Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


“DIARE”

DOSEN PENGAMPU :
Ns. RIKI RISTANTO,M.KEP.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6:

1. ANDRIANI VIVI R. (191066)


2. CINDY WAHYU PRAHANA (191070)
3. ISYAROUL MU’AWANAH (191089)
4. MOSABRINA RAMADHANI (191097)

INSTITUT TEKNOLOGI,SAINS DAN KESEHATAN RS.DR. SOEPRAOEN KESDAMV/BRAW


MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2020

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun
akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan
serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

MALANG, 8 OKTOBER 2020


PENULIS

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................ii
BAB I ANATOMI DIGESTORIUM (USUS)....................................1
BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................6
A. Pengertian.........................................................................6
B. Etiologi...............................................................................6
C. Insiden...............................................................................7
D. Gambaran Klinis................................................................8
E. Klasifikasi.........................................................................10
F. Pathofisiologi...................................................................13
G. Perangkat Diagnostik.......................................................14
H. Penatalaksanaan.............................................................14
I. Komplikasi.......................................................................19
J. Pencegahan.....................................................................20
BAB III ANALISA DATA.............................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................39

ii
BAB I
ANATOMI DIGESTORIUM (USUS)

Gambar 1.1 Anatomi Sistem Pencernaan


Usus besar terdiri dari empat bagian yaitu sekum,
kolon, rektum, dan anus. Sekum merupakan bagian usus
besar yang berbentuk seperti kantong yang menghubungkan

1
ileum (bagian akhir usus kecil) dengan kolon. Kolon adalah
bagian usus besar yang paling panjang dan terbagi menjadi
empat bagian (Netterdan Frank, 2014) :

o Kolon asenden, terletak di bagian kanan di dalam rongga


perut.
o Kolon transversum, melintang dari kanan ke kiri di bagian
atas rongga perut.
o Kolon descendens, terletak di bagian kiri rongga perut.

o Kolon sigmoid, bagian akhir kolon yang terhubung dengan


rektum.
Rektum adalah tempat tinja disimpan sampai akhirnya
dikeluarkan melalui anus. Anus adalah bagian dari usus besar
yang paling akhir. (Alam Barakati, 2020)
Rektum merupakan sebuah saluran yang berawal dari
ujung usus besar dan berakhir di anus. Rektum berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum akan kosong karena tinja disimpan di tempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar(defekasi). Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem syaraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi.Jika defekasi tidak terjadi, seringkali
material akan dikembalikan ke usus besar, dimana

2
penyerapan air akan kembali dilakukan (Netterdan Frank,
2014).
Panjang rektum sekitar15-20cm dan berbentuk-S.
Mula-mula rektum mengikuti kecembungan os sacrum, flexura
sacralis, lalu memutar ke belakang setinggi os coccygis dan
berjalan melalui dasar pelvis, flexura perinealis. Akhirnya
rektum menjadi canalis analis dan berakhir pada anus.
Sepertiga atas rektum merupakan bagian yang sangat lebar
yaitu ampulla recti. Jika ampulla terisi maka timbul perasaan
ingin defekasi (Braddy, 2011).
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi.
Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa
kebutuhan membuang air besar pada kira-kira waktu yang
sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh reflex gastrokolika
yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah
makananmencapai lambug dan setelah pencernaan dimulai,
maka peristaltik di dalam usus akibat rangsangan isi usus,
gerakan peristaltik merambat ke kolon dan sisa makanan
akhirnya terdorong, dan makanan yang mencapai sekum mulai
bergerak. Isi kolon pelvis masuk kedalam sekum disertai
gerakan peristaltik keras terjadi di dalam kolon. Tekanan di
intra abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan
diafragma dan otot abdominal, sfingter anus akan mendorong
dan kerjanya berakhir (Judha, dkk, 2012).

3
Rektum merupakan bagiandistal dari usus besaryang
dimulai darisetinggi corpus sacralis tiga (Braddy, 2011).
Rektum dibagi menjadi 3 bagian diantaranya yaitu :
a.Rektum bagian bawah, yaitu sepanjang 3 -6 cm dari anal
verge
b.Rektum bagian tengah, yaitu sepanjang 6–10 cm dari anal
verge
c.Rektum bagian atas, yaitu sepanjang sekitar 10 -15 cm dari
anal verge, umumnya rektum mencapai batas atasnya sekitar
12 cm darianal verge. (Netterdan Frank, 2014)
Sepertiga atas rektum dikelilingi oleh peritoneum pada
permukaan anterior dan lateralnya. Lokasi dari tumor rektum
umumnya diidentifikasi berdasarkan jarak dari anal verge, line
adentata, atau cincin anorektalke bagian distal tumor. Dalam
menentukan perluasan tumor primer pada rektum, sangatlah
penting untuk mengetahui lapisan-lapisan dindingnya. Lapisan
dinding rektum dari lumen ke arah luar yaitu sebagai berikut :
mukosa, lamina propria, muskularis mukosa, submukosa,
muskularis propia yang terdiri dari otot sirkuler dan otot
longitudinal dan serosa (Braddy, 2011).
Fungsi :
Usus besar mempunyai fungsi yaitu mencerna makanan
hingga membuangnya keluar tubuh. Fungsi usus besar antara
lain adalah (Febia Fitrie, dkk, 2020) :

4
 Menyerap nutrisi (misalnya vitamin K dan air dari
makanan dan minuman yang kita konsumsi.
 Mengolah sisa makanan dan minuman dengan
bantuan bakteri baik di dalam usus. Bakteri ini juga
memiliki fungsi lain, seperti mensintesis berbagai vitamin
dan melindungi usus dari bakteri berbahaya yang dapat
menyebabkan penyakit.
 Membentuk atau mengubah tinja dari cairan menjadi
padat.
 Menyerap zat empedu. Hampir semua empedu yang
tersisa pada proses pencernaan akan diserap di usus
kecil, namun sisa-sisa empedu yang masih terdapat pada
makanan yang telah dicerna akan diserap kembali oleh
usus besar.
 Menyimpan tinja yang akan dibuang.
 Membuang tinja keluar dari tubuh.

Lokasi :Usus berada pada bagian abdomen.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI DIARE

2.1 PENGERTIAN
Diare atau mencret didefi nisikan sebagai buang air
besar dengan feses tidak berbentuk (unformed stools) atau
cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila
diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai
diare akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih,
digolongkan pada diare kronik. Feses dapat dengan atau
tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa
mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam,
dan tanda-tanda dehidrasi(Lukman Zulkifl i Amin,2015).
Diare adalah buang air besar sebanyak tiga kali atau lebih
dalam satu hari dengan konsistensi cair (Brandt, et al,
2015).Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang
menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita
(Kemenkes RI, 2015).

2.2 ETIOLOGI
Menurut Brandt et al (2015), penyebab diare yaitu
faktor Infeksi (Bakteri, virus, parasit), gangguan penyerapan
makanan dan minuman di usus seperti penyerapan
karbohidrat, lemak dan protein, faktor makanan seperti
makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan, faktor

6
psikologis seperti cemas, takut dan terkejut. Penyebab lain
dari diare adalah rotavirus, kualitas air minum, kebersihan
dan sanitasi (Gul R, Hussain, Ali W,et al, 2017). Diare
berdampak buruk jika tidak diatasi. Apabila diare tidak
teratasi, maka dapat menimbulkan kejang, gangguan irama
jantung sampai pendarahan di otak, apabila dehidrasi
(kekurangan cairan tubuh) berat bisa menyebabkan
kematian (Barr & Smith, 2014).
Mikroorganisme penyebab diare akut karena infeksi seperti
dibawah ini :
Tabel 2. Kuman penyebab diare akut karena infeksi
VIRUS BAKTERI PROTOZOA
Rotavirus Shigella Giardia Lamblia
Norwalk virus Salmonella Entamoeba
Enteric adenovirus Campylobacter Histolytica
Calicivirus Eschersia Cryptosporidium
Astrovirus Clostridium
difficile
Smallround virusses Staphylococcus
Coronavirus Bacillus cereus

2.3 INSIDEN
Di seluruh dunia, 780 juta orang tidak memiliki akses
ke air minum yang lebih baik dan 2,5 miliar tidak memiliki
sanitasi yang lebih baik. Diare akibat infeksi tersebar luas di
seluruh negara berkembang (WHO, 2017). Mayoritas
kematian ini 15% disebabkan oleh pneumonia diikuti
dengan diare sebanyak 9% (UNICEF, 2016).Di Indonesia

7
menurut KEMENKES RI 2018, penyakit diare merupakan
penyakit endemis dan juga merupakan penyakit yang
berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB) disertai dengan
kematian. Pada tahun 2018 terjadi 10 kali KLB yang
tersebar di 8 provinsi, 8 kabupaten/kota dengan jumlah
penderita 756 orang dan kematian 36 orang (CFR 4,76%).
Angka kematian (CFR) diharapkan 1%), sedangkan pada
tahun 2018 CFR diare mengalami peningkatan dibanding
tahun 2017 yaitu menjadi 4,76%. (Salsabila Az Zahra,
2018)
Diare yaitu pengeluaran feses yang lunak dan tidak ber
bentuk. Diare sering terjadi pada anak-anak karena imunita
s tubuh anak mudah terserang kuman dan bakteri. Diare jug
a bisa disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri, virus, dan racun. Diare juga bisa menyerang orang
dewasa, jika pola makan mereka tidak terjaga dan kehidupa
n mereka tidak sehat.
(I Swartawa, 2018)

2.4 GAMBARAN KLINIS


Menurut Suratun & Lusianah (2010), gambaran klinis diare
yaitu sebagai berikut:
1. Muntah/muntah dan/atau suhu tubuh meningkat, nafsu
makan berkurang.

8
2. Sering buang air besardengan konsistensi tinja cair,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kram perut.
3. Tanda-tanda dehidrasi muncul bila intake lebih kecil dari
outputnya. Tanda-tanda tersebut adalah perasaan haus,
berat badan menurun, mata cekung, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit menurun,dan suara serak.
4. Frekuensi nafas lebih cepat dan dalam (pernafasan
kussmaul). Bikarbonat dapat hilang karena muntah dan
diare sehingga dapat terjadi penurunan pH darah. pH
darah yang menurun ini merangsang pusat pernafasan
agar bekerja lebih cepat dengan meningkatkan
pernafasan dengan tujuan mengeluarkan asam
karbonat, sehingga pH darah kembali normal. Asidosis
metabolic yang tidak terkompensasi ditandai oleh basa
excess negative, bikarbonat standard rendah dan
PaCO2normal.
5. Anuria karena penurunan perfusi ginjal dan menimbulkan
nekrosis tubulus ginjal akut, dan bila tidak teratasi,
klien/pasien beresiko menderita gagal ginjal akut.
6. Demam Pada umumnya demam akan timbul jika
penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel
usus. Demam dapat terjadi karena dehidrasi, demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umumnya tidak tidak
tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang

9
cukup. Demam yang tinggi mungkin mungkin diikuti
kejang demam.

2.5 KLASIFIKASI
Diare infeksi akut diklasifikasikan secara klinis dan
patofisiologis menjadi diare noninflamasi dan diare
inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindrom disentri
dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis berupa
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,
tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan/
atau darah, mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear. (Lukman Zulkifl i Amin, 2015)
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme.
Pada infeksi bakteri setidaknya ada dua mekanisme, yaitu
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan
toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri
yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya
leukosit dalam feses. Pada dasarnya, mekanisme diare
akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin.
Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih

10
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan
mukosa usus. (Lukman Zulkifli Amin, 2015)
Klasifikasi macam diare (Lukman Zulkifli Amin, 2015) :
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14
hari (umumnya kurang dari 7 hari) gejala dan tanda
sudah berlangsung <2 minggu sebelum datang berobat.
Akibat diare akut adalah dehidrasi sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita
diare.
b. Diare kronik yaitu diare yang berlangsung >2 minggu
sebelum datang berobat atau sifatnya berulang.
c. Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
Akibat dari disentri adalah anoreksia, penurunan berat
badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komplikasi
pada mukosa.
d. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari secara terus menerus. Akibat dari diare
persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
Terdapat beberapa pembagian diare (Juffrie,2011) :
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Diare Spesifik. Diare yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, virus, atau parasit. Contoh : disentri.

11
3. Diare Non Spesifik. Diare yang disebabkan oleh
malabsorbsi makanan, rangsangan oleh zat makanan,
gangguan saraf.

12
2.6 PATHOFISIOLOGI

INFEKSI MAKANAN PSIKOLOGI

BERKEMBANG DIUSUS TOKSIK TAK DAPAT DISERAP ANSIETAS

HIPERSEKRESI AIR & EL HIPERPERISTALTIK


MALABSORBSI KH, LEM
EKTROLIT
AK, PROTEIN
PENYERAPAN MAKANAN DI
ISI USUS USUS MENURUN
MENING TEKANAN OSM
OTIK

PERGESERAN AIR DAN


DIARE ELEKTROLIT KE USUS

FREKUENSI BAB MENINGKAT


DISTENSI ABDOMEN

HILANG CAIRAN & KERUSAKAN INTEGRITA MUAL MUNTAH


ELEKTROLIT BERL S KULIT PERIANAL
EBIHAN
NAFS MAKAN MENUR
UN
ASIDOSIS METABOLIK
GANGGUAN KESEI
MBANGAN CAIRA
N & ELEKTROLIT SESAK KETIDAKSEIMBANG
AN NUTRISI KURANG
GANGGUAN PERTUKARAN GAS DARI KEBUTUHAN T
UBUH

KETERANGAN VOL RESIKO SYOK (HIPOVOLEMI)


UME CAIRAN

Sumber : nanda nic noc 2015

13
2.7 PERANGKAT DIAGNOSTIK
Menurut Padila (2013) pemeriksaan diagnostik :
1. Pemeriksaan tinja. Diperiksa dalam hal volume, warna
dan konsistensinya serta diteliti adanya mukus darah
dan leukosit. Pada umumnya leukosit tidak dapat
ditemukan jika diare berhubungan dengan penyakit usus
halus. Tetapi ditemukan pada penderita salmonella, E.
Coli, Enterovirus dan Shigelosis. Terdapatnya mukus
yang berlebihan dalam tinja menunjukkan kemungkinan
adanya peradangan kolon. pH tinja yang rendah
menunjukkan adanya malabsorbsi HA, jika kadar
glukosa tinja rendah/ Ph kurang dari 5,5 makan
penyebab diare bersifat tidak menular.
2. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan analis gas darah,
elektrolit, ureuum, kreatinin dan berat jenis plasma.
Penurunan pH darah disebabkan karena terjadi
penurunan bikarbonat sehingga frekuensi nafas agak
cepat. Elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium,
dan fosfor.

2.8 PENATALAKSANAAN
Menurut A Asmaridah (2020) penatalaksanaan diare yaitu
berupa :
1. Farmakologi
A. Obat pengubah konsistensi tinja

14
- Golongan Absorbensia
Mekanisme kerja : digunakan sebagai terapi
simptomatik pada diare.Obat golongan adsorben
memiliki kemampuan mengikat danmenginaktivasi
toksin bakteri, mengabrobsi nutrien, toksin racun
danpenyebab diare. Penggunaan obat adsorbem
harus dipisahkan dengan obatoral lainnya selama
2-3 jam.. Contohnya : Polycarbophil, Attapulgite.
B. Anti motilitas
Dalam kelompok ini tergolong loperamid HCl,
serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan
propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga
dapat memperbaiki konsistensi feses dan
mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan
benar cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi
defekasi sampai 80%. Obat ini tidak dianjurkan pada
diare akut dengan gejala demam dan sindrom
disentri.
C. Golongan Antibiotik, yaitu :
Primadex (A to Z Drug Fact, 2003) co-
trimoxazolea. Komposisi : sulfametoksazole 400mg
dan trimethoprim 80mg(ISO vol.45 hal 190).
Mencegah proses biosintesa bakteri pada
pembentukan asam nukleat dan protein bersifat

15
bakteriosidalc. Indikasi : mengobati diare traveler,
bakteri Shigellosis enteritis. Kontraindikasi :
hipersensitif sulfonamide, anak < 2 bulan,
megaloblastis anemiae. Dosis : sulfa/trime
800/160mg tiap 12 jam selama 5 harif.
Interaksi : siklosporin, methotrexate, fenitoin, procain
amide, sulfonylurea, warfaring. Efek samping : mual,
muntah, nyeri perut, pusing, peptic ulcer,h.
Penyimpanan : simpan pada suhu ruangan bebas
cahaya matahari langsung. Perhatian :
pregnancy, anak<2 bulan, AIDS. Assessment : obat
yang telah diminum, alergi obat (sulfonamida),
tindakan yang sudah dilakukan, kebutuhan minum
yang sudah diberikan. Education : perbanyak minum
air putih, minum dengan segelas air putih, laporkan
ke dokter atau tenaga medis lain bila terjadi demam,
candidiasis, pendarahan, lindungi diri cahaya
matahari bila terjadi reaksi alergi.
2. Non Farmakologi
a. Fluid and Electrolyte Management
Dapat dilakukan dengan cara pemberian oral
rehidration atau memperbanyak intake cairan seperti
air mineral, sup atau jus buah, dengan tujuan untuk
mengembalikan komposisi cairan dan elektrolit tubuh
yang sebelumnya mengalami dehidrasi akibat diare.

16
b. Diet merupakan prioritas utama dalam penanganan
diare. Menghentikan konsumsi makanan padat dan
susu perlu dilakukan. Rehidrasi dan maintenanceair
dan elektrolit merupakan terapi utama yang harus
dilakukan hingga episode diare berakhir. Jika pasien
kehilangan banyak cairan, rehidrasi harus ditujukan
untuk menggantikan air dan elektrolit untuk komposisi
tubuh normal. Sedangkan pada pasien yang tidak
mengalami deplesi volume, pemberian cairan
bertujuan untuk pemeliharaan cairan dan elektrolit.
Pemberian cairan parenteral perlu dilakukan untuk
memasok air dan elektrolit jika pasien mengalami
muntah dan dehidrasi berat, selain untuk mencegah
terjadinya hypernatremia.
c. Oral rehydration solution (ORS) atau oralit digunakan
pada kasus diare ringan sampai sedang. Rehidrasi
dengan menggunakan ORS harus dilakukan
secepatnya yaitu 3-4 jam untuk menggantikan cairan
serta elektrolit yang hilang selama diare untuk
mencegah adanya dehidrasi. Cara kerja dari ORS
adalah dengan menggantikan cairan serta elektrolit
tubuh yang hilang karena diare dan muntah, namun
ORS tidak untuk mengobati gejala diare (Berarrdi,
et al, 2009 ; Nathan, 2010).

17
ORS mengandung beberapa komponen yaitu
Natrium dan kalium yang berfungsi sebagai
pengganti ion essensial, sitrat atau bicarbonate yang
berfungsi untuk memperbaiki keseimbangan asam
basa tubuh serta glukosa digunakan sebagai sebagai
carrier pada transport ion natrium dan air untuk
melewati mukosa pada usus halus. Komposisi ORS
yang direkomendasikan oleh WHO yaitu adalah
komponen natrium 75 mmol/L dan glukosa
200mmol/L (Nathan,2010).
Dalam 1 sachet ORS serbuk harus dilarutkan dengan
menggunakan 200mL air. Penting sekali untuk
membuat larutan ORS sesuai dengan volume yang
direkomendasikan, sebab apabila terlalu pekat
konsentrasinya, maka larutan akan mengalami
hiperosmolar, dan dapat menyebabkan penarikan air
pada usus halus sehingga dapat memperparah
diarenya. Larutan ORS yang telah dilarutkan tersebut
sebaiknya digunakan tidak lebih dari 24 jam dan
disimpan di dalam lemari es. Dosis ORS yang
direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 200-
400 mL diminum tiap setelah buang air besar, atau 2-
4 liter selama 4-6 jam (Nathan,2010).

18
2.9 KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan
komplikasi utama, terutama pada lanjut usia dan anak-
anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan
terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat
mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolik.
(Salsabila Az Zahra, 2018).
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat
pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat
diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan
selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat
juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak
adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.
(Salsabila Az Zahra, 2018).
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi
terutama oleh EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal,
anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah
diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan
penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan
penggunaan antibiotik masih kontroversial. (Salsabila Az
Zahra, 2018).
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati
demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain,
khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain

19
– Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan
mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme
penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui. Artritis
pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah
penyakit diare karena Campylobacter, Shigella,
Salmonella, atau Yersinia spp. (Salsabila Az Zahra, 2018).

2.10 PENCEGAHAN
Penyakit diare dapat dicegah melalui (Dodi Eriyanto, 202
0) :
1. Rajin mencuci tangan, terutama sebelum dan setelah m
akan, setelah menyentuh daging yang belum dimasak,
sehabis dari toilet, atau setelah bersin dan batuk. Bersi
hkan tangan dengan sabun, dan bilas dengan air bersi
h.
2. Minum air matang. Mengonsumsi makanan yang sudah
dimasak. Hindari memakan buah-buahan atau sayuran
mentah yang tidak dipotong sendiri.
3. Minum air matang.
4.  Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih :
Ø Tidak berwarna
Ø Tidak berbau
Ø Tidak berasa

20
BAB III
ANALISIS DATA

N DATA PENYEBAB MASALA


O H
1 Data Subjektif Mayor Adanya efek toksin Nausea
1. Mengeluh mual (racun) dari
2. Merasa ingin muntah makanan / minuman
3. Tidak berminat maka yang
n terkontaminasi
Data Subjektif Minor yang masuk ke
1. Merasa asam di dalam tubuh.
mulut
2. Sensasi panas /
dingin
3. Sering menelan
Data objektif Mayor
(Tidak tersedia)
Data Objektif Minor
1. Saliva meningkat
2. Pucat
3. Diaforesis
4. Takikardia
5. Pupil dilatasi

2 Data Subjektif Mayor Adanya proses Hiperter

21
(Tidak tersedia) penyakit (infeksi) mia
Data Subjektif Minor
(Tidak tersedia)
Data objektif Mayor
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal
Data Objektif Minor
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardia
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

3 Data Subjektif Mayor Ketidakmampuan m Defisit N


(Tidak tersedia) engabsorbsi nutrien utrisi
Data Subjektif Minor
1. Cepat kenyang
setelah makan
2. Kram / nyeri
abdomen
3. Nafsu makan
menurun
Data objektif Mayor
1. Berat badan
menurun 10% di bawah

22
rentang ideal
Data Objektif Minor
1. Bising usus
hiperaktif
2. Otot pengunyah
lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa
pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok
berlebihan
8. Diare

4 Data Subjektif Mayor Faktor fisiologis (pr Diare


(Tidak tersedia) oses infeksi)
Data Subjektif Minor
1. Urgency
2. Nyeri / kram
abdomen
Data objektif Mayor
1. Defekasi lebih dari
tiga kali dalam 24 jam
2. Feses lembek atau

23
cair
Data Objektif Minor
1. Frekuensi peristaltik
meningkat
2. Bising usus
hiperaktif

5 Data Subjektif Mayor Agen pencedera fisi Nyeri Ak


1. Mengeluh nyeri ologis (Inflamasi) ut
Data Subjektif Minor
(Tidak tersedia)
Data objektif Mayor
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
(mis. waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur
Data Objektif Minor
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan

24
berubah
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis

6 Data Subjektif Mayor Kekurangan intake Hipovole


(Tidak tersedia) cairan (dehidrasi) mia
Data Subjektif Minor
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
Data objektif Mayor
1. Frekuensi nadi
meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah
menurun
4. Tekanan nadi
menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa
kering
7. Volume urin

25
menurun
8. Hematokrit
meningkat
Data Objektif Minor
1. Pengisian vena
menurun
2. Status mental
berubah
3. Suhu tubuh
meningkat
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. Berat badan turun
tiba-tiba

N DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA


O
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(Inflamasi)
2. Nausea berhubungan dengan efek toksin (racun) dari maka
nan atau minuman yang terkontaminasi.
3. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake caira
n (dehidrasi)
4. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan meng
absorbsi nutrien
5. Diare berhubungan dengan faktor fisiologis (proses infeksi)
6. Hipertermia berhubungan dengan adanya proses penyakit

26
(infeksi)

N DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


O
1. Nyeri Akut ber Setelah dilakukan Observasi :
hubungan den perawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
gan agen penc 1x24 jam, tingkat karakteristik , durasi,
edera fisiologis nyeri menurun frekuensi, kualitas,
(Inflamasi). yang ditandai intensitas nyeri.
dengan : 2. Identifikasi skala
1. Keluhan nyeri nyeri
menurun 3. Identifikasi
2. Kemampuan respons nyeri non
menuntaskan verbal
aktivitas 4. Identifikasi faktor
meningkat yang memperberat
3. Sikap meringis dan memperingan
menurun nyeri
4. Sikap gelisah 5. Identifikasi
menurun pengetahuan dan
5. Kesulitan tidur keyakinan tentang
menurun nyeri
6. Kondisi muntah 6. Identifikasi
dan mual pengaruh budaya
menurun terhadap respon
7. Nafsu Makan

27
membaik nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
3. Fasilitas istirahat
dan tidur.
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi

28
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan stategi
meredakan nyeri.
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri.
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik seara tepat.
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologia
untuk mengurangi
rasa nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
Nausea berhub jika perlu.
2. ungan dengan Setelah dilakukan
efek toksin (rac perawatan selama Observasi :
un) dari makan 1x24 jam, tingkat 1. Identifikasi
an atau minum nausea menurun pengalaman mual

29
an yang terkon yang ditandai 2. Identifikasi
taminasi. dengan : dampak mual
1. Nafsu makan terhadap kualitas
meningkat hidup
2. Keluhan mual 3. Identifikasi faktor
menurun penyebab mual
3. Perasaan ingin 4. Monitor mual
muntah menurun 5. Monitor asupan
4. Perasaan asam nutrisi dan kalori.
di mulut menurun Terapeutik :
5. Wajah pucat 1. Kendalikan faktor
membaik lingkungan penyebab
6. Takikardia mual.
membaik 2. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual.
3. Berikan makanan
dalam jumlah kecil
dan menarik.
4. Berikan makanan
dingin, cairan bening,
tidak berbau, dan
tidak berwarna, jika
perlu.
Edukasi :

30
1. Anjurkan istirahat
dan tidur yang cukup.
2. Anjurkan
membersihkan mulut,
kecuali jika
merangsang mual.
3. Anjurkan makanan
tinggi karbohidrat dan
rendah lemak.
4. Ajarkan
penggunaan teknik
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
Hipovolemia b pemberian
erhubungan de antlemetik, jika perlu.
3. ngan kekurang Setelah dilakukan
an intake caira perawatan selama Observasi :
n (dehidrasi). 1x24 jam, status 1. Periksa tanda dan
cairan membaik gejala hypovolemia.
yang ditandai 2. Monitor intake dan
dengan : output cairan.
1. Kekuatan nadi Terapeutik :

31
meningkat 1. Hitung kebutuhan
2. Turgor kulit cairan.
membaik 2. Berikan asupan
3. Output urine cairan oral.
membaik 3. Berikan posisi
4. Berat badan modified
menurun Trendelenburg.
5. Perasaan lemah Edukasi :
menurun 1. Anjurkan
6. Keluhan haus memperbanyak
menurun asupan cairan oral.
7. Konsentrasi 2. Anjurkan
urine menurun menghindari
8. Intake cairan perubahan posisi
membaik mendadak.
9. Suhu tubuh Kolaborasi :
membaik 1. Kolaborasi
10. Tekanan darah pemberian cairan IV
membaik isotonis
11. Tekanan nadi 2. Kolaborasi
membaik pemberian IV
12. Berat badan hipotonis.
membaik 3. Kolaborai
13. Frekuensi pemberian cairan
Defisit Nutrisi b membaik koloid.

32
erhubungan de 4. Kolaborasi
ngan ketidakm pemberian produk
4 ampuan meng Setelah dilakukan darah.
absorbsi nutrie perawatan selama Observasi :
n. 1x24 jam, status 1. Identifikasi status
nutrisi membaik nutrisi
yang ditandai 2. Identifikasi alergi
dengan : dan intoteransi
1. Porsi makanan makanan.
yang dihabiskan 3. Identifikasi
meningkat makanan disukai
2. Perasaan cepat 4. Identifikasi
kenyang menurun keutuhan kalori dan
3. Nyeri abdomen jenis nutrien.
menurun 5. Identifikasi
4. Diare menurun perlunya
5. Berat badan penggunaan selang
membaik nasogastrik.
6. Nafsu makan 6. Monitor asupan
membaik makanan.
7. Bising usus 7. Monitor berat
membaik badan
8. Kekuatan otot 8. Monitor hasil
pengunyah pemeriksaan
meningkat laboratorium.

33
9. Kekuatan otot Terapeutik :
menelan 1. Lakukan oral
meningkat hygiene sebelum
10. Serum albumin makan, jika perlu.
meningkat 2. Fasilitasi
11. Rambut rintok mnentukan pedoman
menurun diet.
12. Membran 3. Sajikan makanan
mukosa membaik secara menarik dan
suhu yang sesuai.
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi.
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein.
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu.
7. Hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasogatrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi.

34
Edukasi :
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu.
2. Anjurkan diet yang
diprogramkan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
Diare berhubu kalori dan jenis
ngan dengan f nutrien yang
aktor fisiologis dibutuhkan, jika
(proses infeks perlu.
5. i). Setelah dilakukan
perawatan selama Observasi :
1x24 jam, 1. Identifikasi
eliminasi fekal penyebab diare.
membaik yang 2. Identifikasi riwayat
ditandai dengan : pemberian makanan.
1. Kontrol 3. Monitor warna,
pengeluaran feses volume, frekuensi,
meningkat dan konsistensi tinja.
2. Keluhan 4. Monitor tanda dan
defekasi lama dan gejala hypovolemia.
sulit menurun 5. Monitor jumlah

35
3. Nyeri abdomen pengeluaran diare.
menurun 6. Monitor keamanan
4. Kram abdomen penyiapan makanan.
menurun Terapeutik :
5. Konsistensi 1. Berikan asupan
feses membaik cairan oral.
6. Frekuensi 2. Berikan cairan
defekasi membaik intravena.
7. Peristaltik usus 3. Ambil sampel
membaik darah untuk
8. Urgency pemeriksaan darah
menurun lengkap dan
elektrolit.
4. Ambil sampel
feses untuk kultur,
jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan makanan
porsi kecil dan sering
secara bertahap.
2. Anjurkan
menghindari
makanan pembentuk
gas, pedas, dan
Hipertermia be mengandung laktosa.

36
rhubungan den Kolaborasi :
gan adanya 1. Kolaborasi
proses pemberian obat
penyakit pengeras feses.
6. (infeksi). Setelah dilakukan
perawatan selama Observasi :
1x24 jam, 1. Identifikasi
termoregulasi penyebab
membaik yang hipertermia.
ditandai dengan : 2. Monitor suhu
1. Menggigil tubuh.
menurun 3. Monitor kadar
2. Kulit merah elektroit
menurun 4. Monitor haluaran
3. Kejang urine.
menurun 5. Monitor komplikasi
4. Pucat menurun akibat hipertermia.
5. Takikardia Terapeutik :
menurun 1. Sediakan
6. Takipnea lingkungan yang
menurun dingin.
7. Suhu tubuh 2. Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian.
8. Suhu kulit 3. Basahi dan kipasi
membaik permukaan tubuh.

37
4. Berikan cairan
oral.
5. Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
jika mrngalami
hiperhidrosis.
6. Lakukan
pendinginan
eksternal.
7. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin.
8. Berikan oksigen,
jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan tirah
baring.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika perlu.

38
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,Amin Huda, & Kusuma, Hardi.2015. ASUHAN KE


PERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA
MEDIS & NANDA (NIC NOC JILID 1).Yogyakarta :
Mediaction Publishing.
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. STANDAR LUARAN
KEPERAWATAN INDONESIA.Jakarta Selatan:Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim pokja SDKI DPP PPNI.2016. STANDAR DIAGNOSIS
KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim pokja SIKI DPP PPNI.2018. STANDART INTERVENSI
KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta Selatan : De
wan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Barakati, Alam. 2020. ASKEP DIARE, (Online),
(https://www.academia.edu/5846172/Askep_diare).
Diakses pada 12 Oktober 2020.
Khotijah, Siti. 2017.MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI

39
SISTEM PENCERNAAN (USUS HALUS DAN
USUS BESAR), (Online), (https://www.academia.edu/
33473741/MAKALAH_ANATOMI_FISIOLOGI_SISTEM
_PENCERNAAN_USUS_HALUS_DAN_USUS_
BESAR). Diakses pada 12 Oktober 2020.
A Asmaridah. 2020. MAKALAH DIARE, (Online), (http://scho
lar.unand.ac.id/55239/2/BAB%20I.pdf). Diakses pada 12
November 2020.
I Swartawa. 2018. MAKALAH DIARE, (Online), (http://repo
sitory.poltekkes-denpasar.ac.id/374/9 /KTI.
pdf). Diakses pada 12 November 2020.
Az Zahra, Salsabila. 2018. MAKALAH DIARE, (Online), (htt
ps://www.academia.edu/36712509/MAKALAH_TEN TA
NG_DIARE_pdf). Diakses pada 12 November 2020.
Poltekkes Semarang. 2020. MAKALAH DIARE, (Online), (htt
p://repository.poltekkes-smg.ac.id/repository/3.%20 BA
B%20II%20P1337430218188.pdf). Diakses pada 13 No
vember 2020.
Eriyanto, Dodi. 2020. MAKALAH DIARE, (Online), (https://ww
w.academia.edu/35076598/Makalah_diare). Diakses pa
da 15 November 2020.

40

Anda mungkin juga menyukai