Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 17 TAHUN 2017

Disusun oleh: Kelompok B3

1. Nadia Madina Rahma (04011181520051)


2. Kania Mutia Yazid (04011181520057)
3. Muhammad Zen Faris (04011281520113)
4. Dian Natalia (04011281520123)
5. Mira Maulani Fatima (04011281520129)
6. Andy Andrean (04011281520130)
7. Ricky Pratama Wijaya (04011381520090)
8. Muhammad Al Akbar (04011381520092)
9. Bhagatdeep Kaur Kaur Singh (04011381520185)
10. Levanya Anbalagan (04011381520188)
Tutor : dr. Rouly Pola Pasaribu, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya
Laporan Tutorial Skenario A Blok 17 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran Program-Based Learning di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Dan tak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Rouly Pola Pasaribu,
Sp.PD selaku tutor serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas
tutorial ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun dari pembaca akan sangat kami harapkan guna perbaikan di
masa yang akan datang.

Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan Yang
Maha Esa. Amin.

Akhir kata, kembali kami ucapkan terima kasih.

Palembang, 7 April 2017

Kelompok B3

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

SKENARIO4

I. Klarifikasi Istilah 5

II. Identifikasi Masalah 6

III. Keterkaitan Antarmasalah..............................................................................................8

IV. Analisis Masalah 9

V. Topik Pembelajaran .....................................................................................................51


VI. Learning Issue..............................................................................................................52
VII. Sintesis Masalah...........................................................................................................52
VIII. Kerangka Konsep.........................................................................................................57
IX. Kesimpulan...................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................59

3
SKENARIO A BLOK 17 TAHUN 2017

Tn.Udin, 50 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama mata kuning yang semakin
bertambah sejak 1 minggu yang lalu. Sejak 6 bulan yang lalu, Tn. Udin sering mengeluh
nyeri perut kanan atas yang hilang timbul khususnya setelah makan berlemak, tidak ada
demam, BAB dan BAK normal. Sejak 4 bulan yang lalu, dia mengeluh teraba massa di
daerah ulu hati, nafsu makan menurun dan mual mual. Sejak 2 bulan yang lalu Tn. Udin
mengeluh matanya kuning, BAK berwarna teh tua, kadang kadang diikuti demam, badan
terasa lemah, BB menurun, BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal gatal.

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran : CM
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg, N : 115x/menit, regular, RR : 24x/menit, T: 38,5C, BB : 50
kg, TB : 155 cm

Pemeriksaan spesifik :
Mata : Sklera ikterik (+/+), konjungtiva palpebra pucat
Thoraks : Paru : suara nafas vesikuler normal, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : HR : 84x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan perut kanan atas, murphy sign (+), teraba massa pada
epigastrium berukuran 7 x 4 cm, konsistensi keras berdungkul dungkul,
shifting dullness (-)
Ekstremitas : edema (-)

Pemeriksaan Laboraturium :
Hb : 7,6 g/dL WBC : 15.000 /mm3
ESR : 50 mm/jam Trombocyte : 80.000
BSS : 100 mg/dL Creatinine : 0,8 mg/dL
Ureum : 40 mg/dL
SGOT : 102 U/I SGPT : 125 U/I
Direct bilirubin : 23,25 mg/dL Indirect bilirubin : 2,10 mg/dL
Total bilirubin : 25,35 mg/dL Alkaline phosphatase : 1135 U/L
Urinalysis : bilirubin (+)

4
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Gallop
Kelainan irama jantung.
2. Murphy Sign
3. Tanda dari penyakit empedu yaitu rasa sakit ketika menarik nafas ketika
tangan si pemeriksa berada di titik aproksimat dari empedu.
4. Shifting dullness
Suara pekak yang berpindah pindah pada saat perkusi akibat adanya cairan
bebas di dalam rongga abdomen.
5. Alkaline phospathase
Grup enzim yang dihasilkan oleh hepar, tulang, usus, plasenta, dan ginjal
(tubulus proksimal). Meningkat dalam plasma pada keadaan obstruksi salurna
empedu, kolestatik intrahepatik, sirosis hepatis, fatty liver, tumor hepar,
metastase hepar, hepatitis, dan intoksikasi obat.
6. Direct bilirubin (conjugated bilirubin)
Bilirubin yang telah diambil oleh sel sel hati dan dikonjugasikan membentuk
bilirubin di glukoronid yang larut air.
7. Indirect bilirubin (unconjugated bilirubin)
Bilirubin larut lemak yang beredar dalam protein plasma.
8. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) / AST (Aspartate
Transaminase)
Enzim yang terdapat dalam jaringan tubuh terutama terdapat pada jantung dan
hati dan enzim tersebut akan dilepaskan ke serum sebagai akibat cedera
jaringan
9. SGPT (Serum Glutamic Piruvate Transaminase) / ALT (Alanine
Transaminase) Enzim yang terdapat dalam sel hati yang ketika hati
mengalami kerusakan fungsi akan dikeluarkan ke sirkulasi darah

II.

5
II. IDENTIFIKASI MASALAH
No. Masalah Concern
1. Tn.Udin, 50 tahun, dating ke RS dengan keluhan
utama mata kuning yang semakin bertambah sejak
1 minggu yang lalu.
2. Perjalanan penyakit :
Sejak 6 bulan yang lalu Tn. Udin sering mengeluh
nyeri perut kanan atas yang hilang timbul
khususnya setelah makan berlemak, tidak ada
demam, BAB dan BAK normal.
Sejak 4 bulan yang lalu, dia mengeluh teraba
massa di daerah ulu hati, nafsu makan menurun
dan mual mual.
Sejak 2 bulan yang lalu Tn. Udin mengeluh
matanya kuning, BAK berwarna teh tua, kadang
kadang diikuti demam, badan terasa lemah, BB
menurun, BAB berwarna pucat seperti dempul
dan gatal gatal.
3. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran :
CM
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg, N : 115x/menit,
regular, RR : 24x/menit, T: 38,5C, BB : 50 kg,
TB : 155 cm
4. Pemeriksaan spesifik :
Mata : Sklera ikterik (+/+), konjungtiva
palpebra pucat
Thoraks : Paru : suara nafas
vesikuler normal, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : HR : 84x/menit,
regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan perut kanan atas,
murphy sign (+), teraba massa pada
epigastrium berukuran 7 x 4 cm,
konsistensi keras berdungkul

6
dungkul, shifting dullness (-)
Ekstremitas : edema (-)
6. Pemeriksaan Laboraturium :
Hb : 7,6 g/dL
WBC : 15.000 /mm3
ESR : 50 mm/jam
Trombocyte : 80.000
BSS : 100 mg/dL
Creatinine : 0,8 mg/dL
Ureum : 40 mg/dL
SGOT : 102 U/I
SGPT : 125 U/I
Direct bilirubin : 23,25 mg/dL
Indirect bilirubin : 2,10 mg/dL
Total bilirubin : 25,35 mg/dL
Alkaline phosphatase : 1135 U/L
Urinalysis : bilirubin (+)

7
III. KETERKAITAN ANTARMASALAH

Sejak 6 bulan yang lalu, Tn. Udin sering mengeluh nyeri perut kanan atas yang hilang
timbul khususnya setelah makan berlemak, tidak ada demam, BAB dan BAK normal.

Sejak 4 bulan yang lalu, dia mengeluh teraba massa di daerah


ulu hati, nafsu makan menurun dan mual mual.

Sejak 2 bulan yang lalu Tn. Udin mengeluh matanya kuning, BAK berwarna
teh tua, kadang kadang diikuti demam, badan terasa lemah, BB menurun,
BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal gatal.

Sejak 1 minggu yang lalu keluhan mata kuning semakin


bertambah
Tn.Udin datang ke RS

Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan Laboraturium :

Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran Hb : 7,6 g/dL

: CM WBC : 15.000 /mm3

Tanda vital : TD : 130/80 mmHg, N : ESR : 50 mm/jam


115x/menit, regular, RR : 24x/menit, T: Trombocyte : 80.000
38,5C, BB : 50 kg, TB : 155 cm BSS : 100 mg/dL
Creatinine : 0,8 mg/dL
Pemeriksaan spesifik :
Ureum : 40 mg/dL
Mata : Sklera ikterik (+/+), konjungtiva palpebra
SGOT : 102 U/I
pucat
SGPT : 125 U/I
Thoraks : Paru : suara nafas vesikuler
Direct bilirubin : 23,25 mg/dL
normal, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Indirect bilirubin : 2,10 mg/dL
Jantung : HR : 84x/menit, regular,
Total bilirubin : 25,35 mg/dL
murmur (-), gallop (-)
Alkaline phosphatase : 1135 U/L
Abdomen : Nyeri tekan perut kanan atas, murphy
Urinalysis : bilirubin (+)
sign (+), teraba massa pada epigastrium
berukuran 7 x 4 cm, konsistensi keras
berdungkul dungkul, shifting dullness (-)
Ekstremitas : edema (-)

8
IV. ANALISIS MASALAH
1. Tn.Udin, 50 tahun, dating ke RS dengan keluhan utama mata kuning yang
semakin bertambah sejak 1 minggu yang lalu. ***
a. Apa penyebab dari sklera ikterik?
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah yang
menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah. Jaringan
permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah
lidah biasanya pertama kali menjadi kuning karena bilirubin mudah
berikatan dengan elastin. Keadaan ini merupakan tanda penting
penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit
darah (khususnya kelainan sel darah merah). Kadar normal bilirubin
dalam serum berkisar antara 0,3 1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam
batasan ini oleh keseimbangan antara produksi bilirubin dengan
penyerapan oleh hepar, konjugasi, dan ekskresi empedu. Ikterus ringan
dapat dilihat palling awal pada sklera mata dan mukosa di mana kadar
bilirubin sudah mencapai 2 2,5 mg/dl sedangkan bila sudah
mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna kuning. Ikterus
terjadi karena peningkatan kadar bilirubin direk (conjugated bilirubin)
dan atau kadar bilirubin indirek (unconjugated bilirubin).
b. Apa saja organ yang terkait dengan terjadinya sklera ikterik?
Penyebab ikterus dibagi berdasarkan tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik
(pembagian terdahulu). Pembagian yang baru menambahkan 2 fase lagi
sehingga tahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu :
Fase Prehepatik
1. Pembentukan bilirubin
Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme pada
metabolisme sel darah merah. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel
sistem retikuloendotelial sehingga organ yang berperan dalam tahapan
ini adlah hepar.
2. Transport plasma
Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tidak terkonjugasi
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat
melalui membrane glomerulus, sehingga tidak muncul dalam urin.
Organ yang terkait adalah hepar.

9
Fase Intrahepatik
3. Liver uptake
Proses pengambilan bilirubin tidak terkonjugasi oleh hati secara rinci
dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y. Organ
terkait tahapan ini adalah hepar.
4. Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukoronida
atau bilirubin konjugasi atau bilirubin indirek. Reaksi ini dikatalisasi
oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin
yang larut air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan
bilirubin monoglukoronida, dengan bagian asam glukoronik kedua
ditambahkan dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang
berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik. Bilirubin
konjugasi lainnya selain diglukoronid juga terbentuk namun
kegunaannya tidak jelas. Organ yang berperan dalam tahapan ini
adalah hepar.
Fase Pascahepatik
5. Ekskresi bilier
Bilirubin konjugasi dikeluarkan dalam kanalikulus bersama bahan
lainnya. Organ yang terkait pada tahapan ini adalah hepar, empedu,
dan pankreas.

c. Bagaimana mekanisme terjadinya sklera ikterik?


Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus prehepatika (hemolitik), ikterus
intrahepatika (parenkimatosa), dan ikterus posthepatika (obstruksi).
Ikterus yang dialami Tn. Udin pada scenario adaah ikterus obstruksi (post
hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu
antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi)
pada saluran empedu. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis di
mana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke
dalam duodenum. Pada ikterus obstruktif, kecepatan pembentukan
bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari
darah ke dalam usus akibat adanya suatu obstruksi.
Ada 2 bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra
hepatal. Pada ikterus obstruksi intra hepatal terjadi kelainan di dalam
parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda
stasis empedu, sedangkan ikterus obstruksi ekstra hepatal terjadi kelainan

10
di luar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang juga
menyebabkan tanda tanda stasis empedu.
Akibat adanya obstruksi maka terjadilah penumpukan bilirubin sehingga
konsentrasinya meningkat dalam sirkulasi darah yang menyebabkan
pigmentasi kuning pada plasma darah. Elastin yang banyak
terkandung pada kulit dan sklera sangat mudah berikatan dengan
bilirubin. Elastin sendiri adalah protein pada kulit, sklera, dan jaringan
tubuh yang membantu untuk menjaga jaringan tetap fleksibel dan
kencang. Bilirubin yang berikatan dengan elastin pada sklera akan
menyebabkan sklera ikterik.
d. Apa saja diagnosis yang paling mungkin dari hasil keluhan utama pasien?
Sklera ikterik dapat terjadi diakibatkan adanya gangguan pada ketiga fase
pembentukan bilirubin.
Gangguan pada fase prehepatik
Anemia hemolitik dapat disebabkan gangguan membran (spherocytosis
herediter), gangguan enzim (defisiensi glukosa 6 phosphate), penyakit
autoimun, sickle cell anemia, dan thalassemia.
Gangguan pada fase posthepatik
Kolelitiasis (batu empedu)
Pankreatitis
Kanker hepatosellular
Kanker pancreas
Gangguan pada fase intrahepatik

Gangguan Ekstrahepatik

11
e. Mengapa sklera semakin bertambah kuning sejak 1 minggu yang lalu?
Sklera bertambah kuning diakibatkan penumpukan kadar bilirubin
semakin banyak yang mungkin disebabkan obstruksi yang semakin
signifikan sehingga konsentrasi bilirubin di dalam darah semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan jumlah bilirubin yang berikatan dengan
jaringan elastin di sklera semakin banyak sehingga sklera tampak lebih
kuning.

2. Sejak 6 bulan yang lalu, Tn. Udin sering mengeluh nyeri perut kanan atas
yang hilang timbul khususnya setelah makan berlemak, tidak ada demam,
BAB dan BAK normal.
Sejak 4 bulan yang lalu, dia mengeluh teraba massa di daerah ulu hati, nafsu
makan menurun dan mual mual.
Sejak 2 bulan yang lalu Tn. Udin mengeluh matanya kuning, BAK berwarna
teh tua, kadang kadang diikuti demam, badan terasa lemah, BB menurun,
BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal gatal. **
a. Bagaimana anatomi dari organ hepatobilier di regio abdomen?

A. Hepar

12
Gambar diambil dari: Atlas Anatomi Sobotta edisi 21 jilid II halaman 142

Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai


fungsi yang sangat bervariasi. Tiga fungsi dasar hepar adalah membentuk dan
mensekresikan empedu ke dalam tractus intestinalis; berperan pada banyak
metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak, dan protein;
menyaring darah, menyingkirkan bakteri dan benda asing lain yang masuk ke
dalam darah dari rongga intestinum.

Hepar mensintesis heparin, sebuah zat antikoagulan, dan mempunyai


fungsi detoksikasi yang penting. Hepar menghasilkan pigmen empedu dari
hemoglobin yang keluar dari sel darah merah dan mengsekresikan garam
empedu. Pigmen dan gatam empedu dibawa ke duodenum oleh ductus
choledochus.

13
Hepar dapat dibagi dalam lobus dexter yang besar dan lobus sinister
yang kecil oleh perlekatan peritoneum oleh ligamentum falciforme. Lobus
dexter terbagi lagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya
vesica biliaris, fissura unfuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior,
dan fissure untuk ligamentum venosum.

B. Pankreas

14
Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada
epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan
terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum.
Pancreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam
caput, collum, corpus, dan cauda.

Pankreas tersusun atas kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian


eksokrin kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzim-enzim
yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat. Bagian
endokrin kelenjar yaitu pulau-pulau pancreas (pulau-pulau Langerhans),
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai peranan
penting pada metabolisme karbohidrat.

C. Vesica Billiaris

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong


seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-50 ml
empedu. Kandung empedu terletak tepat dibawah lobus kanan hati.
Kandung empedu terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung tulang rawan costa IX kanan. Empedu dibentuk oleh sel-sel
hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus
biliaris terminalis yang terletak di dalam septum inter lobaris. Saluran ini
kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis.
Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung

15
empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

1) Batas-Batas
Ke anterior: Dinding anterior abdomen dan facies inferior hepatis.
Ke posterior: Colon transversum dan bagian pertama dan kedua
duodenum.
2) Perdarahan
Arteria cystica, cabang arteria hepatica dextra. mendarahi vesica biliaris.
Vena cystica mengalirkan darah langsung ke vena porta. Sejumlah arteri
dan vena kecil juga berjalan di antara hepar dan vesica felea.
3) Sistem Limfatik
Cairan limfe mengalir ke nodus lymphaticus cysticus yang terletak dekat
collum vesicae biliaris. Dari sini, pembuluh limfe berjalan ke nodi hepatici
dengan berjalan sepanjang perjalanan arteria hepatica dan kemudian ke
nodi coeliaci.
4) Persarafan
Serabut simpatik dan parasimpatik vagus membentuk plexus coeliacus.
Vesica biliaris berkontraksi sebagai respons terhadap hormon
kolesistokinin yang dihasilkan oleh tunica mucosa duodeni karena
masuknya makanan berlemak dari gaster.

b. Bagaimana topografi dari regio abdomen?

16
17
c. Bagaimana fisiologi sistem pencernaan?
1. Mastikasi (Mengunyah)
Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah. Gigi
geligi anterior (insisivi) bekerja sebagai pemotong yang kuat dan gigi
geligi posterior (molar)bbekerja untuk menggiling. Semua otot rahang
yang bekerja bersama-sama dapat menghasilkan kekuatan gigit sebesar
55 pon pada insisivus dan 200 pan pada molar.
Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik
saraf kranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus
dalam batang otak. Perangsangan daerah retikularis spesifik pada pusat
pengecapan di batang otak akan menimbulkan gerakan mengunyah yang
ritmis.

18
Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu refleks
mengunyah. Adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya
menimbulkan inhibisi refleks otot-otot pengunyahan, yang
menyebabkan rahang bawah turun ke bawah. Penurunan ini kemudian
menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang
menimbulkan kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis
mengangkat rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi geligi,
tetapi juga menekan bolus pada mukosa mulut, yang menghambat otot-
otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun dan
kembali rebound pada saat yang lain, dan ini terjadi berulang-ulang.

2. Menelan (Deglutasi)
Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring
membantu fungsi pernapasan dan menelan. Faring diubah hanya dalam
beberapa detik menjadi traktus untuk mendorong masuk makanan. Hal
yang terutama penting adalah bahwa respirasi tidak terganggu karena
proses menelan.
Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter
yang mencetuskan proses menelan, (2) tahap faringeal yang bersifat
involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam
esofagus; dan (3) tahap esofageal, yaitu fase involunter lain yang
mengangkut makanan dari faring ke lambung.
Tahap Volunter dan Proses Menelan
Bila makanan sudah siap untuk ditelan, "secara sadar" makanan
ditekan atau didorong ke arah posterior ke dalam faring oleh tekanan
lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum. Dari sini, proses
menelan menjadi seluruhnya-atau hampir seluruhnya-berlangsung secara
otomatis dan umumnya tidak dapat dihentikan.
Tahap Faringeal dan Proses Menelan
Saat bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan faring,
bolus merangsang daerah epitel reseptor menelan di sekeliling pintu
faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan sinyal-sinyal dari sini
berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian kontraksi otot

19
faringeal secara otomatis dan kemudian merangsang reseptor sensoris
faringeal involunter untuk menimbulkan refleks menelan.
Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk
mencegah refluks makanan ke rongga hidung. Lipatan palatofaringeal
pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial untuk saling mendekat satu
sama lain.
Pita suara pada laring menjadi sangat berdekatan, dan laring tertarik
ke atas dan anterior oleh otot-otot leher bekerja bersama ligamen yang
mencegah gerakan epiglotis ke atas menyebabkan epiglotis bergerak ke
belakang di atas pembukaan laring untuk mencegah masuknya makanan
ke dalam hidung dan trakea.
Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke
esofagus. Pada saat yang bersamaan, 3-4 cm di atas dinding otot
esofagus, yang dinamakan sfingter esofagus atas (juga disebut sfingter
faringoesofageal) berelaksasi. Dengan demikian, makanan dapat
bergerak dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam
esofagus bagian atas.
Setelah laring terangkat dan sfingter faringoesofageal mengalami
relaksasi, seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian
superior faring, lalu menyebar ke bawah melintasi daerah faring media
dan inferior, yang mendorong makanan ke dalam esophagus melalui
proses peristaltik.
Seluruh tahap faringeal dan proses menelan hanya berlangsung
selama 6 detik sehingga tidak menganggu pernafasan.
Tahap Esofageal Proses Menelan
Esofagus berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat dari
faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi
tersebut. Terdapat dua tipe gerakan peristaltik di esophagus yaitu primer
dan sekunder. Peristaltik primer adalah kelanjutan dari gelombang
peristaltik faring yang berlangsung 8-10 detik, lebih cepat pada orang
yang makan dengan posisi tegak biasanya 5-8 detik akibat gaya
gravitasi. Sedangkan peristaltik sekunder terjadi apabila peristaltik
primer gagal mengerjakan tugasnya. Peristaltik sekunder dihasilkan dari

20
peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan dan terus berlanjut
hingga semua makan masuk kedalam lambung.
1/3 bagian atas esophagus dan susunan otot dinding faring adalah otot
lurik yang diatur oleh sinyal saraf rangka dari saraf glosofaringeal dan
saraf vagus. 2/3 bagian bawah esophagus tersusun atas otot polos yang
diatur secara kuat oleh saraf vagus yang bekerja melalui perhubungan
dengan sistem saraf mienterikus esofageal.
Jika saraf vagus yang menuju esofagus dipotong, setelah beberapa
hari pleksus saraf mienterikus esofagus menjadi cukup peka rangsang
untuk menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat bahkan
tanpa bantuan refleks vagal. Oleh karena itu, bahkan sesudah paralisis
refleks penelanan batang otak, makanan yang dimasukkan melalui
selang atau dengan cara lain ke dalam esofagus tetap siap memasuki
lambung.
Sfingter esophagus normalnya tetap berkontriksi secara tonik berbeda
dengan bagian tengah esophagus yang normalnya tetap berelaksasi.
Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus, terdapat
"relaksasi reseptif'' dari sfingter esofagus bagian bawah yang
mendahului gelombang peristaltik, yang mempermudah pendorongan
makanan yang ditelan ke dalam lambung. Kadang sfingter tidak
berelaksasi dengan baik, sehingga mengakibatkan keadaan yang disebut
akalasia.

3. Fungsi Motorik Lambung


Fungsi motorik lambung ada tiga: (1) penyimpanan sejumlah besar
makanan sampai makanan dapat diproses di dalam lambung, duodenum,
dan traktus intestinal bawah; (2) pencampuran makanan ini dengan
sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran setengah cair
yang disebut kimus; dan (3) pengosongan kimus dengan lambat dari
lambung ke dalam usus halus pada kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus halus.
Fungsi Penyimpanan Lambung
Saat makanan masuk ke dalam lambung, makanan membentuk
lingkaran konsentris makanan di bagian orad lambung, makanan yang

21
paling baru terletak paling dekat dengan pembukaan esofagus dan
makanan yang paling lama terletak paling dekat dengan dinding luar
lambung. Normalnya, bila makanan meregangkan lambung, "reflex
vasovagal" dari lambung ke batang otak dan kemudian kembali ke
lambung akan mengurangi tonus di dalam otot dinding korpus lambung
sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung jumlah
makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat
lambung berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5 L. Tekanan dalam
lambung tetap rendah sampai batas ini tercapai.
Pengosongan Lambung
Pengosongan lambung ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yang
kuat di dalam antrum lambung. Pada saat yang sama, pengosongan
dilawan oleh berbagai tingkat resistansi terhadap berlalunya kimus di
pilorus. Bila tonus pilorus normal, setiap gelombang peristaltic yang
kuat akan mendorong beberapa mililiter kimus ke dalam duodenum.
Jadi, gelombang peristaltik, selain menyebabkan pencampuran di dalam
lambung, juga menyediakan kerja pemompaan yang disebut pompa
pylorus Terdapat dua faktor yang memengaruhi pengosongan lambung
yaitu efek volume makanan pada lambung terhadap kecepatan
pengosongan (berbanding lurus) dan efek hormone gastrin yang
dilepaskan dari mukosa antrum oleh adanya jenis makanan tertentu
dalam lambung terutama daging.

4. Gerakan Usus Halus

22
Dibagi menjadi dua
yaitu kontraksi pencampuran
dan kontraksi propulsif.
Kontraksi pencampuran
(segmentasi) terjadi apabila bagian
tertentu usus halus teregang oleh kimus
sehingga menimbulkan kontraksi
konsentris local dengan jarak interval
tertentu sepanjang usus dan
berlangsung sesaat dalam semenit. Bila satu rangkaian kontraksi
segmentasi berelaksasi, sering timbul satu rangkaian baru, tetapi
kontraksi kali ini terjadi terutama pada titik baru di antara kontraksi-
kontraksi sebelumnya. Oleh karena itu, kontraksi segmentasi ini
"memotong" kimus sekitar dua sampai tiga kali per menit, dengan cara
ini membantu pencampuran makanan dengan sekresi usus halus.
Frekuensi maksimal kontraksi segmentasi ini ditentukan oleh frekuensi
gelombang lambat listrik pada dinding usus dan normalnya tidak
melebihi 12 per menit dalam duodenum serta yeyunum proksimal.

Kontraksi propulsif (peristaltik) mendorong kimus melewati usus halus


dapat terjadi pada semua bagian usus halus menuju anus dengan
kecepatan 0,5-2cm/detik, lebih lambat pada bagian terminal dan lebih
cepat pada bagian proksimal. Peristaltik diatur oleh sinyal saraf dan

23
hormon meliputi gastrin, CCK, insulin, motilin, dan serotonin yang
meningkatkan motilitas usus sedangkan dihambat oleh sekretin dan
glucagon.

5. Gerakan Kolon
Fungsi utama kolon adalah absorpsi air dan elektrolit kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan. 1/2 bagian proksimal berhubungan dengan absropsi dan 1/2
bagian distal berhubungan dengan penyimpanan.
Gerakan Mencampur "Haustrasi"
Sama seperti cara terjadinya gerakan segmentasi dalam usus halus,
kontriksi sirkular yang besar terjadi dalam usus besar. Pada setiap
kontriksi kira-kira 2,5cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang
menyempitkan lumen kolon hingga hampir tersumbat. Pada saat yang
sama, otot longitudinal kolon, yang terkumpul menjadi tiga pita
longitudinal yang disebut taenia coli akan berkontraksi. Kontraksi
gabungan itu akan menyababkan bagian usus besar yang tidak
terangsang menonjol ke luar memberikan bentuk serupa kantung yang
disebut haustrasi.
Gerakan Mendorong-"Gerakan Massa"
Gerakan massa adalah jenis peristaltik yang dimodifikasi yang
ditandai oleh rangkaian peristiwa sebagai berikut: Pertama, timbul
sebuah cincin konstriksi sebagai respons dari tempat yang teregang atau
teriritasi di kolon, biasanya pada kolon transversum. Kemudian, dengan
cepat kolon, sepanjang 20 cm atau lebih, pada bagian distal cincin
konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya clan justru berkontraksi
sebagai satu unit, mendorong maju materi feses pada segmen ini
sekaligus untuk lebih menuruni kolon. Kontraksi secara progresif
menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik, clan
terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya. Lalu, timbul
pengerakan massa yang lain, kali ini mungkin berjalan lebih jauh
sepanjang kolon.

24
Satu rangkaian gerakan massa biasanya menetap selama 10 sampai 30
menit. Lalu mereda dan mungkin timbul kembali setengah hari
kemudian. Bila gerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum,
akan timbul keinginan untuk defekasi.

6. Defekasi
Bila gerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, segera
timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum
dan relaksasi sfingter anus. Pendorongan massa feses yang terus-
menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi tonik dari sfingter ani
internus, penebalan otot polos sirkular sepanjang beberapa sentimeter
yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan sfingter ani eksternus,
yang terdiri atas otot lurik volunter yang mengelilingi sfingter
internus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh
serat-serat saraf dalam nervus pudendus, yang merupakan bagian
sistem saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter,
dalam keadaan sadar atau setidaknya dalam bawah sadar; secara
bawah sadar, sfingter eksternal biasanya secara terus-menerus
mengalami konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran yang
menghambat konstriksi.

Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari


refleks-refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem
saraf enterik setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum
menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus
mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristalik di dalam kolon
desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke arah anus. Pada
saat gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus
relaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus; jika
sfingter ani eksternus juga secara sadar, dan volunter berelaksasi pada
waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.

Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, reflex defekasi secara


sadar dapat diaktifkan dengan mengambil napas dalam untuk

25
menggerakkan diafragma turun ke bawah dan kemudian
mengontraksikan otot-otot abdomen untuk meningkatkan tekanan dalam
abdomen, jadi mendorong isi feses ke dalam rektum untuk menimbulkan
refleks-refleks yang baru. Refleks-refleks yang ditimbulkan dengan cara
ini hampir tidak seefektif seperti refleks yang timbul secara alamiah,
karena alasan inilah orang yang terlalu sering menghambat reflex
alamiahnya cenderung mengalami konstipasi berat.

SEKRESI PANKREAS
Enzim-enzim pencernaan pankreas disekresi oleh asini pankreas, dan
sejumlah besar larutan natrium bikarbonat disekresi oleh duktulus kecil
dan duktus lebih besar yang berasal dari asini. Produk kombinasi berupa
enzim dan natrium bikarbonat ini kemudian mengalir melalui ductus
pankreatikus yang panjang, yang normalnya bergabung dengan duktus
hepatikus tepat sebelum mengosongkan isinya ke duodenum melalui
papila Vateri yang dikelilingi oleh sfingter Oddi.

Getah pankreas disekresi paling banyak sebagai respons terhadap


keberadaan kimus di bagian atas usus halus, dan karakteristik getah
pankreas ditentukan sampai batas tertentu oleh jenis makanan dalam
kimus. Pankreas juga menyekresi insulin, namun insulin ini tidak
disekresikan oleh jaringan pankreas yang menyekresi getah pancreas
usus. Sebaliknya, insulin disekresi langsung ke darah tidak ke usus-oleh
pulau-pulau Langerhans yang terjadi di bagian-bagian pulau pada
pankreas.

SEKRESI EMPEDU
Empedu disekresi dalam dua tahap oleh hati: (1) Bagian awalnya
disekresi oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit; sekresi
awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, clan zat-
zat organik lainnya. Empedu ini disekresi ke dalam kanalikulus biliaris
kecil yang terletak di antara sel-sel hati.

26
(2) Kemudian, empedu mengalir di dalam kanalikulus menuju septa
interlobularis, tempat kanalikulus mengosongkan empedu ke dalam
duktus biliaris terminal dan kemudian secara progresifke dalam duktus
yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus clan ductus
biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan ke dalam
duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam
melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu.

Empedu disekresikan secara terus menerus oleh sel-sel hati, namun


sebagian besar normalnya disimpan dalam kandung empedu sampai
diperlukan di dalam duodenum. Volume maksimal yang dapat ditampung
kandung empedu hanya 30 sampai 60 ml. Meskipun demikian, sekresi
empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam
kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit
kecil lainnya secara terus-menerus diabsorbsi melalui mukosa kandung
empedu, memekatkan sisa zat-zat empedu yang mengandung garam
empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin.

d.

Bagaimana fisiologi regulasi empedu?


Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen tetrapirol yang larut dalam lemak yang
berasal dari pemecahan sel-sel eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag
dari sistem retikuloendotelial terutama dalam lien. Masa hidup rata rata
eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 cc darah dihancurkan dan
menghasilkan 250 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan.
Kini diketahui juga bahwa pigmen empedu sebagian juga berasal dari
destruksi eritrosit matang dalam sumsum tulang dan dari hemoprotein lain.

27
Proses penghancuran eritrosit
terjadi di sistem
retikuloendotelial. Sistem
retikuloendotelial adalah jaringan
pengikat retikular yang tersebar
luas menyelubungi sinusoid
sinusoid darah di hati, sumsum
tulang, dan juga menyelubungi
saluran-saluran limfe di jaringan
limfatik. Pada proses
penghancuran eritrosit cincin hem
setelah dibebaskan dari Fe dan
globin diubah menjadi biliverdin
yang berwarna hijau oleh enzim
heme oksigenase. Enzim
biliverdin reduktase akan merubah
biliverdin menjadi bilirubin yang
berwarna kuning. Bilirubin ini
akan berikatan dengan protein
sitosolik spesifik membentuk
kompleks protein pigmen dan
ditransportasikan melalui darah ke
dalam sel hati. Pada saat
transportasi menuju hati, bilirubin
ini berikatan dengan albumin.
Bilirubin ini dikenal sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi (bilirubin I)
atau bilirubin indirek berdasarkan reaksi diazo Van den Berg. Bilirubin
indirek ini tidak larut dalam air dan tidak diekskresi melalui urin.
Saat tiba di hati, albumin dipisahkan dan bilirubin indirek terikat pada
protein akseptor sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Di dalam hepatosit,
bilirubin indirek akan diikat oleh asam glukoronat dengan bantuan enzim
glukoronil transferase. Hasil gabungan ini membentuk bilirubin
diglukoronida disebut bilirubin direk (memberikan reaksi langsung dengan
diazo Van den Berg) atau bilirubin terikat (conjugated bilirubin), dan

28
bersifat larut dalam air. Selanjutnya bilirubin direk akan dikeluarkan ke
saluran empedu. Di dalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam
bentuk bilirubin direk (bilirubin terkonjugasi atau bilirubin II).
Melalui saluran empedu, bilirubin direk akan masuk ke usus halus sampai
ke kolon. Oleh aktivitas enzim enzim bakteri dalam kolon, asam
glukoronik akan pecah dan bilirubin dirubah menjadi mesobilirubinogen,
stercobilinogen, dan urobilinogen yang sebagian besar diekskresikan ke
dalam feses. Urobilinogen akan dioksidasi menjadi urobilin yang memberi
warna feses. Bila terjadi obstruksi total saluran empedu maka tidak akan
terjadi pembentukan urobilinogen dalam kolon sehingga warna feses
seperti dempul (alkoholik). Urobilinogen yang terbentuk akan direabsorbsi
dari usus, dikembalikan ke hepar yang kemudian langsung diekskresikan
ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sejumlah kecil lainnya diserap
oleh usus dan masuk ke aliran darah, mencapai ginjal, dan diekskresi
melalui urine.

e. Bagaimana mekanisme dari nyeri perut kanan atas yang hilang timbul
khususnya setelah makan berlemak terkait skenario?
Mekanisme nyeri mempunyal 3 sebab:
1. Nyeri ketegangan (Distensian pains)
Nyeri ketegangan disebabkan oleh kontraksi pada kandung empedu,
karena ada blok pada duktus sistikus. Perangsangan pada ujung-ujung
saraf dari dinding kandung empedu (ujung frenikus dan splangnikus)
diteruskan ke spinal cord. lni merupakan nyeri viseral yang dalam dan
rentral.
2. Nyeri peritoneal (Peritoneal pains)
Nyeri peritoneal disebabkan adanya iritasi pada bagian atas peritoneum
.yang mempunyai inervasi spinal segmental. Perasaan nyeri ini adalah
superfisial dengan disertai hiperestesi dan kekakuan pada otot-otot.
3. Nerogen
Saraf spinal yang menyebar dalam jarak dekat m.Senterium ke dalam dan
rigamentum gastrohepatik di sekitar duktus kholedokhus dan rangsangan
pada saraf-saraf tersebut terasa sebagai,nyeri yang menyebar kepunggung
dan kuadran kanan atas dari abdomen.Ketiga bentuk penyebab nyeri
tersebut d; aras dapat menerangkan timbulnya perasaan nyeri yang
ditimbulkan oleh adanya batu di duktus kholedokhus dan khotangitis.

29
Kelainan yang timbur pada gastrointestinal yaitu timburnya flatus, rasa
mual dan kadang-kadang timbul muntah-muntah.

f. Bagaimana mekanisme dari penurunan nafsu makan dan berat badan


menurun terkait skenario?
Pada obstruksi saluran empedu terjadi penurunan fungsi pencernaan
khususnya lemak karena lemak tidak dapat teremulsi oleh garam empedu
sehingga absorbs lemak tidak maksimal. Pada penderita ca caput pancreas
sitokin sitokin imflamasi berperan dalam penurunan nafsu makan. Sel-sel
tumor menghasilkan faktor proinflamasi dan procachectic (LMF dan
PIF/Proteolysis Inducing Factor) yang menstimulasi respons inflamasi.
Sitokin proinflamasi yang dihasilkan sel tumor yaitu TNF-, IL-1, dan IL-
6 memperantarai proses kaheksia. TNF- dan PIF meningkatkan degradasi
protein dan menurunkan sintesis protein.

g. Mengapa teraba massa di daerah ulu hati?


Adanya massa di ulu hati mengindikasikan adanya pembesaran organ atau
tumor di organ organ region tersebut.

h. Bagaimana mekanisme dari mual mual terkait skenario?


Adanya obstruksi di saluran empedu menyebabkan konsentrasi bilirubin
direk dan indirek meningkat dan menumpuk di dalam hepar. Bilirubin
akan diserap dan masuk ke aliran darah sistemik yang mendistribusi darah
ke seluruh tubuh. Bilirubin direk yang larut air akan menyebabkan ikterus
pada sklera, kulit, dan jaringan mukosa yang kaya kan jaringan elastin
sedangkan bilirubin indirek yang larut lemak akan menembus blood brain
barrier dan mempunyai efek merangsang chemoreceptor trigger zone di
hipotalamus. Rangsangan inilah yang menyebabkan rasa mual pada Tn.
Udin.

i. Bagaimana mekanisme dari BAK berwarna teh tua terkait skenario?


Adanya bilirubin terkonjugasi di urin dan tidak adanya urobilinogen
merupakan pertanda adanya obstruksi saluran empedu karena urobilinogen
terbentuk dari bilirubin terkonjugasi di duodenum. (Muray,2014)

j. Bagaimana mekanisme dari BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal
gatal terkait skenario?
Pada saat bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar,
glukoronida dikeluarkan enzim bakteri usus dan pigmen bilirubin diubah

30
menjadi senyawa tetrapirol disebut urobilinogen Di kolon oleh flora
normal senyawa ini mengalami oksidasi menjadi urobilin yang mewarnai
feses. Pada icterus obstructive tidak terdapat bilirubin yang mencapai usus
sehingga tidak terbentuk zat warna untuk tinja (Muray,2014)
Gatal terjadi karena terakumulasinya asam empedu pada bagian perifer
tubuh terutama di kulit.

3. Pemeriksaan fisik : *
Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran : CM
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg, N : 115x/menit, regular, RR : 24x/menit, T:
38,5C, BB : 50 kg, TB : 155 cm
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?

Indikator Hasil Pemeriksaan Interpretasi


Keadaan umum Tampak sakit berat Tidak Normal
Kesadaran Compos Mentis Normal
TD 130/80 mmHg Normal
Nadi 115 x/menit, reguler Takikardia
RR 24 x/menit Normal
Temperatur 38,5oC Febris
BB, TB 50 kg, 155 cm IMT 21, Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik?


Peningkatan suhu (Febris)
Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit
dapatmenimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat
menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Inflamasi
yang terjadiakan memicu neutrofil dan sel-sel radang secara kemotaksis.
Neutrofil dansel-sel radang akan memicu messenger untuk mengaktifkan
sel-sel lain pada system imun kita. Messenger yang bereaksi adalah
Interleukin (IL),dan interferon. Yang paling banyak adalah IL-1.IL-1
memicu hipotalamusuntuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya
fosfolipase yang akanmengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang
akan memicukeluarnya Prostaglandin (PG).Efek keluarnya prostaglandin
akan mempengaruhi kerja thermostat dihipotalamus. Hal ini akan
menyebabkan kerja thermostat naik yangmenyebabkan kenaikan suhu.
Nadi meningkat
Nadi meningkat karena adanya rangsangan simpatis yang dirangsang oleh
nyeri kolik yang timbul akibat sumbatan batu empedu.

31
4. Pemeriksaan spesifik : *
Mata : Sklera ikterik (+/+), konjungtiva palpebra pucat
Thoraks : Paru : suara nafas vesikuler normal, ronchi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : HR : 84x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan perut kanan atas, murphy sign (+), teraba massa
pada epigastrium berukuran 7 x 4 cm, konsistensi keras berdungkul
dungkul, shifting dullness (-)
Ekstremitas : edema (-)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan spesifik?

Indikator Hasil Pemeriksaan Interpretasi


Mata Sklera Ikterik (+/+) Bilirubin direk menumpuk
di jaringan kaya eastin
(seperti skera).
Hiperbilirubinemia (>2,5
mg/dL)
Konjungtiva palpebra pucat Anemia
Paru Suara napas vesikuler normal Normal
Ronchi (-/-), wheezing (-/-) Normal
Jantung HR : 115 x/menit, reguler Takikardia
Murmur (-), galoop (-) Normal
Abdomen Nyeri tekan perut kanan atas Gangguan pada organ di
regio hipokondria dextra
Murphy sign (+) Peradangan pada kandung
empedu
Teraba masa pada epigastrium Gangguan (tumor) pada
berukuran 7x4 cm, konsistensi organ di regio epigastrik
keras berdungkul-dungkul
Shifting dullness (-) Normal (tidak ditemukan
adanya cairan berlebih pada
abdomen)
Ekstremitas Edema (-) Normal
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan spesifik?
- Ikterik
Faktor predisposisi terbentuk batu terbentuk batu di kandung empedu
berjalan menyusuri saluran empedu menyumbat bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dilepas ke duodenum kembali ke hepar
sirkulasi sitemik bilirubin plasma meningkat mata dan badan ikterus.

32
Batu kecil bisa berpindah tempat. Apabila batu empedu menyumbat di
dalam saluran empedu utama, maka akan muncul sensasi nyeri yang
bersifat hilang-timbul.
- Murphy Sign
Pemeriksaan bernilai positif diduga diakibatkan oleh adanya cholecystitis
dan choledocholithiasis.
- Teraba massa
Pada pemeriksaan normalnya organ tidak teraba namun jika pemeriksaan
bernilai ostif dapat diduga adanya batu empedu atau tumor pada organ di
regio tersebut.

c. Bagaimana indikasi dan prosedur pemeriksaan Murphy Sign?


Indikasi :
Nyeri palpasi di regio abdomen.
Prosedur :
Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring). Ketika pemeriksa
menekan/palpasi regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien,
kemudian pasien diminta untuk menarik nafas panjang yang dapat
menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa. Ketika
manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien,kemudian
tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini
disebut murphys sign positif .

d. Struktur apa yang teraba pada epigastrium dalam kasus?


Organ yang terdapat di regio epigastrium adalah beberapa bagian hepar,
caput pankreas, antrum dan pylorus gaster. Normalnya oran organ
tersebut tidak teraba sehingga diduga bahwa massa yang teraba di regio
epigastrium merupakan suatu tumor.

5. Pemeriksaan Laboraturium : *
Hb : 7,6 g/dL
WBC : 15.000 /mm3
ESR : 50 mm/jam
Trombocyte : 80.000
BSS : 100 mg/dL
Creatinine : 0,8 mg/dL
Ureum : 40 mg/dL
SGOT : 102 U/I
SGPT : 125 U/I
Direct bilirubin : 23,25 mg/dL
Indirect bilirubin : 2,10 mg/dL

33
Total bilirubin : 25,35 mg/dL
Alkaline phosphatase : 1135 U/L
Urinalysis : bilirubin (+)
a.

34
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboraturium?

Nilai Normal Nilai pada Kasus Intepretasi


Hemoglobin Pria : 13-18 g/dL 7,6 g/dL Anemia
Wanita : 12-16g/dL
ESR Pria <15mm/jam 50 mm/jam Meningkat
Wanita <20mm/jam
BSS 70-110 mg/dL 100 mg/dL Normal
Ureum 10-50 mg/dL 40 mg/dL Normal
SGOT 5-35 U/I 102 U/I Meningkat
SGPT 5-35 U/I 125 U/I Meningkat
Direct Bilirubin 0-0,25 mg/dL 23,25 mg/dL Meningkat
Indirect Bilirubin 0,1-1,1 mg/dL 2,10 mg/dL Meningkat
Total Bilirubin 0,1-1,4 mg/dL 25,35 mg/dL Meningkat
Urinalysis Bilirubin (-) Bilirubin (+) Abnormal
WBC 5.000-10.000 mm3 15.000/mm3 Leukositosis
Trombosit 200.000-400.000 80.000 Trombositopenia
Creatinine 0,6-1,3 mg/dL 0,8 mg/dL Normal
Alkaline Phosphatase Pria : 53-128 1135 U/L Meningkat
Wanita : 42-98

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan


laboraturium?
a. Anemia
Pada ca caput pancreas terdapat faktor yang berhubungan dengan
katabolik kompleks pada penderita kanker pankreas berhubungan dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada penderita
tersebut. Perubahan metabolik dimediasi oleh jaringan kompleks sitokin
(proinflamasi, seperti: IL-1, IL-2, TNF-alpha, IFNgamma, LIF, dan TGF-
beta). Sitokin-sitokin tersebut menstimulasi pelepasan leptin yang
menghambat nafsu makan. Penurunan nafsu makan ini yang membuat
terjadinya asupan bahan pembentuk darah seperti Fe dan B12 berkurang.
Keadaan kekurangan Fe dan B12 dalam waktu lama akan berdampak
pada penurunan Hb. Penurunan Hb pada ikterik menandakan adanya
anemia hemolitik.

b. Peningkatan ESR
Obstruksi empedu dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan peradangan.
Pada inflamasi, makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-alfa yang akan
meningkatkan produksi protein fase akut. Peningkatan protein fase akut
ini kemudian yang akan mempercepat ESR. ESR meningkat menadakan
sedang berlangsungnya proses inflamasi. Hal ini juga ditambah dengan

35
adanya proses keganasan dari pankreas yang juga meningkatkan jumlah
sitokin proinflamasi.

c. Peningkatan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT merupakan enzim hati yang akan mengalami
peningkatan bila hati mengalami jejas. Pada kasus ini, Tn. Udin yang
mengalami obstruksi empedu mengakibatkan terbentuknya bendungan.
Bendungan akibat cairan empedu yang dihasilkan oleh hati inilah yang
akan membuat jejas pada hepar itu sendiri. Oleh karena itu terjadi
peningkatan SGOT dan SGPT.
Sebagian besar penderita ca caput pankreas memiliki kadar AST dan ALT
lebih dari normal. Peningkatan aminotransferase (AST dan ALT)
mengarah pada kerusakan sel hepar atau inflamasi. Pada penderita kanker
pankreas juga dapat terjadi peningkatan pada AST dan ALT, tetapi tidak
terlalu tinggi. Peningkatan AST dan ALT juga dapat disebabkan oleh
metastasis pada hepar yang luas.

d. Peningkatan bilirubin total, direct dan indirect


Obstruksi total pada empedu menyebabkan cairan empedu tidak bisa
masuk ke duodenum . Terjadi akumulasi cairan empedu di dalam hepar,
akibat akumulasi cairan yang banyak maka terjadi aliran balik cairan
empedu ke sirkulasi sistemik melalui v.porta, dari vena porta ke sistemik
menyebabkan hiperbilirubinemia karena sekresi sel hepatosit terus
berlangsung.
Sumbatan batu empedu pada ductus choledocus menyebabkan empedu
yang mengandung bilirubin yang telah terkonjugasi di hati (bilirubin
direk) tidak dapat di alirkan ke duodenum, sehingga bilirubin direk ini
akan kembali masuk lagi ke peredaran sistemik dan terjadilah
peningkatan akumulasi bilirubin direk di dalam darah.

e. Urinalysis (Bilirubin +)
Obstruksi total pada empedu menyebabkan cairan empedu tidak bisa
masuk ke duodenum . Terjadi akumulasi cairan empedu di dalam hepar,
akibat akumulasi cairan yang banyak maka terjadi aliran balik cairan
empedu ke sirkulasi sistemik melalui v.porta, dari vena porta dan saluran
limfe ke sistemik menyebabkan hiperbilirubinemia. Darah yang
mengandung bilirubin terkonjugasi akan difiltrasi ginjal untuk

36
menghasilkan urin. Bilirubin direct (terkonjugasi) yang merupakan
bilirubin larut air dapat diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu
dalam urin Tn. Udin terdapat bilirubin.

f. Leukositosis
Leukosit mengalami peningkatan disebakan oleh adanya inflamasi pada
gall bladder dan saluran empedu yang disebabkan oleh adanya batu
empedu. Serta adanya obstruksi saluran empedu karena adanya ca caput
pankreas. Hal ini menyebabkan reaksi inflamasi secara mekanik, kimiawi,
dan bakterial yang menyebabkan adanya kemotaksis dan agregasi dari
PMN dan menimbulkan leukositosis.

g. Trombositopenia
Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura
(ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple
myeloma dan multipledysplasia syndrome. Pada kasus ini penurunan
trombosit diakibatkan oleh anemia hemolitik.

h. Peningkatan Alkaline Phosphatase


Fosfatase alkali merupakan enzim yang ditemukan di sebagian besar
organ tubuh terutama di hati, tulang, dan plasenta. Peningkatan produksi
fosfatase alkali dapat terjadi akibat obstruksi atau saluran cairan empedu
yang terhambat. Apabila saluran empedu tersumbat maka fosfatase alkali
tidak disekresikan ke dalam saluran empedu dan kadarnya menjadi
meningkat dalam darah.

HIPOTESIS : Tn. Udin, 50 tahun mengalami ikterus obstruktif et causa karcinoma


caput pankreas.
a. Bagaima etiologi dari ikterus obstruktif et causa karcinoma caput pankreas?
Penyebab ikterus obstruktif diduga kuat pada skenario disebabkan oleh
kanker caput pankreas. Penyebab kanker pankreas masih belum jelas.
Penelitian epidemiologik menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas
dengan beberapa faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien.
Etiologi kanker pankreas merupakan interaksi kompleks antara faktor endogen
pasien dan faktor lingkungan.
Faktor Eksogen. Telah diteliti beberapa faktor risiko eksogen yang
dihubungkan dengan kanker pankreas, antara lain : kebiasaan merokok, diet
tinggi lemak, alkohol, kopi, dan zat karsinogen industri. Faktor risiko yang

37
paling konsisten adalah rokok. Pada perokok, risiko kanker pankreas adalah
1,4 2,3 kali dibanding non perokok. Diet tinggi lemak, kolesterol dan rendah
serat terbukti meningkatkan risiko kanker pankreas bila dibandingkan dengan
diet rendah lemak dan kolesterol.
Faktor Endogen. Ada 3 hal penting sebagai faktor risiko endogen yaitu : usia,
penyakit pankreas (pankreatitis kronik dan diabetes mellitus) dan mutasi
genetik. Insidensi kanker pankreas meningkat pada usia lanjut. Pasien
pankreatitis kronik mempunyai risiko tinggi 9,5 kali berkembang menjadi
kanker pankreas. Baru-baru ini suatu penelitian kohort retrospektif skala besar
pada pasien psnkreatitis kornik didapatkan risiko kanker pankreas sampai 20
kali. Pada pasien pankreatitis heriditer didapatkan 5 kali risiko kanker
pankreas. DM sudah lama dianggap sebagai faktor risiko kanker pankreas.
Sekitar 80% kanker pankreas disertai ganguan toleransi glukosa dan hampir
20% klinis DM. Akan tetapi, sekarang dipertanyakan apakah DM sebagai
faktor risiko/predisposisi, atau sebagai akibat dari kanker pankreas yang secara
klinis muncul terlebih dahulu sebelum gejala kanker pankreas.
Faktor Genetik. Saat ini peran faktor genetik pada kanker pankreas makin
banyak diketahui. Risiko kanker pankreas meningkat 2 kali pada pasien
dengan riwayat hubungan keluarga tingkat pertama. Sekitar 10% pasien
kanker pankreas mempunyai presdisposisi genetik yang diturunkan. Penelitian
biologi molekuler berhasil mengungkapkan peran faktor genetik dan kanker
pankreas dan diharapkan di masa mendatang akan banyak membantu dalam
diagnosis dan terapi kanker pankreas. Proses karsinogenesis kanker pankreas
diduga merupakan akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetik. Mutasi
genetik yang banyak dijumpai pada kanker pankreas adalah pada gen K-ras,
serta deplesi dan mutasi pada tumor suppressor genes antara lain p53, p16,
DPC4 dan BRCA2. Antigen yang berhubungan dengan tumor seperti
carcinoembryonic antigen, CA19-9, DU-PAN-2, and SPan-1, telah diteliti
memiliki hubungan dengan adenokarsinoma pankreas. Level tinggi CA19-9
lebih dari 1000 U/mL dapat dikorelasikan dengan metastasis yang jauh atau
tumor unresectable pada karsinoma pankreas.

b. Bagaimana epidemiologi dari ikterus obstruktif et causa karcinoma caput


pankreas?
Karsinoma Pankreas

38
Di Amerika Serikat, kanker pankreas adalah tumor ganas paling sering
kedua pada traktus gastrointestinal dan penyebab kematian nomor empat
diantara kanker lainnya. Kanker pankreas sulit didiagnosis, terutama pada
stadium awal, sehingga menyulitkan tatalaksana.
Karsinoma pankreas merupakan satu dari lima kanker yang paling
sering terjadi di Inggris dengan insiden 12 dari 100 ribu populasi pertahun.
Ditemukan sekitar 3% - 5% dari semua karsinoma dan 17% dari seluruh
karsinoma di saluran pencernaan. 70% di antara karsinoma pankreas berlokasi
di aput, 20% pada korpus dan kauda serta 10% pada ampula. Banyak di
jumpai pada mereka yang berusia 50 70 tahun dan perbandingan pria dan
wanita 2 : 1. Lebih dari 75% mempunyai gambaran adenokarsinoma dan kira
kira 1% mempunyai gambaran adekarsinoma kistik.

Dari beberapa penelitian tersebut, dinyatakan bahwa penderita kanker


pankreas lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Salah satu faktornya
adalah laki-laki lebih banyak mengonsumsi rokok daripada perempuan. Rokok
merupakan salah satu faktor risiko kanker pankreas. Perokok memiliki risiko
terkena duktus adenokarsinoma pankreas 2,5-3,6 kali lebih banyak daripada
yang bukan perokok. Risiko terkena kanker pankreas 2,2 kali lebih tinggi pada
orang yang mengonsumsi rokok daripada yang tidak pernah merokok. Orang
yang tidak merokok selama lebih dari 20 tahun sama dengan bukan perokok.
Risiko meningkat dengan banyaknya rokok yang dikonsumsi dan lamanya
mengonsumsi rokok.

Batu Empedu
Prevalensi terjadinya kolelithiasis antara 5-25%, dengan angka kejadian yang
lebih sering pada populasi negara barat, perempuan dan usia lanjut. Kasus batu
empedu sering ditemukan di Amerika Serikat, diperkirakan ada 5 kasus/1000
orang /tahun. Setiap tahunnya beberapa ratus ribu orang yang menderita
penyakit ini dan menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu di
Amerika Serikat 20 % mengenai penduduk dewasa atau umur lebih dari 65
tahun dan 10 - 15 % pasien batu empedu disertai dengan sumbatan saluran
empedu. Walaupun pada umumnya mengenai penduduk dewasa tetapi untuk
wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang sedang hamil akan

39
lebih beresiko menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-
an.

c. Bagaimana manifestasi klinis dari ikterus obstruktif et causa karcinoma caput


pankreas?
Gejala awal kanker pankreas tidak spesifik dan samar, sering
terabaikan baik oleh pasien dan dokter, sehingga sering terlambat didiagnosis,
dengan akibat lebih lanjut pengobatan sulit dan angka kematian sangat tinggi.
Gejala awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual,
muntah, diare (steatore), dan badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena
juga dijumpai pada pada pankreatitis dan tumor intra abdominal lainnya,
bahkan pada penyakit gangguan fungsi saluran cerna. Keluhan awal biasanya
berlangsung lebih dari 2 bulan sebelum diagnosis kanker. Keluhan awal
kanker pankreas yang paling sering dijumpai adalah sakit perut, berat badan
menurun (lebih 75% kasus) dan ikterus (terutama pada canker kaput
pankreas), dan ini mencolok pada stadium lanjut. Jumlah macam dan kualitas
keluhan pasien tergantung pada letak, besar dan penjalaran kanker pankreas.
Gejala yang biasa timbul akibat karsinoma pankreas adalah :
Sakit perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada pasien
kanker pankreas. Hampir 90% kasus dengan keluhan sakit perut, dan sebagai
keluhan utama pada 80% kasus. Lokasi sakit perut biasanya pada ulu hati,
awalnya difus, selanjutnya lebih terlokalisir. Sakit perut biasanya disebabkan
invasi tumor pada pleksus celiac dan pleksus mesenterik superior. Rasa sakit
dapat menjalar ke belakang pada punggung pasien, disebabkan invasi tumor
ke retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanchnicus. Sakit
perut yang berat menunjukkan kanker lanjut yang meluas ke jaringan
sekitarnya dan sudah tidak dapat direseksi.
Berat badan turun lebih 10% dari berat ideal umum dijumpai pada
pasien kanker pankreas. Pada mula terjadi secara bertahap, kemudian menjadi
progresif. Penurunan berat badan disebakan oleh berbagai faktor, antara lain ;
asupan makanan kurang, malabsorbsi lemak, dan protein, dan peningkatan
kadar sitokin pro-inflamasi (tumor necrosis factor dan interleukin-6).
Ikterus obstruktif karena obstruksi saluran empedu oleh tumor
dijumpai pada 80-90% kanker caput pankreas dan sering terjadi lebih awal.
Ikterus juga dapat terjadi pada kanker di badan dan di ekor pankreas stadium
lanjut (6-13% kasus), akibat metastasis di hati atau limfonodi di hilus yang

40
menekan saluran empedu. Ikterus obstruktif pada kanker caput pankreas
biasanya disertai dengan sakit perut, tetapi bukan nyeri kolik. Hal ini berbeda
dengan ikterus tanpa nyeri (painless Jaundice) yang sering dijumpai pada
kanker duktus koledokus dan kanker ampula Vateri.
Tanda klinis pasien kanker pankreas sangat tergantung pada letak tumor
dan perluasan atau stadium kanker. Pasien pada umumnya dengan gizi kurang,
disertai anemia dan ikterik (terutama pada kanker caput pankreas). Pada
pemeriksaan abdomen teraba tumor masa padat pada epigastrium, sulit
digerakkan karena letak tumor retroperitoneum. Dapat dijumpai ikterus dan
pembesaran kandung empedu (Courvoisiers sign), hepatomegali,
splenomegali (karena kompresi atau trombosis pada vena porta atau vena
lienalis, atau akibat metastasis hati yang difus), asites (karena invasi/infiltrasi
kanker ke peritoneum). Kelainan lain yang kadang dijumpai adalah
hepatomegali yang keras dan berbenjol (metastasis hati), nodul peri-umbilikus
(Sister Mary Josephs nodule), trombosis vena dan migratory
thrombophlebitis (Trousseaus syndrome), perdarahan gastrointestinal (karena
erosi duodenum atau perdarahan varises akibat kompresi tumor pada vena
porta), dan edema tungkai (karena obstruksi vena kava inferior.2
Gejala dan Tanda Klinis Kanker Pankreas

Gejala Klinis Sakit perut, berat badan menurun, ikterus (karsinoma caput
pankreas), anoreksia, perut penuh, kembung, mual, muntah,
intoleransi makanan, konstipasi, dan badan lemah.
Tanda Klinis Gizi kurang, pucat, lemah, ikterik, pruritus, hepatomegali,
kandung empedu membesar, masa epigastrium, splenomegali,
asites, tromboplebitis, edema tungkai.

d. Bagaimana patofisiologi dari ikterus obstruktif et causa karcinoma caput


pankreas?
Kanker pankreas sering dikaitkan dengan kelainan genetik. Kelainan yang
paling sering adalah mutasi K-ras yang sebagian besar memengaruhi kodon
12, hal ini diamati pada 60-75% kanker pankreas. Mutasi K-ras mengganggu
intrinsik GTPase yang aktif di tranduksi signal yang merubah prolifesi dan
migrasi sel. Mutasi K-ras adalah kejadian genetik awal pada karsinogenesis
pankreas dan dipertimbangkan menjadi tanda kanker pankreas. Onkogen K-ras
mengkode Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog (K-ras) protein pada

41
guanosine triphosphate (GTPase). Onkogen K-ras berubah pada kompartemen
epitel pankreas, inaktivasi Atg7, kunci mediator autophagy, memblok
progresif K-ras ke invasif pankreas duktal adenokarsinoma. Blokade ini
meningkatkan kematian sel, pertumbuhan berhenti dan tahap awal lesi
neoplastik. (2)
Inaktivasi gen p16 diobservasi pada 80-95% kanker pankreas sporadik, dan ini
dijumpai pada stadium lanjut karsinogenesis pankreas. Inaktivasi gen p53
diobservasi pada 55-75% kanker pankreas dan merupakan tahap akhir
tumorigenesis pankreas. Inaktivasi gen SMAD4 terjadi pada 55% kanker
pankreas. Mutasi gen BRAC2 meningkat 10 kali pada perkembangan kanker
pankreas. Gen-gen tumor suppressor p16, p53, dan SMAD4 biasanya inaktif;
gen p16 pada kromosom 9p21 hilang pada hampir 95% tumor, gen p53 inaktif
karena mutasi atau hilang pada 50-70% tumor, dan gen SMAD4 hilang pada
55% tumor pankreas. Sekitar 5-10% pasien dengan kanker pankreas memiliki
penyakit familial.
Patofisiologi Batu Empedu
Hati merupakan organ yang berperan dalam metabolisme lemak. Sebanyak
80% kolesterol yang diproduksi di hati akan diubah menjadi garam empedu,
yang sebagian akan disekresikan ke dalam empedu dan sebagian lain diangkut
lipoprotein meunju darah untuk dibawa ke jaringan tubuh. Kolesterol
memiliki sifat hidrofobik sehingga memerlukan garam empedu dan lesitin
agar dapat larut dalam air. Apabila kadar kolesterol melebihi kapasitas
solubilisasi empedu (terjadi supersaturasi kolesterol), maka sejumlah
kolesterol yang tidak dapat terdispersi akan mengumpal membentuk Kristal
kolesterol monohidrat. Sedangkan, pathogenesis batu berpigmen adalah
dikarenakan penumpukan bilirubin tak terkonjugasi yang hidrofobik dan
garam kalsium yang mengendap membentuk kristal.
Patofisiologi Kholangitis Akut
Kholangitis akut adalah infeksi bakteri ascenden yang berhubungan dengan
obstruksi parsial atau komplit dari duktus biliaris. Empedu dari hepar bersifat
steril dan empedu dalam saluran empedu dipertahankan dalam kondisi steril
dengan adanya aliran empedu yang kontinu dan adanya substansi antibakteri
seperti immunoglobulin. Adanya hambatan mekanik terhadap aliran empedu
memfasilitasi kontaminasi bakteri. Hal ini dibuktikan dengan kultur dari
empedu yang positif sering dijumpai pada pasien kholangitis.(4)

42
Untuk terjadinya kholangitis perlu terjadi dua hal, yaitu kontaminasi bakteri
pada empedu dan peningkatan tekanan intraduktal yang disebabkan oleh
obstruksi bilier. Peningkatan tekanan intraduktal ini akan menyebabkan
bakteri dan endotoksin lebih mudah bertranslokasi ke pembuluh darah
(cholangio-venous reflux). Batu empedu adalah penyebab utama obstruksi
bilier pada kholangitis yaitu sekitar 90%. Penyebab lainnya adalah tumor,
striktur, parasit, instrumentasi dari duktus koledokus (misal pada ERCP) dan
stent pada duktus koledokus yang ditinggalkan/indwelling stent. (4)
Bakteri yang menginfeksi saluran empedu dapat berupa bakteri aerob dan
anaerob. Organisme yang paling sering ditemukan pada kultur dari cairan
empedu pada pasien kholangitis yaitu Escherichia coli (terbanyak, mencapai
44%), Clostridium welchii, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus faecalis,
dan Bacteroides fragilis.

e. Bagaimana cara mendiagnosis ikterus obstruktif et causa karcinoma caput


pankreas?

Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika
akan mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah
tergantung kepada apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak
terkonjugasi. Jika ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap harus

43
difikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirect yang mungkin
disebabkan oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler Najjar, dan
bukan karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan
disertai warna urin yang gelap menandakan penyakit hati atau bilier. Jika
ikterus berjalan sangat progresif perlu difikirkan segera bahwa kolestasis lebih
bersifat ke arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan
kaput pankreas).
Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau
kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas
(bagian kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan
sakit perut (painless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai
kadar yang lebih tinggi, warna kuning pada sklera mata sering memberi kesan
yang berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish
jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice)
pada kolestasis intrahepatik.
Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan
fungsi hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh,
ikterus yang disertai demam, dan terdapat fase prodromal seperti anoreksia,
malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan hepatitis. Ikterus yang disertai
rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit xanthomatous
atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu
anemia hemolitik.

f. Apa saja pemeriksaan penunjang dari ikterus obstruktif et causa karcinoma


caput pankreas?
a. Pemeriksaan Laboraturium
Kelainan laboratorium pada pasien kanker pankreas biasanya tidak spesifik.
Pada pasien kanker pankreas terdapat kenaikan serum lipase, amilase, dan
glukosa. Anemia dan hipoalbuminemia yang timbul sering disebabkan karena
penyakit kanker dan nutrisi yang kurang. Pasien dengan ikterus obstruktif
terdapat kenaikan bilirubin serum terutama terkonjugasi (direk), alkali
fosfatase, g-GT, waktu protrombin memanjang, tinja akholik, dan bilirubinuria
positif. Kelainan laboratorium lain adalah berhubungan dengan komplikasi
kanker pankreas, antara lain : kenaikan transaminase akibat metastasis hati

44
yang luas, tinja berwarna hitam akibat perdarahan saluran cerna atas, steatorea
akibat malabsorbsi lemak, dan sebagainya.

Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker


pankreas antara lain : petanda tumor CEA (Carcinoembryonic antigen) dan Ca
19-9 ( Carbohydrate antigenic determinant 19-9), gastrodeodenografi,
duodenografi hipotonis, ultrasonografi, CT (Computed Tomography),
Skintigrafi pankreas, MRI (Magnetic Resonance Imaging), ERCP
(Endoscopic Retrograde Cholangio pancreatico graphy), ultrasonografi
endoskopik, angiografi, PET (Positron Emission Tomography), bedah
laparaskopi dan biopsi.

b. Petanda Tumor CEA dan Ca 19-9


Kenaikan CEA didapatkan pada 85% pasien kanker pankreas, akan tetapi hal
yang sama dijumpai pada 65% pasien kanker lain dan penyakit jinak.
Dibandingkan petanda tumor lainnya, Ca 19-9 dianggap yang paling baik
untuk diagnosis kanker pankreas, karena mempunyai sensitivitas dan spesifitas
tinggi (80% dan 60-70%). Akan tetapi konsentrasi yang tinggi biasanya
terdapat pada pasien dengan besar tumor 3 cm, dan merupakan batas limit
reseksi tumor. Ca 19-9 juga meningkat pada kanker saluran cerna bagian lain,
juga meningkat pada pancreatitis, hepatitis dan sirosis. Ca 19-9 lebih
mempunyai peranan penting untuk mengetahui prognosis dan respons terapi
pada pasien setelah mendapat terapi reseksi dan kemoterapi.
c. Radiografi (gastrodeodenografi, duodenografi hipotonis)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kelainan lengkung duodenum
akibat kanker pankreas. Kelainan yang dijumpai pada kanker pankreas dapat
berupa pelebaran lengkung duodenum, filling defect pada bagian kedua
duodenum (infiltrasi kanker pada dinding duodenum), bentuk angka 3
tebalik karena pendorongan kanker pankreas yang besar pada duodenum di
atas dan di bawah papilla Vateri.
d. Ultrasonografi (USG)
USG abdomen merupakan pemeriksaan penunjang pertama pada pasien
dengan keluhan sakit perut/ulu hati yang menetap atau berulang dan ikterus.
Dengan USG dapat diketahui besar, letak dan karakterikstik tumor, diameter
saluran empedu, dan duktus pankreatikus serta letak obstruksi. Di samping itu
dapat diketahui ada-tidaknya metastasis ke limfonodi sekitar dan hati, serta

45
jarak tumor dengan pembuluh darah. Akan tetapi pemeriksaan USG sangat
tergantung pada keterampilan pemeriksa, keadaan pasien, dan kecanggihan
alat USG. Dengan USG Doppler dapat ditentukan ada-tidaknya kelainan dan
invasi tumor pada pembuluh darah.
e. Computed Tomography (CT)
CT abdomen walaupun lebih mahal dibandingkan USG, akan tetapi dapat
memberikan gambaran pankreas yang lebih rinci dan lebih baik terutama
badan dan ekor pankreas. CT dapat mendeteksi lesi pankreas pada 80% kasus,
yang mana 5-16% terbukti kanker pankreas, dengan positif palsu 5-10% kasus
tidak terbukti pada laparatomi. Pada masa kini pemeriksaan yang paling baik
dan terpilih untuk diagnosis dan menentukan stadium kanker pankreas adalah
dengan dual phase multidetector CT, dengan kontras dan teknik irisan tipis (3-
5mm). Kriteria tumor yang tidak mungkin direseksi dengan CT antara lain :
metastasis hati dan peritoneum, invasi pada organ sekitar (lambung, kolon),
melekat atau oklusi pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan kriteria tersebut
mempunyai akurasi hampir 100% untuk prediksi tumor tidak dapat direseksi.
Akan tetapi positive predictive value rendah, yakni 25-50% tumor yang
diprediksi dapat direseksi, ternyata tidak dapat direseksi pada bedah
laparatomi.
f. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI makin banyak digunakan untuk evaluasi kanker pankreas. Walaupun
kemampuan evaluasi kanker pankreas sama dengan dual phase multidetector
CT, akan tetapi gambaran anatomi pohon saluran empedu dan duktus
pankreas lebih baik dan sebanding dengan ERCP. MRI dengan kontras
angiografi atau venografi dapat menunjukkan adanya kelainan pembuluh
darah pada kanker pankreas.
g. Endoscopic Retrograde Cholangio pancreatico graphy (ERCP)
Manfaat dari ERCP dalam diagnosis kanker pankreas adalah dapat mengetahui
atau menyingkirkan adanya kelainan gastroduodenum dan ampula Vateri,
pencitraan saluran empedu dan pankreas, dapat dilakukan biopsi dan sikatan
untuk pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Di samping itu dapat dilakukan
pemasangan stent untuk membebaskan sumbatan saluran empedu pada kanker
pankreas yang tidak dapat dioperasi atau direseksi.

46
g. Bagaimana tatalaksana dari ikterus obstruktif et causa karcinoma caput
pankreas?
Kebanyakan tumor pankreas yang menyebabkan obstuksi traktus biliaris
sudah inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan yakni sekitar 80% kasus.
Untuk tumor pankreas yang masih operabel tindakan yang biasa dilakukan
yakni (Whipples procedures). Tindakan ini berupa pankretio-duodenektomi di
tambah dengan sepertiga lambung disertai dengan pengangkatan kelenjar
limpe regional yang berhubungan. Untuk tumor pankreas yang inoperabel
tindakan koleduko jejunostomi menawarkan terapi paliatif yang baik.

Pada penderita dengan usia lanjut atau dengan penyulit operasi drainase
bilier dapat dilakukan dengan cara memasang endoprotesis melalui rute trans
hepatik atau perendoskopik. Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-
hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu
di duktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktura (sering
keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang
non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang
ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP).
Pada sejumlah pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat
dilakukan "ERCP terapeutik". Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong
sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara
papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Kebanyakan tumor ganas
yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat

47
diagnosis ditegakkan. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah
menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus.
Pemecahan batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu
pengeluaran batu di saluran empedu.

Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat


menghilangkan penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan
tindakan drainase untuk mengalihkan aliran empedu tersebut. Ada 2 macam
tindakan drainase yaitu :
a. Drainase ke luar tubuh (drainase eksterna)
Drainase eksterna dilakukan dengan mengalihkan aliran empedu ke luar tubuh
misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier atau pipa T pada duktus
koleduktus atau kolesistostomi.
b. Drainase interna (pintasan bilio-digestif)
Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio-digestif
antara lain hepatiko-jejunostomi, koledoko-duodenostomi atau kolesisto-
jejunostomi. Drainase interna pertama kali dilaporkan oleh Pareiras et al dan
Burchart pada tahun 1978, dan presentase munculnya kembali ikterus
obstruksi setelah dilakukan pintasan adalah 0-15% tergantung dari teknik
operasi yang digunakan.

h. Bagaimana prognosis dari ikterus obstruktif et causa karcinoma caput


pankreas?
Bahaya akut dari ikterus obstruksi adalah terjadinya infeksi saluran
empedu (kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran
empedu dengan tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis
supuratifa. Kematian terjadi akibat syok septik dan kegagalan berbagai organ.

48
Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronis yang
berlarut-larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis
biliaris. Ikterus obstruksi yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis kuratif
maupun tindakan pembedahan mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya
akan timbul sirosis biliaris.
Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek.
Penyebab morbiditas dan mortalitas adalah :
a. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.
b. Hepatic failure akibat obstruksi kronis saluran empedu.
c. Renal failure.
d. Perdarahan gastro intestinal.

i. Bagaimana pencegahan dan edukasi bagi pasien ikterus obstruktif et causa


karcinoma caput pankreas?
Pencegahan terhadap terjadinya karsinoma pancreas tidak diketahui secara
pasti. Pencegahan menghindari faktor risiko karsinoma pankreas yaitu rokok
merupakan pencegahan efektif karsinoma pankreas. Makan makanan rendah
lemak dan kaya akan serat dipercaya dapat menrunkan angka probabilitas
mengalami karsinoma pankreas.

j. Bagaimana SKDI dari ikterus obstruktif et causa karcinoma caput pankreas?


SKDI untuk kasus ini adalah 2. Lulusan dokter umum mampu membuat
diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
yang diminta oleh dokter. Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke
spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

49
V. TOPIK PEMBELAJARAN

Learning What I Know What I Dont What I Need to How I


Issues Know Improve Will
Learn
Anatomi dan struktur struktur anatomi pendalaman
Fisiologi anatomi secara yang berubah struktur anatomi
Sistem umum dan pada kasus, dan fisiologi
Digestif fisiologi normal perubahan proses pada kasus
pencernaan fisiologi
pencernaan pada
kasus
Pemeriksaan hal-hal yang interpretasi mekanisme Text
Fisik harus abnormalitas Book,
diperiksakan, terkait kasus Jurnal,
dan
cara melakukan
Internet
pemeriksaan
Pemeriksaan hal-hal yang prosedur mekanisme
Spesifik harus melakukan abnormalitas
diperiksakan pemeriksaan, terkait kasus
interpretasi
Pemeriksaan hal-hal yang cara melakukan mekanisme
Laboraturiu harus pemeriksaan, abnormalitas
m diperiksakan interpretasi terkait kasus
Ikterus definisi, gejala patofisiologi, prognosis,
Obstruktif patogenesis, edukasi, cara
etiologi, faktor pencegahan,
resiko, SKDI tatalaksana

50
VI. LEARNING ISSUE
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Digestif
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Spesifik
4. Pemeriksaan Laboraturium
5. Ikterus Obstruktif

VII. SINTESIS MASALAH


Keluhan utama yang dialami oleh Tn. Udin pada skenario adalah mata kuning
yang semakin bertambah sejak 1 minggu yang lalu dengan riwayat 6 bulan yang
lalu, Tn. Udin sering mengeluh nyeri perut kanan atas yang hilang timbul
khususnya setelah makan berlemak, tidak ada demam, BAB dan BAK normal. 4
bulan setelahnya, dia mengeluh teraba massa di daerah ulu hati, nafsu makan
menurun dan mual mual dan sejak 2 bulan yang lalu Tn. Udin mengeluh
matanya kuning, BAK berwarna teh tua, kadang kadang diikuti demam, badan
terasa lemah, BB menurun, BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal gatal.
Keluhan utama Tn. Udin yaitu sklera ikterik menunjukkan bahwa Tn. Udin
mengalami gangguan proses metabolism bilirubin. Etiologi ikterus berdasarkan
proses pembentukannya di hepar dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :
Ikterus Prehepatik (produksi bilirubin berlebih)
a. Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua
atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin.
Penghancuran eritrosit yang menimbulkan
hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis
intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati
atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom
yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut
ikterus hemolitik. Pada keadaan hemolise, Hb yang
dibebaskan oleh eritrosit akan bertambah dalam arti
kata makin banyak bilirubin yang dibebakan.
Sedangkan kapasitas hati untuk melakukan konjugasi
bilirubin sudah tertentu batasnya (bilirubin serum
hanya bertambah sekitar 2-3 mg/ 100 cc).
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal,
tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek
melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin

51
indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air
maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria.
Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan
ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik :
hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis
heriditer), antibody serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika
berat.
b. Penurunan ambilan hepatik
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari
albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti
asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
c. Penurunan konjugasi hepatic
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase.
Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler
Najjar II.
2. Ikterus Hepatik (gangguan faal hati/obstruksi intrahepatik)
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tapi karena
adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi
kerusakan pengangkutan bilirubin di hati. akibatnya bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi dan regurgitasi pada
duktuli empedu intrahepatik yang mengalami obstruksi. Jadi bilirubin indirek dan
bilirubin direk akan terjadi kenikan. penderita yang mengalami ikterus hepatik,
warna kulit dan mukosanya tampak kuning oranye.
penyebab ikterus hepatik diantaranya ialah: hepatitis, sirosis hati, tumor, bahan
kimia, atau penyakit lain seperti hemokromatosis, hipertiroid, penyakit Niemann-
Pick.
3. Ikterus Posthepatik (obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik)
Timbulnya ikterus karena terjadi bendungan dalam saluran empedu, sehingga
empedu dan bilirubin yang sudah mengalami konjugasi tidak dapat dialirkan ke
dalam usus halus. Akibatnya terdapat kenaikan kadar bilirubin konjugasi atau
bilirubin direct dan juga bilirubin dalam urine tetapi tidak dijumpai urobilinogen.
Biasanya kulit dan mukosa terutama sklera mata penderita tampak kuning tua atau
kuning kehijau-hijauan. Kulit tampak banyak bekas garukan, karena pruritus.
Karena dalam tinja tidak ada stercobilin, maka tinja akan tampak akolis (tinja
seperti dempul). Karena ikterus post hepatik disebabkan oleh bendungan maka

52
disebut juga ikterus obstructiva. Menurut pendapat Sherlockm istilah ikterus
obstructiva kurang tepat lagi, sebab tidak terlihat adanya bendungan pada traktus
biliaris saja maka lebih baik disebut kolestasis. Dikenal 2 tipe, yaitu kolestasis
intahepatal dan kolestasis ekstrahepatal.
Timbulnya kolestasis intahepatal ialah karena adnya gangguan eksresi bilirubin
yang terdapat diantara mikrosom hati dan dengan duktus koledokus. Penyebab
obstruksi diantaranya ialah: adanya batu di duktus koledokus, tumor di dalam
duktus koledokus, stenosis atau timbulnya fibrosis di duktus koledokus, proses
inflamasi dll.
Yang termasuk kolestasis intrahepatal diantaranya: Sindroma Dubin Johnson,
kolestasis intrahepatal rekuren, ikterus kolestasis kehamilan.
Keluhan keluhan lainnya seperti rasa nyeri di kuadran kanan atas perut terutama
setelah makan makanan berlemak, gatal gatal, perubahan warna feses dan urin
menunjukkan bahwa ikterus yang dialami pada tahapan posthepatik diperkuat
dengan hasil laboraturium yang menunjukkan kadar bilirubin direk dan indirek
meningkat.
Perubahan warna urin disebabkan adanya bilirubin terkonjugasi di urin dan tidak
adanya urobilinogen yang juga merupakan pertanda adanya obstruksi saluran
empedu karena urobilinogen terbentuk dari bilirubin terkonjugasi di duodenum.
Pada saat bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar,
glukoronida dikeluarkan enzim bakteri usus dan pigmen bilirubin diubah menjadi
senyawa tetrapirol disebut urobilinogen Di kolon oleh flora normal senyawa ini
mengalami oksidasi menjadi urobilin yang mewarnai feses. Pada ikterus obstruktif
tidak terdapat bilirubin yang mencapai usus sehingga tidak terbentuk zat warna
untuk tinja. (Muray,2014)
Obstruksi pada saluran empedu bisa disebabkan oleh terbentuknya batu empedu
(kolelitiasis) dan kanker caput pankreas yang dapat menghalang dan
mempersempit saluran empedu menuju duodenum. Sekitar 60% - 70% kanker
pankreas timbul di caput pankreas, 5% - 10% di corpus, dan 10% - 15% di cauda.
Pada 20%, tumor secara difus mengenai seluruh kelenjar.
Pemeriksaan penunjang petanda Tumor CEA dan Ca 19-9 dapat dilakukan untuk
memperkuat penegakan diagnosis. Kenaikan CEA didapatkan pada 85% pasien
kanker pankreas, akan tetapi hal yang sama dijumpai pada 65% pasien kanker lain
dan penyakit jinak. Dibandingkan petanda tumor lainnya, Ca 19-9 dianggap yang
paling baik untuk diagnosis kanker pankreas, karena mempunyai sensitivitas dan
spesifitas tinggi (80% dan 60-70%). Akan tetapi konsentrasi yang tinggi biasanya

53
terdapat pada pasien dengan besar tumor 3 cm, dan merupakan batas limit
reseksi tumor. Ca 19-9 juga meningkat pada kanker saluran cerna bagian lain, juga
meningkat pada pancreatitis, hepatitis dan sirosis. Ca 19-9 lebih mempunyai
peranan penting untuk mengetahui prognosis dan respons terapi pada pasien
setelah mendapat terapi reseksi dan kemoterapi.
Terdapat berbagai metode pengobatan terhadap pasien kanker pankreas, yaitu :
Bedah Reseksi kuratif. Pengobatan yang paling efektif pada kanker pankreas
adalah bedah reseksi komplit terhadap tumor. Akan tetapi hanya dapat dilakukan
pada 10-15% kasus kanker pankreas, biasanya pada kanker caput pankreas dengan
gejala awal ikterus. Terdapat berbagai pilihan metode bedah yang disesuaikan
dengan kondisi pasien dengan pengalaman dokter bedahnya. Walaupun dapat
dilakukan bedah reseksi kuratif, akan tetapi angka kelestarian hidup 5-tahun hanya
10%.
Bedah Paliatif. Sebagian besar pasien (85-90% kasus) hanya dapat dilakukan
bedah paliatif untuk membebaskan obtruksi bilier, dengan cara bedah pintas bilier,
pemasangan stent perkutan dan pemasangan stent per-endoskopik. Stenting
endoskopik lebih baik daripada bedah pintas bilier dan lebih baik dari perkutan,
dalam hal membersihkan icterus.
Kemoterapi. Pengobatan kemoterapi pasien kanker pankreas stadium lanjut masih
jauh dari memuaskan. Kemoterapi tunggal maupun kombinasi tidak berhasil
memperpanjang usia pasien dan atau meningkatkan kualitas hidup. Beberapa
kemoterapi tunggal seperti 5-FU, mitomisin C, dapat memperkecil besar tumor,
akan tetapi tidak atau sedikit memperpanjang usia pasien (kurang 20 minggu).
Gemsitabin, obat deoxycytidine analogue dilaporkan dapat sedikit meningkatkan
kualitas hidup pada pasien kanker pankreas stadium lanjut. Gemsitabin dapat
mengurangi keluhan (mengkontrol rasa nyeri), meningkatkan penampilan dan berat
badan pasien, akan tetapi perpanjangan usia akan bertambah sedikit ( 1-2 bulan ).
Metode terapi baru yaitu kemoterapi dengan obat baru dengan target molekular
spesifik seperti epidermal growth factor specific dan vascular endothelial growth
factor receptor masih dalam tahap eksperimental.
Radioterapi. Pemberian radioterapi telah digunakan dengan berbagai cara, antara
lain : kombinasi kemoterapi 5-FU dengan radioterapi, kemoradioterapi preoperasi,
atau waktu operasi (intraoperative electron beam radiation), masih dalam taraf
eksperimental.

54
Terapi Simptomatik. Pengelolaan control rasa sakit pada pasien kanker pankreas
diberikan secara bertahap tergantung berat ringan sakit dan respons pasien. Sakit
ringan dan sedang dapat dimulai dengan pemberian analgesik seperti aspirin,
asetaminofen, dan obat anti inflamasi non steroid. Bila gagal atau sakit berat
diberikan obat analgesic narkotik seperti morfin, kodein, meperidin, dan
sebagainya. Pengobatan simptomatik lainnya berupa dietetic dan substitusi enzim
pankreas pada malnutrisi, pengobatan terhadap diabetes dan sebagainya.
Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan
penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase untuk
mengalihkan aliran empedu tersebut. Ada 2 macam tindakan drainase yaitu :
1. Drainase ke luar tubuh (drainase eksterna)
2. Drainase interna (pintasan bilio-digestif)

55
VIII. KERANGKA KONSEP

Ca Caput
Pankreas

Obstruksi total saluran empedu


ekstrahepatik

Kolestatis

Stercobilin tidak Bendungan Kolalistitis


asam
empedu

Feses berwarna Reaksi


seperti dempul inflamasi

Distensi Aliran Alkali Sitokin


kantung balik dan phospata proinflamasi
empedu sistem se (IL-1, IL-2, IFN
, TNF

Nyeri kuadran SGO Hiperbilirubine


T& mia (sistemik) COX Leukosito
kanan atas
SGP sis & LED
T
Bilirubin Bilirubin PGE2
Murphy sign indirek di
direk di Leptin
(+) sirkulasi
sirkulasi
Setpoint
hipotalam
Nafsu
Gatal gatal Tampak Filtrasi us
makan
kuning & di
sklera ginjal
ikterik Dema
m

Asupan Ekskresi urin


BB
Fe &

Bilirubin Urin
(+) warna Anemi
teh tua

Lemah

56
IX. KESIMPULAN

Tn. Udin, 50 tahun mengalami ikterus obstruktif et causa karsinoma caput


pankreas.

57
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, Rifal.2009.Fisiologi dan Biokimia Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
JIlid I Edisi V (627-633).Jakarta: Interna Publishing

Aditya PM, Suryadarma IGA. 2012. Laporan kasus: sirosis hepatis. Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana

Arief, S., 2012. Hepatitis Virus. In: Juffrie, M., et al., ed. Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi. 3rd ed. Jakarta: IDAI, 285-305.

Bella, Auliya Oktarina,dkk.2015.Karakteristik Penderita Kanker Pankreas di Instalasi


Rawat Inap RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2009 2013.pdf [online].
http://eprints.unsri.ac.id/6591/1/Karakteristik_Penderita_Kanker_Pankreas_di_Instalasi_Raw
at_Inap_RSUP_Dr._Moh._Hoesin_Palembang_Tahun_2009-2013.pdf (diakses 4 April 2017)

Doherty, Way LW. 2003.Liver and portal venous system, in: Doherty GM. Way LW.
Current surgical diagnosis and treatment, 11th edition. Singapore: Mc Graw Hill

Epo Medicine.com.Courvoisiers Law of Hepatic Jaundice [online].


http://epomedicine.com/medical-students/courvoisiers-law-of-obstructive-jaundice/ (diakses
4 April 2017)

Eroschenko, Victor P. 2007. Dygestive system: liver, gallbladder, and pancreas. In:
Difiores atlas of histology with functional correlations. 11th Ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins

Ganong,William,F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.E/20, ed, Widjajakusumah, M,


Djauhari. Jakarta:EGC

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC

Hadi,S. 2013. Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung: Alumni.

Hisham Nazer, MB, BCh, FRCP, DCh, DTM&H.2012.Cholestasis.pdf [online].


http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview#a0199 (diakses 3 April 2017)

Irwana, Olva. 2009. Ikterus. Pekanbaru: Universitas Riau

58
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Intepretasi Data Klinik.
Kemenkes RI

Majalah Kedokteran Andalas. 1999. Tumor Pankreas dengan Obstruksi Traktus


Biliaris. No.2. Vol.23. Juli- Desember 1999

Oktarina, Auliya Bella, Syadra Bardiman Rasyad, dan Safyudin. 2015. Karakteristik
Penderita Kanker Pankreas di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Mohammad Husein
Palembang Tahun 200-2013. MKS. Th. 47, No. 1, Januari 2015

Siregar, Erina Outry. 2011. Pola Kuman di Duktus Biliaris Komunis. Bandung: Divisi
Bedah Digestif Universitas Padjajaran, RSUP Hasan Sadikin

Soemanto,S. dan Padmomartono.2009.Tumor Pankreas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam JIlid I Edisi V (739-743).Jakarta: Interna Publishing

Sulaiman, Ali.2009.Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam JIlid I Edisi V (634-639).Jakarta: Interna Publishing

Sumantri, Agung.2013.Ikterus Pada Pasien Dewasa.pdf [online].Bandung: Bagian


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
http://www.dragung.com/2013/02/mata-kuning-ikterus.html (diakses 4 April 2017)

Wibisono, E dan Wifanto Saditya Jeo. 2014.Batu Empedu. Dalam Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta : Media Aesculapius

59

Anda mungkin juga menyukai