Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat
rahmat-NYA, kami dapat menyelesaikan laporan ini.

Kami menyadari bahwa tulisan dari laporan ini jauh dari kesan sempurna, karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan. Kami juga
tidak lupa mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, jika pada laporan ini ada
kesalahan cetak, susunan, dan sistematika yang lolos dari pengamatan kami. Kami berharap
laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, Oktober 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................3
2.1 Definisi...............................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi......................................................................................................................3
2.3 Etiologi...............................................................................................................................4
2.4 Faktor Predisposisi.............................................................................................................4
2.5 Patofisologi........................................................................................................................4
2.6 Klasifikasi..........................................................................................................................5
2.7 Gejala Klinis......................................................................................................................6
2.8 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................................9
2.9 Pemeriksaan penunjang.....................................................................................................9
2.10 Penatalaksanaan..................................................................................................................11
2.11 Program Diet......................................................................................................................12
2.12 Komplikasi.........................................................................................................................12
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................14
3.1 Pengkajian............................................................................................................................14
3.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................................14
3.3 Rencana Keperawatan..........................................................................................................15
3.4 Implementasi Keperawatan..................................................................................................19
3.5 Evaluasi Keperawatan..........................................................................................................19
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................20
4.1  Kesimpulan..........................................................................................................................20
4.2  Saran....................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


            Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang banyak
terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan. Sifilis atau yang disebut dengan
‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama Treponema pallidum. Bakteri yang
berasal dari famili spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang sangatkecil dan dapat hidup
hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang
ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital
(seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa
kehamilan namun tidak dapat ditularkan melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk
WC.
            Peningkatan insidens sifilis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan
demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan
pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol sifilis belum dapat berjalan baik serta adanya
perubahan sikap dan perilaku (Daili, 2003). Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa
tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus pada tahun 1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000
kasus. Namun, jumlah kasus sifilis primer dan sekunder meningkat pada tahun 2000-
2007.Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada US Centers for Disease Control and
Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada pria, terutama pada pria yang
berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang dilaporkan pada wanita menurun.
Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan Amerika Serikat. Kecenderungan untuk
kasus sifilis kongenital terjadi penurunan selama sepuluh tahun terakhir. Di Indonesia kasus
sifilis pada kelompok resiko tinggi cenderung mengalami peningkatan 10% sedangkan
kelompok resiko rendah meningkat 2% sifilis juga merupakan faktor terjadinya infeksi HIV,
sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus infeksi
HIV/AIDS (Farida, 2002).
            Sifilis dan HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi organisme.
Namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola perilaku. Jadi bisa
dikatakan bahwa sifilis dan HIV/AIDS juga merupakan penyakit perilaku (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2002). Menurut Soekidjo (2003) model Perilaku Kesehatan
berdasarkan Lawrence Green (1980), menyatakan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh 2

1
(dua) faktor yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku itu sendiri
dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: 1) faktor presdisposisi (predisposing factors), 2) faktor
pendukung (enabling factors), 3) faktor pendorong (reinforcing factors). Faktor resiko yang
dapat menyebabkan terjadinya sifilis cukup banyak.
Namun pada abad modern seperti sekarang ini sudah ditemukan obat dari sifilis sehingga
penderita sifilis dapat berkurang secara signifikan, namun tidak hilang. Selama penderita
melakukan kontak langsung (seks) dengan pasangan-pasangannya sifilis tidak dapat dikatakan
sudah tertangani sepenuhnya. Dari pembahasan diatas maka penulis mencoba memberikan
pemahaman lebih mengenai penyakit sifilis mulai dari definisi, tanda terkena penyakit sifilis
(gejala), diagnosis, dan khususnya cara penularannya yaitu dengan kontak langsung.
      
1.2 Tujuan Penulisan
1. Memahami Pengertian Sifilis?
2. Memahami Epidemologi Sifilis?
3. Memahami Etiologi Sifilis?
4. Memahami Patofisiologi Sifilis?
5. Memahami Faktor predisposisi Sifilis?
6. Memahami Klasifikasi Sifilis?
7. Memahami Gejala Klinis?
8. Memahami Pemeriksaan Penunjang?
9. Memahami Penatalaksanaan Sifilis?
10. Memahami Program diet pada Sifilis?
11. Memahami Komplikasi Sifilis?
12. Memahami Penatalaksanaan Sifilis?
13. Memahami Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sifilis.

1.3 Manfaat 
1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Sifilis.
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Sifilis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu
selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat
dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh
dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat
menginfeksi janin (Soedarto, 1998).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh
(Hidayat, 2009).
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan penyakit
yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh
terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital
(Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit
infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan oleh
Treponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja secara sistemik.

2.2 Epidemiologi
Asal penyakit sifilis ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada
tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis
melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa. Sesudah tahun 1860,
morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan
puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah tahun 1946.Kasus sifilis di Indonesia
adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang
jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

3
2.3 Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk ordo
Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5-
20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan
nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat
anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam
darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga
hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis
ini juga dapat menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kilit dengan
lesi yang mengandung T. pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis. .

2.4 Faktor Predisposisi


1. Hubungan seksual yang bebas (Genitogenital, Orogenital maupun Anogenital).
2. Sering berganti pasangan.
3. Melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi yang aman.
4. Melakukan hubungan seksual dengan orang yang mengidap sifilis.
5. Janin yang orang tuanya menderita sifilis.
6. Kurangnya kebersihan diri .
7. Virulensi kuman yang tinggi.
8. Kontak langsung dengan lesi yang mengandung Bakteri Treponema Pallidum.

2.5 Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme
dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa jam.
Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik.
Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan
bahwa lebih dari 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal
(CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit ini
akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan neurosifilis
meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang mengalami
kerusakan sehingga terjadi kondiri parenchymatousneurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit
dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda endotelialarteritis.

4
Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan sel endotel yang dapat
sembuh dengan jaringan parut.

2.6 Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:
1. Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3
minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat
kelamin, ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya
pada penularan ekstrakoital.
2. Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri
pada tulang, leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir,
dan limfadenitis yang generalisata.
3. Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3 – 7 tahun setelah infeksi.Guma dapat
timbul pada semua jaringan dan organ, membentuknekrosis sentral juga ditemukan di
organ dalam, yaitu lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma),
tidak nyeri.
4. Sifilis Kongenital :
1) Sifilis Kongenital Dini : Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi
dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul, skuma, secret
hidung yang sering bercampur darah, adanya osteokondritis pada foto roentgen.
2) Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 – 9 tahun
dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi
Hutchinson, paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan
frontalis.
3) Sifilis Stigmata : Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier, gigi
Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang frontal
kepala (frontal bossing).
5. Sifilis Kardiovaskular : Umumnya bermanifestasi selama 10 – 20 tahun setelah
infeksi. Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan
ditandai oleh insufisiensi aorta atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta
torakal.

5
6. Neurosifilis :
1) Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan
susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan
sel, protein total dan tes serologis reaktif.
2) Neurosifilis meningovaskuler : Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat yakni
kerusakan pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia. Pemeriksaan
sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis
reaktif.
3) Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala dan
tanda paresis sangatlah banyak dan menunjukan penyebaran kerusakan
parenkimatosa. Gejala tabes dorsalis, yaitu parestesia, ataksia, arefleksia,
gangguan kandungan kemih, impotensi dan perasaan nyeri.

2.7 Gejala Klinis


1. Sifilis primer:
Sifilis
primer umumnya
diperoleh dari
kontak seksual
secara langsung
dengan orang yang
terinfeksi ke orang
lain. Sekitar 3
sampai 90 hari
setelah awal
kedapatan (rata-rata 21 hari) luka di kulit dinamakan chancre, tampak pada saat
kontak. Lesi ini biasanya (40 % dari waktu) tunggal, kokoh, tanpa rasa sakit,
pemborokan kulit tanpa rasa gatal dengan dasar yang bersih serta berbatasan tajam
antara ukuran 0,3 dan 3,0 cm. Walau bagaimanapun luka bisa dikeluarkan hampir
dalam bentuk apapun.Pada bentuk yang umum, luka baerkembang dari macule ke
papule dan akhirnya ke erosion atau ulcer.Kadang-kadang, lesi ganda mungkin
muncul (~40%). Lesi ganda lebih umum ketika koinfeksi dengan HIV. Lesi mungkin
nyeri atau perih (30%), dan bisa terjadi di luar kelamin (2–7%). Letak paling umum

6
pada wanita adalah di cervix (44%), penis laki-laki heteroseksual (99%), dan anal
serta rektal umumnya secara relatif (laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-
laki) (34%). Pelebaran nodus limfa;(80%) sering kali terjadi di sekitar daerah infeksi,
terjadi selama 10 hari setelah pembentukan tukak. Lesi dapat bertahan selama tiga
hingga enam minggu tanpa pengobatan.
2. Sifilis Sekunder :
Sifilis sekunder seringnya terjadi empat sampai
sepuluh minggu setelah infeksi primer.
Sementara penyakit sekunder dapat dikenal
dalam berbagai cara secara nyata, gejala-gejala
paling umum berkaitan dengan kulit, selaput
lendir, dan nodus limfa. Di sana mungkin
Sifilis sekunder pada terdapat kesamaan,
umumnya ditandai dengan kemerah-merahan-pink, ruam yang
munculnya ruam pada telapak
tangan. tidak gatal pada batang dan ekstrim,
termasuk pada telapak tangan dan
soles. Ruam bisa menjadi makulopapular atau pustular. Itu bisa berbentuk datar,
lebar, keputih-putihan, lesi mirip kutil dikenal
sebagai kondiloma latum pada selaput lendir.
Semua dari endapan bakteri lesi terinfeksi.
Gejala lain termasuk demam, sakit
tenggorokan, malaise, berat badan turun,
rambut rontok, dan sakit kepala. Jenis
penyakit lainnya yang jarang terjadi termasuk Papules kemerah-merahan dan
hepatitis, ginjal penyakit, radang sendi, banyaknya nodul di badan
menandai terjadinya sifilis
periostitis , optik neuritis, uveitis, dan sekunder.
interstitial keratitis. Gejala akut biasanya
diatasi setelah tiga hingga enam minggu;
namun sekitar 25% orang bisa kambuh gejala sekunder. Banyak orang yang
mengalami sifilis sekunder (40-85% dari wanita, 20-65% dari laki-laki) tidak
melaporkan mengalami chancre dari sifilis primer sebelumnya.
3. Relapsing sifilis : Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak
tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat

7
timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu
dari reaksi STS  (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang
timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder. Relapsing
sifilis yang ada terdiri dari :
1) Sifilis laten :Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis
sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten
awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama  disertai sifilis lambat
yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4
tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun
tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi
STS positif.
2) Sifilis tersier : Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala
sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan
manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi
gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau
gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh
sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan
pada susunan syaraf pusat (neurosifilis).
3) Sifilis kongenital : Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil
yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis
dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis
kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak
lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi
besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai
lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis
dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi
besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut
susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli
akibat kelainan syaraf nervous kedelapan,  juga interstitial keratitis, stig mata
tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang )
dan kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital
tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis
biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).

8
2.8 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi,
respirasi.
2. Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat
perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi),
genitalia, ekstremitas atas dan bawah.

2.9 Pemeriksaan penunjang


Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada
kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema.
Uji non protonema seperti VenerealDisease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk
mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan
turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma
inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan (kanker).
1. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah
rutin)
1) pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk
dan pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3
hari berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi
dikompres dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu berarti
diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.
2) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
a) Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu
kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test
ini dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif
(BFP).

9
Contoh test non treponemal :
(1) Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
(2) Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn,
RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST
(Reagin Screen Test).
b) Tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya
dan dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :
(1) Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
(2) Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation
Test)
(3) Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody
Absorption Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent
treponemal Antibody – Absorption Double Staining)
(4) Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS
(Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).
2. Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi
pada sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat
aneurisma aorta. Pada neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena
tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya
menunjukan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti
terdapat neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3
berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika
melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan:
1) Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri
atas infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel plasma.
2) Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang
sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody.

10
Terdapat dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas
yaitu yang ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales yang pathogen

2.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis : Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif).
Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500
mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30
hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan.
Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%,
sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan sefalosporin,
misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada
sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.
1) Sifilis primer dan sekunder
a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan
1 x seminggu
b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari
selama 10 hari.
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000
unit sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000
unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

11
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin,
dapat diberikan:
a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai
berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikain
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak
dapat dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

2.11 Program Diet


1. Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.
2. Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.
3. Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
4. Sayuran dan buah-buah untuk jus.
5. Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau kedelai).
6. Hindari makanan di awetkan atau beragi.
7. Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.
8. Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran pencernaan.
9. Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10. Hindari rokok, kafein dan alcohol.

2.12 Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga
meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama

12
hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang
dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini
dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah
pada nervous sistem, seperti:
1) Stroke
2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord
(meningitis)
3) Koordinasi otot yang buruk
4) Numbness (mati rasa)
5) Paralysis
6) Deafness or visual problems
7) Personality changes
8) Dementia
c. Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi
aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan
valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
d. Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya
mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV.
Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah
untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui
keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk
lahir premature juga menjadi lebih tinggi.

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut :
a. Anamnesa
1) Ps mengeluh nyeri pada tulang.
2) Ps mengeluh tidak nafsu makan.
3) Ps mengeluh nyeri pada kepala.
4) Ps mengeluh kesemutan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Anoreksia dan BB menurun.
2) Demam subfebris.
3) Ulkus merah pada penis dan anus.
4) Arthritis dan paresis.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder ulkus mole, pasca
drainase.
b. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik ulkus mole
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genetalia
d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan ulkus merah pada penis dan anus serta
demam subfebris.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara penularan penyakit

14
3.3 Rencana Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda- tanda vital (TD, N, RR) 1. Tanda- tanda vital
keperawatan selama …x… jam, 2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas, dapat menunjukan tingkat perkembangan
diharapkan nyeri frekuensi dan waktu terjadinya pasien
berkurang/hilang, dengan kriteria nyeri (PQRST) 2. Mengindikasikan
hasil : 3. Lakukan dan awasi latihan kebutuhan untuk intervensi dan tanda-
 Pasien tidak mengeluh nyeri rentang gerak aktif dan pasif. tandaperkembangan atau resolusi
 Skala nyeri 0-1 (0-4) 4. Dorong ekspresi, perasaan komplikasi
 Pasien tidak gelisah tentang nyeri. 3. Mengalihkan
perhatian terhadap nyeri.
5. Ajarkan teknik relaksasi, distraksi,
massage, guiding imajenery. 4. Pernyataan
memungkinkan pengungkapan emosi dan
6. Jelaskan dan bantu pasien apat meningkatkan mekanisme koping
dengan tindakan pereda nyeri 5. Memfokuskan
nonfarmakologi dan noninvasive kembali pehatian, meningkatkan relaksasi
dan meningkatkan rasa control yang dapat
menurunkan ketergantungan farmakologis
7. Kolaborasi dengan dokter 6. Pendekatan

15
pemberian analgesik sesuai dengan menggunakan relaksasi dan
indikasi nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.

7. Analgetik
memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang
2. Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau 1. Suhu 38,9-41derajat C menunjukkan proses
keperawatan selama …x… jam, suhu pasien (derajat dan pola) infeksius
diharapkan suhu tubuh dalam 2. Berikan 2. Membantu mengurangi demam
rentang normal, dengan kriteria kompres hangat 3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
hasil : 3. Anjurka akibay evaporasi
 Suhu tubuh normal (36 – n pasien untuk banyak minum 4. Memeberikan rasa nyaman dan pakaian
37C). 1500-2000 cc/hari yang tipis mudah menyerap keringat dan
 Kulit tidak pasnas, tidak 4. Anjurka tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
kemerahan, n pasien untuk menggunakan 5. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
 Turgor kulit elastic pakaian yang tipis dan mudah dengan suhu tubuh yang tinggi. Antipiretik
 Mukosa bibir lembab menyerap keringat untuk menurunkan panas tubuh pasien.
5. Kolabor
asi dalam pemberian cairan
intravena dan antipiretik
3. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kerusakan kulit yang terjadi 1. Menjadi data dasar untuk memberikan
16
keperawatan selama …x… jam, pada klien informasi intervensi perawatan luka, alkat
diharapkan integritas kulit apa yang akan dipakai dan jenis larutan apa
membaik secara optimal, dengan yang akan digunakan.
kriteria hasil : 2. Catat ukuran atau warna, 2. Memberikan informasi dasar tentang
 Pertumbuhan jaringan kedalaman luka dan kondisi kebutuhan dan petunjuk tentang sirkulasi
meningkat sekitar luka.
 Keadaan luka membaik
 Luka menutup 3. Lakukan perawatan luka dengan 3. Perawatan luka dengan teknik steril dapat
 Mencapai penyembuhan luka teknik steril. mengurangi kontaminasi kuman langsung ke

tepat waktu area luka.


. 4. Bersihkan area perianal dengan 4. Mencegah meserasi dan menjaga perianal
membersihkan feses tetap kering.
menggunakan air.
5. Tingkatkan asupan nutrisi 5. Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan
6. Anjurkan pasien untuk menjaga asupan dari kebutuhan pertumbuhan
kebersihan kulit dengan cara jaringan
mandi sehari 2 kali 6. Menjaga kebersihan kulit dan mencegah
7. Ubah posisi dengan sering tiap 2 komplikasi
jam 7. Mengurangi tekanan pada area yang sama
8. Kolaborasi dalam pemberian obat
antibiotika topical 8. Mencegah atau mengontrol infeksi
17
4. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji TTV terutama suhu. 1. Suhu meningkat menunjukkan terjadinya
keperawatan selama …x… jam, 2. Kaji adanya tanda-tanda infeksi infeksi
diharapkaninfeksi berkurang atau 3. Observasi daerah kulit yang 2. Untuk mengetahui terjadinya infeksi
hilang teratasi, dengan kriteria mengalami kerusakan, cacat sehingga dapat di tangani
hasil : karakteristik drainasedanadanya 3. Deteksi dini pengembangan
 Tidak ada tanda-tanda inflamasi. infeksimemungkinkan melakukantindakan
infeksi pencegahan komplikasi.
 Tidak ada drainase purulen
 Suhu tubuh normal 4. Berikan perawatan dengan teknik 4. Cuci tangan merupakan cara pertama untuk
antiseptic dan menghindari infeksi nosokomial
aseptic,Pertahankan teknik cuci
tangan yang efektif.
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Dapat mencegah penyebaran/melindungi ps
antibiotic. dari proses infeksi lain.
5. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Memberikan data dasar untuk mengetahi
keperawatan selama …x… menit, tingkat pemahaman pasien
diharapkan terpenuhinya 2. Beritahukan pasien/ orang 2. Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tenteng terdekat mengenai dosis, aturan perawatan diri, untuk menambah kejelasan
kondisi penyakit, dengan kriteria dan efek efektivitas pengobatan dan mencegah
hasil : komplikasi
3. Jelaskan tentang pentingnya 3. Pemberian antibakteri di rumah dibutuhkan
18
 Mengungkapkan pengertian pengobatan antibakteri untuk mengurangi invasi bakteri pada kulit
tentang proses infeksi, 4. Beri nasehat kepada pasien untuk 4. Pioderma memerlukan air agar fleksibelitas
tindakan yang dibutuhkan menjaga agar kulit tetap lembab kulit tetap terjaga. Pengolesan cream atau
dengan kemungkinan dan fleksibel dengan pengolesan lotion untuk mencegah agar kulit tidak
komplikasi. cream atau lotion menjadi kasar, retak dan bersisik
 Mengenal perubahan gaya 5. Memungkinkan pasien untukmemperoleh
hidup/ tingkah laku untuk 5. Peragakan penerapan terapi yang kesempatan untuk menunjukkan cara yang
mencegah terjadinya diprogramkan : obat topical tepat untuk melakukan terapi
komplikasi.

3.4 Implementasi Keperawatan


Disesuaikan dengan intervensi yang ada

3.5 Evaluasi Keperawatan


Dx 1: Pasien tidak mengeluh nyeri, Skala nyeri 0-1 (0-4), Pasien tidak gelisah.
Dx 2: Suhu tubuh normal (36 – 37oC), Kulit tidak pasnas, tidak kemerahan, Turgor kulit elastic, Mukosa bibir lembab.
Dx 3: Pertumbuhan jaringan meningkat ,Keadaan luka membaik, Luka menutup, Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Dx 4: Tidak ada tanda-tanda infeksi, Tidak ada drainase purulen.
Suhu tubuh normal (35,7 -37. 2oC).
Dx 5: Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi, Mengenal
perubahan gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.

19
20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1  Kesimpulan
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual.Penyakit tersebut ditularkan melalui
hubungan seksual,penyakit ini bersifat laten atau dapat kambuh lagi sewaktu waktu selain itu bisa
bersifat akut dan kronis.Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak
dini.Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus
selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.Penyakit
menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. penyakit ini sangat
kronik,bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat menyerupai banyak
penyakit.mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemerikrsaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus
tidak bergejala dianosis di dasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema, uji
protonema seperti Veneral desease Research Laboratory (VDRL). Untuk mengetahui anti bodi
dalam tubuh terhadap masuknya treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cebderung
berkolerasi dengan aktifitas penyakitsehingga sangat membantu dalam skrening, titer naik bila
penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup.kelainan sifilis
primer yaitu chanere harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan
kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limgranuloma venerium, verrucae acuminata,
skabies, dan keganasan (kanker).

4.2  Saran
1.    Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah
penularan dan mempercepat penyembuhan.
2.    Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda,Adhi.2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta:FKUI


Doenges,Marilyin E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Mansjoer,Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medis Aesculapius
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta:EGC.
Price,Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Smeltzer,Suzzanne C 2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

22
Sex berisiko tinggi Pajanan Orang tua yang sifilis
treponema
paldium
Hygiene rendah, virulensi kuman tinggi Kontak langsung

Masuk ke mukosa

Treponema masuk ke saluran limfatik dan menginvansi

Sifilis

Limfatik Mukosa Plasenta dan janin

Skuama, vesikel, secret dan darah dari hidung


Infeksi primer

Skuama, vesikel, papul, secret dan darah dari


Papula jadi ulkus bersih, tidak hidung, osteocondritis
nyeri, dan menonjol (chancre)

Keratitis intersial(akibatkan kebutaan), tuli,


Kerusakan integritas kulit Ulserasi (chancre) soliter dan perforasi palatum durum, kelainan tibia
keras, yg tidak nyeri
Keterlambatan tumbuh&kembang

Diobati Pengungkapan Tidak mengetahuai penyakit


dan penanganan, informasi tidak adekuat

Sembuh
Tidak diobati Kurang pengetahuan

Infeksi sekunder Terbentuk jaringan parut


Infeksi meningens Infeksi organ lain

Nyeri Nyeri kepala Ruam, macula paluler


Infeksi SSP Limfa ginjal
tenggorokan non pruritus

Kenaikan Infark otak Limfadenopati


suhu tubuh Lesi pustuler Gagal ginjal
Penurunan BB
Optic athropi demensia Tremor
Nyeri akut Hipertermi
Lesi pustuler
penurunanpengelihatan
Risiko nutrisi kurang
dari kebutuhan
Gerakan abnormal Risiko tinggi cedera
saat berjalan

Gangguan citra 23
tubuh

Anda mungkin juga menyukai