Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini konsumsi rokok terus meningkat di seluruh dunia, kondisi ini

terutama terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Data

badan kesehatan dunia Word Health Organization (WHO) dari seluruh perokok di

dunia, 84% (1,09 miliar orang) berada di negara berkembang. Akibatnya beban

penyakit dan kematian yang berhubungan dengan konsumsi rokok meningkat di

negara berkembang (WHO, 2006). Di banyak negara berkembang rokok satu-

satunya penyebab kematian yang sebenarnya dapat dihindari (Hemiyah, 2000).

Depkes RI pada tahun 2004 melaporkan bahwa penduduk Indonesia hampir 70%

telah mulai merokok di usia anak-anak dan remaja. Kondisi ini menyebabkan

mereka sulit berhenti merokok dan membuat mereka mempunyai risiko yang

tinggi mendapatkan penyakit yang berhubungan dengan rokok pada usia

pertengahan. Bila seseorang merokok maka dia akan menghirup lebih dari empat

ribu unsur kimia beracun (WHO, 2006). Unsur-unsur ini dapat meningkatkan

resiko penyakit kanker, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kardiovaskuler,

penyakit pada mulut dan gangguan reproduksi (Savetz et All, 2006).

Menurut data sample registration system (SRS) Indonesia pada tahun

2014, hipertensi dengan komplikasi sebesar 5.3% merupakan penyebab kematian

nomor 5 pada semua umur (DepKes, 2017).

1
2

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi diantaranya

adalah usia, jenis kelamin, genetik, etnis, olahraga, obesitas, asupan makanan,

merokok, alkohol, stress, dan pengetahuan (Apriyandi, 2010).

Jumlah perokok sendiri di daerah Sidoarjo masih tinggi. Berdasarkan data

yang didapatkan dari puskesmas Taman terhadap perokok di 9 desa wilayah

cakupannya terdapat sebagai berikut, Prevalensi di Desa Sepanjang sebesar 68,8

%. Lebih tinggi dibanding desa lain yaitu: Geluran 41,1%, Sadang 63,9%,

Kedungturi 24,3%, Ketegan 53,4%, Bebekan 50,7%, Ngelom 60,7%, Bohar

55,1%, dan Kalijaten 47% .Dari data yang diperoleh di Puskesmas Taman, jumlah

perokok sangat tinggi yaitu pada Desa Sepanjang. ( Profil Puskesmas Taman,

2017).

Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan Riskesdas 2013, sebesar 25.9%,

tertinggi di kepulauan Bangka Belitung (30.9%), sedangkan data terendah di

Papua sebesar (16.8%). Berdasarkan data tersebut dari 25.8% orang yang

mengalami hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis.

Data menunjukkan hanya 0.7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi yang

minum obat hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar penderita

Hipertensi tidak menyadari menderita hipertensi ataupun mendapatkan

pengobatan.

Berdasarkan data 10 penyakit terbanyak Dinas Kesehatan Kota Surabaya

Prevalensi hipertensi di Surabaya dari tahun ke tahun selalu berada dalam daftar

10 penyakit terbanyak, pada tahun 2011 prevalensi penderita hipertensi sebanyak


3

3,30%, pada tahun 2012 sedikit menurun menjadi 3,06% lalu pada tahun 2013

meningkat pesat menjadi 13,6% dan menempati urutan penyakit terbanyak kedua

di Surabaya, pada tahun 2014 menurun 3% dan menempati urutan ke 7

(Roshifani, 2016).

Berdasarkan data yang didapatkan dari puskesmas Taman terhadap 9 desa

di wilayah cakupannya terdapat sebagai berikut. Prevalensi di Desa Sepanjang

sebesar 29,4 %. Lebih tinggi dibanding desa lain yaitu: Geluran 3,1%, Sadang

28,8%, Kedungturi 24,3%, Ketegan 23,25%, Bebekan 21,2%, Ngelom 22,06%,

Bohar 29,1%, dan Kalijaten 15,3% .Dari data yang diperoleh di Puskesmas

Taman, kejadian hipertensi sangat tinggi yaitu pada Desa Sepanjang. ( Profil

Puskesmas Taman, 2017).

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding

pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri

ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar tekanan bervariasi

tergantung pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan darah paling tinggi

terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika

ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Pada keadaan hipertensi, tekanan darah

meningkat yang ditimbulkan karena darah dipompakan melalui pembuluh darah

dengan kekuatan berlebih. Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya

tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari

sama dengan 90 mmHg setelah dua kali pengukuran terpisah (Bianti,2015).


4

Hipertensi disebabkan adanya perubahan struktur pada pembuluh darah

sehingga pembuluh darah menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah

menjadi kaku. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan

kemungkinan terjadinya pembesaran plague dapat menghambat peredaran darah,

akibatnya tekanan darah dalam sistem sirkulasi mengalami peningkatan

(Roshifani, 2016).

Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

berjudul “Hubungan merokok dengan kejadian hipertensi di Desa Sepanjang

Kabupaten Sidoarjo”.

.
5

B. Kajian Masalah

Karakteristik
 Jenis Kelamin
 Usia

Lingkungan

Perilaku
Knowledge
Attitude
Practice Genetik
- merokok Kejadian Hipertensi • Riwayat keluarga
- Alkohol hipertensi
- Olahraga
- Asupan Makanan

Pelayanan
Kesehatan

C. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi Di Desa

Sepanjang Kabupaten Sidoarjo ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganilisis hubungan merokok dengan kejadian hipertensi Di Desa

Sepanjang Kabupaten Sidoarjo.


6

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kejadian hipertensi di desa Sepanjang Kabupaten

Sidoarjo.

b. Mengidentifikasi kebiasaan merokok di desa Sepanjang Kabupaten

Sidoarjo.

c. Menganalisis hubungan merokok dengan kejadian hipertensi di

desa Sepanjang Kabupaten Sidoarjo.

E. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai upaya mengembangkan pengetahuan dalam pelaksanaan

penelitian, penulisan hasil penelitian dan menambah wawasan serta bekal

pengetahuan dalam bekerja di masyarakat.

2. Manfaat Bagi Puskesmas

Sebagai masukan bagi Puskesmas Taman dalam menekan dan

mencegah angka kejadian hipertensi pada Desa Sepanjang atau desa lain

yang memiliki karakteristik serupa dengan Desa Sepanjang.

3. Manfaat Bagi Masyarakat

Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat

khususnya tentang hubungan merokok dengan kejadian hipertensi Di Desa

Sepanjang Kabupaten Sidoarjo.

4. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu


7

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai sumbangan

pemikiran dan bahan pertimbangan untuk mencegah hipertensi dan

menurunkan angka terjadinya hipertensi.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding

pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri

ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar tekanan

bervariasi tergantung pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan darah

paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling

rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Pada keadaan

hipertensi, tekanan darah meningkat yang ditimbulkan karena darah

dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih. Hipertensi

merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama

dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg setelah dua

kali pengukuran terpisah (Bianti,2015).

2. Jenis Hipertensi

Menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2006,

menyebutkan bahwa ada dua jenis hipertensi, yaitu: (Depkes,2006)

 Hipertensi primer (Esensial)

Hipertensi primer merupakan suatu peningkatan presisten tekanan

arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol


9

homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan

mencakup ± 90% dari kasus hipertensi.pada umumnya hipertensi esensial

tidak disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan karena berbagai faktor

yang saling berkaitan. Menurut Rohaendi tahun 2008, faktor yang paling

mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial adalah faktor

genetik, karena hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga.

 Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan penderita hipertensi

sekunder dari berbagai penyakit atau obat-obat tertentu yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis

atau penyakit renovaskuler adalah penyebab sekunder yang paling sering.

Obat-obat tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat

mengakibatkan hipertensi bahkan memperberat hipertensi dengan

menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi

dengan menghentikan obat atau mengobati penyakit yang menyertai

merupakan tahap awal penanganan hipertensi sekunder.

3. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut The Eight Report of Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation and the Treatment of

High Blood Pressure.

Tabel. II.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-VIII


10

Kategori Sistolik Diastolik (mmHg)

(mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II 160-179 100-109

Hipertensi derajat III ≥180 ≥110

Sumber: (Depkes,2006)

WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of

Hypertension) mengelompokkan hipertensi sebagai berikut:

Tabel II.2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO-ISH

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Grade 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110

hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90

Sumber: (Depkes,2006)
11

Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PHI) pada januari 2007

meluncurkan pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang diambil

dari pedoman negara maju dan Negara tetangga dengan merujuk hasil JNC

dan WHO.

Tabel. II.3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsesus Perhimpunan

Hipertensi Indonesia

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-90

Hipertensi stadium 1 140-159 90-99

Hipertensi stadium 2 >160 >100

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90

Sumber: (Depkes,2006)

4. Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang

beragam. Pada kebanyakan pasien, etiologi patofisiologisnya tidak

diketahui (hipertensi primer atau essensial). Hipertensi primer ini tidak

dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi

dengan presentase rendah mempunyai peyebab yang khusus, dikenal

sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder, baik

endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat

diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara


12

potensial (Depkes,2006).

5. Patofisiologi Hipertensi

Berbagai faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relaksasi

pembunuh darah yang berhubungan dengan tekanan darah. Bila seseorang

mengalami emosi yang tinggi, maka sebagai respon konteks adrenal

mengekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Selain itu, konteks

adrenal mengekresi kortisol dan steroid lainnya yang bersifat memperkuat

respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah oleh enzim

ACE (Angiontensin Converting Enzyme) menjadi angiotensin II, suatu

vasokontriktor kuat yang pada gilirannya akan merangsang sekresi

aldosteron oleh konteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tulubus

ginjal, sehingga terjadi peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Suparto,2010).


13

Gambar II.1. Mekanisme Patofisiologi Hipertensi (Depkes,2006)

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam

pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan

Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. Mekanisme patofisiologi yang

berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain :

1. Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat

berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar

kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan

perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel

otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel

otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium

intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan

mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan

perifer yang irreversible (Gray, 2005).


14

2. Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan

sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin

disekresi oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon

glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun

respon dari sistem saraf simpatetik. Mekanisme terjadinya hipertensi

adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh

angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I

(dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat

aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah

karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.

ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja

pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan

meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar

tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler

akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian


15

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga

meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi

ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus

ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan

cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya

akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

3. Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi

dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang

penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi

karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin- angiotensin

bersama–sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirku lasi, dan

beberapa hormon.

4. Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah

vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.

Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara

klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan

produksi dari oksida nitrit (Depkes,2006).


16

5. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin

merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin

dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta

mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide

merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon

peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan

air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan

hipertensi (Depkes,2006).

6. Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari

dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel

endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan

fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan

hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ

target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-

hipertensi.

7. Disfungsi diastolic

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat

beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi

peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi

peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan


17

ventrikel (Depkes,2006).

6. Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan

pasien, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik

meliputi pengukuran tekanan darah, pemeriksaan funduskopi, pengukuran

indeks masa tubuh (IMT), pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru,

pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra

abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal, palpasi ekstemitas bawah untuk

melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis

(Depkes,2006).

Selain pemeriksaan fisik diperlukan juga tes laboratorium dan

prosedur diagnostik lainnya. Tes laboratorium meliputi urinalisis rutin, Blood

Ureum Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum untuk memeriksa keadaan ginjal,

pengukuran kadar elektrolit terutama kalium untuk mendeteksi

aldosteronisme, pemeriksaan kadar glukosa darah untuk melihat adanya

diabetes mellitus, pemeriksaan kadar kolesterol dan trigiserida untuk melihat

adanya risiko aterogenesis, serta pemeriksaan kadar asam urat berkaitan

dengan terapi yang memerlukan diuretik.

7. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan

mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya

organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar.
18

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskuler

yaitu stroke, transient ischemic attack, penyakit arteri koroner yaitu infark

miokard angina, penyakit gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila

penderita hipertensi memiliki faktor risiko kardiovaskuler yang lain, maka

akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas akibat gangguan

kardiovaskulernya tersebut. Pasien dengan hipertensi mempunyai

peningkatan risiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit

arteri perifer, dan gagal jantung (Depkes,2006).

8. Faktor Yang Berhubungan dengan Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan karena interaksi

berbagai faktor risiko. Risiko relative hipertensi tergantung pada jumlah dan

tingkat keparahan dari faktor risiko yang dapat dikontrol seperti stress,

obesitas, nutrisi dan gaya hidup, serta faktor yang tidak dapat dikontrol

seperti genetik, usia, jenis kelamin dan etnis.

 Usia

Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang disebabkan oleh

interaksi berbagai faktor risiko yang dialami seseorang. Pertambahan usia

menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan

dzinding arteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,

sehingga pembuluh darah akan mengalami penyempitan dan menjadi kaku

dimulai saat usia 45 tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi
19

perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya sensitivitas baroreseptor

(pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran darah ginjal dan laju

filtrasi glomerulus menurun (Arif dan Hartinah, 2013).

Menurut penelitian dari Haendra 2013 menunjukkan adanya

hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan

karena tekanan arterial yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,

terjadinya regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif, yang lebih

sering pada usia tua (Haendra, 2013).

 Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan

wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh

hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL).

Menurut penelitian dari Sapitri tahun 2016, menunjukkan bahwa

ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Jenis

kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu 56,4% (Safitri, 2016).

 Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu juga akan

menyebabkan keluarga itu memiliki risiko untuk menderita penyakit

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium

intraselular dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium.


20

Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali

lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-

80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh sapitri tahun

2016, menunjukkan bahwa mayoritas responden hipertensi memiliki

riwayat hipertensi keluarga sebanyak 71,8%. Keluarga yang memiliki

hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2 sampai 5

kalilipat (Safitri,2016).

 Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada

yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang

lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar.

 Aktivitas fisik

Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah

satunya adalah aktifitas fisik. Orang yang dengan aktifitas fisik kurang tapi

dengan nafsu makan yang kurang terkontrol sehingga terjadi konsumsi

energi yang berlebihan mengakibatkan nafsu makan bertambah yang

akhirnya berat badannya naik dan dapat menyebabkan obesitas. Jika berat

badan seseorang bertambah, maka volume darah akan bertambah pula,

sehingga beban jantung untuk memompa darah juga bertambah. Semakin


21

besar bebannya, semakin berat kerja jantung dalam memompa darah ke

seluruh tubuh sehingga tekanan perifer dan curah jantung dapat meningkat

kemudian menimbulkan hipertensi (Utami, 2009).

Penelitian dari Framingham study menyatakan bahwa aktivitas

fisik sedang dan berat dapat mencegah kejadian stroke. Selain itu, meta

analisis yang dilakukan juga menyebutkan hal yang sama. Hasil analisis

pertama menyebutkan bahwa berjalan kaki menurunkan tekanan darah

pada orangdewasa sekitar 2%. Analisis kedua pada 54 randomized

controlled trial (RCT), aktivitas aerobik menurunkan tekanan darah rata-

rata TDS 4 mmHg dan 2 mmHg TDD pada pasien dengan dan tanpa

hipertensi. Peningkatan intensitas aktivitas fisik, 30-45 menit per hari

penting dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan pengelolaan

hipertensi.

Aktivitas fisik yang mampu membakar kalori 800-1000 kalori akan

meningkatkan high density lipoprotein (HDL) sebesar 4.4 mmHg

(Khomsan, 2004). Sebagian besar studi epidimiologi dan studi intervensi

olahraga memberikan dukunga tegas bahwa peningkatan aktivitas fisik,

durasi yang cukup, intensitas dan jenis sesuai mampu menurunkan tekanan

darah secara signifikan, baik dengan tersendiri maupun sebagai bagian dari

terapi pengobatan. Aktivitas fisik yang baik dan rutin akan melatih otot

jantung dan tahanan perifer yang dapat mencegah peningkatan tekanan

darah. Disamping itu, olahraga yang teratur dapat merangsang pelepasan

hormon endorfin yang menimbulkan efek euphoria dan relaksasi otot


22

sehingga tekanan darah tidak meningkat (Kokkinos, 2009).

Frekuensi adalah seberapa sering aktivitas dilakukan berapa hari

dalam seminggu. Intesitas adalah seberapa keras suatu aktifitas dilakukan.

Biasanya diklasifikasikan menjadi intensitas rendah, sedang, dan tinggi.

Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama aktifitas dilakukan dalam satu

pertemuan. Kategori aktifitas fisik dipaparkan pada tabel berikut:

Tabel II.4 Kategori Jenis Aktivitas Fisik

Kategori aktifitas Kegiatan

fisik

Rendah Duduk, berdiri, menyetir mobil, pekerja

laboratorium, mengetik, menyapu, menyetrika,

memasak, berjalan dengan kecepatan 2,5-3 mph,

bekerja di bengkel, pekerjaan yang berhubungan

dengan listrik, tukang kayu, pekerjaan yang

berhubungan dengan restoran, membersihkan

rumah, mengasuh anak.

Sedang Berjalan dengan kecepatan 3,5-4 mph, mencabut

rumput, menangis dengan suara keras,

bersepeda.

Tinggi Berjalan mendaki, menebang pohon, menggali

tanah, sepak bola.

Sumber : (Depkes,2006)
23

Aktifitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Tinggi, jika dilakukan ≥30 menit, ≥3 kali per minggu

2. Sedang, jika dilakukan ≥30 menit, <3 kali per minggu

3. Rendah, jika dilakukan <30 menit, <3 kali per minggu

(Depkes,2006).

 Obesitas

Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20%

atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif

dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan

cenderung mengalami hipertensi. Ada dugaan bahwa meningkatnya berat

badan normal relatif sebesar 10% mengakibatkan kenaikan tekanan darah

7mmHg (Safitri, 2016).

Penyelidikan epidemiologi membuktikan obesitas merupakan ciri

khas pada populasi pasien hipertensi. Curah jantung dan volume darah

pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan penderita yang

mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Akibat

obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler,

hipertensi dan diabetes mellitus.

Obesitas biasanya berhubungan dengan gaya hidup, definisinya

adalah indeks massa tubuh atau body mass index (BMI) > 30 kg/m 2 pada

dewasa. BMI berdefinisi pada pengukuran berat berdasarkan kilogram

dibagi secara kuadrat dengan tinggi badan berdasarkan meter. Ada tiga
24

kategori BMI : Underweight/ normal definisinya seperti BMI < 25 kg/m2,

overweight 25<30 kg/m2 dan obesitas ≥ 30 kg/m2 (Sugiharto, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Safitri tahun 2016

menunjukkan bahwa orang dengan obesitas (IMT>25) berisiko menderita

hipertensi sebesar 6,47 kali dibanding dengan orang yang tidak obesitas.

 Konsumsi lemak

Konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat

badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga

meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan

tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam

makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak

tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan

makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan

darah (Rohaendi,2009).

 Konsumsi natrium

Garam merupakan faktor penting dalam pathogenesis hipertensi.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan

asupan garam rendah. Apabila asupan garam antara 5-15 g/hr prevalensi

hipertensi meningkat menjadi 15-20% (Depkes,2008).

Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui

peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Konsumsi

garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gr/hr yang setara dengan 110
25

mmol natrium atau 2400 mg/hr. asupan natrium yang tinggi dapat

menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga meningkatkan volume

darah.

Menurut Depkes RI, klasifikasi dari banyaknya asupan natrium

yang dikonsumsi sehari-hari yaitu tinggi: jika ≥6 grm sehari atau >3 sdt

dan normal: jika <6 grm sehari atau ≤3 sdt.

Hal ini sejalan degan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Raihan tahun 2014, menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna

antara pola asupan garam dengan kejadian hipertensi (Raihan,2014).

 Merokok

Hubungan antara merokok dengan peningkatan risiko terjadinya

penyakit kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya

merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok

yang dihisap per hari.

Seseorang yang merokok memiliki risiko dua kali lebih rentan

untuk menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskuler daripada mereka

yang tidak merokok.

 Konsumsi alkohol dan kafein

Konsumsi alkohol dan kafein secara berlebihan yang terdapat

dalam kopi, teh, dan cola akan meningkatkan aktifitas syaraf simpatis

karena dapat merangsang sekresi Corticotropin Releasing Hormone

(CRH) yang berujung pada peningkatan tekanan darah. Sementara kafein


26

dapat menstimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya (Depkes,2006).

 Stres

Stress diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini

diduga melalui aktivitas syaraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan

darah secara intermiten. Disamping itu juga dapat merangsang kelenjar

anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut

lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika

stress berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan

penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.

Gejala yang akan muncul berupa hipertensi atau penyakit mag. Stress

dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stress

sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Safitri tahun 2016

menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat stress mempunyai risiko

mendertia hipertensi sebesar 0,19 kali dibanding dengan yang tidak

memiliki riwayat stress (Safitri, 2016).

B. Merokok

1. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disususn oleh Pusat

Bahasa Pendidikan Nasional yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 2005

menyebutkan bahwa rokok adalah gulungan tembakau (kira – kira sebesar

kelingking) yang dibungkus.


27

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke

dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Kemala,2007).

Terdapat dua jenis rokok, yaitu rokok yang menggunakan filter

dan non filter. Kandungan Nikotin dan Tar dalam rokok non filter lebih

besar dibandingkan pada rokok dengan filter. Sehingga resiko yang

ditimbulkan akan lebih besar (Susanna, 2003).


28

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Bagan Kerangka Konsep

Menurut teori H.L.BLUM maka dapat di buat kerangka konsep sebagai

berikut :

Karakteristik Lingkungan
 Usia
 Jenis Kelamin

Genetik
Perilaku Kejadian Hipertensi • Riwayat keluarga
hipertensi
Knowledge
Attitude
Pelayanan
Kesehatan
Practice
1. merokok

2. Alkohol
3. Olahraga
4. Asupan
Makanan

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= = Variabel yang tidak diteliti


29

Gambar III. 1 Kerangka Konsep, Hubungan antara merokok dengan

kejadian hipertensi.

Penjelasan :

Hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti usia, jenis

kelamin, riwayat keluarga hipertensi, olahraga, obesitas, asupan makanan,

merokok dan pengetahuan.

B. Hipotesis Penelitian

1. Merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi di Desa Sepanjang

Kabupaten Sidoarjo.
30

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan

rancangan studi case-control. Rancangan studi kasus kontrol tanpa

penyetaraan yaitu untuk mempelajari hubungan merokok dengan kejadian

Hipertensi . Dengan cara membandingkan kelompok kasus (hipertensi) dan

kelompok kontrol.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sepanjang wilayah kerja Puskesmas

Taman Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah warga Hipertensi di Desa

Sepanjang Kabupaten Sidoarjo.


31

2. Besar dan Cara Pengambilan Sampel

a. Besar Sampel

Dengan design case control dimana didapatkan rumus kesetaraan

dengan perbandingan 1 : 1, artinya 1 kasus dengan 1 kontrol.

(Sastroasmoro, 2011: 30).

1) Kelompok Kasus

Terdiri atas 30 warga Hipertensi

2) Kelompok Kontrol

Terdiri atas 30 warga tidak Hipertensi

b. Teknik Pengambilan Sampel

1) Kelompok kasus adalah 30 warga Hipertensi di Puskesmas Taman

tahun 2019 yang bertempat tinggal di Desa Sepanjang. Seluruh

warga Hipertensi (30 orang) diambil semua sebagai kelompok

kasus.

2) Kelompok kontrol adalah 30 warga yang tidak menderita

Hipertensi.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (Variabel Independen)

Variabel bebas atau disebut dengan variabel independen adalah

variabel yang bila variabel tersebut berubah akan mengakibatkan

perubahan variabel lain. Pada penelitian ini, variabel bebas adalah

merokok
32

2. Variabel tergantung (Variabel Dependen)

Variabel tergantung atau disebut juga variabel dependen adalah

variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas. Pada penelitian

ini, variabel tergantung adalah kejadian hipertensi.


33

E. Definisi Operasional
Tabel IV.1 Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Definisi Alat Ukur/ Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Sumber Data
1 Hipertensi Hipertensi adalah 1. Tensimeter 1. Pengukuran langsung 1. –Hipertensi jika tekanan darah Nominal
peningkatan tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
darah sistolik lebih dari tekanan darah diastolic lebih dari 90
140 mmHg dan 2. Diukur dengan melihat mmHg.
tekanan darah diastolik 2. Rekam medis rekam medis pasien 1 -Tidak hipertensi jika tekanan darah
lebih dari 90 mmHg. tahun terakhir sistolik tidak lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolic tidak
lebih dari 90 mmHg.

2. –Hipertensi bila direkam medis


dinyatakan hipertensi
-Tidak hipertensi bila direkam
medis tidak dinyatakan hipertensi.

2 Merokok Aktivitas responden 1. Kuesioner 1. Wawancara tertulis 1. Kurang, jika menjawab A > 2 Nominal
yang merokok Terdiri dari 5 soal
>1 batang rokok pertanyaan 2. Baik, jika menjawab A < 2 soal
sehari dan
dilakukan secara
terus-menerus
selama 1 bulan
Sumber : Data Penelitian, 2019
34

F. Prosedur Penelitian

Gambar IV.1 Alur Penelitian

34
35

1. Prosedur penelitian

a. Persiapan penelitian dengan menyiapkan lembar kuesioner dan

formulir-formulir lain yang diperlukan

b. Memberi penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian kepada

sampel

c. Penandatanganan informed consent bersedia menjadi responden

d. Apabila anggota sampel menolak (tidak bersedia menjadi subyek

penelitian) dicarikan pengganti dari populasi yang memenuhi kriteria

inklusi

e. Pengisian kuesioner

f. Editing data mentah (dalam kuesioner) apabila kurang lengkap

g. Pengolahan data

h. Analisis data

i. Penyusunan laporan

2. Kualifikasi dan jumlah tenaga pengumpul data

Jumlah petugas yang secara formal yang memilki kompetensi dalam

pengukuran data penelitian antara lain :

a. Petugas Puskesmas Taman, Kabupaten Sidoarjo

b. Kader di Desa Sepanjang, Kecamatan Tamann, Kabupaten Sidoarjo

c. Dokter Muda yang melakukan penelitian sebanyak 4 orang.

3. Jadwal Waktu Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2019.

35
36

Tabel IV.2 Jadwal Waktu Pengumpulan Data

No. Jenis kegiatan Minggu 1 Minggu


M 2 Minggu 3 Minggu 4

1. Persiapan

2 2. Pelaksanaan

3 3.
Pen Penyusunan laporan

4 4. Seminar

Sumber : Survei Penelitian, 2019

4. Bahan dan alat

a. Kuesioner sejumlah 60 set

b. Alat tulis yaitu pulpen dan buku.

G. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data kuesioner terkumpul.

Menurut Nazir (2005) dalam agenda Suparyanto (2011) Setelah data

terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan Editing, Coding,

Scoring, dan Tabulating.

1. Editing

Adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah

isian pada lembar pada pengumpulan data (kuesioner) sudah cukup baik

sebagai upaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut. Pada

saat melakukan penelitian, apabila ada soal yang belum oleh responden

36
37

maka responden diminta untuk mengisi kembali dan apabila ada jawaban

ganda pada kuesioner maka dianggap salah.

2. Coding

Adalah mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut

kriteria tertentu.

3. Scoring

Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan

skala ordinal. Kemudian dipresentasekan dengan cara jumlah jawaban benar

dibagi jumlah soal dan dikalikan 100%.

4. Tabulating

Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi (Budiarto, 2002).

H. Analisis Data

1. Analisis Data Univariat

Analisis data univariat bertujuan untuk mendeskripsikan variabel-

variabel dependen dan independen sehingga dapat membantu analisis

bivariat lebih mendalam.

2. Analisis Data Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable

independen dengan variable dependen. Variable independen dalam

peneltian ini adalah merokok. Variabel dependen adalah kejadian

hipertensi di Desa Sepanjang Kabupaten Sidoarjo. Analisis bivariat juga

37
38

akan memberikan hasil mengenai pembuktian hipotesis yang diajukan.

Untuk membuktikan adanya hubungan antara dua variabel tersebut di uji

statisti chi-square (Uji Chi-kuadrat) kemudian diajukan dengan Odds Ratio

(OR).

38
39

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Taman, yaitu

pada Desa Sepanjang, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa

Timur. Berikut adalah data umum dan data khusus Desa Sepanjang :

1. Identitas

a. Desa : Sepanjang

b. Kecamatan : Taman

c. Kabupaten : Sidoarjo

d. Provinsi : Jawa Timur

2. Data Geografi

a. Kabupaten Sidoarjo memiliki luas wilayah 71.424,25 ha dengan batas-

batas wilayah administrasi sebagai berikut :

Barat : Kabupaten Pasuruan

Timur : Selat Madura

Selatan : Pasuruan

Utara : Kota Madya Surabaya dan kabupaten Gresik

Kecamatan Taman berjarak 20 km dari pusat kota Sidoarjo.

Kecamatan Taman berbatasan langsung dengan 4 Kecamatan dan 1

39
40

Kodya Surabaya, di Sebelah Utara Kecamatan Gedangan dan

Kecamatan Waru, di sebelah Timur Kecamatan Sukodono, di Selatan

dan Kecamatan Krian di sebelah Barat.

b. Luas dan Batas Wilayah Desa Sepanjang, Kecamatan Taman,

Kabupaten Sidoarjo :

Desa Sepanjang merupakan wilayah kerja Puskesmas Taman

yang terletak kurang lebih 1,2 kilo meter dari pusat pemerintahan

kecamatan dan 18 kilo meter dari pusat pemerintahan kabupaten

dengan luas 105,381 Ha. Batas-batas wilayah Sepanjang adalah

sebagai berikut:

Sebelah utara : Kelurahan Sepanjang tani

Sebelah selatan : Kelurahan Suko

Sebelah barat : Kelurahan Gilang

Sebelah timur : Kelurahan Ketegan.

3. Data Demografi

Jumlah penduduk Desa Sepanjang pada tahun 2012 sebanyak

11359 jiwa dengan (KK) sejumlah 2962 orang.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil penyebaran kuesioner dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

40
41

Tabel V.1 Jumlah responden yang merokok

Frekuensi Persentase %

Merokok 36 60

Tidak merokok 24 40

Total 60 100.0

Sumber: Hasil Survei 2019

Merokok
Tidak merokok Merokok

40.0%

60.0%

Gambar V.1 Grafik Responden Merokok dan Tidak Merokok

Tabel V.1 dan Grafik V.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yaitu sebanyak 36 orang (60%) adalah perokok.

Tabel V.2 Jumlah responden yang menderita hipertensi

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase %

Hipertensi 30 50

Tidak hipertensi 30 50

Total 60 100.0

Sumber: Hasil Survei 2019

41
42

Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi

50.0% 50.0%

Gambar V.2 Grafik Responden Hipertensi dan Tidak Hipertensi

Tabel V.2 dan Grafik V.2 menunjukkan bahwa jumlah responden

yang menderita hipertensi sebanyak 30 orang (50%) dan yang tidak

menderita hipertensi sebanyak 30 orang (50%).

C. Analisi Data

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel (univariat)

dapat diteruskan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar

variabel. Berikut ini akan disajikan hasil pengujian menggunakan uji Chi-

Square (X2) dan uji spearmen.

1. Hubungan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Sepanjang

H0 : Tidak ada hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Taman

42
43

H1 : Ada hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Taman

Tabel V.3 Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Hipertensi

di Wilayah Kerja Puskesmas Sepanjang

Hipertensi

Usia Tidak Total p-value

Hipertensi Hipertensi

Merokok 27 (75%) 9 (25%) 36 (100%)


0,000
Tidak Merokok 3 (12,5%) 21 (87,5%) 24 (100%)

Total 30 (50,0%) 30 (50,0%) 60 (100%)

Pada tabel V.3 menunjukkan Dari 100% responden sebanyak 50,0% tidak

menderita hipertensi dan 50,0% menderita hipertensi. Selanjutnya dari 50,0%

responden yang hipertensi, didapatkan merokok sebanyak 75,0% dan 25,5%

responden lainnya tidak merokok.

Berdasar hasil perhitungan diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 < 0,05,

berarti ada hubungan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Taman.

43
44

BAB VI

PEMBAHASAN

Pembahasan ini akan menguraikan makna hasil penelitian yang dilakukan

tentang hubungan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Taman. Pembahasan ini mencakup hasil penelitian dengan konsep

teoritis dari penelitian sebelumnya.

Hipertensi adalah penyakit tidak menular yang angka kejadiannya terus

meningkat pada era ini. Peningkatan kejadian hipertensi dapat dicetus oleh faktor

seperti merokok. Hipertensi sendiri secara harfiah adalah peningkatan tekanan

darah. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah

yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan

komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan

pemeriksaan tekanan darah secara berkala. (Rosta, 2011).

1. Hubungan Antara Merokok Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Taman

Merokok merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan

darah. Merokok berkaitan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi). Zat yang

terkandung pada rokok akan menyebabkan perubahan pada mekanisme tubuh,

mulai dari zat kafein yang menstimulasi sistem simpatik sehingga

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh, kemudian kandungan lain pada

rokok dapat meyebabkan kerusakan pada epitel pembuluh darah sehingga

44
45

menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah yang akhirnya akan

meingkatkan tekanan darah (Khomsan, 2003).

Berdasarkan hasil uji statistik spearmen diperoleh nilai p-value sebesar

0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan merokok dengan kejadian hipertensi

di wilayah kerja Puskesmas Taman (Tabel V.3). Hasil ini sesuai dengan teori

yaitu dengan merokok menyebabkan peningkatan tekanan darah melalui

proses yang mempengaruhi sistem simpatik dan pembuluh darah secara

langsung (Syukraini, 2009)

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Hasurungan dalam Rahajeng dan

Tuminah (2009) yang menemukan bahwa peningkatan penggunaan rokok

akan meningkatkan kejadian hipertensi.

Retnaningsih (2017) menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian hipertensi dimana

perilaku merokok memiliki hubungan yang cukup erat dengan kejadian

hipertensi.

Menurut asumsi peneliti, responden yang merokok memang dapat

mempengaruhi hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial,

salah satunya yaitu merokok. Responden yang tidak merokok bisa terkena

hipertensi karena faktor risiko lainnya.

45
46

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka peneliti

menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas Taman, terbukti dengan nilai p-value sebesar 0,000 dan 0,001 <

0,05.

B. Keterbataan

Penelitian ini menggunakan data rekam medik pasien yang terdapat di

Instalasi Rekam Medik Puskesmas Taman, kuisioner dan pengukuran tekanan

darah secara langsung dengan tensimeter. Dalam penulisan karya ilmiah ini tentu

masih banyak kekurangan, maka penulis mendapat keterbatasan penelitian yaitu:

 Keterbatasan waktu yang digunakan untuk penelitian sehingga tidak

meneliti faktor risiko lain hipertensi seperti pengetahuan tentang bahaya

merokok dan asap rokok, usia, jenis kelamin, genetik, etnis, olahraga,

obesitas, asupan makanan, alkohol dan stress.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti menyarankan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

46
47

Hendaknya melakukan penelitian untuk meneliti faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi kejadian hipertensi pada masyarakat, misalnya konsumsi

garam berlebih, kurang tidur, kegemukan, stres dll.

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan untuk dapat menjaga tekanan darahnya agar tetap normal dengan

rutin memeriksakan tekanan darah baik di rumah maupun di tempat

pelayanan kesehatan, memelihara pola hidup sehat, menghindari merokok,

menghindari makanan berlemak dan memperbaiki konsumsi gizi agar

terlindung dari faktor risiko hipertensi.

3. Bagi Instansi Terkait

Baiknya berupaya untuk memberikan informasi kepada masyarakat dengan

pemberian pendidikan kesehatan dalam upaya menyusun strategi untuk

pencegahan, menurunkan atau pengendalian angka kesakitan pada penderita

hipertensi di wilayah kerjanya.

47
48

DAFTAR PUSTAKA

Rosta, J. 2011. Hubungan Asupan Energi, Protein, Lemak dengan Status Gizi dan
Tekanan Darah Geriatri di Panti Wredha Surakarta. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada.
Jakarta

Syukraini, Irza. 2009. Analisis Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat


Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat. Skripsi. Medan : Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.

Rahajeng, E dan Tuminah, S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di


Indonesia. Artikel Penelitian. Jakarta : Pusat Penelitian Biomedis dan
Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI

Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga

Anggraini, AD., Waren, S., Situmorang, E., Asputra, H., dan Siahaan, SS. 2009.
Faktor--Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien
Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari
Sampai Juni 2008. Fakultas Kesehatan. Universitas Riau. Files of DrsMed-
FK UNRI : 1-41

Novitaningtyas, Tri. 2014. Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin,


Tingkat Pendidikan) dan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada Lansia
di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

48
49

Wahyuni., dan Eksanoto, D. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Jenis


Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di Kelurahan Jagalan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pucang Sawit Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia. 1
(1) : 79-85

Singalingging, G. 2011. Karakteristik Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit


Umum Herna Medan 2011. Medan : 1-6.

Depkes. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes RI.

Sugihartono, Aris. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada


Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar). Tesis. Program Studi
Magister Epidemiologi Pasca Sarjana UNDIP, Semarang.

Asriati, Wahiduddin, Rismayanti. 2014. Faktor Risiko Riwayat Keluarga, Status


Gizi dan Riwayat Diabetes Melitus Terhadap Kejadian Hipertensi Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Pattingalloang. Jurnal Penelitian. Fakultas
Kesehatan. Universitas Hasanuddin. P. 1-11

Muhammad Hafiz Bin Mohd Arifin, I Wayan Weta, Ni Luh Ketut Ayu Ratnawati.
2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada
kelompok lanjut usia di wilayah kerja UPT Puskesmas Petang I Kabupaten
Badung Tahun 2016. e-Jurnal Media, Vol. 5, No. 7, Juli 2016. ISSN: 2303-
1395 p. 1-23

Saxena, D, P, Saxena, D, V, & Saxena, D, Y, 2011, ‘Bio-Social Factors


Associated With Hypertension In Hilly Population Of Tehri Garhwal’,
Indian Journal of Community Health, Vol 23 No 2, pp. 81-83.

49
50

Mannan, H, 2013, ‘Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja


Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2011’, Makassar,
Fakultas Kesehatan Masyarakat.

50

Anda mungkin juga menyukai