Anda di halaman 1dari 98

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 4

Disusun oleh:
Kelompok B4

Tutor: Dra. Lusia Hayati, M. Sc


Ruth Margareth Aritonang 04011282025134
Achmad Badarudin Sjazili Muhibat 04011282025136
Devadiza Friankasari 04011282025137
Monica Yolanda 04011282025144
Arizah Hizfariyah 04011282025146
Nyimas Afifah Nadhirah Olivia 04011282025151
Mutia Adilah Almenata 04011282025152
Fadilah Aisyah Nurusman 04011382025206
Hanifah Fadilah Putri 04011382025208
Muhammad Ihsan Hanafi 04011382025230
Arkan Abdullah Nashif 04011382025233
Muhammad Defandra Satrio Nugroho
04011282025131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
tugas tutorial ini.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
pembelajaran yang berbasis Problem Based Learning (PBL) di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dra. Lusia Hayati, M. Sc selaku
tutor serta semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 31 Desember 2020

Kelompok B4

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. 1
Daftar Isi ...................................................................................................................... 2
Skenario ....................................................................................................................... 4
Klarifikasi Istilah ......................................................................................................... 4
Identifikasi Masalah ..................................................................................................... 6
Analisis Masalah .......................................................................................................... 7
Keterkaitan Antar Masalah .......................................................................................... 9
Learning Issues ............................................................................................................ 9
Hasil Brainstorming ................................................................................................... 10
Sintesis ....................................................................................................................... 30
Kerangka Konsep ....................................................................................................... 91
Kesimpulan ................................................................................................................ 92
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 93

2
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : Dra. Lusia Hayati, M. Sc


Moderator : Hanifah Fadilah Putri
Sekretaris 1 : Monica Yolanda
Sekretaris 2 : Nyimas Afifah Nadhirah Olivia
Pelaksanaan : 28-30 Desember 2020

Peraturan selama tutorial:


1. Menggunakan fitur raise hand ketika ingin menyampaikan pendapat dan
tidak boleh berbicara sebelum dipersilahkan oleh moderator.
2. Izin ke kamar mandi dengan seizin moderator dan tutor, dan maksimal dua
orang.
3. Menyampaikan pendapat dengan bahasa yang sopan dan santun.
4. Peserta tutorial harus aktif dan mengumpulkan tugas tepat waktu.
5. Diperbolehkan untuk makan minum selama tutorial berlangsung.
6. Mengetahui batasan-batasan dalam berdiskusi sehingga tidak ada debat
kusir.

3
I. SKENARIO
Tuan Infak, 55 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri seperti
diremas pada dada sebelah kiri sejak dua jam yang lalu. Nyeri juga dirasakan pada
bahu kiri yang menjalar ke sisi dalam lengan kiri. Nyeri tidak menghilang meskipun
pasien beristirahat. Keluhan disertai dengan keringat dingin, mual dan muntah.
Keluhan dirasakan setelah pasien melakukan aktivitas gotong royong membersihkan
lingkungan. Pasien merupakan perokok aktif, merokok 2 bungkus per hari sejak usia
20 tahun. Pasien memiliki riwayat hipertensi lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang,
kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah
100/60 mmHg, denyut nadi 46x/menit ireguler, frekuensi napas 22x/menit, suhu
36,5oC. Dari hasil pemeriksaan rontgen thorax didapatkan pembesaran ventrikel kiri.
Dari hasil pemeriksaan elektrokardiogram didapatkan hasil miokard infark
posteroinferior dengan gangguan sistem konduksi. Setelah dilakukan intervensi
farmakologi dan kondisi pasien lebih stabil, dokter memutuskan untuk melakukan
tindakan primary PCI dan didapatkan adanya obstruksi sebagian pada arteria
coronaria dextra bagian proksimal dan obstruksi total pada arteria coronaria dextra
bagian tengah.

II. KLARIFIKASI ISTILAH


1. Kesadaran kompos mentis
Keadaan seseorang sadar penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang
dirinya dan lingkungannya.
2. Primary PCI
Suatu tindakan untuk mengalirkan kembali arteri koroner yang tersumbat
trombus, yang menyebabkan infark miokard dg ST-elevasi (STEMI), dengan
menggunakan balon-kateter koroner, baik diikuti dengan pemasangan stent
maupun tidak.
3. Hipertensi lama
Peningkatan risiko untuk terjadinya kematian muda (12%-66%) setelah
dilakukan aortic coarctation repair atau pembuangan sumbatan di aorta yang
dilakukan saat usia pasien sudah lanjut.

4
4. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital adalah cara untuk mendeteksi perubahan sistem
yang ada di dalam tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut nadi,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah.
5. Obstruksi
Tindakan menghambat atau menyumbat.
6. Miokard infark posteroinferior
Perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Intervensi farmakologi
Usaha yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik dengan
menambah suplai oksigen maupun dengan mengurangi kebutuhan oksigen.
8. Elektrocardiogram
Grafik hasil catatan potensial listrik yang dihasilkan oleh aktivitas listrik
otot jantung.
9. Sistem konduksi
Sistem ini membentuk dan mengkoordinasi sinyal listrik yang
menyebabkan kontraksi yang teratur dan berhubungan satu sama lain antara
atrium dan ventrikel.
10.Rontgen dada
Radiograf dada adalah foto yang dihasilkan dari proses radiografi atau
proses pembuatan foto struktur tubuh bagian dada dengan melewatkan sinar x
atau sinar gammar pada tubuh, rontgen itu sendiri adalah satuan radiasi sinar x
dan sinar gamma.
11.Ventrikel
Rongga atau ruang kecil seperti pada otot atau jantung.
12.Arteria coronaria dextra
Arteri yang berasal dari sinus anterior aortae dari aorta ascendens dan
berjalan ke bawah di dalam sulcus atrioventrikularis dextra dan pada pinggir
anterior jantung kemudian lanjut ke posterior untuk berastomosis dengan
arteria coronaria sinistra, dan permbuluh darah ini memperdarahi atrium kanan
dan ventrikel kiri, sebagian atrium kiri dan ventrikel kiri, serta septum
atrioventriculare.

5
13.Intervensi
Setiap tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan atau
mengubah jalannya penyakit.

III. IDENTIFIKASI MASALAH


Tabel 1. Identifikasi Masalah
No. Masalah O-E Perhatian
Tuan Infak, 55 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit
dengan keluhan nyeri seperti diremas pada dada
sebelah kiri sejak dua jam yang lalu. Nyeri juga
1 dirasakan pada bahu kiri yang menjalar ke sisi dalam + ****
lengan kiri. Nyeri tidak menghilang meskipun pasien
beristirahat. Keluhan disertai dengan keringat dingin,
mual dan muntah.
Keluhan dirasakan setelah pasien melakukan
aktivitas gotong royong membersihkan lingkungan.
2 Pasien merupakan perokok aktif, merokok 2 bungkus + **
per hari sejak usia 20 tahun. Pasien memiliki riwayat
hipertensi lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
pasien sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
3 Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah + *
100/60 mmHg, denyut nadi 46x/menit ireguler,
frekuensi napas 22x/menit, suhu 36,5oC.
Setelah dilakukan intervensi farmakologi dan
kondisi pasien lebih stabil, dokter memutuskan untuk
melakukan tindakan primary PCI dan didapatkan
adanya obstruksi sebagian pada arteria coronaria
4 dextra bagian proksimal dan obstruksi total pada + ***
arteria coronaria dextra bagian tengah. Dari hasil
pemeriksaan rontgen thorax didapatkan pembesaran
ventrikel kiri. Dari hasil pemeriksaan
elektrokardiogram didapatkan hasil miokard infark

6
posteroinferior dengan gangguan sistem konduksi.

IV. ANALISIS MASALAH


Prioritas I
Tuan Infak, 55 tahun, dibawa ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri seperti
diremas pada dada sebelah kiri sejak dua jam yang lalu. Nyeri juga dirasakan pada
bahu kiri yang menjalar ke sisi dalam lengan kiri. Nyeri tidak menghilang
meskipun pasien beristirahat. Keluhan disertai dengan keringat dingin, mual dan
muntah.
1. Bagaimana mekanisme nyeri dapat menjalar dari bahu hingga sampai
lengan?
2. Apa saja struktur penyusun anatomi dari dada dan bahu kiri?
3. Bagaimana inervasi dari jantung sehingga dapat merasakan nyeri?
4. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri, mual, muntah, dan keringat
dingin?
5. Mengapa nyeri tidak hilang meskipun pasien sudah beristirahat?

Prioritas II
Setelah dilakukan intervensi farmakologi dan kondisi pasien lebih stabil, dokter
memutuskan untuk melakukan tindakan primary PCI dan didapatkan adanya
obstruksi sebagian pada arteria coronaria dextra bagian proksimal dan obstruksi
total pada arteria coronaria dextra bagian tengah. Dari hasil pemeriksaan rontgen
thorax didapatkan pembesaran ventrikel kiri. Dari hasil pemeriksaan
elektrokardiogram didapatkan hasil miokard infark posteroinferior dengan
gangguan sistem konduksi.
1. Bagaimana prosedur tindakan primary PCI?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya obstruksi pada sebagian arteri coronaria
dextra bagian proximal dan arteri coronaria dextra bagian tengah?
3. Apa yang menyebabkan perbesaran ventrikel kiri?
4. Bagaimana struktur anatomi, vaskularisasi, dan sistem konduksi dari
jantung?
5. Bagaimana patofisiologi miokard infark posteroinferior?
6. Bagaimana mekanisme terjadinya gangguan sistem konduksi?
7. Bagaiamana anatomi dari cavitas thoracic?

7
8. Bagaimana proyeksi jantung pada dinding dada?
9. Bagaimana histopatologi jantung yang mengalami miokard infark
posteroinferior?

Prioritas III
Keluhan dirasakan setelah pasien melakukan aktivitas gotong royong
membersihkan lingkungan. Pasien merupakan perokok aktif, merokok 2 bungkus
per hari sejak usia 20 tahun. Pasien memiliki riwayat hipertensi lama.
1. Bagaimana perubahan normal pada tubuh setelah melakukan aktivitas
fisik?
2. Bagaimana hubungan antara hipertensi, kebiasaan merokok, dan nyeri
yang dirasakan oleh Tuan Infak?
3. Apakah zat dalam rokok dapat mempengaruhi kerja sistem saraf?
4. Bagaimana mekanisme aktivitas fisik yang mempengaruhi nyeri dada pada
Tuan Infak?

Prioritas IV
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
kompos mentis. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah 100/60
mmHg, denyut nadi 46x/menit ireguler, frekuensi napas 22x/menit, suhu 36,5oC.
1. Berapa tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, dan suhu pada
manusia yang normal?
2. Apa saja kondisi kesadaran lainnya selain kompos mentis?
3. Bagaimana hasil interpretasi pemeriksaan tanda vital dan mekanisme
abnormal pada tanda vital?

8
V. KETERKAITAN ANTARMASALAH

VI. LEARNING ISSUES


1. Anatomi rongga thorax dan proyeksi jantung pada dinding dada
2. Anatomi vaskularisasi, inervasi, dan sistem konduksi jantung
3. Histologi jantung dan pembuluh darah
4. Histopatologi aterosklerosis
5. Histopatologi otot jantung yang mengalami infark
6. Patofisiologi miokard infark dan aterosklerosis

9
VII. HASIL BRAINSTORMING
Prioritas I
1. Bagaimana mekanisme nyeri dapat menjalar dari bahu hingga
sampai lengan?
Jawab : Pembesaran plak yang menonjol sedikit demi sedikit semakin
mempersempit lumen dan secara progresif mengurangi aliran darah
koroner, memicu serangan iskemia miokard transien yang menjadi
semakin sering seiring dengan semakin terbatasnya kemampuan aliran
darah memenuhi kebutuhan O2 jantung. Iskemia miokard menyebabkan
nyeri yang disebut angina pektoris yang dirasakan di bawah sternum dan
sering menjalar ke bahu kiri dan turun ke lengan kiri. Gejala angina
pektoris kambuh apabila kebutuhan O2 melebihi kemampuan aliran darah
koroner. Nyeri diperkirakan terjadi akibat stimulasi ujung – ujung saraf di
jantung oleh akumulasi asam laktat ketika jantung melakukan
metabolisme anaerob. Iskemia yang berkaitan dengan serangan serangan
angina biasanya sementara dan reversibel, dapat hilang apabila
menggunakan obat vasodilator seperti nitrogliserin dan istirahat.

2. Apa saja struktur penyusun anatomi dari dada dan bahu kiri?
Jawab :
Anatomi dada:
Tabel 2. Struktur Anatomi Dada
Cavitas a. Dinding: 12 vertebra thoracica, 12 tulang costae,
thoracis sternum.
b. Dua cavitas pleuralis: Pleura visceralis dan pleura
parietalis.
c. Pulmo: Pulmo dexter dan pulmo sinister.
d. Mediastinum: Mediastinum Superius, dan
mediastinum inferius yang terpisah lagi menjadi
mediastinum anterius, medium, dan posterius.
Sendi a. Sendi Costovertebralis
b. Sendi Sternocostalis
c. Sendi Interchondrale

10
d. Sendi Manubriosternalis dan sendi xiphisternalis
Musculus a. Intercostalis externa
b. Intercostalis interna
c. Inrercostalis intima
d. Subcostalis
e. Thoracis transeversus
Vaskularisasi a. Arteria intercostales posteriors
b. Arteria intercostales anteriores
c. Vena intercostalis superior dextra
d. Vena intercostalis superior sinistra
e. Vena thoracica interna
f. Vena azygos
Lympathici a. Arteria thoracica interna (nodi parasternales),
b. Caput dan collum costae (nodi intercostales),
c. Diaphragma (nodi diaphragmatici).
Persarafan Nervi intercostales yang memiliki cabang terbesar
ramus cutaneus lateralis dan terbagi menjadi rami
anterior dan posterior.

Anatomi Tangan:
Tabel 3. Struktur Anatomi Tangan
Ligament a. Acromioclavicular (synovial plane) Joint
b. Glenohumeral (multiaxial synovial ball and socket)
Joint
c. Bursae
d. Humeroulnar (Uniaxial Synovial Hinge
[Ginglymus]) Joint
e. Humeroradial Joint
f. Proximal Radioulnar (Uniaxial Synovial Pivot)
Joint
g. Radiocarpal (Biaxial Synovial Ellipsoid) Joint
h. Distal Radioulnar (Uniaxial Synovial Pivot) Joint
i. Intercarpal (Synovial Plane) Joints

11
j. Midcarpal (Synovial Plane) Joints
k. Carpometacarpal (CMC) (Plane Synovial) Joints
(Kecuali Ibu Jari)
Otot a. M. Pectoralis minor
b. M. Subclavius
c. M. Serratus anterior
d. M. Pectoralis major
e. M. deltoideus
f. M. supraspinatus
g. M. trapezius
h. M. Levator scapulae
i. M. Rhomboideus minor
j. M. Rhomboideus major
k. M. Infraspinatus
l. M. teres minor
m. M. teres major
n. M. Subscapularis
o. M. latissimus dorsi
p. M. biceps brachii
q. M. coracobrachialis
r. M. brachialis
s. M. triceps brachii
t. M. anconeus
Persarafan a. N. dorsalis scapulae (C3-C5)
b. N. thoracicus longus (C5-C7)
c. N. suprascapularis (C4-C6)
d. N. subclavius (C5-C6)
e. Nn. subscapulares (CS-C7)
f. N. thoracodorsalis (C6-C8)
g. N. pectoralis lateralis (CS-C7)
h. N. pectoralis medialis (C8-T1)
i. N. axilaris (CS-C6)
j. N. radialis (C5-T1)

12
k. N. musculocutaneus (C5-C7)
l. N. medianus, Radix lateralis (C6-C7)
m. N. medianus, Radix medialis (C8-T1)
n. N. ulnar is (C8-T1)
o. N. cutaneus brachii medialis (C8-T1)
p. N. cutaneus antebrachii medialis (C8-T1)
q. N. digitalis palmaris proprius
Vaskularisasi a. A. subclavia
b. A. axillaris
c. A. brachialis
d. A. radialis
e. A. ulnaris
f. V. cephalica
g. V. basilica
h. V. axilaris
i. V. profuda brachii
j. V. mediana cubiti
k. V. mediana antebrachii
l. V. cephalica antebrachii
m. V. basilica antebrachii
n. Vv. brachiales
o. Vv. Radiales
p. Vv. ulnares

3. Bagaimana inervasi dari jantung sehingga dapat merasakan nyeri?


Jawab : Angina pektoris sering terjadi akibat episode iskemik yang
merangsang reseptor kemosensitif dan mekanoreseptif di jantung. Episode
iskemik melepaskan kolase bahan kimia, termasuk adenosin dan
bradikinin, yang merangsang reseptor jalur aferen simpatis dan vagal.
Serabut aferen simpatis dari jantung masuk ke sumsum tulang belakang
dada bagian atas dan sinapsis pada sel-sel awal di jalur menaik. Eksitasi sel
traktus spinotalamikus di segmen toraks atas dan serviks bawah, kecuali
segmen C7 dan C8, berkontribusi pada nyeri anginal yang dialami di dada

13
dan lengan. Serabut aferen vagal jantung bersinaps di nukleus traktus
solitarius medula dan kemudian turun untuk merangsang sel-sel traktus
spinotalamikus serviks bagian atas. Persarafan ini berkontribusi pada nyeri
anginal yang dialami di leher dan rahang. Traktus spinotalamikus
memproyeksikan ke talamus medial dan lateral dan, berdasarkan studi
tomografi emisi positron, mengaktifkan beberapa area kortikal, termasuk
gyrus cingulate anterior (BA 24 dan 25), korteks frontal basal lateral, dan
korteks mesiofrontal.

4. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri, mual, muntah, dan keringat


dingin?
a. Mual muntah
Sel otot jantung yang mengalami infark miokardium akan
melepaskan asam laktat, asam piruvat, dan hasil metabolit lainnya
yang akan menstrimulasi reseptor nervus periferal pada daerah infark
sehingga menyebabkan mual muntah kardiogenik
b. Nyeri
Pembesaran plak yang menonjol sedikit demi sedikit semakin
mempersempit lumen dan secara progresif mengurangi aliran darah
koroner, memicu serangan iskemia miokard transien yang menjadi
semakin sering seiring dengan semakin terbatasnya kemampuan
aliran darah memenuhi kebutuhan O2 jantung. Iskemia miokard
menyebabkan nyeri yang disebut angina pektoris yang dirasakan di
bawah sternum dan sering menjalar ke bahu kiri dan turun ke lengan
kiri. Gejala angina pektoris kambuh apabila kebutuhan O2 melebihi
kemampuan aliran darah koroner. Nyeri diperkirakan terjadi akibat
stimulasi ujung – ujung saraf di jantung oleh akumulasi asam laktat
ketika jantung melakukan metabolisme anaerob. Iskemia yang
berkaitan dengan serangan serangan angina biasanya sementara dan
reversibel, dapat hilang apabila menggunakan obat vasodilator seperti
nitrogliserin dan istirahat.
c. Keringat dingin
Karena adanya penyempitan pada arteri maka tubuh harus
bekerja lebih keras untuk mengirimkan darah ke organ vital seperti

14
jantung. Sehingga tubuh akan menggunakan energi lebih besar untuk
memasok darah dan akan menstimulasi sistem saraf otonom untuk
mengeluarkan keringat dalam usaha menurunkan suhu tubuh.

5. Mengapa nyeri tidak hilang meskipun pasien sudah beristirahat?


Jawab : Nyeri masih dirasakan meskipun sudah beristirahat karena
episode iskemik yang merangsang reseptor kemosensitif dan
mekanoreseptif di jantung. Stimulus yang diterima oleh reseptor
kemosensitif dan mekanoreseptif tidak berhenti selama otot jantung masih
kekurangan darah atau iskemia.

Prioritas II
1. Bagaimana prosedur tindakan primary PCI?
a. Prosedur tindakan PCI
PCI adalah prosedur intervensi non bedah dengan menggunakan
kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh darah koroner
yang menyempit dengan balon atau stent. Proses penyempitan
pembuluh darah koroner ini dapat disebabkan oleh proses
aterosklerosis atau trombosis.
Seperti tindakan kateterisasi, prosedur PTCA atau PCI juga
hanya menggunakan pembiusan/anastesi lokal di kulit. Akses
pembuluh darah bisa di pergelangan tangan ataupun di pangkal paha.
Setelah dipasang selongsong (sheath) di pembuluh darah kaki atau
tangan, maka kateter akan dimasukan sampai pada pembuluh darah
koroner jantung. Kateter yang digunakan mempunyai diameter lumen
yang lebih besar dibandingkan dengan kateter yang digunakan untuk
kateterisasi jantung. Untuk masuk ke pembuluh darah koroner yang
menyempit, harus dipandu dengan menggunakan guide wire dengan
ukuran sangat kecil, yaitu 0,014 inchi.
Setelah guide wire ini melewati daerah penyempitan, baru
dilakukan pengembangan (inflasi) balon pada daerah yang
menyempit. Setelah pembuluh darah terbuka, biasanya akan
dilanjutkan dengan pemasangan stent (gorong-gorong) dengan tujuan
untuk mempertahankan pembuluh darah tersebut tetap terbuka.

15
Ada 2 jenis stent yang ada di pasaran, yaitu stent tanpa salut obat
(bare metal stent) dan stent dengan salut obat (drug eluting stent).
Stent yang telah terpasang ini akan tertinggal di pembuluh darah
koroner dan lama kelamaan akan bersatu dengan pembuluh darah
koroner tersebut.

2. Bagaimana mekanisme terjadinya obstruksi pada sebagian arteri


coronaria dextra bagian proximal dan arteri coronaria dextra
bagian tengah?
Jawab : Obstruksi adalah hal yang menghalangi atau menyumbat
pembuluh darah. Penyumbatan pada pembuluh darah di arteri coronaria
disebabkan oleh plak yang menumpuk. Munculnya plak ini dipicu oleh
hipertensi dan kebiasaan merokok yang dimiliki Tn. Infak. Hipertensi dan
kebiasaan merokok dapat menyebabkan kerusakan pada endotel,
selanjutnya terjadi mekanisme terjadinya atosklerosisme yaitu:
Kerusakan pada endotel → monosit dan LDL masuk ke tunika intima →
monosit berubah jadi makrofag dan mengeluarkan zat radikal bebas →
LDL teroksidasi akibat zat radikal bebas dari makrofag → zat radikal
bebas memancing banyak monosit masuk ke tunika intima → makrofag
memakan LDL yang teroksidasi dan menjadi foam cell → ketika foam cell
mati, LDL terlepas kembali → monosit masuk ke tunika intima lagi untuk
memakan LDL yang terlepas. Mekanisme tersebut akan terus-menerus
berulang sehingga akhirnya menyebabkan arterosklerosis dan obstruksi
pada arteri coronaria.

3. Apa yang menyebabkan perbesaran ventrikel kiri?


Jawab : Perbesaran ventrikel kiri disebabkan kerja yang lebih dari
seharusnya sehingga otot jantung mengalami hipertrofi. Hipertrofi otot
jantung pada ventrikel kiri disebabkan oleh beban kerja jantung semakin
berat karena adanya miokard infark. Miokard infark pada bagian
posteroinferior menyebabkan otot-otot pada area yang terdampak tidak
dapat bekerja semestinya, sehingga otot-otot jantung yang tak terdampak
harus mengompensasi kerja otot tersebut. Penambahan beban pada
ventrikel kiri dapat menyebabkan ventrikel kiri menebal dan ukurannya

16
menjadi lebih besar. Kondisi ini juga diperparah oleh hipertensi yang
diderita pasien.

4. Bagaimana patofisiologi miokard infark posteroinferior?


Jawab :
Patofisiologi
Infark miokard akut terjadi saat iskemia miokard yang terlokalisasi
menyebabkan perkembangan suatu regio nekrosis dengan batas yang jelas.
Infark miokard paling sering disebabkan oleh ruptur lesi aterosklerosis
pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyumbat arteri, sehingga menghentikan atau mengurangi pasokan
darah ke jantung (Aaronson dan Ward, 2013). Infark miokard akut terjadi
ketika ada perubahan iskemik abnormal miokardium yang disebabkan oleh
ketidakmampuan perfusi koroner memenuhi permintaan kontraktil
miokard.
Studi yang dilakukan oleh DeWood dan koleganya menunjukkan
bahwa trombosis koroner merupakan kejadian kritikal yang menyebabkan
infark miokard akut. Dari semua pasien yang menunjukkan gejala dengan
onset 4 jam dengan bukti EKG Infark Miokard transmural, angiografi
koroner menunjukkan bahwa 87% pasien memiliki oklusi trombotik
komplet pada arteri yang terkena infark. Insiden oklusi total turun menjadi
65% pada 12-24 jam setelah onset gejala akibat fibrinolisis spontan.
Ditemukan trombus yang masih baru pada bagian atas bercak yang
mengalami ruptur pada arteri yang terkena infark pada pasien yang
meningal akibat infark miokard (Aaronson dan Ward, 2013). Bercak pada
pembuluh darah koroner yang mengalami ruptur biasanya berukuran kecil
dan non-obstruktif dengan inti yang banyak mengandung lipid dan ditutupi
oleh selubung fibrosa. Bercak ini biasanya banyak mengandung makrofag
dan limfosit-T yang dapat melepaskan metaloprotease dan sitokin yang
melemahkan selubung fibrosa yang menyebabkan bercak mudah robek
dan mengalami erosi karena adanya tekanan dari aliran darah.
Bercak yang ruptur memicu terjadinya agregasi trombosit dan
membentuk trombus di pembuluh darah yang dilewatinya. Pasien yang
mengalami iskemia dalam waktu yang lama dan berat menyebabkan

17
terbentuknya regio nekrosis di dinding miokard. Zona nekrosis ini dapat
tetap reversibel dengan bantuan reperfusi. Zona yang mengalami infark
ataupun yang tidak akan mengalami perubahan progresif dalam hitungan
jam, hari, dan minggu setelah trombosis koroner. Antara 4 sampai 12 jam
setelah terjadinya kematian sel miokard akan terjadi nekrosis koagulasi
dan setelah 18 jam neutrofil memasuki zona infark dengan jumlah yang
mencapai puncak pada setelah hari kelima, kemudian menurun. Hal ini
menyebabkan miokardium menjadi kaku. Miokard yang kaku akan
melunak pada hari ke 4 sampai 7, dan beresiko mengalami ruptur kembali
selama 2 minggu pertama. Jaringan granulasi kemudian memasuki zona
infark dan mengalami maturasi secara progresif mengubah jaringan mati
menjadi jaringan parut. Setelah 2-3 bulan, infark sembuh dengan dinding
ventrikel yang non- kontraksi, menipis, mengeras, dan berwarna abu-abu
pucat (Aaronson dan Ward, 2013).

Gambar 1. Patofisiologi Miokard Infark

5. Bagaimana mekanisme terjadinya gangguan sistem konduksi?


Jawab : Sistem konduksi pada jantung dalam kondisi normal dihantarkan
melalui sinyal yang pertama-tama diterima oleh SA Node yang kemudian
akan dilanjutkan ke AV Node, bundle of HIS, ke bundle dextra et sinistra
dan akhirnya ke persyarafan purkinje. Aliran sinyal ini normalnya
dialirkan dari bagian kiri jantung ke kanan, dari atrium oleh SA Node ke
ventrikel oleh persyarafan purkinje. Pada skenario, Tuan Infak menderita
aterosklerosis pada arteri coronaria bagian posterior yang menyebabkan

18
asupan darah ke SA Node menjadi kurang dan mengakibatkan terjadinya
gangguan pada SA Node sehingga tidak mampu menjalankan tugasnya
sebagai pacemaker utama pada jantung yang mengakibatkan komplikasi
lainnya seperti bradikardia, aritmia, dan pengalihan pacemaker jantung ke
AV Node.

6. Bagaimana anatomi dari cavitas thoracic?


Tabel 4. Anatomi Cavitas Thoracic
Cavitas a. Dinding: 12 vertebra thoracica, 12 tulang costae,
thoracis sternum.
b. Dua cavitas pleuralis: Pleura visceralis dan pleura
parietalis.
c. Pulmo: Pulmo dexter dan pulmo sinister.
d. Mediastinum: Mediastinum Superius, dan
mediastinum inferius yang terpisah lagi menjadi
mediastinum anterius, medium, dan posterius.
Sendi a. Sendi Costovertebralis
b. Sendi Sternocostalis
c. Sendi Interchondrale
d. Sendi Manubriosternalis dan sendi xiphisternalis
Musculus a. Intercostalis externa
b. Intercostalis interna
c. Inrercostalis intima
d. Subcostalis
e. Thoracis transeversus
Vaskularisasi a. Arteria intercostales posteriors
b. Arteria intercostales anteriores
c. Vena intercostalis superior dextra
d. Vena intercostalis superior sinistra
e. Vena thoracica interna
f. Vena azygos
Lympathici a. Arteria thoracica interna (nodi parasternales)
b. Caput dan collum costae (nodi intercostales)

19
c. Diaphragma (nodi diaphragmatici)
Persarafan Nervi intercostales yang memiliki cabang terbesar
ramus cutaneus lateralis dan terbagi menjadi rami
anterior dan posterior.

7. Bagaimana proyeksi jantung pada dinding dada?


Jawab :

Gambar 2. Pandangan anterior dinding dada pada seorang pria yang


memperlihatkan struktur-struktur tulang skeletal dan proyeksi permukaan
cor.

a. Gambaran batas-batas cor


 Batas atas cor mencapai setinggi cartilago costalis 3 di sisi kanan
sternum dan spatium intercostale 2 di sisi kiri sternum.
 Batas kanan cor membentang dari cartilago costalis 3 kanan
sampai di dekat cartilago costalis 6 kanan.
 Batas kiri cor turun ke lateral dari spatium intercostale 2 sampai
apex yang terletak di dekat line medioclavicularis di spatium
intercostale 5.
 Batas bawah cor membentang dari ujung sternalis cartilago
costalis 6 kanan sampai di apex pada spatium intercostale 5,
dekat linea medioclavicularis.
b. Proyeksi Posteroanterior Jantung

20
 Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan.
Atrium kanan bersambung dengan mediastinum superior yang
dibentuk oleh v. cava superior.
 Batas jantung di sisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang
menonjol di sebelah kiri kolumna vertebralis. Di bawah arkus
aorta ini batas jantung melengkung ke dalam (konkaf) yang
disebut pinggang jantung.
 Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria
pulmonalis.
 Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri
(left atrial appendage).
 Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang
merupakan lengkungan konveks ke bawah sampai ke sinus
kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari ventrikel kiri itu
disebut sebagai apex jantung.
 Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang
letaknya para-vertebral kiri dari arkus sampai diafragma.

Gambar 3. Proyeksi Jantung

c. Proyeksi Lateral Jantung


 Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh
ventrikel kanan.

21
 Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium
kiri ini menempati sepertiga tengah dari seluruh batas jantung
sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat ventrikel kiri yang
merupakan batas belakang bawah jantung.
 Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel
kiri berada di depan kolumna vertebralis. Ruangan di belakang
ventrikel kiri disebut ruang belakang jantung (retrocardiac
space) yang radiolusen karena adanya paru-paru.

Gambar 4. Proyeksi Jantung

Prioritas III
1. Bagaimana perubahan normal pada tubuh setelah melakukan
aktivitas fisik?
Jawab : Pada saat tubuh melakukan aktivitas fisik, tubuh akan
membutuhkan jauh lebih banyak energi dibanding ketika saat beristirahat,
hal ini mengakibatkan metabolisme tubuh akan meningkat. Meningkatnya
metabolisme tubuh ini akan berdampak pada peningkatan tanda vital
tubuh, baik itu heart rate, respiratory rate, tekanan darah, dan suhu tubuh.
Heart rate saat beraktivitas fisik berat yaitu 120-180 bpm, respiratory
rate bisa sampai 40-50 x/menit, tekanan darah sistolis tubuh bisa sampai
maksimal 220 mm/Hg, dan suhu tubuh tidak berubah drastis tetapi tubuh
akan mengeluarkan panas yang tertahan agar suhu dalam tubuh tetap
normal. Pada fase istirahat setelah selesai melakukan aktivitas fisik, tubuh

22
akan berada dalam fase menormalkan kondisinya kembali secara bertahap
dalam jangka waktu tertentu.
Aktivitas fisik yang berlebihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen
sebanyak 100-200 dari kebutuhan saat istirahat yang menyebabkan
terjadinya peningkatan kebocoran electron dari mitokonria yang akan
menjadi Reavtive Oxigen Spacies (Clarakson dan Thomson, 2000).
Peningkatan oksigen akan memicu radikal bebas (terutama superoksida)
pada mitokondria yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan sel
dan stress oksidatif.
Namun, jika dilakukan dengan rutin dan tidak berlebihan, aktivitas
fisik seperti olahraga akan memberikan dampak baik bagi tubuh. Dampak
positif tersebut adalah tubuh menjadi lebih sehat dan bugar, mencegah
penyakit kardiovaskular, meningkatkan harapan hidup, serta
meningkatkan kapasitas pada paru.

2. Bagaimana hubungan antara hipertensi, kebiasaan merokok, dan


nyeri yang dirasakan oleh Tuan Infak?
Jawab :
a. Hubungan Rokok dengan Aterosklerosis
Seseorang yang merokok lebih dari satu pack per hari menjadi
dua kali lebih rentan terkena penyakit aterosklerosis daripada mereka
yang tidak merokok. Hal ini diduga pengaruh nikotin terhadap
pelepasan katekolamin oleh sistem saraf otonom (Brown, 2005).
Menghisap rokok dengan kadar nikotin yang rendah tidak
menurunkan risiko ini, namun secara bermakna akan berkurang
apabila berhenti merokok. Belum diketahui secara pasti bagaimana
merokok menyebabkan aterosklerosis, penyebab yang mungkin
adalah perangsangan sistem saraf simpatis oleh nikotin, pergantian
O2 di dalam molekul Hb dengan karbon monoksida, peningkatan
daya lekat trombosit dan peningkatan permeabilitas endotel yang
dirangsang oleh unsur pokok yang ada di dalam rokok (Silbernagl,
2006).

23
b. Hubungan Hipertensi dengan Aterosklerosis
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg. Istilah tradisional hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal
menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskuler. Penderita hipertensi tidak hanya berisiko tinggi
menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit pembuluh darah (Brown, 2005). Terdapat beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa individu dengan hipertensi
memiliki banyak plak pada aorta dan arteri koronaria dibandingkan
individu dengan tekanan darah normal pada semua usia dan kedua
jenis kelamin. Kerusakan endotel secara langsung akibat kekuatan
tekanan darah yang dimungkinkan sebagai penyebab, namun hal itu
merupakan area shear yang rendah pada daerah vaskuler dengan
aliran turbulensi lokal dan kontak yang lama antara unsur darah
dengan endotelium yang terlibat (Jawaharlal HB, 2000).
Pada penderita hipertensi akan diproduksi lebih banyak hormon
adrenalin dari medulla adrenal. Pelepasan adrenalin akan
mengaktivasi reseptor beta-adrenergik. Jika reseptor ini diaktivasi,
jantung akan meningkatkan influks kalsium ke sel jantung sehingga
denyut jantung akan meningkat dan berhubungan dengan adanya
peningkatan tekanan sistolik. Keadaan ini akan mengakibatkan
perubahan hemodinamik sehingga akan menimbulkan jejas endotel
yang merupakan awal dari aterosklerosis. Penderita hipertensi sering
mengalami peningkatan angiotensin II yang merupakan
vasokonstriktor poten dengan menstimulasi perkembangan miosit
sehingga akan memperberat aterogenesis. Angiotensin II akan
berikatan dengan reseptor spesifik miosit dan akan mengaktivasi
fosfolipase C yang dapat meningkatkan konsentrasi kalsium
intraseluler dan kontraksi miosit, serta meningkatkan aktivitas
lipoksigenase yang dapat meningkatkan inflamasi dan oksidasi LDL.

24
c. Hubungan Rokok dengan Hipertensi
Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia
yang terkandung dalam tembakau terutama nikotin yang dapat
merangsang saraf simpatis sehingga memicu kerja jantung lebih cepat
sehingga peredaran darah mengalir lebih cepat dan terjadi
penyempitan pembuluh darah, serta peran karbon monoksida yang
dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (Sukmana, 2009). Efek akut
yang disebabkan oleh merokok antara lain meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah dengan adanya peningkatan kadar hormon
epinefrin dan norepinefrin karena aktivasi sistem saraf simpatis.
Banyak penelitian juga mengatakan bahwa efek jangka panjang dari
merokok adalah peningkatan tekanan darah karena adanya
peningkatan zat inflamasi, disfungsi endotel, pembentukan plak, dan
kerusakan vaskular (Gumus et al, 2013).
Seseorang menghisap rokok denyut jantungnya akan meningkat
sampai 30%. Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab
ketagihan dan merangsang pelepasan adrenalin sehingga kerja
jantung lebih cepat dan kuat, akhirnya terjadi peningkatan tekanan
darah (Departemen Kesehatan, 2009). Nikotin yang ada di dalam
rokok dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, bisa melalui
pembentukan plak aterosklerosis efek langsung nikotin terhadap
pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin, ataupun melalui efek
karbon monoksida dalam peningkatan sel darah merah. Zat-zat kimia
dalam rokok dapat merusak lapisan dinding arteri berupa plak yang
menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Nikotin meningkatkan hormon
epinefrin yang bisa meningkatkan terjadinya penyempitan pembuluh
darah arteri. (Aggie & Herbert, 2012). Karbon monoksida bersifat
toksik yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun
penggunaanya. Karbon monoksida juga dapat menimbulkan
desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen
desaturasi hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen dan

25
mempercepat arterosklerosis (pengapuran dan penebalan pembuluh
darah) (Dwiputra, 2014).
d. Hubungan Aterosklerosis dengan Infark Miokard
Infark miokard dihubungkan dengan terbentuknya plak
aterosklerosis yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah
maupun lepasnya plak aterosklerotik yang akan mengakibatkan
obstruksi sehingga terjadi gangguan pengangkutan oksigen serta hasil
metabolisme ke miokard (Fathoni, 2011). Pada saat episode perfusi
yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan
dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard (Selwyn, 2005). Jika obstruksi pembuluh darah
terus berlanjut, maka miokard akan mengalami infark (Mc Cance,
2006).
Aterosklerosis merupakan proses terbentuknya plak yang
melibatkan tunika intima pada arteri yang berukuran sedang sampai
besar (Kumar dan Cannon, 2009). Plak aterosklerosis terdiri dari inti
lemak (lipid core), fibrous cap, dan infiltrasi sel-sel inflamasi
(makrofag dan sel limfosit T) (Michowitz, 2005). Proses ini berlanjut
seiring dengan bertambahnya usia sampai seseorang mengalami
suatu serangan iskemik. Disfungsi endotel akan menyebabkan
berkurangnya biovailabilitas endotel terhadap nitric oxide dan
meningkatnya produksi endotelin-1 sehingga hemostasis vaskuler
terganggu dan terjadi peningkatan ekspresi molekul adhesi dan
trombogenesitas (Kumar dan Cannon, 2009). Inflamasi memegang
peranan kunci dalam perkembangan dan komplikasi aterosklerosis.
Proses-proses inflamasi berinteraksi dengan disfungsi endotel
menginisiasi proses progresif dalam dinding arteri, menghasilkan
reduksi atau obstruksi aliran darah menuju otak, jantung, organ
intraabdomen, serta ekstremitas bawah, menyebabkan morbiditas dan
mortalitas. Inflamasi juga menyebabkan rupturnya plak
aterosklerosis koroner dan terjadinya trombosis (Demir, 2014 ;Yang,
2013).
Jika endotel mengalami kerusakan maka sel-sel inflamasi
terutama monosit akan bermigrasi ke subendotel dan kemudian

26
mengalami diferensisasi menjadi makrofag. Makrofag akan
memakan low density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi menjadi sel
foam dan akhirnya terbentuk fatty streak, serta akan teraktivasi untuk
melepaskan sitokin dan kemoatraktan (misalnya monocyte
chemoattractant protein-1, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), dan
interleukin (IL)) yang menarik lebih banyak makrofag dan sel otot
polos dari tunika media bermigrasi ke tunika intima dan berprolifersi.
Makrofag juga akan merangsang terbentuknya matriks
metalloproteinase (MMP) yaitu enzim yang akan menghancurkan
matriks ekstrasel sehingga menyebabkan disrupsi plak. Rasio antara
makrofag dan sel otot polos pembuluh darah berpengaruh terhadap
tingkat kerapuhan plak dan kemungkinan terjadinya ruptur (Kumar
dan Cannon, 2009). Pada kondisi ruptur plak aterosklerosis, terjadi
proses aktivasi dan agregasi platelet, pengeluaran trombin, dan pada
akhirnya menyebabkan pembentukan trombus. Adanya trombus akan
menyebabkan terganggunya aliran darah koroner sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Kondisi
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen yang berat dan
persisten akan menyebabkan terjadinya nekrosis miokardial. Bila
terbentuk thrombus yang bersifat oklusif akan terjadi IMEST,
sedangkan bila thrombus yang terbentuk tidak bersifat oklusif akan
terjadi IMNSTE atau APTS (Antman dan Braunwald, 2007, Topol
dan Werf, 2007, Aaronson, 2012).

3. Apakah zat dalam rokok dapat mempengaruhi kerja sistem saraf?


Jawab : Ya. Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia
yang terkandung dalam tembakau terutama nikotin yang dapat
merangsang saraf simpatis sehingga memicu kerja jantung lebih cepat
sehingga peredaran darah mengalir lebih cepat dan terjadi penyempitan
pembuluh darah, serta peran karbon monoksida yang dapat menggantikan
oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh (Sukmana, 2009). Efek akut yang disebabkan oleh merokok antara
lain meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dengan adanya

27
peningkatan kadar hormon epinefrin dan norepinefrin karena aktivasi
sistem saraf simpatis.

4. Bagaimana mekanisme aktivitas fisik yang mempengaruhi nyeri


dada pada Tuan Infak?
Jawab : Aktivitas fisik berat membuat metabolisme tubuh meningkat
karena tubuh memerlukan energi yang lebih banyak. Jantung akan bekerja
lebih keras untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Namun, dengan
adanya obstruksi pada arteri coronaria dextra menyebabkan jantung
mengalami iskemia. Iskemia miokard menyebabkan nyeri yang disebut
angina pektoris yang dirasakan di bawah sternum dan sering menjalar ke
bahu kiri dan turun ke lengan kiri. Gejala angina pektoris kambuh apabila
kebutuhan O2 melebihi kemampuan aliran darah koroner. Gejala ini
diperparah dengan usia Tuan Infak yang lebih dari 50 tahun, kebiasaan
merokok, dan riwayat hipertensi lama.

Prioritas IV
1. Berapa tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, dan suhu pada
manusia yang normal?
Jawab :
a. Tekanan darah pada orang dewasa normal: 120/80 mmHg
b. Denyut nadi pada orang dewasa normal: 60-100 denyut/menit
c. Frekuensi napas pada orang dewasa normal: 12-22 kali/menit
d. Suhu pada orang dewasa normal: 36oC-37.5oC

2. Apa saja kondisi kesadaran lainnya selain kompos mentis?


Jawab :
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

28
c. Delirium: Penurunan tingkat kesadaran seseorang yang disertai
kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu.
Pengidapnya akan tampak gelisah, kacau, disorientasi, dan
meronta-ronta.
d. Somnolen (letargi, obtundasi, dan hipersomnia): Kondisi ini ditandai
dengan mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi
rangsangan. Namun, saat rangsangan dihentikan, orang tersebut akan
tertidur lagi. Pada somnolen, jumlah jam tidur meningkat dan reaksi
psikologis menjadi lambat.
e. Soporous atau stupor: Keadaan mengantuk yang dalam. Pengidapnya
masih bisa dibangunkan dengan rangsangan kuat. Namun, mereka
tidak terbangun sepenuhnya dan tidak dapat memberi jawaban verbal
yang baik. Pada soporous/stupor, refleks kornea dan pupil baik, tetapi
BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi
serebral organic difus.
f. Semi koma: Tingkatan penurunan kesadaran selanjutnya semi koma.
Penurunan kesadaran ini terjadi ketika seseorang tidak bisa memberi
respons terhadap rangsangan verbal dan tidak dapat dibangunkan
sama sekali. Namun, refleks kornea dan pupilnya masih baik.
g. Koma: Berbeda dengan semi koma, koma merupakan penurunan
kesadaran yang terjadi sangat dalam. Pada tubuh pengidapnya tidak
ada gerakan spontan dan tak ada respon terhadap nyeri yang
dirasakan.

3. Bagaimana hasil interpretasi pemeriksaan tanda vital dan


mekanisme abnormal pada tanda vital?
Jawab :
 Hasil pemeriksaan tanda vital
Tabel 5. Interpretasi Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
Tekanan darah 100/60 mmHg Normal, menuju rendah
Denyut nadi 46 kali/menit Lambat, bradikardia dan
ireguler disritmia

29
Frekuensi Cepat, hipernea
22 kali/menit
napas
Suhu tubuh 36,5oC Normal

 Hasil pemeriksaan lainnya


Tabel 6. Interpretasi Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
Rontgen Pembesaran
thorax ventrikel kiri
Pemeriksaan Miokard infark
elektrokardiog posteroinferior
ram dengan gangguan
sistem konduksi
Primary PCI Obstruksi sebagian Darah dari arteri coronaria
di arteri coronaria ke Nodus Sinoatrial
dextra proximal terhambat

Obstruksi total di Darah dari arteri coronaria


arteri coronaria tidak mengalir ke ventrikel
dextra medial kanan

VIII. SINTESIS
A. Anatomi Rongga Thorax dan Proyeksi Jantung pada Dinding Dada
ANATOMI THORAX
Cavitas thoracis adalah suatu ruangan berbentuk silinder tak beraturan
dengan lubang apertura thoracica superior yang sempit dan lubang apertura
thoracica inferior yang relative lebih lebar. Cavitas thoracis terdiri dari:
1. Dinding
2. Dua cavitas pleuralis
3. Pulmo
4. Mediastinum

30
Gambar 5. Cavitas Pleuralis

Cavitas Thoracis memiliki peran untuk:


1. Mewadahi dan melindungi cor, pulmo, dan pembuluh-pembuluh darah
besar.
2. Bertindak sebagai saluran untuk struktur-struktur yang lewat antara
regions cervicales dan abdomen.
3. Berperan penting saat bernafas.
4. Berperan sebagai penyangga untuk extremitas superior.

Dinding Thorax
Dinding thorax terdiri dari elemen skeletal dan musculi:
1. Di posterior, terdiri dari 12 vertebra thoracica beserta discus
intervertebralisnya.
2. Di lateral, dinding tersusun atas tulang costae (12 buah disetiap sisinya)
dan 3 lapis musculus pipih, yang terletak di spatium intercostale, di
antara costae yang berdekatan, untuk menggerakkan costae dan
menyangga spatium intercostale.
3. Di anterior, dindin tersusun dari sternum, yang terdiri atas manubrium
sterni, copus sterni, dan processus xiphoideus

31
Gambar 6. Dinding dan Cavitas Thoracis

Dinding thorax membentang di antara:


1. Apertura thoacica superior yang dibatasa oleh vertebra Thoracica I (TI),
Costa 1, dan manubrium sterni.
2. Apertura thoracica inferior yang dibatasi oleh vertebra Thoracica XII,
costa 12, ujung costa 11, arcus costalis, dan processus xiphoideus sterni.

Mediastinum
Mediastinum adalah pemisah/partisi tengah yang lebar, yang
memisahkan dua cavitas pleuralis di sisi lateralnya. Mediastinum
membentang:
1. Dari sternum sampai corpus vertebrae; dan
2. Dari apertura thoracica superior sampai diaphragma.
Untuk tujuan-tujuan organisasi, mediastinum dibagi menjadi beberapa
daerah yang lebih kecil. Sebuah bidang transversus membentang dari angulus
sternalis (pertemuan antara manubrium dan corpus sterni) sampai ke discus
intervertebralis antara vertebrae TIV dan TV membagi mediastinum
menjadi:
1. Mediastinum superius; dan

32
2. Mediastinum inferius, yang lebih lanjut terpisah menjadi mediastinum
anterius, medium, dan posterius oleh saccus pericardii.

Gambar 7. Mediastinum
Mediastinum superius
Dari anterior ke posterior mediastinum superius berisi: sisa-sisa thymus,
vena brachiocephalica, bagian atas vena cava superior, arteria
brachiocephalica, arteria carotis communis sinistra, arteria subclavia sinistra,
arcus aorta, nervus phrenicus dan nervus vagus dexter dan sinister, nervus
laryngeus recurrens sinister dan nervi cardiaci, trachea, dan nodus
lymphaticus, esophagus dan ductus thoracicus, serta truncus symphaticus.
Mediastinum Anterius
Isi mediastinum anterius adalah ligamentum sternopericardiacum,
kelenjar limfe, dan sisa thymus.
Mediastinum Medium
Berlokasi di tengah cavitas thoracis. Mediastinum medium berisi
pericardium, jantung, permulaan pembuluh-pembuluh darah besar, nervus
phrenicus, bifucartio trachea, dan kelenjar limfe.
Mediastinum Posterius
Isi mediastinum posterius antara lain aorta descendens, esophagus,
ductus thoracicus, vena azygos dan vena hemiazygous, nervi vagi, nervi
splanchnici, truncus sympathicus, dan nodus lymphaticus.
Vaskularisasi

33
Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai dinding thorax terutama
terdiri dari arteriae intercostales posteriores dan arteriae intercostales
anteriores, yang mengelilingi dinding di antara costae yang berdekatan di
dalam spatium intercostale. Arteriae ini berasal dari aorta dan arteria
thoracica interna, yang muncul dari arteria subclavia leher. Bersama-sama,
arteriae intercostales ini membentuk suatu anyaman vaskuler seperti
keranjang di sekeliling dinding thorax.

Gambar 8. Vaskularisasi

Arteria intercostales posteriores


Arteriae intercostales posteriores berasal dari pembuluh- pembuluh
darah yang terkait dengan dinding posterior thorax. Dua arteriae intercostales
posteriores teratas di setiap sisi berasal dari arteria intercostalis suprema,
yang turun ke thorax sebagai cabang truncus costocervicalis di leher. Truncus
costocervicalis adalah cabang posterior arteria subclavia.
Arteriae intercostates anteriores
Arteriae intercostales anteriores berasal dari cabang lateral arteria
thoracica interna secara langsung atau tidak langsung. Tiap arteria thoracica
interna muncul sebagai cabang besar arteria subclavia di leher. Arteria ini
melewati sisi anterior kubah pleura cervicalis dan turun vertikal menuju
apertura thoracica superior dan di sepanjang bagian dalam dinding anterior
thorax. Di setiap sisi, arteria thoracica interna terletak di posterior cartilago

34
costalis 1-6, sekitar 1 cm di lateral sternum. Kira-kira setinggi spatium
intercostale keenam, arteria ini terbagi menjadi dua cabang terminal
• Arteria epigastrica superior, yang berlanjut ke inferior menuju dinding
anterior abdomen:
• Arteria musculophrenica, yang melewati arcus costalis, menuju
diaphragma, dan berakhir di dekat spatium intercostale terakhir.

Distribusi pembuluh-pembuluh darah intercostalis anterior dan posterior


saling tumpang-tindih dan dapat membentuk koneksi anastomosis. Biasanya
arteriae intercostales anteriores lebih kecil daripada yang posterior.

Drainase Vena

Gambar 9. Drainase Vena

Biasanya drainase vena dari dinding thorax paralel dengan pola


arteriaenya. Di tengah. akhirnya venae intercostales akan mengalir menuju
sistem vena azygos atau menuju venae thoracica interna, yang berhubungan
dengan venae brachiocephalica di leher.
Seringkali venae intercostales posteriores atas pada sisi kiri menyatu dan
membentuk vena intercostalis superior sinistra, yang bermuara ke dalam
vena brachiocephalica sinistra. Hal yang serupa, venae intercostales
posteriores atas di sisi kanan dapat menyatu dan membentuk venae
intercostalis superior dextra, yang mengalir menuju vena azygos.

35
Drainase lymphatici

Gambar 10. Drainase Lymphatici

Vasa lymphatica pada dinding thorax bermuara terutama menuju nodi


lymphatici yang berkaitan dengan arteria thoracica interna (nodi
parasternales), dengan caput dan collum costae (nodi intercostales), dan
dengan diaphragma (nodi diaphragmatici). Nodi diaphragmatica terletak di
posterior xiphoid dan pada tempat nervus phrenicus menembus diaphragma.
Nodi ini juga ada di daerah diaphragma melekat pada columna vertebralis.
Nodi parasternales mengalir ke truncus bronchomediastinalis.
Nodi intercostales pada cavitas thoracis atas mengalir ke truncus
bronchomediastinalis, sedangkan nodi intercostales pada cavitas thoracis
bawah mengalir ke ductus thoracicus. Nodi terkait dengan diaphragma saling
hubungan dengan nodi parasternales, prevertebrales, juxtaesophageales,
brachiocephalici (anterior dari venae brachiocephalica di mediastinum
superius). dan nodi aortici laterales/lumbales (di abdomen). Regio
superficialis pada dinding thorax mengalir terutama ke nodi lymphatici
axillaris di axillar atau ke nodi parasternales.

