PUA
Definisi Perdarahan uterus abnormal adalah perdarahan yang berasal dari korpus uteri
yang terjadi secara abnormal pada wanita tidak hamil.
Abnormalitas perdarahan dapat terjadi terkait dengan durasi, frekuensi,
volume, dan atau keteraturan siklus. Perdarahan uterus abnormal banyak
terjadi pada wanita usia produktif, remaja, dan wanita premenopausal.
● C - Koagulopati
Kelainan hemostasis seperti penyakit von Willebrand dapat ditemukan
pada sekitar 13% kasus perdarahan uterus abnormal. Penggunaan obat
antikoagulan seperti warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin juga dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dengan
derajat berat.
● O - Disfungsi Ovulasi
Disfungsi ovulasi merupakan kelainan sekunder akibat gangguan pada
fluktuasi hormonal seperti pada sindrom ovarium polikistik, hipotiroid,
hiperprolaktinemia, stres mental, obesitas, anoreksia, penurunan berat
badan yang ekstrim, atau olahraga ekstrim.
● E - Endometrium
Kategori untuk etiologi ini merupakan kelainan endometrium primer
dari mekanisme yang mengatur hemostasis lokal pada endometrium.
● I - Iatrogenik
Perdarahan uterus abnormal dapat disebabkan oleh intervensi medis,
seperti penggunaan terapi steroid. Perdarahan uterus abnormal yang
terkait dengan penggunaan antikoagulan, saat ini sudah termasuk dalam
kategori iatrogenik.
● N - Tidak Diklasifikasikan
Kategori “tidak diklasifikasikan” telah direvisi oleh FIGO pada 2018
dengan entitas seperti endometritis kronis, malformasi arteriovenosa,
perdarahan dari defek atau luka bekas operasi sesar, maupun isthmocele
yang berkontribusi pada perdarahan uterus abnormal.
Faktor Risiko
● Wanita usia pramenopause
● Wanita usia remaja
● Mengalami menarche lebih awal atau menopause terlambat (pada usia
> 55 tahun)
● Memiliki penyakit penyerta, misalnya sindrom metabolik, diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit tiroid, ataupun koagulopati seperti
penyakit Von Willebrand
● Obesitas
Patofisiologi Arteri uterina dan ovarika mensuplai darah ke uterus. Arteri ini menjadi arteri
arkuata; kemudian arteri arkuata mengirimkan cabang radial yang memasok
darah ke dua lapisan endometrium, lapisan fungsionalis dan basalis.
Tingkat progesteron turun pada akhir siklus menstruasi, menyebabkan
kerusakan enzimatik lapisan fungsional endometrium. Kerusakan ini
menyebabkan kehilangan darah dan peluruhan, yang membentuk menstruasi.
Trombosit yang berfungsi, trombin, dan vasokonstriksi arteri ke endometrium
mengontrol kehilangan darah.
Setiap kelainan pada struktur rahim (seperti leiomioma, polip, adenomiosis,
keganasan, atau hiperplasia), kelainan pada jalur pembekuan (koagulopati atau
iatrogenik), atau gangguan sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium (melalui
gangguan ovulasi/endokrin atau iatrogenik) dapat mempengaruhi menstruasi
dan menyebabkan perdarahan uterus abnormal
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis utama pada PUA berupa jumlah perdarahan dari uterus yang
banyak atau sedikit, dan siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.
Pemeriksaan Fisik
● Pemeriksaan Regio Fasialis dan Kelenjar Tiroid
Pada pemeriksaan wajah dan leher, dapat ditemukan sklera ikterik dan
konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan pembesaran tiroid pada
palpasi pemeriksaan kelenjar tiroid serta manifestasi hipertiroid
maupun hipotiroid.
● Pemeriksaan Ginekologi
Beberapa kelainan yang bisa ditemukan pada pemeriksaan pelvis antara
lain:
○ Inspeksi saluran genital: adanya tanda perdarahan, leukorrhea,
massa, laserasi, benda asing pada saluran genital, uretra, dan
perineum
○ Palpasi saluran genital: ukuran massa, mobilitas massa, kontur
dari massa, dan nyeri tekan pada massa
○ Palpasi uterus: mengkaji kelainan pada ukuran dan kontur
uterus. Uterus yang membesar dapat disebabkan oleh
kehamilan, adenomiosis, leiomyoma, dan keganasan pada
uterus. Pergerakan uterus yang terbatas dapat mengindikasikan
adanya infeksi maupun endometriosis
○ Palpasi adneksa: dapat ditemukan massa pada adneksa maupun
nyeri tekan adneksa
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
● Pemeriksaan beta-hCG pada PUA bertujuan untuk
menyingkirkan adanya kemungkinan kehamilan ektopik
maupun abortus.
● Pemeriksaan darah lengkap untuk menilai adanya anemia
dengan melakukan evaluasi pada parameter hemoglobin dan
hematokrit, serta kadar trombosit bila terdapat indikasi kelainan
hemostasis pada pasien perdarahan uterus abnormal.
