Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Pokok Bahasan :Hemorrhagic post partum (HPP)


B. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Hemorrhagic post partum (HPP)
2. Klasifikasi (pengelompokan) Hemorrhagic post partum (HPP)
3. Penyebab Hemorrhagic post partum (HPP)
4. Faktor resiko Hemorrhagic post partum (HPP)
5. Pencegahan Hemorrhagic post partum (HPP)
6. Penanganan Hemorrhagic post partum (HPP)
C. Hari/ Tanggal :
D. Waktu :30 menit
E. Tempat :
F. Sasaran :
G. Tujuan :Mneingkatkan pengetahuan pasien mengenai Hemorrhagic post
partum (HPP)
H. Materi :Terlampir
I. Metode :Ceramah tanya jawab
J. Media :Laptop, power point, leaflet, LCD dan Proyektor
K. Susunan Acara :

No Kegiatan Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Sasaran Media


.
1. Pembukaan 5 menit a. Memberikan salam a. Menjawab salam
b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan
c. Menjelaskan tujuan dan
memperhatikan
2. Penyajian 15 a. Menjelaskan pengertian a. Menjawab Power
materi menit Hemorrhagic post partum pertanyan point,
(HPP) leaflet
b. Klasifikasi b. Mendengarkan
(pengelompokan) dan
Hemorrhagic post partum memperhatikan
(HPP) penjelasan yang
c. Penyebab Hemorrhagic diberikan
post partum (HPP)
d. Faktor resiko Hemorrhagic
post partum (HPP)
e. Pencegahan Hemorrhagic
post partum (HPP)
f. Penanganan Hemorrhagic
post partum (HPP)
3. Tanya 10 a. Menjawab pertanyaan a. Memberikan
Jawab menit b. Memberikan pertanyaan pertanyaan
b. Menjawab
pertanyaan
5. Penutup 5 menit a. Mengucapkan terimakasih a. Menjawab salam
b. Memberikan salam
penutup

L. Evaluasi :
1. Evaluasi Struktur
a. 90% peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyuluhan telah dilaksanaan di ruang Al-Aqsho 4 RSU Haji surabaya
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan telah dilakukan menjelang
penyuluhan dilakukan
2. Evaluasi Proses
a. Acara dilaksanakan tepat waktu
b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan sebelum acara selesai
c. Peserta penyuluhan mengajukan pertanyaan dan fasilitator menjawab pertanyaan
dengan tepat
3. Evaluasi Hasil
a. 80% pertanyaan yang diberikan penyaji mampu dijawab oleh peserta
b. 80% peserta mampu menjelaskan kembali dengan singkatmengenai Hemorrhagic post
partum (HPP)
M. Pengorganisasian
1. Moderator :
2. Penyaji :a.
B
Fasilitator :a.
b.
MATERI
HEMORRHAGIC POST PARTUM (HPP)

A. Pengertian perdarahan postpartum


Perdarahan adalah kondisi kehilangan darah secara abnormal. Perdarahan
postpartum didefinisikan sebagai perdarahan ≥500 ml setelah bayi lahir atau yang
berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu (Kemenkes RI, 2013). Rata-rata kehilangan
darah selama proses persalinan pervaginam adalah 500 ml dan sekitar 1000 ml setelah
persalinan sesar (Norwitz dan John, 2008). Perdarahan postpartum mengancam jiwa
ketika darah yang keluar melebihi 1000 ml setelah persalinan pervaginam atau
munculnya tanda gejala ketidakstabilan hemodinamik (Evensen, et al., 2017).
Marx (2014) menyatakan bahwa pasien tidak akan menunjukkan tanda gejala
syok sampai pasien kehilangan darah lebih dari 1500 ml. Meskipun demikian, petugas
kesehatan harus tetap waspada dan cermat dalam menghitung jumlah perdarahan ibu
bersalin, terlebih gejala dari perdarahan atau syok akibat kehilangan darah mungkin saja
tertutupi dengan kadar normal volume plasma yang meningkat selama kehamilan (WHO,
2012).

