Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN PBL MODUL 1

SKENARIO 2
NYERI PERUT AKUT

KELOMPOK 6
11020160004 Andi M. Shofwatul Islam Hafid
11020160015 Herika Laksmi Safitri K.
11020160029 Indra Aprianto
11020160047 Rani Meiriska Nur Indah S
11020160061 Indah Dian Larasati Husada
11020160080 Sri Nurjannah Rifal
11020160102 Ayu Ulfiah Azis
11020160118 Ninadiyah Nurul Azizah
11020160135 Nur Ainun Pateda
11020160152 Siska Ulandari
11020160173 Nur Rahma Amiruddin
Tutor:
dr. Dwi Anggita

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya,
Aamiin.Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini,
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan
guna memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.
Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama
kepada:
1. Dr. dr. Shofiyah Latief,Sp.Rad, M.Kes dan dr. Ratih Natasha Maharani,
SpM, M.Kes selaku Koodinator blok dan Sekretaris blok
Gastroenterohepatologi
2. dr. Dwi Anggita selaku pembimbing tutorial kelompok kami (6)
3. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi
dalam menyelesaikan laporan tutorial ini.
Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala
kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya.Aamiin yaa Robbal
A’lamiin.

Makassar, 04 Desember 2017

Kelompok 6
SKENARIO 2

Laki-laki umur 70 tahun, masuk Ugd Rs dengan keluhan nyeri seluruh


dinding perut sejak 12 jam lalu, awalnya dari ulu hati, kemudian menjalar ke
seluruh dinding perut. Riwayat pasien menderita rematik dan sering
mengkonsumsi obat anti nyeri dalam jangka waktu yang sudah lama. Pada
pemeriksaan fisik abdomen tampak kembung.

KATA SULIT
1. Rematik
Rematik adalah penyakit yang menyerang persendian yang menyebabkan
inflamasi , kekakuan, pembengkakan, rasa sakit pada sendi, otot, tendon,
ligament dan tulang[1]
2. Ulu hati
Ulu hati atau yang disebut epigastrium adalah suatu posisi yang berada
tepat didekat salah satu ujung / sisi organ hati[1]
3. Kembung
Kembung adalah gangguan pencernaan dimana penderita merasa perutnya
tidak nyaman atau rasa nyeri dan penuh gas atau cairan dalam perut [1]

KATA/KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki usia 70 tahun
2. Masuk Ugd Rs dengan keluhan nyeri seluruh dinding perut sejak 12 jam
lalu
3. Dari ulu hati kemudian menjalar ke seluruh dinding perut
4. Riwayat pasien menderita rematik
5. Pemeriksaan fisik abdomen tampak kembung
PERTANYAAN
1. Bagaimana struktur anatomi,fisiologi,dan histologi dari bagian yang
terlibat berdasarkan skenario ?
2. Jelaskan jenis-jenis nyeri perut dan contohnya serta patomekanisme nyeri?
3. Bagaimana patomekanisme nyeri ulu hati yang menjalar ke seluruh bagian
perut ?
4. Jelaskan mekanisme terbentuknya asam lambung!
5. Apakah ada hubungan antara riwayat pasien dengan penyakit yang diderita
sekarang ?
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari scenario ?
7. Jelaskan DD dari skenario (definisi, Etiologi, Gejala Klinis, Epidemiologi,
Patofisiologi, penatalaksanaan dan pencegahan ) ?
8. Bagaimana perspektif islam dari skenario ?

JAWABAN
1. Bagaimana struktur anatomi,fisiologi,dan histologi dari bagian yang terlibat
berdasarkan skenario ?

ANATOMI SISTEM YANG TERLIBAT


A. Regio pembagian abdominal
1) hypocondriaca dextra
2) epigastrica
3) hypocondriaca sinistra
4) lateralis dextra
5) umbilicalis
6) lateralis sinistra
7) inguinalis dextra
8) pubica
9) inguinalis sinistra

Tempat organ abdomen adalah pada:


1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung empedu,
sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar
suprarenal kanan.
2) Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
3) Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal pankreas,
fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal
kiri.
4) Lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri [6]
1. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan,
yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam
klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir
melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. [6]
2. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri
dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua
belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). [6]
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua
belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam
usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. [6]

b. Usus Kosong (Jejenum)


Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 12 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus
dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. [6]

c. Usus Penyerapan (Illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam empedu. [6]
3. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare. [6]
4. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di
ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan
dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus. [6]

Saraf yang mempersarafi dinding abdomen


Komponen saraf adalah refleks otonom lokal, yang melibatkan neuron-
neuron kolinergik, dan impuls-impuls dari SSP melalui nervus vagus. Rangsang
vagus meningkatkan sekresi gastrin melalui pelepasan gastrin - releasing peptide.
Serat-serat vagus lain melepaskan asetilkolin, yang bekerja langsung pada sel-sel
kelenjar di korpus dan fundus untuk meningkatkan sekresi asam dan pepsin.
Rangsang nervus vagus di dada atau leher meningkatkan sekresi asam dan pepsin,
tetapi vagotomi tidak menghilangkan respons sekresi terhadap rangsang lokal. [32]
Untuk memudahkan pengaturan fisiologik sekresi lambung biasanya
dibahas berdasarkan pengaruh otak ( sefalik ), lambung, dan usus. Pengaruh / fase
sefalik adalah respons yang diperantarai oleh nervus vagus yang diinduksi oleh
aktivitas di SSP. Pengaruh lambung terutama adalah respons-respons refleks lokal
dan respons terhadap gastrin. Pengaruh usus adalah efek umpan balik hormonal
dan refleks pada sekresi lambung yang dicetuskan dari mukosa usus halus. [31]
Sejauh ini cara terpenting untuk mengatur sekresi usus halus adalah
dengan berbagai refleks saraf setempat terutama refleks yang dimulai oleh
rangsangan taktil dan iritasi serta oleh peningkatan aktifitas saraf enterik yang
berhubungan dengan gergerakan gastrointestinal. Oleh karena itu dihampir semua
tempat, sekresi pada usus halus terjadi hanya sebagai respons terhadap keberadaan
kimus dalam usus - semakin banyak jumlah kimus semakin banyak sekresinya. [30]

HISTOLOGI SISTEM YANG TERLIBAT


1. RONGGA MULUT
Dilapisi epitel squamosa kompleks non keratin sebagai pelindung yang juga
melapisi permukaan dalam bibir.
A. Bibir
1) Pars Cutanea (Kulit bibir) dilapisi:
a. epidermis, terdiri atas epitel squamosa kompleks berkeratin,
dibawahnya terdapat dermis.
b. dermis, dengan folikel rambut, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, m.
erector pili, berkas neuro vaskuler pada tepi bibir.
c. Letak pars kutanea di bagian luar penampang bibir
2) Pars Mukosa, dilapisi:
a. epitel squamosa kompleks nonkeratin, diikuti lamina propia (jaringan
ikat padanan dari epidermis dan dermis), dibawahnya submukosa,
terdapat kelenjar labialis (sekretnya membasahi mukosa mulut).
b. Letak di penampang bibir berhadapan dengan gigi dan rongga mulut.
3) Pars Intermedia (mukokutaneus), dilapisi:
a. epitel squamosa kompleks nonkeratin. Banyak kapiler darah.
b. Letak bagian atas penampang bibir yang saling berhadapan (bibir atas
dan bawah) [17]

B. Lidah
Epitel permukaan dorsal lidah sangat tidak teratur (epitel squamosa
kompleks) dan ditutupi tonjolan (papilla) yang berindentasi pada jaringan ikat
lamina propia (mengandung jaringan limfoid difus). Terdiri papilla filiformis,
fungiformis, sirkumvalata, dan foliata. Papilla lidah ditutupi epitel squamosa
kompleks yang sebagian bertanduk. bagian pusat lidah terdiri atas berkas-
berkas otot rangka, pembuluh darah dan saraf. [17]

C. ESOPHAGUS
Esophagus merupakan saluran yang berotot yang berfungsi meneruskan
makanan dari mulut ke lambung. Esophagus dilapisi epitel berlapis tanpa
lapisan tanduk. Di dalam submukosa terdapat kelompok-kelompok kecil
kelenjar pensekresi mucus, yaitu kelenjar esophagus dengan secret yang
memudahkan transport makanan dan melindungi mukosa esophagus. Didalam
lamina propria daerah dekat lambung, terdapat kelompok kelenjar, yaitu
kelenjar kardiak esophagus yang juga mensekresi mucus. Dibagian distal
esophagus, lapisan muscular hanya terdiri atas sel-sel otot polos, dibagian
muscular tengah terdapat campuran sel-sel otot polos dan otot rangka. Dan di
ujung proksimal hanya terdapat sel-sel otot rangka. Hanya bagian esophagus
yang terdapat dalam rongga peritoneum yang ditutupi serosa. Sisanya ditutupi
selapis jaringan ikat longgar, adventisia, yang menyatu dengan jaringan
sekitar. [17]

D. GASTER
Pada keadaan kosong mukosa melipat membentuk rugae. Rugae
memungkinkan distensi luas lambung setelah diisi makanan. Terbagi atas :
Cardia, Fundus dan Korpus Pylorus.
1. Cardia
a. Foveolae lebar dan dalam
b. Kelenjar berbentuk tubular simpleks bercabang
c. Mensekresi mukus
d. Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung.
2. Fundus dan korpus
a. Secara histologis tidak berbeda
b. Foveolae sempit, gastric pit pendek,
c. kelenjar fundus berupa kelenjar tubulosa panjang lurus dan
bercanggah dua (bifurcatio)
d. Mensekresi HCl dan intrinsik faktor

3. Pylorus
a. Gastic pit lebih dalam, bercabang dan bergelung
b. Mensekresi enzim lisosom
c. Di antara sel mukus terdapat sel G, yang mensekresi gastrin
d. merangsang sekresi pepsin dan asam lambung dari fundus dan
corpus dan meningkatkan motilitas lambung[17]

E. USUS HALUS
1. Duodenum
a. Tunika Mukosa
Epitel kolumner simpleks dengan mikrovili, terdapat vili
intestinalis dan sel goblet. Pada lamina propia terdapat kelenjar
intestinal lieberkuhn.
b. Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar. Terdapat kelenjar duodenal Brunner (ciri
utama pada duodenum yang menghasilkan mucus dan ion
bikarbonat). Trdapat plak payeri (nodulus lymphaticus agregatia/
gundukan sel limfosit)
c. Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal
(bagian luar). Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus
auerbach.
d. Tunika Serosa
Merupakan peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks,
yang diisi pembuluh darah dan sel-sel lemak.
2. Jejunum
Vili paling besar, Lakteal berkembang sempurna, absorbsi maksimal.
Dan tidak ada kelenjar Brunner dan plaque Peyeri.

3. Ileum
a. Banyak limfonoduli agregatii didalam lamina propria (Peyer’s
patches, plaques Peyeri)
b. Folikel limf berbentuk buah pir bulat, kubah menonjol kearah
lumen
c. Terdapat sel khusus yang berfungsi untuk transport antigen dari
lumen usus ke folikel limfoid, disebut sel M. [17]
F. USUS BESAR
1. Appendix
a. Lamina propria dan mukosa bagian atas di infiltrasi secara luas
oleh limfosit
b. Terdapat massa jaringan limfoid pada mukosa dan sub mukosa
c. Lumen biasanya terlihat hampir segitiga .

2. Kolon
a. Tidak terdapat lipatan mukosa, Tidak terdapat vili .
b. Kriptus panjang, didominasi oleh sel goblet dan sel absorbtif
dengan mikovili yang pendek .
c. Fungsi utama kolon: penyerapan air, pembentukan massa feses
dan produksi mukus .
d. Lamina propria mempunyai banyak jaringan limfoid yang
termasuk kedalam gut-asociated limphoid tissue (GALTs). [17]
G. RECTUM-ANUS
a. Epitel tiba-tiba berubah menjadi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk
b. Sub mukosa terdapat kelenjar sirkum analis
c. Muskularis membentuk sfingter ani, internus dan externus[17]

FISIOLOGI SISTEM YANG TERLIBAT


Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muskular
berongga yang dilapisi oleh membran mukosa (selaput lendir). Tujuan kerja organ
ini adalah mengabsorbsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk diabsorbsi
dan digunakan oleh sel-sel tubuh, serta menyediakan tempat penyimpanan feses
sementara. Saluran GI mengabsorbsi dalam jumlah besar sehingga fungsi utama
sistem GI adalah membuat keseimbangan cairan, selain menelan cairan dan
makanan, saluran GI juga menerima banyak sekresi 6 dari organ-organ, seperti
kandung empedu dan pankreas. Setiap kondisi yang serius mengganggu absorbsi
atau sekresi normal cairan GI, dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan.
Sistem pencernaan ( mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut :
1. Mulut
Saluran GI secara mekanisme dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan
bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan
bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absobrsi nutrisi dengan
aman dan efektif. Pencernaan kimiawi dan mekanisme dimulai dari mulut.
Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi berukuran yang dapat
ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptialin, yang mengawali
pencernaan unsur-unsur makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melunakkan
bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah di telan.
a) enzim Amilase: berfungsi untuk menghidrolisis karbohidrat
(polisakarida) menjadi monosakarida
b) enzim lisozim berfungsi sebagai memakan bakteri yang masuk
kedalam mulut
c) enzim lipase berfungsi menghidrolisis lemak menjadi asam lemak
dan trigeliserida[19]
2. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan organ mulut dengan
kerongkongan. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, yang letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di
depan ruas tulang belakang. Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan
sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan nafas dan didepan dari
ruas tulang belakang.Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus
preformis masuk ke esofagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan
menelan mencegah masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama
jalan udara di tutup sementara. Permulaan menelan, otot mulut dan lidah
kontraksi secara bersamaan. [19]
3. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, mulai
dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Makanan atau
bolus berjalan dalam esofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung
hanya beberapa detik saja. Begitu makanan memasuki bagian atas esofagus,
makanan makanan berjalan melalui sfingter esofagus bagian atas, yang
merupakan otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esofagus dan
makanan mengalami refluks (bergerak ke belakang) kembali ke tenggorok.
Bolus makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm.
Makanan didorong oleh gerakan peristaltik lambat yang di hasilkan oleh
kontraksi involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat
bagian esofagus berkontraksi diatas bolus makanan, otot sirkular di bawah
(atau di depan) bolus berelaksasi. Kontraksi-relaksasi otot halus yang saling
bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang berikutnya.Dalam 15
detik, bolus makanan bergerak menuruni esofagus dan mencapai sfingter
esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus bagian bawah terletak diantara
esofagus dan lambung. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan sfingter
esofagus bagian bawah meliputi antasid, yang meminimalkan refluks, dan
nikotin serta makanan berlemak, yang meningkatkan refluk.[19]
4. Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diafragmadi depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Getah cerna lambung yang dihasilkan antara lain:
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan pepton)
b. Asam garam (HCI), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptik dan desinfektan dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu
d. Lapisan lambung, jumlahnya sedikit yang memecah lemak menjadi
asam lemak yang merangsang getah lambung.
Digesti dalam lambung diantaranya :
a. Digesti protein, pepsinogen yang dieksresi oleh sel chief diubah
menjadi pepsin oleh asam klorida yang disekresi oleh sel parietal.
Pepsin menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Dan pepsin adalah
enzim yang hanya bekerja dengan PH dibawah 5
b. Lemak, enzim lipase yang disekresi oleh sel chief menghidrolisis
lemak susu menjadi asam lemak dan gliserol, tetapi aktivitasnya
terbatas dalam kadar PH yang rendah.
c. Karbohidrat, enzim amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat
tepung bekerja pada PH netral. Enzim ini terbawa bersama bolus dan
tetap bekerja dalam lambung sampai asiditas lambung menembus
bolus. Lambung tidak mensekresi enzim untuk mencerna karbohidrat.
[19]

Didalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis


dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan di absorbsi. Lambung 9 menyekresi asam
hidroklorida (HCI), leher, enzim pepsin, dan faktor intrinsik. Konsentrasi HCI
mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbanga asam-basa tubuh. HCI
membantu mencampur dan memecah makanan di lambung. Lendir melindungi
mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas enzim. Pepsin mencerna protein,
walaupun tidak banyak pencernaan yang berlangsung di lambung. Faktor intrinsik
adalah komponen penting yang di butuhkan untuk absorbsi vitamin B12 didalam
usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah merah normal. Kekurangan
faktor intrinsik ini mengakibatkan anemia pernisiosa. Sebelum makanan
meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi makanan semi cair yang disebut
kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorbsi dari pada makanan padat. Klien
yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung
yang cepat (seperti pada gastritis) dapat mengalami masalah pencernaan yang
serius karena makanan tidak dipecah menjadi kimus. [19]
5. Usus halus
Saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar, yang merupakan
tuba terlilit yang merentang dari sfingter pylorus sampai katupileosekal,
tempatnya menyatu dengan usus besar fungsi usus halus terdiri dari :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses sebagai
berikut :
1. Menyerap protein dalam membentuk asam amino
2. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
3. Lemak dalam bentuk asam lemak dan trigeliserida
b. Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air, garam dan
vitamin.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan :
a. Enterokinase, mengaktifkan enzim tripsinogen pankreas menjadi
tripsin yang kemudian mengurai protein dan peptida yang lebih kecil.
b. Aminopeptidase, Tetrapeptidase, dan Dipeptidase yang mengurai
peptida menjadi asam amino bebas.
c. Amilase usus, yang menghidrolisis zat tepung menjadi Disakarida
(maltosa, sukrosa, dan laktosa)
d. Maltase, isomaltase, lactase dan sukrase yang memecah disakarida
maltosa, laktosa, dan sukrosa menjadi monosakarida.
e. Lipase usus yang memecah monogliserida menjadi asam lemak dan
gliserol
f. Erepsin, menyempurnakan pencernaan prtein menjadi asam amino.
g. Laktase, mengubah laktase menjadi monodakarida
h. Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakrida
i. Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan
memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter
sekitar 2,5 cm dan panjang 6 m. Usus halus di bagi menjadi tiga bagian :
duodenum, jejunum, ileum. Kimus bercampur dengan enzim-enzim
pencernaan ( misal empedu dan amilase ) saat berjalan melalui usus halus.
Segmentasi mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk dicerna.
Pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltik berikutnya sementara berhenti
sehingga memungkinkan absorbsi. Kimus berjalan perlahan melalui usus
halus untuk memungkinkan absorbsi. Kebanyakan nutrisi dan elektrolit
diabsorbsi dadalam usus halus. Enzim dari pankreas (misal amilase) dan
empedu dari kandung empedu dilepaskan kedalam duodenum. Enzim di dalam
usus halus memecah lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsur-unsur
dasar. Nutrisi hampir seluruhnya diabsorbsi oleh duodenum dan jejunum.
Ileum 11 mengabsorbsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu.
Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan mengalami
perubahan besar. Inflamasi, reseksi bedah, atau obstruksi dapat mengganggu
peristaltik, mengurangi area absorbsi, atau menghambat aliran kimus.[19]
6. Usus besar
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena
sebagai tempat pembuangan, maka diusus besarsebagian nutrien telah dicerna
dan diabsorbsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Biasanya
memerlukan waktu dua sampai lima hari untuk menempuh ujung saluran
pencernaan. Dua sampai enam jam di lambung, enam sampai delapan jam
diusus halus, dan sisa waktunya diusus besar. Usus besar mempunyai berbagai
fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses ahir isi usus, fungsi usus besar
adalah :
a. Menyerap air dan elektrolit 80% sampai 90% dari makanan dan
mengubah dari cairan menjadi massa.
b. Tempat tinggal sejumlah bakteri E. colli, yang mampu mencerna kecil
selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh setiap hari.
c. Memproduksi vitamin antara lain vitamin K, ribovlafin, dan tiamin
serta berbagai gas.
d. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat arang dalam tumbuhtumbuhan,
buah-buahan, dan sayuran hijau. [19]

Usus besar dibagi menjadi tiga, antara lain :


a. Sekum
Kimus yang tidak diabsorbsi memasuki sekum melalui katup ileosekal.
Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan
kembalinya isi kolon ke usus halus.

b. Kolon
Walupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurun saat
kimus bergerak di sepanjang kolon. Kolon mempunyai empat fungsi yang
saling berkaitan : absorbsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah besar
volume air., natrium dan klorida diabsorbsi oleh kolon setiap hari. Pada
waktu makanan bergerak melalui kolon, terjadi kontraksi haustral.
Kontraksi ini sama dengan kontraksi segmental usus halus, tetapi
berlangsung lebih lama sampai 5 menit. Kontraksi membentuk kantung
berukuran besar didinding kolon, menyediakan daerah permukaan yang
luas untuk absorbsi. Jumlah air yang diabsorbsi dari kimus bergantung
pada kecepatan pergerakan isi kolon. Kimus dalam kondisi normal bersifat
lunak, berbentuk masa. Apabila kecepatan kontraksi peristaltik
berlangsung dengan cepat secara abnormal, waktu untuk absorbsi air
berkurang sehingga feses akan menjadi encer. Apabila kontraksi peristaltik
melambat, air akan terus diabsorbsi sehingga terbentuk masa feses yang
keras, mengakibatkan konstipasi. Kolon melindungi dirinya dengan
melepaskan suplai lendir. Lendir dalam kondisinormal berwarna jernih
sampai buram dengan konsistensi berserabut. Lendir melumasi kolon,
mencegah trauma pada dinding bagian dalamnya. Lubrikasi terutama
penting pada ujung distal kolon, tempat isi kolon menjadi lebih kering dan
lebih keras. Fungsi sekresi kolon membantu keseimbangan asam-basa.
Bikarbonat disekresi untuk mengganti klorida. Sekitar 4 sampai 9 mEq
kalium dilepaskan setiap hari oleh usus besar. Perubahan 13 serius pada
fungsi kolon, seperti diare, dapat mengakibatkan ketidak seimbangan
elektrolit. Ahirnya, kolon mengeliminasikan produk buangan dan gas
(flatus). Flatus timbul akibat menelan gas, difusi gas dari aliran darah ke
dalam usus, dan kerja bakteri pada karbohidrat yang tidak dapat
diabsorbsi. Fermentasi karbohidrat (seperti yang terjadi pada kubis dan
bawang) menghasilkan gas didalam usus, yang dapat
menstimulasiperistaltik. Orang dewasa dalam kondisi normal
menghasilkan 400 sampai 700 ml flatus setiap hari.Kontraksi peristaltik
yang lambat menggerakan isi usus ke kolon. Isi usus adalah stimulus
utama untuk terjadinya kontraksi. Produk buangan dan gas memberikan
tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot meregang,menstimulasi reflek
yang menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltik masamendorong
makanan yang tidak tercerna menuju rektum. Gerakan ini hanya terjadi
tiga sampai empat kali sehari, tidak seperti gelombang peristaltis yang
seering timbul didalam usus halus. [19]
c. Rektum
Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid, disebut feses.
Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi.dalam
kondisi normal, rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum
dibangun oleh lipatan-lipatan jaringan vertikal dan tranversal. Setiap
lipatan vertikal berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila masa
feses atau gas bergerak ke dalam rektum untuk membuat dindingnya
berdistensi, maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan kontrol
volunter dan kontrol involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos
yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Saat rektum mengalami
distensi, saraf sensorik dstimulasi dan membawa impuls-impuls yang
menyebabkan relaksasi sfingter interna, memungkinkan lebih 14 banyak
feses yang memasuki rektum. Pada saat yang sama, impuls bergerak ke
otak untuk menciptakan suatu kesadaran bahwa individu perlu melakukan
defekasi. [19]

7. Defekasi
Defekasi sebagian merupakan refleks, sebagian lagi merupakan aktivitas
volunter ( yaitu dengan mengejan terjadi kontraksi diafragma dan otot
abdominal untuk meningkatkan tekanan intra abdominal ) Komposisi feses
mengandung :
a. Air mencapai 75% sampai 80%
b. Sepertiga materi padatnya adalah bakteri
c. Dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organik dan
anorganik dari sekresi pencernaan, serta mucus dan lemak.
d. Feses juga mengandung sejumlah bakteri kasar, atau serat dan selulosa
yang tidak tercerna.
e. Warna coklat berasal dari pigmen empedu
f. Dan bau berasal dari kerja bakteri.
2. Jelaskan jenis-jenis nyeri perut?
A. Nyeri viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur
dalam rongga perut. Misalnya karena cedera atau radang. Peritonium viseral
yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak
peka terhadap rabaan atau pemotongan.dengan demikian, sayatan atau
penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa terasa pleh pasien. Akan tetapi, bila
dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan
pada otot yang menyebabkan iskemia. Misalnya kolik atau radang seperti
appendicitis, akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya
tak dapat menunjukansecara tepat letak nyeri sehingga baiasanya ia
menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri.
Nyeri viseral kadang disebut nyeri sentral. [2]
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang terlihat. Saluran cerna yang berasal dari usus depan
(foregut), yaitu lambung, duodenum, sistem hepatobilier, dan pankreas
menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang
berasal dari usus tengah (midgut) yaitu usus halus dan usus besar sampai
pertengahan colon transversum menyebabkan nyeri disekitar umbilikus. Bagian
saluran cerna lainnya yaitu pertengahan colon transversum sampai dengan
colon sigmoideum yang berasal dari usus belakang (hindgut) menimbulkan
nyeri perut bagian bawah. Demikian juga nyeri dari buli-buli dan rectosigmoid.
Karena, tidak disertai rangsang peritoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi oleh
gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak. [2]

B. Nyeri somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang di persarafi
olrh sarah perifer, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada
dinding perut. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat
menunjukan secara tepat letaknya dengan jarinya, rangsang yang menimbulkan
nyeri ini dapat berupa rabaan, tekana, rangsang kimiawi, atau proses radang. [2]
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan
peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan
antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensistas nyeri.
Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kointralateral pada appendicitis akut.
Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang
dalam atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat
perut yang disertai rangsan peritoneum berusaha untuk tidak bergerak,
bernapas dangkal, dan menahan batuk. Contohnya nyeri akut pasca operasi dan
patah tulang. [2]

C. Letak Nyeri Perut


Nyeri viseral dari suatu organ sesuai letaknya dengan asal organ tersebut
pada masa embrional, sedangkan leteknya nyeri somatik biasanya dekat
dengan organ sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya.
Nyeri pada anak prasekolah sulit sitentukan letaknya karena mereka selau
menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya nyerinya. Anak yang lebih besar
baru dapat menentukan nyerinya. [2]

D. SIFAT NYERI
Berdasarkan letak atau penyebarannya, nyeri dapat bersifat nyeri alih dan
nyeri di proyeksikan. Untuk penyakit tertentu meluasnya rasa nyeri dapat
membantu menegakkan diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan
ke arah belikat. Nyueri pankreatitis dirasakn menembus ke bagian pinggang.
Nyeri pada bahu menunjukkan adanya rangsangan pada diafragma. [2]

1. Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari
suatui daerah. Misalnya, diafragma yang berasal dari regio cervikal C3-C5
pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada
diafragma oleh perdarahan tau peradangan akan dirasakan di bahu.
Rangsangan pada kolesistitis akut dirasakan di ujung belikat. Abses
dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada
permukaan limpa atau hati akan dirasakan nyeri dibahu. Kolik ureter atau
kolik pielum, nyeri dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labium
mayor pada wanita dan testis pada pria. [2]

2. Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf
sensorik akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal ialah
nyeri fantom setelah amputasi atau nyeri perifer setrempat pada herpes
zoster. Radang saraf ini pada herpes zoster dapat menyebabkan nyeri hebat
di dinding perut sebelum gejala atau tanda herpes zoster menjadi jelas. [2]

3. Hiperestesia
Hiperestia atau hiperalgesi sering ditemukan dikulit jika ada
peradangan pada rongga dibawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering
ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum.
Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepet pada tempat
rangsangannya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan
tepat dan [pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk,
nyeri lepas, serta tanda rangsang peritoneum lain dan defans muskuler
yang sering disertai hiperestesi kulit setempat.
Nyeri yang timbul pada paseien dengan gawat abdomen dapat berupa
nyeri terus-menerus ( kontinu ) atau nyeri yang bersifat kolik. [2]

4. Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsang pada peritoneum parietal akan dirasakan terus-
menerus karena berlangsung terus misalnya, pada reksi radang. Pada saat
pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot
dindiing perut menunjukan defans muskuler secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat, misal pada peradangan organ peritoneum seperti gastritis. [2]
5. Nyeri kolik
Kolik merupakan neri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ
tersebut ( obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan
intralumen). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan
dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang
timbul. Fase awal gangguan pendrahan dinding usus juga bupa nyeri kolik.
Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual bahkan sampai
muntah. Dalam serangan, penderita sangat gelisag kadang sampai
berguling-guling ditempat tidur atau di jalan. Yang khas ialah trias kolik
yang terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau
muntah dan gerak paksa. [2]

6. Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat.
Menetap, dan tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya
jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda
intoksikasi umum, seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan
syok karena reabsorbsi toksin dari jaringan nekrosis, misal pada angina
pektoris[2]

7. Nyeri pindah
Nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi.misalnya pada
tahap awal appendicitis. Sebelum radang mencapai permukaan
peritoneum nyeri viseral dirasakn disekitar pusat disertai rasa mual
karena appendiks termasuk usus tengah. Setelah radang terjadi di seluruh
dinding termasuk peritoneum viseral, terjadi nyeri akibat rangsangan
peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini nnyeri
dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang. Yaitu diperut
kanan bawah. Jika appendik kemudian mengalami nekrosis oleh gangren
(appendicitis gangrenosa) nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang
hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh
dalam keadaan toksis. [2]

Pada perforasi tukak peptik doedenum, isi duodenum yang terdiri atas
cairan asam garam dan empedu masuk dirongga abdomen yang sangat
merangsang peritoneum setempat. Si sakit merasa sangat nyeri ditempat
rangsangan itu yaitu di perut bagian atas. Setelah beberapa waktu cairan isi
duodenum mengalir ke kanan bawah melalui jalan disebelah lateral colon
ascendens sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan bawah sekitar
caecum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama
karena terjadi pengenceran. Pasien sering megeluh bahwa nyeri yang muali ulu
hati pindah ke kanan bawah . proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada
appendicitis akut. Akan tetapi, kedua keadaan ini appendicitis akut maupun
perforasi lambung atau duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulrnta
umum jika tidak segera ditangani[2]

E. ONSET DAN PROGRESIFITAS NYERI


Onset timbulnya nyeri dapat menunjukan keparahan proses yang terjadi.
Onset dapat digambarkan dalam bahasa mendadak ( dalam detik ). Cepat (
dalam jam ) dan perlahan ( dalam beberapa jam ). Nyeri hevat yang terjadi
mendadak pada seluruh abdomen merupakan suatu keadaan bahaya yang
terjadi intra abdomen seperti perforasi viscus atau ruptur aneurisma,
kehamialn ektopik, atau abses. Dengan adanya gejala sistemik ( takikardi,
berkeringat, takipneu, dan syok) menunjukan dibutuhkannya resusitasi san
laparotomi segera. [2]
Pada kasus kolesistisis akut, pankeatitis akut, strangulasi usus, infark
mesenterium, kolik renal atau ureter, obstruksi usus yang ditemukan nyeri
abdomen yang menetap, terlokalisasi dengan baik dalam 1-2 jam dan nuyeri
dirasakan lebih berat pada bagian tengah. Pada akut appendicitis terutama
pada rectocaecal arau tertoilealis, hernia ingkarserata, obstruksi usus halus
bagian bawah atau colon, ulkus peptikum yang tidak terlomp[likasi, atau
beberapa kelainan urologi dan ginekologi menunjukkan gejala nyeri yang
tidak jelas pada awal perjalanan penyakit, tetapi kemudian nyeri lebih berat
dirasakan pada suatu lokasi tertentu. [2]

F. KARAKTERISTIK NYERI
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri akan sangat membantu dalam mencari
penyebab utama akut abdomen. Nyeri superficia, tajam dan menetap biasanya
terjadi pada iritasi peritoneal akibat perforasi ulkus atau ruptur appendiks,
ovarian abses atau kelainan ektopik. Nyeri kolik terjadi akibat adanya
kontraksi intermiten oto polos, seperti kolik ureter, dengan ciri khas adanya
interval bebas nyeri. Tetapi istilah kolik bilier sebenarnya tidak sesuai dengan
pengertian nyeri kolik karena kandung empedu atau ductus biuliaris tidak
memiliki gerakan peristasis seperti pada usus Tu ureter. Nyeri kolik biasanya
dapat reda dengan analgetik biasda. Sedangkan nyeri strangulata akibat nyeri
iskemia pada strangulasi usus atau trombosis vena mesenterica biasanya hanya
sedikit mereda meskipun dengan analgetik narkotik. Faktor-faktor yang
memicu atau meredakan nyeri penting untuk diketahui. Pada nyeri abdimen
akibat peritonitis, terutama jika mengenai organ-organ pada abdomen bagian
atas, nyeri dapat dipicu akibat gerakan atau nafas yang dalam. [2]

MEKANISME NYERI
Nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan sebagai respon dari luka baik
secara fisik maupun fisiologi. Respon nyeri di transmisikan dari sistem saraf
perifer ke sistem saraf pusat dan diatur dari pusat yang lebih tinggi. Umumnya
nyeri dapat dibagi menjadidua bagian besar yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang disebabkan oleh kerusakan
jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau organ dalam.
Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus, dan
korteks serebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan mengharuskan
setiap individu untuk belajar mengenali stimulus-stimulus tertentu yang berbahaya
dan harus dihindari.Kata nosisepsi berasal dari kata “noci”dari bahasa Latin yang
artinya harm atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata ini
digunakan untuk menggambarkan respon neural hanya pada traumatik atau
stimulus noksius. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi
darinosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksi stimulus
noksius.Nyeri nosiseptif terdiri dari empa trangkaian proses yang terlibat yaitu,
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Proses tersebut merupakan proses
yang sangat rumit. [18]
Tahap pertama yang terjadi ialah transduksi. Transduksi merupakan
konversi stimulus noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi aktivitas listrik
pada akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh reseptor ion
channel yang spesifik.Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial dari akhiran
saraf perifer ke sepanjang akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat.
Kerusakan jaringan menyebabkan pelepasanmediator kimia, sepert iprostaglandin,
bradikinin, serotonin, substansi P, dan histamin. Mediator-mediator ini kemudian
mengaktifkan nosiseptor, sehinggaterjadilah proses yang disebut transduksi.
Pertukaran ion natrium dan kalium terjadi pada membran sel sehingga
mengakibatkan potensial aksi dan terjadinya impuls nyeri. [18]
Tahap kedua yaitu proses transmisi. Transmisi merupakan bentuk transfer
sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial aksi dari tempat cedera 12
bergerak dari sepanjang serabut saraf afferen ke nosiseptordi medulla spinalis.
Pelepasan substansi P dan neurotransmitter lainnya membawa potensial aksi
melewati celah ke kornu dorsalis pada medulla spinalis, kemudian naik sebagai
traktus spinotalamikus ke thalamus dan otak tengah. Proses yang terjadi setelah
potensial aksi melewati talamus yaitu serabut saraf mengirim pesan nosisepsi ke
korteks somatosensori, lobus parietal, lobusfrontal, dan sistem limbiksetelah
melewati talamus, dimana proses nosiseptif ketiga terjadi.[18]
Proses akhir nosiseptif yakni modulasi merupakan hasil dari aktivasi otak
tengah. Beberapa neuron dari daerah tersebut memiliki berbagai neurotransmiter,
yaitu endorfin, enkephalins, serotonin (5-HT), dan dinorfin, turun ke daerah-
daerah dalam sistem saraf pusat yang lebih rendah. Neuron ini merangsang
pelepasan neurotransmiter tambahan, yang pada akhirnya memicu pelepasan
opioid endogen dan menghambat transmisi impuls nyeri di kornu dorsal. [18]
Proses persepsi melibatkan kedua komponen sensorik dan affektif nyeri.
Penelitian klinis dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan pemahaman
yang lebih besar mengenai sistem limbik di daerah gyrus cingula anterior dan
perannya dalam respon emosional terhadap rasa sakit. [18]
Perjalanan nyeri merupakan lalu lintas dua arah, yaitu jalur asenden dan
desenden. Efek inhibisi dicapai melalui arah desenden yang menjangkau dari otak
sadar sampai kegerbang otak setengah sadar dan medulla spinalis. Kornu dorsalis
pada medulla spinalis merupakan zona mayor yang menerima akson aferen primer
(nosiseptor) yang mengirim informasi dari reseptor sensorik pada kulit, visceral,
sendi, dan otot pada tungkai dan lengan ke sistem saraf sentral. Kornu dorsalis
juga menerima input dari akson yang turun dari berbagai area di otak.[18]

3. Bagaimana patomekanisme nyeri ulu hati yang menjalar ke seluruh bagian


perut ?
Nyeri ulu hati adalah suatu proses dimana lambung mengalami kerusakan atau
destruksi sel-sel jaringan. Banyak hal yang dapat menyebabkan proses ini,
misalnya saja asam lambung yang meningkat, bakteri, obat-obatan ataupun
penyaluran berlebihan isi lambung ke duodenum. Pada dasarnya semua faktor
yang berkaitan nantinya akan menyebabkan kerusakan se-sel lambung yang akan
berkembang menjadi suatu luka atau ulkus. Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh
karena adanya pengaktifan nosiseptor nyeri di ujung-ujung saraf akibat destruksi
yang terjadi. Rasa nyeri ini bersifat lokal oleh karena sel-sel lambung yang
mengalami kerusakan bukan pada jalur saraf. Nyeri dirasakan pada bagian
epigastric. Nyeri dapat dirasakan ketika makan, sebelum ataupun sesudah makan.
Diamana semua keadaan pencetus nyeri akan berdasar pada pengaktifan
nosiseptor nyeri. [3]
Asam lambung dapat meningkat ketika makanan yang kita cerna banyak
mengandung protein oleh karena HCL dalam fungsinya untuk mendenaturasi
protein. Keadaan yang berlanjut seperti ini dalam prosesnya akan menyebabkan
mukosa lambung menjadi rusak akibat keasaman yang berlebihan yang tidak
dapat lagi dikompensasi oleh sistem proteksi lambung. Penyebab selanjutnya
adalah bakteri, umumnya 90% kejadian nyeri ulu hati ini diakibatkan oleh bakteri
Helicobacter Pylori. Bakteri ini dalam hidupnya akan memproduksi toksik-toksik
yang dapat merusak mukosa lambung. Ataupun pada proses reaksi imun, sehingga
dalam proses tersebut akan menghasilkan enzim-enzim proteolitik dan mediator-
mediator inflamasi yang sifatnya dapat merusak mukosa lambung. [3]
Infeksi bakteri Helicobacter Pylori juga menjadi penyebab utama terjadinya
tukak lambung . Selain itu, penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
berkepanjangan seperti ibuprofen, aspirin atau diclofenac juga bisa menyebabkan
tukak lambung. Merokok bisa meningkatkan risiko tukak lambung pada orang
yang sudah terinfeksi bakteri Helicobacter Pylori, dan alkohol dalam
minuman keras dapat menipiskan selaput pelindung dinding lambung serta
meningkatkan kadar asam lambung. Stres dan
konsumsi makanan pedas tidak menyebabkan tukak lambung, hanya dapat
memperparah gejalanya saja. [4]
Gejala dari tukak lambung adalah rasa nyeri atau perih pada perut yang
biasanya terjadi padamalam hari atau saat perut kosong. Nyeri juga bisa timbul
beberapa saat setelah makan dikarenakan makanan yang dikonsumsi bersentuhan
dengan luka. Gejala lainnya, yaitu tidak nafsu makan, kembung, mual dan/atau
muntah. Terkadang tukak lambung tidak menimbulkan gejala hingga timbulnya
komplikasi. Gejala akan semakin parah jika sudah terjadi
perdarahan pada dinding lambung, seperti muntah darah, terdapat darah pada
tinja atau tinja berwarna hitam, dan sakit perut menusuk yang muncul tiba-tiba
dan terus bertambah parah. [4]
Sebagian besar tukak lambung bisa sembuh tanpa disertai komplikasi. Tetapi
pada beberapa kasus, tukak lambung bisa menyebabkan komplikasi yang bisa
berakibat fatal, seperti perdarahan, sumbatan, kanker, dan perforasi lambung
(lambung pecah). [4]
Perforasi lambung atau lambung pecah adalah salah satu komplikasi dari
tukak lambung. Tukak pada lambung bisa menembus dan membentuk lubang ke
rongga perut. Kondisi ini menyebabkan tumpahnya atau keluarnya isi lambung ke
dalam rongga perut dan menyebabkan rasa nyeri yang tiba-tiba, sangat hebat, dan
terjadi terus-menerus. Nyeri bisa menyebar dengan cepat ke seluruh perut. [4]
Selain itu, penderita juga bisa merasakan nyeri pada salah satu atau kedua
bahu, yang akan bertambah berat jika penderita menghela napas dalam. Perubahan
posisi dapat memperburuk nyeri sehingga penderita sering kali mencoba untuk
berbaring dan mematung. Bila ditekan, perut akan terasa nyeri. Demam juga
menunjukan adanya infeksi di dalam perut, dan jika tidak segera diatasi maka
dapat menyebabkan syok. Kondisi ini merupakan suatu kegawat daruratan dan
harus segera mendapat penanganan. [4]

4. Jelaskan mekanisme terbentuknya Asam Lambung


Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung
lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen
turun sampai serendah akibat sekresi HCl. Ion hidorgen (H+) dan ion klorida (Cl-)
secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel
parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang
sangat besar, dengan konsentrasi H+ di dalam lumen mencapai tiga sampai empat
juta kali lebih besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena untuk
memindahkan H+ melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak
energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil
energi. Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi
yang jauh lebih kecil,yakni hanya sekitar satu setengah kali. Ion H+ yang
disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses
metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+ disekresikan sebagai
hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH-. Di sel parietal
H+disekresikan ke lumen oleh pompa H+ -K+-ATPase yang berada di membran
luminal sel parietal. Transpot aktif primer ini juga memompa K+ masuk ke dalam
sel dari lumen. Ion K+ yang telah ditranspotkan, secara pasif balik ke lumen,
melalui kanal K+, sehingga jumlah K+ tidak berubah setelah sekresi H+.Sel-sel
parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya karbonat
anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2, yang diproduksi oleh sel parietal
melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara
H2O dan CO2 menghasilkan H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan
HCO3-. HCO3- dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl- __ HCO3- pada membran
basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl- dari plasma ke lumen
lambung. Pertukaran Cl- dan HCO3- mempertahankan netralitas listrik plasma
selama sekresi HCl. [19]

Proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :


CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut :


1. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin,
dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitasi pepsin.
2. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel
makanan berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel
kecil.
3. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar
mikroorganisme yang masuk bersama makanan, walaupun sebagian dapat
lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di usus besar[19]

5. Apakah ada hubungan antara riwayat pasien dengan penyakit yang diderita
sekarang ?

Ya, penggunaan obat kortikosteroid NSAID jangka panjang mempengaruhi


karena NSAID bekerja dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX)
Sehingga konversi asam arakhidonat tergangggu (menghibisi produksi
prostaglandin, leukotrin ) sehingga akan mengakibatkan kerusakan pada mukosa
lambung[5]

6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari scenario ?


ANAMNESIS
Pada suatu penyakit anamnesis merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Proses yang
dilakukan pada saat anamnesis untuk memberikan informasi sebagai penegakan diagnosis
pasien yaitu :
1. Keluhan Utama
a. Lamanya keluhan
b. Lokasi nyeri
1. Kwandran kanan bawah
2. Kwandran kiri atas
3. Kwandran kanan atas
4. Paraumbilical
5. Kwandran kiri bawah
c. Radiasi perasaan nyeri
Kadang-kadang informasi mengenai cara penyebaran rasa nyeri (radiasi perasaan
nyeri) dapat memberikan petunjuk mengenai asal-usul atau lokasi penyebab nyeri itu.
Nyeri yang berasal dari saluran empedu menjalar ke samping sampai bagian bawah
scapula kanan. Nyeri karena appendisitis dapat mulai dari daerah epigastrium untuk
kemudian berpindah ke kwadran kanan bawah. Nyeri dari daerah rektum dapat
menetap di daerah punggung bawah.
d. Bentuk rasa nyeri
Nyeri pada akut abdomen dapat berbentuk nyeri terus menerus atau berupa kolik
e. Perubahan fisiologi alat pencernaan
1) Nafsu makan, mual, muntah
2) Defekasi teratur, mencret, obstipasi
3) Perut kembung, serangan kolik
4) Sudah berapa lama semua perubahan ini berlangsung
f. Perubahan anatomi
1. Adanya benjolan neoplasma
2. Adanya luka akibat trauma
3. Adanya bekas operasi

2. Riwayat Penyakit masa lalu


a. Pernah menderita keluhan yang sama
b. penyakit lain yang pernah diderita

3. Riwayat Psikososial
Kebiasaan-kebiasaan penderita yang berkaitan dengan keluhan sekarang

4. Riwayat Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama[21]

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada penderita dilaksanakan secara sistematis dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Tanda tanda khusus pada akut abdomen tergantung pada penyebabnya
seperti trauma, peradangan, perforasi atau obstruksi.
A. Inspeksi
Tanda-tanda khusus pada trauma daerah abdomen adalah:
1) Penderita kesakitan. Pernafasan dangkal karena nyeri di daerah abdomen.
2) Penderita puca, keringat dingin
3) Bekas-bekas trauma pada dinding abdomen, memar, luka, prolapsomentum atau
usus
4) Kadang-kadang pada trauma tumpul abdomen sukar ditemukan tanda-tanda
khusus, maka harus dilakukan pemeriksaan berulang oleh dokter yang sama untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya perubahan pada pemeriksaan fisik
5) Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila obstruksinya letak rendah, dan
bila orangnya kurus kadang-kadang terlihat peristalsis usus (Darm-steifung).
6) Keadaan nutrisi penderita. [21]

B. Palpasi
a. Akut abdomen memberikan rangsangan pada peritoneum melaluiperadangan atau
iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah yang
terkena iritasi
b. Palpasi akan menunjukkan 2 gejala : 1. Perasaan nyeri 2. Kejang otot (muscular
rigidity, defense musculaire)
1. Perasaan nyeri: Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan
bertambah pada waktu palpasi sehingga dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri
lepas. Pada peitonitis lokal akan timbul rasa nyeri di daerahperadangan pada
penekanan dinding abdomen di daerah lain
2. Kejang otot (defense musculaire, muscular rigidity): Kejang otot ditimbulkan
karena rasa nyeri pada peritonitis diffusa yang karenarangsangan palpasi
bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot. [21]
3. Melakukan palpasi superficial :
a) Tempatkan telapak tangan secara perlahan pada daerah abdomen
b) Kuku jari jangan sampai menusuk dinding abdomen[33]
4. Rabalah apabila ditemukan massa pada abdomen, dilakukan penilaian
berdasar: lokasi, ukuran konsistensi, kekenyalan, dan mobilitas[33]
5. Pemeriksaan Hepar:
a) Dinding abdomen yang lemas dengan membentuk sudu t kaki agar
mempermudah perabaan hepar untuk mencari (titik scuffner) 45° - 60 °
b) Palpasi dilakukan dengan menggunakan sisi palmar radial tangan kanan
dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus
c) Pasien diminta untuk menarik nafas panjang saat ekspirasi maksimal jari
ditekan kebawah. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser ke
arah lengkung costa kanan, dan tentukan konsistensi, tepi, besar,
konsistensi hepar[33]
6. Pemeriksaan limpa
a) Pembesaran limfe diukur menggunakan garis scuffner, garis lengkung dari
costa kiri melewati umblicus menuju sias dengan tangan bagian palmar
medial ibu jari melengkung
b) Pasien diminta menarik nafas panjang saat ekspirasi maksimal jari ditekan
kebawah dan bergerak ke arah dorsal dan cranial dalam arah parabolik
gerakan ini diulang dan posisinya digeser 1-2 jari kearah lengkung costa
kanan untuk menentukan besar dan konsistensi limpa[33]
7. Pemeriksaan ginjal
a) Palpasi rebound menekan ujung jari di dinding abdomen dan menariknya
secara tiba-tiba atau ini disebut blumberg sign
b) Nyeri tekan kandung empedu dapat diraba pada waktu inspirasi
(MURPHY SIGN) petunjuk penting kolesistisis [33]

C. Perkusi
Perkusi pada akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal.
1) Perasaan nyeri oleh ketokan pada jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok[21]
2) Bunyi timpani karena meteorismus disebabkan distensi usus yangberisikan gas
pada ileus obstruksi rendah. [21]
3) Puddel Sign
a) Pasien berbaring dengan posisi tiarap kaki dan lutut di tekuk selama 5 menit
b) Diafraghma stetoskop diletakkan pada bagian bawah abdomen
c) Ketukan jari sambil stetoskop diarahkan menjauhi pemeriksa, ini untuk
mengetahui intensitas cairan yang ada di rongga abdomen dengan mendengar
suara. [33]
4) Pemeriksaan khusus Acites meliputi
a) Shiffting dullness : untuk melihat acites (+) perubahan bunyi dari thymphani ke
redup pada lokasi yang sama
b) Fluid wave atau undulasi tes untuk melihat ada tidaknya cairan[33]

D. Auskultasi
Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi perangsangan
peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan ileusparalitik.
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan tambahan
berupa :
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma
pada hepar. [21]
b) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital. [21]

2. Pemeriksaan Radiologi
a) Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pada thoraks.Harus juga
diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus
dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika. [10]
b) Plain abdomen foto tegak akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum,
perubahan gambaran usus. [10]
c) IVP (Intra Venous Pyelogram), karena alasan biaya biasanya hanya
dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal. [10]
d) Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan, sebagai pemeriksaan tambahan pada
penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum[10]

3. Pemeriksaan khusus
a. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm
dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100-
200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
[10]

b. Pemeriksaan laparoskopi dilaksanakan bila ada akut abdomen


untukmengetahui langsung sumber penyebabnya. [10]
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi. [10]
d. Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan yang keluar dari
lambung pada trauma abdomen. Dari data yang diperoleh melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan khusus dapat
diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja dan masalah-masalah
sampingan yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan tujuan
pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pengobatan. [10]
7. Jelaskan DD dari skenario ( Definisi, Etiologi, Gejala Klinis, Epidemiologi,
Patofisiologi, penatalaksanaan dan pencegahan ) ?
a. Peritonitis
b. Tukak lambung
c. GERD
d. Ulkus peptikum
e. Gastritis

A. PERITONITIS
1. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan peritoneum; peradangan ini mungkin lokal atau
difus lokasinya, akut atau kronik perjalanannya, infeksi atau aseptik dalam
patogenesisnya. Peritonitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi dan biasanya
berkaitan dengan perforasi viskus (dan disebut peritonitis sekunder). Jika tidak
teridentifikasi adanya sumber intra-abdomen maka peritonitis infeksi disebut
primer atau spontan. Peritonitis akut menyebabkan penurunan aktivitas motorik
usus sehingga terjadi distensi lumen usus dengan gas dan cairan. Akumulasi
cairan di usus bersama dengan kurangnya asupan oral cepat menyebabkan deplesi
volume cairan intravaskular dengan efek pada sistem jantung, ginjal, dan organ
lain. [34]

2. EPIDEMIOLOGI
Menurut survey WHO Jumlah penderita peritonitis di dunai berkisar5,9
jt/tahun. Insiden di negara barat telah menurun jelas pada dekade terakhir,
sedangkan di Afrikajarang dilaporkan adanya penyakit ini. Di Indonesia belum
ditelitiapakah ada kesan ada kenaikan insiden. Di Amerika insiden pada orang
kulit hitamsebanding atau sedikit lebih tinggi dibanding orang kulit putih.
Terdapat predisposis familier, tetapi hubungannya lebih jelas. Lebih banyak
ditemukan pada orang yanggolongan darah O dan juga lebih sering ditemukan
pada golongan sosial ekonomitinggi.
Pada 39 kasus peritonitis neonatal ditemukan sekitar 51,3%
mempunyaiperitonitis mekonium. Asites pada 45% kasus dan muntah/muntah
pada 40% kasus, 30% mempunyai massa pada abdominal. Angka mortalitas pada
peritonitismekonium sekitar 80%.
Insidensi infeksi peritoneal dan abses secara keseluruhan sulit untuk
ditetapkan dan bervariasi dengan proses penyakit abdomen yang mendasari. SBP
terjadi pada anak maupun orang dewasa dan merupakan komplikasi yang
telahdikenal luas dan tak menyenangkan dari sirosis. Dari pasien dengan sirosis
yangmengalami SBP, 70% adalah Child-Pugh class C. Pada pasien ini,
berkembangnya SBP berkaitan dengan prognosis jangka panjang yang buruk.
Setelah diperkirakan hanya terjadi pada orang-orang dengan sirosis alkoholik,
SBP sekarang diketahui dapat mempengaruhi pasien dengan sirosis dari
sebabapapun. Pada pasien dengan asites, prevalensi dapat setingg 18%. Jumlah ini
telah berkembang dari 8% selama 2 dekade terakhir.Kemungkinan besar seknder
akibatpeningkatan kesadaran terhadap SBP dan kesadaran yang meningkat untuk
melakukan paracentesis diagnostik[20,21,29]

3. ETIOLOGI
Agen infeksi memperoleh akses ke rongga peritoneum melalui viskus yang
mengalami perforasi, luka tembus dari dinding abdomen dan masuknya benda
asing yang kemudian terinfeksi (misalnya kateter dialisis peritoneum kronik). Jika
tidak terdapat gangguan imun maka pertahanan penjamu mampu membasmi
kontaminan kecil. Keadaan yang paling sering menyebabkan masuknya bakteri ke
dalam peritoneum adalah ruptur apendiks, ruptur diventrikulum, perforasi tukak
peptik, hernia inkarserata, gangren kandung empedu, volvulus, infark usus,
kanker, inflammatory bowel disease, atau obstruksi usus. Namun, beragam
mekanisme mungkin ikut berperan. Peritonitis bakteri juga dapat terjadi tanpa
sumber bakteri intraperitoneum yang jelas (peritonitis bakteri spontan atau
primer). Penyakit ini terjadi pada keadaan asites dan sirosis hati pada 90% kasus,
biasanya pada pasiendengan asites yang konsentrasi proteinnya rendah (<1 g/L).
Peitonitis aseptik mungkin disebabkan oleh iritasi peritoneum oleh keberadaan
abnormal cairan fisiologik (mis. Getah lambung, empedu, enzim pankreas, darah
atau urin) atau benda asing steril (mis. Spons atau instrumen bedah, bedak dari
sarung tangan bedah) di rongga peritoneum atau sebagai penyulit penyakit
sistemik yang jarang seperti lupus eritematosus, porfiria, atau familial
Mediterranean fever. Iritasi kimiawi pada peritoneum paling nyata untuk getah
lambumg yang asam dan enzim pankreas. Pada peritonitis kimiawi, terdapat risiko
besar infeksi bakteri sekunder. [34]

4. PATOFISIOLOGI
Pada peritonitis yang disebabkan oleh bakteri, respon fisiologis ditentukan
oleh beberapa faktor, termasuk virulensi kontaminan, ukuran inokulum, status
kekebalan tubuh dan kesehatan keseluruhan host (misalnya, seperti yang
ditunjukkan oleh Fisiologi Akut dan Evaluasi Kesehatan Kronis II [APACHE II]),
dan unsur lingkungan lokal, seperti jaringan nekrotik, darah, atau empedu.
Sepsis intra-abdominal dari visko perforasi (yaitu, peritonitis sekunder atau
peritonitis supuratif) berasal dari tumpahan langsung luminal isi ke peritoneum
(misalnya ulkus peptikum, divertikulitis, apendisitis, perforasi iatrogenik).
Dengan tumpahan isi, bakteri gram negatif dan anaerob, termasuk flora usus
umum, seperti Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, masuk ke rongga
peritoneum. Endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif menyebabkan
pelepasan sitokin yang menginduksi cascades seluler dan humoral,
mengakibatkan kerusakan sel, syok septik, dan sindrom disfungsi organ multipel
(MODS).
Mekanisme inokulasi bakteri asites telah menjadi bahan perdebatan sejak
Harold Conn pertama kali mengenalinya pada tahun 1960an. Organisme enterik
secara tradisional diisolasi dari lebih dari 90% cairan asites yang terinfeksi pada
peritonitis bakteri spontan (SBP), menunjukkan bahwa saluran GI adalah sumber
kontaminasi bakteri. Keunggulan organisme enterik, dikombinasikan dengan
adanya endotoksin pada cairan asites dan darah, pernah menyukai argumen bahwa
SBP disebabkan oleh migrasi bakteri transmupt langsung dari lumen organ usus
atau organ, sebuah fenomena yang disebut translokasi bakteri. Namun, bukti
eksperimental menunjukkan bahwa migrasi transmural langsung dari
mikroorganisme mungkin bukan penyebab SBP.
Mekanisme alternatif yang diusulkan untuk inokulasi bakteri asites
menunjukkan sumber hematogen organisme yang menginfeksi dalam kombinasi
dengan sistem pertahanan kekebalan yang terganggu. Meskipun demikian,
mekanisme sebenarnya dari perpindahan bakteri dari saluran GI menjadi cairan
asites tetap menjadi sumber banyak perdebatan.
Sejumlah faktor berkontribusi terhadap pembentukan peradangan peritoneal
dan pertumbuhan bakteri pada cairan asites. Faktor predisposisi utama adalah
pertumbuhan bakteri usus yang ditemukan pada orang dengan sirosis, terutama
disebabkan oleh penurunan waktu transit usus. Pertumbuhan bakteri usus yang
berlebihan, disertai dengan fungsi fagositosis yang terganggu, kadar komplemen
serum dan asites yang rendah, dan penurunan aktivitas sistem retikuloendotelial,
berkontribusi terhadap peningkatan jumlah mikroorganisme dan penurunan
kapasitas untuk membersihkannya dari aliran darah, sehingga terjadi migrasi ke
dan akhirnya proliferasi. dalam cairan asites
Menariknya, orang dewasa dengan SBP biasanya menderita asites, namun
kebanyakan anak dengan SBP tidak menderita asites. Alasan dan mekanisme di
balik ini adalah sumber investigasi yang sedang berlangsung. [35]
5. PENATALAKSANAAN
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila
diagnosa telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi
bergantung pada penyakit dasarnya memerlukan tindakan bedah. [22]
Langkah - langkah penatalaksanaan peritonitis :
1. Mengistirahatkan traktus gastrointestinal dengan puasa dan pemasangan
selang nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap
distensi usus akibat ileus paralitik.
2. Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran
oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung
jawab terhadap inhibisi ileus setelah peritonitis sembuh. Pengeluaran urin
dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
3. Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah
jenisnya setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika ini merupakan tambahan bagi drainase bedah, walaupun
drainase sendiri tidak mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis yang
cukup pada saat pembedahan karena bakteremia akan berkembang selama
operasi. Antibiotik yang direkomendasikan sebagai terapi empirik adalah
sefalosprin generasi ke-3 (Ceftriaxone, Cefotaxime dsb). Selanjutnya setelah
hasil kultur keluar, berikan antibiotk sesuai hasil kultur/uji resistensi. Sebisa
mungkin hindari pemberian antibiotik aminoglikosida karena bersifat
nefrotoksik. Lama terapi antibiotik yang dianjurkan adalah minimal 5 hari
(dengan adanya bukti penurun lekosit <<250 cells/µL).
4. Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang berlangsung membawa
ke hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada.
Penghantaran oksigen yang cukup adalah penting.
5. Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak boleh diberikan.
6. Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis harus diobati[28]
7. Pembedahan
a. Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan peritonitis yang fundamental.
Penyingkiran atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus
dilakukan segera. Segala usaha harus dilakukan untuk membuang
semaksimal mungkin benda asing dan material - material infeksius.
b. Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan
dengan antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan sampai
sekarang.
c. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena
pipa itu dengan segera ( dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi
terisolasi atau terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula,
mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat mengganggu organ
dalam. Indikasi drainase adalah :
i. Pengumpulan pus yang terlokalisir.
ii. Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapatdibuang.
iii. Penutupan organ berongga yang tidak aman.
iv. Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan pankreas, urin, cairan
usus, darah yang tidak dapat dihentikan dengan operasi.
v. Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah. [22,23]
8. Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang
keadaannya gawat. Antibiotika harus diberikan dan bila perlu diganti. Ahli
bedah harus waspada terhadap pembentukan abses. Posisi setengah duduk
(semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga
pelvik, tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang dibayangkan. [25,26]

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
a. Lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri
pada hitung jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien
imunokompromais dapat terjadi lekopenia.
b. Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
Pada foto polos abdomen didapatkan:
a. Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
b. Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda
dengan gambaran ileus obstruksi
c. Penebalan dinding usus akibat edema
d. Tampak gambaran udara bebas
e. Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien
perlu dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak
terjadi syok hipovolemik
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG
abdomen, CT-Scan, dan MRI. [34,35]

7. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan peritonitis, antara lain dengan :
a. Menjaga kebersihan tangan, termasuk jari dan kuku untuk pasien yang
sedang mendapatkan prosedur dialysis peritoneal. Kebersihan tangan dan
kuku ini untuk mencegah bakteri dan jamur yang masuk melalui makanan
yang di makannya.
b. Apabila pasien habis mengalami pembedahan atau operasi dan
menggunakan kateter selama beberapa hari, maka bersihkanlah kulit di
sekitar kateter dengan antiseptik setiap hari agar tidak terjadi infeksi.
Karena infeksi bisa masuk melalui jalan ini.
c. Semua persediaan, seperti persediaan kateter, disimpan di tempat yang
kering dan bersih. Bakteri dan jamur mudah hidup di daerah yang lembab
dan kotor.
d. Selama pertukaran cairan dialysis, gunakanlah selalu masker. Agar bakteri
dan jamur yang terdapat dalam cairan tidak masuk melalui hidung dan
mulut yang terbuka.
e. Apabila menggunakan kateter dalam waktu yang lama, pelajarilah cara
menggunakan kateter yang benar sehingga tidak menyinggung .
menggores bagian dalam rongga perut. Selain itu, dipelajari pula cara
menggunakan kateter agar penggantian berjalan bersih dan steril.
f. Apabila anda sedang sakit, baru selesai operasi / pembedahan, dan sedang
menggunakan prosedur dialysis peritoneal, maka disarankan untuk tidak
tidur atau bermain dengan binatang peliharaan. Binatang peliharaan dapat
membawa infeksi bakteri dan jamur. [26,27]

B. TUKAK LAMBUNG
1. Definisi
Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung
dan/atau duodenum yangmenyebabkan terjadinya inflamasi lokal (Valle,
2005). Disebut tukak apabila robekanmukosa berdiameter ≥ 5 mm kedalaman
sampai submukosa dan muskularis mukosa atausecara klinis tukak adalah
hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengandiameter ≥ 5 mm
yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis. Robekan mukosa <5
mm disebut erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis mukosa dan
submukosa.
Tukak peptik merujuk kepada penyakit di salur pencernaan bagian atas
yangdisebabkan oleh asam dan pepsin. Spektum penyakit tukak peptik adalah
luas meliputikerusakan mukosa, eritema, erosi mukosa dan ulkus. [7]

2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, peptic ulcer disease (PUD) mempengaruhi sekitar 4,5
juta orang setiap tahun dengan 20% disebabkan H. Pylori. Prevalensi tukak
gaster pada laki-laki adalah 11-14% dan prevalensi pada wanita adalah 8-11%
Di Indonesia, ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun. terutama
pada lesi yang hilang timbul dan paling sering didiagnosis pada orang dewasa
usia pertengahan sampai usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul
sejak usia muda.
Sekitar 3000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh
tukak gaster. Ada bukti bahwa merokok, penggunaan rutin aspirin, dan
penggunaan steroid yang lama menyebabkan tukak gaster. Faktor genetik
memainkan peranan penyebab tukak gaster. [7]
3. Etiologi
a. Infeksi Helicobacter Pylori
Sekitar 90% dari tukak duodenum dan 75 % dari tukak lambung
berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter Pylori adalah
bakteri gram negatif, hidup dalam suasana asam pada lambung/duodenum, ukuran
panjang sekitar 3μm dan diameter 0,5μm, punya ≥ 1 flagel pada salah satu
ujungnya, terdapat hanya pada lapisan mukus permukaan epitel antrum lambung,
karena pada epithelium lambung terdapat reseptor adherens in vivo yang dikenali
oleh H.Pylori, dan dapat menembus sel epitel/antar epitel. [7]
Tiga mekanisme terjadinya tukak peptik adalah pertama dengan
memproduksi toksik yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Protease dan
fospolipase menekan sekresi mukus sehingga daya tahan mukosa menurun
menyebabkan asam lambung berdifusi balik. Hal ini menyebabkan nekrosis
jaringan dan akhirnya berkomplikasi menjadi tukak peptik. Kedua mekanisme
terjadi tukak peptik dengan menginduksi respon imun lokal pada mukos sehingga
terjadi kegagalan respon inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi bakteri
ini melalui mobilisasi melalui mediator inflamasi & sel-sel limfosit/PMN.
Seterusnya, peningkatkan level gastrin menyebabkan meningkatnya sekresi asam
lambung yang masuk ke duodenum lalu menjadi tukak duodenum. [7]

b. Sekresi asam lambung


Normal produksi asam lambung kira-kira 20 mEq/jam. Pada penderita
tukak, produksi asam lambung dapat mencapai 40 mEq/jam. [8]

c. Pertahanan Mukosal Lambung


NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain dapat menimbulkan
kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida
menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah.
Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja dari enzim siklooksigenase
(COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan
NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, penurunkan sekresi mukus dan
bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan duodenum
menyebabkan pertahanan lambung dan duodenum menurun. Kedua,
penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan proliferasi sel-
sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa. Hal demikian
terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga
aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel epitel. Tahap keempat
berlakunya kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan
mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2 menyebabkan peningkatan
perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik,
dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen berakibat kerusakan
epitel dan endotel menyebabkan statis aliran mikrovaskular sehingga
terjadinya iskemia dan akhirnya terjadi tukak peptik. [7]
Tukak lambung memiliki beberapa tipe,yaitu :
Tipe 1, yang paling sering terjadi. Terletak pada kurvatura minor atau
proximal insisura,dekat dengan junction mukosa onsitik dan antral.
Tipe 2, lokasi yang sama dengan tipe 1 tapi berhubungan dengan tukak
duodenum.
Tipe 3, terletak pada 2 cm dari pilorus (pyloric channel ulcer).
Tipe 4, terletak pada proksimal abdomen atau pada cardia. [8]

4. Gejala Klinis
Gejala klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrium.
Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari
sewaktu lambung kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris,
terbakar atau rasa tidak enak. Remisi dan eksaserbasi merupakan ciri yang
begitu khas sehingga nyeri di abdomen atas yang persisten. Pola nyeri-makan-
hilang ini dapat saja tidak khas pada tukak lambung. Bahkan pada beberapa
penderita tukak lambung makanan dapat memperberat nyeri. Biasanya
penderita tukak lambung akan mengalami penurunan berat badan. Sedangkan
penderita tukak duodenum biasanya memiliki berat badan yang tetap. [7]
Penderita tukak peptik sering mengeluh mual, muntah dan regurgitasi.
Timbulnya muntah terutama pada tukak yang masih aktif, sering dijumpai
pada penderita tukak lambung daripada tukak duodenum, terutama yang
letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai di pilorus atau duodenum.
Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung, perut merasa selalu
penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai akibat instabilitas
neromuskuler dari kolon. [7]
Penderita tukak peptik terutama pada tukak duodenum mungkin dalam
mulutnya merasa dengan cepat terisi oleh cairan terutama cairan saliva tanpa
ada rasa. Keluhan ini diketahui sebagai water brash. Sedang pada lain pihak
kemungkinan juga terjadi regurgitasi pada cairan lambung dengan rasa yang
pahit. Secara umum, pasien tukak gaster mengeluh dispepsia. Dispepsia
adalah suatu sindrom atau kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna
seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa atau terapan, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. [8]

5. Penatalaksanaan
1) Terapi non medikamentosa
a. Dianjurkan rawat jalan, apabila gagal atau adanya komplikasi
dianjurkan rawat inap.
b. Untuk kontrol diet, air jeruk yang asam, minuman coca cola, bir, kopi
dikatakan tidak mempunyai pengaruh userogenik pada mukosa
lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung.
c. Penderita dianjurkan untuk berhenti merokok oleh karena dapat
mengganggu penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi
bikarbonat pancreas, menambah keasaman duodeni, menambah
refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pylorus sekaligus
meningkatkan kekambuhan tukak. [8]
2) Terapi medikamentosa
a. Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik,
membentuk garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung.
Enzim pepsin dapat bekerja pada pH lebih tinggi dari 4, maka
penggunaan antacida juga dapat mengurangkan aktivitas pepsin.
b. Antagonis Reseptor H2/ARH2. Penggunaan obat antagonis reseptor
H2 digunakan untuk menghambat sekresi asam lambung yang
dikatakan efektif bagi menghambat sekresi asam nocturnal.
Strukturnya homolog dengan histamine. Mekanisme kerjanya secara
kompetitif memblokir perlekatan histamine pada reseptornya
sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan
asam lambung. Inhibisi bersifat reversible. Dosis terapeutik yang
digunakan adalah Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari, dosis
maintenance 400 mg, Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis
maintenance 150 mg, Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis
maintenance 150 mg, Famotidine : 1 x 40 mg malam hari,
Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75
mg malam hari. [21]
c. Proton Pump Inhibitor/PPI: mekanisme kerja adalah memblokir kerja
enzim K +H + ATPase yang akan memecah K+H + ATP
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCL
dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI mencegah
pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,menyebabkan
pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas faktor
agresif pepsin Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara
dengan pH >4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regimen triple
drugs, Omeprazol 2 x 20 mg atau 1 x 40 mg, Lansprazol/pantoprazol
2 x 40 mg atau 1 x 60 mg. [21]
d. Koloid Bismuth (Coloid Bismuth Subsitrat/CBS dan Bismuth
Subsalisilat/BSS) Membentuk lapisan penangkal bersama protein
pada dasar tukak dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan
pepsin dan efek bakterisidal terhadap H.Pylori. [21]
e. Sukralfat: Mekanisme kerja berupa pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif melekul
proteinàlapisan fisikokemikal pada dasar tukakàmelindungi tukak
dari asam dan pepsin. Membantu sintesa prostaglandin, kerjasama
dengan EGF ,menambah sekresi bikarbonat &mukus, peningkatan
daya pertahanan dan perbaikan mukosal. [21]
f. Prostaglandin: Mengurangi sekresi asam lambung, meningkatkan
sekresi mukus, bikarbonat, peningkatan aliran darah mukosa,
pertahanan dan perbaikan mukosa. Digunakan pada tukak lambung
akibat komsumsi NSAIDs. [8]
g. Penatalaksanaan infeksi H.Pylori. Tujuan eradikasi H.Pylori adalah
untuk mengurangi keluhan, penyembuhan tukak dan mencegah
kekambuhan. Lama pengobatan eradikasi H.Pylori adalah 2
minggu,untuk kesembuhan tukak,bisa dilanjutkan pemberian PPI
selama 3 – 4 minggu lagi. [8]

3) Tindakan Operasi Indikasi untuk melakukan tindakan operasi apabila


terapi medik gagal atau terjadinya komplikasi seperti perdarahan,
perforasi, dan obstruksi. Hal ini dapat dilakukan dengan tindakan
vagotomy yaitu dengan melakukan pemotongan cabang saraf vagus
yang menuju lambung menghilangkan fase sefalik sekresi lambung.
Tindakan operasi lain seperti antrektomi dan gastrektomi juga dapat
dilakukan apabila adanya indikasi dilakukan operasi. [8]
6. Pemeriksaan penunjang :
Endoskopi tukak lambung

7. Pencegahan
1. Menjaga kebersihan diri dari penyebaran bakteri Helicobacter pylori
yang umumnya hidup di lapisan mukus dalam jaringan pelindung
lambung. Penyebaran ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan
penderita melalui makanan dan minuman.
2. Berhati-hati dalam penggunaan obat Anti Inflamasi Non-Steroid
(OAINS)
3. Mengurangi atau berhenti merokok
4. Menghindari minuman beralkohol[8]

C. Gastroesofageal Reflux Disease (GERD)


1. DEFINISI
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai
akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan
berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra
esofagus dan atau komplikasi.[10]
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi
peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera
dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa
esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila
refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena
pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks
berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan
ulserasi epitel skuamosa esofagus. [11]

2. EPIDEMIOLOGI
GERD dapat terjadi pada semua umur tetapi kebanyakan terjadi pada usia
diatas 40 tahun. Walaupun kematian yang disebabkan oleh GERD sangat jarang
terjadi, gejala dari GERD mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap
kualitas hidup penderita. Dalam populasi barat, kisaran prevalensi untuk GERD
adalah 10% sampai 20% dari populasi. [13]
Prevalensi dari GERD bervariasi tergantung dari wilayah geografis, tetapi
negara barat merupakan wilayah dengan kasus GERD tertinggi. Kecuali selama
kehamilan dan kemungkinan NERD, tidak timbul perbedaan yang signifikan pada
kasus antara pria dan wanita. NERD cenderung terjadi pada wanita dan pada
pasien sekitar 10 tahun lebih muda dari pasien yang mengalami erosi. [13]
Walaupun jenis kelamin tidak memberikan perbedaan yang signifikan
pada terjadinya GERD, hal ini merupakan faktor penting pada terjadinya Barret
esofagus, komplikasi dari GERD dimana epitel squamous normal digantikan oleh
epitel kolumnar khusus. Barret esofagus sering terjadi pada pria dewasa berkulit
putih di negara barat. [13]
Setiap tahun GERD mempengaruhi sekitar 4,5 per 1000 orang di
Inggris dan 5,4 per 1000 orang di Amerika Serikat. Hal ini dimungkinkan,
mengingat keterbatasan studi yang relevan, bahwa angka-angka mungkin lebih
besar dari diperkirakan. Tidak ada data yang mendukung dominasi seks berkaitan
dengan GERD. [13]

3. ETIOLOGI
Penyebab dari PRGE/GERD adalah kompleks. Mungkin ada berbagai
penyebab-penyebab, dan penyebab-penyebab yang berbeda mungkin bekerja pada
individu-individu yang berbeda, atau bahkan pada individu yang sama pada
waktu-waktu yang berbeda. Sejumlah kecil pasien-pasien dengan PRGE/GERD
menghasilkan jumlah-jumlah asam yang besarnya abnormal, namun ini adalah
tidak umum dan bukan faktor yang berkontribusi pada mayoritas yang sangat luas
dari pasien-pasien. Faktor-faktor yang berkontribusi pada PRGE/GERD adalah
sfingter esofagus bagian bawah, hiatal hernias, kontraksi-kontraksi esofagus, dan
pengosongan dari lambung. [12]
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD. Esofagitis
dapat terjadi sebagai akibat refluks esofageal apabila :
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esofagus,
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus.

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES).
Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat sendawa
atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi
apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg). [12]

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :


1. Refleks spontan pada saat relaksasi LES tidak adekuat,
2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan,
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen. [16]

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD


menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus (pemisah
antirefluks, bersihan asam dari lumen esofagus, ketahanan epitel esofagus) dan
faktor ofensif dari bahan refluksat. Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam
timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan
terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric
outlet dan delayed gastric emptying. [16]

Peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil


dan kurang didukung oleh data yang ada. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap
GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap
sekresi asam lambung. Tingginya angka infeksi H. pylori di Asia dengan
rendahnya sekresi asam sebagai konsekuensinya telah dipostulasikan sebagai
salah satu alasan mengapa prevalensi GERD di Asia lebih rendah dibandingkan
dengan negara-negara Barat. Hal tersebut sesuai dengan yang ditunjukkan pada
satu studi di Jepang yang dilakukan oleh Shirota dkk. Studi yang lain juga
membuktikan adanya hubungan terbalik antara derajat keparahan esofagitis
refluks dengan infeksi H. pylori. [16]
Dalam keadaan di mana bahan refluksat bukan bersifat asam atau gas (non
acid reflux), timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas viseral. [16]
4. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai
rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia
(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau
demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak selalu
berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak
retrosternal yang mirip dengan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan
makanan yang padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang
berkembang dari Barret’s esophagus. Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi
ulserasi esofagus yang berat. [14]
Walaupun gejala khas/tipikal dari GERD adalah heartburn atau
regurgitasi, gejala tidak khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul yang
meliputi nyeri dada non kardiak (non cardiac chest pain/NCCP), suara serak,
laringitis, batuk, asma, bronkiektasis, gangguan tidur, dan lain-lain. [14]
Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi
untuk timbulnya GERD karena terjadi perubahan anatomis di daerah
gastroesophageal high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan tonus LES. Asma dan GERD adalah dua keadaan yang sering
dijumpai secara bersaman. Selain itu, terdapat beberapa studi yang menunjukkan
hubungan antara gangguan tidur dan GERD. [14]
Walaupun telah disampaikan bahwa heartburn merupakan gejala klasik
dan utama dari GERD, namun situasinya sedikit berbeda di Asia. Di dunia Barat,
kata ”heartburn” mudah dimengerti oleh pasien, sementara tidak ada padanan
kata yang sesuai untuk heartburn dalam mayoritas bahasa-bahasa di Asia,
termasuk bahasa Cina, Jepang, Melayu. Dokter lebih baik menjelaskan dalam
susunan kata-kata tentang apa yang mereka maksud dengan heartburn dan
regurgitasi daripada mengasumsikan bahwa pasien memahami arti kata tersebut.
Sebagai contoh, di Malaysia, banyak pasien etnis Cina dan Melayu mengeluhkan
”angin” yang merujuk pada dispepsia dan gejala refluks. Sebagai akibatnya,
seperti yang terjadi di Cina, banyak pasien GERD yang salah didiagnosis sebagai
penderita non cardiac chest pain atau dispepsia[15].
Walaupun belum ada survei yang dilakukan, berdasarkan pengalaman
klinis sehari-hari, kejadian yang sama juga sering ditemui di Indonesia. [25]
GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena
gejala-gejalanya sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan gangguan tidur,
penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah, gangguan aktivitas sosial.
Short-Form-36-Item (SF-36) Health Survey, menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan populasi umum, pasien GERD memiliki kualitas hidup yang menurun,
serta dampak pada aktivitas sehari-hari yang sebanding dengan pasien penyakit
kronik lainnya seperti penyakit jantung kongestif dan artritis kronik[15]
Gejala yang paling umum-GERD adalah:
a. Mulas
b. Regurgitasi
c. Kesulitan menelan ( disfagia )
d. Nyeri dengan menelan ( odynophagia )
e. Peningkatan air liur (rasa ingin meludah)
f. Mual
g. Nyeri dada [15]

GERD kadang-kadang menyebabkan luka pada kerongkongan. Cedera ini


mungkin termasuk:
a. Refluks esofagitis - nekrosis epitel esofagus menyebabkan borok di
dekat persimpangan dari lambung dan kerongkongan.
b. Terserang striktur - penyempitan terus-menerus dari esophagus yang
disebabkan oleh refluks akibat peradangan.
c. Barrett esophagus - usus metaplasia . (perubahan sel epitel skuamosa
dari epitel kolumnar ke usus) dari esofagus distal.
d. Terserang adenokarsinoma -. bentuk yang jarang dari kanker[15]
Beberapa gejala atipikal lainnya yang berhubungan dengan GERD, tetapi
ada bukti yang baik untuk penyebab hanya ketika mereka disertai dengan cedera
kerongkongan. Gejala-gejala ini:
a. Kronis batuk
b. Laringitis (suara serak, tenggorokan kliring)
c. Asma
d. Erosi enamel gigi
e. Hipersensitivitas dentin
f. Sinusitis dan rusak gigi
g. Sakit tekak[15]
Beberapa orang telah mengusulkan bahwa gejala seperti sinusitis , infeksi
telinga berulang, dan fibrosis paru idiopatik adalah karena GERD, namun peran
penyebab belum ditetapkan. [15]

5. DIAGNOSIS
Secara klinis, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan klinis yang seksama. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD adalah : endoskopi saluran cerna
bagian atas, pemantauan pH 24 jam, tes Bernstein, manometri esofagus, sintigrafi
gastroesofageal, dan tes penghambat pompa proton (tes supresi asam). [13]
American College of Gastroenterology (ACG) di tahun 2005 telah
mempublikasikan Updated Guidelines for the Diagnosis and Treatment of
Gastroesophageal Reflux Disease, di mana empat di antara tujuh poin yang ada,
merupakan poin untuk diagnosis, yaitu:

a. Jika gejala pasien khas untuk GERD tanpa komplikasi, maka terapi
empiris (termasuk modifikasi gaya hidup) adalah hal yang tepat.
Endoskopi saat pasien masuk dilakukan jika pasien menunjukkan
gejala-gejala komplikasi, atau berisiko untuk Barret’s esophagus, atau
pasien dan dokter merasa endoskopi dini diperlukan. (Level of
Evidence : IV)
b. Endoskopi adalah teknik pilihan yang digunakan untuk
mengidentifikasi dugaan Barret’s esophagus dan untuk mendiagnosis
komplikasi GERD. Biopsi harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
adanya epitel Barret dan untuk mengevaluasi displasia. (Level of
Evidence : III)
c. Pemantauan ambulatoar (ambulatory monitoring) esofagus membantu
untuk konfirmasi reluks gastroesofageal pada pasien dengan gejala
menetap ( baik khas maupun tidak khas) tanpa adanya kerusakan
mukosa; juga dapat digunakan untuk memantau pengendalian refluks
pada pasien tersebut di atas yang sedang menjalani terapi. (Level of
Evidence : III)
d. Manometri esofagus dapat digunakan untuk memastikan lokasi
penempatan probe ambulatory monitoring dan dapat membantu
sebelum dilakukannya pembedahan anti refluks. (Level of Evidence :
III) [15]

Sementara itu, pada tahun 2008, American Gastroenterological Association


(AGA) menerbitkan American Gastroenterological Association Medical Position
Statement on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease yang berisi 12
pernyataan, di mana pada poin ke-4 dijelaskan tentang peran dan urutan prioritas
uji diagnostik GERD pada dalam mengevaluasi pasien dengan sangkaan GERD
sebagai berikut:
a. Endoskopi dengan biopsi dilakukan untuk pasien yang mengalami gejala
esofagus dari GERD dengan disfagia yang mengganggu. Biopsi harus
mencakup area yang diduga mengalami metaplasia, displasia, atau dalam
hal tidak dijumpainya kelainan secara visual, mukosa yang normal
(minimal 5 sampel untuk esofagitis eosinofilik.)
b. Endoskopi dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang mengalami gejala
esofagus dari GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa
PPI 2 kali sehari. Biopsi harus mencakup area yang diduga mengalami
metaplasia, displasia, atau malignansi.
c. Manometri dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan gejala
GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa PPI 2 kali sehari
dan gambaran endoskopinya normal.
d. Pemantauan dengan ambulatory impedance-pH, catheter-pH, atau wireless-
pH dilakukan (terapi PPI dihentikan selama 7 hari) untuk mengevaluasi
pasien dengan dugaan gejala GERD yang tidak berespon terhadap
terapiempiris berupa PPI 2 kali sehari, gambaran endoskopinya normal dan
tidak memiliki kelainan pada manometri. [16]

Klasifikasi Los Angeles untuk diagnosis dan grading dari esofagitis refluks
pertama sekali didiskusikan pada World Congress of Gastroenterology tahun
1994, kemudian dipublikasikan pada tahun1999. Sampai sekarang, klasifikasi Los
Angeles ini adalah klasifikasi yang paling banyak digunakan oleh para endoskopis
dibandingkan dengan klasifikasi lainnya yang terlebih dulu ada (Savary-Miller,
Hetzel/Dent system, MUSE). Klasifikasi Los Angeles:
Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi
Erosi kecil-kecil pada mukosa
A
esofagus dengan diameter< 5 mm
Erosi pada mukosa/lipatan mukosa
B dengan diameter > 5 mm tanpa saling
berhubungan
Lesi yang konfluen tetapi tidak
C
mengenai/mengelilingi seluruh lumen
Lesi mukosa esophagus yang bersifat
D sirkumferensial (mengelilingi seluruh
lumen ) [13]
6. PATOFISIOLOGI

Faktor utama terjadinya GERD adalah gangguan refluk asam lambung dari
lambung menuju esofagus. Pada beberapa kasus, refluks esofageal dikaitkan
dengan ketidaksempurnaan tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah
(Lower Esophageal Spinchter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi
tonik (berkontraksi) untuk mencegah refluks materi lambung dari perut dan
berelaksasi saat menelan untuk membuka jalan makanan ke dalam perut.
Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi sementara LES secara
spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c) LES atonik.
Permasalahan pada mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti
faktor anatomi, pembersihan esofagus (waktu kontak asam dengan mukosa
esofageal yang terlalu lama), resistensi mukosal, pengosongan lambung, faktor
pertumbuhan epidermis dan pendaparan saliva, mungkin juga dapat menyebabkan
refluk gastroesofageal.
Faktor agresif yang dapat mendukung kerusakan esofageal saat refluks ke
esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu dan enzim pankreas.
Dengan demikian komposisi, pH dan volume refluksat serta durasi pemaparan
adalah faktor yang paling penting pada penentuan konsekuensi refluks
gastroesofageal.
GERD disebabkan oleh kegagalan kardia . Pada pasien sehat, sudut di
mana kerongkongan memasuki perut menciptakan katup yang mencegah empedu
duodenum, enzim, dan asam perut dari perjalanan kembali ke kerongkongan yang
mana mereka dapat menyebabkan pembakaran dan radang jaringan kerongkongan
sensitif. Faktor-faktor yang dapat berkontribusi untuk GERD:
a. Hernia hiatus , yang meningkatkan kemungkinan GERD karena faktor
mekanik dan motilitas.
b. Obesitas : Peningkatan indeks massa tubuh berhubungan dengan
GERD yang lebih parah. Dalam serangkaian besar dari 2000 pasien
dengan penyakit refluks bergejala, telah menunjukkan bahwa 13% dari
perubahan dalam paparan asam esofagus disebabkan perubahan indeks
massa tubuh.
c. Zollinger-Ellison syndrome , yang dapat hadir dengan keasaman
lambung meningkat karena produksi gastrin.
d. Hypercalcemia , yang dapat meningkatkan produksi gastrin, yang
menyebabkan keasaman meningkat.
e. Scleroderma dan sistemik sclerosis , yang dapat fitur dismotilitas
esofagus.
f. Penggunaan obat-obatan seperti prednisolon
g. Visceroptosis atau Glénard sindrom, di mana perut telah tenggelam di
perut mengacaukan sekresi motilitas dan asam lambung.
GERD telah dikaitkan dengan berbagai keluhan pernapasan dan laring
seperti radang tenggorokan kronis, batuk , fibrosis paru , sakit telinga, dan asma,
bahkan ketika tidak tampak secara klinis. Ini manifestasi atipikal GERD sering
disebut sebagai refluks laryngopharyngeal atau sebagai penyakit refluks
extraesophageal (EERD). Faktor-faktor yang telah dikaitkan dengan GERD, tetapi
tidak meyakinkan:
a. Obstructive sleep apnea
b. Batu empedu, yang dapat menghambat aliran empedu ke dalam
Duodenum, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menetralisirasam lambung
Pada tahun 1999, tinjauan studi yang ada menemukan bahwa rata-rata, 40%
dari pasien GERD juga memiliki H. pylori infeksi. Pemberantasan H. pylori
dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam, yang mengarah ke pertanyaan
apakah H. pylori terinfeksi pasien GERD adalah setiap yang berbeda daripada non
pasien terinfeksi GERD. Sebuah double-blind. Penelitian yang dilaporkan pada
tahun 2004, tidak menemukan perbedaan klinis yang signifikan antara kedua jenis
pasien dengan memperhatikan jumlah yang subjektif atau objektif dari keparahan
penyakit. [13]

7. KOMPLIKASI
Komplikasi GERD antara lain :
a. Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi
kolumner metaplastik.
b. Esofagitis ulseratif
c. Perdarahan
d. Striktur esofagus
e. Aspirasi. [11]

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE
tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara
mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi
menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk
pengobatan (dilatasi endoskopi).
b. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 %
pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada
pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi
dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau
penyempitan lumen.

c. Tes Provokatif
d. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa
esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL
0,1% yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak
memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal
esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus
menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.
e. Tes Edrofonium. Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium
yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk
menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari
rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk
memastikan nyeri dada asal esofagus.
f. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada
tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap
diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri
dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus
menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik
esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan
pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut
dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE.
g. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan
esofagus dan sifatnya non invasif.
h. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan
mukosa esofagus, erosi, dan struktur.
i. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada
pasien yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan
hilang selama satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
j. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi
pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan
peristaltik/motilitas esofagus.
k. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD. [15]

9. PENATALAKSANAAN
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala
pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal,
mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya
komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang
mencegah refluks dan atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk
agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
a. Modifikasi Gaya Hidup
b. Tidak merokok
c. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
d. Tidak minum alkohol
e. Diet rendah lemak
f. Hindari mengangkat barang berat
g. Penurunan berat badan pada pasien gemuk
h. Jangan makan terlalu kenyang
i. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang[12]

1. Terapi Endoskopik
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah
radiofrekuensi, endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation.
Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan gastroesophageal
junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi
penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi
reflux.
2. Terapi medika mentosa
Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah
supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa
dilakukan pada terapi medika mentosa:
a. Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat
menekan sekresi asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 (
simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan
prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal
berikan obat-obat supresi asam yang lebih kuat dengan masa
terapi lebih lama (PPI).
b. Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil
lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk
pemeliharaan. [15]

3. Terapi terhadap Komplikasi


Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila
terjadi rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi
perubahan mukosa esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang
metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat
menjadi karsinoma barret’s esophagus
a. Struktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang
dari 13 mm maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga
lakukanlah operasi.
b. Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan
adalah terapi bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga
dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan energy
radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan implantasi
endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian. [15]

D. ULKUS PEPTIKUM
DEFINISI
Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai
indurasi dengan dasar tukak tertutup debris. Ulkus peptikum merupakan erosi
lapisan mukosa biasanya di lambung atau duodenum. Ulkus peptikum adalah
keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di bawah epitel atau
kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot dari suatu
daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin. [7]

EPIDEMIOLOGI
a. Di Amerika Serikat sekitar 4 juta orang menderita ulkus peptikum dan
sekitar 350.000 kasus baru terdiagnosa setiap tahunnya. Di Amerika
Serikat sekitar 3000 orang meninggal dunia akibat ulkus duodenum
dan 3000 akibat ulkus lambung. Pasien yang di rawat akibat ulkus
duodenum berkurang sekitar 50% dari tahun 1970 -1978 tapi untuk
ulkus lambung tidak ada penurunan[8]
b. Prevalensi kemunculan ulkus peptikum berpindah dari yang
predominan pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis
kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada
wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan
ulkusmengalami penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk
ulkus duodenum, dan jumlah meningkat pada wanita usia tua. [8]

ETIOLOGI
Diketahui ada dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu, infeksi
Helicobacter pylori, dan penggunaan NSAID:
1. Infeksi Helicobacterpylori
Jumlah penderita ulkus duodenum di Amerika Serikat akibat
Helicobacterpylori yang tidak menggunakan NSAID kurang 75%.
Dalam salah satu penelitian, pasien yang tidak menggunakan NSAID,
61% merupakan penderita ulkus duodenum dan 63% merupakan
penderita ulkus lambung positif terinfeksi Helicobacter pylori. [7]

2. NSAID
Obat ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat
mukosa rentan rusak. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan
NSAID menderita efek samping pada saluran gastrointestinal. Faktor
yang berhubungan dengan peningkatan resikoulkus duodenum pada
penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus peptikum sebelumnya, umur
yang sudah tua, perempuan, penggunaan NSAID dengan dosis tinggi,
penggunaan NSAID jangka panjang, dan penyakit penyerta yang
parah. [8]

GEJALA KLINIS
Ulkus biasanya sembuh sendiri tetapi dapat timbul kembali. Nyeri dapat
timbul selama beberapa hari atau minggu dan kemudian berkurang atau
menghilang. Gejala bervariasi tergantung lokasi ulkus dan usia penderita.
Hanya setengah dari penderita ulkus duodenum mempunyai gejala yang sama
seperti perih, rasa seperti terbakar, nyeri, pegal, dan lapar. Rasa nyeri
berlangsung terus-menerus dengan intensitas ringan sampai berat biasanya
terletak di bawah sternum. Kebanyakan orang yang menderita ulkus
duodenum, nyeri biasanya tidak ada ketika bangun tidur tetapi timbul
menjelang siang. Minum susu dan makan (yang menyangga keasaman PH
lambung) atau meminum obat antasida mengurangi nyeri, tapi mulai timbul
kembali setelah 2 atau 3 jam kemudian. [8]
PATOFISIOLOGI
Mukosa gastrointestinal secara konstan mengalami regenerasi. Pembentukan
tukak tergantung pada pengaruh yang berlebihan oleh faktor-taktor agresif
melampauiJengaruh faktor-taktor proteksi endogen (defensif) dan faktor
reparatil[8]

DIAGNOSIS
1. Endoskopi
Endoskopi merupakan referensi standar untuk diagnosis dari ulkus
peptikum. Salah satu kekurangan utamanya adalah biaya yang tinggi di
beberapa negara seperti Amerika Serik at. Keputusan untuk melakukan
endoskopi pada pasien yang diduga menderita ulkus peptikum
didasarkan pada beberapa faktor. Pasien dengan komplikasi ulkus
peptikum seperti pendarahan memerlukan evaluasi endoskopi untuk
mendapatkan diagnosis yang akurat agar pengobatannya berhasil. [7]
2. Radiografi
Pemeriksaanradiografi pada saluran gastrointestinal bagian atas juga bisa
menunjukkan ulkus peptikum. Salah satu kekurangannya adalah paparan
radiasi. Keuntungan endoskopi bisa melakukan biopsi mukosa untuk
mendiagnosa Helicobacter pylori, sedangkan radiografi terbatas dalam
praktik dunia kedokteran modern. [7]

PENATALAKSANAN
Waktu penyembuhan ulkus tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus
lambung yang besar dan kecil bisa sembuh dalam waktu yang relatif sama jika
terapinya efektif. Ulkus yang besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk
sembuh:
1. Antasida dan antikolinergik
Antasida dan antikolinergik biasanya tidak terlalu efektif dan harus
digunakan terus-menerus dan menghasilkan efek samping.
2. H2 reseptor antagonis
Pengobatan pertama kali yang efektif pada ulkus peptikum terungkap
ketika H2 reseptor antagonis ditemukan. Untuk saat itu obat seperti
cimetidine dan ranitidine dipakai di pakai diseluruh dunia.
3. Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal.
Omeprazole merupakan salah satu obat PPI pertama kali.
4. Menghentikan Helicobacter pylori
Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan
secara permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Diperlukan
kombinasi terapi antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar
berhasil.
5. Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi
endoskopi, seperti menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar
pendarahan berhenti[8]
E. GASTRITIS
DEFINISI
Gastitis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, difus, atau lokal yang di sebabkan oleh bakteri atau obat-obatan. [9]

EPIDEMIOLOGI
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan
negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling
tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh
India dengan persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%,
China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5% dan Indonesia 40,8%.
Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka
kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6%
yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%,
Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7%
dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat
Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012 dengan kelengkapan 11 laporan sebesar
50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan gastritis berada pada urutan
kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus).Berdasarkan data yang
didapat dari Dinas Kesehatan kota Bandarlampung, gastritis merupakan salah satu
dari sepuluh besar penyakit terbanyak pada tahun 2013 maupun tahun
2014.Lanjut usia meningkatkan resiko gastritis disebabkan karena dinding
mukosa lambung semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua lebih mudah
untuk terinfeksi Helicobacter pylori atau penyakit autoimun daripada usia
muda.Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu
masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Prevalensi gastritis
pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini berkaitan dengan tingkat stres.
Secara teori psikologis juga disebutkan bahwa perempuan lebih banyak
menggunakan perasaan dan emosi sehingga mudah atau rentan untuk mengalami
stres psikologis. [9]
ETIOLOGI
Penyebab dari gastritis antara lain :
a. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS
(indometasin,ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain,
agenkemoterapi (mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis
bersifat mengiritasi mukosa lambung.
b. Minuman beralkohoL, seperti : whisky,vodka, dan gin.
c. Infeksi bakteri, seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii,
streptococci,staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli,
tuberculosis,dan secondary syphilis.
d. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
e. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
f. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan,gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan
refluks usus, lambung.
g. Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu
danminuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-
ageniritasi mukosa lambung.
h. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen
penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus
kecilke mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan
mukosa.
i. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah
kelambung.
j. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara
agresi dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang
dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung. [9]
PATOFISIOLOGI
1. Gastritis Akut
Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obat-obatan
dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang
mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus
Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam
lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.Zat kimia
maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner,
yang berfungsi untuk menghasilkan mukus mengurangi produksinya.
Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar
tidak ikut tercerna respon mukosalambung karena penurunan sekresi mukus
bervariasi diantaranya vasodilitasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster
terdapat enzim yang memproduksi asam klorida atau HCl, terutama daerah
fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi
HClmeningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini
ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa pengelupasan.
Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi memicu
timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup
penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi,
sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah pendarahan. [9]

2. Gastritis Kronis
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung atau oleh bakteri Helicobactery pylory ( H. pylory )
Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe B, tipe A (sering
disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal,
yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Halini dihubungkan dengan
penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau
korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis)
mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat
duodenum) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti
minum panas atau pedas, penggunaan atau obat-obatan dan alkohol,
merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung. [9]

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pada gastritis yaitu:
1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:
a. Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.
b. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual,
dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.
c. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.
d. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.
e. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin
akan hilang selama 2 sampai 3 hari. [9]

2. Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala defisiensi vitamin B12. pada gastritis tipe B, pasien mengeluh
anoreksia (nafsu makan menurun), nyeri ulu hati setelah makan, kembung,
rasa asam di mulut, atau mual dan muntah. [9]

PEMERIKSAAAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan diagnosis sebagai berikut :
1. Radiology: sinar x gastrointestinal bagian atas
2. Endoskopy : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan
gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus
jaringan atau cidera
5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak
pernah melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji
aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asamhidroklorik dan
pembentukan asam penyebab ulkus duodenal.
7. Feses: tes feses akan positif H. Pylory Kreatinin : biasanya tidak
meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.
8. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu
metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah
besar diberikan.
9. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap
simpanan cairan tubuh.
10. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau
muntah atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat terjadi
setelah trasfusi darah.
b. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga
gastritis. [9]

PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam
lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus. [9]

Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:


Gastritis akut Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan
perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka
penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yangdilakukan untuk
hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh
mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. [9]
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal : alumunium
hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau
cuka encer. [9]
b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi.terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan
sedative,antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin
diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat
gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung
mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilrus. Gastritis kronis
diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istiratahat,
mengurangi stress dan memulai farmakoterapi. H. Pilory data diatasi
dengan antibiotic (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismu
(pepto bismo). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi
vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor
instrinsik. [9]

Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:


i. Tirah baring
ii. Mengurangi stress
iii. Diet
Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan peroral
pada interval yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan seperti
pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat ditoleransi setelah 12 – 24
jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya ditambahkan secara
bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya
berespon terhadap diet sehingga harus menghindari makanan yang
berbumbu banyak atau berminyak. [9]

KOMPLIKASI
1.Perdarahan saluran cerna bagian atas
2.Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vit.B12[9]
ULKUS TUKAK
GASTRITI GER PERITONIT
GEJALA PEPTIKU LAMBUN
S D IS
M G
Laki-laki
umur 70     
tahun
Nyeri yang
menjalar
ke seluruh    ✓ 
dinding
perut
Riwayat
 
rematik
Abdomen
tampak     
kembung
Sering
mengkons
  ✓
umsi obat
anti nyeri

8. Bagaimana perspektif islam dari skenario?


a. Surah Thaha ayat 81.
َ ‫غ‬
... ‫ضبِي‬ َ ْ‫ت َما َر َز ْقنَا ُك ْْم َوال تَ ْطغَ ْوا ِفي ِْه َفيَ ِحل‬
َ ‫علَ ْي ُك ْْم‬ ِْ ‫ْن َطيِبَا‬
ْْ ‫ُكلُوا ِم‬
“Makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan
janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku
menimpamu...” ( Q.S Thaha [20] : 81 )
b. Surat Al-A’raf ayat 31

ْ‫س ِرفُوا إِن ْهُ َْال يُ ِحب‬


ْ ُ ‫س ِجدْ َو ُكلُْوا َواش َْربُوا َوال ت‬ ِ ‫يَا بَنِي آ َد َْم ُخذُوا ت َ ُك ْْم‬
ْ ‫ََزين ِع ْن َْد ك ُِْل َم‬
ْ ‫ا ْل ُم‬
َْ‫س ِرفِين‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf [7] : 31 )
c. Hadist yang berhubungan dengan sistem pencernaan
“Tidaklah anak adam mengisi bejana yang lebih buruk daripada
perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat menegakkan tulang
sulbinya.Kalaulah dia harus berbuat, maka sepertiga untuk mekanannya,
sepertiga lagi untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” (H.R At-
Tirmidzy dan Ahmad).
DAFTAR PUSTAKA
1. etd.repository.ugm.ac.id
2. Pierce A grace and naeil R. Borley, 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3,
Jakarta : EMS
3. Halim Mubin, Prof. Dr. dr, 2008 : Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam
Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
4. Patofisiologi Ulkus Peptikum,Siti Nurdianah,Sub Bagian Gastroenterologi-
Hepatologi FK UGM/RSUP Dr. Sardiito Yogyakarta
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jilid II. Publishing Interna. Hal 1783
6. repository.usu.ac.id
7. Nurjannah,Sitti. 2014. Patofisiologis Ulkus Peptikum.FK UGM : Yogyakarta
8. Hunt Rl"l. Pathopgysiobgy and diagnose of peptic ulcer disease dalam RH Hu
Proton Punp lnhibitorc atrt Acid Related Disorclers. Adis lnternational Ltd.
I994 : 33 4ar
9. Muttaqin, Arif. dan Sari, Kumala. (2011). Gangguan gastrointestinal.
Jakarta:Salemba Medika
10. Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
11. Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera
Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.
12. Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux
Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin
Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011.
13. Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Jakarta : FKUI.
14. Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT
Alumni.
15. Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks
Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.
16. Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Secara Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3,
Edition September - November 2009.
17. Luiz Carlos Junqueira dan jose carneiro, Histologi Dasar edisi 10,(Hal.
288,295 & 305)
18. Schwartz, L, M,A & Birchler G.R. (1996). The Role of pain bnehaviour in the
modulation of maritial conflict in chronic pain couples. Pain, 65 227-233
19. Lauralee,Sherwood.2014.Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC
20. Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah.Jakarta:EGC
21. Schrock, Theodore R.1991.Ilmu Bedah (Handbook Of SurgerY). Jakarta:EGC
22. The Acute Abdomen Available at : http://www.acutabdomen.htm
23. Gius, Jhon, Armes.1992 Fundamentals of General Surgery.Chicago:Year
Book of Medical Publisher.
24. Dudley HAF, Sepsis intraperitonium:-peritonitis dan abses-abses abdomen, in
Hamilton Bailey Ilmu bedah gawat darurat, Gadjah Mada University press,
Bulaksumur Yogyakarta 1992: 339, 360-366
25. Blaisdell FW, Clark OH, Deatsch WW, At all, Peritonitis dan massa
Abdomen, in Ilmu Bedah, EGC, Jakarta !983: 234-235
26. Trunkey DD, Crass RA, Peritoneal Disorders, Mills J, HO MT, Salber PR,
Trunkey DD, eds, Lange Medical publications/Los Altos, California 1983:
129-130
27. Schwartz SI, peritonitis dan Abses intra abdomen, in Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah, Shires GTS, Spencer FC, Husser WC, Eds, EGC Jakarta 2000:
489-493.
28. Lee JA, Peritonitis, last update Juli 2006, Available from URL :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0006487.htm
29. Peritonitis, last update 2004 available from URL:
http://www.medicastore.com/arsip.html
30. Guyton AC, Hall, J.E. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9,
EGC, Jakarta; hal.987-1035
31. Syaifuddin. 2001. Fungsi Sistem tubuh Manusia. Jakarta:Widya
Medika,hal.125-43
32. Bowen R. The Enteric Nervous System. In http://www.vivo.colostate.edu/
33. Penuntun CSL FK UMI blok Gastroenterohepatologi
34. http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/10/PERITONITIS-DAN-ILEUS.pdf
35. https://emedicine.medscae.com/article/180234-overview#a4

Anda mungkin juga menyukai