Anda di halaman 1dari 46

DAFTAR PENYAKIT MINGGU 4

PUA

Definisi Perdarahan uterus abnormal adalah perdarahan yang berasal dari korpus uteri
yang terjadi secara abnormal pada wanita tidak hamil.
Abnormalitas perdarahan dapat terjadi terkait dengan durasi, frekuensi,
volume, dan atau keteraturan siklus. Perdarahan uterus abnormal banyak
terjadi pada wanita usia produktif, remaja, dan wanita premenopausal.

Klasifikasi 1. Perdarahan Uterus Abnormal Akut


Episode perdarahan uterus pada wanita usia reproduksi yang sedang
tidak hamil, dengan jumlah perdarahan yang cukup untuk segera
dilakukan intervensi agar mencegah kehilangan darah lebih lanjut.
2. Perdarahan Uterus Abnormal Kronis
Perdarahan dari corpus uteri dengan frekuensi, keteraturan, durasi, dan
atau volume abnormal yang sudah berlangsung setidaknya dalam 6
bulan terakhir.
3. Perdarahan Intermenstruasi
Merupakan perdarahan uterus abnormal yang terjadi antara siklus
menstruasi yang jelas.
4. Perdarahan Menstruasi Berat (PMB)
Merupakan kehilangan darah menstruasi yang berlebihan yang
mengganggu kualitas hidup, fisik, sosial, emosional maupun material.
Secara objektif, PMB merupakan perdarahan uterus abnormal dengan
volume perdarahan > 80 ml/siklus.

Epidemiologi ● Data epidemiologi menunjukkan prevalensi perdarahan uterus


abnormal meningkat pada wanita tidak hamil (nonpregnant) usia
remaja dan wanita usia di atas 40 tahun.
● Perdarahan menstruasi yang banyak (heavy menstrual bleeding)
merupakan yang paling banyak ditemukan.
● Sekitar 20% individu yang terkena adalah remaja dan 50% berusia
40-50 tahun.
● Sebuah penelitian deskriptif retrospektif di sebuah Rumah Sakit Umum
di Bali melaporkan frekuensi kasus perdarahan uterus abnormal
sebanyak 68 kasus (15,8%) dari 437 kasus ginekologi.

Etiologi dan Etiologi perdarahan uterus abnormal dapat diklasifikasikan menggunakan


Faktor Risiko akronim PALM-COEIN. Kategori PALM mendefinisikan penyebab struktural
dari perdarahan abnormal, yang dapat diidentifikasi secara visual dengan
teknik pencitraan maupun pemeriksaan histopatologi. Kategori COEIN
memisahkan penyebab non-struktural yang terkait dengan entitas yang tidak
ditentukan oleh pencitraan maupun pemeriksaan histopatologi.
● P - Polip
Polip endometrium merupakan proliferasi epitel yang berasal dari
stroma dan kelenjar endometrium.
● A - Adenomiosis
Adenomiosis didefinisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma
endometrium ektopik pada miometrium.
● L - Leiomyoma
Leiomyoma dikenal juga dengan fibroid rahim merupakan tumor jinak
yang paling umum pada wanita usia reproduksi dan dapat ditemukan
pada hampir 80% dari semua wanita sebelum usia menopause.
● M - Malignansi dan Hiperplasia
Hiperplasia endometrium dan malignansi pada endometrium
merupakan penyebab potensial dari perdarahan uterus abnormal.

● C - Koagulopati
Kelainan hemostasis seperti penyakit von Willebrand dapat ditemukan
pada sekitar 13% kasus perdarahan uterus abnormal. Penggunaan obat
antikoagulan seperti warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin juga dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dengan
derajat berat.
● O - Disfungsi Ovulasi
Disfungsi ovulasi merupakan kelainan sekunder akibat gangguan pada
fluktuasi hormonal seperti pada sindrom ovarium polikistik, hipotiroid,
hiperprolaktinemia, stres mental, obesitas, anoreksia, penurunan berat
badan yang ekstrim, atau olahraga ekstrim.
● E - Endometrium
Kategori untuk etiologi ini merupakan kelainan endometrium primer
dari mekanisme yang mengatur hemostasis lokal pada endometrium.
● I - Iatrogenik
Perdarahan uterus abnormal dapat disebabkan oleh intervensi medis,
seperti penggunaan terapi steroid. Perdarahan uterus abnormal yang
terkait dengan penggunaan antikoagulan, saat ini sudah termasuk dalam
kategori iatrogenik.
● N - Tidak Diklasifikasikan
Kategori “tidak diklasifikasikan” telah direvisi oleh FIGO pada 2018
dengan entitas seperti endometritis kronis, malformasi arteriovenosa,
perdarahan dari defek atau luka bekas operasi sesar, maupun isthmocele
yang berkontribusi pada perdarahan uterus abnormal.

Faktor Risiko
● Wanita usia pramenopause
● Wanita usia remaja
● Mengalami menarche lebih awal atau menopause terlambat (pada usia
> 55 tahun)
● Memiliki penyakit penyerta, misalnya sindrom metabolik, diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit tiroid, ataupun koagulopati seperti
penyakit Von Willebrand
● Obesitas

Patofisiologi Arteri uterina dan ovarika mensuplai darah ke uterus. Arteri ini menjadi arteri
arkuata; kemudian arteri arkuata mengirimkan cabang radial yang memasok
darah ke dua lapisan endometrium, lapisan fungsionalis dan basalis.
Tingkat progesteron turun pada akhir siklus menstruasi, menyebabkan
kerusakan enzimatik lapisan fungsional endometrium. Kerusakan ini
menyebabkan kehilangan darah dan peluruhan, yang membentuk menstruasi.
Trombosit yang berfungsi, trombin, dan vasokonstriksi arteri ke endometrium
mengontrol kehilangan darah.
Setiap kelainan pada struktur rahim (seperti leiomioma, polip, adenomiosis,
keganasan, atau hiperplasia), kelainan pada jalur pembekuan (koagulopati atau
iatrogenik), atau gangguan sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium (melalui
gangguan ovulasi/endokrin atau iatrogenik) dapat mempengaruhi menstruasi
dan menyebabkan perdarahan uterus abnormal

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis utama pada PUA berupa jumlah perdarahan dari uterus yang
banyak atau sedikit, dan siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.

Prinsip Diagnosis Anamnesis


● Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat
badan yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan
keluarganya.
● Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya
perdarahan uterus abnormal.
● Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhan dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu koagulasi.

Pemeriksaan Fisik
● Pemeriksaan Regio Fasialis dan Kelenjar Tiroid
Pada pemeriksaan wajah dan leher, dapat ditemukan sklera ikterik dan
konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan pembesaran tiroid pada
palpasi pemeriksaan kelenjar tiroid serta manifestasi hipertiroid
maupun hipotiroid.

● Pemeriksaan Regio Abdomen


Pada regio abdomen dapat ditemukan hepatosplenomegali, massa pada
abdomen, dan nyeri tekan abdomen.

● Pemeriksaan Integumen dan Lainnya


Pada kulit dapat ditemukan tanda-tanda gangguan perdarahan seperti
ekimosis dan purpura. Pada pemeriksaan oftalmologi, seperti
pemeriksaan lapang pandang, pasien dapat mengalami defisit lapang
pandang yang mengindikasikan adanya lesi pada hipofisis.

● Pemeriksaan Ginekologi
Beberapa kelainan yang bisa ditemukan pada pemeriksaan pelvis antara
lain:
○ Inspeksi saluran genital: adanya tanda perdarahan, leukorrhea,
massa, laserasi, benda asing pada saluran genital, uretra, dan
perineum
○ Palpasi saluran genital: ukuran massa, mobilitas massa, kontur
dari massa, dan nyeri tekan pada massa
○ Palpasi uterus: mengkaji kelainan pada ukuran dan kontur
uterus. Uterus yang membesar dapat disebabkan oleh
kehamilan, adenomiosis, leiomyoma, dan keganasan pada
uterus. Pergerakan uterus yang terbatas dapat mengindikasikan
adanya infeksi maupun endometriosis
○ Palpasi adneksa: dapat ditemukan massa pada adneksa maupun
nyeri tekan adneksa

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
● Pemeriksaan beta-hCG pada PUA bertujuan untuk
menyingkirkan adanya kemungkinan kehamilan ektopik
maupun abortus.
● Pemeriksaan darah lengkap untuk menilai adanya anemia
dengan melakukan evaluasi pada parameter hemoglobin dan
hematokrit, serta kadar trombosit bila terdapat indikasi kelainan
hemostasis pada pasien perdarahan uterus abnormal.
● Pemeriksaan laboratorium lainnya yang meliputi pemeriksaan
faktor koagulasi, pap smear, fungsi tiroid, fungsi hepar, kadar
prolaktin, dan pemeriksaan hormon lainnya dilakukan sesuai
indikasi untuk mencari penyebab yang mendasari perdarahan
uterus abnormal.

2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen maupun transvaginal
bertujuan untuk menemukan adanya pembesaran pada kavitas
endometrial, massa, maupun bekuan darah.

3. Pemeriksaan Endometrial Sampling


Dilakukan melalui prosedur biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya kelainan histopatologis seperti hiperplasia endometrium
maupun kanker endometrium pada wanita yang berisiko tinggi (usia
>35 tahun dan wanita muda dengan riwayat karsinoma endometrium
pada keluarga).
4. Pemeriksaan Histeroskopi
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) menyarankan
pemeriksaan histeroskopi pada PUA bila terdapat riwayat fibroid
submukosal maupun polip endometrium.

Diagnosis Banding ● Penyebab Struktural


Penyebab struktural yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding
PUA antara lain:
○ Uterus: leiomioma, adenomiosis, polip endometrium,
hiperplasia atau kanker endometrium, sarkoma uterus
○ Serviks : polip endoserviks, displasia atau kanker serviks
○ Tuba Fallopi : kanker
○ Ovarium : tumor sex cord-stromal
● Anovulasi
● Endometriosis
● Gestational Trophoblastic Neoplasia (GTN)
● Kanker Endometrium
● Gangguan Perdarahan

Tatalaksana Terapi Nonfarmakologi


Komprehensif ● Terapi nonfarmakologi ditujukan untuk pasien dengan perdarahan
uterus abnormal yang ringan. Pasien disarankan untuk memantau
siklus menstruasi menggunakan kalender maupun aplikasi digital
kalender siklus menstruasi.
● Olahraga teratur harus direkomendasikan, karena indeks massa tubuh
(IMT) yang tinggi atau obesitas lebih sering dikaitkan dengan
perdarahan uterus abnormal.
● Diet yang sehat dapat mengurangi risiko anemia serta dapat
meningkatkan produksi energi dan memperbaiki kualitas hidup.

Terapi Farmakologi
Estrogen
Estrogen efektif dalam mengontrol perdarahan uterus abnormal akut dan
perdarahan menstruasi berat.
Terapi estrogen dengan sediaan oral yaitu estrogen konjugasi dosis 1,25 mg
atau 17β estradiol 2 mg setiap 6 jam selama 24 jam cukup efektif untuk
mengatasi perdarahan uterus abnormal. Setelah perdarahan berhenti, terapi
selanjutnya dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi.

Progesteron
Progestin dapat menjadi pilihan pada pasien dengan perdarahan ringan-sedang
anovulasi, juga dapat diberikan pada perdarahan uterus abnormal kronis yang
memerlukan paparan progesteron secara episodik maupun terus menerus.
Pada pasien dengan kontraindikasi pil, progesteron siklik dapat diberikan
selama 12 hari/ bulan menggunakan medroxyprogesterone acetate 10 mg/hari
atau norethindrone acetate 2,5-5 mg/hari. Progesteron alami siklik (200
mg/hari) dapat digunakan pada wanita yang rentan terhadap kehamilan.

Kombinasi Estrogen-Progestin
Pil kombinasi efektif untuk terapi jangka panjang perdarahan uterus abnormal.
Dosis pemberian pil kombinasi estrogen-progestin dimulai dengan 1 tablet 2
kali sehari selama 5-7 hari; dilanjutkan 1 tablet sekali sehari selama 3-6 siklus

Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS)


OAINS dapat digunakan sebagai terapi tunggal maupun terapi tambahan untuk
terapi hormonal.
Asam mefenamat dapat diberikan pada perdarahan uterus abnormal dengan
dosis 250-500 mg diberikan 2-4 kali sehari.

Antifibrinolitik
Antifibrinolitik, seperti asam traneksamat, bekerja untuk mengurangi
fibrinolisis serta mengurangi perdarahan hingga 50%. Asam traneksamat dapat
diberikan pada pasien perdarahan uterus abnormal dengan dosis 500 mg 3 kali
sehari selama 5 hari. Rekomendasi dosis asam traneksamat dari US Food and
Drug Administration (FDA) untuk perdarahan menstruasi berat adalah 1,3 g,
diberikan 3 kali sehari dengan pemberian selama 5 hari.

Penatalaksanaan Defisiensi Besi


Pasien dengan perdarahan uterus abnormal berisiko mengalami anemia
defisiensi besi dan harus dipantau dan diobati sesuai indikasi. Bagi mereka
dengan perdarahan ringan atau sedang dan anemia asimtomatik ringan
(misalnya, hemoglobin 10-12 g/dL), suplementasi zat besi dengan unsur besi
60 mg per hari dianjurkan.

Penatalaksanaan Bedah
Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal adalah:
● Gagal merespon tatalaksana non-bedah
● Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping,
kontraindikasi)
● Anemia yang signifikan
● Dampak pada kualitas hidup
● Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia
endometrium)
Pilihan tatalaksana bedah tergantung pada beberapa faktor termasuk ekspektasi
pasien dan patologi uterus. Pilihan bedahnya adalah :
● Dilatasi dan kuretase uterus
● Hysteroscopic Polypectomy
● Ablasi endometrium
● Miomektomi
● Histerektomi

Komplikasi ● Komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan uterus abnormal dengan
volume perdarahan yang masif adalah hipotensi dan syok hemoragik
yang dapat menyebabkan kematian jika terapi medis dan terapi suportif
tidak segera dimulai.
● Komplikasi perdarahan uterus abnormal kronis dapat berupa anemia
defisiensi besi dan gangguan kualitas hidup pasien.
● Perdarahan uterus abnormal yang tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas.
● Sekitar 1-2% pasien perdarahan uterus abnormal dengan siklus
anovulasi dapat berkembang menjadi kanker endometrium.

Prognosis ● Pasien perdarahan uterus abnormal yang mendapatkan terapi


medikamentosa, seperti antifibrinolitik dan asam mefenamat, telah
dilaporkan mengalami penurunan kehilangan darah selama menstruasi
hingga 50%.
● Ablasi endometrium mengontrol perdarahan lebih efektif pada 4 bulan
pasca operasi.
● Studi lain yang telah membandingkan histerektomi dan intrauterine
device (IUD) melaporkan bahwa kelompok histerektomi memiliki hasil
yang lebih baik dalam 1 tahun

Amenorea

Definisi Tidak terjadinya/abnormal siklus menstruasi seorang wanita pada usia


reproduktif (12-49 tahun).
Amenore fisiologis terjadi pada ibu hamil dan ibu menyusui.

Klasifikasi 1. Primer : tidak terjadi menarche sampai usia 14 tahun tanpa


pertumbuhan seks sekunder atau 16 tahun dengan pertumbuhan seks
sekunder normal
2. Sekunder : berhentinya siklus menstruasi yang teratur selama 3 bulan
berturut-turut atau tidak teratur selama 6 bulan

Epidemiologi Berdasarkan data penelitian, insidensi amenore primer di Amerika < 1%.
Setiap tahunnya, sekitar 5-7% wanita di US mengalami 3 bulan dari amenore
sekunder. Sedangkan, di Indonesia menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri
Indah Winarni pada tahun 2009, insidensi amenore primer di Semarang sebesar
11,83%. Menurut sejumlah penelitian menyebutkan bahwa persentase
frekuensi penyebab amenore primer antara lain abnormalitas gonadal (50,4%),
abnormalitas hipotalamus dan kelenjar pituitari (27,8%), abnormalitas saluran
genitalia (21,8%), dan hymen imperforata atau septum transversal vagina
(3%-5%).
Pada 50,4% pasien dengan amenore primer karena abnormalitas gonadal,
disebabkan adanya kelainan kromosom. Berdasarkan analisis kromosom,
penyebab amenore primer pada 45% kasus disebabkan karena disgenesis
gonadal, adanya abnormalitas kromosom atau agenesis duktus mülleri. Pada
46% - 62% pasien amenore primer mengalami abnormalitas kromosom antara
lain X aneuploidi atau abnormalitas struktur kromosom X yaitu
isochromosome X, isodisentric, rings, delesi dan inversi kromosom X.

Etiologi dan Penyebab paling umum amenore adalah kehamilan, jadi saat ada wanita datang
Faktor Risiko dengan keluhan amenore, langsung cek apakah wanita tersebut hamil/tidak.
1. Amenorea primer
- Hypergonadotropic hypogonadism : sel kromosom abnormal
(Turner syndrom 45X0)
- Hypogonadotropic hypogonadism : kelainan kongenital
(Isolated GnRH deficiency, hypopituitarism, kelainan
kongenital pada sistem saraf pusat, constitutional delay) ,
penyakit endokrin (kelainan kongenital pada adrenal, cushing
syndrome, pseudohypoparathyroidism, hyperprolactinemia) ,
tumor (adenoma hipofisis, craniopharyngioma) , penyakit
sistemik
- Eugonadism : kelainan anatomis (congenital absence of the
uterus dan vagina, cervical atresia) intersex disorders (androgen
insensitivity, 17-ketoreductase deficiency, inappropriate
feedback)

2. Amenorea sekunder
- Anorexia
- Chronic anovulation (PCOS)
- Hypotiroid
- Cushing syndrome
- Tumor hipofisis
- Empty sella syndrome
- Sheehan syndrome
- Tumor ovarium

Patogenesis dan The absence of menses in a female of reproductive age is related to the
Patofisiologi disturbance of normal hormonal, physiological mechanism, or female anatomic
abnormalities. The normal physiological mechanism works by balancing
hormones and providing feedback between the hypothalamus, pituitary,
ovaries, and uterus.

During normal female menstruation cycle, gonadotropin-releasing hormone


(GnRH) is released from the hypothalamus, and it works on the pituitary to
release follicle-stimulating hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) and
these 2 hormones from the pituitary act on ovaries and ovaries finally make
estrogen and progesterone to work on the uterus to carry out the follicular and
secretory phase of the menstrual cycle. Any defect at any level of this normal
physiology of females can cause amenorrhea.

On the other hand, deviation from the normal anatomy of the reproductive
organs of a female can also cause amenorrhea.

Manifestasi Klinis

Prinsip Diagnosis During the history and physical examination, clinicians first need to ask about
the age of a patient and at what age the patient started menses at puberty
(menarche). This information is important to determine and differentiate
between primary and secondary amenorrhea. If the patient was not
menstruating at all, then it must be primary amenorrhea. All other cases will be
secondary amenorrhea.
After chronological age, the most important thing to determine is the
psychosocial age of the patient, as well as their intelligence quotient (IQ) to
rule out any chromosomal cause of primary amenorrhea. After that, clinicians
should inquire about the other aspects of growth like breast bud development
because an absence of breast bud by the age of 13 to 14 years indicates
estradiol deficiency, and there is a need for further investigation.
To rule out secondary amenorrhea, physicians need to determine the time
frame of the absence of menses in the previously normal menstruating female.
The most important cause of secondary amenorrhea is pregnancy, so it should
be ruled out first. They should then ask about previous surgeries for Asherman
syndrome.
History of night sweats, sleep disturbance, and hot flushes for premature
ovarian failure, history of chemotherapy, and radiation therapy for neoplasm
should be obtained because these can also cause ovarian failure in young
females. Polycystic ovary syndrome (PCOS) should be ruled out in accordance
with the Rotterdam criteria.
Vision test and sense of smell should be performed for pituitary adenoma and
Kallman syndrome. A history of medication is very important because
antipsychotics are one of the most common causes of high prolactin levels,
which lead to amenorrhea. The use of contraception, cocaine, opioids,
antiepileptics can cause the failure of menstruation to occur, dieting, strenuous
exercise, history of weight loss, and anorexia nervosa can be determined by
proper history taking to ascertain the cause of amenorrhea.

Physical examination includes the general physical examination, which can be


used to determine causes like malnutrition or hepatomegaly. The examination
also should include:
- Measuring height, weight, and fat index of the patient to look for the
presence of any chronic illness
- Checking body mass index (BMI) to rule out anorexia nervosa and
malnutrition
- Checking for dental erosions
- Looking for metacarpophalangeal calluses or bruises
- Checking the skin for hirsutism, hair loss, or acne to investigate
possible hyperandrogenemia

Acanthosis nigricans (a skin condition) can also provide a clue for PCOS.
Examing the breasts, pubic hair, and the clitoral index is also an important part
of the physical examination in the female with amenorrhea. Turner syndrome
can be ruled out through a normal chest examination. Clinicians should also
perform a fundal examination to rule out pregnancy and a vaginal examination
to check for hematocolpos in an imperforate hymen.

The evaluation should include:


- Beta hCG to rule out pregnancy because pregnancy is the most
common cause of amenorrhea
- Prolactin level to rule out prolactinoma
- Testosterone and DHEAS to rule out hyperandrogenism
- FSH and LH for hypothalamic amenorrhea, BMI (to look for
malnutrition, anorexia nervosa, and excessive strenuous exercise)
- Pelvic ultrasound and adrenal CT for androgen-secreting tumors and
other anatomical defects like Mayor-Rokitansky-Kauser-Hauser
syndrome
- Progesterone challenge test: This test is performed to differentiate
between the anovulation, anatomic, and estradiol deficiency as causes
of amenorrhea. Progesterone is administrated to the patient in the form
of intramuscular injection and after progesterone is withdrawn. If
bleeding takes place within 2 to 7 days, the cause must be the
anovulation, but if no bleeding takes place after progesterone
withdrawal, the causes are other than anovulation or premature ovarian
failure. These other causes can include estradiol deficiency or anatomic
defects like cervical stenosis and Asherman syndrome.
- Karyotyping is sometimes an important test for Turner and androgen
insensitivity syndromes.

Diagnosis Banding

Tatalaksana Treatment mainly depends on the cause of amenorrhea. If the cause of


Komprehensif amenorrhea is estrogen deficiency, estrogen can be administered. If
amenorrhea is due to malnutrition, a proper diet plan can cure the patient
successfully. For anorexia nervosa and stress-induced amenorrhea,
cognitive-behavioral therapy and SSRIs can help. Dopamine agonist drugs like
cabergoline can treat prolactinoma, and if large, surgery can provide a full
cure. The appropriate surgical procedure can treat anatomical causes of
amenorrhea. PCOS can be handled by combined oral contraceptives and
metformin. SSRI can treat stress-induced hypothalamic amenorrhea.

There is good evidence that patients with menstrual irregularities are at high
risk for bone fractures, and hence osteoporosis prevention should be the next
step. Patients should be offered vitamin D and calcium supplements.

Because amenorrhea can also affect self-esteem, a mental health consult is


necessary.

Women with stress, eating disorders should undergo behavior modification.

Komplikasi Loss of the menstrual cycle is associated with wrist and hip fractures, bone
thinning, declining fertility, and premature ovarian failure.

Dismenorea

Definisi Istilah dismenore (dysmenorrheas) berasal dari kata dalam bahasa yunani kuno
.kata tersebut berasal dari dys yang berarti sulit;nyeri;abnormal, meno yang
berarti bulan dan rrhea yang berarti aliran atau arus. Secara singkat dismenore
dapat di definisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau menstruasi yang
mengalami nyeri.

Epidemiologi Dalam sebuah studi epidemiologi terhadap populasi remaja (rentang usia 12-17
tahun), dismenore memiliki prevalensi 59,7%. Dari pasien yang melaporkan
nyeri, 12% menggambarkannya sebagai berat, 37% ringan, dan 49% ringan.
Dismenore menyebabkan 14% pasien sering melewatkan sekolah.

klasifikasi a. Dismenorea primer


Dismenorea primer yaitu nyeri saat menstruasi yang dialami perempuan usia
subur dan tidak berhubungan dengan kelainan organ reproduksi. Dismenorea
primer memiliki ciri khas yaitu rasa nyeri timbul sejak 1-2 hari menstruasi
datang dan keluhan sakitnya agar berkurang setelah wanita bersangkutan
menikah dan hamil. Penyebabnya berkaitan dengan pelepasan sel-sel telur
(ovulasi) dari ovarium sehingga dianggap berhubungan dengan gangguan
keseimbangan hormon .

b. Dismenorea sekunder
Dismenore sekunder biasanya baru muncul, jika ada penyakit atau kelainan
organ reproduksi yang menetap seperti infeksi rahim, kista, polip, atau tumor,
serta kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di
sekitarnya

Derajat Dismenorea
Dismenorea dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan derajatnya (Ratnawati, 2017)
yaitu :
a. Derajat I
Nyeri perut bagian bawah yang dialami saat menstruasi dan berlangsung hanya
beberapa saat, nyeri masih dapat ditahan dan penderita masih bisa melakukan
aktivitasnya sehari-hari.

b. Derajat II
Rasa nyeri yang timbul pada perut bagian bawah saat menstruasi yang dialami
cukup mengganggu, sehingga penderita memerlukan obat penghilang rasa
nyeri seperti paracetamol, ibuprofen atau lainnya. Penderita akan merasa
baikan jika sudah meminum obat dan bisa kembali melakukan pekerjaannya.

c. Derajat III
Penderita mengalami rasa nyeri saat menstruasi pada bagian bawah perut yang
luar biasa, tidak kuat untuk beraktivitas hingga membuatnya butuh waktu
untuk beristirahat beberapa hari.

Etiologi dan Etiologi dismenore atau dysmenorrhea primer belum diketahui pasti, namun
Faktor Risiko telah dihubungkan dengan peningkatan prostaglandin uterus, terutama PGF2α.
Selama proses peluruhan endometrium,

Pada dismenore sekunder, nyeri muncul sebagai akibat adanya kondisi patologi
di pelvis, baik di dalam ataupun luar rahim. Ada banyak penyebab umum
dismenore sekunder, termasuk endometriosis, fibroid, adenomiosis, polip
endometrium, penyakit radang panggul, dan bahkan penggunaan intrauterine
device

Patogenesis dan Patofisiologi dismenore atau dysmenorrhea belum sepenuhnya dapat


Patofisiologi dijelaskan.

Dismenore Primer

Terdapat bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa dismenore primer


berkaitan dengan peningkatan sekresi prostanoid pada jalur siklooksigenase.
Dimana Prostanoid yang paling berperan dalam patofisiologi dismenore primer
adalah prostaglandin.

Peningkatan prostaglandin di endometrium setelah penurunan progesteron di


akhir fase luteal diduga akan menyebabkan peningkatan tonus myometrium
dan kontraksi uterus yang berlebihan. Hal ini dapat menjelaskan mengapa
dismenore primer muncul segera setelah menarche dan mengapa dismenore
berespon baik terhadap penghambatan ovulasi.

PGF2α dan PGE2 dalam Patofisiologi Dismenore

Pada dismenore primer, prostanoid yang banyak dihubungkan dengan


dismenore adalah PGF2α dan PGE2. PGF2α merupakan stimulan myometrium
poten dan vasokonstriktor pada endometrium sekretori. Peningkatan kadarnya
diduga dapat menyebabkan kontraksi uterus yang membatasi aliran darah dan
juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah arkuata sehingga
menghasilkan kondisi hipoksia yang menyebabkan akumulasi metabolit
anaerob dan selanjutnya merangsang reseptor nyeri. PGF2α juga menurunkan
ambang persepsi nyeri dengan mensensitisasi reseptor saraf. Sementara itu,
PGE2 memiliki mekanisme aksi ganda yang menyebabkan kontraksi atau
relaksasi myometrium, serta penyempitan atau pelebaran pembuluh darah
rahim.[1-4]

Dismenore Sekunder

Pada dismenore sekunder, peningkatan prostaglandin juga diperkirakan


berperan. Namun, sesuai definisinya, patologi pada organ pelvis yang
mendasari akan mempengaruhi mekanisme munculnya dan beratnya keluhan
nyeri.

Mekanisme tersering dari patologi penyakit pelvis yang menyebabkan nyeri


dismenore adalah gesekan dari permukaan peritoneum atau terlepasnya
molekul inflamasi. Mekanisme patologi ini juga berkombinasi dengan
perubahan fisiologis yang terjadi selama siklus haid.

Manifestasi Klinis
Prinsip Diagnosis Anamnesis

Pada kasus dismenore, pasien datang ke dokter dengan keluhan utama nyeri
pada saat menstruasi. Nyeri dapat dideskripsikan sebagai kram perut di area
suprapubik yang berlangsung selama beberapa jam sebelum dan sesudah hari
pertama menstruasi. Nyeri juga dapat dideskripsikan sebagai nyeri kolik di
perut tengah bawah, atau nyeri tumpul di sisi perut yang menjalar ke punggung
atau paha. Nyeri biasanya meningkat dengan meningkatnya volume darah
menstruasi. Nyeri dapat berlangsung selama 2-3 hari sejak menstruasi hari
pertama.

Dokter perlu menanyakan mengenai mulai kapan pasien sering mengalami


nyeri haid dan di hari berapa awitan nyeri timbul. Selain itu, dokter juga perlu
menanyakan kualitas nyeri apakah mengganggu aktivitas atau tidak, serta
berapa lama nyeri berlangsung selama satu siklus menstruasi. Tanyakan pula
apa saja hal yang memperparah dan memperingan nyeri, termasuk obat-obatan
atau terapi apa yang pernah pasien lakukan. Tanyakan juga mengenai volume
dan durasi menstruasi.

Keluhan lain pada pasien dismenore dapat berupa nyeri punggung, diare, mual,
nyeri kepala, demam, hingga pingsan. Dokter perlu menggali riwayat penyakit
pasien termasuk adanya penyakit ginekologi lain yang diderita, riwayat
keluarga, riwayat menarche, riwayat kehamilan, persalinan, dan keguguran.
Tanyakan kepada pasien metode kontrasepsi apa saja yang pernah dipakai dan
selama berapa lama. Secara hati-hati, tanyakan juga aktivitas seksual pasien,
termasuk apakah terdapat riwayat penganiayaan selama berhubungan seksual.

Bila pasien pernah menjalani terapi untuk mengatasi nyeri menstruasi,


tanyakan bagaimana respon terhadap terapi tersebut. Lihat dan tanyakan juga
apakah terdapat tanda-tanda depresi, cemas, atau gangguan psikologi lain.

Kemungkinan Dismenore Sekunder

Dokter perlu mewaspadai kemungkinan adanya dismenore sekunder bila nyeri


terjadi pada wanita yang usianya lebih tua (>25 tahun), atau bila terdapat
keluhan disuria, dispareunia, diskezia, infertilitas, nodul, massa adneksa, dan
nyeri tekan. Perdarahan menstruasi yang abnormal seperti menometrorrhagia,
spotting, atau perdarahan yang ireguler juga dapat menjadi petunjuk untuk
mencurigai adanya dismenore sekunder.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada dismenore primer biasanya normal. Pemeriksaan


panggul dapat menyingkirkan adanya iregularitas uterus, nyeri pada cul de sac,
serta ada tidaknya nodul.

Pemeriksaan panggul yang terdiri dari inspeksi genitalia eksterna, inspeksi


vagina, inspeksi serviks, dan pemeriksaan bimanual dapat dipertimbangkan
sesuai indikasi Pemeriksaan panggul umumnya tidak diperlukan pada remaja
dan wanita dengan karakteristik yang mengarah ke dismenore primer.
Pemeriksaan panggul diindikasikan pada remaja dan wanita yang sebelumnya
telah aktif secara seksual dan bila penyebab sekunder dicurigai, atau pasien
tidak berespon terhadap pengobatan.

Temuan pemeriksaan fisik yang mengindikasikan kemungkinan dismenore


sekunder adalah adanya nyeri tekan, nodul, massa adneksa, atau massa pelvis.

Diagnosis Banding Diagnosis Banding

Pada evaluasi pasien dengan dismenore, perlu dibedakan apakah nyeri haid
disebabkan oleh dismenore primer atau penyebab organik lain seperti
endometriosis dan penyakit radang panggul.

Dismenore Primer

Pada dismenore primer, pasien umumnya mengeluhkan nyeri atau kram


suprapubik yang berulang, terjadi tepat sebelum atau selama menstruasi, dan
berlangsung selama 2-3 hari. Nyeri dapat menyebar ke punggung bawah dan
paha, dan mungkin disertai mual, lelah, kembung, dan malaise umum. Temuan
pemeriksaan panggul normal. Pemeriksaan urine dapat dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi dan kehamilan.

Endometriosis
Pada endometriosis, nyeri berupa nyeri panggul siklik (bisa juga nonsiklik)
dengan menstruasi. Nyeri bisa berhubungan dengan dispareunia, disuria,
diskezia, dan subfertilitas. Temuan pemeriksaan rektovaginal dapat berupa
uterus yang terfiksasi atau retroversi, atau mobilitas uterus yang berkurang,
massa adneksa, dan nodul uterosakral. Pemeriksaan penunjang dapat
mencakup USG transvaginal atau panggul untuk mendeteksi endometrioma
ovarium dan usus, MRI untuk deteksi endometriosis yang menginfiltrasi,
hingga laparoskopi dengan biopsi dan histologi.

Penyakit Radang Panggul

Riwayat nyeri perut bagian bawah pada pasien yang aktif secara seksual perlu
mengarahkan kecurigaan ke penyakit radang panggul. Temuan pemeriksaan
panggul abnormal dapat berupa nyeri goyang serviks, nyeri tekan uterus, dan
nyeri tekan adneksa. Selain itu, bisa ditemukan sekret mukopurulen serviks
atau vagina. Pemeriksaan mikroskopik salin dapat membantu menunjukkan
organisme penyebab. Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi Neisseria
gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis sesuai indikasi.

Adenomyosis

Adenomyosis umumnya berhubungan dengan menoragia dan perdarahan


intermenstruasi. Temuan pemeriksaan fisik mencakup rahim yang membesar
dan lunak. USG transvaginal dan MRI jika perlu, biasanya mampu mendeteksi
jaringan endometrium di dalam miometrium.

Fibroid Uterus

Fibroid uterus ditandai dengan nyeri panggul siklik, menoragia, dan terkadang
dispareunia, terutama pada fibroid anterior dan fundus. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan USG transvaginal

Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik perlu dicurigai jika terdapat riwayat amenore, perdarahan


uterus abnormal, nyeri perut bagian bawah yang tajam, dan kram pada sisi
panggul yang terkena. Pasien bisa datang dengan komplikasi, misalnya
hipotensi dan syok. Pemeriksaan kehamilan akan positif dan USG akan
menunjukkan kantung kehamilan di luar rahim.

Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang


penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus dismenore digunakan apabila terdapat
kecurigaan terkait penyebab organik (dismenore sekunder). Pemeriksaan dapat
berupa pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya infeksi dan
kehamilan, serta pemeriksaan radiologi seperti USG dan MRI untuk menilai
adanya massa ataupun endometriosis.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit infeksi menular seksual dapat


membantu dokter mengkonfirmasi kecurigaan ke arah penyakit radang
panggul, misalnya yang terkait gonorrhea dan klamidia. Pemeriksaan
kehamilan perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya kehamilan atau
kehamilan ektopik. Pemeriksaan urinalisis dapat membantu untuk mengetahui
ada atau tidaknya infeksi saluran kemih. Bila diperlukan atau dicurigai adanya
keganasan, pemeriksaan CA-125 dapat dilakukan.[1,2]

Pencitraan

Pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan adalah pemeriksaan


ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG dapat mengetahui adanya kelainan
struktur, misalnya endometriosis, adenomyosis, fibroid uterus, dan kehamilan
ektopik. USG dapat dilakukan transvagina maupun abdomen.

Pemeriksaan histerosalfingografi dapat dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan polip endometrium, leiomyoma, ataupun abnormalitas
kongenital pada uterus. CT scan dapat dilakukan bila dicurigai adanya torsio
ovarium.

MRI memang lebih jarang dilakukan, namun dapat bermanfaat untuk


mendeteksi adenomyosis dan myoma submukosa.

Laparoskopi merupakan baku emas untuk mendiagnosis adanya endometriosis,


penyakit radang panggul, dan adhesi pelvis. Tindakan laparoskopi sebaiknya
dilakukan hanya bila kondisi patologis tersebut sangat dicurigai dan tidak
terdeteksi dengan modalitas pencitraan lainnya.

Tatalaksana Penatalaksanaan dismenore atau dysmenorrhea bertujuan untuk mengatasi


Komprehensif nyeri dan mengatasi penyebab utama pada dismenore sekunder. Modalitas
penatalaksanaan meliputi terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi, dan
tindakan bedah. Terapi farmakologi mencakup pemberian analgesik nonsteroid
(OAINS) ataupun kontrasepsi hormonal. Terapi nonfarmakologi contohnya
perubahan gaya hidup, akupuntur, dan terapi panas. Pada kasus dismenore
sekunder, misalnya akibat endometriosis, tata laksana dilakukan sesuai
pedoman klinis penyakit dasar.

Terapi Farmakologi

Terapi pilihan awal untuk dismenore adalah obat antiinflamasi nonsteroid


(OAINS). Hingga kini belum ada jenis OAINS tertentu yang terbukti lebih
unggul untuk mengatasi nyeri pada pasien dismenore.
Pilihan terapi farmakologi lain untuk pasien dismenore adalah terapi hormonal
(kontrasepsi). Meskipun bukti yang mendukung efikasi terapi hormonal
(kontrasepsi) pada dismenore masih terbatas, obat kontrasepsi oral dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan dismenore primer atau endometriosis.
Obat kontrasepsi tidak disarankan jika pasien ingin hamil.

Terapi Nonhormonal

Secara umum, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) adalah pilihan pertama


dalam mengatasi nyeri akibat dismenore. Pemilihan OAINS didasarkan pada
respon dan tolerabilitas masing-masing pasien karena belum ada bukti yang
adekuat yang menunjukkan satu jenis OAINS lebih superior dibandingkan
jenis lainnya dalam mengatasi dismenore. Pilihan OAINS mencakup:

Celecoxib 400 mg pada pemberian pertama, dilanjutkan 200 mg setiap 12 jam


untuk pemberian selanjutnya

Ibuprofen 200-600 mg setiap 6 jam

Asam mefenamat 500 mg untuk pemberian pertama, dilanjutkan 250 mg setiap


6 jam

Naproxen 440-550 mg untuk pemberian pertama, dilanjutkan 220-275 mg


setiap 12 jam[13]

Terapi Hormonal (Kontrasepsi)

Kontrasepsi hormonal oral, intravaginal, dan intrauterin telah


direkomendasikan untuk pengelolaan dismenore primer, namun bukti yang
mendukung efikasinya masih sangat terbatas. Uji klinis berkualitas tinggi yang
menunjukkan perbaikan nyeri dengan penggunaan kontrasepsi oral masih
belum tersedia, tetapi uji klinis dalam skala lebih kecil melaporkan efikasi
hingga 80%. Jangan tawarkan terapi ini pada pasien yang ingin hamil.

Sementara itu, pada kasus endometriosis, kontrasepsi oral kombinasi adalah


pengobatan lini pertama untuk dismenore. Sebuah uji klinis dengan
penyamaran ganda mendukung penggunaan kombinasi estrogen-progestin oral
dalam pengobatan dismenore terkait endometriosis. Selain itu, ada pula studi
yang menunjukan efikasi medroxyprogesterone, implan etonogestrel, dan
levonorgestrel intrauterin untuk dismenore sekunder terkait endometriosis.

Levonorgestrel/etinil estradiol: 0,15 mg/0,03 mg

Levonorgestrel/etinil estradiol: 90 mcg/20 mcg


Etonogestrel/etinil estradiol: 0,12 mg/0,015 mg
Medroxyprogesterone: 150 mg/mL injeksi[13]
Kombinasi Terapi Hormonal dan Nonhormonal

Jika setelah 2-3 siklus menstruasi terapi dengan OAINS dan kontrasepsi tidak
efektif, lakukan pemeriksaan terkait kepatuhan terapi. Kemudian,
pertimbangkan untuk mengombinasikan kedua golongan obat ini.[22]

Terapi Nonfarmakologi

Efikasi terapi nonfarmakologi untuk dismenore masih sangat terbatas dan


inkonsisten. Terdapat bukti ilmiah skala kecil yang mengindikasikan efikasi
terapi panas, namun belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk akupuntur,
yoga, ataupun pijat. Selain dari itu, perubahan pola hidup yang mencakup
olahraga dan asupan asam lemak omega 3 diduga bermanfaat untuk dismenore
berdasarkan uji klinis.[13]

Olahraga

Olahraga rutin dan gaya hidup yang lebih aktif dapat disarankan kepada
pasien. Olahraga rutin berhubungan dengan berkurangnya nyeri saat
menstruasi karena dismenore primer. Namun, mekanisme bagaimana olahraga
rutin dapat mengurangi nyeri saat menstruasi masih belum diketahui.[2,12,14]

Terapi Panas

Terapi panas dengan plester penghangat yang diaplikasikan pada perut bagian
bawah dilaporkan lebih unggul dibanding placebo dalam mengatasi nyeri. Efek
ini dilaporkan meningkat jika digunakan bersama ibuprofen. Karena plester
penghangat mudah diakses dan murah, maka penggunaan plester penghangat
dapat dipertimbangkan dalam mengatasi rasa nyeri akibat dismenore
primer.[12,18,26]

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) menggunakan elektroda


untuk menstimulasi kulit yang bertujuan untuk mengurangi persepsi nyeri.
Mekanisme aksi TENS dalam mengurangi nyeri adalah dengan meningkatkan
penghambatan endogen dan penekanan rangsangan pusat. TENS dapat menjadi
alternatif pada pasien yang tidak menginginkan terapi farmakologi atau jika
pasien tidak respon dengan terapi farmakologi setelah 3-6 siklus
haid.[12,15,24]

Akupuntur dan Akupresur

Stimulasi pada titik akupuntur dilaporkan dapat mengurangi nyeri menstruasi.


Namun efikasi dari modalitas ini masih kontroversial.[12,16]

Intervensi Perilaku

Intervensi perilaku yang digunakan pada dismenore, seperti latihan relaksasi,


hipnoterapi, dan desensitisasi diduga dapat mengurangi intensitas nyeri saat
menstruasi. Namun, bukti ilmiah yang ada masih belum adekuat.[12,17]

Vitamin dan Obat Herbal

Pada tinjauan sistematik terhadap 39 uji klinis yang melibatkan obat herbal
dalam terapi dismenore primer, dengan total sampel 3475 wanita, efikasi
dinyatakan masih inkonklusif karena metode penelitian yang masih berkualitas
buruk.[23]

Terdapat pula uji klinis lain yang mengindikasikan potensi dari vitamin E,
vitamin B1, B6, D3, dan ekstrak jahe. Namun, kualitas bukti terkait efikasi dan
keamanan juga masih kurang baik, sehingga masih diperlukan studi lebih
lanjut.[24]

Tindakan Bedah

Tindakan bedah digunakan pada dismenore sekunder sesuai indikasi.


Laparoskopi dapat dilakukan untuk mengatasi endometriosis yang merupakan
penyebab tersering dismenore sekunder. Teknik yang dapat dipilih adalah
laparoscopic uterine nerve ablation (LUNA) atau laparoscopic presacral
neurectomy (PSN).

Apabila secara anatomi tampak normal dan tidak terdapat bukti adanya
endometriosis pada MRI, beberapa pilihan tindakan bedah seperti histerektomi
baik total atau subtotal dapat dilakukan, tentunya dengan mempertimbangkan
usia dan kondisi klinis masing-masing pasien. Dalam pemilihan terapi, dokter
perlu melibatkan pasien dan menyampaikan untung-rugi dari tindakan,
termasuk aspek fertilitas

Komplikasi Komplikasi

Komplikasi dari dismenore primer adalah intensitas nyeri yang mempengaruhi


kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari. Hal ini mencakup hilangnya
produktivitas akibat berkurangnya waktu kerja atau sekolah karena harus
beristirahat. Secara umum, pada dismenore primer tidak ada komplikasi
organik karena kondisi yang dialami tidak terkait dengan patologi atau
penyakit lain.

Pada dismenore sekunder, komplikasi tergantung pada etiologi yang


mendasari. Komplikasi yang mungkin terjadi pada dismenore sekunder antara
lain infertilitas, prolaps organ panggul, perdarahan berat, dan anemia.Oleh
karenanya, dokter perlu mengenali tanda bahaya yang terkait dengan
dismenore

Prognosis Prognosis

Prognosis dismenore primer secara garis besar adalah baik, dalam artian tidak
ada risiko komplikasi organik yang membahayakan. Meski demikian, wanita
yang mengalami dismenore terkadang harus istirahat dari pekerjaan atau
sekolah, sehingga menurunkan produktivitas dan kualitas hidup pasien. Nyeri
akibat dismenore primer juga dapat membatasi aktivitas, termasuk partisipasi
dalam olahraga atau acara sosial. Selain dari itu, pasien dismenore juga dapat
mengalami stres emosional. Seringkali wanita sulit mendapatkan akses untuk
pengobatan maupun izin dari bekerja karena stigma yang ada.

Pada kasus dismenore persisten, penyebab sekunder harus diselidiki dan


prognosisnya akan bergantung pada etiologi, lokasi, dan tingkat keparahan
penyebab organik yang mendasari.[

Neoplasma Payudara

Definisi - Neoplasma : massa abnormal dari jaringan yang tumbuh secara


berlebihan dan menetap meskipun rangsangan yang menimbulkan
perubahan tersebut dihentikan
- Saat ini istilah tumor disamakan dengan neoplasma
- Dulu tumor didefinisikan sebagai pembengkakan karena inflamasi
- Jadi neoplasma payudara adalah pertumbuhan massa abnormal secara
berlebihan pada payudara yang menetap meskipun ransangan yang
menyebabkan perubahan tersebut dihilangkan
- Tumor : ganas dan jinak

klasifikasi - Neoplasma jinak yang dibold yg bakal dibahas yaa nanti dikerucutkan
aja nyampainnya
- Fibroadenoma : Fibroadenoma suatu neoplasma berbatas
tegas, padat, berkapsul dan lesi payudara terlazim dalam wanita
berusia di bawah 25 tahun/Pertumbuhan berlebihan jaringan
fibrosa dan jaringan lobuler dari satu lobuler mammae
Fibroadenoma merupakan salah satu jenis tumor jinak payudara
yang paling sering dialami oleh wanita usia 15–35 tahun. Tumor
ini berukuran kecil dengan tekstur yang padat dan mudah
digerakkan.
Tipe FAM : Hamartoma, Tubular adenoma, Lactating adenoma,
Juvenile fibroadenoma, Giant fibroadenoma , Complex FAM
- Fibrokistik
- Adenosis
- Fibroma
- Adenosis
- Lipoma
- Papiloma
- Phyllodes tumor
- Neoplasma ganas : keganasan pada jaringan payudara yang dapat
berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya
- Adenocarcinoma
- Carcinoma

Epidemiologi - Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di


Indonesia.
- Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, KPD
menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%.
(Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik ;
Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)).
- Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita
- mortalitas cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang
dijumpai pada wanita.
- Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar
1 %.
- Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium
yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan.
- Kanker payudara : prevalensi kanker tertinggi di Sumbar
- Indonesia : KPD no 2
- Kejadian FAM merupakan sepertiga dari semua kejadian tumor jinak
payudara

Etiologi dan - FAM


Faktor Risiko Etiologi :
- Peningkatan aktivitas estrogen
- Idiopatik
- Perkusor embrional
Faktor resiko :
- usia<30 tahun
- Riwayat paritas dan laktasi
- Kontrasepsi
- Lingkungan
- Stress
- Obesitas
- Riwayat keluarga
- Kanker payudara
Faktor risiko
- jenis kelamin wanita
- usia > 50 tahun
- riwayat keluarga dan genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2,
ATM atau TP53 (p53))
- riwayat penyakit payudara sebelumnya
- riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) dan menopause lambat
- riwayat reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak menyusui)
- Hormonal
- Obesitas
- konsumsi alkohol
- riwayat radiasi dinding dada
- faktor lingkungan.

Patogenesis dan - FAM


Patofisiologi Peningkatan kadar estrogen > Sel stroma neoplastik meningkatkan
pertumbuhan sel epitel > Hiperplasia dan proliferasi pada 1 duktus
terminal > FAM
- Kanker payudara
- Penyebab kanker payudara tidak seluruhnya dimengerti.
Namun, terdapat tiga hal penting yang mempengaruhi, yaitu
perubahan genetik, pengaruh hormonal dan pengaruh
lingkungan (Kumar et al., 2013).
- Kanker payudara biasanya terjadi akibat interaksi antara faktor
lingkungan dan genetik (Kabel & Baali, 2015).
- Pada perubahan genetik, terjadi mutasi yang mengenai gen
proto-onkogen dan gen supresor tumor pada epitel payudara.
Hal ini yang mendasari onkogenesis.
- Pada sel yang normal, BRCA 1 dan BRCA2 membantu untuk
mencegah terjadinya kanker dengan menghasilkan protein yang
dapat mencegah pertumbuhan abnormal (Rasjidi, 2010).
- Ketidakseimbangan hormon berupa kelebihan estrogen
memiliki peran penting dalam patogenesis kanker payudara.
Estrogen menstimulasi produksi faktor pertumbuhan, seperti
transforming growth factor-α (TGF-α), platelet derived growth
factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF), dan lainnya
yang akan memicu perkembangan tumor melalui mekanisme
parakrin dan autokrin (Kumar et al., 2013).
- Pengaruh lingkungan diperkirakan karena adanya insidens
kanker payudara yang bervariasi pada penduduk kelompok yang
secara genetik bersifat homogen dan perbedaan geografik
(Kumar et al., 2013).
Manifestasi Klinis - FAM : benjolan licin,tunggal,batas tegas,mobile
- Kanker payudara :
a. Benjolan tidak nyeri
b. Pertumbuhan cepat
c. Keluarnya cairan dari puting unilateral
d. Kelainan kulit : retraksi kulit(dimpling),peau d’orange,retraksi
puting
e. Benjolan di ketiak : metastasi kgb axila

Prinsip Diagnosis - FAM :


- Anamnesis : perlu ditanyakan kapan pertama kali benjolan
muncul, perubahan ukuran dan tekstur massa, perubahan kulit
sekitar, dan nipple discharge. Anamnesis mengenai riwayat
penyakit ginekologi seperti pola menstruasi, riwayat kehamilan,
dan hubungan keluhan dengan siklus menstruasi perlu dikaji.
Riwayat benjolan pada payudara sebelumnya, radiasi dan
riwayat keluarga untuk keganasan payudara dan ovarium juga
perlu ditanyakan.
- Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : tidak terlihat adanya perubahan kontur, dan
perubahan kgb
- Palpasi : teraba benjolan ukuran 1-3 cm,
tunggal/multiple, konsistensi kenyal padat, batas tegas,
permukaan licin,tidak ada nyeri tekan
- Penunjang :
- USG : digunakan untuk pasien usia muda (<35 tahun),
terlihat massa bulat atau oval dengan kontur halus
- Mamografi tampak gambaran massa bulat dan batas
tegas,tampak gambaran popcorn appearance
- Histopatologi

- Kanker payudara
- Anamnesis :
Keluhan Utama
1. Benjolan di payudara
2. Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit
3. Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
4. Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange (seperti kulit
jeruk), ulserasi, venektasi
5. Benjolan ketiak dan edema lengan

Keluhan Tambahan
1. Nyeri tulang (vertebra, femur)
2. Sesak dan lain sebagainya

- Pemeriksaan fisik :
- Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis,
regionalis, dan sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik
dimulai dengan menilai status generalis (tanda
vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari
kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan medis
sekunder. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk
menilai status lokalis dan regionalis.Pemeriksaan ini
dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi.
- Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar
klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda
tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar
getah bening.
- Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula

- Status lokalis :
Payudara kanan atau kiri atau bilateral

- Massa tumor :
- Lokasi
- Ukuran
- Konsistensi
- Bentuk dan batas tumor
- Terfiksasi atau tidak ke kulit, m.pectoral atau dinding
dada
- Perubahan kulit Kemerahan, dimpling, edema/nodul
satelit Peau de orange, ulserasi
- Perubahan puting susu/nipple :Tertarik, Erosi, Krusta,
Discharge
- Status kelenjar getah bening
- Kgb aksila: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir
terhadap sesama atau jaringan sekitar
- Kgb infra klavikula
- Kgb supra klavikula
- Pemeriksaan pada daerah metastasis
- Lokasi : tulang, hati, paru, otak
- Bentuk
- Keluhan
- Penunjang :
Lab : tumor marker
Pencitraan :
1. Mamografi , sebagai skrining untuk usia >35 th
2. Usg utk membedakan kista solid/tumor
3. MRI
4. Patologi anatomi

Diagnosis Banding

Tatalaksana - FAM
Komprehensif Pada sebagian besar kasus, fibroadenoma tidak memerlukan
pengobatan. Karena menyusut dan menghilang seiring waktu, tetapi
jika ukurannya besar dan menekan jaringan payudara lainnya, maka
harus diangkat.

Operasi dilakukan pada Fibroadenoma jika ukurannya besar dan terus


bertambah.
- Indikasi : pertumbuhan yang cepat, ukuran lebih besar dari 2
cm, dan permintaan pasien.

Ada 2 prosedur bedah yang digunakan untuk mengangkat


fibroadenoma:
- Lumpektomi atau biopsi eksisi → mengangkat fibroadenoma
dan mengirimkannya ke laboratorium untuk evaluasi lebih
lanjut.
- Cryoablation: untuk membekukan dan menghancurkan struktur
seluler fibroadenoma. Biopsi jarum inti harus dilakukan
sebelum cryoablasi untuk memastikan diagnosis fibroadenoma.

- Kanker payudara :
- Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa
yang lengkap dan akurat (termasuk penetapan stadium / TNM).
Diagnosa dan terapi pada kanker payudara haruslah dilakukan
dengan pendekatan humanis dan komprehensif. Terapi pada
kanker payudara sangat ditentukan luasnya penyakit atau
stadium dan ekspresi dari agen biomolekuler atau
biomolekuler-signaling. Terapi pada payudara selain
mempunyai efek terapi yang diharapkan, juga mempunyai
beberapa efek yang tak diinginkan (adverse effect), sehingga
sebelum memberikan terapi haruslah dipertimbangkan untung
ruginya dan harus dikomunikasikan dengan pasien dan
keluarga. Selain itu juga harus dipertimbangkan mengenai
faktor usia, comorbid, evidence-based, cost effective, dan kapan
menghentikan seri pengobatan sistemik termasuk end of life
issues
- Bedah
- Radioterapi
- Terapi sistemik : Kemoterapi
- Kemoterapi infus dilakukan selama 6 siklus dimana 1
siklus terdiri dari 3 minggu dengan 1 minggu istirahat
tiap siklus
- Kemoterapi obat (xeloda) dilakukan selama 12 siklus
dimana 1 siklusnya terdiri dari 3 minggu. Obat diminum
2 tablet setiap pagi dan malam.
- Terapi hormonal : meminum obat penekan hormon setiap hari
selama 5 tahun

Komplikasi Komplikasi yang sering ditemukan pada FAM berupa nyeri dan deformitas
pada payudara. Nyeri yang dirasakan umumnya terjadi setiap siklus menstruasi
diperkirakan tumor membesar karena memiliki sensitivitas terhadap aktivitas
hormon estrogen. Tumor yang berukuran besar dapat menyebabkan deformitas
yang mengganggu secara kosmetik.

Prognosis Fibroadenoma mammae (FAM) memiliki prognosis yang baik dan hampir
tidak pernah menimbulkan komplikasi yang serius.

Pada pasien kanker payudara staging lanjut (stadium 4) → angka harapan


hidup dalam 5 tahun <20%.

Neoplasma Ginekologi Perempuan : 1. Leiomioma Uteri

Definisi Mioma uteri atau disebut juga fibroid, leiomioma, leiomyomata, fibromioma
Adalah tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus. Dapat terdiri dari
satu mioma atau beberapa mioma kecil
Mioma submukosa dapat keluar dari rongga rahim ke vagina melalui saluran
servik : mioma geburt atau mioma yang dilahirkan

Klasifikasi 4 tipe mioma uteri


1. Subserosa : tumbuh di lapisan luar uterus
2. Intramural : tumbuh di dalam dinding uterus
3. Submukosa : di bawah lapisan cavum uteri → polimenorrhea,
infertilitas, keguguran
4. pedunculated

Etiologi dan Nullipara, infertilitas, riwayat keluarga


Faktor Risiko

Patogenesis dan
Patofisiologi

Manifestasi Klinis 1. Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau di luar masa haid
2. Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya pangkal tumor, serta
adanya infeksi → rahim
3. Penekanan organ sekitar tumor seperti kandung kemik, ureter, rektum,
organ lain → gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah
vena dalam panggul, gangguan ginjal, dll
4. Infertilitas akibat penekanan pada saluran indung telur
5. Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal

Prinsip Diagnosis - Massa yang menonjol/teraba bagian janin


- Tes HCG (-)
- USG abdominal/transvaginal

Diagnosis Banding

Tatalaksana Pemeriksaan berkala


Komprehensif - Pemeriksaan fisik & USG setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan, ukuran, dan jumlah
- Bila stabil → observasi 3-4 bulan

Terapi hormonal
- Preparat progestin atau GnRH → efek hipoestrogen

Terapi operasi
1. Miomektomi
- Bila pasien masih muda atau ingin memiliki anak
2. Histerektomi
- Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak
sembuh dengan terapi

Komplikasi
Prognosis

BENIGN MALIGNA

TUMOR JINAK VULVA KANKER SERVIKS


Tumor Kistik KANKER ENDOMETRIUM
Kista Bartholini KANKER KORPUS UTERI
Kista Pilosebasea KANKER SARKOMA UTERI
Hidradenoma Papilaris KANKER OVARIUM
Hidrokel Kanalis Nuck KANKER VULVA
Tumor Kistik Lainnya KANKER VAGINA
Tumor Padat KANKER TUBA UTERINA1
Fibroma
Polip Fibroepitelial
Lipoma
Limfangioma Sirkumskriptum
Angiomiofibroblastoma
Mioma Vulvo-Vagina
Tumor Padat Lainnya

TUMOR JINAK VAGINA


Tumor Kistik
Kista Inklusi
Kista Gartner
Tumor Padat
Fibroma
Adenosis
Endometriosis

TUMOR JINAK SERVIKS


Tumor Kistik
Kista Nabothi/Retensi
Tumor Padat
Polip Serviks
Papiloma Serviks
Mioma Serviks

TUMOR JINAK ENDOMETRIUM


Tumor Padat
Polip Endometrial

TUMOR JINAK MIOMETRIUM


Tumor Padat
Mioma Uteri
Adenomiosis

TUMOR JINAK OVARIUM


Tumor Kistik
Kista Folikel
Kista Korpus Luteum
Kista Granulosa
Kista Teka
Ovarium Polikistik
Kistadenoma Ovarii Serosum
Kistadenoma Ovarii
Musinosum
Kista Dermoid
Tumor Jaringan Ikat/Padat
Fibroma
Tumor Brenner
Tumor Sel Stroma
Tumor Endometroid

TUMOR JINAK TUBA UTERINA


Tumor Kistik
Kist Morgagni

Neoplasma Ginekologi Perempuan : 2. Kanker Endometrium

Definisi Kanker endometrium juga dikenal sebagai (kanker rahim) adalah pertumbuhan
neoplastik ganas dari lapisan rahim.

Epidemiologi Sekitar 95% dari keganasan ini adalah karsinoma endometrium.


- Paling sering terjadi pada wanita > usia 50 tahun.
- 75% kanker rahim terjadi pada wanita pascamenopause.
- Insiden sangat tergantung pada usia

Klasifikasi - Pada stadium 1, telah menyebar ke dinding otot rahim.


- Pada stadium 2, telah menyebar ke serviks.
- Pada stadium 3, telah menyebar ke usus atau vagina, dengan metastasis
ke kelenjar getah bening panggul.
- Pada stadium 4, telah menginvasi mukosa kandung kemih dengan
metastasis jauh ke paru-paru, inguinal, kelenjar supraklavikula, hati,
dan tulang

Etiologi dan - Riwayat pajanan terhadap estrogen yang tidak dilawan adalah
Faktor Risiko penyebab pada 75% wanita
- Nulipara
- Obesitas
- Penyakit hati
- Infertilitas
- Diabetes mellitus
- Hipertensi
- Riwayat radiasi panggul
- Menarche dini (sebelum usia 12 tahun)
- Diet tinggi lemak
- Hiperplasia endometrium
- Riwayat keluarga dengan kanker endometrium
- Riwayat pribadi kanker usus besar herediter
- Riwayat pribadi kanker payudara atau ovarium
- Menopause yang terlambat (setelah usia 52 tahun)
- Penggunaan Tamoxifen (Obat ini dapat menghambat pertumbuhan
kanker payudara)

Patogenesis dan Kanker endometrium dapat berasal dari polip atau pola multifokal difus.
Patofisiologi - Pola penyebaran sebagian tergantung pada derajat diferensiasi seluler.
- Pertumbuhan tumor dini ditandai dengan perdarahan spontan dan
rapuh.
- Pertumbuhan tumor selanjutnya ditandai dengan pertumbuhan ke arah
serviks

Manifestasi Klinis - Dispareunia


- Nyeri punggung bawah
- Keputihan bernanah
- Disuria
- Sakit panggul
- Penurunan berat badan
- Perubahan kebiasaan kandung kemih dan buang air besar

Prinsip Diagnosis 1. Pap smear


- Hanya 30-50% pasien kanker yang memiliki hasil abnormal
2. Biopsi Endometrium
3. USG Transvaginal
4. Dilatasi Fraksi dan Kuretase
- Gunakan pada kasus stenosis serviks, intoleransi pasien
terhadap pemeriksaan, perdarahan berulang setelah biopsi
negatif

Diagnosis Banding

Tatalaksana 1. Pembedahan yang merupakan pengobatan utama yang diikuti dengan


Komprehensif radiasi adjuvan dan/atau kemoterapi berdasarkan stadium penyakit.
2. Radioterapi primer atau terapi hormonal dapat digunakan pada pasien
yang memiliki kontraindikasi untuk pembedahan.
Komplikasi

Prognosis

Deteksi Dini dan Edukasi Gangguan Payudara

Definisi - Pemeriksaan fisis payudara sebaiknya dilakukan pada hari ke 7-15


dihitung dari awitan (hari pertama) menstruasi, setiap bulannya. Tiap
perempuan dianjurkan untuk melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri
(SADARI) sejak pubertas.
- Pencegahan untuk deteksi dini ada tidaknya kanker payudara lebih baik
daripada mengobati pada saat keadaan kanker payudara pada stadium
lanjut dan menjadi lebih berat penanganannnya. Perempuan seharusnya
menyadari arti pentingnya mencegah sesuatu penyakit kanker payudara
dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
- Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) dianjurkan untuk mulai
sejak usia 25 tahun, setahun sekali.
- Skrining : Tindakan pemeriksaan diri secara teratur tanpa mengganggu
adanya gejala kelainan.
● Perempuan berusia 30-40 tahun : dianjurkan ke dokter setahun
sekali untuk SADANIS dan Ultrasonografi (USG) payudara.
● Perempuan berusia 40-55 tahun : skrining terdiri dari
SADANIS, mamografi, dan USG payudara setahun sekali
karena densitas payudara masih padat sehingga dikhawatirkan
terjadi negatif palsu pada penilaian mamografi.
● Perempuan berusia > 55 tahun : pemeriksaan seperti pada
perempuan 40-55 tahun dapat dilakukan 2 tahun sekali karena
gambaran payudara pada mamografi sudah leih jelas, sehingga
mengurangi angka negatif palsu.
● Wanita dengan Riwayat keluarga (+) kanker payudara :
memerlukan pemeriksaan fisik oleh dokter lebih sering dan
pemeriksaan mamografi secara periodic sebelum 35 tahun.
- Mamografi untuk skrining dan deteksi dini disarankan pada perempuan
usia >40 tahun, sedangkan pada usia lebih muda menggunakan USG
atau Magnetic Resonance Imaging (MRI).
- Mamografi merupakan cara skrining yang direkomendasikan karena
terbukti menurunkan angka kematian karena kanker payudara dan tidak
dianjurkan diganti dengan pemeriksaan lain, kecuali atas alasan yang
jelas. Gambaran mamografi pada kanker payudara berupa massa
spekulasi irregular, klister mikrokalsifikasi, dan kalsifikasi bercabang
linear.
- USG : gambaran keganasan berupa massa dengan orientasi tinggi lebih
dari pada lebar (taller than wide), batas massa tidak tegas, heterogenitas
massa, bayangan tepi tidak lengkap (incomplete peripheral shadow),
dan vaskularisasi intralesi.

- MRI (dianjurkan untuk menggunakan kontras), tidak rutin dilakukan,


diindikasikan jika hasil mamografi atau USG tidak konklusif, atau pada
perempuan yang menggunakan implant silicon.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik seharusnya bisa dimulai pada saat penderita dan dokter
Payudara berjumpa. Cara penderita berjalan, berdiri, berjabatan tangan dan habitus
pasien akan memberi keterangan berharga sebelum melakukan anamnesis.
Pada pemeriksaan status lokalis pada payudara dilakukan baik pada payudara
ipsilateral maupun pada kontralateral dengan sistematika sebagai berikut :
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan pada posisi pasien duduk, pakaian atas dan bra
dilepas serta posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak
pinggang. Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula
yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan
kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening . Pasien duduk dalam
posisi tegak dengan pakaian dilipat sampai ke pinggang. Kemudian
amati ukuran dan simetrinya payudara. Perhatikan ada tidaknya
perubahan kulit (kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit, ulserasi,
retraksi kulit, peau d’orange), ada tidaknya kelainan pada nipple/puting
susu ( tertarik, erosi, krusta, discharge).

Selanjutnya pasien diminta untuk mengangkat dan menurunkan kedua


lengannya dengan tujuan untuk mencari ada tidaknya fiksasi kulit atau
papila mammae, pergeseran letak papila mammae atau distorsi
mammae yang disebabkan oleh adanya massa yang terfiksir. Kemudian
aksila juga diinspeksi untuk mengetahui ada tidaknya pembengkakan
kelenjar getah bening. Untuk manuver kontraksi otot Pectoralis, pasien
dalam posisi duduk dengan kedua tangan berada pada pinggang,
inspeksi dilakukan pada kedua payudaranya. Kemudian pasien
menekan kedua tangannya pada pinggang agar m. pectoralisnya
mengadakan kontraksi. Payudara yang menderita tumor pada manuver
ini akan tampak lebih menonjol dan daerah kulit yang retraksi akan
kelihatan lebih jelas.
b. Palpasi
Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang, lengan
ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal tipis untuk
sedikit lebih menonjolkan kelenjar payudara. Kedua payudara dipalpasi
secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial.
Sebelum melakukan palpasi, suhu tangan pemeriksa disamakan terlebih
dahulu dengan suhu tubuh pasien. Palpasi dilakukan secara lembut dan
tepat dengan menggunakan permukaan palmar jari-jari ke 2, 3 dan 4
pemeriksa sedangkan telapak tangan diletakkan sejajar dengan bentuk
konfigurasi payudara yang diperiksa, tidak dibenarkan memakai ujung
jari.
Palpasi seluruh payudara dengan arah sentripetal/sentrifugal secara
sistematis. Bila ditemukan massa tumor harus di deskripsikan hal-hal
berikut :
- Lokasi : payudara dibagi atas kuadran sentral, kuadran lateral
atas, kuadran medial atas, kuadran medial bawah dan kuadran
lateral bawah.
Pembagian lokasi berdasarkan kuadran payudara :

- Ukuran tumor : harus diukur dengan jangka caliper (jangka


sorong).
- Konsistensi : massa keras yang ireguler dan tidak disertai rasa
nyeri merupakan gambaran khas untuk karsinoma. Massa padat
dengan batas tegas, bersifat mobil merupakan ciri-ciri tumor
jinak. Kista payudara ditandai dengan adanya tes fluktuasi yang
positif. Nyeri tekan menunjukkan suatu lesi peradangan atau
kelainan fibrokistik.
- Permukaan : dikatakan permukaan licin jika permukaan tumor
rata seperti permukaan meja, berbenjol-benjol jika permukaan
tumor seperti buku-buku tangan pada posisi mengepal (sering
pada tumor ganas), dan dikatakan permukaan kasar apabila
permukaan (sering pada tumor ganas) tumor teraba seperti
dinding yang belum di aci (dilicinkan).
- Bentuk tumor : bulat, lonjong atau tak khas.
- Batas tumor : dikatakan tegas apabila bisa dibedakan dengan
jaringan sekitar (tumor jinak) dan dikatakan tidak tegas apabila
batas antara tumor dan jaringan sehat sekitarnya sulit dibedakan
(tumor ganas).
- Jumlah tumor : bila massa multipel menunjukan penyakit kistik
yang benigna atau fibroadenosis, massa tunggal mungkin
merupakan neoplasma meskipun palpasi kesannya jinak.
- Mobilitas tumor : terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar
payudara, kulit, otot pektoralis dan dinding dada.

Cara pemeriksaan 1. Berdiri menghadap cermin dengan bahu tegak, dada dibusungkan dan
payudara sendiri kedua tangan diletakkan di panggul
(SADARI) - Perhatikan ukuran, bentuk dan warna payudara. Payudara
bentuk yang normal, tanpa terlihat distorsi ataupun
pembengkakan.
- Segera periksakan diri ke dokter, bila terdapat skin dimple,
tonjolan, nipple inverted, kemerahan, tukak, rush, ataupun
pembengkakan

2. Berdiri menghadap cermin dengan kedua lengan diangkat, dan


perhatikan hal yang sama seperti di atas.
3. Berdiri menghadap cermin, lakukan penekanan pada nipple dengan ibu
jari dan telunjuk untuk melihat adanya discharge. Cairan yang keluar
dapat berupa susu, cairan kekuningan atau kemerahan.
4. Melakukan perabaan pada payudara, dapat dilakukan, dengan cara:
- Berbaring, Lakukan pemeriksaan payudara kanan dengan
tangan kiri, lengan sisi yang sama menyangga kepala, dan
sebaliknya, gunakan permukaan palmar jari, jangan hanya
ujungnya dan lakukan perabaan yang lembut. Lakukan
pemeriksaan yang sistematis, dari atas ke bawah, kemudian
melingkar dan dari arah pinggir menuju puting payudara.
Macam-macam arah pemeriksaan, yang dapat dilakukan sesuai
dengan kesukaan wanita, yang penting sistematis

- Berdiri atau duduk, dengan cara yang sama seperti diatas,


pemeriksaan yang lebih baik dilakukan pada saat mandi dengan
permukaan kulit yang basah dan licin.
Anestesi Gangguan Obgyn

Definisi Definisi Anestesi umum adalah suatu keadaan menghilangkan rasa nyeri secara
sentral disertai kehilangan kesadaran dengan menggunakan obat amnesia,
sedasi, analgesia, pelumpuh otot atau gabungan dari beberapa obat tersebut
yang bersifat dapat pulih kembali.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan Anestesi


Anestesi Seorang ahli anestesi mutlak harus memahami perubahan fisiologis kehamilan,
implikasi yang ditimbulkan, serta risiko anestesi terhadap kehamilan. Teknik
anestesi dipilih berdasarkan indikasi maternal dan disesuaikan dengan jenis
pembedahannya. Tidak ada penelitian yang menyatakan bahwa outcome fetal
lebih baik dengan suatu teknik anestesi tertentu. Jika memungkinkan dipilih
teknik anestesi lokal atau regional (kecuali blok paraservikal), mengurangi
kemungkinan paparan obat yang berefek teratogenik dan risiko komplikasi
respirasi maternal dapat diminimalkan.

Teknik Anestesi:
1. Anestesi Spinal
Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen
lumbal 3-4 atau lumbal 4-5. Anestesi spinal menjadi pilihan untuk
operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah.

Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap


sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta
mempunyai analgesi yang kuat namun pasien masih tetap sadar,
relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi
dengan lambung penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat

Jenis obat yang biasa digunakan:


1. Bupivacaine
2. Lidokain
3. Prokain
4. Prilokain

2. Anestesi Epidural
Anestesi yang menempatkan obat di ruang epidural (peridural,
ekstradural). Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan
durameter. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar
tengkorak dan bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal.
Kedalaman ruang rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman
maksimal terletak pada daerah lumbal. Anestetik lokal di ruang
epidural bekerja langsung pada saraf spinal yang terletak di bagian
lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal. Kualitas blokade sensoris dan motoriknya lebih lemah.

Teknik anestesi epidural ini dilakukan serupa dengan teknik anestesi


spinal saat operasi. Bedanya adalah pada teknik anestesi spinal, anggota
gerak bawah ibu (kaki) akan dengan sengaja 'dilumpuhkan' atau tidak
dapat digerakkan dalam jangka waktu tertentu.

Pada teknik anestesi epidural, hanya saraf yang memberikan respon


nyeri yang utamanya dilumpuhkan untuk sementara waktu. Teknik ini
dilakukan dengan melakukan penyuntikan di daerah punggung untuk
dilakukan penempatan suatu kateter kecil yang berguna untuk
menyuntikkan obat anestesi epidural.

Obat anestesi epidural akan bekerja selama beberapa jam, yang


sebelum efeknya habis, dokter anestesi akan memberikan instruksi
untuk memberikan suntikan obat anestesi epidural selanjutnya melalui
kateter yang sudah dipasang. Ibu masih dapat melakukan aktivitas
seperti biasa karena saraf yang di blok hanyalah saraf yang
memberikan rangsang nyeri.

ANESTESI DALAM KASUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


1. Perubahan anatomi dan fisiologi ibu hamil
2. Perubahan sistem kardiovaskular
3. Perubahan sistem respirasi
4. Perubahan sistem saluran pencernaan
5. Sectio Caesarea
Obat Anestestesi
general

Komplikasi Komplikasi Spinal Anestesi


Komplikasi spinal anestesi menurut Pramono (2017) yaitu :
1. Blokade saraf simpatis (hipotensi, bradikardia, mual, muntah)
2. Blok spinal tinggi atau blok spinal total
3. Hipoventilasi
4. Nyeri punggung
5. Hematom pada tempat penyuntikan
6. Post dural puncture headache (PDPH)
7. Meningitis
8. Abses epidural
9. Gangguan pendengaran
10. Gangguan persyarafan
11. Retensi urin

Bedah Ginekologi

Prinsip Keputusan untuk melakukan operasi diambil setelah dibuat diagnosis tentang
Pembedahan penyakitnya dan tentang kondisi penderita, dan setelah dipertimbangkan jenis
operasi yang paling tepat baginya. Diagnosis dibuat atas dasar pemeriksaan
fisik, laboratorium dan pemeriksaan lain seperti rontgen, dll. Keadaan
psikologis juga perlu diperhatikan. Jika operasi bukanlah merupakan operasi
yg emergency, maka dipilihlah waktu dimana kondisi penderita dalam keadaan
optimal. Jika pembedahan dilakukan pada penderita dengan usia lanjut maka
harus diperhatikan komplikasi yang dapat terjadi lebih mudah.

Operasi elektif : tindakan pembedahan yang dilakukan setelah segala persiapan


operasi selesai dan dipilih waktu yang paling menguntungkan dan optimal
bagi pasien. Pembedahan percobaan (dan khususnya laparatomi percobaan)
dilakukan biasanya untuk mendapatkan kepastian tentang jenis penyakit
rongga perut, apabila diagnosis sudah ditetapkan dan operasi dilanjutkan, maka
tindakan sudah tidak bersifat percobaan lagi.

Indikasi-indikasi yang sering terjadi untuk pembedahan ginekologik :


1. Tindakan untuk keperluan diagnostik. Tindakan ini umumnya ringan,
termasuk ke dalam golongan ini biopsi, kerokan, laparoskopi, dll
2. Tindakan untuk mengangkat tumor ganas atau jinak atau ganas. Jika
pada tumor jinak umumnya diusahakan untuk mengangkat tumor tanpa
mengikutsertakan alat (organ) tempat tumor. Jika pada tumor ganas
tujuan pembedahannya adalah mengangkat tumor dengan sedapat-dapat
jaringan di sekitarnya, dan jika perlu kelenjar limfe regionalnya.
3. Tindakan untuk mengkoreksi kelainan bawaan, atau kelainan yang
timbul akibat persalinan, trauma, dan/atau radang. Tindakan di sini
bertujuan agar alat-alat genital dapat berfungsi normal (pada kelainan
bawaan), atau agar alat genital mempunyai bentuk dan letak normal
lagi serta berfungsi normal (misalnya fistula vesikovaginalis akibat
persalinan dan operasi).

Persiapan Pada pembedahan elektif dilakukan pemeriksaan seteliti mungkin untuk


Pembedahan membuat diagnosis penyakitnya yang tepat dan untuk menilai kondisi
penderita. Jika ia menderita penyakit lain, penyakit yang terakhir ini harus
disembuhkan dahulu, – jika tidak mungkin – diusahakan sebelumnya, saat, dan
sesudah operasi, agar risiko operasi menjadi sekecil-kecilnya.

Pada malam sebelum operasi, penderita diberi makanan yang mudah dicerna,
dan sekurang-kurangnya 6 jam sebelumnya ia tidak diizinkan makan dan
minum lagi. Sebelum operasi, penderita perlu diberi enema (Enema adalah
prosedur pemasukan cairan ke dalam kolon melalui anus. Enema dapat
ditujukan untuk merangsang peristaltik kolon supaya dapat buang air besar,
membersihkan kolon untuk persiapan pemeriksaan operasi) untuk
mengosongkan usus besar.

Di kamar operasi, vesica urinaria dikosongkan dengan kateter, yang terus


terpasang sepanjang operasi. Pada operasi vaginal, vagina dibersihkan dengan
air dan sabun, dan setelah dikeringkan, didesinfektan dengan cairan antiseptik.
Pada Histerektomi menggunakan laparotomi, dilakukan toilet vagina yang
terdiri atas pencucian vagina, pengolesan dengan cairan antiseptik, dan
pemasukan tampon kasa ke dalam vagina untuk mengisap getah yang mungkin
keluar dari serviks uteri.

Pembedahan

Pembedahan pada Pembedahan pada vulva umumnya tidak tergolong operasi besar. Operasi yang
Vulva terbesar di sini adalah vulvektomi radikal untuk karsinoma vulva.
Pembedahan Pembedahan vaginal dilakukan untuk :
Vaginal - Kelainan bawaan dan kelainan akibat trauma dan radang seperti
ginatresia, stenosis pada vagina, abses cavum Douglas
- Kelainan akibat persalinan, seperti prolaps uteri, fistula vesikovaginalis
- Pengangkatan uterus per vaginam, keperluan diagnostik seperti kerokan
dan sebagainya.

Pembedahan Yang termasuk pembedahan perlaparatomi :


dengan Jalan 1. Berbagai jenis operasi pada uterus
Laparatomi 2. Operasi pada tuba Fallopi
3. Operasi pada ovarium

Pada histerektomi vaginal kemungkinan untuk melihat wilayah operasi tidak


sebesar pada histerektomi abdominal. Oleh karena itu, histerektomi vaginal
hanya dilakukan pada uterus yang tidak terlalu besar dan yang tidak banyak
melekat pada organ/jaringan di sekitarnya.

Kuretase/kerokan merupakan operasi yang paling sering dilakukan dalam


bidang ginekologi. Tindakan ini sering kali dilakukan guna keperluan
diagnostik untuk dapat memeriksa secara histologik jaringan yang dikeluarkan.
Tetapi dapat pula untuk pengobatan, misalnya pada abortus inkomplit.

Dengan laparotomi, terutama apabila sayatan yang akan dilakukan cukup


panjang, penderita berbaring dalam letak Trendelenburg, sehingga wilayah
operasi dapat dilihat dengan baik. Laparatomi pada alat-alat dalam rongga
pelvis bisa menjadi sulit dan berbahaya apabila terdapat banyak perlekatan,
misalnya antara usus serta omentum dengan uterus serta alat-alat adneks atau
apabila ureter atau vesica urinaria terdesak dari letak biasa di rongga pelvis
oleh suatu tumor.

Pada operasi dengan laparatomi, yang cukup banyak dilakukan adalah operasi
pada uterus, berupa histerotomi (pembukaan uterus untuk mengeluarkan
isinya), miomektomi (histerotomi tujuan khusus untuk mengangkat satu
mioma), dan histerektomi (pengangkatan uterus). Histerektomi total
biasanya dipilih karena dengan tindakan ini, serviks uteri ikut diangkat, tetapi
terkadang serviks uteri tidak diangkat atas pertimbangan teknis.

Selanjutnya ada histerektomi radikal untuk karsinoma serviks uteri dengan


mengangkat uterus, alat-alat adneksa, sebagian dari parametrium, bagian atas
vagina, dan kelenjar-kelenjar regional. Operasi yang lebih luas lagi terkenal
dengan nama eksenterasi pelvik dengan mengangkat semua jaringan di dalam
rongga pelvis, termasuk vesica urinaria dan/atau rektum.

Operasi pada alat-alat adneks sebagian besar terdiri atas operasi pada ovatium.
Operasi pada tuba pada umumnya terdiri atas operasi untuk keperluan
sterilisasi, atau atas tindakan untuk membuka tuba pada infertilitas.
Pengangkatan sebagian ovarium dilakukan pada operasi pengangkatan kista
ovarium, dll. Pada tumor ganas ovarium kanan dan kiri diangkat dan tuba
fallopi juga diangkat bersama dengan uterus (salpingo-ooforektomi bilateral).
Apabila pasien wanita premenopause dilakukan histerektomi, maka dilakukan
pula salpingo-ooforektomi bilateral untuk mencegah timbulnya kanker
ovarium di kemudian hari. Pada wanita yang lebih muda, biasanya 1 ovarium
ditinggalkan untuk keperluan fungsi hormonalnya.

Operasi pada kanker payudara


● Mastektomi total
● Mastektomi radikal modifikasi
● Mastektomi radikal
● Mastektomi parsial
● Skin-sparing mastectomy
● Nipple-sparing mastectomy
● Mastektomi preventif

Penangangan Sesudah operasi, timbul beberapa perubahan pada badan :


Masa Pascabedah 1. Kehilangan darah dan air yang menyebabkan berkurangnya volume
cairan dalam sirkulasi. Karena hemokonsentrasi dan vasokonstriksi
tekanan darah dipertahankan, dan dengan mengalirnya cairan dari
ruang ekstraseluler, volume kemudian kembali pulih. Akan tetapi, jika
misalnya terjadi perdarahan yang terlalu banyak, tensi menurun dan
nadi menjadi cepat, dan bahaya syok mengancam.
2. Diuresis pascaoperasi agak berkurang, tetapi beberapa hari kemudian
menjadi normal kembali. Pengukuran urine yang dikeluarkan sangat
perlu oleh karena oliguria merupakan tanda syok mengancam.
3. Perlu diketahui bahwa sebagai akibat operasi dapat terjadi
penghancuran protein jaringan. Ekskresi kalsium meningkat, sedangkan
pengeluaran natrium dan klorida berkurang.

Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggal sampai ia sadar. Harus
dijaga supaya jalan pernapasan tetap bebas. Pada umumnya, setelah dioperasi,
penderita ditempatkan dalam ruang pulih (recovery room) dengan penjagaan
terus-menerus sampai ia sadar. Selama beberapa hari sampai dianggap tidak
perlu lagi, suhu, nadi, tensi, dan diuresis harus diawasi terus -menerus.
Sesudah penderita sadar, biasanya ia mengeluh kesakitan. Rasa sakit ini dalam
beberapa hari berangsur kurang. Pada hari operasi dan esok harinya ia biasanya
memerlukan obat tahan nyeri, seperti Petidin; kemudian biasanya dapat
diberikan analgetik yang lebih ringan.

Operasi (kecuali operasi kecil) keluar dari kamar operasi dengan infus
intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9% atau Glukosa 5% yang diberikan
bergantian menurut rencana tertentu. Di kamar operasi, atau sesudah pindah
dari kamar operasi jika perlu diberi transfusi darah. Pada waktu operasi
penderita kehilangan sejumlah cairan sehingga ia meninggalkan kamar operasi
dengan defisit cairan. Maka, khususnya apabila pada pasca operasi, minum air
perlu dibatasi, perlu diawasi benar keseimbangan antara cairan yang masuk
dengan infus dan cairan yang keluar. perlu dijaga jangan sampai terjadi
dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan terjadi kelebihan yang bisa
mengakibatkan udem paru. Untuk diketahui, dapat diperkirakan bahwa dalam
24 jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti yang
keluar.

Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya merasa enek, kadang


sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali.
Kemudian ia boleh minum sedikit-sedikit dan lama kelamaan ditingkatkan.
Dalam 24-48 jam pascaoperasi, hendaknya diberi makanan cair. Sesudah itu,
apabila keluar flatus, dapat diberi makanan lunak yang bergizi untuk lama
kelamaan kembali mejadi makanan biasa.

Pada pasca operasi, peristaltik usus berkurang dan lama kelamaan akan pulih
kembali. Pada hari kedua pasca operasi biasanya usus bergerak lagi, dengan
gejala mules, kadang disertai dengan perut kembung sedikit.

Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang


dilakukan, Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi
antibiotik. Akan tetapi sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina,
sebaiknya berikan antibiotik sesuai indikasi.

Sesudah penderita sadar, pada pasca operasi, ia dapat menggerakkan lengan


dan kakinya, dan tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus yang
diberikan kepadanya. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan ia bisa duduk,
keluar dari tempat tidur dan berjalan. Hal itu tergantung dari jenis operasi,
kondisi badannya, dan komplikasi-komplikasi yang mungkin kembali. Di
Indonesia, keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak karena di sini
bahaya tromboflebitis pasca op tidak besar. Pada umumnya pengangkatan
jahitan laparatomi dilakukan pada hari ke 7 pasca operasi untuk sebagian dan
diselesaikan pada hari ke 10.

Komplikasi - Syok
Pascaoperasi Terjadi karena insufisiensi akut dari sistem sirkulasi dengan akibat
sel-sel jaringan tidak mendapat O2 dan zat makanan. Sebab syok :
hemoragi, sepsis, neurogenik, dan kardiogenik, atau kombinasi antara
berbeagai sebab tersebut. Gejalanya : nadi dan pernapasan meningkat,
tensi menurun, oliguri, penderita gelisah, ekstremitas dan muka dingin,
serta warna kulit keabu-abuan.
- Hemoragi
Biasanya timbul karena ikatan terlepas atau oleh karena usaha
penghentian darah kurang sempurna. Diagnosis dapat dibuat dengan
observasi : nadi meningkat, tensi menurun, penderita tampak pucat dan
gelisah, kadang mengeluh kesakitan di perut, pada saat diperkusi
ditemukan suara pekak di samping.
- Gangguan jalan kencing (retensio urinae, infeksi saluran kemih)
Jika air kencing yang dikeluarkan kurang maka ada kemungkinan
oliguri atau retensio urine. Untuk memastikan lakukan kateterisasi.
Untuk infeksi saluran kemih penderita sering merasa panas dan nyeri
saat BAK, dan pemeriksaan urine yang dikeluarkan dengan kateter atau
sebagai midstream urine mengandung leukosit.
- Distensi perut
Bisa karena dilatasi lambung atau ileus paralitik. Ileus paralitik
umumnya timbul 48-72 jam pascaoperasi.
- Infeksi
Selain ISK, ada kemungkinan adanya infeksi paru pasca pembedahan,
walaupun komplikasi ini pada pembedahan ginekologik tidak begitu
tinggi dibandingkan dengan pembedahan lain, radang paru lebih mudah
timbul apabila sebelum operasi ada penyakit paru-paru yang belum
sembuh sempurna. Usia lanjut juga berperan sebagai faktor
predisposisi. Biasanya keluhan pneumonia mulai tampak 2-3 hari
pascaoperasi seperti sesak napas, demam, batuk, dll.
- Terbukanya luka operasi
Bisa disebabkan karena luka tidak dijahit dengan sempurna. Cirinya :
distensi perut, batuk, muntah keras, infeksi.
- Tromboflebitis
Jarang terjadi pada penderita pasca operasi di Indonesia. Biasanya
terjadi pada minggu kedua pasca operasi. Untuk pencegahan bisa
dilakukan dengan meminta pasien selama berbaring di tempar tidur
menggerakkan kakinya secara aktif, ditambah dengan gerakan lain
yang bisa dibantu dengan perawat untuk melakukannya.

Sumber Buku ilmu kandungan FK UI (buku biru)

Feedbacknya
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Cari prioritas penyakit → berdasarkan epidemiologi dan ciri khasnya (yang
terbanyak, yang ter-ter blabla)

Anda mungkin juga menyukai