proses infeksi dan
trauma yang menyebabkan keluhan pada penderita ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita menunjukan defisit
motorik, mirip dengan gejala upper motor neuron (UMN), seperti spastik,
hiperrefleks dan klonus. Defisit neurologi yang terjadi diakibatkan kompresi dari
medula spinalis atau nervus yang menimbulkan gejala seperti mielopati dan
radikulopati. Kompresi segmen lumbal bagian atas akan menghilangkan reflex
kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas
tungkai bawah. Serta terjadi kehilangan refleks lutut, refleks pergelangan kaki
dan tanda babinsky bilateral. Gambaran unik lainnya adalah pertumbuhan tumor
intramedula sering bersifat longitudinal, sedangkan tumor ekstramedula bersifat
transversal. Hal ini mengakibatkan gangguan sensorik pada tumor intramedula
dapat mengalami perubahan level (batas atas defisit sensorik), sedangkan level
ini pada tumor ekstramedula tetap konstan.1
Bila letak tumor lebih kearah posterior, maka proses kompresi akan
mengenai kolumna posterior dan jaras piramidalis, sehingga gejala berikunya
adalah gangguan propioseptif dan kelemahan ekstremitas. Kelemahan ini
bersifat asimetris antara lengan dan tungkai (lesi servikal) dan antara kedua
tungkai (lesi torakolumbal). Gangguan sensorik berupa juga dapat terjadi
awalnya ipsilateral, kemudian bilateral dan berjalan dari kauda ke kranial hingga
setinggi lesi.
Bila letak tumor lebih kearah anterior, maka kompresi dapat mengenai
radiks anterior pada satu sisi atau kedua sisi. Hal ini dapat mengakibatkan
kelemahan ekstremitas tipe LMN. Namun, kelemaha ini bisa aja dijumpai
apabila kompresinya sudah mengenai jaras piramidalis. Biasanya, kelemahan
ekstremitas terjadi pada ipsilateral lesi, kemudian bilateral. Gangguan sensasi
raba kasar dapat muncul bila ada kompresi pada jaras spinotalamikus anterior.
Bila tumornya terletak anterolateral, maka jaras spinotalamikus lateral dapat
terkompresi dan mengakibatkan gangguan sensasi nyeri dan suhu pada
kontralateral lesi.
36
kelemahan kedua tungkai masih ada, dengan kekuatan 1 pada kaki kanan dan
kekuatan kaki kiri 2, yang jika dibandingkan dengan sebelum operasi kekuatan
tungkai menjadi menurun tetapi pada penderita tidak mengalami retensio urin
dan alvi. Hal ini disebabkan kemungkinan adanya faktor edema atau hematoma
post operasi. Tingkat fungsi neurologis pasien sebelum operasi adalah indikator
prognostik terbaik untuk hasil fungsional. Fungsi neurologis sering lebih buruk
pada periode pasca operasi segera . Pemulihan umumnya terjadi selama
beberapa hari sampai bulan dengan perbaikan kehilangan sensorik lebih awal
dari defisit motorik. Mereka yang mengalami defisit neurologis parah yang
berlangsung lama tidak mungkin mengalami perbaikan.24
Resiko tindakan operasi dapat menyebabkan trauma medulla spinalis
dimana kondisi ini dapat terjadi suatu mekanisme di tingkat bioseluler.
Terjadinya spasme arteri, agregasi platelet, pelepasan epinefrin, endorphin, dan
enkefalin menyebabkan iskemia dan gangguan autoregulasi. Integritas endotel
hilang, yang menyebabkan edema medula spinalis. Iskemia berkaitan dengan
peningkatan asam amino eksitatori, depolarisasimembran, influx sodium dan
inaktifasi pompa Na-K yang mencegah repolarisasi. Terjadinya influx kalsium,
aktifasi ATP-ase, dan konsumsi ATP yang mengurangi cadangan energi. Akibat
iskemia terjadi metabolisme glikolisis anaerob, yang menyebabkan asidosis
laktat dan penurunan produk ATP. Influks ion kalsium menyebabkan aktivasi
fosfolipase dan pelepasan asam arakidonat, hiperoksidasi, serta pembentukan
radikal oksidatif bebas. Hasil akhir proses diatas ialah kegagalan metabolisme
mitokondria dan reticulum endoplasmic, serta kematian neuronal yang dapat
menyebabkan adanya defisit neurologi.4
Tatalaksana selanjutnya adalah penderita diberikan rehabilitasi untuk
melatih kekuatan dan gerakan tungkai bawah penderita. Rehabilitasi yang bisa
diberiakn pada pasien tumor spinal adalah terapi fisik dan okupasi. Pasien
dengan tumor spinal biasanya memiliki keterbatasan mobilisasi. Kondisi ini
selanjutnya dapat menimbulkan gangguan respirasi, penurunan fungsi otot, dan
gangguan intergritas integument (dekubitus). Terapi fisik meliputi mobilisasi
bertahap, mulai dari tempat tidur hingga berjalan, dan latihan (exercise)
39
penguatan otot abdomen dan ekstensor. Terapi okupasi meliputi pemberian alat
bantu dan pembelajaran untuk bisa ke kamar mandi dan mengurus sendiri.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia, tingkat rekurensi tumor
intramedula adalah 83% sampai 95 %, dimana tingkat rekurensi dipengaruhi
oleh jenis reseksi, reseksi inkomplit mempunyai rekurensi lebih tinggi dari pada
reseksi komplit. Kemudian keberhasilan tindakan operatif dapat dilihat setelah 1
bulan sampai 8.5 bulan.5
40
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA