Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PBL

SAKIT PERUT MENDADAK

Disusun Oleh :
ROSMIATI (11020150032)
ASYIMA BATARI PUTRI UTAMI (11020150150)
A.NADIA SULISTIA NINGSIH (11020160012)
RESKY ASFIANI RAHMAN (11020160051)
MUHAMMAD TSAQIB AMMARIE (11020160062)
A.NASHIRA ISWALAILY (11020160078)
MUHAMMAD FADLI (11020160092)
AYU ULFIAH AZIS (11020160102)
HALISA RAHMASARI (11020160133)
INDAH KHAERUNNISA HAKIM (11020160149)
ROSDIANA BAHARSA (11020160170)

TUTOR : dr. NURFACHANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga laporan hasil tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh
kepintaran. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu membuat laporan ini serta kepada tutor yang telah membimbing kami
selama proses tutorial berlangsung. Semoga laporan hasil tutorial ini dapat
bermanfaat bagi setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khusunya bagi
tim penyusun sendiri. Semoga setelah membaca laporan ini dapat memperluas
pengetahuan pembaca mengenai URONEFROLOGI.

Makassar, 2 Januari 2019

Kelompok 2
SKENARIO 2

Seorang laki-laki, 27 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri


pada skrotum kanan yang dialami sejak 1 jam yang lalu. Skrotum tampak agak
edema dan nyeri bertambah bila dielevasi.

A. KATA SULIT
Tidak ditemukan kata sulit.

B. KALIMAT KUNCI
1. Seorang laki-laki, 27 tahun.
2. Nyeri skrotum kanan sejak 1 jam yang lalu.
3. Skrotum tampak agak edema.
4. Nyeri skrotum bertambah bila dielevasi.

C. PERTANYAAN:

1. Bagaimana patomekanisme nyeri sesuai dengan scenario ?

2. Bagaimana patomekanisme edema sesuai dengan scenario ?

3. Kenapa nyeri bertambah saat dielevasi ?

4. Apa saja penyakit yang menyebabkan nyeri pada skrotum ?

5. Apa saja langkah-langkah diagnosis sesuai dengan scenario ?

6. Jelaskan diagnosis banding sesuai scenario !

7. Perspektif Islam !

D. PEMBAHASAN
1. Anatomi, fisiologi, dan histologi organ yang terlibat
Anatomi Scrotum

Scrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis: kulit dan
fascia superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak,
tetapi pada fascia superficialis terdapat selembar otot polos yang tipis, dikenal
sebagai tunica dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin, dan
dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fascia
superficialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada
dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fascia
superficialis perineum.

Arteri untuk skrotum ialah :

1. Ramus perinealis dari arteria


pudenda interna.
2. Arteriae pudendae externae
dari arteria femoralis.
3. Arteria cremasterica dari
arteria epigastrica inferior.

Vena scrotales mengiringi arteri-


arteri tersebut. Pembuluh limfe
ditampung oleh nodi lymphoidei
inguinales superficiales.

Saraf scrotum ialah :

1. Ramus genitalis dari nervus


genitofemoralis (L1,L2) yang
bercabang menjadi cabang
sensoris pada permukaan
scrotum ventral dan lateral.
2. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral.
3. Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan
scrotum dorsal.
4. Ramus perinealis dari nervus cutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk
permukaan scrotum kaudal.

Anatomi Testis

Kedua testis terletak dalam scrotum dan menghasilkan spermatozoon dan


hormone, terutama testosterone. Permukaan masing-masing testis tertutup oleh
lamina visceralis tunicae vaginalis, kecuali pada tempat perlekatan epididimis
dan funiculus spermaticus. Tunica vaginalis ialah sebuah kantong peritoneal
yang membungkus testis dan berasal dari processus vaginalis embrional.
Lamina parietalis tunicae vaginalis berbatasan langsung pada fascia spermatica
interna dan lamina visceralis
tunicae vaginalis melekat pada
testis dan epididimis. Sedikit cairan
dalam rongga tunica vaginalis
memisahkan lamina visceralis
terhadap lamina parietalis dan
memungkinkan testis bergerak
secara bebas dalam scrotum.

Epididimis adalah gulungan pipa


yang berbelit-belit dan terletak pada
permukaan kranial dan permukaan
dorsolateral testis. Bagian-bagian
epididimis yaitu :

1. Bagian cranial yang melebar, yakni caput epididimis terdiri dari lobul-lobul
yang dibentuk oleh gulungan sejumlah ductuli efferentes.
2. Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididimis untuk
ditimbun.
3. Corpus epididimis terdiri dari ductus epididimis yang berbelit-belit.
4. Cauda epididimis bersinambung dengan ductus deferens yang mengangkut
spermatozoon dari epididimis ke ductus ejaculatorius untuk dicurahkan ke
dalam pars prostatica
urethrae.

Arteria testicularis berasal dari pars


abdominalis aortae, tepat kaudal
arteria renalis. Vena-vena
meninggalkan testis dan
berhubungan dengan plexus
pampiniformis yang melepaskan
vena testicularis dalam canalis
inguinalis. Limfe dari testis disalurkan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi
lymphoidei pre-aortici. Saraf autonom testis berasal dari plexus testicularis
sekeliling arteria testicularis. Saraf ini mengandung serabut parasimpatis dari
nervus vagus dan serabut simpatis dari segmen medulla spinalis.

Anatomi Epididimis

Struktur berbentuk huruf C yang berada disisi posterior testis dan membesar
dari bagian caput,corpus dan cauda. Tunika vaginalis membungkus epididimis
kecuali pada bagian posterior. Vaskularisasi dan inervasi epididimis sama
dengan testis. Epididimis juga merupakan tuba terlilit yang panjangnya
mencapai 20 kaki atau 4m-6m. Bagian kranial yang melebar, yakni caput
epididymis terdiri dari lobul-lobul yang dibentuk oleh gulungan sejumlah
ductuli efferentes. Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke
epididymis untuk ditimbun. Corpus epididymis terdiri dari ductus epididymis
yang berbelit-belit. Cauda epididymis bersinambung dengan ductus deferens
yang mengangkat spermatozoon dari epididymis ke ductus ejakulatorius untuk
dicurahkan ke dalam pasr prostatica urethrae.
A: Caput or head of the epididymis.
B: Corpus or body of the epididymis.
C: Cauda or tail of the epididymis.
D: Vas deferens.
E:Testicle

Anatomi Vas Deferens


Merupakan kelanjutan dari epididimis dengan panjang 30-45 cm dan
berfungsi untuk membawa sperma ke duktus ejakulatorius. Lilitan portio dari
duktus deferens menjadi lurus dengan diameter 2-3mm,kemudian berjalan ke
posterior dari testis dan ke arah medial epididimis sesudah itu ke duktus
asendens pada bagian posterior dari spermatic cord sampai pada daerah cincin
inguinal medial yang mana berperan dalam pembentukan spermatic cord.
Perjalanan duktus deferens sepanjang lateral dinding pelvik,medial,dan
distal ureter,sepanjang dinding posterior dari buli-buli sampai pada vesika
seminalis dan bagian dorsal dari prostat. Duktus deferens mempunyai arteri
yang biasanya berasal dari arteri vesikal superior. Dengan aliran vena ke pelvik
pleksus venosus. Aliran limfe pada duktus deferens menuju ke nodus iliaka
eksternal dan internal,dan inervasi utamanya adalah saraf simpatis dari pleksus
pelvik.
Anatomi Spermatic Cord
Merupakan perpanjangan dari cincin inguinal yang ,menuju ke kanalis
inguinalis dan ke testis. Urutan lapisan spermatic cord dari luar ke dalam:
fascia spermatic eksterna (berasal dari fascia terdalam dari muskulus oblikus
abdominalis eksterna, fascia Cremasterika(dari muskulus oblikus interna), dan
fascia spermatic interna (dari fascia tranversalis). Struktur pambentuk
spermatic cord terdiri dari : duktus deferens, hubungan pembuluh darah dan
persarafan (dinding posterior dari cord), arteri testikularis, pleksus venosus
pampiniformis. Akhirnya membentuk vena testikularis, dan percabangan
genital dari nervus genitofemoral.

Anatomi Funiculus Spermaticus

Funiculus spermaticus menggantung testis dalam scrotum dan berisi


struktur-struktur yang melintas ke dan dari testis. Funiculus spermaticus
berawal pada anulus inguinalis profundus, lateral dari arteria epigastrica
inferior, melalui canalis inguinalis, dan berakhir pada tepi dorsal testis dalam
scrotum. Funiculus spermaticus diliputi oleh fascia pembungkus yang berasal
dari dinding abdomen.

Pembungkus funiculus spermaticus dibentuk oleh


tiga lapis fascia dari dinding abdomen ventral
sewaktu masa vetal :

1. Fascia spermatica interna dari fascia


transversalis.
2. Fascia cremasterica dari fascia penutup
musculus obliquus internus abdominis.
3. Fascia spermatica externa dari aponeurosis musculus obliquus externus
abdominis.

Pada fascia cremasterica terdapat ikal-ikal (loops) musculus cremaster yang


secara refleks mengangkat testis ke atas ke dalam scrotum, terutama sewaktu
dingin. Musculus cremaster, yang berasal dari musculus obliquus internus
abdominis, memperoleh persarafan dari ramus genitalis nervi genitofemoralis
(L1, L2). Komponen funiculus spermaticus ialah :

1. Ductus deferens (vas deferens), pipa berotot dengan kepanjangan sekitar


45 cm yang menyalurkan mani dari epididimis.
2. Arteria testicularis yang berasal dari permukaan lateral aorta, dan
memasok darah kepada testis dan epididimis.
3. Arteri untuk ductus deferens dari arteria vesicalis inferior.
4. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.
5. Plexus pampiniformis, anyaman pembuluh balik yang dibentuk melalui
anastomosis beberapa sampai dua belas vena.
6. Serabut saraf simpatis pada arteri, dan serabut simpatis dan parasimpatis
pada ductus deferens.
7. Ramus genitalis nervi genitofemoralis mempersarafi musculus cremaster.
8. Pembuluh limfe untuk menyalurkan limfe dari testis dan struktur
berdekatan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi lymphoidei pre-aortici.

Fisiologi Scrotum
Skrotum merupakan kantong pembungkus organ reproduksi pria yang
berfungsi untuk membungkus dan menopang testis dari luar tubuh,sehingga
pada suhu optimum testis dapat memproduksi sperma.Dalam skrotum terdapat
testis yang berfungsi untuk menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH)
dan Luteinizing Hormone (LH) juga hormon testosterone, Membentuk gamet-
gamet baru yaitu spermatozoa, yang terjadi di Tubulus seminiferus dan
Menghasilkan hormon testosterone yang dilakukan oleh sel interstinale yaitu
sel Leydig. Sedangkan sel sertoli berfungsi untuk menghasilkan makanan bagi
sperma. Testis mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi
endokrin untuk mensekresikan hormon-hormon seks yang mengendalikan
perkembangan dan fungsi seksual. Semua fungsi dari sistem reproduksi laki-
laki diatur melalui interaksi hormonal yang kompleks.

Histologi Scrotum
Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan
melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu
untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki
suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot
kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga
testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin)
atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat).
Tersusun atas kulit, fasia, dan otot polos yang membungkus dan menopang
testis di luar tubuh.

Ket:
1. Tubulus seminiferous
2. Tunika albuginea
3. Tunika vaginalis
4. Kantong serosa
5. Tunika vaginalis
parietal
6. M. kremaster
7. Tunika dartos (otot
polos dan kulit
skrotum)
8. Duktus epididymis
2. Patomekanisme nyeri sesuai scenario :

3. Patomekanisme edema sesuai scenario :


Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak
pada skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal
dan sistemik. Gejala nyeri ini dapat semakin menghebat atau malah hilang
perlahan-lahan seiring dengan berjalannya waktu. Gejala nyeri pada skrotum
yang menetap, semakin menghebat, dan disertai dengan mual dan muntah
merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan medis secepatnya.
Timbulnya nyeri pada salah satu ataupun kedua skrotum merupakan hal
yang memerlukan perhatian secara serius serta penanganan medis karena
skrotum dan testis merupakan glandula reproduksi dari seorang pria yang
menghasilkan sperma sehingga kesalahan penanganan akan menimbulkan
ketidaknyamanan sepanjang hidup seorang lelaki. Bila keadaan ini tidak
ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas, disfungsi
ereksi, bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut
harus dibuang untuk selamanya.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan akut skrotum seperti proses infeksi,
non infeksi, trauma, dan berbagai macam benjolan yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan. Proses infeksi yang sering menimbulkan keluhan akut
skrotum adalah epididymitis. Proses non infeksi yang sering menimbulkan
keluhan nyeri akut pada skrotum adalah torsio testis. Torsio testis merupakan
salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi karena torsio testis
menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia,
edema testis dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.
Faktor lain yang dapat menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum
adalah trauma. Jumlah trauma pada skrotum yang murni berdiri sendiri yang
terjadi di Amerika hanya sekitar 1%. Rentang usia berkisar antara 10-30 tahun.
Testis kanan lebih sering terkena trauma dibandingkan dengan testis kiri karena
kemungkinan besar dapat terbentur saat mengenai os pubis.
4. Nyeri bertambah saat dielevasi :

5. Penyakit yang menyebabkan nyeri pada skrotum :

6. LLD :

Untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan urologi, seorang dokter


dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi
dengan seksama dan secara sistematik mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif yaitu mencermati keluhan yang disampaikan oleh
pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik.
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisis terhadap pasien
untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien.
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium, radiologi atau imaging (pencitraan), uroflometri atau
urodinamika, elektromiografi, endourologi, dan laparoskopi.

ANAMNESIS
Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara dengan pasien
ataupun keluarganya diperoleh melalui anamnesis yang sistematik dan terarah.
Hal ini sangat penting untuk mendapatkan diagnosis suatu penyakit.
Anamnesis yang sistematik itu mencakup:
a. Identitas pasien: menanyakan nama, umur, alamat dan pekerjaan pasien
penting untuk menentukan diagnosis dan membangun hubungan antar
dokter dan pasien.

b. Keluhan utama: menanyakan apakah ada nyeri akibat kelainan urologi,


gangguan berkemih seperti oliguria maupun poliuria, apakah terdapat luka
serta bengkak pada daerah perut maupun pinggang dan daerah sekitarnya.
Menggali lebih lanjut riwayat penyakit ini seperti warna, jumlah, dan
konsistensi urin, apakah berpasir atau hematuria dan disertai nyeri.

c. Keluhan penyerta: menanyakan apakah keluhan disertai dengan demam


dan menggigil, menanyakan mengenai kelainan urologi lain seperti
malaise, pucat dan uremia. Menanyakan terapat nyeri tekan dan rasa tidak
enak pada daerah abdomen, pinggang dan sekitarnya.

Pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan:

Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ


urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan di
sekitar organ itu sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang
dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit. Sebagai contoh nyeri lokal
pada kelainan ginjal dapat dirasakan di daerah sudut kostovertebra; dan
nyeri akibat kolik ureter dapat dirasakan hingga ke daerah inguinal, testis,
dan bahkan sampai ke tungkai bawah.
Nyeri lain yang dapat dirasakan juga meliputi nyeri ginjal akibat
regangan kapsul ginjal. Nyeri vesika yang dirasakn di daerah
suprasimpisis. Nyeri prostat karena inflamasi yang menyebabkn edema
kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. yeri kolik terjadi akibat
spasmus otot polos ureter karena gerakan peristaltiknya terhambat oleh
batu, bekuan darah, atau oleh benda asing lain. Nyeri ini dirasakan sangat
sakit, hilang-timbul sesuai dengan gerakan peristaltik ureter.

Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi


keluhan iritasi, obstruksi, inkontinensia, dan enuresis. Keluhan iritasi
meliputi urgensi, polakisuria, atau frekuensi, nokturia, dan disuria;
sedangkan keluhan obstruksi meliputi hesitansi, harus mengejan saat
miksi, pancaran urine melemah, intermitensi, dan menetes serta masih
terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal
sebagai lower urinary tract symptoms.

Pasien juga dapat datang dengan keluhan inkontinensi urine yaitu


ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine yang keluar dari buli-
buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Hematuria yaitu didalatkannya
darah atau sel darah merah dalam urine. Pneumaturia atau berkemih
tercampur dengan udara. Dan Cloudy Urin yaitu urin berwarna keruh dan
berbau busuk diakibatkan oleh infeksi.

d. Riwayat penyakit sebelumnya: Mungkin saja keluhan sudah berulang


dikarenakan prognosis dari penyakit-penyakit urogenitalia memang baik,
namun tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit tersebut akan
berulang atau menyerang pasien kembali. Menggali penyakit-penyakit
sebelumnya yang berkaitan dengan masalah berkemih, bengkak dan nyeri
pada pinggang/perut, menanyakan apakah pernah mengalami trauma.

e. Riwayat kebiasaan: Menanyakan riwayat kebiasaan pasien baik itu


mengenai makanan, minuman yang dikonsumsi, riwayat hubungan seksual
dan mengenai daerah tempat tinggalnya (keadaan air di daerah tempat
tinggal). Menanyakan juga pada pasien apakah pasien pernah mengalami
trauma, dan jika pernah trauma apa dan bagian mana.

f. Riwayat keluarga: beberapa penyakit urologi dapat menurun. Ibu dengan


riwayat ISK dapat meningkatkan faktor risiko bagi anak. Namun hanya
beberapa, tidak semua.

g. Riwayat pengobatan: Beberapa golongan obat tertentu memiliki


kontraindikasi terhadap pasien-pasien urologi. Tapi, tidak semua memiliki
efek samping yang begitu buruk. Beberapa efek samping yang dapat
timbul dari penggunaan obat ialah reaksi hipersensitivitas, ruam kulit,
mual, muntah, diare, vertigo, dll. Kemungkinan terburuk dari penggunaan
obat jangka panjang dan dosis berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
hati.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum


pasien dan pemeriksaan urologi. Sering kali kelainan-kelainan di bidang
urologi memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang
pasien-pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain.

Kesan umum pasien

a. Keadaan umum: sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat

b. Kesadaran pasien: compos mentis, apatis, somnolen, stupor atau koma

c. Status gizi: obesitas, kurus atau normal

d. Tanda vital: Tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan suhu

e. Pemeriksaan Genitalia Eksterna :

Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya


kelainan pada penis/uretra antara lain: mikropenis, makropenis,
hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretraeksterna,
fimosis/parafimosis, fisteluretro-kutan, dan ulkus/tumor penis.
Strikturauretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus
spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa
jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan keras yang
teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu penyakit Peyrone.

d. Pemeriksaan Skrotum dan Isinya :

Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri


pada saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai
pada kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa
kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan
transiluminasi (penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan
penerawangan dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari skrotum
dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak menerawang berarti berisi
cairan kistus dan dikatakan sebagai transiluminasi positif atau
diafanoskopi positif.

e. Colok Dubur (Rectal Toucher):

Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: (1) tonus sfingter ani dan
reflex bulbo-kavernosus (BCR), (2) mencari kemungkinan adanya massa
di dalam lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian reflex
bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan adanya reflex jepitan
pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada
glans penis atau klitoris.

f. Pemeriksaan Neurologi:

Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari kemungkinan


adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem
urogenitalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang
merupakan penyebab dari buli-bulineurogen.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering


dikerjakan pada kasus- kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:

 Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine.


 Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan gula
dalam urine.
 Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau
bentukan lain di dalam urine.
 Urine mempunyai pH yang bersifatasam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5. Jika
didapatkan pH yang relative basa kemungkinan terdapat infeksi oleh
bakteri pemecah urea, sedangkan jika pH yang terlalu asam
kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada batu asam
urat.
 Didapatkannya eritrosit di dalam darah secara bermakna (> 2 per
lapangan pandang) menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran
kemih; dan didapatkannya leukosituri bermakna (> 5 per lapangan
pandang) atau piuria merupakan tanda dari inflamasi saluran kemih
2. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,


leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.

3. Kultur urine

Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran


kemih. Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam medium
tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitivitas kuman
terhadap antibiotika yang diujikan.

4. Sitologi urine
Pemeriksaan sitiologi urine merupakan pemeriksaan sitopatologi sel-sel
urotelium yang terlepas dan terikut urine. Contoh urine sebaiknya diambil
setelah pasien melaukuan aktivitas (loncat-loncat atau lari di tempat) dengan
harapan lebih banyak sel-sel urotelium yang terlepas di dalam urine. Derajat
perubahan sel-sel itu diklasifikasikan dalam 5 klas mulai dari (1) normal, (2)
sel sel yang mengalami keradangan, (3) sel-sel atipik, (4) diduga menjadi
sel- sel ganas, dan (5) sel-sel yang sudah mengalami perubahan morfologi
menjadi sel ganas.

5. C-Reactive Protein (CRP)

Kadar CRP akan meningkat pada kondisi inflamasi. CRP merupakan


penanda inflamasi dan salah satu protein fase akut yang disintesis di hati
untuk memantau secara non-spesifik penyakit lokal maupun sistemik. Kadar
CRP meningkat setelah adanya trauma, infeksi bakteri, dan inflamasi.
Sebagai biomarker, CRP dianggap sebagai respon peradangan fase akut
yang mudah dan murah untuk diukur dibandingkan dengan penanda
inflamasi lainnya. CRP juga dijadikan sebagai penanda prognostik untuk
inflamasi.

7. Laju Endap Darah (LED)

Laju endap darah ditujukan untuk melihat kecepatan darah dalam


membentuk endapan. Laju endap darah akan meningkat atau naik apabila
mengalami cidera, peradangan, atau kehamilan. Laju endap darah juga akan
meningkat apabila terkena infeksi yang kronis atau kasus-kasus dimana
peradangan menjadi kambuh. Adanya tumor, keracunan logam, radang
ginjal maupun liver juga kadang memberikan nilai yang tinggi untuk laju
endap darah seseorang.

8. Patologi anatomi

Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal, mengalami


proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi pertumbuhan maligna.
Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan stadium patologik serta derajat
diferensiasi suatu keganasan.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI (PENCITRAAN)

1. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen atauKUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto


skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Selain itu perlu di
perhatikan adanya bayangan radio-opak yang lain, misalnya bayangan
jarum-jarum (susuk) yang terdapatdisekitar paravertebra yang sengaja di
pasang untuk mengurangi rasa sakit pada pinggang atau punggung, atau
bayangan klip yang dipasang pada saat operasi untuk menjepit pembuluh
darah.

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau


dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang
dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-
opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan
kelainan fungsi ginjal.

3. USG (Ultrasonografi)

Pemeriksaan pada ginjal dipergunakan: (1) untuk mendeteksi keberadaan


dan keadaan ginjal (hidronefosis, kista, massa, atau pengkerutan ginjal).
Pada buli-buli, USG berguna untuk menghitung sisa urine pasca miksi dan
mendeteksi adanya batu atau tumor di buli-buli. Pada kelenjar prostat,
melalui pendekatan transrektal (TRUS) dipakai untuk mencari nodul pada
keganasan prostat dan menentukan volume/besarnya prostat. Jika
didapatkan adanya dugaan keganasan prostat, TRUS dapat dipakai sebagai
penuntun dalam melakukan biopsi kelenjar prostat. Pada testis, berguna
untuk membedakan antara tumor testis dan hidrokel testis, serta kadang-
kadang dapat mendeteksi letak testis kriptorkid yang sulit diraba dengan
palpasi.

Pada keganasan, selain untuk mengetahui adanya massa padat pada organ
primer, juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada hepar
atau kelenjar para aorta.

4. CT Scan dan MRI (Computerized Tomography Scan dan Magnetic


Resonance Imaging)

Kedua pemeriksaan ini banyak dipakai dalam bidang onkologi untuk


menentukan penderajatan (staging) tumor yaitu: batas-batas tumor, invasike
organ di sekitar tumor, dan mencari adanya metastasis ke kelenjar limfe
serta ke organ lain.

9. DD :
1. TORSIO TESTIS

Definisi

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana terpeluntirnya funiculus


spermatikus yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena
atau arteri ke testis dan epididymis Torsio testis merupakan suatu kegawat
daruratan vaskuler yang murni dan memerlukan tindakan bedah yang segera.
Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu singkat (dalam 4 hingga 6 jam
setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang selanjutnya
akan diikuti oleh atrofi testis.

Etiologi

Penyebab dari torsio testis masih belum diketahui dengan pasti. Trauma
terhadap scrotum bias merupakan factor pencetus, sehingga torsio harus
dipertimbangkan pada pasien dengan keluhan nyeri setelah trauma bahkan
pada trauma yang tampak kurang signifikan sekalipun. Dikatakan pula bahwa
spasme dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bias pula menjadi
factor pencetus. Dalam salah satu literature disebutkan bahwa torsio testis lebih
sering terjadi pada musim dingin, terutama pada temperature di bawah 2C.
Selain karena trauma, 50% kasus torsio testis terjadi pada saat tidur.1 Hanya 4-
8% kasus torsio testis disebabkan oleh karena trauma. Faktor predisposis lain
terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan
dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang
panjang.

Patofisiologi

Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina


dan ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis
dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di
dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididymis dan
investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika
vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi
yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’
deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord
sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja
dan dewasa muda.

Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis
vertical sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari
gubernakulum terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang
bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada
kondisi undesensus testis.

Gejala klinis
Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa
timbul mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut
derajat kelainan. Riwayat trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari
sepertiga pasien mengalami episode nyeri testis yang berulang
sebelumnya.2,10 Derajat nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak
berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.

Pembengkakan dan eritema pada scrotum berangsur-angsur muncul. Dapat


pula timbul nausea dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan.
Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar
saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis.
Adapun gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :

- Nyeri perut bawah


- Pembengkakan testis
- Darah pada semen
Diagnosis
1. Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis dapat membantu membedakan torsio testis dengan


penyebab akut scrotum lainnya.Testis yang mengalami torsio pada scrotum
akan tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas
hingga scrotum sisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan
terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat
adanya testis yang terletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan
bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis
kontralateral, oleh karena adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih
tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord.
Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan
dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis
(Prehn sign).Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah
hilangnya refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 99% pada torsio testis.

2. Pemeriksaan penunjang

Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis


torsio testis masih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti
klinis yang nyata.Dalam hal ini diperlukan guna menentukan diagnosa
banding pada keadaan akut scrotum lainnya. Urinalisis biasanya dilakukan
untuk menyingkirkan adanya infeksi pada traktus urinarius. Pemeriksaan
darah lengkap dapat menunjukkan hasil yang normal atau peningkatan
leukosit pada 60% pasien. Namun pemeriksaan ini tidak membantu dan
sebaiknya tidak rutin dilakukan. Adanya peningkatan acute-fase protein
(dikenal sebagai CRP) dapat membedakan proses inflamasi sebagai
penyebab akut scrotum.

Dianosis Banding

Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai


penyebab dari akut scrotum, antara lain :

- Epididymio-orchitis
- Hydrocele
- Varicocele
- Hernia incarserata
- Tumor testis
- Torsio appendix testis/epididymis
- Edema scrotum idiopatik

Penatalaksanaan

1. Reduksi manual
Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan
pemulihan aliran darah ke testis secepatnya. Biasanya keadaan ini
memerlukan eksplorasi pembedahan. Pada waktu yang sama ada
kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga dapat
dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit
dilakukan oleh karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.

Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset
timbulnya nyeri hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam
timbulnya onset nyeri, maka dapat diupayakan tindakan detorsi manual
dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi non invasif yang
dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml
Lidocain atau Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam
dan ke arah midline, sehingga detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral.
Selain itu, biasanya torsio terjadi lebih dari 360 o, sehingga diperlukan lebih
dari satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh terhadap testis yang
mengalami torsio.Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi
pembedahan. Jika detorsi manual berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan
orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam.

2. Pembedahan

Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual
tidak berhasil dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera
dilakukan. Pada pasien-pasien dengan riwayat serangan nyeri testis yang
berulang serta dengan pemeriksaan klinis yang mengarah ke torsio
sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang baik
diperoleh bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri.
Setelah 4 hingga 6 jam biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang
mengalami torsio.

Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk


melihat testis secara langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin
ditimbulkan bila dilakukan insisi inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga
tampak testis yang mengalami torsio. Selanjutnya testis direposisi dan
dievaluasi viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi
orchidopexy, namun jika testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy
guna mencegah timbulnya komplikasi infeksi serta potensial autoimmune
injury pada testis kontralateral. Oleh karena abnormalitas anatomi biasanya
terjadi bilateral, maka orchidopexy pada testis kontralateral sebaiknya juga
dilakukan untuk mencegah terjadinya torsio di kemudian hari.

Komplikasi

Torsio dari testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu
kegawat daruratan dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam
antara onset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual
akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya
suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi
testis. Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah torsio
dikoreksi. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8
jam atau lebih. Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi :

- Infark testis
- Hilangnya testis
- Infeksi
- Infertilitas sekunder
- Deformitas kosmetik

(Gambar testis yang mengalami nekrosis)

Prognosis

Jika torsio dapat didiagnosa secara dini dan dilakukan koreksi segera dalam
5-6 jam, maka akan memberikan prognosis yang baik dengan angka
pertolongan terhadap testis hampir 100%. Setelah 6 jam terjadi torsio dan
gangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk dilakukan tindakan
pembedahan juga meningkat. Namun, meskipun terjadi kurang dari 6 jam,
torsio sudah dapat menimbulkan kehilangan fungsi dari testis. Setelah 18-24
jam biasanya sudah terjadi nekrosis dan indikasi untuk dilakukan
orchidectomy. Orchidopexy tidak memberikan jaminan untuk tidak timbul
torsio di kemudian hari, meskipun tindakan ini dapat menurunkan
kemungkinan timbulnya hal tersebut.

Keberhasilan dalam penanganan torsio ditentukan oleh penyelamatan testis


yang segera serta insiden terjadinya atrofi testis, dimana hal tesebut
berhubungan secara langsung dengan durasi dan derajat dari torsio testis.
Keterlambatan intervensi pembedahan akan memperburuk prognosis serta
meningkatkan angka kejadian atrofi testis.

2. EPIDIDIMITIS

Definisi

Suatu kondisi yang dalam hal ini terdapat peradangan pada epididymis.
Kondisi ini mungkin dapat sangat menyakitkan, dan skrotum bias menjadi
merah, hangat, dan bengkak.

Epidemiologi

Epididimytis diderita 1 dari 144 klien laki-laki(0,69%) pada usia 18-50


tahun atau sekitar 600.000 kasus pada usia 18-35 tahun di amerika serikat.
Epididimytis diderita terutama oleh laki-laki usia 16-30 tahun dan usia 51-70
tahun.

Etiolologi

Beberapa penyebab pididimitis tergantung dari usia, sehingga peyebab dari


timbulnya di bedakan menjadi beberapa:

1. Infeksi bakteri non spesifik


Bakteri coliforms (misalnya E. coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella)
menjadi penyebab umum terjadi epididimytis pada anak,dewasa usia lebih
35 tahun, dan homoseksual.

2. Penyakit seksual menular


Chlymidia merupakan penyebab tersering pada laki-laki usia kurang 35
tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae, treponema pallidum, trichomonas.
3. Virus
Virus penyebab yang cukup pada anak-anak. Mumps merupakan virus yang
menyebabkan epididimytis selain coxsackie virus A dan varicella.

4. Tuberculosis
Epididimytis disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi di daerah
endemic TB menyebabkan TB urogenitalis.

5. Penggunaan amiodarone dosis tinggi


Amiodarone merupakan obat yang diguanakan pada kasus aritmia jantung
dengan dosis awal 600 mg/hari-800mg/hari seklama 1-3 minggu secara
bertahap. Penggunaan amiodarone dosis tinggi > 200mg/hari akan
menimbulkan antibody miodarone HCL yang menyerang epididymis
sehinggah timbul gejala epididimytis.

6. Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat
disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke scrotum
dan menyebabkan timbulnya epididimytis dengan rasa nyeri yang hebat,
pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh teras sangat nyeri.

7. Tindakan pembedahan seperti prostatektomi


Prostatektomi dapat menimbulkan epididimytis karena terjadinya infeksi
preoperasi pada traktus urinarius. Terjadi pada 13% kasus protatektomi
suprapubik.

Patofisiologi
Epididimytis merupakan suatu infeksi yang biasanya turun dari prostat atau
saluran urine yang terinfeksi. Infeksi ini mulai menjalar dari bagian atas
melalui urethra dan ductus ejackulatorius kemudian berjalan sepanjang vas
deferens ke epididymis. Rasa nyeri yang unilateral dan rasa sakit pada kanalis
inguinalis sepanjang vas deferens kemudian mengalami nyeri dan
pembengkakan pada skrotum dan daerah lipatan paha. Epididymis menjadi
bengkak dan sangat sakit, suhu tubuh meningkat, menggigil, demam dan urine
mengandung nanah(pyuria), dan bakteri.

Klasifikasi

Epididimytis diklasifikasikan menjadi akut dan kronis tergantung pada


lamanya gejala:

 Epididimytis akut
Waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya beberapa hari (< 6minggu).
 Epididimytis kronis
Terjadi selama lebih dari 6 minggu, ditandai oleh peradangan bahkan tidak
ada suatu infeksi.

Manisfestasi klinis

Gejala yang timbul bukanhanya berasal dari infeksi local namun juga
berasal dari sumber infeksi yang asli. Gejala yang berasal dari sumber infeksi
yang asli seperti duh urethra dan nyeri atau itching urethra ( urethritis), nyeri
pinggul dan frekuensi kencing yang meningkat, dan rasa terbakar saat kencing,
demam. Gejala local pada epididimytis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri
timbul pada bagian belakang salah satu testis dan menyebar ke seluruh testis,
biasa hanya menhgenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai mual muntah.
Selain itu juga disertai dengan pembengkakan dan kemerahan testis dan atau
scrotal dan urethral discharge.

Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan Labolatorium
- Pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukosit meningkat (10.000-
30.000/µl)
- Sperma analisa
- Kultul urine dan perwarnaan gram untuk kuman penyebab infeksi.
- Analisa urine
- Kultur darah bila dicurigai terjadi infeksi sistemik

b) Pemeriksaan radiologis
1. Colour Doppler ultrasonography
- Digunakan untuk membedakan epididmytis akut dan peyebab lainnya.
- Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk elihat aliran darah pada
areteri testicularis. Pada epididimytis, aliran darah pada a. testicularis
cenderung meningkat.
- Untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagaikomplikasi dari
epididimytis.

2. Nuclear scintigraphy
- Pemeriksaan ini mengguanakan technetium-99
- Memiliki sensitivitas dan spektivitas 90-100% dalam menentukan
daerah iskemik akibat infeksi
- Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis positif
palsu.

c) Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : skrotum bisa menjadi merah dan bengkak.
- Palpasi : ditemukan posisi skrotum normal vertical, ukuran kedua
testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis.
Setelah beberapa hari epididymis dan testis tidak dapat teraba terpisah
karena bengkak yang meliputi testis. Akan teraba pembesaran dari
epididymis secara keseluruhan yang meng indikasi kuman penyebab
infeksi. Ditemukan juga.
- Pemeriksaan refles kresmaster normal
Phrens sign positif dimana nyeri dapat berkurang jika skrotum
diangkat ke atas karena pengangatan ini akan mengutangi regangan
pada testis. Pemeriksaan ini kurang efektif.
- Pembesaran kelenjar getah bening di region inguinalis
- Pemeriksaan colok dubur didapatkan tanda prostatitis yaitu
pengeluaran nanah setelah dilakukan masase prostat.

Diagnosis banding

 Orchititis
 Hernia inguinalis inkarserata
 Torsio testis
 Seminoma testis
 Trauma testis

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan meliputi 3 hal yaitu medis, suportif dan bedah :

a. Penatalaksanaan medis
Antibiotik digunakan bila adanya suau proses infeksi. Antibiotic yang
digunakan :
- Fluroquinolones
- Cephalosporin
- Levofloxacin
- Doxycycline, azithromycin dan tetrasiklin
b. Penanganan suportif, seperti: pengurangan aktivitas, skrotus lebih
ditinggikan kompres es/pada skrotum, pemberian analgesic dan NSAID.
c. Penatalaksaan bedah
- Scrotal exploration
- Epididymotomy

Komplikasi

1. Abses dan pyocele pada skrotum


2. Infark pada testis
3. Infertilitas sekunder
4. Atrofi testis
5. Fistula kutaneus
6. Penyebara infeksi ke organ lain

Prognosis

Epididimytis akan sembuh total bila menggunakan antibiotic yang tepat


serta melakukan hubungan seks yang aman dan mengobati partner seksualnya.

3. ORCHITIS

Definisi

Orkitis adalah reaksi inflamasi akut pada testis terhadap infeksi. Sebagian
besar kasus dikaitkan dengan infeksi gondok virus; Namun, virus dan bakteri
lain dapat menyebabkan orchitis.

Epidemiologi

Sekitar 20% pasien prapubertas (lebih muda dari 10 tahun) dengan gondong
mengembangkan orkitis. Kondisi ini telah menjadi semakin umum pada pria
remaja dan postpubertal dengan gondong, terutama dalam dekade terakhir,
dengan pengurangan penggunaan vaksin campak, gondok, rubela (MMR).
Gejala orkitis biasanya timbul beberapa hari setelah parotitis. Orkitis bakteri
yang terisolasi bahkan lebih jarang dan biasanya dikaitkan dengan epididimitis
bersamaan; itu terjadi pada pria yang aktif secara seksual lebih tua dari 15
tahun atau pada pria yang lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat
jinak (BPH). Atrofi testis unilateral terjadi pada 60% pasien dengan orkitis.
Sterilitas jarang merupakan konsekuensi dari orkitis unilateral. Meskipun
beberapa laporan anekdotal, sedikit bukti mendukung peningkatan
kemungkinan mengembangkan tumor testis setelah episode orkitis.

Etiologi

Paling umum, gondong menyebabkan orkitis terisolasi. Timbulnya nyeri


skrotum dan edema adalah akut.

Etiologi virus langka lainnya termasuk infeksi mononukleosis


coxsackievirus, varicella, dan echovirus. Beberapa laporan kasus
menggambarkan gondok orkitis setelah imunisasi dengan vaksin gondok,
campak, dan rubela (MMR).

Penyebab bakteri biasanya menyebar dari epididimitis terkait pada pria atau
pria yang aktif secara seksual dengan BPH; Bakteri meliputi Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, dan spesies Staphylococcus dan Streptococcus.
Orkitis bakteri jarang terjadi tanpa epididimitis terkait.

Pasien biasanya aktif secara seksual dan datang dengan nyeri dan edema
bertahap. Edema testis unilateral terjadi pada 90% kasus. Pasien
immunocompromised telah dilaporkan memiliki orkitis dengan agen etiologi
berikut: kompleks Mycobacterium avium, Cryptococcus neoformans,
Toxoplasma gondii, Haemophilus parainfluenzae, dan Candida albicans.

Patofisiologi

Hippocrates pertama kali melaporkan sindrom ini pada abad ke-5 SM.
Orkitis paling sering terjadi dengan epididimitis. Epididimitis biasanya berasal
dari bakteri; patogen yang paling umum adalah Neisseria gonorrhoeae pada
pria berusia 14-35 tahun, dan Escherichia colis penyebab paling umum pada
anak laki-laki yang lebih muda dari 14 tahun dan pada pria yang lebih tua dari
35 tahun. Orkitis virus paling sering disebabkan oleh infeksi gondong tetapi
juga dapat disebabkan oleh proses inflamasi spesifik di testis.

Kebanyakan penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puber adalah


gondongan (mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak
dalam 3 sampai 4 hari setelah pembengkakan kelenjar parotis. Virus parotitis
juga dapat mengakibatkan orchitis sekitar 15% - 20% pria menderita orchitis
akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra pubertas dengan orchitis
parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa disertai disfungsi testis. Pada
pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus seminiferus dan
pada beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga terjadi hipogonadisme
akibat defisiensi testosteron. Ada resiko infertilitas yang bermakna pada pria
dewasa dengan orchitis parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar
melalui darah biasanya berawal unilateral pada kutub bawah epididymis. Dapat
terbentuk nodula-nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit.
Infeksi dapat menyebar melalui fenikulus spermatikus menuju testis.
Penyebaran lebih lanujut terjadi pada epididymis dan testis kontralateral,
kandung kemih, dan ginjal.

Manifestasi klinis

Orkitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan. Kausa ini bervariasi
dan berkisar dari ketidaknyamanan ringan hingga nyeri hebat. Gejala sistemik
yang terkait meliputi:

- Kelelahan
- Malaise
- Myalgia
- Demam dan menggigil.
- Mual
- Headache

Mumps orchitis mengikuti perkembangan parotitis oleh 4-7 hari. Dapatkan


riwayat seksual, jika perlu.

Manifestasi klinis dari orchitis gondong pada 62 pasien yang divaksinasi


pascapubertas termasuk masa inkubasi rata-rata 5,39 hari (kisaran, 0 hingga 23
hari), durasi demam 1,8 hari (kisaran, 0,5 hingga 3 hari), dan durasi rata-rata
orkitis pada 4,96 hari (rentang, 0 hingga 17 hari). Sonografi mengungkapkan
orkitis unilateral pada 58 pasien (93,6%) dan orkitis bilateral pada 6 (6,4%).
Usia rata-rata 62 pasien adalah 17,56 tahun (kisaran, 15 hingga 29 tahun).

Diagnosis

a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan testis antara lain:
- Pembesaran testis
- Indurasi testis
- Kelembutan Kulit skrotum eritematosa.
- Kulit skrotum edematous.
- Epididimis yang membesar yang berhubungan dengan epididimotritis.
- Pada pemeriksaan rektal, terdapat prostat berawa lunak (prostatitis).
sering dikaitkan dengan epididimo-orkitis. Temuan lain termasuk
parotitis dan demam.
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita orchitis antara
lain :
- Pemeriksaan urin
- Pemeriksaan discharge uretra untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab.
- Sistoskopi, pielografi intravena, dan sistografi dapat dilakukan jika
dicurigai adanya patologi pada kandung kemih.
Diagnosis banding

- Epididimitis Akut
- Hernia.
- Torsi testis dalam Pengobatan Darurat

Penatalaksanaan

Gejala orkitis terisolasi biasanya sembuh secara spontan dalam waktu


sekitar 3-10 hari, sedangkan epididimitis biasanya akan sembuh dalam jangka
waktu yang sama setelah dimulainya pengobatan antibiotik.

Perawatan suportif , antara lain :

- Istirahat di tempat tidur


- Elevasi skrotum
- Paket panas atau dingin untuk analgesia : Peningkatan skrotum dan
penempatan testis yang terkena dampak adalah langkah-langkah
kenyamanan spesifik yang harus direkomendasikan kepada pasien
dengan orkitis; pasien harus meletakkan bantal kecil atau handuk di
antara kaki untuk mengangkat skrotum dan menempatkan es pada
testis yang terkena selama 10-15 menit, 4 kali sehari, sampai rasa sakit
hilang.

Farmakologi :

- Tidak ada obat yang diindikasikan untuk pengobatan orkitis virus.


- Orkitis bakteri atau epididimo-orkitis memerlukan cakupan antibiotik
yang tepat untuk dugaan agen infeksi. Pada pasien dengan etiologi
bakteri yang lebih muda dari 35 tahun dan aktif secara seksual,
cakupan antibiotik untuk patogen yang ditularkan secara seksual
(terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone dan baik
doxycyclineor azithromycin sudah tepat.
- Pasien yang lebih tua dari 35 tahun dengan etiologi bakteri
memerlukan cakupan tambahan untuk bakteri gram negatif lainnya
dengan fluoroquinolone atau trimethoprim-sulfamethoxazole. Obat
lain yang sesuai termasuk analgesik atau antiemetik, sesuai kebutuhan.
Contoh antibiotic :
- Ceftriaxone (Rocephin) Sefalosporin generasi ketiga dengan
spektrum luas, aktivitas gram negatif; kemanjuran yang lebih
rendah terhadap organisme gram positif; kemanjuran yang lebih
tinggi terhadap organisme resisten. Menangkap pertumbuhan
bakteri dengan mengikat satu atau lebih protein pengikat penisilin.
Digunakan karena meningkatnya prevalensi penicillinase yang
memproduksi Neisseria gonorrhoeae. Dewasa IM 125-250 mg
sekali, anak : 25-50 mg/kg/hari IV ; tidak melebihi 125mg/dl.
- Doxycycline (Vibramycin, Doryx) Menghambat sintesis protein
dan pertumbuhan bakteri dengan mengikat 30S dan mungkin 50S
subunit ribosom dari bakteri yang rentan. Digunakan dalam
kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa
cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg/kg/hari PO dalam 1-2
dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg/hari.
- Azithromycin (Zithromax). Mengobati infeksi ringan hingga
sedang yang disebabkan oleh strain mikroorganisme yang rentan.
Diindikasikan untuk infeksi klamidia dan gonore pada saluran
genital. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk
infeksi klamidia dan gonokokkus. Anak : 10 mg/kg PO sekali, tidak
melebihi 250 mg/hari.
- Trimethoprim / sulfamethoxazole (Bactrim DS, Septra DS)
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis
asam dihydrofolic. Biasa digunakan pada pasien> 35 tahun dengan
orkitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak : 15-20
mg/kg/hari, berdasarkan TMP, PO tid/qid selama 14 hari.
- Ofloxacin (Floxin) Menembus prostat dengan baik dan efektif
melawan C trachomatis. Turunan asam piridin karboksilat dengan
efek bakterisida spektrum luas. Digunakan secara umum pada
pasien> 35 tahun yang didiagnosis dengan orchitis.
- Ciprofloxacin (Cipro) Fluoroquinolone dengan aktivitas melawan
pseudomonad, streptokokus, MRSA, S epidermidis, dan sebagian
besar organisme gram negatif, tetapi tidak ada aktivitas melawan
anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya
pertumbuhan. Lanjutkan pengobatan setidaknya selama 2 hari
(khas 7-14 hari) setelah tanda dan gejala hilang. Digunakan
umumnya pada pasien 35 tahun yang didiagnosis dengan orkitis.
Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak: tidak dianjurkan.

Komplikasi
Hingga 60% testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis.
Kesuburan terganggu dilaporkan pada tingkat 7-13%. Kemandulan jarang
terjadi pada kasus orkitis unilateral. Hidrokel atau piokel terkait mungkin
memerlukan drainase bedah untuk menghilangkan tekanan dari tunika.
Dalam satu studi dari 7 pasien yang diikuti setelah gondok gondok (4
unilateral, 3 bilateral), pada kelompok orkitis unilateral, 1 pasien memiliki
testis atrofi, 3 memiliki oligozoospermia parah, dan 1 memiliki
oligozoospermia ringan. Pada kelompok orkitis bilateral, tidak ada yang
memiliki testis atrofi, dan temuan analisis semen mengungkapkan azoospermia
pada 1 dan oligozoospermia berat pada 2 pasien. Temuan analisis semen pada
sebagian besar pasien membaik secara bertahap.

Prognosis
Sebagian besar kasus orchitis gondong sembuh secara spontan dalam 3-10
hari Dengan cakupan antibiotik yang tepat, sebagian besar kasus orkitis bakteri
sembuh tanpa komplikasi.

10. Perspektif islam :


َ‫ظلِ ُمون‬ َ َّ‫اس َش ْيئًا َو ٰلَ ِك َّن الن‬
ْ َ‫اس أَ ْنفُ َسهُ ْم ي‬ ْ َ‫إِ َّن هَّللا َ اَل ي‬
َ َّ‫ظلِ ُم الن‬
”Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun,
akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri mereka sendiri."
(QS. Yunus: 44).
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore, K. L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates. Hal : 125-


8.
2. Snell,Richard. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan System. Jakarta : EGC
3. Junqeira, L.C. & Jose Carneiro. 2015. Basic Histology. Lange Medical
Publications, California.
4. Sherwood, L. 20013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Hal : 462-468.
5. Guyton AC, Hall JE. 2015. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta : EGC.
6. No 2 :
7. Yusuf Hakan Çavusoglu. 2015. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J
Pediatrics. Edition 3. Page : 201-204.
8. Stanley, J. Swierzwieski. 2010. Testicular pain/Scrotal Pain.
http://www.urologychannel.com.
9. No 4 :
10. No 5 :
11. Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta : Sagung
Seto. Halaman 15-41.

12. Irawanto, Eko. 2017. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik


Keterampilan Pemeriksaan Kulit.Kementerian Riset, Teknologi, Dan
Pendidikan Tinggi Universitas Sebelas Maret Fakultas Kedokteran.
Halaman 15 -37.

13. Sarwono, J., dkk. 2014. C-Reactive Protein dan Soluble Tumor Necrosis
Factor Receptor-1 pada pasien Hemodialisis yang mengalami
Aterosklerosis. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 1, No.2. Halaman
120-125.

14. Dewi, Hendrika., dkk. 2016. Gambaran kadar CRP serum pada perokok
aktif. Jurnal e-Biomedik. Vol.4, No.2.
15. Purnomo, Basuki B.2003.Buku Dasar-Dasar Urologi, Edisi ke 2,Fakultas
Kedokteran Brawijaya Malang.
16. Anonymus. 2013. Epididimytis and ortchitis. American urology
association. Hhtp://www.urologyhealty.com.
17. Saladdin, arianto. 2009. Penyakit-Penyakit Intraskrotal-Penyakit Yang
Berhubungan Dengan Skrotum. hhtp://www. Reocities.com.
18. No 8 :

Anda mungkin juga menyukai