● Pemeriksaan laboratorium lainnya yang meliputi pemeriksaan
faktor koagulasi, pap smear, fungsi tiroid, fungsi hepar, kadar
prolaktin, dan pemeriksaan hormon lainnya dilakukan sesuai
indikasi untuk mencari penyebab yang mendasari perdarahan
uterus abnormal.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen maupun transvaginal
bertujuan untuk menemukan adanya pembesaran pada kavitas
endometrial, massa, maupun bekuan darah.
Terapi Farmakologi
Estrogen
Estrogen efektif dalam mengontrol perdarahan uterus abnormal akut dan
perdarahan menstruasi berat.
Terapi estrogen dengan sediaan oral yaitu estrogen konjugasi dosis 1,25 mg
atau 17β estradiol 2 mg setiap 6 jam selama 24 jam cukup efektif untuk
mengatasi perdarahan uterus abnormal. Setelah perdarahan berhenti, terapi
selanjutnya dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi.
Progesteron
Progestin dapat menjadi pilihan pada pasien dengan perdarahan ringan-sedang
anovulasi, juga dapat diberikan pada perdarahan uterus abnormal kronis yang
memerlukan paparan progesteron secara episodik maupun terus menerus.
Pada pasien dengan kontraindikasi pil, progesteron siklik dapat diberikan
selama 12 hari/ bulan menggunakan medroxyprogesterone acetate 10 mg/hari
atau norethindrone acetate 2,5-5 mg/hari. Progesteron alami siklik (200
mg/hari) dapat digunakan pada wanita yang rentan terhadap kehamilan.
Kombinasi Estrogen-Progestin
Pil kombinasi efektif untuk terapi jangka panjang perdarahan uterus abnormal.
Dosis pemberian pil kombinasi estrogen-progestin dimulai dengan 1 tablet 2
kali sehari selama 5-7 hari; dilanjutkan 1 tablet sekali sehari selama 3-6 siklus
Antifibrinolitik
Antifibrinolitik, seperti asam traneksamat, bekerja untuk mengurangi
fibrinolisis serta mengurangi perdarahan hingga 50%. Asam traneksamat dapat
diberikan pada pasien perdarahan uterus abnormal dengan dosis 500 mg 3 kali
sehari selama 5 hari. Rekomendasi dosis asam traneksamat dari US Food and
Drug Administration (FDA) untuk perdarahan menstruasi berat adalah 1,3 g,
diberikan 3 kali sehari dengan pemberian selama 5 hari.
Penatalaksanaan Bedah
Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal adalah:
● Gagal merespon tatalaksana non-bedah
● Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping,
kontraindikasi)
● Anemia yang signifikan
● Dampak pada kualitas hidup
● Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia
endometrium)
Pilihan tatalaksana bedah tergantung pada beberapa faktor termasuk ekspektasi
pasien dan patologi uterus. Pilihan bedahnya adalah :
● Dilatasi dan kuretase uterus
● Hysteroscopic Polypectomy
● Ablasi endometrium
● Miomektomi
● Histerektomi
Komplikasi ● Komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan uterus abnormal dengan
volume perdarahan yang masif adalah hipotensi dan syok hemoragik
yang dapat menyebabkan kematian jika terapi medis dan terapi suportif
tidak segera dimulai.
● Komplikasi perdarahan uterus abnormal kronis dapat berupa anemia
defisiensi besi dan gangguan kualitas hidup pasien.
● Perdarahan uterus abnormal yang tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas.
● Sekitar 1-2% pasien perdarahan uterus abnormal dengan siklus
anovulasi dapat berkembang menjadi kanker endometrium.
Amenorea
Epidemiologi Berdasarkan data penelitian, insidensi amenore primer di Amerika < 1%.
Setiap tahunnya, sekitar 5-7% wanita di US mengalami 3 bulan dari amenore
sekunder. Sedangkan, di Indonesia menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri
Indah Winarni pada tahun 2009, insidensi amenore primer di Semarang sebesar
11,83%. Menurut sejumlah penelitian menyebutkan bahwa persentase
frekuensi penyebab amenore primer antara lain abnormalitas gonadal (50,4%),
abnormalitas hipotalamus dan kelenjar pituitari (27,8%), abnormalitas saluran
genitalia (21,8%), dan hymen imperforata atau septum transversal vagina
(3%-5%).
Pada 50,4% pasien dengan amenore primer karena abnormalitas gonadal,
disebabkan adanya kelainan kromosom. Berdasarkan analisis kromosom,
penyebab amenore primer pada 45% kasus disebabkan karena disgenesis
gonadal, adanya abnormalitas kromosom atau agenesis duktus mülleri. Pada
46% - 62% pasien amenore primer mengalami abnormalitas kromosom antara
lain X aneuploidi atau abnormalitas struktur kromosom X yaitu
isochromosome X, isodisentric, rings, delesi dan inversi kromosom X.
Etiologi dan Penyebab paling umum amenore adalah kehamilan, jadi saat ada wanita datang
Faktor Risiko dengan keluhan amenore, langsung cek apakah wanita tersebut hamil/tidak.
1. Amenorea primer
- Hypergonadotropic hypogonadism : sel kromosom abnormal
(Turner syndrom 45X0)
- Hypogonadotropic hypogonadism : kelainan kongenital
(Isolated GnRH deficiency, hypopituitarism, kelainan
kongenital pada sistem saraf pusat, constitutional delay) ,
penyakit endokrin (kelainan kongenital pada adrenal, cushing
syndrome, pseudohypoparathyroidism, hyperprolactinemia) ,
tumor (adenoma hipofisis, craniopharyngioma) , penyakit
sistemik
- Eugonadism : kelainan anatomis (congenital absence of the
uterus dan vagina, cervical atresia) intersex disorders (androgen
insensitivity, 17-ketoreductase deficiency, inappropriate
feedback)
2. Amenorea sekunder
- Anorexia
- Chronic anovulation (PCOS)
- Hypotiroid
- Cushing syndrome
- Tumor hipofisis
- Empty sella syndrome
- Sheehan syndrome
- Tumor ovarium
Patogenesis dan The absence of menses in a female of reproductive age is related to the
Patofisiologi disturbance of normal hormonal, physiological mechanism, or female anatomic
abnormalities. The normal physiological mechanism works by balancing
hormones and providing feedback between the hypothalamus, pituitary,
ovaries, and uterus.
On the other hand, deviation from the normal anatomy of the reproductive
organs of a female can also cause amenorrhea.
Manifestasi Klinis
Prinsip Diagnosis During the history and physical examination, clinicians first need to ask about
the age of a patient and at what age the patient started menses at puberty
(menarche). This information is important to determine and differentiate
between primary and secondary amenorrhea. If the patient was not
menstruating at all, then it must be primary amenorrhea. All other cases will be
secondary amenorrhea.
After chronological age, the most important thing to determine is the
psychosocial age of the patient, as well as their intelligence quotient (IQ) to
rule out any chromosomal cause of primary amenorrhea. After that, clinicians
should inquire about the other aspects of growth like breast bud development
because an absence of breast bud by the age of 13 to 14 years indicates
estradiol deficiency, and there is a need for further investigation.
To rule out secondary amenorrhea, physicians need to determine the time
frame of the absence of menses in the previously normal menstruating female.
The most important cause of secondary amenorrhea is pregnancy, so it should
be ruled out first. They should then ask about previous surgeries for Asherman
syndrome.
History of night sweats, sleep disturbance, and hot flushes for premature
ovarian failure, history of chemotherapy, and radiation therapy for neoplasm
should be obtained because these can also cause ovarian failure in young
females. Polycystic ovary syndrome (PCOS) should be ruled out in accordance
with the Rotterdam criteria.
Vision test and sense of smell should be performed for pituitary adenoma and
Kallman syndrome. A history of medication is very important because
antipsychotics are one of the most common causes of high prolactin levels,
which lead to amenorrhea. The use of contraception, cocaine, opioids,
antiepileptics can cause the failure of menstruation to occur, dieting, strenuous
exercise, history of weight loss, and anorexia nervosa can be determined by
proper history taking to ascertain the cause of amenorrhea.
Acanthosis nigricans (a skin condition) can also provide a clue for PCOS.
Examing the breasts, pubic hair, and the clitoral index is also an important part
of the physical examination in the female with amenorrhea. Turner syndrome
can be ruled out through a normal chest examination. Clinicians should also
perform a fundal examination to rule out pregnancy and a vaginal examination
to check for hematocolpos in an imperforate hymen.
Diagnosis Banding
There is good evidence that patients with menstrual irregularities are at high
risk for bone fractures, and hence osteoporosis prevention should be the next
step. Patients should be offered vitamin D and calcium supplements.
Komplikasi Loss of the menstrual cycle is associated with wrist and hip fractures, bone
thinning, declining fertility, and premature ovarian failure.
Dismenorea
Definisi Istilah dismenore (dysmenorrheas) berasal dari kata dalam bahasa yunani kuno
.kata tersebut berasal dari dys yang berarti sulit;nyeri;abnormal, meno yang
berarti bulan dan rrhea yang berarti aliran atau arus. Secara singkat dismenore
dapat di definisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau menstruasi yang
mengalami nyeri.
Epidemiologi Dalam sebuah studi epidemiologi terhadap populasi remaja (rentang usia 12-17
tahun), dismenore memiliki prevalensi 59,7%. Dari pasien yang melaporkan
nyeri, 12% menggambarkannya sebagai berat, 37% ringan, dan 49% ringan.
Dismenore menyebabkan 14% pasien sering melewatkan sekolah.
b. Dismenorea sekunder
Dismenore sekunder biasanya baru muncul, jika ada penyakit atau kelainan
organ reproduksi yang menetap seperti infeksi rahim, kista, polip, atau tumor,
serta kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di
sekitarnya
Derajat Dismenorea
Dismenorea dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan derajatnya (Ratnawati, 2017)
yaitu :
a. Derajat I
Nyeri perut bagian bawah yang dialami saat menstruasi dan berlangsung hanya
beberapa saat, nyeri masih dapat ditahan dan penderita masih bisa melakukan
aktivitasnya sehari-hari.
b. Derajat II
Rasa nyeri yang timbul pada perut bagian bawah saat menstruasi yang dialami
cukup mengganggu, sehingga penderita memerlukan obat penghilang rasa
nyeri seperti paracetamol, ibuprofen atau lainnya. Penderita akan merasa
baikan jika sudah meminum obat dan bisa kembali melakukan pekerjaannya.
c. Derajat III
Penderita mengalami rasa nyeri saat menstruasi pada bagian bawah perut yang
luar biasa, tidak kuat untuk beraktivitas hingga membuatnya butuh waktu
untuk beristirahat beberapa hari.
Etiologi dan Etiologi dismenore atau dysmenorrhea primer belum diketahui pasti, namun
Faktor Risiko telah dihubungkan dengan peningkatan prostaglandin uterus, terutama PGF2α.
Selama proses peluruhan endometrium,
Pada dismenore sekunder, nyeri muncul sebagai akibat adanya kondisi patologi
di pelvis, baik di dalam ataupun luar rahim. Ada banyak penyebab umum
dismenore sekunder, termasuk endometriosis, fibroid, adenomiosis, polip
endometrium, penyakit radang panggul, dan bahkan penggunaan intrauterine
device
Dismenore Primer
Dismenore Sekunder
Manifestasi Klinis
Prinsip Diagnosis Anamnesis
Pada kasus dismenore, pasien datang ke dokter dengan keluhan utama nyeri
pada saat menstruasi. Nyeri dapat dideskripsikan sebagai kram perut di area
suprapubik yang berlangsung selama beberapa jam sebelum dan sesudah hari
pertama menstruasi. Nyeri juga dapat dideskripsikan sebagai nyeri kolik di
perut tengah bawah, atau nyeri tumpul di sisi perut yang menjalar ke punggung
atau paha. Nyeri biasanya meningkat dengan meningkatnya volume darah
menstruasi. Nyeri dapat berlangsung selama 2-3 hari sejak menstruasi hari
pertama.
Keluhan lain pada pasien dismenore dapat berupa nyeri punggung, diare, mual,
nyeri kepala, demam, hingga pingsan. Dokter perlu menggali riwayat penyakit
pasien termasuk adanya penyakit ginekologi lain yang diderita, riwayat
keluarga, riwayat menarche, riwayat kehamilan, persalinan, dan keguguran.
Tanyakan kepada pasien metode kontrasepsi apa saja yang pernah dipakai dan
selama berapa lama. Secara hati-hati, tanyakan juga aktivitas seksual pasien,
termasuk apakah terdapat riwayat penganiayaan selama berhubungan seksual.
Pemeriksaan Fisik
Pada evaluasi pasien dengan dismenore, perlu dibedakan apakah nyeri haid
disebabkan oleh dismenore primer atau penyebab organik lain seperti
endometriosis dan penyakit radang panggul.
Dismenore Primer
Endometriosis
Pada endometriosis, nyeri berupa nyeri panggul siklik (bisa juga nonsiklik)
dengan menstruasi. Nyeri bisa berhubungan dengan dispareunia, disuria,
diskezia, dan subfertilitas. Temuan pemeriksaan rektovaginal dapat berupa
uterus yang terfiksasi atau retroversi, atau mobilitas uterus yang berkurang,
massa adneksa, dan nodul uterosakral. Pemeriksaan penunjang dapat
mencakup USG transvaginal atau panggul untuk mendeteksi endometrioma
ovarium dan usus, MRI untuk deteksi endometriosis yang menginfiltrasi,
hingga laparoskopi dengan biopsi dan histologi.
Riwayat nyeri perut bagian bawah pada pasien yang aktif secara seksual perlu
mengarahkan kecurigaan ke penyakit radang panggul. Temuan pemeriksaan
panggul abnormal dapat berupa nyeri goyang serviks, nyeri tekan uterus, dan
nyeri tekan adneksa. Selain itu, bisa ditemukan sekret mukopurulen serviks
atau vagina. Pemeriksaan mikroskopik salin dapat membantu menunjukkan
organisme penyebab. Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi Neisseria
gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis sesuai indikasi.
Adenomyosis
Fibroid Uterus
Fibroid uterus ditandai dengan nyeri panggul siklik, menoragia, dan terkadang
dispareunia, terutama pada fibroid anterior dan fundus. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan USG transvaginal
Kehamilan Ektopik
Pemeriksaan Laboratorium
Pencitraan
Terapi Farmakologi
Terapi Nonhormonal
Jika setelah 2-3 siklus menstruasi terapi dengan OAINS dan kontrasepsi tidak
efektif, lakukan pemeriksaan terkait kepatuhan terapi. Kemudian,
pertimbangkan untuk mengombinasikan kedua golongan obat ini.[22]
Terapi Nonfarmakologi
Olahraga
Olahraga rutin dan gaya hidup yang lebih aktif dapat disarankan kepada
pasien. Olahraga rutin berhubungan dengan berkurangnya nyeri saat
menstruasi karena dismenore primer. Namun, mekanisme bagaimana olahraga
rutin dapat mengurangi nyeri saat menstruasi masih belum diketahui.[2,12,14]
Terapi Panas
Terapi panas dengan plester penghangat yang diaplikasikan pada perut bagian
bawah dilaporkan lebih unggul dibanding placebo dalam mengatasi nyeri. Efek
ini dilaporkan meningkat jika digunakan bersama ibuprofen. Karena plester
penghangat mudah diakses dan murah, maka penggunaan plester penghangat
dapat dipertimbangkan dalam mengatasi rasa nyeri akibat dismenore
primer.[12,18,26]
Intervensi Perilaku
Pada tinjauan sistematik terhadap 39 uji klinis yang melibatkan obat herbal
dalam terapi dismenore primer, dengan total sampel 3475 wanita, efikasi
dinyatakan masih inkonklusif karena metode penelitian yang masih berkualitas
buruk.[23]
Terdapat pula uji klinis lain yang mengindikasikan potensi dari vitamin E,
vitamin B1, B6, D3, dan ekstrak jahe. Namun, kualitas bukti terkait efikasi dan
keamanan juga masih kurang baik, sehingga masih diperlukan studi lebih
lanjut.[24]
Tindakan Bedah
Apabila secara anatomi tampak normal dan tidak terdapat bukti adanya
endometriosis pada MRI, beberapa pilihan tindakan bedah seperti histerektomi
baik total atau subtotal dapat dilakukan, tentunya dengan mempertimbangkan
usia dan kondisi klinis masing-masing pasien. Dalam pemilihan terapi, dokter
perlu melibatkan pasien dan menyampaikan untung-rugi dari tindakan,
termasuk aspek fertilitas
Komplikasi Komplikasi
Prognosis Prognosis
Prognosis dismenore primer secara garis besar adalah baik, dalam artian tidak
ada risiko komplikasi organik yang membahayakan. Meski demikian, wanita
yang mengalami dismenore terkadang harus istirahat dari pekerjaan atau
sekolah, sehingga menurunkan produktivitas dan kualitas hidup pasien. Nyeri
akibat dismenore primer juga dapat membatasi aktivitas, termasuk partisipasi
dalam olahraga atau acara sosial. Selain dari itu, pasien dismenore juga dapat
mengalami stres emosional. Seringkali wanita sulit mendapatkan akses untuk
pengobatan maupun izin dari bekerja karena stigma yang ada.
Neoplasma Payudara
klasifikasi - Neoplasma jinak yang dibold yg bakal dibahas yaa nanti dikerucutkan
aja nyampainnya
- Fibroadenoma : Fibroadenoma suatu neoplasma berbatas
tegas, padat, berkapsul dan lesi payudara terlazim dalam wanita
berusia di bawah 25 tahun/Pertumbuhan berlebihan jaringan
fibrosa dan jaringan lobuler dari satu lobuler mammae
Fibroadenoma merupakan salah satu jenis tumor jinak payudara
yang paling sering dialami oleh wanita usia 15–35 tahun. Tumor
ini berukuran kecil dengan tekstur yang padat dan mudah
digerakkan.
Tipe FAM : Hamartoma, Tubular adenoma, Lactating adenoma,
Juvenile fibroadenoma, Giant fibroadenoma , Complex FAM
- Fibrokistik
- Adenosis
- Fibroma
- Adenosis
- Lipoma
- Papiloma
- Phyllodes tumor
- Neoplasma ganas : keganasan pada jaringan payudara yang dapat
berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya
- Adenocarcinoma
- Carcinoma
- Kanker payudara
- Anamnesis :
Keluhan Utama
1. Benjolan di payudara
2. Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit
3. Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
4. Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange (seperti kulit
jeruk), ulserasi, venektasi
5. Benjolan ketiak dan edema lengan
Keluhan Tambahan
1. Nyeri tulang (vertebra, femur)
2. Sesak dan lain sebagainya
- Pemeriksaan fisik :
- Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis,
regionalis, dan sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik
dimulai dengan menilai status generalis (tanda
vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari
kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan medis
sekunder. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk
menilai status lokalis dan regionalis.Pemeriksaan ini
dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi.
- Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar
klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda
tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar
getah bening.
- Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula
- Status lokalis :
Payudara kanan atau kiri atau bilateral
- Massa tumor :
- Lokasi
- Ukuran
- Konsistensi
- Bentuk dan batas tumor
- Terfiksasi atau tidak ke kulit, m.pectoral atau dinding
dada
- Perubahan kulit Kemerahan, dimpling, edema/nodul
satelit Peau de orange, ulserasi
- Perubahan puting susu/nipple :Tertarik, Erosi, Krusta,
Discharge
- Status kelenjar getah bening
- Kgb aksila: Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir
terhadap sesama atau jaringan sekitar
- Kgb infra klavikula
- Kgb supra klavikula
- Pemeriksaan pada daerah metastasis
- Lokasi : tulang, hati, paru, otak
- Bentuk
- Keluhan
- Penunjang :
Lab : tumor marker
Pencitraan :
1. Mamografi , sebagai skrining untuk usia >35 th
2. Usg utk membedakan kista solid/tumor
3. MRI
4. Patologi anatomi
Diagnosis Banding
Tatalaksana - FAM
Komprehensif Pada sebagian besar kasus, fibroadenoma tidak memerlukan
pengobatan. Karena menyusut dan menghilang seiring waktu, tetapi
jika ukurannya besar dan menekan jaringan payudara lainnya, maka
harus diangkat.
- Kanker payudara :
- Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa
yang lengkap dan akurat (termasuk penetapan stadium / TNM).
Diagnosa dan terapi pada kanker payudara haruslah dilakukan
dengan pendekatan humanis dan komprehensif. Terapi pada
kanker payudara sangat ditentukan luasnya penyakit atau
stadium dan ekspresi dari agen biomolekuler atau
biomolekuler-signaling. Terapi pada payudara selain
mempunyai efek terapi yang diharapkan, juga mempunyai
beberapa efek yang tak diinginkan (adverse effect), sehingga
sebelum memberikan terapi haruslah dipertimbangkan untung
ruginya dan harus dikomunikasikan dengan pasien dan
keluarga. Selain itu juga harus dipertimbangkan mengenai
faktor usia, comorbid, evidence-based, cost effective, dan kapan
menghentikan seri pengobatan sistemik termasuk end of life
issues
- Bedah
- Radioterapi
- Terapi sistemik : Kemoterapi
- Kemoterapi infus dilakukan selama 6 siklus dimana 1
siklus terdiri dari 3 minggu dengan 1 minggu istirahat
tiap siklus
- Kemoterapi obat (xeloda) dilakukan selama 12 siklus
dimana 1 siklusnya terdiri dari 3 minggu. Obat diminum
2 tablet setiap pagi dan malam.
- Terapi hormonal : meminum obat penekan hormon setiap hari
selama 5 tahun
Komplikasi Komplikasi yang sering ditemukan pada FAM berupa nyeri dan deformitas
pada payudara. Nyeri yang dirasakan umumnya terjadi setiap siklus menstruasi
diperkirakan tumor membesar karena memiliki sensitivitas terhadap aktivitas
hormon estrogen. Tumor yang berukuran besar dapat menyebabkan deformitas
yang mengganggu secara kosmetik.
Prognosis Fibroadenoma mammae (FAM) memiliki prognosis yang baik dan hampir
tidak pernah menimbulkan komplikasi yang serius.
Definisi Mioma uteri atau disebut juga fibroid, leiomioma, leiomyomata, fibromioma
Adalah tumor jinak yang tumbuh dari jaringan otot uterus. Dapat terdiri dari
satu mioma atau beberapa mioma kecil
Mioma submukosa dapat keluar dari rongga rahim ke vagina melalui saluran
servik : mioma geburt atau mioma yang dilahirkan
Patogenesis dan
Patofisiologi
Manifestasi Klinis 1. Perdarahan banyak dan lama selama masa haid atau di luar masa haid
2. Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya pangkal tumor, serta
adanya infeksi → rahim
3. Penekanan organ sekitar tumor seperti kandung kemik, ureter, rektum,
organ lain → gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah
vena dalam panggul, gangguan ginjal, dll
4. Infertilitas akibat penekanan pada saluran indung telur
5. Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal
Diagnosis Banding
Terapi hormonal
- Preparat progestin atau GnRH → efek hipoestrogen
Terapi operasi
1. Miomektomi
- Bila pasien masih muda atau ingin memiliki anak
2. Histerektomi
- Bila tidak ingin memiliki anak lagi atau nyeri hebat yang tidak
sembuh dengan terapi
Komplikasi
Prognosis
BENIGN MALIGNA
Definisi Kanker endometrium juga dikenal sebagai (kanker rahim) adalah pertumbuhan
neoplastik ganas dari lapisan rahim.
Etiologi dan - Riwayat pajanan terhadap estrogen yang tidak dilawan adalah
Faktor Risiko penyebab pada 75% wanita
- Nulipara
- Obesitas
- Penyakit hati
- Infertilitas
- Diabetes mellitus
- Hipertensi
- Riwayat radiasi panggul
- Menarche dini (sebelum usia 12 tahun)
- Diet tinggi lemak
- Hiperplasia endometrium
- Riwayat keluarga dengan kanker endometrium
- Riwayat pribadi kanker usus besar herediter
- Riwayat pribadi kanker payudara atau ovarium
- Menopause yang terlambat (setelah usia 52 tahun)
- Penggunaan Tamoxifen (Obat ini dapat menghambat pertumbuhan
kanker payudara)
Patogenesis dan Kanker endometrium dapat berasal dari polip atau pola multifokal difus.
Patofisiologi - Pola penyebaran sebagian tergantung pada derajat diferensiasi seluler.
- Pertumbuhan tumor dini ditandai dengan perdarahan spontan dan
rapuh.
- Pertumbuhan tumor selanjutnya ditandai dengan pertumbuhan ke arah
serviks
Diagnosis Banding
Prognosis
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik seharusnya bisa dimulai pada saat penderita dan dokter
Payudara berjumpa. Cara penderita berjalan, berdiri, berjabatan tangan dan habitus
pasien akan memberi keterangan berharga sebelum melakukan anamnesis.
Pada pemeriksaan status lokalis pada payudara dilakukan baik pada payudara
ipsilateral maupun pada kontralateral dengan sistematika sebagai berikut :
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan pada posisi pasien duduk, pakaian atas dan bra
dilepas serta posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak
pinggang. Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula
yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan
kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening . Pasien duduk dalam
posisi tegak dengan pakaian dilipat sampai ke pinggang. Kemudian
amati ukuran dan simetrinya payudara. Perhatikan ada tidaknya
perubahan kulit (kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit, ulserasi,
retraksi kulit, peau d’orange), ada tidaknya kelainan pada nipple/puting
susu ( tertarik, erosi, krusta, discharge).
Cara pemeriksaan 1. Berdiri menghadap cermin dengan bahu tegak, dada dibusungkan dan
payudara sendiri kedua tangan diletakkan di panggul
(SADARI) - Perhatikan ukuran, bentuk dan warna payudara. Payudara
bentuk yang normal, tanpa terlihat distorsi ataupun
pembengkakan.
- Segera periksakan diri ke dokter, bila terdapat skin dimple,
tonjolan, nipple inverted, kemerahan, tukak, rush, ataupun
pembengkakan
Definisi Definisi Anestesi umum adalah suatu keadaan menghilangkan rasa nyeri secara
sentral disertai kehilangan kesadaran dengan menggunakan obat amnesia,
sedasi, analgesia, pelumpuh otot atau gabungan dari beberapa obat tersebut
yang bersifat dapat pulih kembali.
Teknik Anestesi:
1. Anestesi Spinal
Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen
lumbal 3-4 atau lumbal 4-5. Anestesi spinal menjadi pilihan untuk
operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah.
2. Anestesi Epidural
Anestesi yang menempatkan obat di ruang epidural (peridural,
ekstradural). Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan
durameter. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar
tengkorak dan bagian bawah dengan selaput sakrokoksigeal.
Kedalaman ruang rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman
maksimal terletak pada daerah lumbal. Anestetik lokal di ruang
epidural bekerja langsung pada saraf spinal yang terletak di bagian
lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal. Kualitas blokade sensoris dan motoriknya lebih lemah.
Bedah Ginekologi
Prinsip Keputusan untuk melakukan operasi diambil setelah dibuat diagnosis tentang
Pembedahan penyakitnya dan tentang kondisi penderita, dan setelah dipertimbangkan jenis
operasi yang paling tepat baginya. Diagnosis dibuat atas dasar pemeriksaan
fisik, laboratorium dan pemeriksaan lain seperti rontgen, dll. Keadaan
psikologis juga perlu diperhatikan. Jika operasi bukanlah merupakan operasi
yg emergency, maka dipilihlah waktu dimana kondisi penderita dalam keadaan
optimal. Jika pembedahan dilakukan pada penderita dengan usia lanjut maka
harus diperhatikan komplikasi yang dapat terjadi lebih mudah.
Pada malam sebelum operasi, penderita diberi makanan yang mudah dicerna,
dan sekurang-kurangnya 6 jam sebelumnya ia tidak diizinkan makan dan
minum lagi. Sebelum operasi, penderita perlu diberi enema (Enema adalah
prosedur pemasukan cairan ke dalam kolon melalui anus. Enema dapat
ditujukan untuk merangsang peristaltik kolon supaya dapat buang air besar,
membersihkan kolon untuk persiapan pemeriksaan operasi) untuk
mengosongkan usus besar.
Pembedahan
Pembedahan pada Pembedahan pada vulva umumnya tidak tergolong operasi besar. Operasi yang
Vulva terbesar di sini adalah vulvektomi radikal untuk karsinoma vulva.
Pembedahan Pembedahan vaginal dilakukan untuk :
Vaginal - Kelainan bawaan dan kelainan akibat trauma dan radang seperti
ginatresia, stenosis pada vagina, abses cavum Douglas
- Kelainan akibat persalinan, seperti prolaps uteri, fistula vesikovaginalis
- Pengangkatan uterus per vaginam, keperluan diagnostik seperti kerokan
dan sebagainya.
Pada operasi dengan laparatomi, yang cukup banyak dilakukan adalah operasi
pada uterus, berupa histerotomi (pembukaan uterus untuk mengeluarkan
isinya), miomektomi (histerotomi tujuan khusus untuk mengangkat satu
mioma), dan histerektomi (pengangkatan uterus). Histerektomi total
biasanya dipilih karena dengan tindakan ini, serviks uteri ikut diangkat, tetapi
terkadang serviks uteri tidak diangkat atas pertimbangan teknis.
Operasi pada alat-alat adneks sebagian besar terdiri atas operasi pada ovatium.
Operasi pada tuba pada umumnya terdiri atas operasi untuk keperluan
sterilisasi, atau atas tindakan untuk membuka tuba pada infertilitas.
Pengangkatan sebagian ovarium dilakukan pada operasi pengangkatan kista
ovarium, dll. Pada tumor ganas ovarium kanan dan kiri diangkat dan tuba
fallopi juga diangkat bersama dengan uterus (salpingo-ooforektomi bilateral).
Apabila pasien wanita premenopause dilakukan histerektomi, maka dilakukan
pula salpingo-ooforektomi bilateral untuk mencegah timbulnya kanker
ovarium di kemudian hari. Pada wanita yang lebih muda, biasanya 1 ovarium
ditinggalkan untuk keperluan fungsi hormonalnya.
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggal sampai ia sadar. Harus
dijaga supaya jalan pernapasan tetap bebas. Pada umumnya, setelah dioperasi,
penderita ditempatkan dalam ruang pulih (recovery room) dengan penjagaan
terus-menerus sampai ia sadar. Selama beberapa hari sampai dianggap tidak
perlu lagi, suhu, nadi, tensi, dan diuresis harus diawasi terus -menerus.
Sesudah penderita sadar, biasanya ia mengeluh kesakitan. Rasa sakit ini dalam
beberapa hari berangsur kurang. Pada hari operasi dan esok harinya ia biasanya
memerlukan obat tahan nyeri, seperti Petidin; kemudian biasanya dapat
diberikan analgetik yang lebih ringan.
Operasi (kecuali operasi kecil) keluar dari kamar operasi dengan infus
intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9% atau Glukosa 5% yang diberikan
bergantian menurut rencana tertentu. Di kamar operasi, atau sesudah pindah
dari kamar operasi jika perlu diberi transfusi darah. Pada waktu operasi
penderita kehilangan sejumlah cairan sehingga ia meninggalkan kamar operasi
dengan defisit cairan. Maka, khususnya apabila pada pasca operasi, minum air
perlu dibatasi, perlu diawasi benar keseimbangan antara cairan yang masuk
dengan infus dan cairan yang keluar. perlu dijaga jangan sampai terjadi
dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan terjadi kelebihan yang bisa
mengakibatkan udem paru. Untuk diketahui, dapat diperkirakan bahwa dalam
24 jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti yang
keluar.
Pada pasca operasi, peristaltik usus berkurang dan lama kelamaan akan pulih
kembali. Pada hari kedua pasca operasi biasanya usus bergerak lagi, dengan
gejala mules, kadang disertai dengan perut kembung sedikit.
Komplikasi - Syok
Pascaoperasi Terjadi karena insufisiensi akut dari sistem sirkulasi dengan akibat
sel-sel jaringan tidak mendapat O2 dan zat makanan. Sebab syok :
hemoragi, sepsis, neurogenik, dan kardiogenik, atau kombinasi antara
berbeagai sebab tersebut. Gejalanya : nadi dan pernapasan meningkat,
tensi menurun, oliguri, penderita gelisah, ekstremitas dan muka dingin,
serta warna kulit keabu-abuan.
- Hemoragi
Biasanya timbul karena ikatan terlepas atau oleh karena usaha
penghentian darah kurang sempurna. Diagnosis dapat dibuat dengan
observasi : nadi meningkat, tensi menurun, penderita tampak pucat dan
gelisah, kadang mengeluh kesakitan di perut, pada saat diperkusi
ditemukan suara pekak di samping.
- Gangguan jalan kencing (retensio urinae, infeksi saluran kemih)
Jika air kencing yang dikeluarkan kurang maka ada kemungkinan
oliguri atau retensio urine. Untuk memastikan lakukan kateterisasi.
Untuk infeksi saluran kemih penderita sering merasa panas dan nyeri
saat BAK, dan pemeriksaan urine yang dikeluarkan dengan kateter atau
sebagai midstream urine mengandung leukosit.
- Distensi perut
Bisa karena dilatasi lambung atau ileus paralitik. Ileus paralitik
umumnya timbul 48-72 jam pascaoperasi.
- Infeksi
Selain ISK, ada kemungkinan adanya infeksi paru pasca pembedahan,
walaupun komplikasi ini pada pembedahan ginekologik tidak begitu
tinggi dibandingkan dengan pembedahan lain, radang paru lebih mudah
timbul apabila sebelum operasi ada penyakit paru-paru yang belum
sembuh sempurna. Usia lanjut juga berperan sebagai faktor
predisposisi. Biasanya keluhan pneumonia mulai tampak 2-3 hari
pascaoperasi seperti sesak napas, demam, batuk, dll.
- Terbukanya luka operasi
Bisa disebabkan karena luka tidak dijahit dengan sempurna. Cirinya :
distensi perut, batuk, muntah keras, infeksi.
- Tromboflebitis
Jarang terjadi pada penderita pasca operasi di Indonesia. Biasanya
terjadi pada minggu kedua pasca operasi. Untuk pencegahan bisa
dilakukan dengan meminta pasien selama berbaring di tempar tidur
menggerakkan kakinya secara aktif, ditambah dengan gerakan lain
yang bisa dibantu dengan perawat untuk melakukannya.
Feedbacknya
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Cari prioritas penyakit → berdasarkan epidemiologi dan ciri khasnya (yang
terbanyak, yang ter-ter blabla)