Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG MENOMETRORAGIA DAN ANEMIA PADA NY. S

DI RUANG BRAWIJAYA RSUD KANJURUHAN KAB. MALANG

OLEH

DWI RAHMA ELSA NOVINDA

NIM 191077

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

RS dr. SOEPRAOEN MALANG

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG


MENOMETRORAGIA DAN ANEMIA NY. S DI RUANG BRAWIJAYA
RSUD KANJURUHAN KAB. MALANG

NAMA : DWI RAHMA ELSA NOVINDA

NIM : 191077

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING INSTITUSI

………………………….. …………………………..

MAHASISWA

DWI RAHMA ELSA NOVINDA

NIM 191077
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Menometroragia


1.1 Pengertian
Menometroragia adalah perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-
siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi
yang panjang ( > 7 hari). Metroragia atau perdarahan antara haid adalah
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan
penyebab antara lain penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.

1.2 Etiologi
a. Iatrogenik :
1. Estrogen eksogen ( kontraspsi oral )
2. Aspirin
3. Heparin
4. Tamoxifen
5. IUD
b. Diskrasia darah :
1. Tromobositopenia
2. Fibrinolisin meningkat
3. Penyakit autoimmune
4. Leukoemia
5. Penyakit Von Willebrand
c. Sistemik :
1. Penyakit hepar (metabolisme estrogen terganggu )
2. Penyakit ginjal (hiperprolaktinemia)
3. Penyakit tiroid
d. Trauma :
1. Laserasi
2. Abrasi
3. Benda asing
e. Penyakit organik :
1. Komplikasi kehamilan
2. Mioma uteri
3. Keganasan servik / corpus uteri
4. Polip endometrium
5. Adenomiosis
6. Endometritis
7. Hiperplasia endometrium
1.3 Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional yang anovulatoir adalah gangguan pada
poros hipotalamus-hipofise-ovarium yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan uterus yang tidak teratur, ber kepanjangan dan dengan jumlah
darah haid yang banyak. Dapat terjadi segera setelah menarche bila poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium belum matang atau dapat terjadi pada masa
perimenopause dimana menurunnya kadar estrogen menyebabkan tidak
adanya rangsangan terjadinya agar dapat terjadi ovulasi.
Stimulasi estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron dapat
menyebabkan terjadinya proliferasi endometrium dan hiperplasia. Dengan
tidak adanya progesteron yang diperlukan untuk stabilisasi dan diferensiasi
endometrium maka selaput mukosa akan rapuh dan luruh secara tidak teratur.
Perdarahan uterus disfungsional yang ovulatoir dapat berupa polimenorea,
oligomenorea, bercak perdarahan pada pertengahan siklus dan menoragia.
Polimenorea diperkirakan terjadi akibat disfungsi fase luteal sehingga siklus
berlangsung lebih pendek (kurang dari 21 hari) , sementara itu oligomenroea
adalah disfungsi fase folikuler yang memanjang sehingga siklus berlangsung
lebih panjang (lebih dari 35 hari). Bercak perdarahan pada pertengahan siklus
haid terjadi sebelum ovulasi disebabkan oleh kadar estrogen yang menurun.6
Menoragia adalah perdarahan haid yang berlebihan (lebih dari 80 ml per
siklus) dan hal ini dapat disebabkan oleh gangguan hemostasis endometrium.

1.4 Manifestasi Klinis

Langkah Tanda Dan Gejala Kelainan


Diagnostic
Anamnesa Nyeri panggul, mual, Abortus, kehamilan
berat badan bertambah, ektopik, penyakit
sering buang air kecil, radang panggul (PID) ,
lesu penyimpangan atau
kekerasan seksual.
Kehamilan
  Berat badan bertambah, Hipotiroidisme
rasa dingin berlebihan, Hipertiroidisme
sembelit, lesu. Koagulopatia
Berat badan menurun, Penyakit hepar
berkeringat banyak, PCOS
palpitasi Displasia servik, polip
Gusi mudah berdarah endoservik
Ikterus, riwayat hepatitis Adenoma hipofise
Hirsuitisme, jerawat,  
acathoisis nigricans, Supresi hipotalamus
obesitas
Perdarahan pasca
sanggama
Galaktorea, nyeri kepala,
gangguan visual
Berat badan turun, stress,
olah raga berlebihan
Pemeriksaan Fisik Tiromegali, berat badan Hipotiroidisme
naik,edema Hipertiroid
Tiroid mengeras,  
takikardia, berat badan Penyakit hepar
turun, kelainan kulit Kehamilan, mioma
Ikterus, hepatomegali uteri, karsinoma uterus
Uterus membesar Karsinoma uterus
  Tumor ovarium,
Uterus kaku dan melekat kehamilan ektopik,
pada jaringan dasarnya. kista ovarium
Masa adneksa Radang panggul,
  endometritis
Uterus tegang, gerakan
servik terbatas

1.5 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis PUD :
1. Ultrasonografi pelvik
2. Biopsi endometrium
b. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa PUD :
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah Lengkap
b. Hitung trombosit
c. Serum Iron dan Iron – binding globulin
d. Prothromibin dan partial prothrombine time
e. Bleeding tine
f. hCG urine
g. Fungsi tiroid
h. Progesteron serum
i. Fungsi hepar
j. Kadar prolactin
k. Kadar FSH
2. Prosedur diagnostik :
a. Sitologi servik ( papaniculoau smear )
b. Biopsi endometrium
c. Ultrasonografi panggul
d. Histeroskopi

1.6 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan hormonal
b. Perdarahan berat pada masa menarche dan perimenopause seringkali
memerlukan estrogen dosis tinggi ( kadang-kadang diberikan intravena)
c. Perdarahan yang ringan : estrogen dosis rendah per oral yang diikuti atau
disertai dengan progestin, bila perdarahan masih belum berhenti perlu
dilakukan D & C
d. PUD seringkali memerlukan terapi dengan estrogen siklis 25 hari dan pada
hari ke 10 – 15 dilanjutkan dengan pemberian progestin
e. Pemberian progestin secara siklis digunakan pada pasien usia muda yang
diperkirakan sudah memiliki kadar estroen endogen cukup untuk
melakukan sensitisasi reseptor progesterone
f. Pada pasien yang lebih ‘tua’ yang tidak memberikan respon terhadap obat
secara memadai dan tidak menghendaki kehamilan lagi dapat dilakukan
tindakan radikal yang permanen:
- Ablasi endometrium
- Histerektomi
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Anemia


1.1 Pengertian
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan ataumasa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008). Anemia dapat
didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per
milimeter kubik lebih rendah dari normal.
Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level Hb rendah karena
kondisi patologis. Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar hemoglobin
(Hb) dalam darah kurang dari normal. Anemia adalah suatu keadaan dimana
tubuh memiliki jumlah sel darah merah (eritrosit) yang terlalu sedikit, yang
mana sel darah merah itu mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk
membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Anemia adalah istilah yang
menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan
hematokrit di bawah normal.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen caring capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan
kadar hemoglobin, kemudian hematocrit. Anemia pada ibu hamil adalah
kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr/dL pada trimester I dan
III atau kadar lebih kecil 10,5 gr/dL pada trimester II. Anemia defisiensi besi
adalah yang paling sering menyebabkan anemia pada kehamilan di seluruh
dunia, bisa ringan, sedang, ataupun berat.
Anemia, dalam bahasa yunani tanpa darah adalah penyakit kurang darah
yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit)
lebih rendah dibandingkan normal.Jika kadar hemoglobin kurang dari 14g/dl
dan eritrosit kurang dari 41% pada pria , maka pria tersebut dikatakan
anemia. Demikian pula pada wanita , wanita yang memiliki kadar
hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37% , maka wanita
itu dikatakan anemia.Berikut ini katagori tingkat keparahan pada anemia.
 Kadar Hb 10 gram- 8 gram disebut anemia ringan.
 Kadar Hb 8 gram -5 gram disebut anemia sadang.
 Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat.
Karena hemoglobin terdapat dalam sel darah merah , setiap gangguan
pembentukan sel darah merah, baik ukuran maupun jumlahnya , dapat
menyebabkan terjadinya anemia.ganguan tersebut dapat terjadi ‘’pabrik’’
pembentukan sel (sumsum tulang)maupun ganguan karena kekurangan
komponen penting seperti zat besi , asam folat maupun vitamin B 12.
(Soebroto Ikhsan,Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia,Cetakan 1,
Yogyakarta 2016)

1.2 Etiologi
Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah (eritrosit)
yang diproduksi dalam tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Penurunan
kadar hemoglobin selama kehamilan disebabkan oleh ekspansi yang lebih
besar dari volume plasma dibandingkan dengan peningkatan volume sel darah
merah (eritrosit). Disproporsi antara tingkat kenaikan untuk plasma dan
eritrosit memiliki perbedaan yang paling signifikan selama trimesrer kedua
(American Pregnancy Association, 2018).
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Anemia defisiensi
besi merupakan penyebab terbanyak, tetapi anemia dapat disebabkan oleh
beberapa hal lainnya, antara lain:
1. Hemolisis akibat malaria atau penyakit bawaan seperti talasemia
2. Defisiensi G6PD yaitu Kondisi yang menyebabkan sel darah merah pecah
karena obatobatan tertentu, infeksi, atau stresor lainnya
3. Defisiensi nutrient seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin C
4. Kehilangan darah kronis akibat cacing dan malabsorbsi besi
5. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
6. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
7. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
8. Kehamilan. Wanita hamil yang hamil rawan terkena anemia karena janin
menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.

1.3 Patofisiolologi
1. Anemia Akibat Produksi Yang Berkurang Atau Gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan
mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari
eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini
antara lain Sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell,
anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan
kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan
untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan Penyebab anemia hemolitik yang
diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
d. Autoimu
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis
f. Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah
merah dan menghancurkannya sebelum sempat bersirkulasi.
3. Anemia Akibat Kehilangan Darah
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan 5 gastrointestinal (misal ulkus,
hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat
obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS),
menstruasi, dan proses kelahiran.
Pathway
1.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering terjadi.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga
cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan
ini disebut iron depleted state. Jika kekurangan besi berlanjut terus maka
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga dapat
menimbulkan anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini
disebut koilorika. Selain itu, anemia jenis ini 8 juga mengakibatkan
permukaan lidah menjadi licin, adanya peradangan pada sudut mulut dan
nyeri pada saat menelan.Selain gejala khas tersebut pada anemia
defisiensi besi juga terjadi gejala umum anemia seperti lesu, cepat lelah
serta mata berkunang-kunang.
2. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang
disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau
radiasi. Mekanisme terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan
sel induk dan kerusakan mekanisme imunologis. Anemia jenis ini
biasanya ditandai dengan gejala perdarahan seperti petikie dan ekimosis
(perdarahan kulit), perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena dan
pada wanita dapat berupa menorhagia.
Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai , tetapi jika terjadi
perdarahan pada otak sering bersifat fatal. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah gagal jantung akibat anemia berat dan kematian akibat infeksi
yang disertai perdarahan.
3. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi
vitamin B12 dan asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel
megaloblast dalam sumsum tulang belakang. Sel megaloblast adalah sel
prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar.
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel
karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi
asam folat dan vitamin B12 dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi
dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12
penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada
inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih
longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang
lambat.Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan
kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast.Sel
megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam
sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup
eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio
plasenta dan Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa
anensefali, spina bifida (kelainan tulang belakang yang tidak menutup),
meningo-ensefalokel (tidak menutupnya tulang kepala). Kelainan-
kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya tabung saraf tulang
belakang untuk tertutup.
Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala
yang sama seperti terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah.
Tetapi pada defisiensi vitamin B12 disertai dengan gejala neurologik
seperti mati rasa.
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah
penghancuran atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya.
Hemolisis berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit
karena memang sudah golongan besar yaitu anemia hemolitik karena
faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular) yang sebagian besar
bersifat herediter dan anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit
(ekstrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat didapatkan seperti
malaria dan transfusi darah. Proses hemolisis akan mengakibatkan
penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia.
Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh
mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga
segera menurunkan kadar hemoglobin. Seperti pada anemia lainnya pada
penderita anemia hemolitik juga mengalami lesu, cepat lelah serta mata
berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor
genetik gejala klinik yang timbul berupa ikterus, splenomegali, kelainan
tulang dan ulkus pada kaki.
1.5 Tanda dan Gejala Klinis Anemia
1. Gejala Umum Anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah
menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena
anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan 6 hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan
menurut organ yang terkena adalah:
a. Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
c. Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut.
2. Gejala khusus anemia Gejala khusus yang menjadi ciri dari masing-
masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini
timbul karena penyakitpenyakit yang mendasari anemia tersebut.
Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan
telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Menurut Yayan Akhyar
Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas,
kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada
defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang
b. Glositis : iritasi lidah
c. Keilosis : bibir pecah-pecah
d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.
4. Gejala lainnya
a. Seseorang yang memiliki anemia, cenderung lebih sering mengalami
rasa lelah dan memiliki perasaan yang sensitif (mudah tersinggung).
b. Terkadang beberapa diantaranya ada yang mengalami sakit kepala
hingga kehilangan nafsu makan.
c. Terkadang suka sembelit yang terjadi dalam waktu yang cukup lama
atau terus-menerus hingga kehilangan banyak cairan tubuh, hal ini
juga yang menjadi gejala dari sembelit.
d. Sulit berkonsentrasi merupakan salah satu gejala anemia yang cukup
menganggu. Kesulitan dalam berkonsentrasi dapat memengaruhi
kinerja dan pekerjaan.
e. Penurunan nafsu makan, namun terkadang tiba-tiba memiliki nafsu
makan yang berlebih hingga menimbulkan suatu gangguan dalam
sistem metabolisme tubuh.
f. Anemia juga dapat mempengaruhi psikologis seperti susana hati dan
emosi yang mudah mengalami stress atau depresi. Karena anemia
dapat memberi pengaruh yang cukup kuat terhadap emosi dan mood.
g. Mengalami sesak nafas. Hal in disebabkan oleh jumlah sel darah
merah yang berkurang. Sel darah merah merupakan bagian yang
sangat penting bagi sistem pernafasan. Sesak nafas umumnya dialami
pada mereka yang menderia anemia sedang hingga berat.

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (2000) pemeriksaan diagnostik untuk diagnosa anemia


antara lain :

1. Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemoglobin dan Hematokrit menurun


2. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (apiastik) :
MCV (Volume Korpuskular Renatal) dan (MCH) Hemaglobin
korpuskuler rerata) menurun dan mikrositik dengan erit rosit hiopoktomik
(DB), peningkatan (AP) ponsi to pleura (aplastik).

3. Jumlah retikulosit : bervariasi misal menurun (AP) meningkat (respon


sum-sum tulang terkadang kehilangan darah (hemolisis).
4. Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasi tipe khusus anemia).
5. LD : Peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignasi
6. Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal :
pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup lebih pendek,
7. Tes perapuhan eritrosit : menurun (DB)
8. SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM (deferensial) mungkin
meningkat (hemolitik/atau menurun (aplastik)
9. Jumlah trombosit : menurun (aprastik), meningkat (DB) normal atau tinggi
(hemolitik)
10. Hemoglobin elektro foresis : mengidertifikasi tipe struktur HB.
11. Bilirubin serum (tidak terkonjungasi) : meningkat (AP Hemolitik)
12. Folat serum dan vitamin B12 : membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan diferensi masukan/absorbsi.
13. Besi serum : tak ada (DB), tinggi (hemalitik)
14. TIBC serum : meningkat (DB)
15. Feritin serum : menurun (DB)
16. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
17. LDH serum : mungkin meningkat (AP)
18. Tes schilling : penurunan ekstresi vitamin B12 urine (AP)
19. Gualak : mungkin positif untuk darah pada urine, feces, dan isi gaster,
menunjukan perdarahan akut (menit (DB).
20. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan PH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP)
21. Aspirasi sum sum tulang / pemeriksaan biopsi : Sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe
anemia, misal : peningkatan megaloblas (AP) lemak sum-sum dengan
penurunan sel darah (Aplastik).

22. Pemeriksaan endoskopik dan radio grafik : memeriksa sisi perdarahan ;


perdarahan GI.

Pemeriksaan penunjang menurut Soeparman (1999) adalah :

1. Anemia aplastik

Pemeriksaan laboratorium :

a. Sel darah merah


b. Laju endapan darah
c. Faat hemostatik
d. Sum sum tulang
2. Anemia hemolitik

Pemeriksaan laboratorium

a. Peningkatan jumlah retikulasi


b. Peningkatan kerapuhan sel darah merah
c. Pemendekan masa hidup eritrosit
d. Peningkatan belirubin
1. Anemia megaloblastik
a. Anemia absorbsi vitamin B12
b. Endoscopi
2. Anemia defisiensi zat besi
a. Morfologi sel darah merah

b. Jumlah besi dalam serum dan foritin dalam serum berkurang

c. Hemosiderin sum sum tulang belakang

1.7 Penatalaksanaan
b. Penatalaksanaan medis

1. Anemia Mikrositik Hipokrom


a. Anemia Defisiensi Besi
- Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada
ankilostomicis diberikan artelmintik yang sesuai.
- Pemberian preparat Fe :
a) Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara oral dalam keadaan perut kosong
dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap
pada pasien yang tidak kuat dapat diberikan bersama makanan.

b) Fero Glukonah 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila


terdapat intogransi terhadap pemberian praparat Fe oral atau
gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat
diberikan secara parental dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kg BB).
Untuk tiap gram % penurun kadar Hb di bawah normal.

c) Iron Dextran mengandung Fe 50 mg/l, diberikan secara infra


muskular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari
sampai dosis total sesuai perhitungan dapat pula diberikan
intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila dalam
3-5 menit menimbukan reaksi boleh diberikan 250-500 mg.

i. Anemia Penyakit Kronik


Terapi terutama ditunjukkan pada penyakit dasarnya. Pada
anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah
merah seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak
diindikasikan kecuali untuk mengatasi anemia pada artrifis
rheomatoid. Pemberian Kobalt dan eritprotein dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit kronik.

2. Anemia Makrositik
a. Defisiensi Vitamin B12 / Pernisiosa

Pemberian Vitamin B12 1000 mg/hari IM selama 5-7 hari 1 x / buan.


b. Defisiensi asam folat

Meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula


dengan pemberian/suplementasi asam folat oral 1 mg / hari.

3. Anemia karena Perdarahan


a. Perdarahan Akut
- Mengatasi perdarahan
- Mengatasi renjatan dengan transfusi darah atau pemberian cairan
perinfus
b. Perdarahan Kronik
- Mengoati sebab perdarahan
- Pemberian preparat Fe
4. Anemia Hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya.
Bila karena reaksi toksik imunologik yang dapat doberikan adalah :
Kortika steroid (predmison, predmisolon), kalau perlu dilakukan
splenektomi apabila keduanya tidak berhasil dapat diberikan obat-obat
glostatik, seperti klorobusil dan siklophosfamit.

5. Anemia Aplastik
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan
etiologi dari anemianya.

Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukanm seperti :

 Transfusi darah, sebaiknya diberikan Packed red cell. Bila diperlukan


trombosit, berikan darah segar / platet concencrate.
 Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik higiene yang baik perlu
untuk mencegah timbulnya infeksi.
 Kortikostreoid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan
akibat trombositopenia berat.
 Androgen, seperti pluokrimesteron, testoteron, metandrostenolon dan
non drolon. Efek samping yang mungkin terjadi virilisasi, retensi air
dan garam, perubahan hati dan amenore.
 Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin dkk
menyarankan penggunaannya pada pasien lebih dari 40 tahun yang
tidak dapat menjalani transplantasi sumsum tulang dan pada pasien
yang telah mendapat transfusi berulang.
 Transplantasi sumsum tulang.

Anda mungkin juga menyukai