Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN MELENA DI RUANG 25 RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh
Ilya Farida, S.Kep
NIM 192311101058

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT .................................................... 4
1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan .................................................... 4
1.2 Definisi Penyakit ..................................................................................... 4
1.3 Epidemiologi ........................................................................................... 4
1.4 Etiologi .................................................................................................... 4
1.5 Tanda dan Gejala. ................................................................................... 6
1.6 Patofisiologi ........................................................................................... 7
1.7 Komplikasi .............................................................................................. 7
1.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 8
1.9 Penatalaksanaan ...................................................................................... 8
1.10 Clinical Pathway. .................................................................................. 10
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...................................... 11
2.1 Pengkajian ............................................................................................... 11
2.2 Diagnosa ................................................................................................. 16
2.3 Intervensi ................................................................................................. 17
2.4 Discharge Planning ................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 26
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan (bagian atas)


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri atas:
a. Mulut
b. Tenggorokan (faring)
c. Kerongkongan
d. Lambung
e. Usus halus
A. Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air
pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian
awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin
dan pahit.
B. Tenggorokan ( Faring)
Faring merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat
tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara
jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga
hidung, didepan ruas tulang belakang.
C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: bagian superior, bagian tengah (campuran
otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
D. Lambung
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
E. Pankreas
Dari lambung kimus dilanjutkan ke usus halus untuk dicerna lebih lanjut.
Sekret yang membantu pencernaan tidak hanya berasal dari usus halus sendiri,
tetapi juga dari pancreas, hati, dan kandung empedu. Pankreas adalah organ pada
sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim
pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada
bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari).
F. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Hati terletak di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu lobus
kanan dan lobus kiri. Hati dihubungkan oleh rangkaian duktus. Bermula dari
duktus hepatikus kanan dan kiri, lalu bergabung menjadi satu pada duktus
hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bergabung dengan duktus kistikus dari
kandung empedu, keduanya membentuk duktus empedu. Duktus empedu menuju
duodenum dan bermuara di ampula hepatopankreatikus bersama-sama dengan
duktus pankreatikus.
G. Usus halus (Usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan
dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel
goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.

1.2 Definisi Penyakit


Melena adalah buang air besar berwarna hitam yang berasal dari saluran
cerna bagian atas (Sutjahjo, 2015). Melena adalah keluarnya tinja yang lengket
dan hitam seperti aspal, dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran
percernaan bagian atas serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah
gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14
jam. BAB darah atau hematochezia ditandai dengan keluarnya darah berwarna
merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan
tinja. Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus besar, rektum, atau
anus. Warna darah pada tinja tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya
semakin dekat dengan sumber perdarahan dengan anus, semakin terang darah
yang keluar. Oleh karena itu perdarahan di anus, rektum, dan kolon sigmoid
cenderung berwarna merah terang dibandingkan dengan perdarahan di kolon
transversal dan kolon asendens (lebih jauh dari anus) yang berwarna merah gelap
atau merah tua (Oktapiani, 2014).
.
1.3 Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas
(SCBA) mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun yang meningkat dengan
bertambahnya usia (Laine, 2008). Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di
populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan
karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan
karena ruptura varises gastroesofageal merupakan penyebab tersering yaitu sekitar
50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-
15% dan karena sebab lainnya <5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa
perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan
terbanyak sebagai penyebab perdarahan SCBA (Djumhana, 2012).
Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian
pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada
perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebagian besar penderita perdarahan
SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena
penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke,
penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis (Effendi et al.,
2016).

1.4 Etiologi
Melena dapat disebabkan oleh lesi dari esofagus sampai kolon (lesi saluran
cerna atas dapat menyebabkan perdarahan per rektal nyata) (Grace dan Borley,
2007). Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang sering dilaporkan
ialah pecahnya varises esofagus (tersering di Indonesia, lebih kurang 70-75%),
penyebab yang lain ialah (Sutjahjo, 2015) :
1. Perdarahan tukak peptik
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan
mengalami hematemesis.
2. Gastritis erosiva
Gastritis timbul setelah penderita minum obat-obatan yang menyebabkan
iritasi lambung.
3. Esofagitis
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermitten atau
kronis, sehingga lebih timbul melena.
4. Tumor/ karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan pada penderita melena.
Penderita mengeluh disfagia, badan mengurus, anemis, dan sesekali penderita
muntah darah.
5. Ruptur mukosa SMBA yang akut

1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien melena adalah
mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena), mengeluarkan darah dari rectum
(hematoskezia), bisa disertai dengan muntah darah (hematemesis), syok
(frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin
dan basah, penyakit hati kronis (sirosis hepatis), koagulopati purpura serta memar,
demam ringan antara 38-39 derajat celcius, nyeri pada lambung atau perut, nafsu
makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan
dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala
mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah beberapa jam.
1.6 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen
anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah
disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal
masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan
arus balik vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Jika volume darah tidak digantikan,
penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh,
dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami
kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi
berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL
lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin.
Kadang-kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau
kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang atau gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi
hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan
melena. Feses tetap berwarna hitam selama 48-72 jam setelah perdarahan
berhenti. Hal ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan perdarahan masih berlangsung, namun darah yang tersembunyi
dalam feses bisa selama 7-10 hari setelah episode perdarahan tunggal.
1.7 Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler karena perdarahan, dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada klien dengan syok berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28
jam.
b. Penurunan kesadaran, terjadi penurunan transportasi O2 ke otak sehingga
terjadi penurunan kesadaran.

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien melena ialah
(Willy, 2018):
a. Tes darah
Tenaga kesehatan dapat melakukan tes pemeriksaan darah lengkap, guna
mengetahui jumlah trombosit dan mengukur seberapa cepat proses
pembekuan darah pada pasien.
b. Pemeriksaan sampel feses
Pemeriksaan ini untuk akan membantu tenaga kesehatan dalam menentukan
diagnosis bila perdarahan tidak terlihat kasat mata.
c. Angiografi
Angiografi adalah pemeriksaan sinar X (foto Rontgen) yang didahului suntik
cairan kontras ke pembuluh darah pasien. Cairan ini akan membantu tenaga
kesehatan melihat kondisi pembuluh darah pasien lebih jelas.
d. Ultrasonography (USG)
Prosedur pencitraan menggunakan teknologi gelombang suara berfrekuensi
tinggi untuk memproduksi gambar tubuh bagian dalam, seperti organ tubuh
atau jaringan lunak. Dalam hal ini pasien akan melakukan pemeriksaan USG
bagian abdomen.
e. Endoskopi
Endoskopi dapat dilakukan dengan memasukkan endoskop (selang lentur
yang dilengkapi kamera) melalui mulut atau dubur, atau dengan meminta
pasien menelan kapsul yang berisi kamera kecil, untuk memeriksa saluran
pencernaan. Endoskopi akan dilakukan oleh dokter gastroenterologi.
f. Uji pencitraan. Tenaga kesehatan juga dapat menjalankan uji pencitraan,
seperti CT scan, guna mencari sumber terjadinya perdarahan.

1.9 Penatalaksanaan Medis


Tatalaksana perdarahan SCBA dibagi menjadi tatalaksana non-
farmakologi dan farmakologi (Djumhana, 2012).
a. Resusitasi cairan menggunakan larutan salin normal harus segera diberikan
pada pasien dengan perdarahan masif. Cairan salin normal dipilih karena dapat
segera menggantikan volume intravaskular yang hilang.
b. Pemasangan pipa nasogastrik (NGT) dan lavase lambung bertujuan untuk
mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemodinamik.
Pemasangan NGT bukan bertujuan untuk menghentikan perdarahan.
Pemasangan NGT diindikasikan pada pasien dengan perdarahan yang diduga
masih berlangsung. Prosedur ini juga bermanfaat untuk mempersiapkan
endoskopi, memperkirakan derajat perdarahan, dan evakuasi darah yang masih
berada di lambung. Pasien dengan perdarahan SCBA sementara dilaksanakan
sampai aspirat NGT jernih. American College of Gastroenterology (ACG)
tidak merekomendasikan pemasangan NGT dan lavage sebagai terapi rutin.
Saat ini, terapi standar perdaranan SCBA adalah pemberian PPI (Proton Pump
Inhibitor) dan endoskopi. PPI bermanfaat untuk perdarahan akibat tukak
lambung.
c. Pemberian omeprazole dimulai dengan dosis 80 mg, dilanjutkan 80 mg melalui
infus selama 72 jam, dan peroral 20 mg/hari selama 8 minggu.
d. Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk
penyembuhan mukosa lambung. Pemberian vit K pada penyakit hati kronis
diperbolehkan. Pasien dengan perdarahan aktif dan hemodinamik tidak stabil
perlu perawatan di ruang intensif.
e. Tranfusi darah sebagai terapi penatalaksaan untuk anemia sampai dengan kadar
Hb mencapai 10 mg/dl. Untuk mencegah terjadinya kegagalan sirkulasi dan
mencukupi suplai oksigen ke jaringan.

.
Clinical Pathway

Kelainan esophagus: Kelainan lambung dan Penyakit darah:


varises esophagus, leukemia, DIC, purpura Penyakit sistemik: Obat-obatan
duodenum: tukak
esophagitis, keganasan lambung, keganasan trombositopenia, sirosis hati ulserogetik: gol.salisilat,
esophagus hemophilia kortikosteroid, alcohol.

Tekanan portal Infeksi mukosa Pecahnya PD Obstruksi aliran O2 mukosa


lambung darah lewat hati terhambat

Pembuluh darah
Erosi dan ulserasi Perdarahan Pembentukan Asam lambung
pecah
kolateral

Kerusakan vaskuler Masuk saluran Distensi PD Inflamasi mukosa


pada mukosa cerna abdomen lambung
lambung

Varises

PD ruptur

MELENA

MK: ansietas perdarahan

Syok Tekanan kapiler


hipovolemik

Spasme dinding Penekanan PD


MK: kekurangan perut
volume cairan
Perfusi jaringan
MK:nyeri
akut
MK: Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
gastrointestinal
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Data/identitas klien
Klien dengan melena dikaji mengenai nama, umur, dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama meliputi BAB darah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluhkan badan lemah, buang air besar disertai darah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu atau penyakit utama
pasien karena biasanya melena merupakan komplikasi dari penyakit
sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan melena perlu dikaji tentang riwayat penyakit atau
alergi yang lain pada anggota keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Bagaimana respon pasien dalam menanggapi penyakit pasien tersebut. Dalam
hal ini jika koping pasien tidak efektif maka akan memperparah penyakit
pasien.
7. Pemeriksaan Fisik.
1) Keadaan Umum : lemah
2) TTV:
Tekanan Darah : tinggi atau diatas 120/80 (Normal : 120/80mmHg)
Pernafasan (RR) : abnormal >24 x / menit (Normal : 16-24x/menit)
Denyut nadi (HR): takikardi >100 x/menit (Normal : 60-100x/menit)
Suhu tubuh : kadang normal atau tinggi (Normal: 36 ˚C)
3) Kesadaran : Composmentis GCS 456, bisa juga terjadi syok
4) B1 sampai B6 :
a. B1 (Breathing)
1. Inspeksi
Pada klien bronkiektasis terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan, sehingga pasien terlihat sesak.
2. Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan normal
3. Perkusi
Perkusi didapatkan suara pekak pada jantung, sonor pada paru-
paru
4. Auskultasi
Tidak terdapat suara nafas tambahan
b. B2 (Blood)
Pada umumnya klien melena mengalami Peningkatan leukosit dan
LED, BGA menunjukkan derajat hipoksemia (penurunan kadar
oksigen dalam darah), terkadang kadar Hb dalam darah menurun,
denyut nadi meningkat (takikardi), dan sianosis.
c. B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji, di samping itu,
diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran
klien apakah composmentis, somnolen, atau koma.
d. B4 (Bladder)
Perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguri karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (Bowel)
Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien
dengan melena, pasien berpotensi mengalami penurunan berat badan.
f. B5 (Bone)
Pada umumnya tidak ada kelainan, namun pasien dapat kesulitan
untuk beraktifitas dikarenakan dapat terjadi penurunan kesadaran.
5) Pemeriksaan Head to Toe
6) Kepala
- Inspeksi : pada saat dilakukan inspeksi, kulit kepala bersih, rambut
hitam dan mesosepal.
- Palpasi : tidak ada benjolan atau massa
7) Mata
- Inspeksi : dilihat apakah konjungtiva dan sklera ikterik, anemis
- Palpasi : tidak ada benjolan atau massa
8) Telinga
- Inspeksi : pada saat dilakukan inspeksi, telinga berbentuk simetris
dan tidak ditemukan adanya serumen
- Palpasi : periksa apakah ada massa disekitar telinga.
9) Hidung
- Inspeksi : pada saat dilakukan inspeksi apakah tampak adanya
pernapasan cuping hidung, terdapat secret, tidak mengalami epiktaksis
dan tidak terpasang NGT.
- Palpasi : periksa apakah ada massa disekitar hidung
10) Mulut
- Inspeksi : pada saat dilakukan inspeksi bibir terlihat pucat dan
kebiruan (sianosis).
- Palpasi : periksa apakah ada massa disekitar telinga.
11) Leher
- Inspeksi : tidak ada peningkatan vena jugularis dan pembesaran
kelenjar tiroid.
- Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, jika ada luka dalam
maka akan terdapat nyeri tekan
12) Thoraks
- Inspeksi : pada saat dilakukan inspeksi dinding torak tampak
mengembang, namun agak cepat.
- Palpasi : periksa apakah ada massa, vokal fremitus sama atau tidak
- Perkusi : saat dilakukan perkusi terdengar sonor
- Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan
13) Kardiovaskuler
- Inspeksi : tampak adanya ictus cordis
- Palpasi : dilihat apakah ada pembesaran (batas jantung)
- Perkusi : pada umumnya pekak
- Auskultasi : tidak ada suara tambahan
14) Abdomen
- Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen
- Palpasi : tidak ada massa, biasanya terdapat nyeri tekan pada
abdomen
- Perkusi :-
- Auskultasi : bising usus abnormal.
15) Ekstremitas
- Inspeksi : tidak terjadi edema
- Palpasi : kulit teraba dingin
8. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Penyakit melena terjadi karena komplikasi dari penyakit sebelumnya.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien dengan melena pola makannya tidak terganggu, namun tergantung
dari keadaan pasien sendiri.
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, dan kulit sehingga
perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk,
kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
Dalam hal ini, pasien dengan melena biasanya BAB disertai dengan darah.
d. Pola aktivitas/bermain (termasuk kebersihan diri)
Aktivitas dari pasien atelektasis terganggu karena pasien merasa sesak dan
akan sangat terganggu pada pasien yang mengalami kelelahan.
g. Pola istirahat dan tidur
Adanya sesak nafas dan batuk dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
pasien.
h. Pola kognitif dan persepsi sensori
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri
pasien dan akhirnya dapat mempengaruhi jumlah stressor yang dialami
sehingga kemungkinan penyembuhan penyakit akan terhambat.
i. Pola konsep diri
Pasien dengan melena akan merasa bahwa penyakitnya sulit disembuhkan
sehingga membuat pasien cemas.
j. Pola hubungan-peran
Pasien perlu menyesuaikan kondisinya yang disebabkan perubahan peran
yang terjadi setelah pasien mengalami melena.
k. Pola seksual-seksualitas:
Pada pasien yang mengalami melena biasanya tidak ditemukan kelainan.
l. Pola mekanisme koping
Pasien dengan melena biasanya akan merasa cemas dengan penyakitnya
karena merupakan komplikasi dari penyakit sebelumnya.
m. Pola nilai dan kepercayaan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini dapat meningkatkan
kekuatan jiwa pasien.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan
cairan tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental,
penurunan tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran
urine, pengisian vena , membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan
hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dan
kelemahan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar
pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian.
4. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan.
2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Kekurangan Setelah dilakukan perawatan selama 4x24 jam klien Monitor cairan (4130)
volume cairan menunjukkan volume cairan yang seimbang dengan,
berhubungan kriteria hasil: 1. Tentukan faktor-faktor resiko yang mungkin
dengan perdarahan Keparahan Kehilangan Darah (0413) menyebabkan ketidakseimbangan cairan
Tujuan 2. Tentukan apakah pasien mengalami kehausan
No Indikator Awal atau gejala perubahan cairan
1 2 3 4 5
3. Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan
1 Darah terlihat
respon haus
keluar dari anus
4. Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi
2 Penurunan 5. Dukung asupan cairan oral (misalnya berikan
hemoglobin cairan lebih dari 24 jam dan berikan cairan
3 Penurunan dengan makanan) jika tidak ada
hematokrit kontraindikasi
4 Kulit dan
membran mukosa Pengurangan Perdarahan Gastrointestinal
pucat (4022)
5 Penurunan tekanan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan yang
darah sistol dan terus menerus
diastol 2. Monitor status cairan intake dan output
6. Penurunan kognisi 3. Berikan cairan intravena
Keterangan: 4. Monitor tanda-tanda syok hipovolemik
1. Berat (penurunan cardiac output, nadi yang cepat
2. Cukup berat dan lemah, pernapasan meningkat, keringat
3. Sedang dingin, lemah, akral dingin)
4. Ringan 5.
Instruksikan pasien dan keluarga untuk
5. Tidak ada mengurangi aktivitas fisiknya
6. Monitor pemeriksaan darah lengkap
7. Tes semua sekresi terhadap adanya darah
dan perhatikan adanya darah dalam feses,
muntahan, drainase NGT, jika diperlukan
8. Hindari pH lambung yang terlalu ekstrim
dengan memberikan medikasi yang sesuai
(misalnya antisida atau agen penghambat
histamin 2), jika diperlukan
9. Instruksikan pasien dan atau keluarga
mengenai kebutuhan pengganti darah, jika
memang diperlukan.
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam klien dapat Manajemen Nyeri (1400)
beruhubungan mengontrol nyeri dengan baik, dengan kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
dengan ujung saraf Status Kenyamanan: Fisik (2010) yang meliputi lokasi, karakteristik,
yang tertekan Tujuan onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan
No Indikator Awal intensitas nyeri
1 2 3 4 5
1 Relaksasi otot 2. Observasi adanya petunjuk non verbal
3. Dukung istirahat dan tidur yang adekuat
2 Posisi yang untuk membantu penurunan nyeri
nyaman 4. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien
3 Inkontinensi usus dilakukan dengan pemantauan yang ketat.
5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
4 Perasaan sulit menggunakan teknik nonfarmakologi
bernapas (teknik rileksasi napas dalam, akupressure,
relaksasi)
6. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
Keterangan: menangani nyerinya dengan tepat
1. Sangat terganggu/ Berat
2. Banyak terganggu/ Cukup berat Manajemen Saluran Cerna (0430)
3. Cukup terganggu/ Sedang 1. Monitor BAB termasuk frekuensi, konsistensi
4. Sedikit terganggu/ Ringan bentuk, volume, dan warna
5. Tidak terganggu/ Tidak ada 2. Monitor bising usus
3. Mendorong penurunan asupan makanan
berbentuk gas
4. Berikan cairan hangat setelah makan

3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, Pengurangan Kecemasan (5820)
berhubungan ansietas pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
dengan perubahan Tingkat Kecemasan (1211)
meyakinkan
status kesehatan Tujuan
No Indikator Awal 2. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan
1 2 3 4 5 3. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi, dan
1 Perasaan gelisah ketakutan
4. Berikan informasi faktual tergait diagnosis
2 Rasa takut dan dan perawatan
cemas disampaikan 5. Dukung penggunaan mekanisme koping yang
secara lisan sesuai
3 Peningkatan 6. Dorong keluarga untuk mendampingi pasien
tekanan darah,
frekuensi nadi,
frekuensi
pernapasan
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4. Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, perfusi Pengurangan Perdarahan Gastrointestinal
ketidakefektifan jaringan gastrointestinal pasien efektif dengan kriteria (4022)
perfusi jaringan hasil: 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan yang
gastrointestinal Perfusi Jaringan: Organ Abdominal (0404) terus menerus
Tujuan 2. Monitor status cairan intake dan output
No Indikator Awal 3. Berikan cairan intravena
1 2 3 4 5
1 Sakit perut 4. Monitor pemeriksaan darah lengkap
abnormal 5. Tes semua sekresi terhadap adanya darah dan
2 Distensi abdomen perhatikan adanya darah dalam feses,
muntahan, drainase NGT, jika diperlukan
3 Gastritis kronis 6. Hindari pH lambung yang terlalu ekstrim
4 Varises dengan memberikan medikasi yang sesuai
gastrointestinal (misalnya antisida atau agen penghambat
Keterangan: histamin 2), jika diperlukan
1.Berat 7. Berikan pengobatan (misalnya: laktulosa atau
2.Cukup berat vasopressin) jika diperlukan
3.Sedang 8. Instruksikan pasien dan atau keluarga
4.Ringan mengenai kebutuhan pengganti darah, jika
5.Tidak ada memang diperlukan.
2.4 Discharge Planning

1. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS


2. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan
lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
3. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
4. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu
hindari penyebab kambuhnya melena, cara penularan, dan pencegahan
kekambuhan, melakukan gaya hidup sehat.
5. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
6. Dokumentasikan perencanaan pulang
7. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin
DAFTAR PUSTAKA

Djumhana, H. A. (2012). Perdarahan akut saluran cerna bagian atas.


Effendi, J. Bradley, J. Sugeng, W. C. 2016. Profil Pasien Perdarahan Saluran
Cerna Bagian Atas yang Dirawat Di RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado
Periode 2013 – 2015. Jurnal e-Clinic (eCl). 4 (2).
Grace, P. A., & Borley, N. R. 2007. At a Glance ILMU BEDAH (3rd ed.; A.
Safiitri, Ed.). Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=tXPMbfIQSUsC&pg=PA23&dq=hemat
emesis+adalah&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjvx4Wt9YXlAhUDQH0KHe
5gDCMQ6AEIRzAE#v=onepage&q=hematemesis adalah&f=false.
Oktapiani, P.T. 2014. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan “Melena".
Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar.

Sutjahjo, A. 2015. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Dalam (1st ed.). Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=usOCDwAAQBAJ&pg=PA113&dq=he
matemesis+adalah&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjvx4Wt9YXlAhUDQH0K
He5gDCMQ6AEIMzAB#v=onepage&q=hematemesis adalah&f=false.
Willy, T. 2018. Pendarahan Saluran Pencernaan. Retrieved December 29 2019,
from website: https://www.alodokter.com/perdarahan-saluran-pencernaan.

Anda mungkin juga menyukai