Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESAREA DENGAN RIWAYAT


PREVIOUS SECTIO CAESAREA
STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
RSUD ABDUL AZIZ SINGKAWANG

DISUSUN OLEH:

RIZKI NURFITRI
NIM. I4051191043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea


1. Pengertian

Sectio caesaria dapat diartikan sebagai suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Andarmoyo, 2012).
Selain itu, Sectio Caesarea juga dapat diartikan adalah proses
persalinan yang dilakukan dengan cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. Bayi
kemudian dilahirkan lewat insisi tersebut lalu distabilkan (Gurusinga,
2015).
Operasi caesar adalah prosedur medis yang bertujuan untuk
mengeluarkan bayi melalui celah sayatan pada perut serta rahim ibu,
biasanya dibuat melintang persis di bawah garis pinggang. Pada banyak
kasus, operasi caesar dilakukan dengan jenis anestesi spinal dimana ibu
dapat tetap sadar selama menjalani proses operasi. Mayoritas ibu yang
menjalani proses persalinan dengan operasi caesar dapat pulang dari rumah
sakit 3 sampai 5 hari setelah prosedur operasi. Namun untuk benar-benar
pulih total, diperlukan perawatan rutin di rumah serta kontrol berkala ke
dokter spesialis kandungan selama kurun waktu kurang lebih satu bulan
(Kasdu, 2013).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa operasi
Sectio Caesarea merupakan proses persalinan melalui operasi pada dinding
Rahim yang masih utuh, lebih tepatnya di area bawah garis pinggang
dengan syarat berat bayi di atas 500 gram.

2. Etiologi

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah


ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion).
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan
atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat).
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar.
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir.
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin.
a. Kelainan pada letak kepala.
1) Letak kepala tengadah.
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka.
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi.
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).

3. Klasifikasi

Klasifikasi Sectio Caesarea menurut Yuli (2017) adalah :


a. Sectio caesarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik
melintang atau memanjang.
b. Sectio Caesarea Klasik, teknik ini dengan menginsisi uterus dibuat
menurut panjangnya pada korpus. Karena meningkatnya risiko
ruptura dalam kehamilan berikutnya maka operasi ini jarang
digunakan. Kerugian lainnya berupa adanya kesukaran dalam
peritonealisasi.
c. Sectio Caesarea Peritoneum Dilakukan tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. Dulu
dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi, akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan infeksi pembedahan ini jarang dilakukan
d. Tindakan sectio caesarea-histerektomi total memerlukan perluasan
operasi untuk mengangkat tunggul serviks. Pengupasan lapisan
jaringan dipermudah oleh keadaan kehamilan. Umumnya dilakukan
pada indikasi rupture uterus atau indikasi adanya perdarahan.

4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis post sectio caesarea menurut Rasjidi


(2012) antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-
800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang
paham prosedur

5. Patofisiologi
Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi
uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak
yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
6. Pathway
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan hemoglobin pada ibu hamil trimester 1 dan 2 adalah
11Mg/dL dan pada ibu hamil trimester 3 adalah 10Mg/dL, jika lebih
kecil dari itu maka si ibu beresiko anemia. Hemoglobin atau
hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi pada luka operasi
yang kerap ditandai dengan jumlah leukosit di atas 10000
sel/mm.jumlah leukosit normal adalah 4500-10000 sel/mm.
3) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.
Dilakukan untu menentukan transfusi apa yang dibutuhkan klien saat
terjadi perdarahan. Jumlah rujukan normal waktu pembekuan darah
adalah 5-15 menit.

8. Penatalaksanaan
a) Bedah Caesar Klasik/Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis
tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi
dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan
dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
(a) Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2.
(b) Lapisan II.
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
(c) Lapisan III.
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.
6) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban.
7) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b) Bedah Caesar Transperitoneal Profunda.
1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara
melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan
samping.
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim
kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan
kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang
12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin
dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan
tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat)
dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
(a) Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2.
(b) Lapisan II.
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
(c) Lapisan III.
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.
8) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban.
9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c) Bedah Caesar Ekstraperitoneal.
1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum
kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika
urinaria.
2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
d) Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy).
1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal
demikian juga cara melahirkan janinnya.
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem
(2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan
diatas kedua klem tersebut.
5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.
Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan
benang sutera no. 2.
7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan menggunakan chromic
catgut (no.1 atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul
serviks uteri.
9) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan
visera abdominis.
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan.
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
5) Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran.
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress.
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
10) Pola reproduksi dan sosial.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala.
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher.
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah.
3) Mata.
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
4) Telinga.
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
6) Dada.
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia.
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas.
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital.
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator


nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea).
2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan
sirkulasi.
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering
bekas operasi.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
6. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.
7. Risiko kontipasi berhubungan dengan penyakit yang diderita
8. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
9. Resiko infeksi berhubungan dengan profil darah yang abnormal.
10. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi.
11. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan suplai ASI yang
tidak adekuat

3. Perencanaan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Gangguan Rasa nyaman nyeri Tujuan: Setelah diberikan asuhan NIC:
berhubungan dengan pelepasan keperawatan selama 3 x 24 jam
mediator nyeri diharapkan nyeri klien 1) Lakukan pengkajian secara
(histamin, prostaglandin) berkurang/terkontrol komprehensif tentang nyeri
akibat trauma jaringan dalam Kriteria hasil : meliputi lokasi, karakteristik,
pembedahan (section 1) Mengungkapkan nyeri dan durasi, frekuensi, kualitas,
caesarea). tegang di perutnya intensitas nyeri dan faktor
berkurang. presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal
2) Skala nyeri 0-1 (dari 0 – 10).
dari ketidaknyamanan
3) TTV dalam batas normal (misalnya wajah meringis)
; Suhu : 36-37 0 C, TD : terutama ketidakmampuan
120/80 mmHg, RR :18- untuk berkomunikasi secara
20x/menit, Nadi : 80-100 efektif.
x/menit. 3) Kaji efek pengalaman nyeri
4) Wajah tidak tampak terhadap kualitas hidup (ex:
meringis. beraktivitas, tidur, istirahat,
5) Klien tampak rileks, dapat rileks, kognisi, perasaan, dan
berisitirahat, dan beraktivitas hubungan sosial).
sesuai kemampuan. 4) Ajarkan menggunakan teknik
nonanalgetik (relaksasi,
latihan napas dalam,, sentuhan
terapeutik, distraksi).
5) Kontrol faktor-faktor
lingkungan yang yang dapat
mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya, dan
suara).
6) Kolaborasi untuk penggunaan
kontrol analgetik, jika perlu.
2. Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan asuhan NIC:
kelemahan, penurunan keperawatan selama 3x24 jam 1) Kaji tingkat kemampuan klien
sirkulasi. harapkan kllien dapat melakukan untuk beraktivitas
aktivitas mandiri tanpa adanya 2) Kaji pengaruh aktivitas
komplikasi terhadap kondisi luka dan
kondisi tubuh umum
Kriteria Hasil :
3) Bantu klien untuk memenuhi
1) klien mampu melakukan kebutuhan aktivitas sehari-
aktivitasnya secara mandiri hari.
4) Bantu klien untuk melakukan
tindakan sesuai dengan
kemampuan /kondisi klien
5) Evaluasi perkembangan
kemampuan klien melakukan
aktivitas
3. Gangguan Integritas Kulit b.d Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 NIC:
tindakan pembedahan jam diharapkan integritas kulit 1) Berikan perhatian dan
dan proteksi jaringan membaik perawatan pada kulit.
Kriteria Hasil : 2) Lakukan latihan gerak secara
1) Tidak terjadi kerusakan pasif.
integritas kulit. 3) Lindungi kulit yang sehat dari
kemungkinan maserasi.
4) Jaga kelembaban kulit.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi Setelah diberikan asuhan NIC:
berhubungan dengan trauma keperawatan selama 3 x 24 jam 1) Tinjau ulang kondisi
jaringan/luka bekas operasi diharapkan klien tidak mengalami dasar/faktor risiko yang ada
(SC). infeksi sebelumnya. Catat waktu
Kriteria hasil : pecah ketuban.
1) Tidak terjadi tanda-tanda 2) Kaji adanya tanda infeksi
infeksi (kalor, rubor, dolor, (kalor, rubor, dolor, tumor,
tumor, fungsio laesea). fungsio laesa).
2) Suhu dan nadi dalam batas 3) Lakukan perawatan luka
normal (suhu = 36,5 -37,50 dengan teknik aseptic.
C, frekuensi nadi = 60 - 4) Inspeksi balutan abdominal
100x/menit). terhadap eksudat/rembesan.
3) WBC dalam batas normal Lepaskan balutan sesuai
(4,10-10,9 10^3/uL). indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga
untuk mencuci tangan
sebelum/sesudah menyentuh
luka.
6) Pantau peningkatan suhu,
nadi, dan pemeriksaan
laboratorium jumlah
WBC/sel darah putih.
7) Kolaborasi untuk
pemeriksaan Hb dan Ht. Catat
perkiraan kehilangan darah
selama prosedur
pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang
cukup.
9) Kolaborasi penggunaan
antibiotik sesuai indikasi.
5. Ansietas berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan NIC:
kurangnya informasi tentang keperawatan selama 3 x 6 jam 1) Kaji respon psikologis
prosedur pembedahan, diharapkan ansietas klien terhadap kejadian dan
penyembuhan, dan perawatan berkurang ketersediaan sistem
post operasi. kriteria hasil : pendukung.
1) Klien terlihat lebih tenang 2) Tetap bersama klien, bersikap
dan tidak gelisah. tenang dan menunjukkan rasa
2) Klien mengungkapkan empati.
bahwa ansietasnya 3) Observasi respon nonverbal
berkurang. klien (misalnya: gelisah)
berkaitan dengan ansietas
yang dirasakan.
4) Dukung dan arahkan kembali
mekanisme koping.
5) Berikan informasi yang benar
mengenai prosedur
pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi.
6) Diskusikan
pengalaman/harapan
kelahiran anak pada masa lalu.
7) Evaluasi perubahan ansietas
yang dialami klien secara
verbal
6. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan NIC:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Personal hyegene management
kelemahan fisik akibat diharapakan klien menunjukkan 1) Kaji keterbatasan pasien dalam
tindakan anestesi dan kebersihan diri perawatan diri
pembedahan. NOC: 2) Berikan kenyamanan pada
1) Kowlwdge: disease process pasien dengan membersihkan
2) Kowledge: health behavior tubuh pasien
Kriteria Hasil: (oral,tubuh,genital)
a) Pasien bebas dari bau 3) Ajarkan kepada pasien
b) Pasien tampak menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan
kebersihan diri
c) Pasien nyaman 4) Ajarkan kepada keluarga
pasien dalam menjaga
kebersihan pasien
7. Konstipasi berhubungan NOC: NIC:
dengan penyakit yang diderita 1) Bowel elimination hydration Constipation/impaction
Kriteria Hasil: management
a) Mempertahankan bentuk 1) Monitor tanda dan gejala
feses. konstipasi
b) Lunak setiap 1-3 hari 2) Monitor bising usus
c) Bebas dari ketidak 3) Monitor feses; frekuensi,
nyamanan dan konstipasi konsistensi dan volume
d) Mengidentifikasi incatotor 4) Konsultasi dengan dokter
untuk mencegah konstipasi tentang penurunan dan
peningkatan bising usus
5) Monoitor tanda dan gejala
rupture usus atau peritonitis
6) Jelaskan etiologi dan
rasionalisasi tindakan terhadap
pasien
7) Identifikasi factor penyebab dan
konstribusi konstipasi
8) Dukung intake cairan
9) Memantau bising usus
10) Ajarkan pasien atau keluarga
tentang kerangka waktu untuk
resulusi sembelit
8 Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC
berhubungan dengan 1) Respiratoty status : Airway Management :
hiperventilasi. Ventilation 1) Posisikan pasien untuk
2) Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi.
Patency 2) Berikan bronkodilator bila
3) Vital Sign Status perlu.
Kriteria Hasil : 3) Monitor respirasi dan status O2.
a) Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak Oxygen Therapy :
merasa tercekik, irama 1) Pertahankan jalan nafas yang
nafas, frekuensi pernafasan paten.
dalam rentang normal, tidak 2) Monitor aliran oksigen.
ada suara nafas abnormal. 3) Pertahankan posisi pasien.
b) Tanda-tanda vital dalam 4) Observasi adanya tanda-tanda
rentang normal (tekanan hipoventilasi.
darah, nadi, pernafasan). Vital Sign Monitoring :
1) Monitor TD, Nadi, suhu, dan RR
sebelum, selama dan setelah
aktivitas.
2) Monitor frekuensi dan irama
pernapasan.
3) Monitor pola pernapasan
abnormal.
4) Monitor sianosis perifer.
5) Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
9 Resiko infeksi berhubungan NOC NIC :
dengan profil darah yang 1) Immune status Infection Control
abnormal. 2) Knowledge : Infection control 1) Bersihkan lingkungan setelah
3) Risk control dipakai pasien lain.
Kriteria Hasil : 2) Pertahankan lingkungan aseptic
selama pemasangan alat.
a) Klien bebas dari tanda dan 3) Tingkatkan intake nutrisi.
gejala infeksi. 4) Monitor tanda dan gejala infeksi
b) Menunjukkan kemampuan sistemik dan local.
untuk mencegah timbulnya 5) Monitor hitung granulosit,
infeksi. WBC.
c) Jumlah leukosit dalam batas 6) Monitor kerentanan terhadap
normal. infeksi.
d) Menujukkan perilaku hidup 7) Dorong istirahat.
sehat. 8) Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi.
9) Laporkan jika ada kecurigaan
infeksi.
10 Defisiensi pengetahuan NOC NIC
berhubungan dengan 1) Knowledge : disease process Teaching : Disease Process
kurangnya pajanan informasi. 2) Knowledge : health behavior 1) Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien
Kriteria Hasil : tentang proses penyakit
a) Pasien dan keluarga spesifik.
menyatakan pemahaman 2) Gambarkan tanda dan gejala
tentang penyakit, kondisi, yang biasa muncul pada
prognosis dan program penyakit, dengan carayang
pengobatan. tepat.
b) Pasien dan keluarga mampu 3) Gambarkan proses penyakit,
melaksanakan prosedur yang dengan cara yang cepat.
di jelaskan secara benar. 4) Sediakan informasi pada pasien
c) Pasien dan keluarga mampu tentang kondisi, dengan cara
menjelaskan kembali apa yang tepat.
yang dijelaskan perawat/tim 5) Diskusikan perubahan daya
kesehatan lainnya. hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi
dimasa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan
penyakit.
6) Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan.
7) Intruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawat kesehatan, dengan cara
yang tepat.

11 Ketidakefektifan pemberian Setelah dilakukan tindakan NIC :


ASI berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam, 1) Mengkaji keadaan payudara
suplai ASI yang tidak adekuat ketidakefektifan pemberian ASI klien
dapat teratasi
Kriteria hasil : 2) Memberikan informasi tentang
1) Ibu dan bayi akan mengalami pentingnya gizi untuk klien
keefektifan pemberian ASI menyusui
yang ditunjukkan 3) Memberikan informasi tentang
2) Kemantapan pemberian ASI; perawatan payudara
bayi/ibu,
3) Pemeliharaan pemberian ASI, 4) Memberikan terapi pijat
4) Penyapihan pemberian ASI, oksitosin pada klien
5) Pengetahuan pemberian ASI
5) Memberikan dorongan pada
klien untuk lebih sering
menyusui bayinya.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2012). Pengaruh Terapi Non-Farmakologi (Imaginasi


Terbimbing) Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Sectio Caesaria
Pada Ibu Primipara Hari 1-2 Di Ruang Melati RSUD Prof DR. Hardjono
Ponorogo.Jurnal Kesehatan Vol.2,No.1.
Gurusinga, R. (2015). Perbedaan Intesitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Teknik Distraksi dan Teknik Relaksasi pada Pasien Pasca Operasi Sectio
Caesarea di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Jurnal Kesehatan
ISSN 2252-4487 Vol.4,No.3.
Kasdu. (2013). Operasi Caesar Masalah Dan Solusinya. Jakarta: Puspa Swara.
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana,Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Rasjidi, I. (2012). Seksio Sesarea dan Laparatomi Kelainan Adneksa. Jakarta: CV
Sagung Setyo.
Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi NANDA, NIC
dan NOC. Jakarta:Trans Info Media.

Singkawang, 15 Oktober 2019


Mahasiswa Pembimbing klinik

Rizki Nurfitri (Aprisipa, S.ST)


NIM. I4051191043 NIP. 19880508 201101 2 010

Anda mungkin juga menyukai