Anda di halaman 1dari 18

Andy Andrean

04011281520130
Beta 2015

I. Anemia dalam kehamilan


Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr % pada
trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya
dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2
(Cunningham. F, 2005). Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia
akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Gangguan
penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar
dari tubuh, misalnya pada perdarahan. Wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg perhari atau 2
kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian
anemia saat kehamilan. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan
zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang baik minimal dua tahun menjadi penting untuk
diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan
cadangan zat besinya.

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr % pada
trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya
dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodulasi, terutama pada trimester 2
Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil
1. Umur Ibu

Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5%
menderita anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35 tahun, mempunyai
risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil
maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami
anemia.
2. Paritas

Menurt Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar
untuk mengalami anemia di banding dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa
semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia
3. Kurang Energi Kronis (KEK)

41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil,
seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil
dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsums pangan, umur, paritas,
dan sebagainya.

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui resiko Kurang Energi
Kronis (KEK) Wanita Usia Subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan tatus gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK
adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA<23.5 cm. Deteksi KEK denganukuran LILA yang
rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari hari yang
biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa
ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia
4. Infeksi dan Penyakit

Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak mudah
terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah
putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena
meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil,kehilangan darah karena
kecelakaan, pascabedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing
tambang, malaria, TBC). Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan penyakit
menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan
dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat mengakibatkan abortus, pertumbuhan janin
terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi yang di derita ibu
hamil biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan
kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan tubuh serta
zat gizi lainnya.Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin dan bayi yang
akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular dapat mempengaruhi kesehatan janin
apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung
menderita penyakit, namun Demam yang menyertai penyakit infeksi sudah cukup untuk
menyebabkan keguguran. Penyakit menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat pada
janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan
meningkatkan kematian janin 30%
5. Jarak kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 – 3
anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan
proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu
mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi
sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam
kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin
yang dikandungnya.
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak
kelahiran pendek Hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan
memulihkan faktor hormonal. Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada
saat kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan mengurangi cadangan zat besi ibu.
Pengetahuan jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi penting untuk diperhatikan
sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus mengurangi cadangan zat besi
6. Pendidikan

Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita masyarakat
adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau
kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan
pendidikan dan tingkat social ekonomi rendah. Menurut penelitian Amirrudin dkk (2007), faktor
yang mempengaruhi status anemia adalah tingkat pendidikan rendah

Anemia fisiologi dalam kehamilan

Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami hemodelusi (pengenceran)
dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34
minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18 % sampai 30 % dan hemoglobin sekitar 19 % (Manuaba,
2010).

Defisiensi Besi
Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering diternukan baik di Negara maju
maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan berkaitan dengan asupan
besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan ianin yang cepat.Anemia defisiensi
besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah yang ditandai oleh penurunan cadangan
besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferinyang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau
nilai hematokrit yang menurun. Pada kehamilan, kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi
maternal ke janin untuk eritropoiesis, kehilangan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang
jumlah keseluruhannya dapat mencapai 9OO mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena
sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka
kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi

Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan asam folat.
WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selarna 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan
fisiologik selama kehamilan. Narnun, banyak literatur menganjurkan dosis 100 mg besi setiap hari
selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Di wilayah-wilayah dengan prevalensi anemia yang
tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai tiga bulan postpartum.
Hubungan antara konsentrasi Hb dan kehamilan masih merupakan lahan kontroversi. Di negara-
negara maju misalnya, tidak hanya anemia tetapi juga konsentrasi hemoglobin yang tinggi selama
kehamilan telah dilaporkan meningkatkan risiko komplikasi seperti kelahiran kecil untuk masa
kehamilan (KMK) atau small-for-gestntional. age (SGA), kelahiran prematur, dan mortalitas
perinatal. Kadar Hb yang tinggi terkait dengan infark plasenta sehingga hemodilusi pada
kehamilan dapat meningkatkan penumbuhan janin dengan cara mencegah trombosis dalam
sirkulasi uteroplasental. Oleh karena itu, jika peningkatan kadar Hb mencerminkan kelebihan besi,
maka suplementasi besi secara rutin pada ibu hamil yang tidak anemik perlu ditinjau kembali.
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu
hamil yang belurn mendapat besi dan nonanemik (Hb < 11 g/dl dan feritin > 2A v"glI) menurunkan
prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah. Namun, pada ibu hamil dengan kadar Hb yang
normal (> 13,2 g/di) mendapatkan peningkatan risiko defisiensi tembaga dan zincl8. Selain itu,
pemberian suplementasi besi elemental pada dosis 50 mg berkaitan dengan proporsi bayi I(MK
dan hipertensi maternal yang lebih tinggi dibandingkan control

Defisiensi Asam Folat


Pada kehamilan, kebutuhan folat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat karena transfer folat
dari ibu ke janin2o yang menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih
besar dapat terjadi karena kehamilan multipel, diet yang buruk, infeksi; adanya anemia hemolitik
atau pengobatan antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesterone yang tinggi selama kehamilan
tampaknya memiliki efek penghambatan terhadap absorbsi folat. Defisiensi asam folat oleh
karenanya sangat umum terjadi pada kehamilan dan merupakan penyebab utama anemia
megaloblastik pada kehamilan

Anemia tipe megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak
anemia defisiensi zat gizi. Anemia megalobiastik adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan
sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk jenis anemia
ini23. Selain karena defisiensi asam folat, anemia megalobiastik juga dapat terjadi karena
defisiensi vitamin 812 (kobalamin). Folat dan turunannya formii FH4 penting untuk sintesis DNA
yang rnemadai dan produksi asam amino. Kadar asam folat yang tidak cukup dapat menyebabkan
manifestasi anemia megaloblastik

Geiala-gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara umum ditambah kulit yang kasar
dan glositis. Pada pemeriksaan apusan darah tampak prekursor eritrosit secara morfologis lebih
besar (makrositik) dan perbandingan inti-sitoplasma yang abnormal juga normokrom. MCH dan
MCHC biasanya normal, sedangkan MCV ;,ang besar berguna untuk membedakan anemia ini dari
perubahan fisiologik kehamilan atau anemia defisiensi besi. Untuk MCV, adanya peningkatan
saturasi besi dan transferin serum juga bermanfaat. Neutropenia dan trombositopenia adalah akibat
maturasi granulosit dan trombosit yang abnormal. Tanda awal defisiensi asam folat adalah kadar
folat serum yang rendah (kurang dari 3 nglml). Namun, kadar tersebut merupakan cerminan asupan
folat yang rendah pada beberapa hari sebelumnya yang mungkin meningkat cepat begitu asupan
diperbaiki2a. Indikator status folat yang lebih baik adalah folat dalam sel darah merah25,
yang'relatif tidak berubah di dalam eritrosit yang sedang beredar di sirkulasi sehingga dapat
mencerminkan laju tumover folat pada 2 - 3 bulan sebelumnya. Folat dalam sel darah merah
biasanya rendah pada anemia megaloblastik karena defisiensi folat. Namun, kadarnya juga rendah
pada 50 % penderita anemia megaloblastik karena defisiensi kobalamin sehingga tidak dapat
digunakan untuk membedakan kedua ienis anemia ini.

Defisiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomali kongenitai janin, terutama defek
pada penutupan tabung neural (neural twbe defects). Selain itu, defisiensi asam folat dapat
menyebabkan kelainan pada jantung, saluran kemih, alat gerak, dan organ lainnya. Mutasi gen
yang mempengaruhi enzim-enzim metabolisme folat, terutama mutasi 677C -+ T pada gen
MTHFR, juga berpredisposisi terhadap kelainan kongenital

Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral sebanyak sampai 5- mg
per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien m€ngalami pula
malabsorbsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya 400 pg folat per hari

Anemia.Aplastik
Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan kehamilan, tetapi hubungan
antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa kasus, yang terjadi adalah eksaserbasi anemia aplastik
yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik setelah terminasi kehamilan. Pada
kasus-kasus lainnya, aplasia terjadi selama kehamilan dan dapar kambuh pada kehamilan
berikutnya33. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat memperbaiki fungsi sumsum tulang,
tetapi penyakit dapat memburuk bahkan menjadi fatal setelah persalinan. Terapi meliputi terminasi
kehamilan elektif, terapi suponif, imunosupresi, atau transplantasi sumsum tulang setelah
persalinan.

Anemia Penyakit Sel Sabit


Kehamilan pada perempuan penderita anemia sel sabit (sickle cell anemia) disertai dengan
peningkatan insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, perdarahan antepartum,
prematuritas, dan kematian janinsa. Peningkatan anemia megaloblastik yang responsif dengan
asam folat, terutama pada akhir masa kehamilan, fuga meningkat frekuensinya. Berat lahir bayi
dari ibu yang menderita anemia sel sabit di bawah rata-rata, dan kematian janin tinggi. Penyebab
kematian neonatal tidak jelas, tetapi kadang-kadang disebabkan oleh vasooklusi plasenta, dengan
temuan postmortem yang rnenggambarkan anoksia intrapartum3s. Mortalitas ibu dengan penyakit
sel sabit telah menurun dari sekitar 33 % menjadi 1,5 % pada masa kini karena perbaikan
pelayanan prenatal. Di beberapa negara berkembang angka kematian ibu dan perinatal dapat
mencapai 9,2 % dan 19,5 %, berturut-turut. Masa kehamilan dan periode postpartum masih
berpotensi berbahaya bagi ibu dengan penyakit sel sabit sehingga harus dipantau ketat selama
kehamilan. Pemberian transfusi darah profilaktik belum terbukti efektivitasnyaaa walaupun
beberapa pasien tarnpaknya memberi hasil yang memuaskan

Gejala Umum Anemia


Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia
defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali
sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar
hemoglobinnya terjadi lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang
dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7
g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konyungtiva dan jaringan
di bawah kuku.
Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:
koilonychia: kuku sendok {spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok (Gambar 3). atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi
licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. stomatitis angularis {cheilosis): adanya
peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan disfagia:
nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan
akhloridia pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem, dan
lain-lain. Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah: Kadar
Hemoglobin dan Indeks Eritrosit Menurun: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. mean corpuscular volume (MCV)
dan mean corpuscular hemoglobin (MCH) menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia
defisiensi besi dan thalassemia major. Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC)
menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda
awal defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW {red cell
distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB
dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini hasilnya
sering tumpang tindih.
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka < 80 fl, tetapi pada penelitian kasus ADB
di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah < 78 fl memberi
sensitivitas dan spesifisitas paling baik. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV, MCH, MCHC
danb RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit sudah dapat
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Hapusan darah tepi menunjukkan
anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin
berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat
anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis esktrim, maka sel
tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips,
disebut sebagai sel pensil {pencil cell atau cigar cell). Kadang-kadang dijumpai sel target. Leukosit
dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB
yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis
dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut.

Konsentrasi Besi Serum Menurun pada Anemia defisiensi besi. dan TIBC {total iron binding
capacity) Meninglcat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi,
sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria
diagnosis ADB, kadar besi serum menurun < 50 pg/ dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat > 350 pg/ dl, dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin
< 16%, atau < 18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat
besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.

Feritin Serum Merupakan Indikator Cadangan Besi yang sangat Baik, Kecuali pada Keadaan
Inflamasi dan Keganasan Tertentu. Titik pemilah {cut off point) untuk feritin serum pada ADB
dipakai angka < 12 pg/l, tetapi ada juga yang memakai < 15 pg/l. Untuk daerah tropik di mana
angka infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya
perlu dikoreksi. Suatu penelitian pada pasien anemia di rumah sakit di Bali, penetapan batas feritin
serum < 12 pg/l dan < 20 pg/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan
98% serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai pada penetapan batas nilai
feritin serum < 40 mg/l, tanpa mengurangi spesifitas terlalu banyak (92%). Hercberg untuk daerah
tropik menganjurkan memakai batas nilai feritin serum < 20 mg/l sebagai kriteria diagnosis ADB.
Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas seperti arthritis rematoid, maka feritin serum sampai
dengan 50-60 pg/l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan
pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai
baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak tedalu
sensitif. Nilai feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi
feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB.
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau
hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau
kriteria klinik. Tahap kedua adalah mennastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga
adalah menentukan penyebab defisiensi besi yang terjadi. Secara laboratoris untuk menegakkan
diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia
defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut: Anemia hipokromik
mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a,
b, c, atau d. Dua dari tiga parameter di bawah ini: Besi serum <50 mg/dl - TIBC >350 mg/dl
Saturasi transferin: <15%, atau Feritin serum <20 mg/l, atau Pengecatan sumsum tulang dengan
biru prusia {Perl's stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
sering merupakan proses yang rumit dan memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.
DAMPAK ANEMIA TERHADAP KEHAMILAN

Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal : berat badan kurang, plasenta
previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk
mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.
Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat
janin.

Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus
premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
intrapartum sampai kematian, gestosisdan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga
kematian ibu.

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer,
sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat
lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif.

Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi
ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan :
gangguan his- kekuatan mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala
II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi
kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri,
Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas : Terjadi
subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium,
pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia kala
nifas, mudah terjadi infeksi mammae
Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya penurunan Hb yang
diakibatkan karena selama hamil volume darah 50% meningka dari 4 ke 6 L, volume plasma
meningkat sedikit yang menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan
ini akan lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan
darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat badan
bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85% ,merupaka penyebab kematian bayi. Sedangkan
penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim
(hipoksiaintrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian
perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari golongan sebab sakit,
kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan
masa nifas lainnya yaitu56,9%
Status gizi

Terjadinya anemia pada ibu hamil salah satu penyebabnya yaitu ibu yang mengalami masalah gizi
yaitu status gizi KEK yang disebabkan asupan makan yang kurang, kurangnya pemanfaatan
perawatan selama kehamilan atau ANC (Ante Natal Care) pada ibu selama kehamilan berlangsung
yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil tidak terpantau dengan baik status gizi dan
kadar Hb. Gizi seimbang adalah pola konsumsi makanan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan gizi
setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Agar sasaran keseimbangan gizi dapat dicapai,
maka setiap orang harus menhkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan
makanan yaitu karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu

Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar
terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka
mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan
mudah mengalami gangguan kesehatan. Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang
mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya. Selain itu
juga ibu hamil dengan KEK akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan
terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, serta masalah perilaku.
Seoarang ibu hamil juga memerlukan tambahan zat gizi besi rata-rata 20 mg perhari, sedangkan
kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg perhari
II. PEMBENTUKAN JANIN
Periode dari awal minggu kesembilan hingga lahir disebut periode janin (Jetal period). Periode
ini ditandai oleh pematangan jaringan dan organ serta pertumbuhan tubuh yang pesat. Panjang
janin biasanya dinyatakan sebagai crown-rump length (panjang puncak kepala-bokong, PPB)
(tinggi duduk) atau sebagai crown-heel length (panjang puncak kepala-tumit, PPT), ukuran dari
verteks tengkorak hingga tumit (tinggi berdiri). Ukuranukuran ini, yang dinyatakan dalam
sentimeter, berkorelasi dengan usia janin dalam minggu atau bulan. Pertambahan panjang terutama
mencolok selama bulan ketiga, keempat, dan kelima, sementara penambahan berat lebih mencolok

pada 2 bulan terakhir kehamilan. Secara umum, lama kehamilan dianggap 280 hari, atau 40
minggu setelah onset haripertama haid normal terakhir (HPHT) atau, yang lebih akurat, 266 hari
atau 38 minggu setelah pembuahan. Untuk kepentingan pembahasan berikut, usia dihitung dari
waktu pembuahan dan dinyatakan dalam minggu atau bulan kalender.

Perubahan Bulanan Salah satu perubahan paling mencolok yang terjadi selama kehidupan janin
adalah perlambatan relatif pertumbuhan kepala dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Pada
awal bulan ketiga, kepala membentuk sekitar separuh dari PPB. Pada awal bulan kelima, ukuran
kepala adalah sekitar sepertiga dari PPT, dan saat lahir ukurannya sekitar seperempat PPT. Karena
itu, seiring dengan waktu, pertumbuhan tubuh bertambah sedangkan kepala melambat.

Selama bulan ketiga, wajah menjadi semakin mendekati wajah manusia . Mata, yang pada awalnya
mengarah ke lateral, kini bergerak ke aspek ventral wajah, dan telinga menjadi berada di dekat
tempat definitifnya di samping kepala. Anggota badan telah mencapai panjang relatifnya
dibandingkan dengan bagian tubuh lain, meskipun ekstremitas bawah masih sedikit lebih pendek
dan kurang berkembang dibandingkan dengan ekstremitas atas. Pusat-pusat osifikasi primer
terbentuk di tulang panjang dan tengkorak pada minggu ke-12. Juga pada minggu ke12, genitalia
eksterna terbentuk hingga ke tahap ketika jenis kelamin janin dapat ditentukan dari pemeriksaan
luar (ultrasonografi). Selama minggu ke-6, lengkung usus menyebabkan pembengkakanbesar
(herniasi) di tali pusat, tetapi pada minggu ke-12, lengkung usus telah kembaU ke dalam rongga
abdomen. Pada akhir bulan ketiga, gerakan refleks sudah dapat ditimbulkan pada janin yang
mengalami abortus yang menunjukkan adanya aktivitas otot.

Selama bulan keempat dan kelima, janin cepat memanjang, dan pada akhir paruh pertama
kehidupan intrauterus, PPBnya sekitar 15 cm, sekitar separuh dari panjang total bayi baru lahir.
Berat janin sedikit meningkat selama periode ini dan pada akhir bulan kelima beratnya masih
kurang dari 500 g. Janin ditutup oleh rambut halus, yang disebut rambut lanugo; ali dan rambut
kepala juga tampak. Selama bulai kelima, gerakan janin mulai dapat dirasakan olel ibunya.

Selama paruh kedua kehidupan intrauterus berat janin meningkat secara bermakna, terutam;
selama 2,5 bulan terakhir, saat terjadi penambahai 50% dari berat aterm (sekitar 3.200 g). Selama
bulai keenam, kulit janin tampak kemerahan dan ber keriput karena tidak adanya j aringan ikat di
bawahnya Janin yang lahir pada awal bulan keenam suli bertahan hidup. Meskipun beberapa
sistem orgai telah mampu berfungsi, sistem pernapasan dai sistem saraf pusat belum terbentuk
sepenuhnya dai koordinasi di antara kedua sistem belum begiti sempurna. Pada bulan ke-6,5
sampai 7, janin memilik panjang sekitar 25 cm dan berat 1.100 gram. Jika lahir pada waktu ini,
bayi memiliki kemungkinai 90% bertahan hidup. Beberapa proses perkembangai yang terjadi
selama 7 bulan pertama diperlihatkan di Selama 2 bulan terakhir, janin memiliki kontur cukup
bulat akibat pengendapan lemak subkutis (lihat Gambar 7.6). Pada akhir kehidupan intrauterus,
kulit dilapisi oleh bahan berlemak keputihan (verniks kaseosa) yang terdiri dari produk-produk
sekretorik kelenjar sebasea. Pada akhir bulan kesembilan, tengkorak memiliki lingkar terbesar
dibandingkan dengan semua bagian tubuh lainnya, suatu fakta penting dalam kaitannya dengan
lewatnya janin melalui jalan lahir. Saat lahir, berat janin normal adalah 3.000 sampai 3.400 gram,
PPBnya sekitar 36 cm, dan PPT adalah sekitar 50 cm. Karakteristik seksual tampak menonjol, dan
testis seharusnya sudah berada di dalam skrotum.

1a. bagaimana perubahan fisiologis kehamilan pada trimester III?

Sejak trimester pertama kehamilan uterus akan mengalami kontraksi yang tidak teratur dan
umumnya tidak disertai nyeri. Pada trimester kedua kontraksi ini dapat dideteksi dengan
pemeriksaan bimanual. Fenomena ini pertama kali diperkenalkan oleh Braxton hicks pada tahun
1872 sehingga disebut kontraksi Braxton hicks. Kontraksi ini muncul tiba-tiba dan sporadic.
Sampai bulan terakhir kehamilan biasanya kontraksi ini sangat jarang dan meningkat satu dua
minggu sebelum persalinan
Serviks

Pada saat kehamilan mendekati aterm, terjadi penurunan lebih lanjut dari konsentrasi kolagen
sehingga serviks melunak

Perubahan Metabolik
Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus dan
isinya.Kemudian pa:Judara, volume darah, dan cairan ekstraselular. Diperkirakan selama
kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan
dengan gizi baik dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada
perempuan dengan gizi kurang -atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per minggu
masing-masing sebesar b,S kg dan 0,3 kg. Peningkatan jumlah cairan selama kehamilan adalah
suatu hal yang fisiologis. Hal ini disebabkan oleh turunnya osmolaritas dari 10 mOsm/kg yang
diinduksi oleh makin rendahnya ambang rasa haus dan sekresi vasopresin. Fenomena ini mulai
terjadi pada awal kehamilan. Pada saat aterm 3,5 I cairan berasal dari janin, plasenta, dan cairan
amnion, sedangkan 3 liter lainnya berasal dari akumulasi peningkatan volume darah ibu, uterus,
dan payudara sehingga minimal tambahan cairan selama kehamilan adalah 6,5 L. Penambahan
tekanan vena di bagian bawah utems dan mengakibatkan oklusi parsial vena kava yang
bermanifestasi pada adanya pitting edema di kaki dan tungkai terutama pada akhir kehamilan.
Penurunan tekanan osmotik koloid di interstisial juga akan menyebabkan edema pada akhir
kehamilan.

Perubahan Kardiovaskular
Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan vena kava inferior dan aorta
bawah ketika berada dalam posisi terlentang. Penekanan vena kava inferior ini akan mengurangi
darah balik vena ke jantung. Akibatnya, terjadinya penurunanpreload dan cardiac ourywt sehingga
akan menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi supine dan
pada keadaan yang cukup berat akan mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran. Penekanan pada
aorta ini juga akan mengurangi aliran darah uteroplasenta ke ginjal. Selama trimester terakhir
posisi terlentang akan membuat fungsi ginjal menumn jika dibandingkan posisi miring. Karena
alasan inilah tidak dianjurkan ibu hamil dalam posisi terlentang pada akhir kehamilan. Volume
darah akan meningkat secara progesif mulai minggu ke-6 - 8 kehamilan dan mencapai puncaknya
pada minggu ke-32 - 34 dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut. Volume plasma akan
meningkat kira-kira 40 - 45 %. HaI ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan estrogen pada ginjal
yang diinisiasi oleh ialur renin-angiotensin dan aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian
besar berupa plasma dan eritrosit.
3a. Berapa jarak antar kehamilan yang ideal? Jelaskan!

Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 – 3
anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan
proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu
mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi
sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam
kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin
yang dikandungnya.

Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak
kelahiran pendek Hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan
memulihkan faktor hormonal. Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada
saat kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan mengurangi cadangan zat besi ibu.
Pengetahuan jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi penting untuk diperhatikan
sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus mengurangi cadangan zat besi

5b. Bagaimana prosedur dari pemeriksaan external?

Pemeriksaan Leopold ialah suatu teknik untuk pemeriksaan ibu hamil dengan menggunakan cara
perabaan/palpasi yaitu merasakan/meraba bagian yang terdapat di Rahim ibu hamil dengan
menggunakan tangan dalam posisi-posisi tertentu, atau dengan menggunakan tekan memindahkan
bagian bagian tertentu untuk menentukan bagian-bagian tertentu. Teori berdasarkan Christian
Gerhard Leopold. Pemeriksaan leopold ini sebaiknya dilaksanakan setelah Usia Kehamilan 24
minggu, saat bagian janin semuanya sudah teraba. Teknik pemeriksaan leopold tujuan utamanya
untuk menentukan letak dan posisi janin di uterus, bias juga bertujuan untuk menentukan usia
kehamilan ibu dan memperkirakan/menentukan berat janin.

Pemeriksaan Leopold akan sulit dilakukan terhadap ibu hamil gemuk yang mempunyai dinding
perut tebal. Pemeriksaan leopold juga terkadang dapat membuat ibu hamil tidak nyaman karena
tidak posisi yang salah dan tidak memadai serta tidak dipastikan dalam keadaan santai. Untuk
membantu memudahkan pemeriksaan ini, maka persiapankan apa saja yang diperlukan sebelum
dilakukan pemeriksaan yaitu:

1. Instruksikan klien untuk mengosongkan vesika urinaria/kandung kemihnya


2. Menempatkan klien pada posisi berbaring yang telentang, tempatkan bantal kecil tepat di bawah
kepala sebagai tindak kenyamanan
3. Menjaga privasi klien
4. Menjelaskan proses dan prosedur pemeriksaan
5. Menghangatkan tangan klien dengan cara menggosok bersama-sama dikedua tangan (tangan
dingin bisa merangsang kontraksi uterus/rahim)
6. Menggunakan telapak tangan untuk raba/palpasi bukan dengan jari.

Leopold I
Tujuan : Untuk menentukan umur kehamilan serta bagian tubuh apa yang terdapat didalam fundus
uteri.
Caranya :
Kaki klien ditekuk pada lutut serta lipat paha
Pemeriksa berdiri disebelah kanan ibu hamil dan melihat kearah muka klien
Rahim dibawa ke tengah
Tinggi fundus uteri ditentukan, ukur dari bagian keras ketemu (symphisis)

Leopold II
Tujuan : Untuk menentukan dimana punggung anak dan dimana letak bagian-bagian kecil.
Caranya :
Raba bagian kiri dan kanan Rahim jika teraba kecil-kecil dan panjang itu menentukan tangan dan
jari-jari
Jika teraba lebar dank eras biasanya teraba di bagian abdomen kuadran kiri bawah
Leopold III
Tujuan : Untuk mengetahui apa yang ada pada bagian bawah dan bagian bawah sudah terpegang
oleh PAP (Pintu Atas Panggul) besar.
Caranya :
Tangan kanan memegang bagian bawah
Tangan kiri mencoba menekan fundus
Dibagian bawah Rahim masih bias digoyangkan atau tidak
Bila belum konvergen tidak perlu leopold IV

Leopold-IV
Tujuan : Guna menentukan bagian bawah dalam Rahim dan seberapa masuknya bagian bawah
tersebut ke dalam PAP.
Caranya :
Tangan konvergen : hanya bagian kecil dari kepala yang turun PAP
Tangan sejajar II : separuh kepala masuk PAP
Tangan divergen : Bagian terbesar kepala masuk PAP

B how to diagnose
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB.
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau
hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau
kriteria klinik. Tahap kedua adalah mennastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga
adalah menentukan penyebab defisiensi besi yang terjadi. Secara laboratoris untuk menegakkan
diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia
defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut: Anemia hipokromik
mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a,
b, c, atau d. Dua dari tiga parameter di bawah ini: Besi serum <50 mg/dl - TIBC >350 mg/dl
Saturasi transferin: <15%, atau Feritin serum <20 mg/l, atau Pengecatan sumsum tulang dengan
biru prusia {Perl's stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
sering merupakan proses yang rumit dan memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.

C. Faktor resiko
Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil

1. Umur Ibu
Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan ibu hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu 50,5%
menderita anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35 tahun, mempunyai
risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil
maupun janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami
anemia.
2. Paritas

Menurt Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar
untuk mengalami anemia di banding dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa
semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia
3. Kurang Energi Kronis (KEK)
41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil,
seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil
dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsums pangan, umur, paritas,
dan sebagainya.

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui resiko Kurang Energi
Kronis (KEK) Wanita Usia Subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan tatus gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK
adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA<23.5 cm. Deteksi KEK denganukuran LILA yang
rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari hari yang
biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa
ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia
4. Infeksi dan Penyakit

Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak mudah
terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah
putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena
meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil,kehilangan darah karena
kecelakaan, pascabedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing
tambang, malaria, TBC) (Anonim, 2004). Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan
penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat
menimbulkan dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat mengakibatkan abortus,
pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi
yang di derita ibu hamil biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah
bayi lahir dengan kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak
cairan tubuh serta zat gizi lainnya.Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas
janin dan bayi yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular dapat
mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus penyebab penyakit.
Sekalipun janin tidak langsung menderita penyakit, namun Demam yang menyertai penyakit
infeksi sudah cukup untuk menyebabkan keguguran. Penyakit menular yang disebabkan virus
dapat menimbulkan cacat pada janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan
komplikasi kehamilan dan meningkatkan kematian janin 30%
5. Jarak kehamilan

Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 – 3
anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukan
proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu
mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi
sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam
kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin
yang dikandungnya.

Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak
kelahiran pendek Hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan
memulihkan faktor hormonal. Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada
saat kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan mengurangi cadangan zat besi ibu.
Pengetahuan jarak kehamilan yang baik minimal 2 tahun menjadi penting untuk diperhatikan
sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus mengurangi cadangan zat besi
6. Pendidikan

Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita masyarakat
adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan malnutrisi atau
kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan
pendidikan dan tingkat social ekonomi rendah (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Amirrudin
dkk (2007), faktor yang mempengaruhi status anemia adalah tingkat pendidikan rendah

L. prognosis

Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan anak.
Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya komplikasi lain.
Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang
dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb)
yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan
tampak sebagai anemia infantum.

DAFTAR PUSTAKA
Prawiharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka
Made, Bakta;Ketut suhega et all.2014. Anemia defisiensi besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:InternaPublishing
Cunningham, FG., et al. (2013). Obstetri Williams (Williams Obstetri). Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai