Anda di halaman 1dari 31

TUGAS PBL

SKENARIO 1

Disusun oleh : KELOMPOK 17


NO NAMA NPM
1 Ni Nyoman Amik Indrayani 12700389
2 Ade Dwirisha Putra 12700393
3 Lydia Setia Dinata 12700395
4 Karina Rahmawati 12700397
5 Ruly Permata Istiqfarin 12700399
6 Gabrilla Nida Dusturiya 12700401
7 Ridhah Hasmi Widoretno 12700403
8 Fauzia Fahmi 12700405
9 Firdaus Ega Pratama 12700407
10 Devi Naravita Fitrian 12700409
11 Bella Mega Sutjipto Putri 12700411

PEMBIMBING TUTOR : dr. Ernawati, M.Kes


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2013/2014

KATA PENGANTAR

1
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
keagunganNya kepada kami sebagai penulis sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah
laporan SGD skenario 1.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa apa yang kami torehkan dan tersusun dalam
laporan ini memiliki nilai yang sangat sederhana. Tentu pernyataan ini dilatarbelakangi oleh
kemampuan kami yang sangat terbatas baik dari segi wawasan, pendapat, atau pun
pengetahuan umum yang ada dalam diri kami. Tetapi sebagai penulis yang mempunyai
kemampuan dan tekad dalam berkarya, kami berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
SGD kami yaitu dr. Ernawati, M.Kes
Akhir kata kami mohon maaf bila ada hal-hal yang kurang berkenan dan
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak agar bisa memberikan kritik sehat terhadap
karya tulis ilmiah ini sehingga karya ini dapat memiliki mutu dan bobot yang lebih baik
dikemudian hari. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Surabaya, 31 Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI

2
JUDUL................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB: I SKENARIO I ...................................................................................... 1
BAB: II KATA KUNCI....................................................................................... 2
BAB: III PROBLEM .......................................................................................... 3
BAB: IV PEMBAHASAN ...................................................................................4
BAB:V HIPOTESIS AWAL.............................................................................12
BAB: VI ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS..........................13
BAB:VII HIPOTESISI AKHIR (DIAGNOSIS)...............................................18
BAB: VII MEKANISME DIAGNOSIS.............................................................19
BAB: IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH................................22
BAB: X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI..................................................25
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
SKENARIO 1

3
Amin, 20 tahun, mahasiswa yang mondok, sering makan luar berganti-ganti
tempat/warung makan. Suatu kali mendadak demam, menggigil, tidak berak 5 hari, dengan
obat panas (bodrexin) tidak ada perubahan. Kepala pusing, nafsu makan tidak ada, perut
kembung. Sebelumnya tidak diare atau demam. Amin diantar teman ke gawat darurat RSU
diperiksa fisik dan laboratorik untuk diagnosis dan pengobatan. Untuk perawatan selanjutnya
Amin rawat inap di RSU.

BAB II
KATA KUNCI

4
Berdasarkan skenario diatas dapat disimpulkan beberapa kata kunci :
1.sering makan luar berganti-ganti tempat / warung
2.demam serta menggigil
3.pusing, perut kembung , nafsu makan tidak ada

BAB III
PROBLEM

5
Dari skenario diatas dapat disimpulkan beberapa problem diantaranya :
1. Apa yang menyebabkan demam ?
2. Apa yang menyebabkan tidak dapat berak ?

BAB IV
PEMBAHASAN

6
4.1 Batasan
Pada pembahasan ini, maka akan dibatasi masalah yang dibahas yaitu mengenai
penyakit infeksi. Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang
disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan
faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan).Penyakit infeksi dapat menular
melalui kontak langsung ataupun tidak langsung. Penyakit menular biasanya memiliki ciri
ciri adanya agent, host, vektor, dan reservoir. Penyakit ini termasuk penyakit infeksi yang
membutuhkan antibiotik untuk penanganannya. Komplikasi yang dapat ditimbulkan meliputi
komplikasi intestinal maupun ekstra intestinal. Pada saat ini telah ditemukan vaksin yang
dapat mencegah penyakit demam typhoid ini.

4.2 Anatomi / Histologi / Fisiologi / Patofisiologi / Patomekanisme


Anatomi
Makanan setelah dicerna di dalam lambung akan masuk ke dalam usus halus
(intestinum). Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Usus halus merupakan suatu saluran menyerupai selang
dengan diameter sekitar 2,5 cm. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Jika dibentangkan, usus
halus dapat mencapai panjang sekitar 6 meter.
Di dalam usus halus terdapat struktur yang disebut dengan vili. Vili merupakan
tonjolan-tonjolan yang memperluas permukaan usus sehingga meningkatkan penyerapan.
Pada permukaan vili terdapat mikrovili. Di dalam usus halus terjadi dua proses penting, yaitu
pencernaan dengan bantuan enzim dan penyerapan sari-sari makanan ke dalam pembuluh
darah. Usus halus memiliki tiga bagian, yaitu duodenum (usus dua belas jari), jejunum, dan
ileum.

7
Gambar Di usus halus terjadi penyerapan sari-sari makanan oleh vili.
Dalam menjalankan fungsinya,usus halus dibantu oleh hati, pankreas, dan kelenjar
pada dinding usus halus. Setiap organ tersebut akan mengeluarkan enzim yang membantu
dalam pencernaan.
Di dalam jejunum makanan mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang
dihasilkan oleh usus halus. Enzim-enzim tersebut adalah:
a. Enterokinase, berfungsi mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan pankreas.
b. Laktase, berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa.
c. Erepsin atau dipeptidase, berfungsi mengubah dipeptida atau pepton menjadi asam amino.
d. Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa.
e. Disakarase, berfungsi mengubah disakarida menjadi monosakarida.
f. Peptidase, berfungsi mengubah polipeptida menjadi asam amino.
g. Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
h. Lipase, berfungsi mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.
Di dalam ileum banyak terdapat jonjot usus yang berfungsi untuk memperluas
permukaan usus halus sehingga proses penyerapan makanan akan menjadi lebih sempurna.
Zat makanan berupa glukosa, asam amino, vitamin, mineral, dan air setelah diserap oleh usus
halus akan dibawa oleh darah melalui pembuluh vena porta hepatika ke hati. Selanjutnya dari
hati ke jantung kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
Asam lemak dan gliserol bersama empedu membentuk suatu larutan yang disebut
misel. Selanjutnya asam lemak dan gliserol dibawa oleh pembuluh getah bening ( pembuluh
kil) dan akhirnya masuk ke dalam peredaran darah. Garam empedu yang masuk ke darah
menuju ke hati dibuat empedu kembali.

8
Vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K) diserap oleh usus halus dan diangkut
melalui pembuluh getah bening. Selanjutnya vitamin-vitamin tersebut masuk ke peredaran
darah. Umumnya sari makanan diserap saat mencapai akhir usus halus. Sisa makanan yang
tidak diserap, secara perlahan-lahan bergerak ke usus besar. Seluruh usus halus panjangnya
beberapa meter. Ujungnya bermuara ke dalam sisi usus besar sehingga terbentuk usus buntu,
yaitu suatu bagian pendek usus besar yang buntu.
Histologi

Lapisan-lapisan penyusun dinding usus halus mulai dari dalam ke luar lumen usus
terdiri atas tunika mukosa, tunika submukosa,tunika muskularis, dan tunika serosa. Tunika
mukosa terdiri atas epitel, berbagai kelenjar dan jaringan penunjang. Epitel usus
halus berbentuk epitel kolumnar selapis yang terdiri atas sel absortif, sel goblet,
sel endokrin dan sel Paneth. Lamina propria terdiri atas jaringan ikat retikular dan
fibroplastik yang longgar dan kaya pembuluh darah, buluh khil (lacteal), saraf,
maupun otot licin.

Pencernaan di usus halus ditunjang oleh bentuk khusus pada tunika mukosa,
yakni vili. Vili merupakan penjuluran mukosa yang berbentuk jari dan merupakan ciri
khas usus halus. Tinggi vili ini bervariasi tergantung pada daerah dan spesies. Pada karnivora,
vili langsing dan panjang, sedangkan pada sapi vili pendek dan lebar. Akhirnya, permukaan

9
penyebaran ditingkatkan oleh mikrovili.Mikrovili merupakan penjuluran sitoplasma pada
permukaan bebas epitel vili. Vili dan mikrovili berfungsi memperluas permukaan usus halus
sehingga penyerapan lebih efisien Di antara dasar-dasar vili terdapat kelenjar-kelenjar yang
meluas ke dalam bagian bawah mukosa yang disebut kripta. Sel-sel kripta menyediakan sel-
sel baru untuk menggantikan sel-sel permukaan vili yang terbuang ke dalam lumen usus
Tunika muskularis terdiri atas lapisan luar yang mempunyai serabut otot longitudinal dan
lapisan dalam yang mempunyai serabut otot halus berbentuk sirkuler. Kedua lapisan ini
dipisahkan oleh suatu jaringan ikat berisi pleksus saraf parasimpatis yang disebut plexus
Mienterikus atau Auerbachs. Suplai darah untuk usus halus diberikan melalui cabang-cabang
dari arteri mesenterica celiaca dan cranialis yang menembus tunika muskularis kemudian
tunika submukosa. Lapisan terluar usus halus atau tunika serosa terdiri atas lapis mesotel
dengan jaringan ikat subserosa di bawahnya

Fisiologi
Fisiologi Usus halus mempunyai 2 fungsi utama adalah pencernaan dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja
ptyalin asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses selanjutnya didalam
duodenum terutama oleh keja enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat lemak dan
protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.

Sekresi empedu dan hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak.Dua
hormone penting dalam pengatura n pencernaan usus yaitu lemak yang bersentuhan dengan
mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung empedu dan hasil pencernaan protein
tak lengkap yang bersentuha dengan mukosa duodenum merangsang sekresi getah pancreas
yang kaya akan enzim.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan secret
pancreas , hepatobiliar dan sekresi usus.Pergerakan peristaltic mendorong isi dari salah satu

10
ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbs optimal dan suplai kontinyu
isi lambung.
Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat , lemak, protein (gula
sederhana) asam lemak dan asam amino melalui dinding usus kesirkulasi darah dan limfe
untukdigunakan oleh sel-sel tubuh. Walaupun banyak zat diabsorbsi disepanjang usus halus ,
tetapi terdapat tempat-tempat absorbsi utama bagi zat-zat gizi tertentu.Besi dan kalsium
sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum , absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (A,
D,E, K) diabsorbsi dalam duodenum dan memerlukan garam-garam empedu.
Absorbsi gula , asam amino dan lemak se bagian besar selesaikan menjelang kimus
mencapai jejunum. Absorbsi B12 berlangsung pada ileum terminal yang memerlukan faktor
intrinsic lambung. Asam-asam empedu yang dikeluarkan kandung empedu kedalam
duodenum akan direabsorbsi pada ileum terminal dan masuk kembali kehati.

Patofisiologi
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah
manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang
sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita masih
mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5%
penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan
menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal
(intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada
karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas.

Patomekanisme
Demam tifoid adalah penyakit yangpenyebarannya melalui saluran cerna (mulut,
esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S typhi masuk ke tubuh
manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui
muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat
(kaki-kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-
buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh
asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus itulah kuman
beraksi sehingga bisa menjebol usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman
11
masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada
organ hati, empedu, dan lain-lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni penderita
bisa mengandung kuman S typhi yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau
pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini
namun tidak menampakkan gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di
kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun. Salmonella thyphi hanya menginfeksi pada tubuh
manusia. Oleh karena itu demam thypoid hanya sering terjadi di lingkungan yang sanitasinya
buruk serta kurang menjaga kebersihan.

4.3 Jenis-Jenis Penyakit yang Berhubungan


4.3.1 Malaria
4.3.2 Demam Berdarah Dengue

4.4 Gejala Klinis


4.4.1 Demam Thypoid
Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10- 12 hari.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa : anoreksia, rasa
malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor, gangguan perut (perut kembung dan
sakit). Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung
ditegakkan. Yang termasuk gejala khas demam tifoid adalah sebagai berikut :

Minggu Pertama (awal terinfeksi)


Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu
setinggi 39c hingga 40c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk,
dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada
penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis
dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika
penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di
atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya
terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata,

12
bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna.
Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua
ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada
bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang
difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.
Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami
delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat.
Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering
yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa.
Perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, mulai
kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala- gejala akan
berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.
Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya
tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan
inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita
kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal
maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat
dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran
adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya
kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

13
Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

4.5 Pemeriksaan Fisik


4.5.1 Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Tensi : 100/80 mmHg
Suhu : 39,5C
Nadi : 82x/ menit
Kepala : A/I/C/D : -
Pembesaran KGB : ( - )
Thorax : Cor : normal
Pulmo : normal
Abdomen : perut teraba lunak, hepar dan lien teraba 2 jari, tidak nampak tanda bercak di kulit
Ekstremitas: oedem ( - )

4.6 Pemeriksaan Penunjang


4.6.1 Demam Thypoid
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Darah Lengkap :
a. Hb: 12 g/dl ( normal )
b. Hematocrit : 36%
c. Leukosit: 3700 /mikroliter
d. Differential count : PMN : 30% ; lymphocit : 28% ; monosit : 38%
e. Platelet : 36000
f. AST : 268
g. ALT: 344
Pada kultur pembiakan ditemukan adanya : Salmonella Thypii

BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)
14
Pasien Amin yang berusia 20 tahun yang mengalami mendadak demam, menggigil,
tidak berak 5 hari serta merasa mengalami kepala pusing, nafsu makan tidak ada, dan perut
kembung mungkin terserang penyakit :
1. Malaria
2. Dengue fever
3. Demam thypoid

BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

15
6.1 Demam Thypoid
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini termasuk penyakit menular
endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di
daerah tropis terutama di negara-negara sedang berkembang. Di negara berkembang angka
kematian akibat demam tifoid berkisar antara 2,3 16,8%1. Angka kematian penderita yang
dirawat di rumah sakit di Indonesia mengalami penurunan dari 6% pada tahun 1969 menjadi
3,74% pada tahun 1977 dan sebesar 3,4 % pada tahun 1978.
Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi Salmonella
typhi dengan gejala demam, sakit kepala, sakit perut dan gejala gangguan intestinal lain
seperti konstipasi dan diare. Pada laboratorium didapatkan leukopeni. Diagnosis demam
tifoid pada penelitian ini hanya diperkuat oleh uji widal yang dilakukan. Gejala ikutan pada
demam tifoid adalah nyeri perut, keluhan buang air besar, sakit kepala, pusing, nyeri otot,
mual, muntah, diare.
Penderita Demam tifoid biasanya bersifat akut, dengan gejala demam satu minggu
atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat. Berat
ringannya penyakit ini sangat tergantung dari populasi umur pasien yaitu bayi atau dewasa.
Demam tifoid umumnya menyerang anak anak dan dewasa muda umur 5 - 25 tahun. Pada
minggu pertama gejala klinis penyakit ini berupa demam (40 41C) yang berkepanjangan 4
8 minggu bila tidak diobati, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada minggu kedua
gejala klinis yang muncul berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang berselaput,
hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, strupor,
koma, delirium, psikosis.
Untuk menegakkan diagnosis maka harus dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis penyakit demam tifoid yang lazim dilakukan berupa gejala klinik, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin, kimia
klinik, kultur organisme dan uji serologis seperti uji widal, uji tubex, typhidot dan dipstick.
Diantara uji - uji serologis yang ada memiliki sensitifitas dan spesitifitas yang tinggi dan
digunakan oleh laboratorium yang ada di Indonesia.
Uji tubex mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik dari pada uji Widal.
Penelitian oleh House dkk, 2001; Olsen dkk, 2004; dan Kawano dkk, 2007 menunjukkan uji
16
ini memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang baik berturut turut (75 80% dan 75 90%).3
Uji tubex dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin
karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang. Uji tubex merupakan uji
aglutinasi kompetitif semi kuantitatif kolometrik yang pada intinya mendeteksi adanya
antibodi anti-S typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-
O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida. S.typhi
yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Jika hasil uji tubex positif maka
menunjukkan terdapat infeksi Salmonella serogroup D walaupun tidak secara spesifik
menunjukkan pada S. typhi., sedangkan jika hasil uji tubex negatif kemungkinan
menunjukkan terdapat infeksi oleh S.paratyphi atau penyakit lain.
Selain pemeriksaan tersebut, dilakukan pula pemeriksaan hematologi, urinalis, dan
kimia klinik. Pada pemeriksaan hematologi ditemukan kadar hemoglobin dapat normal atau
menurun bila terjadi penyulit pendarahan usus atau perforasi, hitung leukosit sering rendah
(leucopenia) tetapi dapat pula normal atau tinggi, hitung jenis leukosit sering neutropenia
dengan limfositosis relative, LED (Laju Endap Darah) meningkat, jumlah trombosit normal
atau menurun (trombositopenia). Pada pemeriksaan urinalis didapatkan protein yang
bervariasi dari negative sampai positif akibat demam, leukosit dan eritrosit normal tetapi bila
meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan enzim
hati (SGOT,SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut.

6.2 Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan
golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.
Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Malaria merupakan
salah satu penyakit yang tersebar di beberapa wilayah di dunia. Umumnya tempat-tempat
yang rawan malaria terdapat pada Negara-negara berkembang dimana tidak memiliki tempat
penampungan atau pembuangan air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan
dapat dijadikan sebagai tempat ideal nyamuk untuk bertelur.
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis plasmodium yang
dapat menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum dengan masa inkubasi 7-14 hari,
plasmodium vivax dengan masa inkubasi 8-14 hari, plasmodium oval dengan masa inkubasi
8-14 hari, dan plasmodium malaria dengan masa inkubasi 7-30 hari. Parasit-parasit tersebut
ditularkan pada manusia melalui gigitan seekor nyamuk dari genus anopheles. Gejala yang
ditimbulkan antara lain adalah demam, anemia, panas dingin, dan keringat dingin. Untuk
17
mendiagnosa seseorang menderita malaria adalah dengan memeriksa ada tidaknya
plasmodium pada sampel darah. Namun yang seringkali ditemui dalam kasus penyakit
malaria adalah plasmodium falciparum dan plasmodium vivax.
Penyakit malaria memiliki gejala yang cukup khas yaitu demam (panas dan dingin),
menggigil, nyeri persendian, sakit kepala, muntah-muntah dan kerusakan retina. Gejala
paling khas dari penyakit malaria adalah badan terasa dingin yang kemudian diikuti dengan
demam panas yang berlangsung sekitar empat sampai enam jam.Pada banyak kasus, gejala
penyakit malaria bisa sangat menyerupai beberapa gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
lain seperti tifus, dan demam berdarah, sehingga memerlukan tes darah di laboratorium
untuk mengetahui kepastian adanya parasit plasmodium dalam darah. Ada pula gejala
penyakit malaria yang sangat khas yang merupakan ciri-ciri klinis yang dapat membedakan
demam malaria dengan demam yang ditimbulkan penyakit lain yaitu gejala pemutihan pada
retina.
Gejala penyakit malaria bisa berbeda tergantung pada jenis parasit plasmodium apa
yang berada dalam sel darah seseorang. Untuk jenis plasmodium vivax dan ovale, demam
akan berlangsung sekitar dua hari sekali, dan untuk plasmodium malariae demam akan
berlangsung sekitar 3 hari sekali, sedangkan untuk plasmodium yang paling berbahaya
yaitu falciparum, demam panas dingin dapat terjadi berulang-ulang dalam beberapa jam.
Pada anak-anak gejala khas ditunjukan oleh sikap yang tidak normal (abnormal), yang dapat
menjadi pertanda telah terjadi kerusakan cukup parah pada jaringan otak, yang dapat
berlanjut menjadi anemia akut selama perkembangan usia anak tersebut.

6.3 Demam Dengue


Demam Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk. Demam Dengue banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis,
terutama selama musim hujan. Terdapat 4 jenis virus Dengue yang berbeda Den1 Den4,
tetapi tidak semuanya ada di Flores. Orang yang telah terinfeksi dengan jenis virus Dengue
tertentu akan menjadi resistan/tahan terhadap jenis tersebut dan tidak akan terinfeksi lagi oleh
jenis yang sama (contoh: bila sudah pernah menderita infeksi virus dengue jenis Den3, tidak
akan terinfeksi lagi oleh jenis virus dengue Den3, tetapi kemungkinan terserang virus dengue
tipe lain selain Den3). Orang yang sudah pernah terinfeksi dengan virus dengue sebelumnya
kemudian terkena infeksi oleh virus dengue lagi, dapat menjadi Demam Berdarah Dengue
(Dengue Haemorrhagic Fever). Kondisi ini umumnya terjadi pada anak yang lebih besar dan
orang dewasa. Pada kondisi yang lebih parah/ bahaya dapat terjadi Sindroma Syok Dengue

18
(Dengue Shock Syndrome) paling sering terjadi pada balita dan anak anak. Wisatawan dari
daerah non-endemik Dengue berisiko rendah untuk terjangkit Demam Berdarah.
Orang bisa terinfeksi virus Dengue ketika mereka digigit oleh nyamuk Aedes betina,
terutama dari jenis Aedes aegypti. Nyamuk jenis ini biasa menggigit pada siang hari terutama
dua jam setelah matahari terbit atau dua jam sebelum matahari terbenam. Banyak kasus
terjadi di wilayah perkotaan yang padat pemukiman penduduk (nyamuk Aedes ini sering
ditemukan di dekat lingkungan manusia).
Gejala penyakit dari virus Dengue dapat timbul dalam 3-14 hari (biasanya 4 -7 hari)
dengan sakit yang bersifat bifasik/ naik turun - naik. Di mulai dengan serangan sakit kepala
berat yang mendadak lalu diikuti oleh demam tinggi serta nyeri sendi dan otot secara
perlahan dalam 3 sampai 5 hari, dengan timbul bintik-bintik merah pada seluruh tubuh (tetapi
tidak selalu) kemudian terjadi penurunan suhu tubuh sampai normal, di lanjutkan demam
timbul kembali disertai bintik-bintik merah yang lebih parah.
Pada Sindroma Syok Dengue juga dimulai dengan demam dan sakit kepala, tetapi
gejala saluran pernapasan dan pencernaan lebih menyolok, terjadi Trombositopenia (jumlah
sel trombosit lebih rendah dari angka normal orang sehat) dan hemokonsentrasi (peningkatan
konsentrasi sel darah merah) sebagai ciri khasnya, dan jaundis (kulit dan bagian putih mata
menjadi kekuningan) dapat terjadi. Namun yang harus diwaspadai adalah keluhan dan gejala
bisa sangat berbeda dari satu pasien ke pasien lainnya.
Tanda dan gejala demam dengue adalah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari).
Setelahnya akan timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang
belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD ialah peningkatan suhu mendadak (suhu
pada umumnya antara 39-40C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari), kadang
disertai menggigil, nyeri kepala, muka kemerahan. Dalam 24 jam terasa nyeri retroorbita
terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta
sendi. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka, leher, dada. Akhir fase
demam (hari ke-3 atau ke-4) ruam berbentuk makulopapular atau skarlatina. Pada fase
konvalesens suhu turun dan timbul petekie yang menyeluruh pada kaki dan tangan.
Perdarahan kulit terbanyak adalah uji turniket positif dengan atau tanpa petekie.
Fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah lekukosit yang normal kemudian
menjadi leucopenia selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal demikian
pula semua faktor pembekuan. Tetapi saat epidemi dapat dijumpai trombositopenia. Serum
biokimia pada umumnya normal namun enzim hati dapat meningkat.

