OLEH
DWI RAHMA ELSA NOVINDA
NIM 191077
NIM : 191077
………………………….. …………………………..
MAHASISWA
NIM 191077
LAPORAN PENDAHULUAN
1.2 Etiologi
a. Iatrogenik :
1. Estrogen eksogen ( kontraspsi oral )
2. Aspirin
3. Heparin
4. Tamoxifen
5. IUD
b. Diskrasia darah :
1. Tromobositopenia
2. Fibrinolisin meningkat
3. Penyakit autoimmune
4. Leukoemia
5. Penyakit Von Willebrand
c. Sistemik :
1. Penyakit hepar (metabolisme estrogen terganggu )
2. Penyakit ginjal (hiperprolaktinemia)
3. Penyakit tiroid
d. Trauma :
1. Laserasi
2. Abrasi
3. Benda asing
e. Penyakit organik :
1. Komplikasi kehamilan
2. Mioma uteri
3. Keganasan servik / corpus uteri
4. Polip endometrium
5. Adenomiosis
6. Endometritis
7. Hiperplasia endometrium
1.3 Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional yang anovulatoir adalah gangguan pada
poros hipotalamus-hipofise-ovarium yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan uterus yang tidak teratur, ber kepanjangan dan dengan jumlah
darah haid yang banyak. Dapat terjadi segera setelah menarche bila poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium belum matang atau dapat terjadi pada masa
perimenopause dimana menurunnya kadar estrogen menyebabkan tidak
adanya rangsangan terjadinya agar dapat terjadi ovulasi.
Stimulasi estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron dapat
menyebabkan terjadinya proliferasi endometrium dan hiperplasia. Dengan
tidak adanya progesteron yang diperlukan untuk stabilisasi dan diferensiasi
endometrium maka selaput mukosa akan rapuh dan luruh secara tidak teratur.
Perdarahan uterus disfungsional yang ovulatoir dapat berupa polimenorea,
oligomenorea, bercak perdarahan pada pertengahan siklus dan menoragia.
Polimenorea diperkirakan terjadi akibat disfungsi fase luteal sehingga siklus
berlangsung lebih pendek (kurang dari 21 hari) , sementara itu oligomenroea
adalah disfungsi fase folikuler yang memanjang sehingga siklus berlangsung
lebih panjang (lebih dari 35 hari). Bercak perdarahan pada pertengahan siklus
haid terjadi sebelum ovulasi disebabkan oleh kadar estrogen yang menurun.6
Menoragia adalah perdarahan haid yang berlebihan (lebih dari 80 ml per
siklus) dan hal ini dapat disebabkan oleh gangguan hemostasis endometrium.
1.6 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan hormonal
b. Perdarahan berat pada masa menarche dan perimenopause seringkali
memerlukan estrogen dosis tinggi ( kadang-kadang diberikan intravena)
c. Perdarahan yang ringan : estrogen dosis rendah per oral yang diikuti atau
disertai dengan progestin, bila perdarahan masih belum berhenti perlu
dilakukan D & C
d. PUD seringkali memerlukan terapi dengan estrogen siklis 25 hari dan pada
hari ke 10 – 15 dilanjutkan dengan pemberian progestin
e. Pemberian progestin secara siklis digunakan pada pasien usia muda yang
diperkirakan sudah memiliki kadar estroen endogen cukup untuk
melakukan sensitisasi reseptor progesterone
f. Pada pasien yang lebih ‘tua’ yang tidak memberikan respon terhadap obat
secara memadai dan tidak menghendaki kehamilan lagi dapat dilakukan
tindakan radikal yang permanen:
- Ablasi endometrium
- Histerektomi
1.7 Kjaskjhkj
1.8 Kjaskjkjsh
1.9 kclkz
LAPORAN PENDAHULUAN
1.2 Etiologi
Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah (eritrosit)
yang diproduksi dalam tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Penurunan
kadar hemoglobin selama kehamilan disebabkan oleh ekspansi yang lebih
besar dari volume plasma dibandingkan dengan peningkatan volume sel darah
merah (eritrosit). Disproporsi antara tingkat kenaikan untuk plasma dan
eritrosit memiliki perbedaan yang paling signifikan selama trimesrer kedua
(American Pregnancy Association, 2018).
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Anemia defisiensi
besi merupakan penyebab terbanyak, tetapi anemia dapat disebabkan oleh
beberapa hal lainnya, antara lain:
1. Hemolisis akibat malaria atau penyakit bawaan seperti talasemia
2. Defisiensi G6PD yaitu Kondisi yang menyebabkan sel darah merah pecah
karena obatobatan tertentu, infeksi, atau stresor lainnya
3. Defisiensi nutrient seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin C
4. Kehilangan darah kronis akibat cacing dan malabsorbsi besi
5. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
6. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
7. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
8. Kehamilan. Wanita hamil yang hamil rawan terkena anemia karena janin
menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
1.3 Patofisiolologi
1. Anemia Akibat Produksi Yang Berkurang Atau Gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan
mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari
eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini
antara lain Sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell,
anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan
kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan
untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan Penyebab anemia hemolitik yang
diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
d. Autoimu
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis
f. Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah
merah dan menghancurkannya sebelum sempat bersirkulasi.
3. Anemia Akibat Kehilangan Darah
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan 5 gastrointestinal (misal ulkus,
hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat
obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS),
menstruasi, dan proses kelahiran.
1.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering terjadi.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga
cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan
ini disebut iron depleted state. Jika kekurangan besi berlanjut terus maka
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga dapat
menimbulkan anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada
epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini
disebut koilorika. Selain itu, anemia jenis ini 8 juga mengakibatkan
permukaan lidah menjadi licin, adanya peradangan pada sudut mulut dan
nyeri pada saat menelan.Selain gejala khas tersebut pada anemia
defisiensi besi juga terjadi gejala umum anemia seperti lesu, cepat lelah
serta mata berkunang-kunang.
2. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang
disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau
radiasi. Mekanisme terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan
sel induk dan kerusakan mekanisme imunologis. Anemia jenis ini
biasanya ditandai dengan gejala perdarahan seperti petikie dan ekimosis
(perdarahan kulit), perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena dan
pada wanita dapat berupa menorhagia.
Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai , tetapi jika terjadi
perdarahan pada otak sering bersifat fatal. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah gagal jantung akibat anemia berat dan kematian akibat infeksi
yang disertai perdarahan.
3. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi
vitamin B12 dan asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel
megaloblast dalam sumsum tulang belakang. Sel megaloblast adalah sel
prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar.
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel
karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi
asam folat dan vitamin B12 dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi
dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12
penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada
inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih
longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang
lambat.Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan
kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast.Sel
megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam
sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup
eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio
plasenta dan Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa
anensefali, spina bifida (kelainan tulang belakang yang tidak menutup),
meningo-ensefalokel (tidak menutupnya tulang kepala). Kelainan-
kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya tabung saraf tulang
belakang untuk tertutup.
Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala
yang sama seperti terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah.
Tetapi pada defisiensi vitamin B12 disertai dengan gejala neurologik
seperti mati rasa.
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah
penghancuran atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya.
Hemolisis berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit
karena memang sudah golongan besar yaitu anemia hemolitik karena
faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular) yang sebagian besar
bersifat herediter dan anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit
(ekstrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat didapatkan seperti
malaria dan transfusi darah. Proses hemolisis akan mengakibatkan
penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia.
Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh
mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga
segera menurunkan kadar hemoglobin. Seperti pada anemia lainnya pada
penderita anemia hemolitik juga mengalami lesu, cepat lelah serta mata
berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor
genetik gejala klinik yang timbul berupa ikterus, splenomegali, kelainan
tulang dan ulkus pada kaki.