Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ATONIA UTERI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas


Dosen Pembimbing : Kartini, S.Kep, M.Kep, Ns. Sp. Kep. Mat

DISUSUN OLEH :
Nama : Dina Aryani
NIM : 2014901017
Program Studi : NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2021
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah salah satu indikator yang penting
dalam menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Kematian
ibu menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah kematian
selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,
akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera.
AKI termasuk di dalam target pencapaian Millenium Development
Goals(MDGs) nomor lima. MDGsmenargetkan bahwa setiap Negara yang
telah MDGs harus berhasil mengurangi ¾ resiko jumlah kematian ibu. Oleh
karena itu, Indonesia harus berhasil menurunkan angka kematian ibu menjadi
102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Menurut WHO komplikasi utama yang menyebabkan hampir 75% dari
semua kematian ibu adalah perdarahan hebat (kebanyakan perdarahan setelah
melahirkan), infeksi (biasanya setelah melahirkan), tekanan darah tinggi
selama kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia), komplikasi dari nsafe
abortion.1WHO melaporkan 25% kematian maternal diakibatkan oleh
perdarahan postpartum dan diperhitungkan ada 100.000 kematian maternal
setiap tahunnya. Perdarahan postpartum terjadi pada 30% dari seluruh
kematian maternal di Asia dan Afrika.
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca
persalinan. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam
waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak
mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup
setelah mengalami perdarahan setelah persalinan, namun ia akan menderita
anemia berat (Faisal, 2008).Menurut data World Health Organisation (WHO),
sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi
di negara–negara berkembang. Angka kematian ibu di negara berkembang
merupakan yang tertinggi, dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. Jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di sembilan negara maju
dan 51 negara berkembang (Saptandari P, 2009).Di Indonesia diperkirakan
ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit
128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan
pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan
perdarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan
postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran (Faisal, 2008).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak
lebih dari 500 cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau
sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan
postpartum sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang
terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder
yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setalah kelahiran bayi
(Yulianingsih, 2009)
Menurut Prawirahardjo (2010) faktor-faktor penyebab atonia uteri adalah
regangan rahim yang berlebihan, persalinan lama, persalinan yang terlalu
cepat, persalinan yang diinduksi,multiparitas yang tinggi, ibu dengan usia
yang terlalu muda dan terlalu tua, jarak kehamilan yang dekat, riwayat section
caecarea, pernah abortus

B. Definisi
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah perdarahan pasca persalinan
dimana akibat dari kegagalan serabut – serabut otot uterus terjadi perdarahan
post partum dimana terjadi setelah plasenta lahir atau 4 jam setelah plasenta
lahir.
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
(JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. ( Sylvi Wafda, 2019).
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Manuaba, 2012).
C. Klasifikasi
D. Etiologi
Faktor – faktor predisposisi Atonia uteri meliputi :
1. Regangan rahim yang berlebihan dikarenakan Polihidramnion, kehamilan
kembar, makrosemia atau janin besar
2. Persalinan yang lama Persalinan yang lama dimaksud merupakan
persalinan yang memanjang pada kala satu dan kala dua yang terlalu lama
3. Persalinan yang terlalu cepat atau persalinan spontan
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Multiparitas yang sangat tinggi
6. Ibu dengan usia yang terlalu muda dan terlalu tua serta keadaan umum
ibu yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Terjadinya
peningkatan kejadian atonia uteri sejalan dengan meningkatnya umur ibu
yang diatas 35 tahun dan usia yang seharusnya belum siap untuk dibuahi.
Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi perdarahan yang terjadi (Prawirihardjo, 2006).
7. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
8. Bekas operasi Caesar.
9. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya. Bila terjadi riwayat persalinan
kurang baik, ibu sebaiknya melahirkan dirumah sakit, dan jangan di
rumah sendiri.
10. Dapat terjadi akibat melahirkan plasenta dengan memijat dan mendorong
uterus kebawah sementara uterus belum terlepas dari tempat implannya
atau uterus. Perdarahan yang banyak dalam waktu singkat dapat diketahui.
Tetapi, bila perdarahan sedikit dalam waktu banyak tanpa disadari, pasien
(ibu) telah kehilangan banyak darah sebelum ibu tanpak pucat dan gejala
lainnya. Perdarahan karena atonia uteri, uterus tanpak lembek membesar
(Anik-Yulianingsih 2009).
E. Patofisiologi
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi
seratserat myometrium. kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya
pembuluh pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi
terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium
dinamakan atonia uteri dan keadaan inimenjadi penyebab utama perdarahan
postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang
sama sekalitidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya
faktor predisposisi dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan
perawat terhadap gangguan tersebut.
Pathway Atonia Uteri
1. Umur
2. Multipara dan grade multipara
3. Obstetri operatif dan narkose
4. Uterus terlalu diregang dan besar pada gemeli,
hidramnion dan janin besar
5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri

Overdistensi Uterus
Cedera
Resiko Syok
Biologi
Uterus tidak
berkontraksi dalam 15
detik Kehilangan
Kompresi
Bilingual Volume
Atonia Uteri Cairan Aktif

Penatalaksanaan Perdarahan

Hipovolemia
Robekan Jalan Kehilangan Vascular
Lahir/Episiotomi Yang Berlebihan

Cedera Fisik Intake O2 dalam


paru menurun
Nyeri Akut
Kompensasi
Hipoksia Jantung
Sirkulasi Perifer

Sianosis Respiratotik Takikardi


Hipovolemia Hipertrofi

Takipnea
Keterlambatan Tidak
Pengisaian Terkompensasi
Dalam Kapiler Hipoventilasi
Hematoma
Porsi Pucat Kulit Perubahan Sekuncup
Pola Napas Jantung
Tidak Efektif
Kemerahan, Perfusi Perifer Tidak
Edema Efektif Resiko
Penurunan
Curah Jantung
Resiko Infeksi
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang selalu ada pada perdarahan postpartum akibat Atonia
Uteri adalah :
1. Perdarahan segera setelah anak lahir
2. Pada palpasi, meraba Fundus Uteri disertai perdarahan yang memancur
dari jalan lahir.
3. Perut terasa lembek atau tidak adanya kontraksi
4. Perut terlihat membesar

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada atonia uteri penting untuk memantau
keadaan umum dan mewaspadai terjadinya syok dan komplikasi lainnya,
pemeriksaannya diantaranya :
1. Pemeriksaan golongan darah dapat dilakukan untuk pencocokan silang
bila sewaktu waktu pasien memerlukan transfusi darah. Pemeriksaan
darah lengkap dilakukan untuk mengetahui bila ada penurunan
hemoglobin ataupun hematokrit, juga bila terjadi peningkatan jumlah sel
darah putih.
2. Waktu pembekuan darah dan waktu perdarahan penting untuk
menyingkirkan diagnosis faktor trombin sebagai penyebab timbulnya
perdarahan pascasalin. Pemeriksaan ini dapat juga digunakan untuk
melihat adanya komplikasi koagulopati intravaskular diseminata.
3. Melakukan pengecekan terhadap faktor koagulasi seperti trombosit dan
fibrinogen. Klinisi perlu berhati-hati bila ditemukan peningkatan
degradasi produk fibrin (dDimer). Penurunan kadar fibrinogen dapat
menunjukkan masa tromboplastin parsial diaktivasi.

H. Penatalaksanaan Medis
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.
Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis atau bahkan sampai
syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung
pada keadaan klinisnya. Pada umumnya dilakukan simultan bila pasien syok,
dapat dilakukan :
1. Sikap trendelenburg, memasang venous line dan memasang oksigen
2. Merangsang uterus dengan cara :
a. Merangsang fundus uteri dengan merangsang puting susu
b. Pemberian misoprosol 800 – 1000 µg per – rectal
c. Kompresi bimanual interna minimal selama 7 menit. Apabila tidak
berhasil lakukan tindakan selanjutnya yaitu kompresi bimanual
eksternal selama 7 menit.lakukan kompresi aorta abdominalis
d. Bila semua tindakan gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan
tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau malakukan histerekomi. Alternatifnya
berupa : · Ligasi arteria uterine atau arteria ovarika · Histerektommi
total abdominal.
Langkah-langkah rinci penatalaksanaan Atonia uteri pasca persalinan :
1. Lakukan massage pundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan :
massage merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan massage
sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.
2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah : selaput
ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi
kontraksi uterus secara baik.
3. Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi
keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi
teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit : sebagian besar
atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimannual
tidak berhasil setelah 5 menit, dilakukan tindakan lain
4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna : Bila
penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi
bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah
selanjutnya.
5. Berikan metal ergometrin 0,2 mg intra muskuler / intravena :
metilergometrin yang diberikan secara intramuskuler akan mulai bekerja
dalam 5-7 menit dan akan menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian
intravena bila sudah terpasang infuse sebelumnya.
6. Berikan infuse cairan larutan ringer laktat dan oksitoksin 20 IU/500 ml :
anda telah memberikan oksitoksin pada waktu penatalaksanaan aktif kala
tiga dan metil ergometrin intramuskuler. Oksitoksin intravena akan
bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer laktat
akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni.
7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina.
8. Teruskan cairan intravena hingga ruang operasi siap.
9. Lakukan laparotomi : pertimbangkan antara tindakan mempertahankan
uterus dengan ligasi arteri uterine/hipogastrika atau histerektomi. :
pertimbangan antaralain paritas, kondisi ibu, jumlah perdarahan.

I. Pengkajian dan Data Fokus


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, usia, pekerjaan, agama, alamat
b. Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keringat dingin, perubahan
kesadaran
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Yang perlu dikaji pada klien, apakah klien pernah mengalami
obstetric operatif sebelumnya, atau ada penyulit persalinan
sebelumnya seperti hipertensi, kelainan uterus spt mioma
uteri ,dll.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Atonia uteri sering di jumpai pada multi para dan grademulti para
kala 1 atau kala 2 yang memenjang persalinan cepat dll.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan
darah, eklamsi dan pre eklamsi.
d. Pemeriksaan Fisik Tanda vital, fundus uteri, kulit, pervaginam,
kandung kemih
1) Kepala
Rambut tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe
2) Mata
Biasanya konjungtiva anemis
3) Thorak
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan Denyut
jantung : frekuensi, karakteristik, ( nadi biasanya cepat, TD
cenderung menurun)
4) Abdomen
Kaji kontraksi uterus (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his
kurang semenjak awal persalinan atau menurun saat persalinan,
lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk
mengetahui adanya distensi kandung kemih.
5) Vulva dan Vagina
Biasanya terdapat perdarahan pervagina dan biasanya darah
berwarna merah tua
6) Integument / kulit
Kemungkinan akral teraba dingin, turgor kulit > 1 detik, CRT > 2
detik

J. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume
cairan ( D. 0009 )
2. Pola Nafas Tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi ( D.
0005 )
3. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ( D. 0023 )
4. Resiko Syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan ( D. 0039 )
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( D. 0077 )
6. Resiko penurunan curah jantung berhungna dengan perubahan frekuensi
jantung ( D. 0011 )
7. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer ( kerusakan integritas kulit )( D. 0142 )
K. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Perfusi Perifer tidak Setelah dilakukan tindakan dalam Perawatan Sirkulasi ( I.02079 )
efektif berhubungan waktu 3x24 jam diharapkan perfusi Observasi
dengan kekurangan perifer meningkat ( L. 02011 ) dengan  Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer,
volume cairan ( D. 0009 ) kriteria hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
1. Kekuatan nadi perifer meningkat brachial index)
2. Penyembuhan luka meningkat  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3. Sensasi meningkat (mis. Diabetes, perokok, orangtua, hipertensi
4. Warna kulit pucat menurun dan kadar kolesterol tinggi )
5. Edema perifer menurun  Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
6. Nyeri ekstremitas menurun bengkak pada ekstremitas
7. Paratesia menurun Terapeutik
8. Kelemahan otot menurun  Hindari pemasangan infus atau pengambilan
9. Kram otot menurun darah diarea keterbatasan perfusi
10. Bruit Femoralis menurun  Hindari pengukuran tekanan darah pada
11. Nekrosis menurun ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
12. Pengisian kapiler membaik  Hindari penekanan dan pemasangan
13. Akral membaik torniquet pada area yang cedera
14. Turgor kulit membaik  Lakukan pencegahan infeksi
15. Tekanan darah sistolik meningkat  Lakukan perawatan kaki dan kuku
16. Tekanan darah diastolik meningkat  Lakukan Hidrasi
17. Tekanan arteri rata-rata membaik Edukasi
18. Indeks ankle brachial membaik  Anjurkan berhenti merokok
 Ajurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyeka beta
 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat (mis. Melembapkan kulit kering pada
kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa )

2 Pola Nafas Tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi ( I.01014 )
berhubungan dengan keperawatan dalam waktu 3x24 jam Observasi :
sindrom hipoventilasi diharapkan pola napas membaik 1. Monitor frekuensi , irama, kedalaman dan
( D. 0005 ) ( L.01004 ) dengan kriteria hasil : upaya napas
1. Dispnea menurun 2. Monitor pola napas
2. Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor kemampuan batuk efektif
menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
3. Pemanjangan fase ekspirasi 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
4. Frekuensi napas membaik 7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil X-Ray Thoraks

Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan Tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan

3 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia ( I. 03116 )


berhubungan keperawatan dalam waktu 3x24 jam Observasi :
dengan kehilangan cairan diharapkan status cairan membaik ( L.  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
aktif ( D.0023 ) 03028 ) dengan kriteria hasil : ( misal : frekuensi nadi meningkat, nadi
1. Kekuatan nadi meningkat teraba lemah, tekanan darah menurub,
2. Urine output meningkat tekanan nadi menyempit, turgor kulit
3. Membran mukosa lembap menurun, membran mukosa kering, volume
meningkat urine menurun, Hematokrit meningkat, haus,
4. Dyspnoe menurun lemah )
5. Oedem anasarka menurun  Monitor intake dan Output cairan
6. Oedem Perifer menurun Terapeutik :
7. Frekuensi nadi membaik  Hitung kebutuhan cairan
8. Tekanan darah membaik  Berikan posisi Trendenlenburg
9. Turgor kulit membaik  Berikan asupan cairan oral
10. Hemoglobin membaik Edukasi :
11. Hematokrit membaik  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
12. Intake cairan membaik  Anjurkan menghindari perubahan posisi
13. Suhu tubuh membaik mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV Isotonik
 Kolaborasi pemberian cairan IV Hipotonis
 Kolaborasi pemberian cairan koloid
 Kolaborasi pemberian produk darah

4 Resiko Syok berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok ( I. 02068 )


dengan kekurangan keperawatan dalam waktu 3x24 jam Observasi
volume cairan ( D. 0039 ) diharapkan tingkat syok menurun  Monitor status kardiopulmonal
dengan kriteria hasil :  Monitor status oksigenasi
1. Kekuatan naran meningkat  Monitor status cairan
2. Aturasi oksigen meningkat  Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
3. Akral dingin menurun  Periksa riwayat alergi
4. Pucat menurunadi meningkat
5. Output urine meningkat Terapeutik
6. Tingkat kesad  Berikan oksigen untuk mempertahankan
7. Rasa haus menurun saturasi oksigen >94%
8. Konfusi menurun  Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,
9. Letargi menurun jika perlu
10. Asidosis metabolik menurun  Pasang jalur IV, jika perlu
11. Tekanan arteri rata-rata membaik  Pasang kateter urine untuk menilai produksi
12. Tekanan darah sistolik membaik urine, jika perlu
13. Tekanan darah diastolik membaik  Lakukan skin test untuk mencegah alergi
14. Tekanan nadi membaik
15. Pengisian kapiler membaik Edukasi
16. Frekuensi nadi membaik  Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
17. Frekuensi napas membaik  Jelaskan tanda dan gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala
awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika
perlu

5 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri ( I. 08238 )


dengan agen pencedera keperawatan dalam waktu 3x24 jam Observasi
fisiologis ( D. 0077 ) diharapkan tingkat nyeri menurun ( L.  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
08066 ) dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
6. Anoreksia menurun tentang nyeri
7. Mual menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
8. Muntah menurun
9. Frekuensi nadi membaik Terapeutik
10. Pola napas membaik  Berikan teknik non farmakologis untuk
11. Tekanan darah membaik mengurangi rasa nyeri
12. Proses berpikir membaik  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
13. Nafsu makan membaik nyeri
14. Pola tidur membaik  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitoring nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