19
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
20
pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam tifoid adalah penyakit sistemik
akut yang disebabkan oleh infeksi Salmonella typhi dengan gejala demam, sakit kepala, sakit
perut dan gejala gangguan intestinal lain seperti konstipasi dan diare. Pada laboratorium
didapatkan leukopeni. Diagnosis demam tifoid pada penelitian ini hanya diperkuat oleh uji
widal yang dilakukan. Gejala ikutan pada demam tifoid adalah nyeri perut, keluhan buang air
besar, sakit kepala, pusing, nyeri otot, mual, muntah, diare.
Untuk menegakkan diagnosis maka harus dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis penyakit demam tifoid yang lazim dilakukan berupa gejala klinik, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin, kimia
klinik, kultur organisme dan uji serologis seperti uji widal, uji tubex, typhidot dan dipstick.
Selain pemeriksaan tersebut, dilakukan pula pemeriksaan hematologi, urinalis, dan kimia
klinik. Pada pemeriksaan hematologi ditemukan kadar hemoglobin dapat normal atau
menurun bila terjadi penyulit pendarahan usus atau perforasi, hitung leukosit sering rendah
(leucopenia) tetapi dapat pula normal atau tinggi, hitung jenis leukosit sering neutropenia
dengan limfositosis relative, LED (Laju Endap Darah) meningkat, jumlah trombosit normal
atau menurun (trombositopenia). Pada pemeriksaan urinalis didapatkan protein yang
bervariasi dari negative sampai positif akibat demam, leukosit dan eritrosit normal tetapi bila
meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan enzim
hati (SGOT,SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel feses atau darah untuk
mendeteksi adanya bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah
pada 14 hari pertama setelah terinfeksi. Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif
pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit.
Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin
(diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Biakan tinja
dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat
dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.

BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS

1. Anamnesa
Identitas Pasien :
21
Nama : Amin
Umur :20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dukuh Kupang 20 Gg. 20
Pekerjaaan : Mahasiswa UWKS
2. Keluhan Utama : Demam tinggi dan susah buang air besar.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Demam selama 5 hari disertai pusing
b. Demamnya tinggi hingga menggigil
c. Susah buang air besar
d. Perut terasa kembung dan tidak ada nyeri perut
e. Kadang-kadang terasa mual/muntah
f. Tidak napsu makan
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya tidak diare atau demam.
5. Riwayat Sosial
Suka jajan di luar.
6. Riwayat Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami diare dan demam
7. Riwayat Obat
Diberi obat anti demam (ketika obat dimakan maka demamnya turun)
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit, lemah dan diantar temannya ke poli.
Vital Sign :
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 39,5 oC
a/i/c/d : -/-/-/-
leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen : Perut teraba lunak, hepar dan lien teraba 2 jari, tidak Nampak tanda
bercak di kulit.
Ekstremitas : Oedema (-)
9. Differential Diagnosa : Demam typhoid, malaria, demam karena infeksi virus dan
demam dengue.
10. Pemeriksaan Penunjang :
a. Darah lengkap
Hb : 12 g/dl
Hematokrit : 36%
Leukosit : 3.700 l
b. Differential Count
PMN : 30%
Limfosit : 28%
Monosit : 38 %
Platelet : 76.000
c. AST : 268 g/dl
d. ALT : 344 g/dl

22
e. Hasil kultur biakan darah adalah setelah 3 hari ditemukan salmonella thypi
11. Diagnosis Akhir : Demam typhoid

Bagan Pemeriksaan

23
BAB IX

24
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu : Istirahat
dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian
medikamentosa. Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah komplikasi. Sedangkan diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup
penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang
akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan akan menjadi lama. Tata laksana medikamentosa demam tifoid dapat berupa
pemberian antibiotik, antipiretik, dan steroid. Obat antimikroba yang sering diberikan adalah
kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, sefalosporin generasi ketiga, ampisilin, dan
amoksisilin.
Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid.
Kloramfenikol mempunyai ketersediaan biologik 80% pada pemberian iv. Waktu paruh
plasmanya 3 jam pada bayi baru lahir, dan bila terjadi sirosis hepatis diperpanjang sampai
dengan 6 jam. Dosis yang diberikan secara per oral pada dewasa adalah 20-30(40)
mg/kg/hari. Pada anak berumur 6-12 tahun membutuhkan dosis 40-50 mg/kg/hari. Pada anak
berumur 1-3 tahun membutuhkan dosis 50-100 mg/kg/hari. Pada pemberian secara intravena
membutuhkan 40-80 mg/kg/hari untuk dewasa, 50-80 mg/kg/hari untuk anak berumur 7-12
tahun, dan 50-100 mg/kg/hari untuk anak berumur 2-6 tahun. Bentuk yang tersedia di
masyarakat berupa kapsul 250 mg, 500 mg, suspensi 125 mg/5 ml, sirup 125 ml/5ml, serbuk
injeksi 1 g/vail. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hirolisis ester ini
tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman obat ini dapat
menurunkan demam ratarata 7,2 hari. Untuk menghindari reaksi Jarisch-Herxheimer pada
pengobatan demam tifoid dengan kloramfenikol, dosisnya adalah sebagai berikut: hari ke 1 :
1g, hari ke 2 : 2 g, hari ke 3: 3 g, hari kemudian diteruskan 3 g sampai dengan suhu badan
normal. Beberapa efek samping yang mungkin timbul pada pemberian kloramfenikol adalah
mual, muntah, mencret, mulut kering, stomatitis, pruritus ani, penghambatan eritropoiesis,
Gray-Syndrom pada bayi baru lahir, anemia hemolitik, exanthema, urticaria, demam, gatal-
gatal, anafilaksis, dan terkadang Syndrom Stevens-Johnson. Reaksi interaksi kloramfenikol
dengan paracetamol akan memperpanjang waktu paruh plasma dari kloramfenikol.
Interaksinya dengan obat sitostatika akan meningkatkan resiko suatu kerusakan sumsum
tulang.
25
Tiamfenikol memiliki dosis dan keefektifan yang hampir sama dengan kloramfenikol,
akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih
rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol untuk orang dewasa adalah
500 mg tiap 8 jam, dan untuk anak 30-50 mg/kg/hari yang dibagi menjadi 4 kali pemberian
sehari. Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul 500 mg. Beberapa efek samping
yang mungkin timbul pada pemberian kloramfenikol adalah mual, muntah, diare, depresi
sumsum tulang yang bersifat reversibel, neuritis optis dan perifer, serta dapat menyebabkan
Gray baby sindrom. Interaksi tiamfenikol dengan rifampisin dan fenobarbiton akan
mempercepat metabolisme tiamfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam tifoid dapat
turun setelah 5-6 hari.
Kotrimoksazol adalah kombinasi dua obat antibiotik, yaitu trimetroprim dan
sulfametoksazol. Kombinasi obat ini juga dikenal sebagai TMP/SMX, dan beredar di
masyarakat dengan beberapa nama merek dagang misalnya Bactrim. Obat ini mempunyai
ketersediaan biologik 100%. Waktu paruh plasmanya 11 jam. Dosis untuk pemberian per oral
pada orang dewasa dan anak adalah trimetroprim 320 mg/hari, sufametoksazol 1600 mg/hari.
Pada anak umur 6 tahun trimetroprim 160 mg/hari, sufametoksazol 800 mg/hari. Pada
pemberian intravena paling baik diberikan secara infus singkat dalam pemberian 8-12 jam.
Beberapa efek samping yang mungkin timbul adalah sakit, thromboplebitis, mual, muntah,
sakit perut, mencret, ulserasi esofagus, leukopenia, thrombopenia, anemia megaloblastik,
peninggian kreatinin serum, eksantema, urtikaria, gatal, demam, dan reaksi hipersensitifitas
akibat kandungan Natriumdisulfit dalam cairan infus. Interaksi kotrimoksazol degan antasida
menurunkan resorbsi sulfonamid. Pada pemberiaan yang bersamaan dengan diuretika thiazid
akan meningkatkan insiden thrombopenia, terutama pada pasien usia tua.
Ampisilin dan amoksisilin memiliki kemampuan untuk menurunkan demam lebih
rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Obat ini mempunyai ketersediaan biologik :
60%. Waktu paruh plasmanya 1.5 jam (bayi baru lahir: 3,5 jam). Dosis untuk pemberian per
oral dalam lambung yang kosong dibagi dalam pemberian setiap 6-8 jam sekitar 1/2 jam
sebelum makan. Untuk orang dewasa 2-8 g/hari, sedangkan pada anak 100-200 mg/kg/hari.
Pada pemberiaan secara intravena paling baik diberikan dengan infus singkat yang dibagi
dalam pemberiaan setiap 6-8 jam. Untuk dewasa 2-8 g/hari, sedangkan pada anak 100- 200
mg/kg/hari. Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul 250 mg, 500 mg; Kaptab 250
mg, 500 mg; Serbuk Inj.250 mg/vial, 500 mg/vial, 1g/vial, 2 g/vial; Sirup 125 mg/5 ml, 250
mg/5 ml; Tablet 250 mg, 500 mg. Beberapa efek samping yang mungkin muncul adalah sakit,
thrombophlebitis, mencret, mual, muntah, lambung terasa terbakar, sakit epigastrium, iritasi
26
neuromuskular, halusinasi, neutropenia toksik, anemia hemolitik, eksantema makula, dan
beberapa manifestasi alergi. Interaksinya dengan allopurinol dapat memudahkan munculnya
reaksi alergi pada kulit. Eliminasi ampisilin diperlambat pada pemberian yang bersamaan
dengan urikosuria (misal: probenezid), diuretik, dan obat dengan asam lemah.
Sefalosporin generasi ketiga (Sefuroksin, Moksalaktan, Sefotaksim, dan Seftizoksim)
yang hingga saat ini masih terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson. Antibiotik
ini sebaiknya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat diobati
dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Hal ini disebabkan karena
selain harganya mahal juga memiliki potensi antibakteri yang tinggi Dosis yang dianjurkan
adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama 1/2 jam perinfus sekali
sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

