Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP DASAR ELIMINASI

NAMA:WERLIN N. TUAKORA
NPM:12114201220210
KELAS :KEPERAWATAN C

Program studi ilmu keperawatan


Fakultas Kesehatan
Universitas Kristen Indonesia maluku
Tahun 2022
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat hikmat dan rahmatnya
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah dengan
judul”KEBUTUHAN ELIMINASI”. Kami menyadari sunggu makalah ini belum
sempurna , untuk itu kami membutuhkan saran dan krtikan yang membangun agar
dapat menyempurnakan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……………………………………………………i

DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................
1.2 Rumusan masalah………………….…………………………….1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
2.1 Pengertian Eliminasi......................................................................
.......................................................................................................
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal................................
2.1.2 Antomi dan Fisiologi Eliminasi Urine ................................
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi fekal.............
..............................................................................................
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi urine.............
BAB III PENUTUP......................................................................................
5.1 Kesimpulan....................................................................................
5.2 Saran..............................................................................................

ii
PENDAHULUAN

BAB I

A. Latar Belakang
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui
ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi fekal
(defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Salah satu masalah kesehatan
dengan gangguan kebutuhan eliminasi fekal yaitu diare. Menurut WHO (2010), diare
adalah buang air besar dengan kosistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam
satu hari (24 jam). Diare merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, Konsistensi feses encer, bercampur lender atau
darah atau lendir saja. (Ngastiyah, 2005). Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta
anak menderita diare setiap tahunnya dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup
di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi (Wong, 2008). Penyakit
diare dapat terjadi disemua kalangan usia, salah satunya pada anak usia sekolah dasar.
Anak usia sekolah dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sering kali mengalami
masalah kesehatan seperti penyakit diare yang disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: tidak mencuci tangan setelah bermain, tidak mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, bermain di lingkungan yang kotor, jajan sembarangan. Masalah kesehatan
pada anak usia sekolah tidak lepas dari peran keluarga, karena keluarga berperan penting
untuk kesehatan anggota keluarganya. Keluarga merupakan satu bagian penting didalam
masyarakat didalam keluargalah semuanyanya berasal, semua pengajaran dan kebiasaan-
kebiasaan yang diterapkan di masyarakat di pelajari didalam suatu keluarga.

1..2 rumusan masalah


Makalah ini menyajikan materi antara lain:
a. Pengertian Eliminasi
b. Fisiologi Dalam Eliminasi
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi fekal dan Urine
d. Asuhan Keperawatan Pada Eliminasi

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai pembelajaran tentang bagaimana
proses eliminasi dan asuhan keperawatannya demi terciptanya perawat yang
sesuai dengan dasar-dasar tugas sebagai seorang perawat.

1.4 Manfaat Penulisan Dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran serta


menambah pengetahuan dan ketrampilan khususnya dalam menangani masalah
keperawatan serta menerapkan asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan
Eliminasi fekal dan urine.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Eliminasi
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi
adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau feses
(tinja).
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
A. Buang Air Besar (BAB)
Adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang
kotoran atau tinja yang padat atau setengah padat yang berasal dari sistem
pencernaan. BAB ini juga disebut dengan Defekasi (Dianawuri, 2009).
B. Buang Air Kecil (BAK)
Adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
BAK ini juga sering disebut dengan Miksi.

3
2.2.1 Anatomi dan Fisologi Eliminasi Fekal
A.  Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan
saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke
dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian
kebawah ke dalam lambung.
B.   Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah
terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya
diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk
perlindungan.
C.   Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi
secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan dalam gerakan
menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah spingter pylorus
pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan
lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini
dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai
6 jam.
D.   Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
1)      Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
2)      Jejenum atau bagian tengah
3)      Ileum
E.   Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdiri
dari :
1)      Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil

4
2)      Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
3)      Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua
zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama
perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air
diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.

Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :

1) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian


selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien,
elektrolit dan garam empedu.
2)    Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan
melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang
dihasilkan feses.
3)    Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.

F.  Anus
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu
internal (involunter) dan eksternal (volunter)
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

5
2.2.2 Anatomi dan fisiologi Eliminasi urine
A.  Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna
coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi vertebra posterior dengan
peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan
karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan
memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub superior
setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine.
Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan
lemak.
B.    Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar
pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki
panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter
membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih
didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter ureterovesikalis. Urin
yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya steril.
C.    Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar, yaitu badan (corpus) yang merupakan bagian utama kandung kemih
dimana urin berkumpul dan leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang
berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga
urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher
kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas
ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung
kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos
dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik
berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu,

6
potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel
otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung
kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah
dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher
masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada
sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa
kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-
masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique
melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa
kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya
terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik.
Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal
mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin
dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada
daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang
mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini
merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih,
yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali
sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi
bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
D.   Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi
membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar
uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri.
Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra. 
E.   Persarafan Kandung Kemih

7
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan
medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah
serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat
regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra
posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan
refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis.
Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih.
Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk
fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter.
Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui
nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis.
Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit
mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga
berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi
rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung
kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang
sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang
berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan
ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan
kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan
kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun
sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah
kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf
simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan
serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.

8
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik
pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh
perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum
kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm
menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding
kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran
balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat
selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap
gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan
dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka
dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih
kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak
selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin
dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut
refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran
ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-
struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
F.    Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter
tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat
sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan
refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal,
dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut
refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang
berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
Fisiologi Miksi Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi
urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua
langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) .

9
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal
A. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang
dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses
pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang
normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya
peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-
otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung.
Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkterani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
B. DIET
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya
selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan
tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini
berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan
feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur
dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
C. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan
untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang kolon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan
cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
D. Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai

10
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yang cemas atau
marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi
orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi.
E. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelatihan
buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu
yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada
pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang
bau, dan kebutuhan akan privasi juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien
yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin
tidak ingin menggunakan bedpan karena privasi dan kegelisahan akan baunya.
F. Obat-Obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare yang lain seperti dosis yang
besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morfin dan
kodein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi
eliminasi. Laksatif adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.

11
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi urine
A. Jumlah Air yang Diminum
Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin banyak. Apabila
banyak air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah sedikit,
sehingga pembuangan air jumlahnya lebih banyak dan air kencing akan terlihat
bening dan encer. Sebaliknya apabila sedikit air yang diminum, akibatnya
penyerapan air ke dalam darah akan banyak sehingga pembuangan air sedikit dan
air kencing berwarna lebih kuning .
B. Jumlah Garam
Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah Supaya tekanan osmotik tetap,
semakin banyak konsumsi garam maka pengeluaran urin semakin banyak.
C. Konsentrasi Hormon Insulin
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin. Kasus
ini terjadi pada orang yang menderita kencing manis.
D. Hormon Antidiuretik (ADH)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika darah
sedikit mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke dalam ginjal,
akibatnya penyerapan air meningkat sehingga urin yang terjadi pekat dan
jumlahnya sedikit. Sebaliknya, apabila darah banyak mengandung air, maka ADH
yang disekresikan ke dalam ginjal berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang
pula, sehingga urin yang terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.
E. Suhu Lingkungan Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha
untuk menjaga suhunya dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke
kulit sehingga darah akan lebih banyak yang menuju organ tubuh, di
antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya samakin
banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
F. Gejolak Emosi dan Stress
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat
sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada
dalam kondisi emosi, maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian,
maka timbullah hasrat ingin buang air kecil.
G. Minuman Alkohol dan Kafein

12
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika. Seseorang
yang banyak minum alkohol dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan
meningkat.

13
BAB III

PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (Kebutuhan
Buang Air Kecil/BAK) dan eliminasi feses (Kebutuhan Buang Air Besar/BAB).
Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan
uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon
keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.
1.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan feses dalam
kehidupan kita sehari-hari. Serta selalalu menjaga kebersihan daerah tempat
keluarnya urine dan feses.

14

Anda mungkin juga menyukai