6 Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung ( I. 02075 )


jantung berhungna keperawatan dalam waktu 3x24 jam Observasi :
dengan perubahan diharapkan curah jantung meningkat  Monitor tekanan darah
frekuensi jantung ( D. ( L.02008 ) dengan kriteria hasil :  Monitor intake dan output cairan
0011 ) 1. Kekuatan nadi perifer meningkat  Monitor saturasi oksigen
2. Palpitasi menurun  Monitor EKG 12 sadapan
3. Takikardia menurun  Monitor keluhan nyeri dada
4. Lelah menurun  Monitor nilai laboratorium jantung
5. Edema menurun
6. Pucat/sianosis menurun Terapeutik :
7. Tekanan darah membaik  Posisikan pasien semi fowler atau fowler
8. Pengisian kapiler membaik  Berikan diet jantung yang sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress
 Beriak oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%

Edukasi :
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai bertahap
 Anjurkan berhenti merokok

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu

7 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatn Pencegahan infeksi ( I.14539 )


berhubungan dengan dalam waktu 3x24 jam diharapkan Observasi
ketidakadekuatan tingkat infeksi menurun ( L. 14137 )  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
pertahanan tubuh primer dengan kriteria hasil : sistemik
( kerusakan integritas 1. Kebersihan tangan meningkat
kulit )( D. 0142 ) 2. Kebersihan badan meningkat Terapeutik
3. Demam menurun  Batasi jumlah pengunjung
4. Kemerahan menurun  Berikan perawatan kulit pada area edema
5. Nyeri menurun  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
6. Vesikel menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
7. Cairan berbau busuk menurun  Pertahankan teknik aseptik pada pasien
8. Sputum berwarna hijau menurun beresiko tinggi
9. Drainase purulen menurun
10. Piuria menurun Edukasi
11. Periode malaise menurun  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
12. Periode menggigil menurun  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
13. Letargi menurun  Ajarkan etika batuk
14. Gangguan kogniotif menurun  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
15. Bengkak menurun  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
16. Kadar Sel darah putih membaik  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
17. Kultur darah membaik
18. Kultur urine membaik Kolaborasi
19. Kultur sputum membaik  Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
20. Kultur area luka membaik
21. Kultur feses membaik
22. Nafsu makan membaik
DAFTAR PUSTAKA

Anik, Yulianingsih. 2019. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta :


CV. Trans Info Media Cunningham, F. G. 2016. Wiliam Obstetrics 21th
edition. Jakarta : EGC. Depkes, RI. 2012.

Atonia Uteri. http://www.litbang.depkes.go.id/lanjut/ibu/atonia.htm. Diakses oleh


Dina Aryani tanggal 21 April 2021 Pukul 15.00 wib

Diro, As. 2019. Pengelolaan Khusus Atonia Uteri.


http//ww.uteri.go//sax.10Prh//al. Diakses oleh Dina Aryani tanggal 21 April
2021 Pukul 16.00 wib

Notoadmodjo, Soekidjo. 2015. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV.


Sagung Seto.

Pengaruh Atonia Uteri Pada Ibu Perdarahan Postpartum. http://depkominfo.go.id.


Diakses oleh Dina Aryani tanggal 21 April 2021 Pukul 16.30 wib

Prahardina, dr. 2019. Buku Pintar Kehamilan & Persalinan. Jakarta : GM.

Prawirohardjo, S. 2018. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Saptandari, P. 2017. Tindakan Yang Diberikan Pada Ibu Atonia Uteri.


http://dady.blogspirit.com/archive/2006/04/11/perdarahan-pasca-persalinan-1.
htm. Diakses oleh Dina Aryani tanggal 21 April 2021 Pukul 19.30 wib

Tim Pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, edisi I
cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus PusatPersatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, edisi I
cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus PusatPersatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, edisi I
cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus PusatPersatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai