Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN MENOMETRORAGIA

A. Konsep Dasar Menometroragia


1. Pengertian
a. Menomethoraghia merupakan suatu kondisi dimana terjadi perdarahan
uterus abnormal yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid yang
disebabkan oleh gangguan fungsional mekanisme kerja hormon-hormon
tanpa adanya kelainan organik alat reproduksi. perdarahan yang terjadi
Menometroragia merupakan perdarahan yang tidak teratur, interval non-
siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi
yang panjang ( > 7 hari).
b. Menometroragia adalah perdarahan saat menstruasi yang berlangsung
terus / panjang dan dengan jumlah darah yang lebih banyak (Manuaba,
2010).
c. Menometrorhagia adalah perdarahan uterus abnormal (jumlah, frekuensi,
atau lamanya), yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid yang
disebabkan oleh gangguan mekanisme fungsional kerja hipotalamus,
hipofisis, ovarium dan endometrium, tanpa adanya kelainan organik alat
reproduksi.
d. Menomethoraghia disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon estrogen
dan progesteron akibat endokrin, misalnya gangguan pada sistem
hipotalamus, hipofisis ovarium dan endometrium, selain itu juga akibat
gangguan non endokrin misalnya gangguan psikogenik, nutrisi yang
kurang dan penyakit sistemik.

2. Etiologi
Menurut prawirohardjo (2007), menometroragia dapat disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya adalah faktor Organik dan faktor disfungsional:
a) faktor Organik dapat disebabkan oleh adanya perdarahan dari
uterus,tuba dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada Servik uteri
diantaranya adalah karsinoma partiom, perlukaan serviks, polip servik,
erosi pada portio, ulkus portio uteri.
1) Vagina : Varices pecah, metostase kario, karsinoma keganasan
vagina, karsinoma vagina.
2) Rahim : polip endometrium, karsinoma korpus uteri, submukosa
mioma uteri.
3) Ovarium : radang ovarium, tumor ovarium, kista ovarium
4) Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,
tumor tuba.
b) Sebab – sebab disfungsional, merupakan perdarahan uterus yang tidak
ada hubungannya dengan sebab organik. Perdarahan disfungsional
terbagi menjadi 3 bentuk :
1) Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction
bleeding).
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium
tanpa ada sebab - sebab organik, maka harus diperhatikan sebagai
etiologi.
Korpus lutheum persistens dalam hal ini dijumpai perdarahan
kadang-kadang bersamaan dengan ovarium yang membesar korpus
lutheum ini menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur
(irreguler shedding) sehingga menimbulkan perdarahan.
Insufisiensi korpus lutheum menyebabkan premenstrual spotting,
menorhagia dan polimenorrea, dasarnya adalah kurangnya
produksi progesterone disebabkan oleh gangguan LH releasing
factor. Apapleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi
pecahnya pembuluh darah dalam uterus. Kelainan darah seperti
anemia, gangguan pembekuan darah purpura trombosit openik.
b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir disfunctiond
bleeding).
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium
dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu.
Timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-
kadang tidak teratur sama sekali.
c. Stres psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi

3. Manifestasi klinis

Langkah Tanda Dan Gejala Kelainan


Diagnostic
Anamnesa Nyeri panggul Abortus, kehamilan
ektopik, penyakit
radang panggul (PID) ,
Mual, berat badan penyimpangan atau
bertambah, sering kekerasan seksual.
buang air kecil, lesu Kehamilan
Berat badan bertambah, Hipotiroidisme
rasa dingin berlebihan, Hipertiroidisme
sembelit, lesu. Koagulopatia
Berat badan menurun, Penyakit hepar
berkeringat banyak, PCOS
palpitasi Displasia servik, polip
Gusi mudah berdarah endoservik
Ikterus, riwayat Adenoma hipofise
hepatitis
Hirsuitisme, jerawat, Supresi hipotalamus
acathoisis nigricans,
obesitas
Perdarahan pasca
sanggama
Galaktorea, nyeri
kepala, gangguan visual
Berat badan turun,
stress, olah raga
berlebihan
Pemeriksaan Fisik Tiromegali, berat badan Hipotiroidisme
naik,edema Hipertiroid
Tiroid mengeras,
takikardia, berat badan Penyakit hepar
turun, kelainan kulit Kehamilan, mioma
Ikterus, hepatomegali uteri, karsinoma uterus
Uterus membesar Karsinoma uterus
Uterus kaku dan Tumor ovarium,
melekat pada jaringan kehamilan ektopik,
dasarnya. kista ovarium
Masa adneksa Radang panggul,
endometritis
Uterus tegang, gerakan
servik terbatas

. Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea). Untuk mendiagnosis perdarahan ovulatoar perlu dilakukan
kerokan pada masa mendekati haid jika sudah di pastikan bahwa perdarahan
berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka
harus dipikirkan sebagai etiologinya:
a. Korpus luteum persistens ; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang –
kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus
dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular
shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni
menurut Prawirohardjo (2007) pada hari ke-4 mulainya perdarahan.
Pada waktu ini dijumpai adanya endometrium dalam tipe sekresi
disamping tipe non sekresi.
b. Insufusiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya adalah kurang produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH (Luteiniozing hormon)
releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsi endometrial
dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang
seharusnya didapat dari hari siklus yang bersangkutan.
c. Appoleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus
d. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.

2. Perdarahan anavulator
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya
endometrium. Dengan kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul
perdarahan yang kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar
estrogen pada sangkut pautnya dengan jumlah yang pada suatu waktu
fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum
mengalami atresia, dan kemudian diganti dengan folikel-folikel baru.
Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari
endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium
bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sedian yang
diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan
bersifat anavulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap
waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling
sering terdapat pada masa pubertas dan masa pramenopause. Pada masa
pubertas sesudah menarche , perdarahan tidak normal disebabkan oleh
gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan
akibat bahwa pembuatan realising factor dan hormon gonadotropin tidak
sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya
fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid
menjadi avulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa
pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan
untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.perdarahan disfungsioanl
dapat dijumpai pada penderit-penderita dengan penyakit metabolik,
penyakit endokrin, penyakit darah penyakit umum yang menahun, tumor
– tumor ovarium, dan sebagainya.
Akan tetapi disamping itu, terdapat banyak wanita dengan
perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas.
Dalam hal ini sters yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik
didalam maupun diluar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu
keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga,
pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain dapat menyebabkan
perdrahan anavulatoar (Prawirohardjo, 2007).

4. Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional yang anovulatoir adalah gangguan pada
poros hipotalamus-hipofise-ovarium yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan uterus yang tidak teratur, ber kepanjangan dan dengan jumlah
darah haid yang banyak. Dapat terjadi segera setelah menarche bila poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium belum matang atau dapat terjadi pada masa
perimenopause dimana menurunnya kadar estrogen menyebabkan tidak
adanya rangsangan terjadinya “LH surge― agar dapat terjadi ovulasi.
Stimulasi estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron dapat
menyebabkan terjadinya proliferasi endometrium dan hiperplasia. Dengan
tidak adanya progesteron yang diperlukan untuk stabilisasi dan diferensiasi
endometrium maka selaput mukosa akan rapuh dan luruh secara tidak
teratur. Perdarahan uterus disfungsional yang ovulatoir dapat berupa
polimenorea, oligomenorea, bercak perdarahan pada pertengahan siklus dan
menoragia.
Polimenorea diperkirakan terjadi akibat disfungsi fase luteal sehingga siklus
berlangsung lebih pendek (kurang dari 21 hari) , sementara itu oligomenroea
adalah disfungsi fase folikuler yang memanjang sehingga siklus
berlangsung lebih panjang (lebih dari 35 hari). Bercak perdarahan pada
pertengahan siklus haid terjadi sebelum ovulasi disebabkan oleh kadar
estrogen yang menurun.6 Menoragia adalah perdarahan haid yang
berlebihan (lebih dari 80 ml per siklus) dan hal ini dapat disebabkan oleh
gangguan hemostasis endometrium.
5. Pathway
6. Pemeriksaan penunjang

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hormonal
Perdarahan berat pada masa menarche dan perimenopause seringkali
memerlukan estrogen dosis tinggi ( kadang-kadang diberikan intravena)
Perdarahan yang ringan : estrogen dosis rendah per oral yang diikuti atau
disertai dengan progestin, bila perdarahan masih belum berhenti perlu
dilakukan D & C
PUD seringkali memerlukan terapi dengan estrogen siklis 25 hari dan pada
hari ke 10 – 15 dilanjutkan dengan pemberian progestin
Pemberian progestin secara siklis digunakan pada pasien usia muda yang
diperkirakan sudah memiliki kadar estroen endogen cukup untuk melakukan
sensitisasi reseptor progesterone
Pada pasien yang lebih ‘tua’ yang tidak memberikan respon terhadap obat
secara memadai dan tidak menghendaki kehamilan lagi dapat dilakukan
tindakan radikal yang permanen:
Ablasi endometrium
Histerektomi

Widjanarko (2009), penanganan pada kasus menometroragia ini

antara lain:

1. Bila perdarahan disfungsional sangat banyak, penderita harus istirahat

baring dan dilakukan pemeriksaan darah.

2. Setelah pemeriksaan ginekologis menunjukkan bahwa perdarahan berasal

dari uterus dan tidak ada abortus incompletus, maka dapat diberikan :
a. Estrogen dosis tinggi supaya kadarnya darah meningkat dan

perdarahan berhenti, diberikan secara intra muscular (propionasi

estrodiol 25 mg), kerugian therapy ini adalah bahwa setelah suntikan

dihentikan maka perdarahan akan timbul lagi atau benzoas

ekstradiol/valeras ekstradiol 20 mg.

b. Progesterone : pemberian progesterone mengimbangi pengaruh

estrogen terhadap endometrium diberikan secara intra muscular

hidroksi progesterone 125 mg atau provera 10 mg oral.

c. Jika pemberian estrogen saja atau progesterone saja kurang bermanfaat,

maka diberikan kombinasi estrogen dan progesterone yaitu pil

kontrasepsi, pada therapi ini dapat diberikan progesterone untuk 7 hari

mulai hari ke 21 siklus haid.

3. Dilakukan kuretase endometrium terhadap produk-produk konsepsi yang

tertahan.

4 . Antibiotika untuk infeksi pelvis.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

data yang perlu dikajji pada pasien dengan kelainan system reproduksi,
menometroragia antara lain meliputi:
1. Data demografi diantaranya: identitas, dan riwayat lingkungan dan
keluarga
2. Data psikososial meliputi: persepsi ibu terhadap penyakitnya, dan
persepsi keluarga terhadap penyakit anggota keluarganya
3. Riwayat obstetric dan ginekologi, meliputi: menarche, kelaianan selama
haid, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya.
4. Pemeriksaan :  Tiromegali, berat badan naik,edema
Fisik  Tiroid mengeras, takikardia, berat badan
turun, kelainan kulit
 Ikterus, hepatomegali
 Uterus membesar
 Uterus kaku dan melekat pada jaringan
dasarnya.
 Masa adneksa
 Uterus tegang, gerakan servik terbatas

2. Diagnosa

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan berlebih


2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan perdarahan inta
uteri
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan berlebih
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya

5. Perancanaan

1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai


tumor/ infeksi pada tumor
(Tujuan: Setelah diberi tindakan kepw,nyeri berkurang sampai hilang
sama sekali)

a. Kaji tingkat dan intensitas nyeri.


(R/ mengidentifikasi lingkup masalah)

b. Atur posisi senyaman mungkin.


(R/ Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri)

c. Kolabarasi untuk pemberian terapi analgesik.


(R/menghilangkan rasa nyeri)

d. Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi.


(Merelaksasi otot – otot tubuh).

2. Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
(Tujuan : Setelah 1 X 24 Jam diberi tindakan, gangguan rasa nyaman
(cemas) berkurang.

a. Kaji dan pantau terus tingkat kecemasan klien.


(R/ mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman
tindakan selanjutnya )

b. Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan


dengan penyakitnya.
(R/ Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien
tahu tentang keadaan dirinya )

c. Bina hubungan yang terapeutik dengan klien.


(R/ Hubungan yang terapeutuk dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien.

Anda mungkin juga menyukai