Persarafan
Nervi intercostales

36
Gambar 11. Nervus Intercostalis

Persarafan dinding thorax terutama oleh nervi intercostales, yang


merupakan rami anteriores nervi spinalis Tl-T11 yang terletak pada spatium
intercostale di antara costae yang bersebelahan. Ramus anterior nervus
spinalis T12 (nervus subcostalis) ada di bawah costa 12.
Nervus intercostalis yang khas melintas ke lateral mengelilingi dinding
thorax didalam spatium intercostale. Cabang-cabang terbesar adalah ramus
cutaneus lateralis, yang menembus dinding lateral thorax dan terbagi menjadi
rami anterior dan posterior yang mempersarafi kulit di atasnya.
Nervi intercostales berakhir sebagai ramus cutaneus anterior, yang
muncul di parasternalis, atau di antara cartilago costalis yang berdekatan,
atau di lateral dari garis tengah tubuh, di atas dinding anterior abdomen,
untuk menyuplai kulit.
Selain cabang-cabang utama ini, rami collateralis kecil dapat ditemui di
spatium intercostale yang berjalan di sepanjang tepi superior costae bawah.
Pada cavitas thoracis, nervi intercostales membawa:
1. Persarafan somatomotorium untuk musculi dinding thorax
(intercostalis, subcostalis, dan transversus thoracis)
2. Persarafan somatosensodirum dari kulit dan pleura parietalis, dan
3. Serabut-serabut symphaticum postganglionares untuk daerah perifer.
PROYEKSI JANTUNG

37
Gambar 12. Pandangan anterior dinding dada pada seorang pria yang
memperlihatkan struktur-struktur tulang skeletal dan proyeksi permukaan
cor

Gambaran batas-batas cor


Penanda permukaan dapat dipalpasi untuk menayangkan garis bentuk cor:
1. Batas atas cor mencapai setinggi cartilago costalis 3 di sisi kanan
sternum dan spatium intercostale 2 di sisi kiri sternum
2. Batas kanan cor membentang dari cartilago costalis 3 kanan sampai di
dekat cartilago costalis 6 kanan.
3. Batas kiri cor turun ke lateral dari spatium intercostale 2 sampai apex
yang terletak di dekat line medioclavicularis di spatium intercostale 5
4. Batas bawah cor membentang dari ujung sternalis cartilago costalis 6
kanan sampai di apex pada spatium intercostale 5, dekat linea
medioclavicularis.

Proyeksi jantung di dalam dada; dilihat dari ventral

38
Gambar 13. Proyeksi Jantung di Dalam Dada Dilihat dari Ventral

Kita membedakan empat permukaan pada jantung: Facies


sterno-costalis yang berorientasi ventral terutama menunjukkan ventrikel
kanan. Facies diaphragmatica menunjuk ke arah inferior dan terdiri dari
kedua bagian ventrikel. Facies pulmonalis dibentuk oleh atrium kanan di sisi
kanan dan oleh ventrikel kiri di sisi kiri. Oleh sebab itu, ventrikel kanan tidak
berkontribusi dalam membentuk batas jantung mana pun. Sebagian besar
Facies sternocostalis dilapisi oleh Pleura. Area ini merupakan Recessus
costomediastinales cavitas pleura. Batas-batas pleura terpisah satu sama lain
di bagian inferior dari costa IV dan membentuk perbatasan Trigonum
pericardium, tempat Pericardium secara langsung berdekatan dengan
dinding ventral Thorax.

39
Proyeksi keempat katup jantung

Gambar 14. Proyeksi Empat Katup Jantung

Proyeksi empat katup jantung membentuk tanda silang yang sedikit


berdeviasi ke sisi kiri dari aksis median. Proyeksi katup jantung tidak begitu
penting dalam praktik klinis karena suara jantung dan bising potensial
berjalan bersama aliran darah dan diauskultasi di titik-titik dengan intensitas
maksimal I lingkaran.

Tabel 7. Proyeksi Katup Jantung dan Tempat Auskultasi

B. Anatomi Vaskularisasi, Inervasi, dan Sistem Konduksi Jantung


VASKULARISASI JANTUNG
Arteri
Dua arteri coronaria berasal dari sinus coronaria aorta ascendens,
mensuplai musculus dan jaringan lain di jantung. Arteri coronaria mengelilingi
jantung di sulcus coronaria, dengan ramus marginalis dan ramus
interventricularis, di sulcus interventricularis, konvergen menuju apex jantung.
Arteri coronaria dextra akan berjalan menurun di dalam sulcus coronaries.
Cabang pertama kea arah kanan adalah R. nodi sinuatrialis dari aurikula kanan

40
ke Nodus SA. Cabang lanjutan di dalam facies sternocostalis mensuplai atrium
dan ventrikel kanan. Sebelum A. coronaria dextra mengarah ke facies
diaphragmatoca, terdapat R. marginalis dexter. Pad permukaan caudal jantung,
terdapat cabang R. interventricularis posterior. R. nodi atrioventricularis
dimulai ketika R. intervenricularis posterior belok hamper tegak lurus menuju
Sulcus interventricularis posterior.
Arteri coronaria sinistra bercabang menjadi dua, yaitu: R. interventricularis
anterior yang berjalan kea rah caudal pada facies sternocostalis dan bercabang
lateral mengarah ke apex cordis. Terdapat pula R. circumflexus yang bersama
arteri marginalis sinister mensuplai permukaan pulmoner kiri, sebelum belok ke
facies diaphragmatica. Di sana terdapat cabang terminal r. circumflexus, yaitu
Ramus posterior ventriculi sinistri.

Gambar 15. Vaskularisasi Jantung

Normalnya, terdapat 2-4 ostium (lubang) di pembuluh arteri, satu untuk


menuju arteri coronaria dextra, dan satu menuju arteri coronaria sinistra. Bias
saja arteri coronaria sinistra dan ramus circumflexus langsung bercabang dari
sinus coronaria sehingga jumlah total lubang ada tiga dan masih dikatakan
normal. Posisi normal ostium adalah tegak lurus sinus coronaries, tepat di atas
kuspis semilunar. Bila lebih tinggi atau rendah, maka dikatakan tidak normal.

41
Gambar 16. Katup Jantung

Vena
Sinus coronaria menerima empat pembuluh utama, yaitu vena cordis
magna, medius, minimi, dan vena cardiaca posterior.

Gambar 17. Vaskularisasi Jantung

42
Gambar 18. Vaskularisasi Jantung

INERVASI JANTUNG
Jantung diinervasi oleh sistem saraf otonom yang terdiri dari serabut
simpatis dan parasimpatis, melalui plexus cardiacus yang berada di bawaha
arcus aorta. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian
atas truncus symphaticus, yaitu nervus cardiaca, sedangkan saraf parasimpatis
berasal dari nervus vagus.
Serabut saraf posganglioniik simpatis berakhir di nodus sinoatrialis dan
nodus atrioventricularis, serabut otot jantung, dan arteri coronaria. Bila
serabut-serabut saraf dirangsang, dihasilkan akselerasi jantung, peningkatan
daya kontraksi jantung, dan dilatasi arteri coronaria.
Serabut-serabut saraf posganglionik parasimpatis berakhir pada nodus
sinoatrialis, nodus arioventricularis, dan arteri coronaria. Bila serabut-serabut
saraf ini dirangsang, denyut dan daya kontraksi jantung berurang, serta
konstriksi arteri coronaria.
Serabut aferen yang berjalan bersama saraf parasimpatis berfungsi
membawa impuls saraf. Bila suplai darah ke atrium terganggu, impuls nyeri
dirasakan melalui saraf ini. Serabut aferen yang berjalan bersama nervus vagus
berperan dalam refleks kardiovaskular.

43
Gambar 19. Inervasi Jantung

SISTEM KONDUKSI JANTUNG

Gambar 20. Sistem Konduksi Jantung

Pada keadaan istirahat, jantung normal orang dewasa berkontraksi secara


ritmik sekitar 70 sampai 90 denyutan per menit. Kontraksi ritmik berasal
spontan dari system konduksi dan impulsnya menyebar ke berbagai bagian

44
jantung. Mulanya atrium berkontraksi bersama, kemudian diikuti oleh kontraksi
ventrikel secara bersama-sama. Sedikit penundaan penghantaran impuls dari
atrium ke ventrikel memungkinkan atrium mengosongkan isinya ke ventrikel
sebelum ventrikel berkontraksi.
Sistem konduksi jantung tersusun atas otot jantung khusus yang terdapat
pada nodus sonoatrialis, nodus atrioventricularis, fasiculus atrioventricularis
beserta crus dextrum dan sinistrumnya, dan plexus subendocardial serabut
Purkinje. Serabut khusus otot jantung yang membentuk system konduksi
jantung dikenal sebagai serabut Purkinje.

Nodus Sinoatrialis (Pacemaker)


Nodus sinoatrialis memulai denyut jantung. Letaknya di dinding atrium
dextrum bagian atas dari sulcus terminalis, tepat di sebelah kanan muara vena
cava superior. Nodus ini merupakan asal impuls ritmik elektronik yang secara
spotan disebarkan ke seluruh otot-otot jantung atrium dan menyebabkan
otot-otot ini berkontraksi.
Nodus Atrioventricularis
Nodus atrioventricularis terletak pada bagian bawah septum interatrial
tepat di atas tempat perlekatan cuspis septalis valve tricuspidalis. Dari sini,
impuls jantung dikirim ke ventrikel oleh fasciculus atrioventricularis. Nodus
atrioventricularis distimulasi oleh gelombang eksitasi pad waktu gelombang ini
melalui miokardium.
Kecepatan konduksi impuls jantung melalui nodus atrioventricularis
(sekitar 0,11 detik) memberikan waktu yang cukup untuk atrium
mengosongkan darahnya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel mulai
berkontraksi.
Fasciculus Atrioventricularis
Fasciculus atrioventricularis berjalan dari nodus atrioventrikularis sampai
menjadi plexus purkinje. Fasciculus ini berjalan turun melalui kerangka fibrosa
jantung lalu melewati bagian belakang cuspis septalis valve tricuspidalis pada
bagian membranosa septum ventriculus. Di perbatasan atas bagian muscular
septum, fasciculus ini terbagi menjadi dua bagian, satu untuk masing-masing
ventrikel. Crus dextrum fasciculus atrioventricularis atau right bundle branch
(RBB) berjalan ke bawah melalui sisi kanan septum ventriculus sampai ke

45
trabecular septomarginalis, dan setelah itu menyilang ke dinding anterior
ventrikel kanan. Disinilah fasciculus ini bertemu dengan serabut plexus
Purkinje.
Fasciculus atrioventricularis (beras dari His) merupakan satu-satunya jalur
serabut otot jantung yang menghubungkan miokardium atrium dan miokardium
ventriculus, oleh karena itu fasciculus ini merupakan satu-satunya jalan yang
digunakan olehhh impuls jantung untuk berjalan dari atrium ke ventrikel.
Jadi terlihat bahwa system konduksi jatung bertanggung jawab tidak hanya
utuk pembentukan impuls jantung, tetapi juga untuk penghantaran impuls ini
dengan cepat ke seluruh miokardium jantung, sehingga ruang-ruang jantung
berkontraksi secara terkoordinir dan efisien.
Aktivitas system konduksi dpat dipengaruhi oleh saraf otonom yang
menyarafi jantung. Saraf parasimpatik memperlambat irama dan mengurangi
kecepatan penghantaran impuls; saraf simpatik mempunyai efek yang
berlawanan.

Jalur Konduksi Internus


Dalam kenyataannya impuls dari nodus sinoatrialis berjalan ke nodus
atrioventricularis lebih cepat daripada kemampuannya berjalan sepanjang
miokardium melalui jalan yang seharusnya. Fenomena ini dijelaskan dengan
adanya jalur-jalur khusus di dalam dinding atrium, yang terdiri dari struktur
campuran antara serabut-serabut Purkinje dan sel-sel otot jantung. Jalur
internodus anterior meninggalkan ujung anterior nodus sinoatrialis dan berjalan
ke anterior menuju ke muara vena cava superior. Jalur ini berjalan turun pada
septum atrium dan berakhir pada nodus atrioventricularis. Jalur internodus
medius meninggalkan ujung posterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke
posterior menuju muara cena cava superior. Jalur ini turun ke bawah pada
septum atrium menuju ke nodus atrioventricularis. Jalur internodus posterior
meninggalkan bagian posterior nodus sinoatrialis dan turun melalui crista
terminalis dan valve vena cava inferior menuju ke nodus atrioventricularis.

46
Gambar 21. Sistem Konduksi Jantung

C. Histologi Jantung dan Pembuluh Darah


Histologi Jantung
Jantung adalah organ dengan empat bilik yang bertanggung jawab dalam
memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung menerima darah terdeoksigenasi
dari tubuh, mengirimkannya ke paru-paru, menerima darah beroksigen dari
paru-paru, dan kemudian mendistribusikan darah beroksigen ke seluruh tubuh.

47
Gambar 22. Histologi Jantung

Kerangka fibrosa, otot jantung, dan sistem konduksi impuls merupakan


kerangka dasar jantung. Basis jantung berisi struktur yang sangat padat yang
dikenal sebagai kerangka fibrosa/jantung. Fungsi kerangka fibrosa termasuk
menyediakan kerangka yang kuat untuk kardiomiosit, penahan daun katup, dan
bertindak sebagai isolasi listrik yang memisahkan konduksi di atrium dan
ventrikel.

Gambar 23. Histologi Lapisan Jantung

48
Dinding jantung terpisah menjadi tiga lapisan yaitu epikardium,
miokardium, dan endokardium. Ketiga lapisan jantung ini secara embriologis
setara dengan tiga lapisan pembuluh darah yaitu tunica adventitia, tunica media,
dan tunica intima. Kantung berisi cairan berlapis ganda yang dikenal sebagai
perikardium yang mengelilingi jantung. Dua lapisan perikardium disebut
perikardium fibrosa luar/parietal dan perikardium serosa/viseral bagian dalam.
Epikardium terdiri dari perikardium viseral, jaringan ikat fibro-elastis yang
mendasari, dan jaringan adiposa. Arteri dan vena koroner, pembuluh limfatik
dan saraf berada di bawah epikardium.
Endokardium terdiri dari endotelium dan lapisan jaringan ikat subendotel.
Subendokardium ditemukan di antara endokardium dan miokardium dan
mengandung sistem penghantar impuls.
Secara histologis, jantung sebagian besar terdiri dari kardiomiosit dan
jaringan ikat. Jaringan ikat padat dengan serat elastis ada pada kerangka
jantung/fibrosa. Perikardium terbagi menjadi dua lapisan, lapisan fibrosa
superfisial, dan lapisan serosa yang lebih dalam. Lapisan fibrosa terdiri dari
jaringan ikat fibrosa. Lapisan serosa selanjutnya terbagi menjadi dua lapisan,
lapisan luar yang tidak dapat dipisahkan dari perikardium berserat dan lapisan
dalam yang menutupi miokardium. Kedua lapisan ini secara histologis sama
yaitu terdiri dari lapisan sel mesothelial terus menerus dengan mikrovili
menghadap rongga perikardial. Perikardium berserat dan perikardium serosa
luar digabungkan dikenal sebagai perikardium parietal. Perikardium serosa
bagian dalam, yang dikenal sebagai perikardium viseral, juga merupakan
bagian dari epikardium. Di antara lapisan serosa luar dan dalam terdapat ruang
potensial yang disebut rongga perikardial berisi cairan perikardial, yang
diproduksi dan diserap kembali oleh mikrovili pada sel mesothelial.

49
Gambar 24. Histologi Otot Jantung

Sebagian besar dinding jantung terdiri dari miokardium. Kardiomiosit


bergabung untuk membentuk lapisan ini. Kardiomiosit ini berbentuk lurik
seperti miosit yang ditemukan di otot rangka. Namun tidak seperti sel otot
rangka, otot lurik bercabang, mengandung cakram selingan, dan biasanya
mononukleat. Mereka juga tidak dapat beregenerasi. Setelah serangan, seperti
infark miokard, area nekrotik akan digantikan oleh jaringan parut.
Endokardium terdiri dari satu lapisan sel endotel yang melapisi bilik
jantung. Kadang-kadang, sejumlah kecil otot polos juga bisa berada di
endokardium. Dibandingkan dengan atrium kanan, atrium kiri memiliki
endokardium yang lebih tebal karena tekanan yang tinggi dari vena pulmonalis.
Lapisan subendotel, antara miokardium dan endokardium, mengandung
jaringan elastis yang longgar, ikatan kolagen, saraf, dan kadang-kadang
pembuluh darah.
Pada sistem konduksi, terdiri sel dan serat miokard khusus yang
memungkinkan inisiasi dan propagasi impuls. Node SA terdiri dari sel nodal (P)
dan sel transisi (T). Sel-sel ini terlihat mirip dengan sel miokard tetapi
mengandung lebih sedikit miofibril. Jaringan ikat padat mengisolasi dan
memisahkan area ini dari atrium lainnya. Node atrioventrikular (AV), terletak
di sebelah kerangka fibrosa jantung, memiliki serat otot khusus yang menerima
impuls dari simpul SA. Serabut Purkinje, cabang dari simpul atrioventrikular,
dapat ditemukan di dalam epikardium. Serat ini kaya akan glikogen dan juga
mengandung lebih sedikit miofibril.

50
Gambar 25. Jantung

Katup jantung memiliki tiga lapisan: spongiosa, fibrosa, ventricularis.


Mengidentifikasi lapisan ini dapat membantu mengarahkan katup pada
mikroskop. Spongiosa berada di sisi atrium katup atrioventrikular atau sisi
arteri katup semilunar. Sejumlah besar proteoglikan, seperti glikosaminoglikan,
dan jaringan ikat yang longgar, merupakan karakteristik dari lapisan spongiosa.
Fibrosa, perpanjangan dari kerangka jantung, mengandung jaringan ikat padat
yang tidak teratur. Ventrikularis, terletak di sisi ventrikel katup, memiliki serat
elastis dan lapisan endotel. Pada katup AV, cabang ventrikularis membentuk
chordae tendineae. Chordae tendineae sebagian besar terdiri dari jaringan ikat
reguler yang padat, bersama dengan serat elastis kolagen, untuk menahan katup
ini dari tekanan tinggi.

51
Gambar 26. Otot Jantung

Sarkomer tunggal pada miofibril dapat dilihat dengan jelas dengan bantuan
mikroskop elektron transmisi. Daerah kritis dari sarkomer termasuk garis-Z di
ujungnya, zona-H tengah, pita-A kaya-miosin, dan pita-I yang kaya aktin.
Endomisium padat kardiomiosit, mitokondria yang melimpah di antara
miofibril, cakram interkalasi, dan tubulus T (ada pada garis Z) terlihat pada
mikroskop elektron.
Dua karakteristik tidak biasa yang dapat ditemukan dalam miosit jantung
adalah butiran lipofuscin dan badan inti padat atrium. Butiran lipofuscin adalah
hasil pencernaan lisosom. Jumlah butiran lipofuscin meningkat seiring
bertambahnya usia. Di sisi lain, badan dengan inti padat atrium ditemukan di
atrium dan secara visual lebih buram daripada butiran lipofuscin.

52
Gambar 27. Jaringan Ikat Tidak Teratur di Jantung

Gambar ini memperlihatkan potongan jaringan ikat tidak teratur dengan


serat saraf, pembuluh darah dan limfe, dan jaringan adiposa. Sebuah arteri kecil
dengan struktur dindingnya tampak di sudut kiri bawah gambar. Berbeda
dengan vena, arteri memiliki dinding relatif tebal dan lumen kecil. Pada
potongan melintang, dinding sebuah arteri kecil memiliki lapisan sebagai
berikut:
1. Tunika intima adalah lapisan terdalam. Lapisan ini terdiri atas endotel,
stratum subendotheliale, dan lamina elastika interna yang memisahkan
tunika intima dari lapisan berikutnya, tunika media.
2. Tunika media terutama terdiri atas serat otot polos sirkular. Anyaman
longgar serat elastik halus terdapat di antara sel-sel otot polos.
3. Tunika adventisia adalah lapisan jaringan ikat yang mengelilingi pembuluh.
Lapisan ini mengandung saraf kecil dan pembuluh darah. Pembuluh darah di
dalam tunika adventisia secara kolektif disebut vasa vasorum atau vas
sanguineum vasis sanguinei (pembuluh darah yang mendarahi pembuluh
darah).
Bila sebuah arteri memiliki 25 atau lebih lapisan otot polos di dalam tunika
media, arteri ini disebut arteri muskular (arteria myotypica) atau arteri distribusi.
Serat elastik menjadi lebih banyak di tunika media namun masih berupa serat
dan anyaman halus.

53
Sebuah venula dan vena kecil juga terlihat. Perhatikan dindingnya yang
tipis dan lumen yang besar. Namun, dinding yang tipis tampaknya memiliki
banyak lapisan sel jika vena terpotong dalam bidang oblik. pada potongan
melintang, dinding vena memiliki lapisan sebagai berikut:
1. Tunika intima terdiri atas endotel dan selapis serat kolagen dan elastik
halus yang sangat tipis, yang menyatu dengan jaringan ikat tunika media
2. Tunika media terdiri atas selapis tipis otot polos melingkar yang secara
longgar terbenam di dalam jaringan ikat. Pada vena, lapisan ini jauh lebih
tipis daripada tunika media arteri.
3. Tunika adventisia yang terdiri atas suatu lapisan jaringan ikat yang luas.
Pada vena, lapisan ini jauh lebih tebal daripada tunika media.

Gambar 28. Pembuluh Darah Jantung

Dinding pembuluh darah mengandung jaringan elastik agar dapat


mengembang dan mengerut. Pada gambar ini, sebuah arteri dan vena muskular
terpotong melintang dan sediaan dibuat dengan pulasan plastik untuk
memperlihatkan distribusi serat elastik di dindingnya. Serat elastik berwarna
hitam dan serat kolagen berwarna kuning muda. Dinding arteri jauh lebih tebal
dan mengandung lebih banyak serat otot polos daripada dinding vena. Lapisan
terdalam, tunika intima arteri, terpulas gelap karena lamina elastika interna
yang tebal. Lapisan tengah arteri muskular yang tebal, tunika media,
mengandung beberapa lapisan serat otot polos, tersusun dengan pola sirkular,
dan berkas tipis serat elastik yang gelap. Di bagian perifer dari tunika media
terdapat lamina elastika eksterna yang tidak begitu jelas. Di sekitar arteri

54
terdapat jaringan ikat tunika adventisia yang mengandung serat kolagen
terpulas terang dan serat elastik terpulas-gelap. Dinding vena juga mengandung
lapisan tunika intima, tunika media, dan tunika adventisia. Namun, ketiga
lapisan vena ini lauh lebih tipis daripada dinding arteri. Di sekitar kedua
pembuluh itu terdapat kapiler, arteriol, venula, dan sel jaringan adiposa. Di
dalam lumen kedua pembuluh darah terdapat banyak eritrosit dan leukosit.

Gambar 29. Aorta Jantung

Dinding Arteri Elastik: Aorta (Potongan Transversal)


Serat elastik merupakan bagian terbesar tunika media, dengan serat otot
polos tidak sebanyak pada arteri muskular. Ukuran dan susunan serat elastik di
tunika media terlihat dengan pulasan elastik. Jaringan lainnya di dinding aorta,
misalnya serat elastik halus dan serat otot polos hanya sedikit terwarnai atau
tidak terwarnai.
Dalam gambar ini diperlihatkan endotel selapis gepeng dan stratum
subendotheliale di tunika intima namun tidak terwarnai. Membran elastik yang
terlihat pertama kali adalah lamina (membran) elastika interna. Tunika
adventisia yang kurang terwarnai dengan pulasan elastik, adalah jaringan ikat
tipis bagian perifer. Tunika adventisia mendapat pasokan dari venula dan
arteriol vasa vasorum. Di pembuluh besar seperti aorta dan arteri pulmonalis,
tunika media mengisi sebagian besar dinding pembuluh, sedangkan tunika
adventisia menipis, seperti tampak dalam gambar.

55
Gambar 30. Jaringan Ikat Tidak Teratur di Jantung

Dinding Vena Besar: Vena Porta (Potongan Transversal)


Berbeda dengan dinding arteri besar, dinding vena besar ditandai oleh
tunika adventisia tebal berotot dengan serat otot polos memperlihatkan orientasi
longitudinal. pada potongan melintang vena porta, serat otot polos
terpisah-pisah membentuk berkas-berkas dan terutama terlihat pada potongan
melintang, dikelilingi oleh jaringan ikat tunika adventisia. Di jaringan ikat
tunika adventisia tampak sebuah arteriol, dua venula, dan satu kapiler dalam
potongan memanjang vasa vasorum.
Berbeda dengan tunika adventisia yang tebal, tunika media lebih tipis.
Serat otot polos memperlihatkan orientasi sirkular. Di vena besar lainnya,
tunika media mungkin sangat tipis dan rapat. Tunika intima adalah bagian dari
endotel dan ditunjang oleh sejumlah kecil stratum subendotheliale. Selain itu,
vena-vena besar juga memperlihatkan lamina elastika interna yang kurang
berkembang dibandingkan arteri.

D. Histopatologi Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu penyakit akibat respon peradangan pada
pembuluh darah yang bersifat progresif (Imanual S et al, 2012). Aterosklerosis
disebabkan terjadinya pembesaran dari muskuler arteri dan ditandai adanya
disfungsi endotel, inflamasi vaskuler, terjadi akumulasi dari lipid, kolesterol,
kalsium, debris seluler dalam intima pembuluh darah. Akumulasi tersebut di
atas menyebabkan terbentuknya plak, remodeling vaskuler, akut dan kronik

56
obstruksi luminal, abnormalitas aliran darah dan menurunnya suplai oksigen ke
organ target (Orford JL, 2005). Penyakit arteri ini secara perlahan berkembang
yang diakibatkan adanya penebalan lapisan intima yang terjadi karena
menumpuknya jaringan fibrosa yang secara bertahap menjadi tempat
perdarahan dan pembentukan trombus (Silbernagl, 2006).
Karakteristik aterosklerosis yaitu adanya penebalan fibrosa lokal pada
dinding arteri yang berkaitan dengan plak infiltrasi lemak. Predileksi plak
aterosklerosis ini terdapat pada tempat yang mudah mengalami gesekan,
contohnya percabangan pembuluh darah. Plak ini terdiri dari fibrotic cap yang
mengelilingi lipid-rich core yang berisi selsel imun (terutama makrofag dan sel
T), sel endotel vaskuler, sel-sel otot polos, matriks ekstraselular, lipid, dan
aselular debris kaya lipid. Kejadian aterosklerosis bermula dari infiltrasi lemak
dalam bentuk LDL ke dalam subendotel pembuluh darah. Selain itu, disfungsi
endotel pembuluh darah menyebabkan perubahan lipid menjadi lipid
teroksidasi. Lipid ini merupakan mediator proinflamasi yang menginisiasi
pemanggilan leukosit, komplemen dan akhirnya membentuk sel busa (Mitrovic
I, 2014). Sel busa merupakan sumber inflamasi yang menyebabkan
perpindahan sel otot polos dari media ke intima menyebabkan penebalan intima
(Falk E, 2011).

Gambar 31. Komposisi Selular Plak Aterosklerosis (Sumber: Braunwald E, et


al, 2007)

Pada jantung normal, aliran darah akan meningkat seiring dengan


peningkatan kebutuhan O2 dimana sel – sel jantung akan mengeluarkan lebih
banyak adenosin yang menginduksi dilatasi pembuluh darah koroner sehingga
darah yang kaya akan O2 mengalir ke sel – sel jantung yang lebih aktif untuk

57
memnuhi kebutuhan O2 yang meningkat . hal ini menjadi krusial karena jantung
mengandalkan proses oksidatif untuk memenuhi kebutuhan ATPnya dan tidak
akan memperoleh ATP yang cukup melalui metabolisme anaerob.
Pada penyakir arteri koroner, aliran darah koroner tidak mampu untuk
mengimbangi peningkatan kebutuhan O2. Pada keadaan ini kecepatan aliran
darah cukup pada keadaaan istirahat tetapi tidak cukup pada keadaan olahraga
atau situasi stress. Penyakit arteri koroner dapat menyebabkan serangan jantung
melalui 3 mekanisme yaitu :
1. Spasme vaskular
Spasme vaskular merupakan suatu konstriksi spastik abnormal yang
secara transien mempersempit pembuluh koroner. Pada keadaan dimana
kadar O2 yang ada terlalu sedikit, endotel akan mengeluarkan
platelet-activating factor (PAF) yang memiliki berbagai efek, dan salah
satunya adalah mengaktifkan trombosit. PAF yang dikeluarkan oleh
endotel akan berdifusi ke otot polos dan menimbulkan kontraksi sehingga
terjadi spasme vaskular
2. Pembentukan aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit degeneratif progresif pada arteri yang
menyebabkan oklusi (sumbatan bertahap) dimana pembuluh akan
mengurangi aliran darah yang melewatinya. Aterosklerosis ditandai oleh
adanya plak yang terbentuk di bawah lapisan dalam pembuluh dinding
arteri. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang kaya lemak dilapisi oleh
pertumbuhan berlebih sel otot polos yang abnormal, ditutupi oleh tudung
jaringan ikat kaya kolagen.
Tahapan pembentukan aterosklerosis yaitu :
a. Cedera pada dinding pembuluh darah yang memicu respons
inflamasi, yaitu respons protektif untuk melawan infeksi dan
mendorong perbaikan jaringan yang rusak. Jika penyebab cedera
menetap di dalam dinding pembuluh, respons inflamasi akan terjadi
berkepanjangan sehingga menyebabkan formasi plak pada arteri.
Hal – hal yang dapat menyebabkan cedera sehingga memicu respons
inflamasi vaskular antara lain :
1) Kolesterol teroksidasi, merupakan penyebab yang paling sering
muncul

58
2) Radikal bebas
3) Tekanan darah tinggi
4) Homosistein
5) Zat kimia yang dilepaskan oleh sel lemak
6) Bakteri dan virus yang dapat merusak pembuluh darah
b. Tahap awal aterosklerosis biasanya diawali oleh penumpukan LDL di
bawah endotel, yang biasa disebut sebagai kolestero “jahat” yang
berikatan dengan protein pembawa. Seiring dengan menumpuknya
LDL pada dinding pembuluh darah, produk kolesterol akan
teroksidasi oleh zat sisa oksidatif yang dihasilkan oleh sel – sel
pembuluh darah.
c. Sebagai respons terhadap LDL yang teroksidasi atau iritan lainnya,
sel – sel endotel akan menghasilkan zat – zat kimia (protein adhesi)
yang menarik monosit sehingga memicu inflamasi lokal.
d. Monosit yang sudah berada di dinding pembuluh darah akan
menetap, membesar, dan menjadi sel – sel makrofag yang akan
memfagosit LDL teroksidasi sehingga sel akan dipenuhi oleh butir –
butir lemak yang disebut sel busa, menumpuk pada bagian bawah
lapisan dinding pembuluh darah dan membentuk fatty streak, yaitu
bentuk paling dini plak aterosklerotik.
e. Pada lokasi inflamasi akan mengeluarkan zat kimia yang merangsang
sel otot polos bermigrasi ke atas endapan lemak tersebut. Inti kaya
lemak dan otot polos di atasnya akan membentuk plak matur.
f. Plak akan semakin berkembang, secara progresif menonjol ke dalam
lumen pembuluh darah dan mempersempit saluran yang dapat dilalui
oleh darah.
g. LDL teroksidasi juga akan menghambat pelepasan nitrat oksida dari
sel endotel yang merupakan zat perantara kimiawi lokal yang dapat
menyebabkan relaksasi lapisan sel otot polos. Relaksasi pembuluh
darah ini akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Apabila
pelepasan nitrat oksida berkurang maka pembuluh tidak mudah untuk
berdilatasi.
h. Plak yang menebal juga akan menghambat pertukaran nutrien pada
dinding arteri sehingga terjadi degenerasi plak. Daerah yang rusak

59
kemudian akan diinvasi oleh fibroblas sehingga membentuk struktur
matriks fibrosis yang terdiri atas kolagen, proteoglikan, kapur,
deposit lipida ekstrasel. Matriks fibrosis tersebut menyatu dan
tersimpan di dalam suatu ruang yang ditutupi oleh tudung
fibromuskular fibrosis dan jaringan endotel baru.
i. Ca2+ juga sering mengendap di plak sehingga menyebabkan
pembuluh darah menjadi keras dan sulit untuk berdilatasi

1. Tromboembolisme dan komplikasi lain


Aterosklerosis yang terjadi pada otak menimbulkan stroke
sedangkan pada jantung menyebabkan iskemia miokard dan
komplikasinya. Komplikasi potensial dari aterosklerosis koroner
adalah :
a. Angina pektoris
Pembesaran plak yang menonjol sedikit demi sedikit
semakin mempersempit lumen dan secara progresif mengurangi
aliran darah koroner, memicu serangan iskemia miokard transien
yang menjadi semakin sering seiring dengan semakin
terbatasnya kemampuan aliran darah memenuhi kebutuhan O2
jantung. Iskemia miokard menyebabkan nyeri yang disebut
angina pektoris yang dirasakan di bawah sternum dan sering
menjalar ke bahu kiri dan turun ke lengan kiri. Gejala angina
pektoris kambuh apabila kebutuhan O2 melebihi kemampuan
aliran darah koroner. Nyeri diperkirakan terjadi akibat stimulasi
ujung – ujung saraf di jantung oleh akumulasi asam laktat ketika
jantung melakukan metabolisme anaerob. Iskemia yang
berkaitan dengan serangan serangan angina biasanya sementara
dan reversibel, dapat hilang apabila menggunakan obat
vasodilator seperti nitrogliserin dan istirahat.
b. Tromboembolisme
Plak aterosklerosis yang membesar dapat mengalami ruptur
karena lapisan endotel yang lemah sehingga memicu proses
pembekuan darah. Sel – sel busa akan mengeluarkan zat kimia
yang dapat melemahkan tudung jaringan fibrosa plak dengan

60
mengurai serat – serat jaringan ikatnya. Apabila suatu plak
ruptur melalui endotel, darah terpajan ke kolagen pada tudung
jaringan ikat kaya kolagen plak. Trombosit pada darah kemudian
akan melekat dan membantu proses pembekuan darah. Bekuan
abnormal yang melekat pada dinding pembuluh darah disebut
trombus yang dapat menyumbat total pembuuh darah apabila
membesar. Aliran daarah yang melewati thrombus juga akan
menyebabkan thrombus terlepas dari dinding pembuluh darah
dan mengapung bebas yang kemudian disebut embolus, yang
dapat menyumbat pembuluh darah yang lebih kecil. Melalui
mekanisme tromboembolisme aterosklerosis dapat
menyebabkan oklusi mendadak atau perlahan.
c. Serangan jantung
Ketika pembuluh darah koroner tersumbat total maka akan
segera mati karena tidak adanya pasokan O2 sehingga terjadi
serangan jantung. Serangan jantung dapat tidak terjadi apabila
daerah tersebut dipasok oleh pembuluh darah lain di sekitarnya.
Sirkulasi kolateral ada ketika cabang – cabang terminal kecil dari
pembuluh darah sekitar memasok nutrisi ke daerah yang sama.
Pembuluh darah ini tidak dapat serta merta terbentuk saat terjadi
sumbatan, tetapi dapat menyelamatkan nyawa apabila sudah
lebih dulu terbentuk. Jalur alternatif ini terbentuk apabila
konstriksi aterosklerosis berjalan lambat atau terbentuk karena
kebutuhan jantung yang terus menerus saat olahraga aerobik
yang teratur.

Hubungan Rokok dengan Aterosklerosis


Seseorang yang merokok lebih dari satu pack per hari menjadi dua kali
lebih rentan terkena penyakit aterosklerosis daripada mereka yang tidak
merokok. Hal ini diduga pengaruh nikotin terhadap pelepasan katekolamin
oleh sistem saraf otonom (Brown, 2005). Menghisap rokok dengan kadar
nikotin yang rendah tidak menurunkan risiko ini, namun secara bermakna
akan berkurang apabila berhenti merokok. Belum diketahui secara pasti
bagaimana merokok menyebabkan aterosklerosis, penyebab yang

61
mungkin adalah perangsangan sistem saraf simpatis oleh nikotin,
pergantian O2 di dalam molekul Hb dengan karbon monoksida,
peningkatan daya lekat trombosit dan peningkatan permeabilitas endotel
yang dirangsang oleh unsur pokok yang ada di dalam rokok (Silbernagl,
2006).

Hubungan Hipertensi dengan Aterosklerosis


Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Istilah
tradisional hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan pengaruh
utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskuler. Penderita
hipertensi tidak hanya berisiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi
juga menderita penyakit lain seperti penyakit pembuluh darah (Brown,
2005). Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa individu
dengan hipertensi memiliki banyak plak pada aorta dan arteri koronaria
dibandingkan individu dengan tekanan darah normal pada semua usia dan
kedua jenis kelamin. Kerusakan endotel secara langsung akibat kekuatan
tekanan darah yang dimungkinkan sebagai penyebab, namun hal itu
merupakan area shear yang rendah pada daerah vaskuler dengan aliran
turbulensi lokal dan kontak yang lama antara unsur darah dengan
endotelium yang terlibat (Jawaharlal HB, 2000).
Pada penderita hipertensi akan diproduksi lebih banyak hormon
adrenalin dari medulla adrenal. Pelepasan adrenalin akan mengaktivasi
reseptor beta-adrenergik. Jika reseptor ini diaktivasi, jantung akan
meningkatkan influks kalsium ke sel jantung sehingga denyut jantung
akan meningkat dan berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan
sistolik. Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan hemodinamik
sehingga akan menimbulkan jejas endotel yang merupakan awal dari
aterosklerosis. Penderita hipertensi sering mengalami peningkatan
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor poten dengan
menstimulasi perkembangan miosit sehingga akan memperberat
aterogenesis. Angiotensin II akan berikatan dengan reseptor spesifik
miosit dan akan mengaktivasi fosfolipase C yang dapat meningkatkan
konsentrasi kalsium intraseluler dan kontraksi miosit, serta meningkatkan

62
aktivitas lipoksigenase yang dapat meningkatkan inflamasi dan oksidasi
LDL.

Hubungan Rokok dengan Hipertensi


Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang
terkandung dalam tembakau terutama nikotin yang dapat merangsang
saraf simpatis sehingga memicu kerja jantung lebih cepat sehingga
peredaran darah mengalir lebih cepat dan terjadi penyempitan pembuluh
darah, serta peran karbon monoksida yang dapat menggantikan oksigen
dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
(Sukmana, 2009). Efek akut yang disebabkan oleh merokok antara lain
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dengan adanya
peningkatan kadar hormon epinefrin dan norepinefrin karena aktivasi
sistem saraf simpatis. Banyak penelitian juga mengatakan bahwa efek
jangka panjang dari merokok adalah peningkatan tekanan darah karena
adanya peningkatan zat inflamasi, disfungsi endotel, pembentukan plak,
dan kerusakan vaskular (Gumus et al, 2013).
Seseorang menghisap rokok denyut jantungnya akan meningkat
sampai 30%. Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan dan
merangsang pelepasan adrenalin sehingga kerja jantung lebih cepat dan
kuat, akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah (Departemen Kesehatan,
2009). Nikotin yang ada di dalam rokok dapat mempengaruhi tekanan
darah seseorang, bisa melalui pembentukan plak aterosklerosis efek
langsung nikotin terhadap pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin,
ataupun melalui efek karbon monoksida dalam peningkatan sel darah
merah. Zat-zat kimia dalam rokok dapat merusak lapisan dinding arteri
berupa plak yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang
dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin meningkatkan hormon
epinefrin yang bisa meningkatkan terjadinya penyempitan pembuluh
darah arteri. (Aggie & Herbert, 2012). Karbon monoksida bersifat toksik
yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaanya.
Karbon monoksida juga dapat menimbulkan desaturasi hemoglobin,
menurunkan langsung peredaran oksigen desaturasi hemoglobin,

63
mengganggu pelepasan oksigen dan mempercepat arterosklerosis
(pengapuran dan penebalan pembuluh darah) (Dwiputra, 2014).

Hubungan Aterosklerosis dengan Infark Miokard


Infark miokard dihubungkan dengan terbentuknya plak aterosklerosis
yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah maupun lepasnya plak
aterosklerotik yang akan mengakibatkan obstruksi sehingga terjadi
gangguan pengangkutan oksigen serta hasil metabolisme ke miokard
(Fathoni, 2011). Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen
ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam
fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard (Selwyn, 2005). Jika
obstruksi pembuluh darah terus berlanjut, maka miokard akan mengalami
infark (Mc Cance, 2006).
Aterosklerosis merupakan proses terbentuknya plak yang melibatkan
tunika intima pada arteri yang berukuran sedang sampai besar (Kumar dan
Cannon, 2009). Plak aterosklerosis terdiri dari inti lemak (lipid core),
fibrous cap, dan infiltrasi sel-sel inflamasi (makrofag dan sel limfosit T)
(Michowitz, 2005). Proses ini berlanjut seiring dengan bertambahnya usia
sampai seseorang mengalami suatu serangan iskemik. Disfungsi endotel
akan menyebabkan berkurangnya biovailabilitas endotel terhadap nitric
oxide dan meningkatnya produksi endotelin-1 sehingga hemostasis
vaskuler terganggu dan terjadi peningkatan ekspresi molekul adhesi dan
trombogenesitas (Kumar dan Cannon, 2009). Inflamasi memegang
peranan kunci dalam perkembangan dan komplikasi aterosklerosis.
Proses-proses inflamasi berinteraksi dengan disfungsi endotel
menginisiasi proses progresif dalam dinding arteri, menghasilkan reduksi
atau obstruksi aliran darah menuju otak, jantung, organ intraabdomen,
serta ekstremitas bawah, menyebabkan morbiditas dan mortalitas.
Inflamasi juga menyebabkan rupturnya plak aterosklerosis koroner dan
terjadinya trombosis (Demir, 2014 ;Yang, 2013).
Jika endotel mengalami kerusakan maka sel-sel inflamasi terutama
monosit akan bermigrasi ke subendotel dan kemudian mengalami
diferensisasi menjadi makrofag. Makrofag akan memakan low density
lipoprotein (LDL) yang teroksidasi menjadi sel foam dan akhirnya

64
terbentuk fatty streak, serta akan teraktivasi untuk melepaskan sitokin dan
kemoatraktan (misalnya monocyte chemoattractant protein- 1, Tumor
Necrosis Factor-α (TNF-α), dan interleukin (IL)) yang menarik lebih
banyak makrofag dan sel otot polos dari tunika media bermigrasi ke tunika
intima dan berprolifersi. Makrofag juga akan merangsang terbentuknya
matriks metalloproteinase (MMP) yaitu enzim yang akan menghancurkan
matriks ekstrasel sehingga menyebabkan disrupsi plak. Rasio antara
makrofag dan sel otot polos pembuluh darah berpengaruh terhadap tingkat
kerapuhan plak dan kemungkinan terjadinya ruptur (Kumar dan Cannon,
2009). Pada kondisi ruptur plak aterosklerosis, terjadi proses aktivasi dan
agregasi platelet, pengeluaran trombin, dan pada akhirnya menyebabkan
pembentukan trombus. Adanya trombus akan menyebabkan terganggunya
aliran darah koroner sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen. Kondisi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen yang berat dan persisten akan menyebabkan terjadinya nekrosis
miokardial. Bila terbentuk thrombus yang bersifat oklusif akan terjadi
IMEST, sedangkan bila thrombus yang terbentuk tidak bersifat oklusif
akan terjadi IMNSTE atau APTS (Antman dan Braunwald, 2007, Topol
dan Werf, 2007, Aaronson, 2012).

Gambar 32. Peran Inflamasi dalam Proses Aterosklerosis (Sumber:


Libby P, 2015)

Klasifikasi Lesi Ateroskleosis


Lesi utamanya berbentuk plak menonjol pada tunika intima yang
mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol)
dan ditutupi oleh fibrous cap. Klasifikasi lesi aterosklerotik dapat dibagi
menjadi delapan tipe, yaitu:

65
a. Lesi tipe I
Lesi tipe I adalah lesi aterosklerotik yang dapat diidentifikasi
secara anatomi. Ciri dari lesi ini adalah adanya infiltrasi pada tunika
intima oleh lipid-laden makrofag dari sirkulasi. Komponen dari sel
makrofag mengalami peningkatan pada densitasnya pada lokasi yang
secara anatomis dikenal sebagai lokasi yang sering terdapat lesi
(Antonio M et al, 2007).
b. Lesi tipe II
Lesi tipe II merepresentasikan progresifitas proses patologis dari
lesi tipe I. Lesi tipe II bersifat mikroskopis dan dapat dilakukan
pewarnaan dengan pewarnaan Sudan, yang bereaksi dengan lemak
dalam pembuluh dan akan memberi warna merah pada lesi. Pada lesi
tipe II terdapat peningkatan densitas dari lipid-laden-monositturunan
sel makrofag dan peningkatan jumlah dari limfosit T dan sel otot
polos. Tipe I dan II pada umumnya subklinis, hal ini dikarenakan
minimnya pengaruh terhadap penurunan aliran darah distal atau
peningkatan kejadian iskemik. Lesi tipe II dapat berkembang menjadi
aterosklerosis yang lebih buruk, terutama 11 pada penderita yang
memiliki faktor risiko seperti dislipidemia, hipertensi, diabetes dan
merokok (Antonio M et al, 2007).
c. Lesi tipe III
Lesi tipe III merupakan lesi intermediet atau preatheromatous
pada tahapan aterosklerosis yang ditandai dengan adanya akumulasi
dari deposisi lipid ektraseluler yang disebut lipid core dan sudah
terdapat pada beberapa area, lesi tipe ini dapat berkembang lebih
buruk yang memiliki potensi menyebabkan iskemia (Antonio M et al,
2007).

d. Lesi tipe IV
Lesi tipe IV merupakan lesi atheromatous yang dapat
diidentifikasi dengan adanya lipid ektraseluler, termasuk deposisi
dari kristal kolesterol pada lapisan musculoelastic dari pembuluh
darah yang dipengaruhi juga oleh penebalan lapisan intima.
Akumulasi dari lemak pada area tersebut menyebabkan kelemahan

66
dari dinding arteri yang disebabkan karena adanya perubahan struktur
dari selsel otot polos. Lesi tipe IV sering terdapat penebalan arteri
koronaria pada bifurcatio. Lesi ini umumnya berbentuk bulan sabit
dan tidak dapat diidentifikasi melalui coronary angiography
(Antonio M et al, 2007).
e. Lesi Tipe V
Pada lesi tipe V terdapat deposisi dari kolagen yang terletak pada
lumen dan lipid core. Peningkatan kolagen juga menyebabkan
peningkatan migrasi dari sel otot polos dan deposisi dari lemak. Hal
ini mengarah pada pembentukan fibroatheroma. Plak pada lesi ini
mudah rupture dan berpotensi membentuk suatu trombus yang
menyebabkan sumbatan (Antonio M et al, 2007).
f. Lesi Tipe VI
Mortalitas dan morbiditas pada coronary atherosclerosis sering
dikaitkan dengan lesi tipe VI. Terdapat celah atau robekan pada
permukaan dari lesi hal ini mengakibatkan pembentukan trombus
yang dipengaruhi oleh aktivitas procoagulant lokal dan procoagulant
sistemik. Robekan sering terdapat pada tepi lesi yang ditandai dengan
peningkatan densitas dari makorfag dan sel busa. Sistem enzim
metalloproteinase (kolagen dan gelatinase) yang dihasilkan oleh sel
makrofag juga dapat melemahkan plak. Celah pada plak dapat
menghasilkan trombus pada permukaan lesi yang dipengaruhi faktor
risiko trombogenik seperti peningkatan agregasi platelet, kadar
fibrinogen yang tinggi dan lipoprotein (Antonio M et al, 2007).
g. Lesi Tipe VII
Lesi tipe VII atau advanced atherosclerosis lesion sering terdapat
pada usia lanjut. Deposit kalsium terdapat pada area yang memiliki
sisa dari extracellular lipid, limfosit yang mati, sel otot polos dan
makrofag. Lipid core terbentuk sangat minim, biasanya seluruh lipid
core tergantikan oleh kalsium. Deposisi dari kalsium dapat
menambahkan kekuatan regang dari deformitas vaskular (Antonio M
et al, 2007).
h. Lesi Tipe VIII

67
Lesi tipe VIII merupakan lesi fibrotic dan keterlibatan lemak
pada lesi ini minimal, belum diketahui proses pembentukan dari lesi
fibrotic ini (Antonio M et al, 2007).

Gambar 33. Klasifikasi Lesi Aterosklerosis (Sumber: Antonio M et


al, 2007)

E. Histopatologi Otot Jantung yang Mengalami Infark


a. Terminologi
Infark miokard (MI) mengacu pada kematian jaringan (infark)
otot jantung (miokardium) yang disebabkan oleh iskemia, yaitu
kurangnya suplai oksigen ke jaringan miokard. Penyakit ini adalah
jenis sindrom koroner akut yang menggambarkan perubahan
mendadak atau jangka pendek pada gejala yang berhubungan dengan
aliran darah ke jantung. Infark miokard terjadi ketika ada kematian
sel yang dapat diestimasi dengan mengukur dengan tes darah untuk
biomarker (protein jantung troponin). Berdasarkan hasil EKG, MI
dapat diklasifikasikan sebagai infark miokard elevasi ST (STEMI)
atau infark miokard elevasi Non-ST (NSTEMI).
Frasa "serangan jantung" sering digunakan secara nonspesifik
untuk merujuk pada infark miokard. Meskipun berbeda, MI dapat
menyebabkan serangan jantung, yaitu ketika kontraksi jantung sangat
buruk atau tidak ada sama sekali sehingga semua organ vital berhenti
berfungsi. MI juga berbeda dengan gagal jantung, yaitu ketika aksi

68
pemompaan jantung terganggu. Namun, MI juga dapat menyebabkan
gagal jantung.

Gambar 34. Infark Posteroinferior


b. Mekanisme
Jika gangguan aliran darah ke jantung berlangsung cukup lama,
akan timbul kaskade iskemik: sel-sel jantung di wilayah arteri
koroner yang tersumbat mati (infark), terutama melalui nekrosis) dan
tidak tumbuh kembali. Hal ini ditandai dengan bekas luka kolagen.
Ketika arteri tersumbat, sel kekurangan oksigen yang dibutuhkan
untuk memproduksi ATP di mitokondria untuk untuk pemeliharaan
keseimbangan elektrolit, khususnya melalui ATPase Na/K. Hal ini
menyebabkan kaskade iskemik berupa perubahan intraseluler,
nekrosis, dan apoptosis sel yang terkena infark.
Sel di bawah permukaan bagian dalam jantung (endokardium)
paling rentan terhadap kerusakan. Iskemia pertama-pertama akan
menyerang area subendokard. Jaringan mulai mati dalam waktu
15-30 menit setelah kehilangan suplai darah. Lalu, jaringan mati
dikelilingi oleh zona iskemia reversibel yang dapat berkembang
menjadi infark transmural berketebalan penuh. "Gelombang" awal
infark dapat berlangsung selama 3–4 jam. Perubahan ini akan terlihat
dengan kasat mata dan tidak tergantung dengan ada atau tidaknya
gelombang Q pada EKG. Posisi, ukuran, dan luasnya infark
tergantung pada arteri yang terkena, totalitas dan durasi penyumbatan,

69
adanya pembuluh darah kolateral, kebutuhan oksigen, dan
keberhasilan prosedur intervensi.
Luka dan kematian jaringan miokard dapat mengubah jalur
konduksi normal jantung dan melemahkan area yang terkena. Dengan
demikian, seseorang berisiko mengalami irama jantung abnormal
(aritmia) atau penyumbatan jantung, aneurisma (pembengkakkan
akibat dinding lemah) ventrikel jantung, radang dinding jantung
setelah infark, dan pecahnya dinding jantung.
Cedera pada miokardium juga dapat terjadi selama reperfusi
(suplai darah kembali tersedia setelah iskemia) yang mungkin
bermanifestasi sebagai aritmia ventrikel. Cedera reperfusi merupakan
konsekuensi pengambilan kalsium dan natrium dari sel jantung dan
pelepasan radikal oksigen selama reperfusi. Fenomena tidak adanya
aliran balik (ketika darah masih tidak dapat didistribusikan ke
miokardium yang terkena meskipun oklusi telah dibersihkan) juga
berkontribusi pada cedera miokard. Pembengkakan endotel topikal
(langsung) adalah salah satu dari banyak faktor yang berkontribusi
terhadap fenomena ini.

c. Histopatologi Otot Jantung Berinfark


Diagnosis infark miokard dibuat dengan mengintegrasikan
riwayat penyakit yang muncul dan pemeriksaan fisik dengan temuan
elektrokardiogram dan penanda jantung (tes darah untuk kerusakan
sel otot jantung). Angiogram koroner memungkinkan visualisasi
penyempitan atau penghalang pada pembuluh jantung, dan tindakan
terapeutik dapat segera dilakukan. Pada otopsi, ahli patologi dapat
mendiagnosis infark miokard berdasarkan temuan anatomi patologi.
d. Penanda Jantung

70
Gambar 35. Penanda Jantung

Penanda jantung atau enzim jantung adalah protein yang bocor


dari sel miokard yang terluka melalui membran sel yang rusak ke
dalam aliran darah. Sampai 1980-an, enzim SGOT dan LDH
digunakan untuk menilai cedera jantung. Sekarang, penanda yang
paling banyak digunakan dalam mendeteksi MI adalah subtipe MB
dari enzim kreatin kinase dan troponin jantung T dan I karena lebih
spesifik untuk cedera miokard. Troponin T dan I jantung yang
dilepaskan dalam 4-6 jam setelah serangan MI dan tetap tinggi hingga
2 minggu, memiliki spesifisitas jaringan yang hampir lengkap dan
sekarang menjadi penanda yang disukai untuk menilai kerusakan
miokard. Protein pengikat asam lemak tipe jantung adalah penanda
lain, digunakan di beberapa alat tes rumahan. Peningkatan troponin
dalam pengaturan nyeri dada dapat secara akurat memprediksi
kemungkinan tinggi infark miokard dalam waktu dekat. Penanda baru
seperti glikogen fosforilase isoenzim BB sedang diselidiki.
Diagnosis infark miokard membutuhkan dua dari tiga komponen
(riwayat, EKG, dan enzim). Ketika kerusakan pada jantung terjadi,
tingkat penanda jantung meningkat dari waktu ke waktu, itulah
mengapa tes darah untuk mereka dilakukan selama periode 24 jam.
Karena kadar enzim ini tidak meningkat segera setelah serangan
jantung, pasien dengan nyeri dada umumnya dirawat dengan asumsi

71
bahwa infark miokard telah terjadi dan kemudian dievaluasi untuk
diagnosis yang lebih tepat.

e. Data Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi jantung dapat mengungkapkan infark
pada otopsi. Di bawah mikroskop, infark miokard muncul sebagai
daerah iskemik, nekrosis koagulatif terbatas (kematian sel). Pada
pemeriksaan kasar, infark tidak dapat diidentifikasi dalam 12 jam
pertama.
Meskipun perubahan sebelumnya dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop elektron, salah satu perubahan paling awal
di bawah mikroskop normal disebut serat bergelombang.
Selanjutnya, sitoplasma miosit menjadi lebih eosinofilik (merah
muda) dan sel-sel kehilangan garis transversalnya, dengan perubahan
khas dan akhirnya kehilangan inti sel. Interstitium di tepi area infark
awalnya diinfiltrasi dengan neutrofil, kemudian dengan limfosit dan
makrofag, yang memfagositosis ("memakan") puing-puing miosit.
Area nekrotik dikelilingi dan secara progresif diserang oleh jaringan
granulasi, yang akan menggantikan infark dengan bekas luka fibrosa
(kolagen) (yang merupakan langkah khas dalam penyembuhan luka).
Ruang interstitial (ruang antara sel-sel di luar pembuluh darah) dapat
disusupi oleh sel darah merah.
Ciri-ciri ini dapat dikenali dalam kasus dimana perfusi tidak
pulih; infark reperfusi dapat memiliki ciri lain, seperti nekrosis pita
kontraksi.
Tabel ini memberikan gambaran histopatologi yang terlihat pada
infark miokard pada saat setelah obstruksi.

Parameter Individu

72
Tabel 8. Parameter Individu

Myocardial
histologic Earliest Full Decrease/di
parameters manifest developme sappearanc Image
(HE ation nt e
staining)

Stretched/wa 1–2 h
vy fibres

Coagulative 1–3 h 1–3 days; > 3 days:


necrosis: cytoplasmic disintegratio
cytoplasmic hypereosino n
hypereosinop philia and
hilia loss of
striations

Interstitial 4–12 h
edema

Coagulative 12–24 1–3 days Depends on


necrosis: (pyknosis (loss of size of
‘nuclear , nuclei) infarction
changes’ karyorrhe
xis)

73
Neutrophil 12–24 h 1–3 days 5–7 days
infiltration

Karyorrhexis 1.5–2 3–5 days


of neutrophils days

Macrophages 3–5 days 5–10 days 10 days to 2


and (including months
lymphocytes ‘siderophag
es’)

Vessel/endot 5–10 10 days–4 4 weeks:


helial days weeks disappearan
sprouts* ce of
capillaries;
some large
dilated
vessels
persist

Fibroblast 5–10 2–4 weeks After 4


and young days weeks;
collagen* depends on
size of
infarction;

74
Dense 4 weeks 2–3 months No
fibrosis

Gambar 36. Miokard Infark

F. Patofisiologi Miokard Infark dan Aterosklerosis


Infark Miokard Akut
1. Patogenesis
Dalam pemeriksaannya, infark miokard akut hampir selalu
ditunjukkan dengan aterosklerosi koronaria parah dan adanya oklusi
trombotik pada salah satu pembuluh darah. Terkadang dapat terjadi
‘kematian iskemik mendadak’ satu jam atau lebih setelah timbulnya
gejala, tetapi infark yang sesungguhnya belum berkembang. Hal tersebut
dapat terjadi karena fibrilasi ventrikular atau terdapat lesi obstruktif pada
pasien. Bercak ateromatosa yang terlihat stabil bisa tiba-tiba mengalami
trombosis dan oklusi disebabkan oleh kelainan akut berupa muncul bercak
khusus yang kaya akan lipid dan dengan jumlah otot polos serta
penyokong fibrosa yang rendah mengalami retak dan pecah. Lipid dan
struktur subendotel yang terbuka memicu agregasi platelet dan trombosis
secara besar-besaran.

75
Bahkan, pada beberapa kasus tidak ditemukan ateroma yang kuat pada
aniogram atau pada pemeriksaan postmoterm. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena terdapat vasospasme parah atau pembekuan darah yang
abnormal. Proses infark pada umumnya terjadi ketika jaringan mengalami
periode anoksia dan kemudian terjadi kerusakan yang irreversible serta
diikuti dengan penyembuhan luka dan pengaturan jaringan bekas luka.
Jaringan luka tidak akan memenuhi fungsi dari jaringan semula dan pada
jantung jaringan ini akan menjadi non-kontraktil. Area infark akan
menjadi kaku, kurang terarah, dan menyebabkan beberapa hal potensial,
yaitu :
a. Kontraktilitas mengalami penurunan sehingga kemampuan ejeksi
ikut mengalami penurunan (contoh : kegagalan sistolik)
b. Elastisitas mengalami penurunan sehingga kemampuan pengisian
ikut mengalami penurunan (contoh : kegagalan diastolik)
c. Konduktivitas mengalami penurunan sehingga menyebabkan aritmia
Setiap kasus dapat berbeda tergantung ukuran area miokardium
dengan pembuluh darah coroner yang mengalami penyumbatan. Dilatasi
pada pembuluh yang berdekatan oleh autoregulasi dapat melindungi area
yang berdekatan dengan inti iskemik dari anoksia menyeluruh, sehingga
dapat membatasi ukuran infark. Namun, jika hal tersebut berulang kali
terjadi dalam periode yang panjang, akan menyebabkan meluasnya
‘fibrosis yang tidak sempurna’ dan bahkan gagal ginjal. Penyumbatan
pada arteriola yang besar akan menyebabkan manifestasi klasik infark
miokard. Jika kerusakan area tidak terlalu besar, maka akan ada
kemungkinan pasien dapat bertahan dengan derajat gagal jantung
permanen.
Infark miokard yang paling parah akan menimbulkan kemungkinan
keterlibatan salah satu dari arteri coroner utama (biasanya pada anterior
kiri yang menurun) menyebabkan terjadinya infark anterior. Kematian
kemungkinan terjadi apabila kerusakan ventrikel kiri mencapai lebih dari
50%. Faktor penting yang dapat menentukan hasilnya yaitu seberapa baik
pengembangan pembuluh koroner kolateral pasien dan faktor lainnya
adalah seberapa banyak jaringan konduksi yang terlibat. Konduksi yang
melewati seluruh miokardium diperlukan untuk kontraksi terkoordinasi

76
normal dan otot iskemik dapat terjadi secara tidak teratur. Selain itu,
kerusakan iskemik terhadap jaringan nodal atau jalur nervus dapat
menyebabkan efek tidak seimbang karena aritmia yang terjadi dapat
membahayakan keseluruhan fungsi jantung (Greene dan Harris, 2008).

2. Patofisiologi
Infark miokard akut terjadi saat iskemia miokard yang terlokalisasi
menyebabkan perkembangan suatu regio nekrosis dengan batas yang jelas.
Infark miokard paling sering disebabkan oleh ruptur lesi aterosklerosis
pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyumbat arteri, sehingga menghentikan atau mengurangi pasokan
darah ke jantung (Aaronson dan Ward, 2013). Infark miokard akut terjadi
ketika ada perubahan iskemik abnormal miokardium yang disebabkan oleh
ketidakmampuan perfusi koroner memenuhi permintaan kontraktil
miokard. Pada tahun 2012, Joint Task Force of the European Society of
Cardiology, American College of Cardiology Foundation, American Heart
Association, dan Federasi Kesehatan Dunia (ESC/ACCF/AHA/WHF)
mendefinisikan ulang infark miokard sebagai kenaikan dan atau
penurunan biomarker jantung dengan setidaknya satu nilai di atas persentil
ke-99 dari batas referensi tertinggi.
Studi yang dilakukan oleh DeWood dan koleganya menunjukkan
bahwa trombosis koroner merupakan kejadian kritikal yang menyebabkan
infark miokard akut. Dari semua pasien yang menunjukkan gejala dengan
onset 4 jam dengan bukti EKG Infark Miokard transmural, angiografi
koroner menunjukkan bahwa 87% pasien memiliki oklusi trombotik
komplet pada arteri yang terkena infark. Insiden oklusi total turun menjadi
65% pada 12-24 jam setelah onset gejala akibat fibrinolisis spontan.
Ditemukan trombus yang masih baru pada bagian atas bercak yang
mengalami ruptur pada arteri yang terkena infark pada pasien yang
meningal akibat infark miokard (Aaronson dan Ward, 2013). Bercak pada
pembuluh darah koroner yang mengalami ruptur biasanya berukuran kecil
dan non-obstruktif dengan inti yang banyak mengandung lipid dan ditutupi
oleh selubung fibrosa. Bercak ini biasanya banyak mengandung makrofag
dan limfosit-T yang dapat melepaskan metaloprotease dan sitokin yang

77
melemahkan selubung fibrosa yang menyebabkan bercak mudah robek
dan mengalami erosi karena adanya tekanan dari aliran darah.
Bercak yang ruptur memicu terjadinya agregasi trombosit dan
membentuk trombus di pembuluh darah yang dilewatinya. Pasien yang
mengalami iskemia dalam waktu yang lama dan berat menyebabkan
terbentuknya regio nekrosis di dinding miokard. Zona nekrosis ini dapat
tetap reversibel dengan bantuan reperfusi. Zona yang mengalami infark
ataupun yang tidak akan mengalami perubahan progresif dalam hitungan
jam, hari, dan minggu setelah trombosis koroner. Antara 4 sampai 12 jam
setelah terjadinya kematian sel miokard akan terjadi nekrosis koagulasi
dan setelah 18 jam neutrofil memasuki zona infark dengan jumlah yang
mencapai puncak pada setelah hari kelima, kemudian menurun. Hal ini
menyebabkan miokardium menjadi kaku. Miokard yang kaku akan
melunak pada hari ke 4 sampai 7, dan beresiko mengalami ruptur kembali
selama 2 minggu pertama. Jaringan granulasi kemudian memasuki zona
infark dan mengalami maturasi secara progresif mengubah jaringan mati
menjadi jaringan parut. Setelah 2-3 bulan, infark sembuh dengan dinding
ventrikel yang non- kontraksi, menipis, mengeras, dan berwarna abu-abu
pucat (Aaronson dan Ward, 2013).

3. Faktor Resiko
Faktor resiko pada miokard akut terbagi menjadi dua, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang tidak dapat diubah.
a. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Diubah
 Usia
Sindrom coroner akut biasanya terjadi pada pasien dengan
usia di atas 40 tahun dengan Batasan 40-45 tahun dikategorikan
sebagai ‘pasien usia muda’. Walaupun inferk miokard akut
memiliki insidensi yang rendah pada usia muda, tetap terdapat
kemungkinan kejadian pasien dengan usia lebih rendah dari 40
tahun (William, 2007).

 Riwayat Keluarga

78
Survei epidemiologis menunjukkan terdapat predisposisi
familial pada penyakit jantung. Sebagian besar hal ini disebabkan
karena banyaknya faktor resiko seperti hipertensi (Aaranson &
Ward, 2010). Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami
penyakit jantung coroner sebelum usia 70 tahun menjadi faktor
resiko mandiri untuk kejadi penyakit jantung coroner setelahnya.
Agregasi keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada
keadaan onset penderita penyakit jantung coroner pada keluarga
dekat (Kasuari, 2002).
 Jenis Kelamin
Menurut beberapa studi observasional, wanita
premanopause memiliki kemungkinan yang jauh lebih jarang
terkena penyakit jantung dibandingkan pria. Namun, setelah
menopause resikonya akan meningkat karena peran dari
esterogen. Kerja esterogen sebagai antioksidan dapat
menurunkan LDL dan meningkatkan HDL, serta aktivitas oksida
nitrat sintase yang dapat menyebabkan vasodilatasi (Fanci, et al.
2008).

b. Faktor Resiko yang Dapat Diubah


 Hipertensi
Hipertensi dapat memicu terjadinya aterogenesis dengan
merusak endotel dan menyebabkan efek berbahaya lainnya pada
dinding arteri besar. Semakin tinggi beban kerja jantung,
ditambah dengan peningkatan pada arteri, sehingga dapat
menyebabkan penebalan dinding ventrikel kiri yang merupakan
tanda adanya kerusakan kardiovaskular yang lebih serius.
 Dislipidemia
Merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang ditandai
dengan adanya kadar abnormal pada satu atau lebih lipoprotein di
mana kadar LDL yang tinggi di dalam plasma. LDL dapat
menyebabkan aterosklerosis karena dapat dikonversikan menjadi
bentuk teroksidasi yang bersifat merusak dinding vaskuler
(Aaranson & Ward, 2010).

79
 Merokok
Merokok dengan menggunakan tembakau dapat
menurunkan kadar HDL, meningkatkan koagulabilitas darah,
serta merusak endotel dan memicu aterosklerosis sehingga dapat
menyebabkan penyakit pada jantung. Nikotin juga dapat
menginduksi stimulasi jantung dan menurunkan kapasitas darah
yang mengangkut oksigen dengan menggunakan mediasi karbon
monoksida. Bersamaan dengan peningkatan kejadian spasme
coroner, efek ini juga menentukan tingkat terjadinya iskemik
jantung dan infark miokard (Aaranson & Ward, 2010).
 Obesitas
Meskipun obesitas tidak dianggap sebagai penyakit, tetapi
tetap terkait dengan peningkatan prevalensi hipertensi,
intoleransi glukosa, serta aterosklerosis. Pasien obesistas juga
memiliki kelainan kardiovaskular yang ditandai dengan
peningkatan volume total darah, cardiac output, dan tekanan
pengisian ventrikel kiri (Fauci, et al, 2008).
 Diabetes Mellitus
Diabetes merupakan faktor resiko utama dari beragam
penyakit, termauk infark miokard yang disebakan oleh
keterkaitan yang dimiliki antara kardiovaskular dan resistensi
insulin sehingga seseorang yang memiliki diabetes mellitus
memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terkena infark
miokard.

4. Komplikasi
Komplikasi pada infark miokard aku yaitu:
a. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran,
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.
Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark,

80
dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering
terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik
pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
c. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan
90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang
menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri coroner
multivesel.
d. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali)
dengan atau tanpa hipotensi.
e. Aritmia Paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan
sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan
konduksi di zona iskemi miokard.
f. Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat
beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien
STEMI.
g. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel
Takikardia dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya
aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.
h. Fibrilasi Atrium
i. Aritmia Supraventrikular
j. Asistol Ventrikel
k. Bradiaritmia dan Blok
l. Komplikasi Mekanik

81
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur
dinding ventrikel.

5. Penanganan dan Pencegahan


Seorang individu yang mengalami infark miokard akut diharuskan
untuk segera berhenti melakukan aktivitas yang sedang dilakukan dan
langsung menghubungi rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pertolongan. Tindakan yang dapat dilakukan di rumah sakit meliputi PCI
(percutaneous coronary intervention) atau angioplasti serta pemberian
obat-obatan untuk meringankan kerja jantung dan menyelamatkan otot
jantung.
Keberhasilan dalam menanganani infark miokard akut sangat
tergantung pada waktu. Semakin cepat penanganan diberikan, semakin
besar kemungkinan jantung untuk diselamatkan. Sebaliknya jika
penanganan terlambat, kerusakan otot jantung bisa meluas dan berujung
pada gagal jantung atau bahkan kematian.
Infark miokard akut dapat dicegah dengan menerapkan gaya hidup
yang sehat. Salah satunya dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang dan menghindari konsumsi makanan tinggi kalori, tinggi lemak,
dan tinggi gula. Menghentikan kebiasaan merogkok serta mulai
menerapkan aktivitas olahraga di kehidupan sehari-hari juga dapat
membantu mencegah infark miokard. Jika terjadi gejala nyeri dada yang
tidak kunjung membaik dan disertai gejala lain yang mengarah ke infark
miokard akut, diharuskan untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit
agar bisa mendapat penanganan secepatnya.

Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan penyakit yang kerap dihubungkan dengan
gangguan pada metabolisme lemak yang menyebabkan arteri lebih besar dan
penebalan atau pengerasan pada dindingnya. Lalu seiring dengan
berkembangnya waktu, terdapat pula pemahaman bahwa terdapat peranan
inflamasi dalam patogenesis aterosklerosis sehingga aterosklerosis dianggap
sebagai penyakit radang akibat adanya interaksi kompleks antara leukosit
trombosit dan sel-sel dari dinding pembuluh darah. Ateroksklerosis akan

82
ditandai dengan tersembutnya arteriakibat penumpukan bercak kolestrol yang
menghambat aliran darah menuju organ-organ tubuh. Arteri merupakan
pembuluh darah yang akan mengalirkan oksigen dan nutrisi ke berbagai bagian
tubuh, karena itulah, walaupun awalnya aterosklerosis tidak menumbulkan
gejala, tetapi gejala akan berangsur muncul karena aliran darah menuju organ
dan jaringan menjadi terhambat.
1. Patogenesis
Sebelumnya, terdapat dua hipotesis yang menjelaskan penyebab
aterosklerosis, yaitu hipotesis proliferasi sel di dalam intima dan hipotesis
organisasi serta pembentukan trombi berulang-ulang. Saat ini konsep
patogenesis aterosklerosis yang digunakan adalah hipotesis respons
terhadap cedera yang merupakan gabungan dari dua hipotesis sebelumnya.
Dalam hipotesis ini ditunjukkan bahwa aterosklerosis merupakan suatu
respons radang kronik dinding arteri yang dipicu oleh cedera pada endotel.
Dalam aterosklerosis, cedera ini dapat disebabkan oleh kebiasaan
merokok, hipertensi, diabetes melitus, faktor genetik, konsentrasi plasma
homosistein yang meningkat, infeksi mikroorganisme, dan kombinasi dari
faktor-faktor tersebut.
Cedera endotel yang berinteraksi dengan lipoprotein termodifikasi,
makrofag, limfosit T, dan kandungan seluler normal dinding arteri akan
membentuk lesi (ateroma) yang progresif. Lesi yang progresif akan terus
berubah menjadi lebih besar dan dapat menimbulkan bercak. Bercak ini
kemudian akan menonjol ke dalam dan menutupi lumen pembuluh darah
sehingga melemahkan tunika media di bawahnya. Semakin banyak bercak
ateroma yang timbul, dinding arteri lama-kelamaan akan menjadi keras
dan kehilangan sifat elastis pada dindingnya.
Pembentukan bercak ini diawali dengan fatty streak. Fatty streak
biasanya merupakan wujud bintik pipih berwarna kuning, multipel,
berdiameter < 1mm, dan telah terbentuk semenjak usia dini serta paling
sering pada dekade pertama kehidupan. Fatty streak terdiri atas sel
makrofag serta sel otot polos yang menganduk lemak dan dapat
membentuk sel busa. Fatty streak tidak menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah sehingga tidak semua fatty streak akan berkembang

83
menjadi bercak ateroma. Namun, fatty streak merupakan prekursor dari
bercak ateroma yang merupakan proses utama terjadinya aterosklerosis.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diuraikan jika mekanisme
terjadinya arterosklerosis adalah :
 Cedera endotel kronik menyebabkan disfungsi endotel yang awalnya
tidak memberikan gejala. Cedera ini akan menurunkan nitrik oksida
(NO) yang akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan
adhesi leukosit serta memiliki potensi trombotik.
 Proses oksidasi akan mengakumulasi lipoprotein pada pembuluh
darah (terutama LDL) dan modifikasi lipoprotein pada lesi. Pada awal
aterogenesis, ekspresi sel endotel melalui ICAM-I (intercellular
adhesion mollecul-I) akan berikatan dengan berbagai macam
leukosit, seperti VCAM-I (vascular adhesion mollecul-I) yang
berikatan dengan monosit dan limfosit T.
 Saat monosit melekat pada endotel, monosit akan beremigrasi dan
masuk ke dalam tunika intima serta mengalami tranformasi menjadi
makrofag akibat rangsangan oleh kemokin. Makrofag akan mencerna
LDL serta memproduksi IL-1 (interleukin-1) dan TNF (tumor
necrosis factor) yang akan meningkatkan adhesi leukosit. Makrofag
akan menggerakkan kemokin dan merekrut lebih banyak leukosit ke
dalam bercak atheroma.
 Makrofag akan menghasilkan oksigen toksik yang menyebabkan
oksidasi pada LDL. Oksidasi progresif pada LDL akan masuk ke
dalam makrofag dan memudahkan penimbunan ester kolestrol yang
membentuk sel busa. Fatty streak yang terdiri monosit lipid pun
terbentuk. Proses radang akan merangsang migrasi dan poliferasi sel
otot polos pembuluh darah untuk membentuk bercak ateroma. Jika
radang tidak efektif untuk melawan agen penyerang, radang akan
terus berlangsung dan merekrut lebih banyak sel-sel makrofag,
limfosit, dan trombosit. Adhesi trombosit dan pelepasan faktor-faktor
activated platelets, ma- krofag, atau sel-sel pembuluh darah,
menyebabkan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media masuk ke
dalam tunika intima. Proliferasi sel-sel otot pada tunika intima dan
matriks ekstrasel mengakibatkan akumulasi kolagen dan

84
proteoglikan, mengubah fatty streak menjadi suatu ateroma fibrofatty
yang matang dan menyo- kong pertumbuhan lesi aterosklerotik yang
progresif.
 Fatty streaks yang progresif ber- kembang menjadi lesi sedang dan
lanjut, kemudian akan membentuk fibrous cap yang berbatasan
dengan lumen pembuluh darah. Fibrous cap menutupi campuran dari
lekosit, lemak dan debris seluler yang membentuk suatu pusat
nekrotik. Makrofag pada daerah lesi akan menghasilkan meta
proteinase, yang memiliki efek dalam lisis matriks ekstraseluler.
Sintesis kolagen dihambat oleh TNF-á yang disekresi oleh sel T. Hal
ini menyebabkan rentannya fibrous cap mengalami ruptur.
Kerusakan dari fibrous capakan menyebabkan terekspos nya kolagen
dan lipid terhadap aliran darah, yang kemudian akan mengaktivasi
adhesi platelet dan pembentukan bekuan darah.

Gambar 37. Patofisiologi Aterosklerosis

85
Gambar 38. Patofisiologi Aterosklerosis

Sehingga dapat disimpulkan bahwa aterosklorosis walaupun


belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi cedera endotel yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor merupakan penyebab utama dari
aterosklerosis. Faktor-faktor tersebut berupa kebiasaan merokok,
hipertensi, diabetes melitus, faktor genetik, konsentrasi plasma
homosistein yang meningkat, infeksi mikroorganisme, dan kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Cedera endotel yang menyebabkan
disfungsi akan memicu peradangan. Proses radang akan merangsang
sel otot polos pembuluh darah hingga terbentuk bercak ateroma.
Bercak ateroma akan menonjol ke dalam dan menutupi lumen
pembuluh darah sehingga arteri akan menyempit dan mengeras.

86
Gambar 39. Fase-fase pada Aterosklerosis

2. Gejala
Gejala dari aterosklerosis dapat berbeda tergantung organ apa yang
terkena penyakit tersebut.
a. Aterosklerosis pada jantung
Aterosklerosis pada jantung bisa menyebabkan penyakit jantung
koroner dan serangan jantung. Kedua gangguan tersebut memiliki
sejumlah gejala yang serupa, yaitu:
 Nyeri dada seperti ditekan atau diremas (angina).
 Nyeri atau tekanan pada pundak, lengan, rahang, atau punggung.
 Gangguan irama jantung (aritmia).
 Sesak napas, berkeringat, dan gelisah.
b. Aterosklerosis pada tungkai
Aterosklerosis pada area tungkai kaki maupun lengan bisa
menyebabkan penyakit arteri perifer. Gangguan ini ditandai dengan
gejala-gejala sebagai berikut:
 Nyeri, kram, hingga mati rasa pada area lengan maupun tungkai.
 Nyeri saat berjalan dan mereda setelah beristirahat (klaudikasio
intermiten).
 Tungkai bagian bawah terasa dingin.
 Luka di jempol, telapak, atau kaki tak kunjung sembuh.

87
c. Aterosklerosis pada otak
Bila terjadi pada pembuluh darah di otak, aterosklerosis bisa
menyebabkan stroke yang ditandai dengan gejala berupa:
 Mati rasa hingga lumpuh pada salah satu sisi wajah, lengan, atau
tungkai.
 Kebingungan dan sulit untuk dapat berbicara dengan jelas.
 Kehilangan penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata.
 Kehilangan koordinasi dan keseimbangan.
 Pusing dan sakit kepala berat.
 Sulit bernapas dan kehilangan kesadaran.
d. Aterosklerosis pada ginjal
Penumpukan bercak pada pembuluh arteri di ginjal dapat
menyebabkan gagal ginjal. Gangguan ini bisa dikenali dari sejumlah
gejala, seperti:
 Jarang buang air kecil.
 Terus menerus merasa mual.
 Merasa sangat lelah dan mengantuk.
 Tungkai membengkak.
 Bingung dan sulit berkonsentrasi.
 Sesak napas dan dada terasa nyeri.

3. Komplikasi
Komplikasi awal dari aterosklerosis merupakan disfungsi dari endotel
sehingga endotel tidak dapat bekerja secara maksimal. Jika terus dibiarkan
tanpa pengobatan, bercak-bercak ateroma akan mengalami komplikasi
berupa :
a. Ruptur fokal
b. Ulserasi
c. Erosi fokal permukaan lumen
d. Perdarahan ke dalam bercak
e. Trombosis yang dapat menyebabkan penutupan arteri sebagian atau
secara total
f. Dilatasi aneurisma

88
4. Penanganan
Dalam proses menangani aterosklerosis dilakukan tiga hal utama,
yaitu mengubah gaya hidup, menggunakan obat-obatan, dan prosedur
medis.
a. Mengubah Gaya Hidup
 Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat merupakan hal utama
yang harus dilakukan. Perubahan gaya hidup ini dapat dilakukan
dengan cara membiasakan diri untuk berolahraga, menghindari
stress berlebih, serta mengurangi makanan yang banyak
mengandung kolestrol.
b. Obat-obatan
 Obat-obatan untuk mencegah penggumpalan darah.
 Obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah.
 Obat penurun kadar kolesterol
 Obat untuk mencegah penyempitan arteri.
 Obat-obatan untuk mengendalikan kondisi medis yang bisa
menyebabkan aterosklerosis.
c. Prosedur Medis
 Pemasangan ring (stent) dan angioplasty
Prosedur ini digunakan untuk membuka penyumbatan atau
penyempitan arteri, kemudian memasang tabung kecil di sana
agar aliran darah kembali lancar.
 Terapi fibrinolitik
Terapi ini dilakukan untuk mengatasi penyumbatan arteri
akibat pembekuan darah, dengan memberikan obat pelarut atau
pemecah gumpalan darah.
 Operasi bypass
Prosedur ini dilakukan untuk mengatasi penyumbatan atau
penyempitan arteri dengan cara memintas pembuluh darah yang
tersumbat, menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh lain
atau selang berbahan sintetis.

 Endarterektomi

89
Prosedur ini dilakukan untuk membuang tumpukan lemak
pada dinding arteri yang menyempit. Biasanya, prosedur ini
dilakukan pada arteri leher.
 Arterektomi
Prosedur ini digunakan untuk membuang bercak dari arteri,
menggunakan kateter berpisau tajam di salah satu ujungnya.

5. Pencegahan
Aterosklerosis dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat.
Cara yang bisa dilakukan antara lain:
a. Melakukan pola makan sehat dengan gizi seimbang yang kaya serat
dan karbohidrat kompleks, serta rendah kolesterol.
b. Menghindari atau membatasi konsumsi minuman beralkohol.
c. Berolahraga selama 30 menit per hari, setidaknya 5 hari dalam
seminggu.
d. Berhenti merokok.
e. Menjaga berat badan dalam rentang ideal.
f. Mengelola stress dengan baik.
g. Tidur yang cukup.

90
IX. KERANGKA KONSEP

91
X. KESIMPULAN
Tuan Infak, 55 tahun, seorang perokok aktif yang memiliki riwayat hipertensi lama
mengalami gejala nyeri pada dada dan lengan kiri, keringat dingin, mual, dan muntah
akibat dari infark miokard posteroinferior dan gangguan sistem konduksi yang
disebabkan oleh penyumbatan pada arteria coronaria dextra.

92
DAFTAR PUSTAKA
Arackal, Anita. 2020. Heart Histology. United State of America: StatPearls Publishing
LLC.

Bolooki HM, Askari A (August 2010). "Acute Myocardial Infarction".


www.clevelandclinicmeded.com. Archived from the original on 28 April 2017.
Retrieved 24 May 2017.

Bornstein AB, Rao SS, Marwaha K. Left Ventricular Hypertrophy. [Updated 2020 Aug
10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557534/

Candrawati, Susiana. 2011. HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN


MENINGKATKAN UMUR HARAPAN HIDUP. Sport and Fitness Journal. 1(1).

Crumbie, Lorenzo; Mytilinaios, Dimitrios. 2020. Heart Histology. Jerman: Kenhub.


Diambil dari Heart histology: Cells and layers | Kenhub.

Diakses pada Selasa, 29 Desember 2020 pada laman


https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/395b003f02774b13ac1847f2aa239
e7a.pdf

Diakses pada Selasa, 29 Desember 2020 pada laman


http://eprints.umm.ac.id/41244/3/jiptummpp-gdl-edofajrinr-47038-3-bab2.pdf

Dorland. 2020. Kamus Saku Kedokteran Dorland, edisi Indonesia ke-30. Indonesia:
Elsevier.

Eroschenko, Victor P. 2013. Difiore’s Atlas of Histology With Functional Correlation,


12th Ed. United State of America: Lippincott Williams & Wilkins/Wolter Kluwer
Healt Inc.

Fenton, D. E., 2009. Myocardial infarction. Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/759321-overview

93
Guo, Zongsheng et al. 2015. Impact of Cardiogenic Vomiting in Patients with STEMI :
A Study From China. Med Sci Monit : Volume 21 Halaman 3792-3797. Diakses
29 Desember 2020

Handayani, A., 2017. Sistem Konduksi Jantung. Buletin Farmatera, 2(3), pp.116-1

Hansen, J. 2017. Netter's Clinical Anatomy E-Book. Philadelphia: Elsevier.

Haryanto, Budi. 2018. Percutaneous Coronary Intervention. Pusat Jantung Nasional


Harapan Kita. Diakses melalui:
https://pjnhk.go.id/artikel/percutaneous-coronary-intervention-pci#:~:text=PCI%
20adalah%20prosedur%20intervensi%20non,oleh%20proses%20aterosklerosis%
20atau%20trombosis.

Hill, Mark. 2020. Embryology Cardiovascular System - Heart Histology. Diambil


https://embryology.med.unsw.edu.au/embryology/index.php/Cardiovascular_Sys
tem_-_Heart_Histology

Jacob Fog Bentzon, Erling Falk. Chapter 47 - Atherosclerosis, Vulnerable Plaques, and
Acute Coronary Syndromes, Editor(s): Geoffrey S. Ginsburg, Huntington F.
Willard, Genomic and Personalized Medicine (Second Edition), Academic Press,
2013, Pages 530-539, ISBN 9780123822277,
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-382227-7.00047-1.
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780123822277000471)

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online

Katarzyna Michaud, Cristina Basso, Giulia d’Amati, Carla Giordano, Ivana Kholová,
Stephen D. Preston, Stefania Rizzo, Sara Sabatasso, Mary N. Sheppard, Aryan
Vink, Allard C. van der Wal & on behalf of the Association for European
Cardiovascular Pathology (AECVP) - (2019). "Diagnosis of myocardial infarction
at autopsy: AECVP reappraisal in the light of the current clinical classification".

94
Virchows Archiv. DOI:10.1007/s00428-019-02662-1. ISSN 0945-6317. "This
article is distributed under the terms of the Creative Commons Attribution 4.0
International License (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)"

Michael Chute, Preetinder Aujla, Sayantan Jana and Zamaneh Kassiri - (2019). "The
Non-Fibrillar Side of Fibrosis: Contribution of the Basement Membrane,
Proteoglycans, and Glycoproteins to Myocardial Fibrosis". Journal of
Cardiovascular Development and Disease 6 (4): 35. DOI:10.3390/jcdd6040035.
ISSN 2308-3425. - Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)

Michaud, Katarzyna; Basso, Cristina; d’Amati, Giulia; Giordano, Carla; Kholová,


Ivana; Preston, Stephen D.; Rizzo, Stefania; Sabatasso, Sara; Sheppard, Mary N.;
Vink, Aryan; van der Wal, Allard C. (2019). "Diagnosis of myocardial infarction
at autopsy: AECVP reappraisal in the light of the current clinical classification".
Virchows Archiv. doi:10.1007/s00428-019-02662-1. ISSN 0945-6317.

Mikael Häggström, M.D. - Author info - Reusing images Consent from the patient or
patient's relatives is regarded as redundant, because of absence of identifiable
features (List of HIPAA identifiers) in the media and case information (See also
HIPAA case reports guidance). - Own work

Mitchell, Richard Sheppard; Kumar, Vinay; Abbas, Abul K .; Fausto, Nelson (1997).
Patologi Dasar Robbins. Philadelphia: Saunders. ISBN 1-4160-2973-7. Edisi
ke-8.

Moore Keith L., Dalley Arthur F., Agur Anne M.R.. 2014. Clinically Oriented
Anatomy. 7th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Morrow, David A.; Braunwald, Eugene (15 September 2016). "Classification and
Diagnosis of Acute Coronary Syndromes". Dalam David A. Morrow (ed.).
Myocardial Infarction: A Companion to Braunwald's Heart Disease. Elsevier. pp.
1–10. ISBN 978-0-323-35943-6.

95
National Heart, Lung, and Blood Institute. Conduction Disorders. U.S. Departement of
Healt & Human Service.
https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/conduction-disorders

Pangkahila, J. Alex. 2013. PENGATURAN POLA HIDUP DAN AKTIVITAS FISIK


INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN LINGKAR PINGGANG
MAHASISWA. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing). 6(2).

Paulsen F, Waschke J. 2019. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Organ – Organ Dalam.
Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

PURWANTI, RETNO TAUFANNITIAS PUJI AYU, 2018. HUBUNGAN


KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TERJADINYA HIPERTENSI PADA
PEGAWAI CV LUSINDO DESA SUKADANAU CIKARANG BARAT. PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN:
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

Rene M. H. J. Brouwer et al. 1994. Influence of age on survival, late hypertension, and
recoarctation in elective aortic coarctation repair. The Journal of Thoracic and
Cardiovascular Surgery. 525-531

Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2014. Gray’s Anatomy:


Anatomy of the Human Body. Elsevier.

Rifqi, Sodiqur. 2012. Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI),


Senjata "Baru" untuk Melawan Serangan Jantung Akut. 1(2). 139-140.

Romero, S. A., Minson, C. T., & Halliwill, J. R. 2017. The cardiovascular system after
exercise. Journal of applied physiology. Bethesda, Md. : 1985, 122(4), 925–932.

Sengsempurno, Trubus; Fibriani, Ani Rusnani; Widhiyastuti, Endang. 2012.


HUBUNGAN ANTARA STROKE ISKEMIK DENGAN INFARK MIOKARD DI

96
RSUD DR. MOEWARDI. FAKULTAS KEDOKTERAN: UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

Sherwood, Lauralee. 2020. FISIOLOGI MANUSIA : DARI SEL KE SISTEM, Ed. 9.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Siringoringo, SM. 2018. Universitas Negeri Medan. Medan.

Snell, R.S. 2012. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem. Dialihbahasakan oleh Suguharto
L. Jakarta: EGC.

Sulistyowati, Agus. 2018. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital. Sidoarjo : Akademi


Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo. Diakses pada 30 Desember 2020 melalui:
https://repository.kertacendekia.ac.id/media/290999-pemeriksaan-tanda-tanda-vit
al-bf801e8f.pdf

Thomas Aquino Erjinyuare Amigo, M., 2017. PELATIHAN KADER


PEMERIKSAAN FISIK: TANDA-TANDA VITAL DI DUSUN DEMANGAN
DAN KARANGSARI, WEDOMARTANI, SLEMAN, YOGYAKARTA.
Medika Respati: Jurnal Ilmiah Kesehatan.

Tindall SC. 1990. Level of Consciousness. Clinical Methods: The History, Physical,
and Laboratory Examination. 3rd Edition. Boston: Butterworths; Chapter 57

Ulandari, Evi; Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Rancang Bangun Instrumentasi


Elektrokardiografi Berbantuan PC Menggunakan Soundscope, Jurnal Einstein 2
(3) (2014):8-13

Umbas, Irene Megawati; Tuda, Josef; Numansyah, Muhamad. Mei 2019. e-Journal
Keperawatan (e-Kp) Volume 7 Nomor 1, HUBUNGAN ANTARA MEROKOK
DENGAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KAWANGKOAN. Program Studi
Ilmu Keperawatan Kedokteran: Universitas Sam Ratulangi.

97

Anda mungkin juga menyukai