B. Klasifikasi perdarahan postpartum


Berdasarkan pembagian waktu terjadinya, perdarahan postpartum dibedakan
menjadi tiga, yakni : imediet yang terjadi setelah persalinan hingga 12 jam postpartum;
primer yang terjadi kurang dari 24 jam postpartum; dan sekunder yang terjadi lebih dari
sama dengan 24 jam postpartum (WHO, 2015). Menurut Kemenkes RI (2013),
perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, primer dan sekunder. Kategori primer adalah
yang termasuk kehilangan darah dalam waktu 24 jam pertama sedangkan kategori
sekunder adalah perdarahan postpartum yang terjadi pada 24 jam sampai 12 minggu
pertama setelah persalinan. Sementara itu berdasarkan jumlahnya, perdarahan postpartum
dibagi menjadi 2, yaitu perdarahan post partum minor dan mayor. Perdarahan postpartum
minor yaitu ketika jumlah perdarahan antara 500-1000 ml tanpa diikuti tanda-tanda syok
secara klinis. Sedangkan perdarahan pospartum mayor adalah jumlah perdarahan yang
mencapai >1000 ml (atau <1000 ml tetapi diikuti oleh tanda-tanda klinis syok) (Krisnadi,
et al., 2012).
Perdarahan postpartum primer lebih sering terjadi dibanding perdarahan
postpartum sekunder. Perdarahan postpartum terkadang diabaikan, namun perdarahan
postpartum primer dapat terdeteksi melalui hemodynamic compromise. Hal tersebut
nampak pada peningkatan denyut nadi (takikardi) dan hipotensi. Ibu hamil yang sehat
akan menunjukkan tanda-tanda syok ringan setelah kehilangan darah 1000 ml.
Sebaliknya hemodynamic compromise dapat terjadi lebih awal pada wanita dengan
hipertensi gestasional dan proteinuria, anemia, dehidrasi, dan tinggi badan rendah (kurang
dari 150 cm) (Queensland Clinical Guidelines, 2012). Perdarahan yang lebih dari normal
adalah keadaan yang menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100
x/menit, kadar HB < 8 gr%) (Prawirohardjo, 2010).

C. Faktor risiko
Faktor risiko perdarahan postpartum dapat ditemukan pada masa kehamilan atau
persalinan, bila didapati faktor resiko tersebut harus segera dilakukan perencanaan
dengan seksama. Bidan atau petugas kesehatan lainnya harus waspada dan tanggap
terhadap faktor risiko perdarahan postpartum dan sudah harus mempertimbangkan risiko
ini pada saat konseling penentuan tempat persalinan. Berikut ini faktor risiko perdarahan
postpartum (Queensland Clinical Guidelines, 2012), meliputi:
1) Masa kehamilan
a. Kehamilan wanita dengan usia >35 tahun
b. Wanita dengan etnis asia
c. Obesitas (IMT >30 kg/m2)
d. Grandemultiparitas
e. Memiliki penyakit kelainan darah, seperti von willebrand disease, idiopatik
trombositopenia purpura, trombositopenia akibat preeklampsi, disseminating
intravascular coagulation (DIC)
f. Memiliki riwayat perdarahan postpartum
g. Anemia (kadar Hb <9 g/dL di awal persalinan).
h. Perdarahan antepartum
i. Overdistensi uterus, yang disebabkan oleh: jumlah air ketuban yang berlebihan
(polihidramnion), kehamilan gemeli, janin besar (makrosomia) (APN, 2008).
j. IUFD (intrauterine fetal death)
2) Masa persalinan
a. Partus presitipitatus
b. Persalinan dengan kala I, II, dan III yang memanjang
c. Korioamnionitis
d. Induksi persalinan
e. Amniotic Fluid Emboli (AFE)
f. Inversio uteri
g. Trauma jalan lahir

3) Masa nifas
a. Obat-obatan yang menginduksi hipotonia (seperti anestesi, MgSO4).
b. DIC(disseminating intravascular coagulation)
c.
D. Pencegahan perdarahan postpartum
Pencegahan perdarahan postpartum dapat dilakukan sejak awal dengan mengenali
faktor risiko pada masa antenatal serta memberikan asuhan antenatal yang
tepat.Penelitian menunjukkan bahwa manajemen aktif kala III juga dapat menurunkan
insidendan tingkat keparahan perdarahan post partum (Nugroho, 2012). Manajemen aktif
kala III terdiri dari pemberian oksitosin 10 IU secara IM 1 menit setelah bayi lahir,
melakukan peregangan tali pusat terkendali dengan melakukan traksi berlawanan setinggi
os pubis, masase uterus, jika tidak terjadi tanda-tanda pelepasan traksi dihentikan dan
tunggu kontraksi selanjutnya, dan setelah plasenta lahir masase fundus uteri setiap 15
menit selama 1 jam untuk merangsang kontraksi. Pemberian oksitosin profilaksis yang
diberikan secara rutin pada manajemen aktif kala III terbukti menurunkan risiko
perdarahan postpartum hingga 60%Untuk ibu bersalin secara seksio sesarea, oksitosin (5
IU dengan cara intravena perlahan) harus diberikan untuk merangsang kontraksi uterus
dan mengurangi keluarnya darah (Krisnadi, et al., 2012).
E. Penatalaksanaan perdarahan postpartum
Segera setelah diagnosis perdarahan postpartum ditegakkan, penatalaksanaan
yang mencakup 4 komponen, yaitu: komunikasi, resusitasi, monitoring tanda-tanda vital
dan mencari sumber perdarahan, serta menghentikan sumber perdarahan harus dilakukan
secara simultan (Krisnadi, et al., 2012).
1) Komunikasi
Hal ini berkaitan dengan lingkup asuhan kebidanan yakni mandiri, kolaborasi dan
rujukan. Berdasarkan protap penanganan perdarahan postpartum primer dari WHO
(2012), ketika mendapati ibu bersalin dengan perdarahan lebih dari 500 ml maka
bidan harus menghubungi: bidan yang bertanggung jawab dan memberitahu dokter
obstetridan anestesi yang terlatih dalam penanganan kasus perdarahan postpartum.
Untuk ibu bersalin yang kehilangan darah lebih dari 1000 ml dan perdarahan terus
berlangsung atau hingga ibu syok, maka yang harus dihubungi adalah :
a. Bidan yang berkompeten lain (tambahan di luar bidan yang bertugas)
b. Dokter obstetri tingkat menengah dan memberitahu konsultan
c. Dokter anestesi tingkat menengah dan menghubungi konsultan
d. Konsultan hematologis klinis yang siap dipanggil (on call)
e. Bank darah
f. Petugas pengantar spesimen darah
g. Team yang bertugas mencatat kejadian, tanda-tanda vital pasien, masuk dan
keluarnya cairan serta obat.
Sementara itu, tidak kalah penting juga bidan atau petugas kesehatan yang
bertugas memberikan penjelasan kepada pasien dan suami/keluarga tentang
masalah yang sedang terjadi termasuk penanganan yang akan dilakukan hingga
kemungkinan yang terburuk, seperti perlunya tindakan operatif bila konservatif
dan medisinalis tidak membantu (Krisnadi, 2012).
2) Resusitasi
Berdasarkan rekomendasi guidline dari WHO (2012) terdapat dua tahap
dalam resusitasi pasien perdarahan postpartum primer, yakni :
a. Penatalaksanaan dasar untuk perdarahan postpartum minor (kehilangan darah
500-1000ml tanpa gejala syok) :
- Pasang akses intravena
- Awali infuse kristaloid
- Pasang kateter urin
b. Protokol lengkap untuk perdarahan postpartum mayor (kehilangan darah lebih
dari 1000 ml dengan perdarahan yang berlangsung dan gejala syok) :
- Bebaskan Airway, Breathing, dan Circulation
- Pemberian oksigen 10-15 lpm
- Pemasangan jalur IV dengan ukuran lebih besar dari sebelumnya sebanyak 2
- Pasien diposisikan datar
- Upayakan pasien tetap dalam kondisi hangat
- Berikan transfuse darah sesegera mungkin
- Sampai dengan transfuse darah tersedia/dapat diberikan, berikan infuse
hingga 3,5 liter warmer fluid solution, 2 liter crystalloid dan atau 1-2 liter
koloid, ulangi sesuai kebutuhan
- Pemberian terapi faktor VIIa harus sesuai dengan evaluasi klinis dan hasil test
koagulasi
Tujuan utama resusitasi pada kasus perdarahan postpartum adalah
mengembalikan volume darah dan oxygen-carrying capacity. Penggantian cairan
yang hilang harus dilakukan berdasarkan pertimbangan julah darah yang hilang dan
yang pada umumnya underestimated (di bawah jumlah yang sesungguhnya). Packed
Red Cell (PRC) adalah cairan terbaik untuk menggantikan darah yang hilang dan
harus ditransfusikan secepat mungkin. Transfusi darah diberikan bila kadar
hemoglobin <7 g/dL akan tetapi pada keadaan perdarahan masif pertimbangan harus
didasarkan pada keadaan klinis pasien dan tidak harus menunggu hasil laboratorium
(Krisnadi, et al. 2012).
Pada tahun 2006 The British Committee for Standart in Hematology membuat
standar pencapaian resusitasi cairan dan darah pada keadaan perdarahan postpartum
mayor, sebagai berikut:
- Hemoglobin > 8 g/dL
- Jumlah trombosit >75.000/L
- Protrombin >1,5 x nilai normal
- Fibrinogen >1,0 g/L
3) Pemberian medikamentosa
Berikut adalah dosis pemberian obat pada kasus perdarahan postpartum
menurut WHO (2000)

Oksitosin dapat diberikan 20 – 40 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%


/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Kemudian dilanjutkan
dengan infus oksitosin 20 unit dalam 100 ml larutan NaCl 0,9% /Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti (Kemenkes RI, 2013). Kelebihan
cairan sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema
otak yang pada akhirnya dapat menyebabkan kejang hiponatremia (Krisnadi, et al.,
2012).
Ergometrin dapat diberikan secara IM atau IV dengan dosis awal 0,2 mg
(secara perlahan). Dosis lanjutan 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg
IM atau IV (secara perlahan) setiap 4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal
adalah 1 mg atau 5 dosis per hari. Ergometrin tidak boleh diberikan pada ibu dengan
hipertensi berat/ tidak terkontrol, penderita sakit jantung, dan penyakit pembuluh
darah tepi (Kemenkes RI, 2013).
Berikut adalah algoritma penatalaksanaan perdarahan postpartum berdasarkan
penyebabnya menurut Tamizian (2002) dalam Krisnadi, et al. (2012).
1) Atonia uteri
Adalah suatu keadaan dimana tonus atau kontraksi rahim lemah sehingga menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi palsenta setelah
bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2010).
a. Penyebab:
- Segmen bawah rahim yang lembek (tidak berkontraksi)
- Serviks yang lembek (Krisnadi, et al. (2012).
b. Faktor predisposisi:
- Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau
bayi besar.
- Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
- Kehamilan grande multipara
- Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
- Mioma uteri yang memngganggu kontraksi rahim.
- Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
- Memiliki riwayat atonia uteri. (Prawirohardjo, 2010)
c. Tanda dan gejala
- Perdarahan segera setelah bayi lahir
- Uterus tidak berkontraksi atau lembek
- Fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
- Kadang terjadi syok
d. Tatalaksana
1. Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir selama 15 detik (pastikan
plasenta lahir lengkap).
2. Bila uterus berkontraksi, lakukan evaluasi. Jika uterus berkontraksi namun
perdarahan terus berlangsung, periksa apakah ada laserasi pada perineum,
vagina, dan serviks. Bila ada, lakukan penjahitan atau rujuk.
3. Bila uterus belum berkontraksi, bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina atau lubang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika
penuh atau dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi kandung kemih dengan
menggunakan teknik aseptik. Selanjutnya lakukan kompresi bimanual internal
(KBI) selama 5 menit.
4. Bila uterus berkontraksi, lanjutkan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan dan pantau kala IV.
Bila uterus belum berkontraksi anjurkan keluarga untuk membantu melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE). Berikan ergometrin 0,2 mg IM atau
misoprostrol 600-1000 mcg per rectal. Kemudian pasang infus menggunakan
jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc RL + 20 unit oksitosin. Habiskan
500 cc pertama secepat mungkin. Selanjutnya ulangi KBI.
5. Bila uterus berkontraksi, pantau kala IV dengan seksama.
Bila belum berkontraksi segera rujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan
dampingi ibu ke tempat rujukan. Lanjutkan infus RL + 20 unit oksitosin dalam
500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L
infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup
berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk
mencegah dehidrasi (APN, 2008).
2) Laserasi jalan lahir
Laserasi atau robekan jalan lahir biasanya terjadi pada persalinan dengan
trauma.pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada
saat pembukaan serviks belum lengkap (Prawirohardjo, 2010).
a. Penyebab
- Episiotomi
- Robekan spontan perineum
- Trauma forcep atau vakum ekstraksi
- Versi ekstraksi
b. Faktor risiko
- Induksi persalinan
- Plasenta akreta
- Distosia bahu
- Malpresentasi
- Partus presipitatus
c. Gejala dan tanda
- Perdarahan segera
- Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
d. Tatalaksana
o Robekan dinding vagina
- Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan
- Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik
- Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap.
- Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari
operator.
- Bila perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama
1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien (Kemenkes RI,
2013).
o Robekan serviks
- Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio.
- Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
- Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
kemudian ke arah luar sehingga robekan dapat dijahit.
- Bila perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama
1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien (Kemenkes RI,
2013).
3) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta dalam uterus setengah jam setelah bayi
lahir (Prawirohardjo, 2010).
a. Faktor predisposisi
- Plasenta previa
- Bekas seksio sesarea
- Pernah kuret berulang
- Multiparitas
b. Gejala dan tanda
- Plasenta belum lahir dalam 30 menit setelah kelahiran bayi (Kemenkes RI, 2013)
c. Tatalaksana
- Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
- Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
- Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara
hati-hati.
- Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan metronidazol
500 mg IV).
- Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi
perdarahan hebat atau infeksi (Kemenkes RI, 2013).
4) Sisa plasenta
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan
pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi
uterus.
a. Gejala dan tanda
- Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap.
- Perdarahan dapat muncul 6-10 hari postpartum disertai subinvolusi uterus.
b. Tatalaksana
- Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
- Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah
dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
- Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV dan metronidazol
500 mg).
- Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri (Kemenkes RI,
2013).
5) Inversio uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan
keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
a. Faktor predisposisi
- Atonia uteri
- Serviks yang masih terbuka lebar
- Adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta
akreta, inkreta atau perkreta, yang tali pusatnya ditarik dari bawah) atau ada
tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver Crede) atau tekanan intra
abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin)
(Prawirohardjo, 2010).
b. Gejala dan tanda
- Fundus uteri tidak teraba pada palpasi abdomen
- Lumen vagina terisi massa
- Nyeri ringan atau berat (Kemenkes RI, 2013)
c. Tatalaksana
- Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio
telah terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu.
- Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan melebihi 100 mg)
IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kgBB IM.
- Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi.
- Jika laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi.
6) Gangguan pembekuan darah
Kausal perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila
penyebab yang lainnya dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami
hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu
pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi fibrinogenemia, dan terdeteksi adanya
FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial
tromboplastin time) (Prawirohardjo, 2010).
a. Faktor predisposisi
- Solusio plasenta
- Kematian janin dalam uterus
- Eklampsi
- Emboli cairan ketuban
- Sepsis
b. Gejala dan tanda
- Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat gumpalan darah
- Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji pembekuan darah sederhana
c. Tatalaksana
- Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat dicegah jika
volume darah dipulihkan segera.
- Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsi)
- Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan faktor
pembekuan dan sel darah merah.
- Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih salah satu di bawah ini:
 Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan (15 ml/kgBB)
jika APTT dan PT melebihi 1,5 kali kontrol pada perdarahan lanjut atau
pada keadaan perdarahan berat walaupun hasil dari pmebekuan belum
ada.
 Sel darah merah (packed red cells) untuk penggantian sel darah merah.
 Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.
 Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit <20.000)
 Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan darah
golongan O untuk penyelamat jiwa (Kemenkes RI, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Coad, Jane, Dunstall dan Melvyn. 2007. Anatomi & Fisiologi Untuk Bidan. Jakarta: EGC

Cunningham FG, Leveno KJ, et all. 2005. Obstetri William edisi 21. Jakarta : EGC

Dewi, V.N.L. dan Tri S. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Dinkes, Jatim. 2013. Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun 2012. Surabaya : Dinkes Jatim

Fraser, M., Cooper, A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles edisi 14. Jakarta : EGC

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. 2007. Acuan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR/POGI
dan JHPIEGO Corporation

Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Memahami Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Arcan

Mauren Boyle, Micheal, J., Kreo. 2009. Kedaruratan dalam Persalinan. Jakarta : EGC

Rochjari, P. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya : SMF Obgyn RSU Dr. Soetomo

Saifuddin, A.B. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.Yogjakarta: CV.ANDI
OFFSET.

Uliyah, Musrifatul, Hidayat dan A. Azis Alimul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik
Untuk Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai