Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Disusun oleh :
Endivia Rizki Mghfiroh
102011101046
Pembimbing :
dr. Yonas .H.,Sp.OG.

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER

ABNORMAL UTERINE BLEEDING (AUB)


I.

PENDAHULUAN DAN BATASAN

Abnormal Uterine bleeding atau yang disebut Perdarahan uterus


abnormal (PUA) atau disfungsional uterine bleeding (DUB) adalah kondisi
perdarahan abnormal

uterus. Batasan

volume perdarahan, lamanya

keadaan ini ditentukan oleh

perdarahan,

frekuensi

perdarahan,

intermenstrual bleeding atau spotting, dan perdaahan post koitus. Pada


kondisi normal, frekuensi menstruasi adalah 1 kali dalam setiap 21
sampai 35 hari. Usia 25 tahun adalah antara setiap 25 hingga 28 hari
sekali. Usia 25-35 adalah antara 25 28 hari. Sedangkan pasien usia 40
tahun akan berjarak lebih lama. Durasi hain normal adalah 2-8 hari,
biasanya 4-6 hari. Volume darah keluar saat kondisi normal adalah sekitar
30 cc setiap mens. Beberapa istilah yang diunakn selAma pemeriksaan ,
yaitu :

Menorrhagia

Interval normal, volume yang lebih banyak dari pada normal yaitu >80mL.

Metrorrhagia

Interval ireguler, volume lebih banyak dan durasi lebih lama daripada kondisi normal.

Oligomenorrhea

Interval lebih dari 35 hari

Polymenorrhea

Interval kurang dari 21 hari


Perdarahan uterus abnormal merupakan suatu masalah kesehatan yang sering
dijumpai, dimana penangan dan penatalaksanaanya bisa sangat rumit. Secara umum,
penyebab perdarahan uetrus abnormal adalah kelainan organik (tumor, infeksi), sistemik
(seperti kelainan faktor pembekuan), dan fungsi alat reproduksi.
Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) menjadi perhatian klinisi karena dampak yang
ditimbulkannya jika tidak ditangani dengan tepat. Angka kejadian PUA diprediksi terjadi
pada 20% wanita. khususnya pada pasca menopause PUA merupakan 15%- 20% dari seluruh
kasus ginekologi, serta 25% indikasi operasi ginekologi. Beberapa penelitian mendapatkan
hanya 10-20% dari keseluruhan kasus PUA tersebut yang menderita kanker.2

PUA dapat terjadi pada semua usia dan sebagian besar kasus yang dirujuk ke bagian
Ginekologi adalah dengan diagnosis klinis (sebenarnya gejala klinis) metrorhagia (37,1%)
dan menorhagia (33,7%).
Agar

kasus-kasus

PUA

dapat

ditangani

dengan

tepat,

harus

diketahui

etiologi/penyebab pasti yang dapat berupa kelainan organik dan perdarahan uterus
disfungsional. Kelainan organik yang paling sering adalah mioma uterus terutama mioma
submukosum, endometriosis, polip, kanker endo-metrium, hiperplasia endometrium dan
adneksitis. Selain itu juga pemakaian alat kontrasepsi, trombositopenia dan gangguan
pembekuan darah serta penggunaan terapi sulih hormon. Modalitas yang sering digunakan
untuk diagnosis etiologi perdarahan uterus adalah histeroskopi, kuretase yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan histopatologis (PA), biopsi, serta USG transvaginal dan MRI.
Histeroskopi merupakan baku emas untuk mengetahui keadaan di dalam kavum uteri namun
memerlukan prosedur anestesi, invasif dan mahal.2,3
Di beberapa pusat termasuk di RS Sanglah, pemeriksaan histopatologis merupakan
baku emas untuk diagnosis patologis kavitas uteri. Sampel untuk pemeriksaan PA dapat
diambil melalui kuretasi atau biopsi. Di samping untuk diagnostik, kuretasi berfungsi juga
sebagai terapi perdarahan uterus. Jika dibandingkan dengan hasil PA setelah histerektomi,
akurasi D&C PA mencapai 90%, sehingga D&C PA baik dipakai sebagai baku emas
pemeriksaan lesi intrauteri.2,
Banyaknya kasus yang terjadi dan penegakan etiologi yang harus tepat menarik
perhatian penulis untuk menjabarkan lebih dalam mengenai perdarahan uterus abnormal.
II.

PATOFISIOLOGI

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun pada
siklus tidak berovulasi.

Siklus berovulasi

Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus haid. Penyebab
perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis lokal di endometrium.

Siklus tidak berovulasi

Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh gangguan pada poros
hipothalamus-hipofisis-ovarium. Adanya siklus tidak berovulasi menyebabkan efek estrogen
tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap endometrium. Proliferasi endometrium terjadi

secara berlebihan hingga tidak mendapat aliran darah yang cukup kemudian mengalami
iskemia dan dilepaskan dari stratum basal.

Efek samping penggunaan kontrasepsi

Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi (PKK)
menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan. Progestin menyebabkan
endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapat menyebabkan perdarahan bercak.
Sedangkan pada pengguna alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan
terjadi karena endometritis
III.
POLA PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
a) Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi,
penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis PUD ditegakkan per ekslusionam.
b) Perdarahan akut dan banyak merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah
haid > 1 tampon per jam dan atau disertai dengan gangguan hipovolemik.
c) Perdarahan ireguler meliputi metroragia, menometroragia, oligomenore, perdarahan
haid yang lama (> 12 hari), perdarahan antara 2 siklus haid dan pola perdarahan lain
yang ireguler. Pasien usia perimenars yang mengalami gangguan haid tidak
dimasukkan dalam kelompok ini karena kelainan ini terjadi akibat belum matangnya
poros hipothalamus hipofisis ovarium.
d) Menoragia merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah haid > 80 cc atau
lamanya > 7 hari pada siklus yang teratur. Bila perdarahannya terjadi > 12 hari harus
dipertimbangkan termasuk dalam perdarahan ireguler
e) Perdarahan karena efek samping kontrasepsi dapat terjadi pada pengguna PKK,
suntikan depo medroksi progesteron asetat (DMPA) atau AKDR. Perdarahan pada
pengguna PKK dan suntikan DMPA kebanyakan terjadi karena proses perdarahan
sela. Infeksi Chlamydia atau Neisseria juga dapat menyebabkan perdarahan pada
pengguna PKK. Sedangkan pada pengguna AKDR kebanyakan perdarahan terjadi
karena endometritis.
IV.
DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Pada pasien yang mengalami PUD, anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.

Keluhan dan Gejala


Nyeri pelvik
Mual, peningkatan frekuensi berkemih
Peningkatan berat badan, fatigue, gangguan

Masalah
Abortus, kehamilan ektopik
hamil
Hipotiroid

toleransi terhadap dingin


Penurunan berat badan, banyak keringat, Hipertiroid
palpitasi
Riwayat konsumsi obat antikoagulan dan Koagulopati
gangguan pembekuan darah
Riwayat hepatitis, ikterik
Hirsutisme,akne,akantosis nigricans, obesits
Perdarahan pasca koitus
Galaktorea, sakit kepala, gangguan lapang

Penyakit hati
Sindrom ovarium polikistik
Displasia serviks, polip endoserviks
Tumor hipofisis

pandang
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk:
Menilai:
o Indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)
o Tanda-tanda hiperandrogen
o Pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid
o Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia)
o Gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis)
Faktor risiko keganasan endometrium (obesitas, nulligravida, hipertensi, diabetes mellitus,
riwayat keluarga, SOPK)
Menyingkirkan:
o Kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas
o Servisitis, endometritis
o Polip dan mioma uteri
o Keganasan serviks dan uterus
o Hiperplasia endometrium
o Gangguan pembekuan darah

3. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap smear dan
harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hyperplasia endometrium atau
keganasan.

Keterangan:
aPTT = activated partial tromboplastin time, BT-CT = bleeding time-clotting time, DHEAS =
dehidroepiandrosterone sulfat, D&K = dilatasi dan kuretase, FT4 = free T4, Hb = hemoglobin, PT =
protrombin time, TSH = thyroid stimulating hormone, USG = ultrasonografi, SIS = saline infusion
sonography, IVA = inspeksi visual asam asetat
V. LANGKAH DIAGNOSTIK PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

a) Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi dalam
frekuensi, jumlah dan lama perdarahan menstruasi. Perdarahan Uterus abnormal
meliputi PUD dan perdarahan lain yang disebabkan oleh kelainan Organik.
b) Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menyingkirkan
Diagnosis diferensial perdarahan uterus abnormal.
c) Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang harus
Disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat disebabkan oleh
abortus, kehamilan ektopik atau penyakit trofoblas gestasional.

d) Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal antara lain
penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika, hormonal, anti psikotik,
dan suplemen.
e) Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah selanjutnya adalah
melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi fungsi tiroid, fungsi
hemostasis, dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormon tiroid dan fungsi hemostasis perlu
dilakukan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda
yang mendukung (rekomendasi C). Bila terdapat galaktorea maka perlu dilakukan
pemeriksaan

terhadap

hormon

prolaktin

untuk

menyingkirkan

kejadian

hiperprolaktinemia.
f) Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran reproduksi. Perlu ditanyakan
adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear yang abnormal atau riwayat operasi
ginekologi sebelumnya. Kelainan pada saluran reproduksi yang harus dipikirkan
adalah servisitis, endometritis, polip, mioma uteri, adenomiosis, keganasan serviks
dan uterus serta hiperplasia endometrium.
g) Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka gangguan haid
yang terjadi digolongkan dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).
h) Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut sesuai dengan fasilitas.
i) Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi untuk
menentukan tata laksana lebih lanjut.
j) Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.
k) Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography (SIS). Ultrasonografi
transvaginal merupakan lini pertama untuk mendeteksi kelainan pada kavum uteri
(rekomendasi A). Sedangkan tindakan SIS diperlukan bila penilaian dengan USG
l)

transvaginal belum jelas (rekomendasi A).


Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata laksana

operatif.
m) Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba kaku
dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Chlamydia dan
Neisseria. Pengobatan yang direkomendasikan adalah doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari.

V.

MANAJEMEN

Keterangan:
AINS = anti inflamasi non steroid, D&K = dilatasi dan kuretase, EEK = estrogen ekuin
konyugasi, LNG-IUS = levonorgestrel intra uterine system, PKK = pil kontrasepsi
kombinasi

VI.

KLASIFIKASI PALM-COEIN Keseragaman staging FIGO

Melihat kesuksesan aplikasi sistem staging kanker ginekologis FIGO yang dapat diterima
luas, timbul suatu pemikiran apakah sistem serupa dapat diterapkan dalam PUA? Untuk itu
FIGO Menstrual Disorders Group (FMDG) berupaya meramu suatu sistem klasifikasi,
dengan melibatkan 17 negara. Salah satu hal penting yang dihasilkan dari kelompok kerja ini
adalah tidak digunakannya lagi istilah-istilah seperti menoragia, metroragia, dan perdarahan
uterus disfungsi $ Lebih jauh kelompok kerja ini juga mengeluarkan suatu sistem
penggolongan baru yang dikenal sebagai sistem "PALM-COEIN"yang akan dibahas lebih
lanjut.PALM-COEIN merupakan akronim dari polyp, adenomyosis, leiomyoma, malignancy
(PALM), clan coagulopathy, ovulatory disorders, endometrial disorders, iatrogenic, clan notclassified (COEIN). PALM merupakan kelainan yang bersifat struktural atau terdapat
kelainan anatom.ik. COEIN merupakan kelainan nonstruktural atau fungsional. Sistem ini
juga dirancang untuk dapat dikembangkan menjadi beberapa subklasifikasi 4 Langkahlangkah praktis penggunaan sistem ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. MENENTUKAN PUA Akut, Kronik, atau Perdarahan Intermenstrual.
Perdarahan uterus abnormal akut adalah episode perdarahan banyak yang menurut
klinisi dianggap memerlukan intervensi. Perdarahan uterus anormal kronik adalah perdarahan
abnormal dalam hal volume, regularitas, clan waktu yang telah berlangsung lebih dari enam
bulan. Perdarahan intermenstrual adalah perdarahan yang terjadi di antara dua siklus
menstruasi. tstilah ini digunakan untuk menggantikan istilah metroragia. Perlu diperhatikan
pula bahwa perdarahan dikatakan berlebih apabila-jumlah darah yang keluar lebih dari 80 mL
per siklus, atau lama perdarahan lebih dari 7 hari.
Masalah yang mungkin timbul adalah bagaimana menyamakan persepsi antara klinisi
dengan pasien dalam hal volume perdarahan. Kadangkala pasien merasa volume darah yang
keluar adalah banyak, namun belum tentu bagi pandangan klinisi. Untuk mengatasi hal
tersebut terdapM' berbagai cara, namun yang dianggap cukup praktis adalah dengan
menggunakan pictorial blood-loss assessment chart (PBAC). PBAC merupakan sistem
skoring pada mana pasien diminta untuk mengevaluasi jumlah perdarahan yang membasahi
pembalut atau tampon, serta menghubungkannya dengan hari menstruasi.
Cara ini dipandang cukup baik untuk menapis pasien-pasien yang diduga mengalami
perdarahan berlebih. Seorang wanita dikatakan mengalami perdarahan abnormal apabila
didapat skor di atas 100.9

2. Menentukan

Apakah

Kelainan

Tersebut

Merupakan

Kelainan

Structural/Anatomis.
Sistem PALM-COEIN menempatkan kelainan yang bersifat struktural/anatomik
sebagai akronim pertama (PALM). Hal ini ternyata berdampak juga bahwa kelainan anatomik
harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh untuk mencari
kemungkinan kelainan yang bersifat nonstruktural (COEIN). Dalam sistem ini bila terdapat
kelainan anatomik maka di belakang huruf yang bersangkutan diberi kode 1. Sebaliknya bila
tidak ditemukan kelainan anatomik, diberi kode 0. Kelainan anatomik yang mungkin menjadi
penyebab PUA antara lain:
a.

Polip (P): polip endometrium diketahui melalui proses pencitraan namun tidak

dibedakan menurut ukuran maupun jumlah polip yang didapat. Dalam perkembangannya
dimungkinkan untuk membuat subklasifikasi polip berdasar dimensi, lokasi, jumlah,
morfologi, dan histologinya.
b.

Adenomiosis (A): walaupun kaitan patofisiologi adenomiosis dengan PUA belum

sepenuhnya dipahami namun pengalaman klinis menunjukkan adanya hubungan erat antara
kondisi ini dengan PUA. Secara Minis diagnosis adenomiosis banyak mengandalkan aspek
pencitraan terutama ultrasonografi transvaginal. Beberapa poin penting karakteristik
adenomiosis secara ultrasonografi antara lain ekogenisitas miometrium yang heterogen dan
difus dengan batas endomiometrial yang tidakjelas, adanya lakuna anekoik di miometrium,
tekstur gema miometrium fokal yang abnormal dengan batas yang tidak jelas, dan
pembesaran yang globuler dan atau asimetris dari uterus.
c.

Leiomioma (L): dalam sistem ini mioma uteri diklasifikasikan secara primer, sekunder,

dan tersier. Penggolongan primer dimaksudkan untuk menunjukkan ada atau tidaknya mioma
uteri. Penggolongan sekunder adalah untuk membedakan mioma submukosa (SM) dengan
mioma jenis lain (0-others). Penggolongan tersier adalah untuk menentukan derajat
"gangguan" yang ditimbulkan mioma terhadap endometrium.
d. Malignancy-keganasan dan kondisi prakeganasan (M): kemungkinan kondisi ini
sebagai penyebab PUA perlu dipertimbangkan bila terdapat pasien pada usia reproduktif
dengan faktor risiko (obesitas, anovulasi kronik).
3. Jika tidak ditemukan kelainan structural, tentukan apakah ada kelainan
fungsional.
Setelah kelainan anatomik diidentifikasi ataupun disingkirkan, langkah berikutnya
adalah mencari kemungkinan etiologi yang bersifat nonstruktural. Perlu dipahami bahwa

bila telah didapatkan kelainan yang bersifat anatomik, tidak serta merta hal tersebut
merupakan penyebab PUA mengingat PUA dapaf saja diakibatkan oleh lebih dari satu
faktor etiologi. Beberapa faktor nonstruktural yang mungkin menyebabkan PUA antara
lain:
a.

Koagulopati (C): di luar dugaan, sekitar 13% PUA ternyata disebabkan oleh

koagulopati terutama penyakit von Willebrand. Untuk mempermudah penapisan


kemungkinan koagulopati sebagai penyebab PUA, dapat digunakan panduan sebagai
berikut:

Perdarahan berlebih saat menstruasi mulai dari menars

Salah satu dari gejala berikut:


perdarahan pascasalin
perdarahan yang terkait pembedahan
perdarahan terkait dengan pengobatan gigi

Dua atau lebih gejala berikut:

memar 1-2 kali per bulan


epistaksis 1-2 kali per bulan
sering mengalami perdarahan gusi
riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan

b. Ketainan ovulasi (O): yang dimaksud dalam kelainan ovulasi di sini adalah anovulasi,
di mana terjadi ketiadaan produksi siklikdari progesteron sehinggaterjadi pengaruh
estrogen yang tidak terimbangi. Beberapa kemungkinan penyebab dalam kategori ini
antara lain sindrom ovarium polikistik, hipotiroidisme, hiperprolaktinemia, obesitas,
anoreksia, atau latihan olahraga yang berlebihan.
c.

Kelainan endometrium (f:): bila PUA terjadi pada wanita dengan siklus yang reguler

tanpa adanya kelainan struktural yang jelas, maka perlu dipertimbangkan kelainan hemostasis lokal pada endometrium sebagai penyebabnya. Dalam hal ini terjadi
ketidakseimbangan antara zat vasokonstriktor (endotelin-1 dan prostaglandin F2a) dengan
vasodilator (prostaglandin E2 dan prostasiklin). Selain itu inflamasi dapat pula menjadi
penyebab PUA. Mengingat saat ini belum ada tes yang spesifik untuk mengetahui ke-

lainan-kelainan di endometrium tersebut, maka disebutkan kategori ini merupakan


eksklusi apabila faktor-faktor lain telah diselidiki.
d latrogenik (I): sesuai dengan arti istilah ini, maka PUA yang ditimbulkan merupakan
akibat dari intervensi medis yang diberikan. Komponen terpenting dari golongan ini
adalah penggunaan hormon seks steroid eksogen. Gejala yang sering dikeluhkan pasien
biasanya berupa perdarahan sela (breakthrough bleeding).
e.

Tidakterklasifikasi-notclassified (N): beberapa kelainan yang jarang ditemukan

seperti malformasi arteriovenosa dan hipertrofi miometrium yang diduga menjadi penyebab PUA digolongkan ke dalam kategori ini.
4. Jika Tidak Ada Keduanya, Pertimbangkan Kemungkinan Penyebab
Multifaktorial
Tidak semua PUA disebabkan oleh satu etiologi. Dengan demikian penyelidikan harus
dilakukan secara komprehensif. Klasifikasi PALM COEIN ini sendiri memungkinkan untuk
digunakan pada PUA dengan etiologi multipel. Contoh aplikasi sistem ini pada PUA dengan
berbagai etiologi dapat dilihat pada gambar berikut. Setelah diidentifikasi etiologi yang
terdapat, maka penanganan adalah sesuai dengan etiologi tersebut.

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. Y

Umur

: 51 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Madura

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Guru

Alamat

: gajah mada 19/60 Kaliwates

Tanggal MRS : 8-1-2015 (12.25 WIB)

No RM

: 016568

IDENTITAS SUAMI

Nama suami : Tn. H

Umur

: 59 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Madura

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: PNS

Alamat

: gajah mada 19/60 Kaliwates

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Menstruasi lama

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan menstruasi lebih lama dari pada normal. Pasien mengaami mens yang
lama sejak 1 bulan yang lalu yaitu sejak mens terahir perdarahan tidak berhenti. Hingga pada
tanggal yang seharusnya menstruasi pasien belum berhenti menstruasi. Selama keluar darah,
kadang pasien mengalami spotting atau flek di pembalutnya. Sebelumnya pasien belum
pernah mengalami hal yang sama. Pasien mengalami haid selama 7-10 hari pada keadaan
normal. Keluhan diatas tidak disertai nyeri perut.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-)

Riwayat Penggunaan Obat

: tidak melakukan pengobatan sebelumnya

Riwayat Penyakit keluarga

: (-)

Riwayat Menarche

: Usia 13 tahun

Riwayat Menstruasi

: 10 hari/ Teratur/ Dismenore (-) / HPHT: 3-12-2014

Riwayat Obstetri

I.

Abortus pada usia kehmilan 3 bulan

II.

Perempuan/29 thn/bidan/BBL lupa

III.

Perempuan/26 thn/bidan/BBL lupa

IV.

Perempuan /24thn/ bidan/BBL lupa

V.
VI.

Perempuan/18 thn/bidan/2800gr
Laki laki/10 thn/bidan/3000gr

Riwayat Marital

: 1 kali, 30 tahun

Riwayat KB

: IUD selama 10 thn

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan umum

: Cukup

Kesadaran

: Kompos mentis

Vital Sign

Tekanan Darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Frekuensi nafas

: 22 x/menit

Suhu axila

: 36,5oC

Kepala

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: tidak ada sekret, tidak ada darah

Mulut

: tidak sianosis

Telinga: tidak ada sekret, tidak ada darah

Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tyroid

Thoraks
Cor

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

: iktus kordis tidak tampak


: iktus kordis tidak teraba
: redup, batas jantung tidak melebar
: S1S2 tunggal

Pulmo
: simetris
: fremitus raba positif kedua lapang paru
: sonor
: vesikular di kedua lapang paru, tidak ada

wheezing maupun rhonki.


STATUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Payudara

: papila mamae menonjol, hiperpigmentasi papila mamae -/-,

colostrum

Abdomen:

Inspeksi

: striae +, cembung, pendulum (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal, DJJ: 144 x/menit

Perkusi

: redup

Palpasi

: soepel, nyeri tekan (-), defens muscular (-)

Genitalia:

Vulva dbn

Vagina : laserasi (-), mass (-)

Inspekulo : porsio rata, tidak bedungkul, fluksus (+), leukorea


(-)

VT : dinding vagina rata, licin tidak berdungkul, porsio


permukaan rata licin tidak ada masa.

Bimanual : tidak ditemukan masa di uterus, nyeri (-)

Ekstremitas:

Akral hangat di keempat ekstremitas, terdapat oedem di ekstremitas bawah.

Resume

Pasien wanita usia 51 thn P5015, keluhan utama menstruasi selama 1 bulan. Sebelumnya haid
normal 7 hari rutin. Riwayat IUD 10 tahun. kadang pasien mengalami spotting atau flek di
pembalutnya. Status paritas pasien adalah P5015. Status generalis dalam batas normal. Status
ginekologis fluksus (+).

Assesment

P5015 dengan Abnormal uterine bleeding

Planning

Diagnostik

Lab: DL, plano test

USG

Terapi

Infus RL 20 tpm

Inj as. Traneksamat iv 3 x 1 amp

Jika Hb turun tranfusi sampai Hb 10 gr%

Monitoring

Observasi TTV

Observasi perdarahan

Hb rutin jika KU buruk

FOLLOW UP HASIL LAB

HASIL USG TANGGAL 8 JANUARI 2015

SOAP H1

12.25

Perdarahan pervaginam

Tekanan Darah: 130/90 mmHg


Nadi: 90 x/menit
Frekuensi nafas: 22 x/menit
Suhu axila: 36,5oC
Fluksus (+) sedikit

AUB

Infus RL 20 tpm
Pemeriksaan penunjang DL dan USGObs. perdarahan

SOAP H2

SOAP H3
06.00

KU : cukup, Kesadaran: compos mentis,


TD: 120/70 mmHg, N:92 x/mnt, RR:21x/mnt Tax: 36.6C,
fluksus (-)

Post kuretase H1 a.i. AUB fungsional

Infus RL 20 tp,
Inj. Cefadroxyl 3 x 500 mg
Inj. As tranexamat 3 x 1 amp
p/o as. Mefenamat 3 x 500 mg
Jika baik, KRS .

DAFTAR PUSTAKA
FIGO classification system. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21345435
Fraser IS, Critchley HOD, Munro MG. Terminologies and definitions around
abnormal uterine bleeding. Dalam: O'Donovan PJ, Miller CE, penyunting. Modern
Management of Abnormal Uterine Bleeding.Edisi ke- 1. London: Informa Health Care; 2008.
h. 17-24.
Hestiantoro, Andon, dr.,Sp.OG (K) dan Wiweko,Budi,dr.Sp.OG.Panduan Tata
Laksana Perdarahan uterus Disfungsional.Himpunan endokrinologi dan fertilitas Indonesia,
PERHIMPUNAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI INDONESIA. 2007:Jakarta
May K, Octavia-lacob A, Sweeney C, Kennedy S, Kirtley S. NHS evidence-women's
health. Heavy menstrual bleeding annual evidence update.Edisi. Oxford: Nuffield
Department of Obstetrics & Gynaecology, University of Oxford; 2009.
National Collaborating Centre for Women's and Children's Health. Heavy Menstrual
Bleeding. Clinical Guideline.Edisi January 2007.

Anda mungkin juga menyukai