Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO A BLOK 17

Disusun oleh :

Kelompok A8

Anggota

1. Safitri Muhlisa (04011381320029)


2. Aisyah Nor Maulidia (04011281220043)
3. Devi Agustini Rahayu (04011181320013)
4. Maria Lisa Wijaya (04011181320015)
5. Diana Astria (04011281320039)
6. Vivi Lutfiyani M (04011281320043)
7. Tri Legina Oktari (04011181320111)
8. Moganashini Ravi (04011381320083)
9. Mentari Faisal Putri (04011181320001)
10. Abdiaman Putra Dawolo (04011181320075)
11. Yeni Meita (04011181320087)
12. Fellani (04011181320087)

Tutor :

Dr. Hasri Salwan Sp.A

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan
tutorial Skenario A Blok 17 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu sumbangan pemikiran dan masukan dari semua pihak sangat
kami harapkan agar di lain kesempatan laporan tutorial ini akan menjadi lebih baik.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dr. Hasri Salwan Sp.A selaku tutor
kelompok yang telah membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini.
Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
tersusunnya laporan tutorial ini. Semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi semua
pihak.

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………..……. 2
Daftar Isi ………………………………………………………………………………..… 3
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 4
1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………….….. 4
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial…………………………………………………………... 5
2.2 Skenario Kasus ……………………………………………………..... 6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah. ............…………………………………....... 7
II. Identifikasi Masalah...........…………………………………......9
III. Analisis Masalah ...............................…………………….........10
IV. Hipotesis...………………...…………………….......................24
V. Learning Issues …….……………………………………….....38
VI. Kerangka Konsep..................……………………………….... 66

BAB III : Penutup


3.1 Kesimpulan .............................................................................................67
Daftar Pustaka………............................................................................................................68

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan
kasus yang diberikan mengenai Hepatits B.

B. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Data Tutorial
Tutor : Dr. Hasri Salwan Sp.A
Moderator : Vivi Lutfiyani M
Sekretaris Meja : Moganashini Ravi
Hari, Tanggal : Senin, 6 Maret 2015
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif).
3. Dilarang makan dan minum.

5
B. Skenario kasus

Nn Anita seorang mahasiswi, 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP


dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai BAK
seperti teh tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada. 10 hari yang lalu Nn. Anita
mengalami demam tinggi terus-menerus. Nn Anita hanya mengkonsumsi obat penurun
panas dan keluhan demam berkurang. Ibu dan Nn. Anita diketahui mengidap Hepatitis B
sejak 1 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran kompos mentis, BB: 50kg, TB 158cm.

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, Pernapasan : 20x/menit, suhu 36,7oC

Pemeriksaan Spesifik

Kepala : sklera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis

Leher : dalam batas normal

Thoraks : dalam batas normal

Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba2 jari bawah arcus costae, tepi
tumpul, kosistensi lunak, nyeri tekan(+), perkusi shifting dullness(-)

Ekstremitas : palmar eritema(-), akral pucat(-), edma perifer (-)

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 12,3 g/dl Ht : 36 vol%


Leukosit : 8.800/mm3 Trombosit : 267.000/mm3
LED : 104 mm/jam Bil tot : 9,49 mg/dl
Bil direk : 8,94 mg/dl Bil indirek : 0,55 mg/dl
SGOT : 295 u/l SGPT : 367 u/l
HBsAg (+) Anti HBs (-)
Anti HAV IgM (-) Anti HBc IgM (-)
HBeAg (-)

6
C. Paparan

I. Klarifikasi istilah

Hepatitis B Suatu proses peradangan diffuse pada jaringan hati yang


memberikan gejala klinis yang khas yaitu badan lemah, kuning
berwarna seperti air teh pekat, mata dan seluruh badan menjadi
kuning

Compos Mentis Sadar Sepenuhnya


Sklera ikterik Keadaan dimana terjadi pigmentasi kekuningan pada sklera
Perkusi Shifting Dullness Pemeriksaan Fisik untuk memeriksa adanya cairan pada
bahagian abdomen
Palmar eritema Warna merah pada tenar dan hipotenar telapak tangan yang
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Akral Pucat Berkenaan dengan tungkai atau ekstremitas yang pucat
HBsAg Antigen hepatitis B permukaan yang merupakan protein virus
yang pertama muncul setelah infeksi
HBeAg Hepatitis B e antigen. Protein viral yang dihubungkan dengan
infeksi HbE hanya ditemukan dalam darah ketika virus juga
ada. Biasanya digunakan sebagai marker kemampuan
penyebaran virus ke orang lain
Anti HBs Antibody spesifik terhadap HbsAg yang terdapat di darah pada
1-4 bulan pertama infeksi Hepatitis B
Anti HAV IgM Bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi sedang terjadi. IgM
anti-HAV muncul pada awal infeksi dan menghilang dalam 2
sampai 3 bulan. IgG anti-HAV timbul pada masa pasca infeksi
atau pemulihan (>4 minggu)

SGOT Serum glutamic oksaloacetik transaminase. Enzim yang


biasanya terdapat di dalam hati dan dilepaskan di dalam serum
sebagai akibat kecederan jaringan karena itu kosentrasi dalam
serum dapat meningkat pada kerusakan akut sel-sel hati

7
SGPT Serum glutamic pyruvic transaminase. Enzim yang normalnya
dijumpai di dalam serum dan jaringan tubuh terutama pada
hati. Enzim ini dilepaskan ke dalam serum sebagai hasil cedera
jaringan, karena itu kosentrasinya dalam serum dapat
meningkat pada pasien dengan kerusakan sel hati yang akut

8
II. Identifikasi Masalah
Nn Anita seorang mahasiswi, 21 tahun datang ke Instalasi Gawat VVVV
Darurat RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu
sebelum masuk RS.Keluhan disertai BAK seperti teh tua. Keluhan
BAB dan gatal-gatal tidak ada.
10 hari yang lalu Nn. Anita mengalami demam tinggi terus- VVV
menerus. Nn Anita hanya mengkongsumsi obat penurun panas
dan keluhan demam berkurang.
Ibu dan Nn. Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun VV
yang lalu.
Pemeriksaan Fisik V
Kesadaran kompos mentis, BB: 50kg, TB 158cm.
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, Pernapasan :
20x/menit, suhu 36,7oC

Pemeriksaan Spesifik V
Kepala : sklera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis
Leher : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba2 jari
bawah arcus costae, tepi tumpul, kosistensi lunak,
nyeri tekan(+), perkusi shifting dullness(-)
Ekstremitas : palmar eritema(-),akral pucat(-), edma perifer (-)
Pemeriksaan Laboratorium V
Hb : 12,3 g/dl Ht : 36 vol%
Leukosit : 8.800/mm3 Trombosit : 267.000/mm3
LED : 104 mm/jam Bil tot : 9,49 mg/dl
Bil direk : 8,94 mg/dl Bil indirek : 0,55 mg/dl
SGOT : 295 u/l SGPT : 367 u/l
HBsAg (+) Anti HBs (-)
Anti HAV IgM (-) Anti HBc IgM (-)
HBeAg (-)

9
III. Analisis Masalah

1. Nn Anita seorang mahasiswi, 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat


RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk
RS.Keluhan disertai BAK seperti teh tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal
tidak ada.

a. Bagaimana penyebab dan mekanisme mata kuning dan BAK seperti teh tua ?

Sklera ikterik :
Bilirubin berasal dari sel darah merah. Sel-sel darah merah dihancurkan
ketika sudah mulai usang, melepaskan hemoglobin. Hemoglobin adalah zat
kimia yang mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang berfungsi
membawa oksigen. Zat kimia yang tetap berada di dalam darah setelah
penghilangan zat besi menjadi bilirubin. Warna dari kulit dan sklera bervariasi
tergantung pada kadar bilirubin. Ketika kadar bilirubin sedikit meningkat, kulit
dan sclera terlihat menguning.Ikterus terjadi ketika ada kadar bilirubin yang
berlebihan yang dihasilkan oleh hati ketika mengeluarkan bilirubin tersebut
dari dalam darah atau ketika terjadi kerusakan hati yang mencegah
pembuangan bilirubin dari dalam darah

BAK teh tua :


terjadi peningkatan kadar bilirubin di dalam darah sehingga
menyebabkan peningkatakan kadar urobilinogen yang akan memberikan warna
gelap pada urin seperti warna teh tua .

b. Apa hubungan jenis kelamin dan umur dengan keluhan yang dialami ?

Pada saat ini, kejadian-kejadian hepatitis B yang paling tinggi adalah diantara
dewasa-dewasa muda, antara umur 20 dan 30 tahun. Mereka yang memiliki
resiko tertular hepatitis B seperti: para pengguna obat-obatan terlarang,
heteroseksual yang aktif secara seksual, homoseksual, bayi atau anak-anak
yang tinggal di daerah yang memiliki resiko tertular hepatitis, bayi yang baru

10
lahir dari rahim ibu yang memiliki riwayat penyakit hepatitis, penderita
hemofilia, para pekerja yang bekerja di bidang atau lembaga kesehatan seperti
pendonor, mereka yang memiliki lebih dari 1 pasangan dsb.

c. Mengapa keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ditemukan ?

Karena keluhan BAB dan gatal-gatal untuk kasus obstruksi dan berkaitan
dengan peningkatan bilirubin indirect.

d. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ yang terganggu?

Fungsi hepar antara lain:

11
12
2. 10 hari yang lalu Nn. Anita mengalami demam tinggi terus-menerus. Nn
Anita hanya mengkongsumsi obat penurun panas dan keluhan demam
berkurang.

a. Bagaimana penyebab dan mekanisme demam pada kasus ?

Penyebab demam tinggi terus-menerus adalah adanya sumbatan oleh batu.


Mekanisme demam tinggi terus-menerus yaitu pada saat terjadi kontraksi,
timbul nyeri akibat drainase yang terhambat oleh obstruksi, sehingga dapat
mencetuskan inflamasi yang termanifestasi dalam demam

Inflamasi dan infeksi sistem hepatobilier akibat permukaan batu empedu.


Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung
empedu dan gangguan aliran darah dan limfe sehingga menyebabkan bakteri
komensal potensial untuk berkembang biak.

b. Bagaimana hubungan antar keluhan?

Perjalanan penyakit hepatitis dimulai dari masa inkubasi yang tanpa gejala,
lalu fase pra-ikterik dengan keluhan yang tidak khas, yaitu keluhan yang
disebabkan infeksi virus dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Keluhan yang sering
timbul ada badan terasa lemas, mual, muntah, nyeri di perut kanan atas dan ulu
hati, dan pegal. Suhu badan naik sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari.
Selanjutnya adalah fase ikterik dimana suhu badan mulai menurun namun urin
menjadi tampak berwarna seperti teh pekat. Pada fase ini, mata dan kulit
tampak kuning. Keluhan mual, muntah dan nafsu makan menurun masih
terjadi. Fase penyembuhan icterus dimulai saat tanda tanda icterus mulai
menghilang. Demam yang terjadi 10 hari yang lalu (3 hari sebelum icterus)
menunjukan Nn Anita berada dalam fase pra-ikterik dengan adanya gejala
demam, sedangakan mata kuning sejak 1 minggu yang lalu menunjukan Nn
Anita sudah memasuki fase icterus.

13
c. Apa penatalaksanaan demam yang tinggi secara terus menerus?

Pemberian Antipiretik
Parasetamol
Pemberian parasetamol oral harus dibatasi pada anak umur ≥ 2 bulan yang
menderita demam ≥ 39° C dan gelisah atau rewel karena demam tinggi
tersebut. Anak yang sadar dan aktif kemungkinan tidak akan mendapatkan
manfaat dengan parasetamol. Dosis parasetamol 15 mg/kgBB per 6 jam.
Obat lainnya
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik pilihan pertama karena
dikaitkan dengan sindrom Reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun serius
yang menyerang hati dan otak. Hindari memberi aspirin pada anak yang
menderita cacar air, demam dengue dan kelainan hemoragik lainnya.
Obat lain tidak direkomendasikan karena sifat toksiknya dan tidak efektif
(dipiron, fenilbutazon) atau mahal (ibuprofen).
Perawatan penunjang
Anak dengan demam sebaiknya berpakaian tipis, dijaga tetap hangat namun
ditempatkan pada ruangan dengan ventilasi baik dan dibujuk untuk banyak
minum. Kompres air hangat hanya menurunkan suhu badan selama pemberian
kompres.

d. Apa saja efek samping dari obat penurun panas pada kasus ?

Parasetamol sebenarnya jarang memberi efek samping yang serius apabila


digunakan sesuai petunjuk. Beberapa isu menyebutkan bahwa obat ini terkait
dengan asma pada anak-anak juga belu terbukti secara klinis. Hanya kadang
obat ini bisa menimbulkan ruam atau gatal-gatal pada beberapa orang tertentu.
Penggunaan yang berlebihan dan dalam jangka panjang perlu diwaspadai
karena bisa memicu kerusakan hati. Perlu diperhatikan juga beberapa tanda
overdosis dari parasetamol misalnya jika terdapat gejala mual, muntah, lemas
dan keringat berlebih.

14
3. Ibu dan Nn. Anita diketahui mengidap Hepatitis B sejak 1 tahun yang
lalu.

a. Apa hubungan riwayat Hepatitis B dengan keluhan sekarang?

Diperkirakan seiktar 10% penderita heptatitis virus B akut akan menyebabkan


persistensi pada penderita yang megnakibatkan terbentuknya manifestasi klinis
dan histologist, yaituL pengidap HBsAg tanpa gejala (asimptomatik), hepatitis
kronis, sirosis dan karsinoma hati.

b. Bagaimana cara penularan Hepatitis B?

Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus


membrane mukosa, terutama melalui hubungan seksual. HBsAg ditemukan
pada hamper seluruh cairan tubuh terutama darah, semen, dan saliva yang
terbukti sangat infeksius.

Penularan Hepatitis B Melalui Transfusi Darah

Jika seseorang mengidap hepatitis B, maka jangan pernah berniat apalagi


sampai mendonorkan darah. Karena, virus hepatitis B hidup dalam aliran
darahnya. Ketika donor darah dilakukan, maka virus mengerikan itu pun ikut
terbawa bersama darah penderita hepatitis B. Jika darah yag sudah terinfeksi
ditranfusikan kepada orang lain, maka otomatis virus akan masuk dan
menginfeksi orang tersebut.

Untuk mencegah penularan secara massal virus hepatitis B, Palang Merah


Indonesia (PMI) punya proses standar dalam mengecek dan ricek darah yang
layak pakai. Melalui proses screening hepatitis B, darah yang terinfeksi dapat
segera dimusnahkan.

Penularan Hepatitis B Melalui Penggunaan Barang Bersama

Sejak kecil, di dalam keluarga biasanya sudah ditanamkan kebiasaan tidak


menggunakan barang-barang pribadi orang lain secara sembarangan. Baik itu

15
baju dalam, handuk, peralatan makan, alat cukur atau sikat gigi. Kebiasaan
tersebut ternyata positif dalam menangkal penularan dari hepatitis B.

Khusus barang pribadi seperti alat cukur atau sikat gigi, jadi media bagi virus
hepatitis B untuk menular ke orang lain. Alat cukur atau sikat gigi biasanya
rentan dengan noda darah yang tertinggal tanpa sengaja. Nah, jika alat cukur
atau sikat gigi penderita hepatisi B yang ada noda darahnya digunakan oleh
orang lain, tentu saja orang tersebut jadi tertular.

Ini juga berlaku bagi para pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik.
Mereka termasuk kelompok yang rentan terinfeksi. Umumnya para pecandu
menggunakan satu jarum suntik yang kemudian dipakai bersama-sama. Jika
ada satu saja penderita di dalam kelompok tersebut, maka anggota kelompok
yang lain jadi berpeluang sangat besar terinfeksi. Lagi-lagi, darah sebagai
media paling efektif dalam menularkan virus hepatitis B dapat leluasa
menginfeksi para pecandu itu.

Penularan Hepatitis B Melalui Hubungan Seksual

Selain darah, virus hepatitis B juga mengunakan media cairan yang ada dalam
organ reproduksi manusia. Ketika hubungan seksual dilakukan dengan
penderita hepatitis B, maka virus pun berpindah ke tubuh pasangan seksual
tersebut. Untuk itu, disarankan agar tidak sembarangan dalam berhubungan
seksual. Apalagi dengan pasangan yang tidak jelas kesehatannya, seperti
melakukan hubungan seksual dengan pelacur. Aktivitas ini harus segera
dihentikan karena rentan dengan penularan penyakit hepatitis B.

Berhubungan seksual dengan pasangan yang sah (menikah) pun tidak


membuat kemungkinan terjangkit hepatitis B menjadi nol. Kedua pasangan
yang hendak menikah dianjurkan terlebih dahulu melakukan medical check-
up. Ini untuk mengetahui apakah pasangan tersebut sehat dan bebas dari virus
hepatitis B. Jika salah satu pasangan mengidap hepatitis B, maka bisa segara
dilakukan pengobatan sebelum pernikahan dilangsungkan.

16
Penularan Hepatitis B Melalui Jarum Suntik

Jarum suntik merupakan salah satu alat yang dapat menularkan penyakit
hepatitis B. Itulah mengapa ditempat-tempat kesehatan seperti rumah sakit
atau puskesmas, jarum suntik haruslah steril dari berbagai macan virus. Hal ini
dilakukan agar pasien yang hendak menggunakan jarum tersebut tidak tertular
virus lainnya.

c. Bagaimana hubungan faktor genetik dengan riwayat Hepatitis B?

Pada kasus ini diketahui bahwa ibu Nn. Anita juga menderita hepatitis B, dari
riwayat keluarga ini dapat juga difikirkan bahwa Anita menderita hepatitis B
karena penularan dari ibu ke anaknya.

4. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran kompos mentis, BB: 50kg, TB 158cm.

Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, Pernapasan : 20x/menit,


suhu 36,7oC

a. Bagaimana intrepretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

 Kesadaran :Kompos mentis (Normal)


 IMT : 20 (Normal)
 TD : 110/70 mmHg (Normal)
 Nadi : 90x/menit (Normal)
 Pernafasan : 20x/menit (Normal)
 Suhu : 36,7℃ (Normal)

5. Pemeriksaan Spesifik

Kepala : sklera ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis

Leher : dalam batas normal

Thoraks : dalam batas normal

17
Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba2 jari bawah
arcus costae, tepi tumpul, kosistensi lunak, nyeri tekan(+), perkusi
shifting dullness(-)

Ekstremitas : palmar eritema(-), akral pucat(-), edma perifer (-)

a. Bagaimana intrepretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan spesifik?

Pemeriksaan Spesifik
Leher dan Thoraks dalam
1. Normal
batas normal
Ikterus (pigmentasi kuning
2. Sklera ikterik +/+ Putih pada kulit yang disebabkan
oleh hiperbilirubinemia)
Abdomen
3. Inspeksi: Datar Datar Normal
Dapat disebabkan karena
4. Palpasi = Lemas adanya nyeri perut kanan atas
yang hebat.
Hepar teraba 2 jari
dibawah Marcus costae, Hepar dan lien tidak
5. Terjadi pembesaran hati
tepi tumpul, konsistensi teraba
lunak
6. Nyeri Tekan (+)
Perkusi shifting dullness
7. shifting dullness (-) Normal
(-)
Ekstremitas
8. Palmar eritema (-) Palmar eritema (-) Normal
9. Akral pucat Tidak pucat Hiperbilirubinemia
10. Edema perifer (-) Edema perifer (-) Normal

18
Sklera Ikterik :

Batu empedu di saluran empedu (koledokolitiasis) obstruksi total  regurgitasi


bilirubin  sirkulasi  sklera sklera icterus

Palpasi Abdomen :

 Lemas : Dapat disebabkan karena adanya nyeri perut kanan atas yang hebat.
 Murphy’s sign positif : Batu empedu di ductus choledocus  obstruksi total cairan
empedu menjadi statis  potensial sebagai tempat perkembangan kuman terjadi infeksi
dan inflamasi  nyeri tekan saat pemeriksaan Murphy’s Sign
 Kandung empedu sulit dinilai : Kandung empedu sulit dinilai karena nyeri. Dapat juga
karena obesitas.

Ekstremitas :

 Akral pucat : Batu empedu di ductus choledocus  obstruksi total  regurgitasi


bilirubin  sirkulasi  kulit di ekstremitas (akral)  akral kuning (pucat).

6. Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 12,3 g/dl Ht : 36 vol%


Leukosit : 8.800/mm3 Trombosit : 267.000/mm3
LED : 104 mm/jam Bil tot : 9,49 mg/dl
Bil direk : 8,94 mg/dl Bil indirek : 0,55 mg/dl
SGOT : 295 u/l SGPT : 367 u/l
HBsAg (+) Anti HBs (-)
Anti HAV IgM (-) Anti HBc IgM (-)
HBeAg (-)

a. Bagaimana intrepretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan


laboratorium?

 Hb : 12,3 g/dl
Normal, normal Hb wanita 12 – 15g/dl

19
 Ht : 36 vol %
Normal, normalnya 36-43 vol %

 Trombosit : 267.000/mm3
Normal, normal nya 150.000-400.000/mm3

 LED : 104 mm/jam


Meningkat  infeksi dan inflamasi

 Bil tot : 9,49 mg/dl


Meningkat  kongesti sistem hepatobilier
Normalnya 0,3 – 1,9 mg/dl

 Bil direk 8,94 mg/dl, Bil indirek 0,55 mg/dl

Hepatitis menyebabkan rusaknya parenkim hati. Wakaupun jumlah bilirubin tak


terkonjugasi ke hati tetap normal, tetapi karena sel dan duktus empedu
intrahepatic yang rusak menyebabkan kesukaran pengangkutan bilirubin ke
hati. Selain itu, terjadi juga kesukaran konjugasi bilirubin. Pengeluaran
bilirubin pun menjadi tidak sempurna melalui duktus hepatikus. Icterus pada
hepatitis disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi, dan
eksresi bilirubin. Jadi akan terjadi kenaikan bilirubin direk dan indirek.

 SGOT 295 u/l, SGPT 367 u/l


Pada awal masa ikterik terdapat peningkatan yang mencolok dari SGOT dan
SGPT, kenaikannya dapat mencapai 10x nilai normal. Kadarnya akan kembali
normal sekitar 2-3 bulan. Dengan menggunakan rasio de Ritis amat bermanfaat
untuk menentukan jenis kerusakan hati. Pada hepatitis akut, rasio SGOT/SGPT
adalah 0,4-0,8. Sedangakan pada hepatitis kronis rasio SGOT/SGPT adalah
sekitar 1 atau lebih.
 HBsAg (+)
Merupakan antigen permukaan yang positif kira kira 2 minggu sebelum gejala
klinis muncul dan menghilang selama masa konvalesen dini tetapi dapat pula

20
bertahan selama 4 sampai 6 bulan. Pada 1-5 % penderita hepatitis kronis,
HBsAg bertahan selama lebih dari 6 bulan dan penderita ini disebut karier
HVB. Hepatiosit yang terinfeksi dapat menyintesis dan menyekresi protein
permukaan non infeksit (HBsAg) dalam jumlah besar dan muncul dalam serum
 Anti HBs (-)
Antibody ini muncul setelah infeksi membaik dan berguna untuk menggunakan
kekebalan jangka panjang, setelah vaksinansi yang hanya memberikan
kekebalan terhadap antigen permukaan, kekebalan dinilai dengan mengukur
kadar Anti HBs (-)
 Anti HBc IgM (-)
Antigen HBcAg tiu sendiri tidak terdeteksi secara rutin dalam serum karena
terletak didalam kulit luar HBsAg. Anti HBc timbul setelah munculnya
gambaran klinis dan menetap untuk seterusnya, antibody ini merupakan
penanda kekebalan yang paling jelas yang bukan didapat dari vaksinasi
melainkan dari infeksi spontan. Terdapat 2 jenis yaitu Anti HBc IgM dan Anti
HBc IgG. Igm muncul pada awal infeksi dan bertahan lebih dari 6 bulan,
antibody ini merupakan penanda apakah infeksi ini baru atau sudah lewat.
Adanya predominasi IgG menunjukan infeksi lampau (6 bulan) atau infeksi
HBV kronis.
 HBeAg (+)
Timbul bersama atau segera setelah HBsAg timbul. Antigen ini selalu
ditemukan pada semua infeksi akut dan menandakan adanya replikasi virus dan
penderita dalam keadaan yang sangat menular. Jika menetap menunjukan
infeksi replikatif yang kronis. Antobodi terhadap HBeAg (Anti HBe) muncul
berkaitan dengan hilangnya virus virus yang bereplikasi dan menurunnya daya
tular.
 Anti HAV IgM (-)
Merupakan penanda serologis untuk infeksi Hepatitis A virus. Sewaktu timbul
ikterik, antibody ini telah dapat diukur dalam serum. Pada awal infeksi, Anti
HAV IgM meningkatr tajam dan memudahkan untuk mendiagnosis adanya
suatu infeksi HAV. Setelah masa akut, Anti HAV IgG menjadi dominan dan
bertahan seterusnya sehingga dapat menunjukan bahwa penderita pernah

21
terinfeksi HAV. Dalam kasus Anti HAV IgM (-), hal ini menunjukan bahwa Nn
Anita tidak sedang terinfeksi HAV akut.
 Leukosit 8.800/mm3
Kelainan darah perifer yang serign ditemukan pada fae pra-ikterik yaitu
leukopeni, neutropenia, dan limfopeni yang merupakan gambaran umum dari
infeksi virus. Kemudian pada fase ikterik kembali normal dan terdapat
keniakuan lagi bilaman ikterusnya berkurang.

b. Bagaimana mekanisme bilirubin?

Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi


bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat
dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan
direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat
lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,


selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan
kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada
albumin bersifat nontoksik.

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma


hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian
bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin
(protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi
akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin


konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim
uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini

22
kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu
molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum
endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke


dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan
melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi
tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi
bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam
usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk
dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.

23
Hipotesis

Nn. Anita seorang mahasiswi, usia 21 tahun mengalami Ikterus karena Hepatitis B
kronik yang mengalami reaktivasi.

a. Cara menegakkan diagnosis pada kasus ini ?

Menurut algoritma dari Gastroenterological Society of Australia (GESA) dan


Digestive Health Foundation (DHF), diagnosis hepatitis B kronis dapat
ditegakkan dengan cara berikut:

 HBsAg positif lebih daripada 6 bulan.

 Tidak ada gejala klinis atau hasil


laboratorium yang mendukung
hepatitis B akut.

Evaluasi awal

 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

 Hasil laboratorium

- Tes fungsi hati, pemeriksaan darah lengkap, INR.

- HBeAg atau anti-HBe, HBV DNA (jumlah


kuantitatif virus)

- Tes genotype HBV.

- Antibody HCV, antibodi dan antigen hepatitis D,


antibodi HIV.

- Antibody total kepada hepatitis A. Jika tiada


imunitas, vaksinasi.

- Alpha-foetoprotein (AFP) serta USG abdomen untuk


skrining HCC.

 Pertimbangkan tindakan gastroskopi untuk mencari


Anamnesis: varises esophagus jika secara klinis, laboratorium atau
pemeriksaan radiologis menggambarkan terjadinya
1. Perasaan mudah lelah dan lemas
sirosis hati.
2. Selera makan berkurang
 Biopsi hati sangat dianjurkan terutama pada terapi awal.
3. Perasaan perut kembung
4. Mual dan muntah

24
5. BAB warna hitam aspal
6. BAK warna gelap seperti teh
Pemeriksaan fisik:
1. Ikterus
2. Konjungtiva pucat
3. Ginekomastia
4. Spider naevi
5. Caput medusae
6. Asites
7. Edema ekstremitas
8. Palmar eritema
9. Splenomegali
Pemeriksaan laboratorium:
1. HB rendah
2. LED meningkat
3. SGOT dan SGPT bisa normal
4. Bilirubin total meningkat
5. Konsentrasi albumin menurun
6. Globulin meningkat
7. Trombositopenia
USG untuk melihat:
1. Sudut hati
2. Permukaan hati
3. Ukuran
4. Homogenitas
5. Massa
6. Asites
7. Splenomegali
8. Thrombosis vena porta
9. Peleba

25
b. Diagnosis banding pada kasus ini ?

Diagnosis Klinik Koledokol Pankrea Koledokol Ca Caput


itiasis, titis itiasis Pankreas
Kolangitis Akut
,
Kolesistiti
s
Sklera Ikterik (+) (-) (+) (+)

Nyeri perut (+), kanan (+), (+) (+) di


atas biasa di epigastrium,
epigastri jika obstruksi
um parsial nyeri
samar di
abdomen
kanan atas,
obstruksi
total  nyeri
seperti ikterus
obstruktif

Demam (+) (+)

Nyeri Alih (+) di (+) di (+) (+) di


bawah punggun punggung
scapula g kanan kanan
kanan
Kulit kuning (+) (-) (+) (+)

Murphy’s Sign (+) (-) (+) (-)

BAK teh tua (+) (-) (+) (-)

BAB dempul (+) (-) (+) (-)

26
Leukositosis (+) (+) (-)

LED ↑ (-)

Bilirubin Total dan Sedikit Total dan Total dan


direk ↑ meningk direk ↑ direk ↑
at
SGOT/SGPT (-) Normal

Amilase & Lipase Normal ↑ Normal

Nyeri kolik (+) (-) (+) (-)

Gatal-Gatal (+) (-) (+)

c. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?

Serangkaian pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa Hepatitis B yaitu


dengan pemeriksaan laboratorium, antara lain HbsAg (antigen permukaan,
atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi – anti-HBs (antibodi terhadap
antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti,
atau core, HBV) Sebetulnya ada dua tipe antibodi anti-HBc yang dibuat:
antibodi IgM dan antibodi IgG

d. Diagnosis kerja pada kasus ini ?

Hepatatis B kronis eksaserbasi.

e. Definisi pada kasus ini ?

Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. “Hepa” berarti kaitan
dengan hati, sementara “itis” berarti radang. Peradangan ini biasa di sebabkan
oleh infeksi atau toksin termasuk alkohol. Yang mana peradangan pada hepar
disebabkan oleh VHB. Maksud dari akut on kronik adalah hepatitis B yang
bersifat kronik dengan tanda inflamasi yang hati akut (demamnya).

27
f. Epidemiologi pada kasus ini?

Indonesia digolongkan sebagai negara dengan kategori endemisitas sedang


sampai tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menunjukkan dari 10.391 serum yang diperiksa, prevalensi HBsAg positif
9,4% yang berarti 1 dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi hepatitis B.
Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka jumlah
penduduk hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan data Depkes RI (2010), resiko penularan pada hepatitis B sebesar
27%-37%. Berdasarkan data WHO (2011), dari 35 juta petugas kesehatan di
seluruh dunia, 3 juta diantara nya menerima paparan perkutan dari spesimen
darah yang patogen setiap tahunnya ; 2 juta diantaranya menerima paparan
virus hepatitis B. Paparan ini menghasilkan sekitar 70.000 infeksi hepatitis B.
Lebih dari 90% infeksi ini terjadi di negara berkembang.

g. Etiologi pada kasus ini?

1. Berdasarkan Tipe :

Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D Tipe E


Metode Fekal-oral Parenteral Parenteral Parenteral Fekal-
transmisi melalui seksual, jarang perinatal, oral
orang lain perinatal seksual, memerlukan
orang ke koinfeksi
orang, dengan type
perinatal B
Kepa- Tak Parah Menyebar Peningkatan Sama
rahan ikterik luas, dapat insiden dengan D
dan berkem- kronis dan
asimto- bang gagal hepar
matik sampai akut
kronis
Sumber Darah, Darah, Terutama Melalui Darah,
virus feces, saliva, melalui darah feces,

28
saliva semen, darah saliva
sekresi
vagina

2. Zat kimia dari obat


Zat kimia atau obat-obatan dapat menimbulkan masalah yang sama dengan
reaksi akibat infeksi virus hepatitis. Gejala dapat terdeteksi dalam waktu 2
hingga 6 minggu setelah pemberian obat. Pada sebagian besar kasus,
gejala hepatitis menghilang setelah pemberian obat tersebut dihentikan.
Namun beberapa kasus dapat berkembang menjadi masalah hati serius jika
kerusakan hati (hepar) sudah terlanjur parah. Obat-obatan yang cenderung
berinteraksi dengan sel-sel hati (hepar) antara lain halotan (biasa
digunakan sebagai obat bius), isoniasid (antibiotik untuk TBC), metildopa
(obat anti hipertensi), fenitoin dan asam valproat (obat anti epilepsi) dan
parasetamol (pereda demam). Jika dikonsumsi sesuai dosis yang
dianjurkan, parasetamol merupakan obat yang aman. Namun jika
dikonsumsi secara berlebihan parasetamol dapat menyebabkan kerusakan
hati (hepar) yang cukup parah bahkan kematian.
3. Alkohol
Alkohol sangat dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati (hepar).
Konsumsi alkohol berlebihan membuat kerja hati lebih berat dan bisa
merusak hati.Pemakaian alkohol yang lama juga akan menimbulkan
perubahan pada mitokondria, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas
untuk oksidasi lemak. Semua yang tersebut di atas menyebabkan
terjadinya perlemakan hati (fatty lever). Perubahan pada MEOS yang
disebabkan pemakaian alkohol yang berlangsung lama dapat menginduksi
dan meningkatkan metabolisme obat-obatan, meningkatkan lipoprotein dan
menyebabkan hiperlipidemia, berkurangnya penimbunan vitamin A dalam
hepar, meningkatkan aktivasi senyawa hepatotoksik, termasuk obat-obatan
dan zat karsinogen.

29
h. Faktor resiko pada kasus ini ?

Orang yang menghadapi risiko infeksi termasuk:


 Imigran dari daerah endemis HVB
 Pengguna obat IV yang sering bertukar alat suntik
 Pelaku hubungan seks dengan banyak orang atau dengan orang
terinfeksi
 Pria homoseksual yang aktiv secara seksual
 Pasien rumah sakit jiwa
 Narapidana pria
 Pasien yang menerima produk darah tertentu
 Kontak serumah dengan karier HVB
 Pekerja social dibidang kesehatan
 Bayi yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi

i. Patofisiologi pada kasus ini ?

Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan
terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan
peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan
penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan
mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). salah satu fungsi
hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau
tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri
dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral
racun. Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat
menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga
merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan
alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada
alkoholik. Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas
sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba /

30
palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.
Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut.
Klasifikasi hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas,
hepatitis yang tak khas (asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik,
hepatitis viral anikterik dan hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat
diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis
kronik lobular, dan hepatitis kronik aktif.
Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa, panas
badan (pireksia) didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis tipe B
mempunyai masa inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum. Hepatitis
akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam empat bagian yaitu:
hepatotoksin-hepatotoksin direk, hepatotoksin-hepatotoksin indirec, reaksi
hipersensitivitas terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik. Obat-obat yang
dapat menyebabkan gangguan/kerusakan hepar adalah:
 Obat anastesi
 Obat anti inflamasi
 Obat antibiotik

31
j. Patogenesis pada kasus ini ?

Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari


peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi prses replikasi
virus. Selanjutnya sel-sel hati akan mamproduksi dan menskresi partikel Dane
utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus. VHB merangsang respon imun tubuh, yang pertama
kali dirangsang adalah respons imun nonspesifik (innate immune response) karena
dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa
jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik,
yaitu dengan mengaktivasi sel limfosit T dan limfosit B. aktifasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptide VHB-MHC
kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding
Antigen Presenting Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang
sebelumnya sudah mengalami kontak dengan komplek peptide VHB-MHC kelas
II pada dinding APC. Peptide VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel
hati dan menjadi antigen sasaran respon imun adalah peptide kapsid yaitu HBcAg
atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam
sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk
nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT dan mekanisme
sitolitik. Di samping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan
sel hati yang terinfeksi melalu aktivitas Interferon gamma dan TNF alfa yang
dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik)
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi
antibody antara lain anti-HBs, anti HBc, dan anti HBe. Fungsi anti-HBs adalah
netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel.
Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.
Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti HBs. Buktinya
pada pasien hepatitis B kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang
tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti HBs
bersembunyi dalam kompleks dengan HBsAg.

32
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor virus maupun faktor penjamu.

k. Manifestasi Klinis pada kasus ini ?

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B


dibangi 2 yaitu :

1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu


yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus
hepatitis B dari tubuh kropes.
Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :

a. Hepatitis B akut yang khas

b. Hepatitis Fulminan


c. Hepatitis Subklinik

2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu


dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.
Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan
mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukkan perbaikan yang baik.

l. Komplikasi pada kasus ini ?

1. Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan
pecah sehingga timbul perdarahan yang masif.
2. Koma hepatikum
Keracunan ammonia yang sejumlah faktor yang melibatkan gagal hati.
3. Ulkus peptikum
4. Karsinoma hepatoseluler (HCC)

33
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma
yang multiple.
5. Infeksi
Misalnya pada peritonitis, pneumonia, bronkopneumonia, TB paru,
glomerulonefritis kronis, pielonefritis, sistitis, peritonitis dan endokarditis.
6. Sirosis hati
Sirosis hati adalah akhir dari proses fibrosis hati, yang merupakan
konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya
penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati

akan kehilangan fungsinya.


Gambar. Gejala dari komplikasi dari sirosis hati.
7. Kematian

m. Penatalaksanaan farmako dan non farmako pada kasus ini?

Pada hepatitis B akut tidak perlu diberikan pengobatan spesifik hanya


diberikan terapi penunjang saja. Sedangkan untuk hepatitis B kronis
diperlukan penanganan yang lebih spesifik. Tujuan utama pengobatan hepatitis

34
B kronis adalah untuk mengeliminasi atau menekan secara permanen proses
replikasi virus yang akan mengurangi patogenitas serta infektivitas dan pada
akhirnya dapat menghentikan atau mengurangi keradangan hati sehingga
progresivitas menjadi sirosis dan kanker hati dapat dicegah.19

Obat-obatan yang dipakai untuk hepatitis B kronis ada dua pilihan. Pilihan
pertama yaitu obat yang dapat menekan replikasi virus sekaligus untuk
memodulasi sistem imun penderita, yang dikenal dengan nama interferon.
Yang sekarang dipakai adalah pegylated interferon yang memberikan hasil
memuaskan. Keuntungan obat ini dapat menekan replikasi virus dalam jumlah
yang besar, lamanya tertentu (6 bulan sampai 1 tahun), relatif aman, dan
ditoleransi baik pada pasien yang sudah mengalami sirosis khususnya yang
masih terkompensasi. Tetapi kerugiannya adalah harganya masih cukup
mahal. Pilihan kedua adalah dari golongan analog nukleosida yang dapat
menekan replikasi virus. Di antaranya adalah lamivudine, adefovir, entecavir
dan masih dalam tahap uji coba adalah telbivudine dan tenofovir. Keuntungan
dari golongan ini adalah biaya tidak terlalu mahal dibandingkan obat pilihan
pertama tetapi kerugiannya adalah pemakaiannya relatif lebih lama (lebih dari
1 tahun), dapat terjadi resistensi virus hepatitis B terhadap obat tersebut,
khususnya lamivudine mencapai angka 70% setelah pemakaian 5 tahun.
Angka keberhasilan terapi hepatitis B kronis dengan menggunakan obat-
obatan di atas masih di bawah 20%. Sehingga langkah pencegahan masih lebih
baik daripada mengobati.

n. Pencegahan pada kasus ini?

Pencegahan Khusus Pascapajanan


Pada individu yang tidak divaksinasi dan hepatitis B, segera berikan kombinasi
HBIg (untuk mencapai kadar anti-HBs yang tinggi dalam waktu singkat) dan
vaksinasi hepatitis B. Pada individu yang terpajan secara perkutaneus atau
seksual, status HbsAg dan antiHBs sumber pajanan dan orang yang terpajan
harus diperiksa.

35
 Bila sumber pajanan terbukti HbsAg negatif dan orang yang terpajan
memiliki kekebalan terhadap hepatitis B, profilaksis jangka panjang tidak
diperlukan.
 Bila sumber pajanan terbukti HbsAg positif dan orang yang terpajan tidak
memiliki kekebalan berikan HBIg 0,06 mL/kg diikuti vaksinasi.
 Bila status HbsAg sumber pajanan tidak diketahui, harus tetap dianggap
positif.
 Sebaiknya pemeriksaan HbsAg dan anti-HBs dilakukan 2 bulan setelah
pajanan.

Skrining dan Pencegahan Hepatitis B

Skrining dan konseling perlu dilakukan pada populasi dengan resiko tinggi,
seperti petugas kesehatan, resepien transfusi darah atau produk darah, pasien
hemodialisis, orang yang berumah tangga atau kontak seksual dengan pasien
hepatits B, hemoseksual atau biseksual aktif, individu yang tinggal di daerah
endemis hepatitis B, individu yang mengunjungi daerah endemis hepatitis B,
heterseksual dengan multipel pasangan seksual, penyalah guna obat injeksi,
dan anak yang terlahir dari ibu hepatitis B kronis. Selain upaya penapisan,
populasi dengan resiko tinggi tersebut perlu mendapatkan vaksinasi hepatitis
B, yang diberikan dalam 3 dosis terpisah: 0, 1, dan 6 bulan. Vaksinasi
hepatitsis B mampu memberikan perlindungan selama >20 tahun. Di
Indonesia, seluruh bayi yang lahir telah diwajibkan untuk mendapatkan
imunisasi hepatitis B pada bulan ke 2, 4, dan 6. Namun, titer antibodi akan
menurun <90% ketika dewasa usia >40 tahun dan menjadi <75% pada usia 60
tahun.

o. Prognosis pada kasus ini ?

Quo ad vitam & functionam : bonam


Hepatitis B akut dapat sembuh sempurna 90 %, sedangkan hepatitis kronis
potensi untuk hilangnya virus amat sukar. Meskipun demikian replikasi virus
dapat dikontrol dengan pengobatan antivirus. 5 tahun survival rate pada pasien
hepatitis kronis B dengan kelainan hati ringan adalah 97%, untuk kronik aktif
86% dan 55% untuk kronik aktif hepatitis dengan sirosis. Imunisasi massal

36
pada bayi yang baru lahir, anak di bawah umur 1,5 tahun adalah cara yang
terbaik untuk mencegah hepatitis akut, kronis, sirosis hati, KHP.

p. SKDU pada kasus ini ?

Kompetensi dokter umum dalam kasus ini yaitu 3A dimana lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan yang kurang darurat.

37
IV. Learning Issue

A. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Hepar


B. Ikterus
C. Hepatitis B
D. Metabolism Bilirubin

A. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Hepar

Anatomi dan Histologi Hati

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan
dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen
anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamennya:

Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara
umbilicus dan diafragma.

Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari


omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke
hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis.
Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.

Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-ka :Merupakan refleksi
peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

38
Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi
hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Secara Mikroskopis

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg
disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti
pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri
dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke
dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda
dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .Lempengan
sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada
pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah
lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-
sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.

39
Fisiologi Hati

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati
yaitu :

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama
lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam
tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan
energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis
senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam
lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

40
Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

Pembentukan cholesterol

Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol


.Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid

Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi
urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam
hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam
hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi
darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing
menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan
dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat
pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk
pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun,
obat over dosis.

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

41
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses
fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers
mechanism.

Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di
dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran
darah.

42
B. Ikterus

Definisi

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
yang tidak dikendalikan.
Atau bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalarn darah yang
menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan perubahan warna kulit
menjadi kekuningan. Icterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna
kuning akibat deposisi bilirubin. Ikterus paling mudah dilihat pada, sklera mata karena
elastin pada sklera mengikat bilirubin.
Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan
asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom,
misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama tampak pada
telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklere pada karotemia tidak kuning. Istilah
ikterus dapat dikacaukan dengan kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi
kolestasis adalah hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum.
Kolestatasis ini dulu sering dinamakan jaundice obstruktif.
Normalnya, bilirubin total <1>

43
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar
bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 uniol/L). Jika ikterus sudah jelas
dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7
mg%.
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat
akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40
mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3)
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin
untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh
deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.

Etiologi ikterus
Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu pada tubuh
menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning, terutama pada jaringan tubuh yang
banyak mengandung serabut elastin sperti aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di dalam
Carlton dan McGavin 1995). Warna kuning ini disebabkan adanya akumulasi bilirubin pada
proses (hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh
menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya
pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih.
Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma
sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut
dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi
peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus
yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna
kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh
infeksi Leptospira grippotyphosa.
2. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh
hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan
rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh
terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan
44
karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002).
Ikterus
3. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin
terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi
bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal,
tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab
gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus
choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi
yang mengakibatkan fibrosis.
Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang
melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular necrosis (nekrosa sel hati).
Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering
terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan
menyebabkan cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada
penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing
adalah Capillaria hepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing
antara lain Taenia hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang
berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoelium dendriticum, Ophisthorcis
tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus, M. albidus, Parametorchis
complexus, dan lain-lain (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan


2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam
3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau
sepsis)
4. Ikterus yang disertai oleh:
o Berat lahir <2000 gram
o Masa gestasi 36 minggu
o Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
o Infeksi
o Trauma lahir pada kepala

45
o Hipoglikemia, hiperkarbia
o Hiperosmolaritas darah
5. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari
(pada NKB)

A.Klasifikasi Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg%
untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg%
pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :
1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada
hemolisis sel darah merah.
2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis)
yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi
menjadi :
a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.
b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.
3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin
terganggu.
4. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :
• Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)

46
• Kadang oleh defisiensi G-6-PO
5. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab:
• Biasanya ikteruk fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini
diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam
• Polisitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler
dan lain-lain)
• Dehidrasis asidosis
• Defisiensi enzim eritrosis lainnya
6. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab
• Biasanya karena infeksi (sepsis)
• Dehidrasi asidosis
• Defisiensi enzim G-6-PD
• Pengaruh obat
• Sindrom gilber
7. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab :
• biasanya karena obstruksi
• hipotiroidime
• hipo breast milk jaundice
• infeksi
• neonatal hepatitis
• galaktosemia
1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus
merah didasar ventrikel IV.
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada
koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.

Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya


1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain

47
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD

2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir


• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula
dll)

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya


• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia

B. PATOFISIOLOGI
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu
perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun
kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun
48
kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar
bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai
contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari
ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah
lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi
peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi
80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum
matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Penelitian di RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila:


1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada
inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-
6-PD, dan sepsis)
5. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:
§ Berat lahir kurang dari 2 kg
§ Masa kehamilan kurang dari 36 minggu
§ Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan
§ Infeksi
§ Trauma lahir pada kepala
§ Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida)
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut
“Kernikterus”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak. Gejalanyaantara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum
atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih
lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli,
gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

49
Gejala dan tanda klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula
disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi
* Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
* Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO,
rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
* Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah)


* Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
* Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)


* Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat
* Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula
disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi
o Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat

50
o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan
darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
o Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah)


o Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat,
bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
o Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)


o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat
o Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian
hepatologi.

Manifestasi ikterus
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi
serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli
bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas
menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai
jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari
perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. (2)
Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah
merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut
ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati
membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–glucuronyl
transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam
glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide
51
dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan
kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi
urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan
kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.

Kapan Mencari Pertolongan Medis


Jika mengalami tanda-tanda seperti di atas, apa lagi bila disertai dengan keluhan-keluhan lain,
maka harus segera mencari pertolongan medis. Ikterik bukan sesuatu yang bisa ditunda
untuk mendapatkan pertolongan.

Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

1. Darah lengkap; yang dapat melihat fungsi liver, jumlah bilirubin yang ada dalam
darah, ada tidaknya pankreatitis, level elektrolit, dll.
2. Urinalysis; dapat melihat fungsi ginjal dan melihat perubahan dari air kemih.
3. USG; dapat memantau liver, kantung empedu, dan pankreas sehingga dapat melihat
ada tidaknya batu empedu, pelebaran saluran empedu, dll.
4. CT Scan; lebih detil dari USG yang dapat mengukur dengan akurat besar dari batu
empedu dan kelainan lain di dalam liver.
5. MRI; apa bila dibutuhkan untuk melihat secara detil dari saluran empedu.
6. Biopsi Liver; untuk menilai inflamasi yang terjadi di liver, ada tidaknya cirrhosis dan
kanker.

Penanganan Ikterik
Dilakukan Sendiri

1. Memperbanyak istirahat
2. Minum cairan lebih banyak
3. Menangani penyakit penyebab semaksimal mungkin
4. Hindari pemakaian obat alternatif karena biasanya justru akan memperburuk kondisi
5. Jangan mengkonsumsi alkohol
6. Berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain, karena 4000 zat yang terdapat di
dalam rokok sudah dikenal dapat merusak sistem biliaris manusia di mana liver
adalah organ terbesar di dalam sistem tersebut.
52
Dilakukan Dokter

1. Dokter akan memberikan obat untuk mengurangi keluhan yang ada pada pasien.
2. Bila diperlukan dokter akan memberikan antibiotik, antiviral, dll. sesuai dengan latar
belakang penyakit yang menyebabkan ikteriknya.
3. Dokter biasa memberikan tambahan cairan intra vena agar menjaga kondisi tidak
bertambah parah. Selain itu agar lebih mudah bila akan menyuntikkan obat.
4. Untuk kasus yang berat, bila diperlukan dokter dapat melakukan operasi
pengangkatan organ yang bermasalah, seperti pengangkatan kantung empedu, liver,
transplantasi liver, dll.

Pencegahan Ikterik

 Pencegahan ikterik sesungguhnya adalah pencegahan dari terkena penyakit-penyakit


atau kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan ikterik.
 Seperti tindakan bijaksana untuk vaksinasi hepatitis A dan B, sehingga terhindar dari
penyakit hepatitis A dan hepatitis B.
 Mengkonsumsi obat-obatan anti malaria bila akan bepergian ke daerah endemis,
karena malaria seperti dibahas di atas dapat menyebabkan ikterik.
 Jangan mengkonsumsi alkohol.
 Berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain.

53
C. Hepatitis B

Definisi
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Infeksi virus hepatitis
B suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati yang
mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik, dan
morfologik.

Struktur Virus Hepatitits B


Virus Hepatitis B tampak dibawah mikroskop elektron sebagai partikel dua lapis
berukuran 42 nm yang disebut partikel Daen. Lapisan luar virus ini terdiri atas antigen,
disingkat HbsAg. Antigen permukaan ini membungkus bagian dalam virus yang disebut
partikel inti atau core. Partikel inti ini berukuran 27 nm dan dalam darah selalu
terbungkus oleh antigen permukaan. Sedangkan antigen permukaan selain merupakan
pembungkus patikel inti, juga terdapat dalam bentuk lepas berupa partikel bulat
berukuran 22 nm dan partikel tubular yang berukuran sama dengan panjang berkisar
antara 50 – 250 nm. Struktur virus dapat dilihat seperti dibawah ini :

Epidemiologi
Indonesia digolongkan sebagai negara dengan kategori endemisitas sedang sampai tinggi.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan dari 10.391 serum
yang diperiksa, prevalensi HBsAg positif 9,4% yang berarti 1 dari 10 penduduk Indonesia
pernah terinfeksi hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia

54
maka jumlah penduduk hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang (Depkes RI,
2013).
Berdasarkan data Depkes RI (2010), resiko penularan pada hepatitis B sebesar 27%-37%.
Berdasarkan data WHO (2011), dari 35 juta petugas kesehatan di seluruh dunia, 3 juta
diantara nya menerima paparan perkutan dari spesimen darah yang patogen setiap
tahunnya ; 2 juta diantaranya menerima paparan virus hepatitis B. Paparan ini
menghasilkan sekitar 70.000 infeksi hepatitis B. Lebih dari 90% infeksi ini terjadi di
negara berkembang.

Sumber dan Cara Penularan Hepatitis B


1. Darah
2. Saliva
3. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
4. Feces dan urine
5. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau
serangga penghisap darah.

Patologi
Hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula
melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke
dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga
melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di
dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada
DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi
pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme
terjadinyakerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita
terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan
karier sehat.
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu
adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi
sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan.

55
Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan
batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan
bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang
berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik
aktif.

Setelah umur rata-rata 30 tahun, 30% dari pasien dengan hepatitis B kronis aktif akan
berkembang menjadi sirosis . Dekompensasi hati terjadi pada sekitar seperempat dari
pasien sirosis dengan hepatitis B selama periode lima tahun, dimana 5-10% yang lainnya
akan terus berkembang menjadi kanker hati. Tanpa pengobatan, sekitar 15% pasien
dengan sirosis akan meninggal dalam waktu 5 tahun.

Hepatitis B Akut
Perjalanan hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang timbul sebagai akibat dari
proses peradangan pada hati yaitu :

1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan infeksi dan saat timbulnya
gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, biasanya 60-75 hari. Panjangnya masa inkubasi
tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis
virus yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi.
2. Fase Prodromal

56
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti : malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia,
mual, muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman, panas yang tidak
tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan perubahan
warna urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus, fase
prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.

3. Fase Ikterus
Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan berkurang,
kadang rasa malaise, anoreksia masih terus berlangsung, dan nyeri abdomen kanan atas
bertambah. Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera mata. Lama
berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu.

4. Fase Penyembuhan
Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan-keluhan,
walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih terus dirasakan, hepatomegali dan
rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21 minggu.

Hepatitis B Kronis
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam
bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.Perjalanan hepatitis B kronik dibagi
menjadi tiga (3) fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun tubuh
toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi, tetapi tidak terjadi
peradangan hati yang berarti. Pada fase ini, VHB ada dalam fase replikatif dengan titer
HBsAg yang sangat tinggi.

2. Fase Imunoaktif (Fase clearance) Pada sekitar 30% individu dengan persisten dengan
VHB akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi
yang tampak dari kenaikan konsentrasi Alanine Amino Transferase (ALT). Pada keadaan
ini pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.

57
3. Fase Residual Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan
pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya
dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati yang
berarti. Pada keadaan ini titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negatif dan
anti HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.

Penderita infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif
Pada penderita ini sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan kemudian penurunan
ALT kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-ulang sampai terbentuknya anti HBe.
Sekitar 80% kasus pengidap ini berhasil serokonversi anti HBe positif, 10% gagal
serokonversi namun ALT dapat normal dalam 1-2 tahun, dan 10% tetap berlanjut menjadi
hepatitis B kronik aktif.

2. Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif Prognosis pada pengidap ini
umumnya baik bila dapat dicapai keadaan VHB DNA yang selalu normal. Pada penderita
dengan VHB DNA yang dapat dideteksi diperlukan perhatian khusus oleh karena mereka
berisiko menderita kanker hati.

3. Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa dengan jelas. Kemajuan pemeriksaan


yang sangat sensitif dapat mendeteksi adanya HBV DNA pada penderita dengan HBsAg
negatif, namun anti HBc positif.

Hepatitis B Carrier
Hepatitis B carrier adalah individu dengan HBsAg positif yang tidak menunjukkan
keluhan dan tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit hati dan pada pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hasil tes fungsi hati yang normal. Karena penyakit hati akibat
infeksi VHB umumnya tidak banyak gejala dan tes fungsi hati sering tidak dapat
menunjukkan penyakit hati, maka penderita hepatitis B carrier adalah individu yang
sebenarnya menderita VHB yang tidak terdeteksi secara fisik maupun laboratorik.

Tata Laksana
1. Memelihara status gizi yang baik dengan memberi nutrisi yang adekuat. Pada hepar
status non replikasi tidak ada pantangan. Bila sudah ada sirosis hati pada status
58
hepatitis B kompensata tetap tidak ada pantangan makan tetapi pada status
dekompensata perlu :
. asupan garam dibatasi
. protein sebaiknya dalam bentuk branch chain amino acids (BCAA)

2. Kegiatan dan latihan-latihan. Pada status non replikasi tidak ada batasan kegiatan dan
olahraga yang biasa dilakukan tetap dianjurkan. Pasien boleh bekerja biasa, dia tidak
akan menularkan HBV pada teman- teman sekantor hanya karena bekerja di ruangan
yang sama.

3. HBsAg (+) pada Ujian Badan.


Bila pada check up untuk melamar pekerjaan ditemukan HBsAg (+) dengan
transaminase normal, tidak ada alasan untuk menolak pekerja hanya dengan alasan
HBsAg (+).
Di Bandung ada lebih kurang 100.000 HBsAg carrier, bi1a mereka di tolak bekerja
akan menambah pengangguran.

4. Vaksinasi Hepatitis B.
Semua orang yang akan bekerja di lingkungan yang memungkinkan kontak dengan
darah yaitu, dr, drg, paramedis, pegawai RS dan orang kontak yang serumah dengan
carrier. Sebetulnya semua penduduk daerah prevalensi sedang dan berat yang HBsAg
(-) dan anti HBs (-) sebaiknya divaksinasi. Imunisasi Hepatitis B pada bayi sudah
diketahui secara umum.

Penatalaksanaan Hepatitits B kronis


a. HBeAg (-) dan anti-HBe (+)i HBVDNA( -) dan tidak ada tanda-tanda sirosis hati.
Sebagian besar golongan ini tidak akan berlanjut ke stadium yang lebih jelek. Ternyata
pada sebagian tetap dapat terjadi sirosis dan kanker. Karena itu golongan ini tetap
harus diawasi supaya bila terjadi reaktivasi repIikasi virus dapat terdeteksi secara dini
.Cara pengawasannya dengan memeriksa kadar SGPT tiap 6 bulan. Bila ditemukan
peningkatan disusul dengan pemeriksaan HBeAg dan HBVDNA. Tindakan berikutnya
disesuaikan dengan hasil peme-riksaan seromarker tersebut.

b. HBeAg (+), HBVDNA (+), SGPT normal.


59
Pada golongan ini sebaiknya dilakukan biopsi hati walaupun SGPT normal; bila ada
tanda–tanda hepatitis kronik aktif tetap perlu terapi spesifik. Bila tidak ada tanda-tanda
hepatitis kronik aktif perlu pengawasan intensif kadar transaminase tiap 3 bulan.

c. HBeAg (+), HBVDNA (+) dan SGPT yang meningkat menandakan bahwa adanya
hepatitis kronik aktif.
Golongan ini perlu pengobatan spesifik dengan interferon minimal 6 bulan dengan
frekuensi 3x seminggu ditambah lamivudin minimal tahun.

d. HBeAg(-), Anti-HBe(+), HBVDNA(-) tetapi sudah ada tanda- tanda sirosis.


Sirosis hati adalah kontraindikasi untuk pemberian interferon, tetapi bisa dicoba
pemberian lamivudine. Diharapkan lamivudine dapat menghambat progresivitas dari
sirosis hati tersebut. Golongan ini prognosanya kurang baik, karena itu harus dilakukan
pengawasan terhadap terjadinya HCC dengan cara pemeriksaan USG, AFP tiap 3
bulan.
d. Precore-mutantHBeAg(-) dan anti-HBe (+) Seperti dapat dilihat pada (a) maka
sebagian besar golongan ini dahulu dinamakan “Healthy carrier” , namun pada
sebagian kecil dapat terjadi infeksi oleh precore mutan dari HBV, mengakibatkan
terjadinya hepatitis kronik yang berat yang dapat berprogresi cepat ke sirosis, dimana
didapatkan HBeAg yang tetap (-) namun HBV DNA menjadi (+) kembali. Sayangnya
proses ini secara klinis tidak disertai tanda-tanda yang jelas. Oleh karena itu pada
pasien pengidap sehat bila SGPT meningkat lagi perlu dilakukan pemeriksaan
HBVDNA lagi.

60
D. Metabolisme Bilirubin

METABOLISME BILIRUBIN

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih
tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg
bilirubin indirect. Bilirubin indirect yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan
zat warna diazo (reaksi Hymans van den Borgh) yang bersifat larut dalam lemak.

61
2. Transportasi

Bilirubin indirect kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar mempunyai cara
yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui
membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan
terikat terutama pada ligandin dan sebagian kecil pada glutation S transferase lain dan
protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas
albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagain besar bilirubin yang
masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol
hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Perberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak
untuk bilirubin.

3. Konjugasi

Dalam sel hepar, bilirubion kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide


walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase
merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat
dalam sintesis bilirubin digluronide. Pertama-tama ialah uridin difosfat glukoronidase
transferase (UPDG :T) yang mengkatalisa pemebentukan bilirubin monoglukoronide.
Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin
yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi
langsung ke empedu tanpa konjugasi miusalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar
(isomer foto).

4. Ekskresi

Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direct yang larut dalam air dan
dieksresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin ini
tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direct dihidrolisis menjadi bilirubin indirect dan
direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatik. Pada neonatus karena aktivitas
enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak diubah
menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat
dengan terabsorbsi sehingga sirkulasi enterohepatik pun meningkat.
62
5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

Pada likuor amnii yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,
kemudian menghilang pada kehami1an 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh.,
kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis.
Peningktan bilirubin amnii juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin
sampai ke likuor amnii betum diketabui dengan jetas, tetapi kemungkinan besar melalui
mukosa saluran nafas dan saluran cerna.

Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besamya tetapi kesanggupan
hepar mengambil bilirubin dari sirkutasi sangat terbatas. Demikian kesanggupannya
untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam
bentuk bilirubin indirek dan mudah mclalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh
hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat
terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa
ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa
janin haI ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus haI ini berakibat
penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus.

Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar betum matang atau bila terdapat gangguan
dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim
glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah
dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada
kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah
sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat
dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada
sel otak. lnilah yang menjadi dasar pencegahan 'kernicterus' dengan pemberian albumin
atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas
maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal
tetah tercapai.

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran
63
eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme
lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin
meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi
bilirubin, dan ekskresi bilirubin.

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan
hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya


dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat
dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke
sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,


albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui
sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein
ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

64
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan
kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam


kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.
Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat
diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim
beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran
cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.

65
Kerangka Konsep

Nn. Anita, 21 tahun, mahasiswi denga n Riwayat Hepatitis B

Terinfeksi HBV (eksaserbasi ) HBsAg (+)

LED , SGOT , SGPT Inflamasi hepatosit Demam 1 minggu yang lalu

Kongesti system bilier intrahepatic hepatomegali

Bilirubin direk ( larut dalam air )

Ekskresi dalam urin Berpenetrasi ke dalam cairan jaringan

BAK teh tua Ke sklera

Ikterik

66
BAB II
PENUTUP

I. Simpulan

Nn. Anita, mahasiswi, 21 tahun, datang ke RS kerana icterus yang disebabkan


oleh infeksi Hepatitis B kronik dengan eksaserbasi akut.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. ReferensiAbdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus


Neonatorum. Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.
64-84.
2. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New Yorkl.
17th edition. Saunders. 596-598.
3. Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97-
103
4. http://www.cdc.gov/ncbddd/dd/kernicterus.htm
5. http://w/’ww.ijppediatricsindia.org/article.asp?issn=0019-5456;year=2005
6. http://jama.ama-assn.org/cgi/content/full/286/3/299
7. http://www.scribd.com/doc/21373244/Penatalaksanaan-Kelainan-Penyebab-Ikterus
8. Carlton WW dan MD. McGavin. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Ed.
2. Mosby-Year Book, Inc.
9. Lindseth, Glenda N. Gangguan Gangguan Hati, Empedu, Dan Pankreas. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol.1. Jakarta: EGC.
10. Mansjoer, A, dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jilid.1 . Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
11. Sanityoso A, dkk. 2009. Hepatitis Virus Akut, Hepatitis B Kronik. Ed. V. Jilid.1.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
12. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20333/Chapter%20II.pdf;jsessi
onid=1DE108CAE0B5C9F2E2C7A7C4BBA77395?sequence=4
13. http://labcito.co.id/virus-hepatisis-b-sang-pembunuh-secara-perlahan/
14. http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-
pdfs/8385/doh-8385-ind.pdf
15. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20831/Chapter%20II.pdf;jsessi
onid=B872187E9DB21985AEA00ED212304909?sequence=4

68

Anda mungkin juga menyukai