9.2 Prinsip Tindakan Medis


Prinsip tindakan medis yang dijalankan pada pasien tifoid difokuskan untuk mencegah
bertambah parahnya penyakit, mencegah timbulnya berbagai komplikasi lain yang mungkin
menyertai dan yang paling penting adalah mempercepat penyembuhan. Selain itu,
pencegahan penularan pada demam tifoid juga harus diperhatikan. Memberikan edukasi
tentang cara perilaku hidup bersih dan sehat juga sangat diperlukan agar tidak terjadi
pengulangan penyakit demam tifoid.

BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
27
10.1 Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian
pada anak-anak 2,6%, dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.
Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti :
1. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua
2. Kesadaran sangat menurun (sopor, koma, atau delirium)
3. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi
Komplikasi dapat terjadi pada :
a. Di usus halus
Umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu :
1) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dan benzidin.
Jika pendarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
Penurunan TD dan suhu tubuh
Denyut nadi bertambah cepat dan kecil
Kulit pucat
Penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
2) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritontis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum.
3) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, kembung, TD menurun, suara bising usus
melemah, pekak hati berkurang, nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defense muscular) dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan darah tepi
didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
b. Diluar usus halus
Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama.
Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder.
Kolesistitis.

28
Tifoid ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah,
demam tinggi.
Meningitis, gejala : bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas,
diare, kelainan neurologis.
Miokarditis.
Karier kronik.
10.2 Tanda untuk Merujuk Pasien
Pasien tanpa komplikasi dapat diobati secara rawat jalan. Mereka harus disarankan
untuk menggunakan teknik mencuci tangan yang ketat dan untuk menghindari menyiapkan
makanan untuk orang lain selama sakit. Rawat pasien harus ditempatkan di isolasi kontak
selama fase akut infeksi. Tinja dan urine harus dibuang secara aman.
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif
meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi).
Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus
tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih selama 14 hari.
Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

10.3 Peran Pasien / Keluarga untuk Penyembuhan


Keluarga pasien berperan disaat-saat pasien menjalani terapi penyembuhan typhoid
fever. Diharapkan keluarga ikut serta mengingatkan pasien agar menghabiskan obat dan
menjaga pola makan serta kebersihan diri dengan baik dan mengikuti saran-saran dokter.
Pasien sangat berperan karena menjadi penentu kesembuhan. Niat untuk sembuh dibutuhkan
agar pasien senantiasa menjaga selalu kesehatannya dan menghindari hal-hal yang bisa
memicu penyakit tersebut muncul kembali.

10.4 Pencegahan Penyakit


Usaha pencegahan tifoid dapat dibagi dalam :
1. Usaha terhadap lingkungan hidup.
a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis.
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap rumah makan dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi KOTIPA (perlu diulang setiap 5 tahun)

29
b. Menemukan dan mengawasi karier tifoid.
c. Pendidikan kesehatan terhadap masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

http://www.who.int/topics/typhoid_fever/en
30
http://www.who.int/immunization/topics/typhoid/en/index.html
Ida Bagus Verry Kusumaningrat, I Wayan Putu Sutirta Yasa. (2014). Uji Tubex untuk Diagnosis
Demam Tifoid di Laboratorium Klinik Nikki Medika Denpasar. E-Jurnal Medika Udayana .
Inawati. Demam Tifoid. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.2013:1:1-7.
Lili Musnelina, A Fuad Afdhal, Ascobat Gani, Pratiwi Andayani. (2004). Analisis Efektifitas Biaya
Pengobatan Demam Tifoid pada Anak Menggunakan Kloramfenikol dan Seftriakson di Rumah
Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara, Kesehatan , 8, 59-64.
Lili Musnelina, A. Fuad Afdhal, Ascobat Gani, Pratiwi Andayani. (2004). Pola Pemberian Antibiotika
Pengobatan Demam Tifoid Anak Di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 2002.
Makara, Kesehatan , 8, 59-64.

31

Anda mungkin juga menyukai