TINJAUAN PUSTAKA
Persarafannya sendiri di persarafi oleh simpatetik dari pleksus renalis dan aortikus,
parasimpatis dari pleksus hypogastrikus inferior yang bersifat vasodilator.
Vas deferens mulai dari cauda epididymis menuju ke atas pada sisi medial testis.
Melalui canalis inguinalis di dalam funiculus spermatikus, saluran ini masuk ke dalam pelvis
melewati annulus inguinalis profundus dan selanjutnya menyilang vasa iliaca eksterna, vasa
obturatoria dan ureter sebelum mencapai vesikula seminalis.
Dari permukaan dalam capsula terbentang banyak septa fibrosa yang membagi bagian
dalam organ menjadi lobuli testis. Di dalam setiap lobulus terdapat satu sampai tiga tubuli
seminiferi yang berkelok-kelok. Tubuli seminiferi bermuara ke dalam jalinan saluran yang
dinamakan rete testis. Ductuli efferentes yang kecil menghubungkan rete testis dengan ujung
atas epididymis.
II.1.1. Struktur Anatomi
II.1.1.A. Testis
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran
4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum dengan axis panjang pada
sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah dibanding kanan. Testis diliputi
oleh tunika albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis
dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva yang
terletak disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan epididymis
berasal dari arteri renalis.
Testis merupakan organ kuat mudah bergerak, dan terletak di dalam scrotum. Testis
sinistra biasanya terletak lebih rendah di bandingkan testis dextra. Extrimitas superior
kelenjar sedikit miring ke depan. Masing-masing testis dikelilingi oleh capsula fibrosa yang
kuat, tunica albuginea.
Testis mendapat pasokan darah dari arteria testicularis yang merupakan cabang aorta
abdominalis. Vena testikularis keluar dari testis dan epididymis sebagai jalinan vena, plexus
pampiniformis. Jalinan ini menjadi kecil dan akhirnya membentuk sebuah vena yang
berjalan ke atas melalui canalis inguinalis. Vena testikularis dextra mengalirkan darahnya ke
vena cava inferior, dan vena testicularis sinistra bermuara ke vena renalis sinistra.
Pembuluh-pembuluh limf berjalan ke atas di dalam funiculus spermaticus dan
berakhir di nodo lymphonodi di samping aorta setinggi vertebra lumbalis 1. Aliran seperti ini
diperkirakan karena selama perkembangannya,testis bermigrasi dari bagian atas dinding
posterior abdomen, turun melalui kanalis inguinalis, dan masuk ke dalam scrotum, menarik
suplai darah dan pembuluh limf mengikutinya.
II.1.1.B. Epididymis
Merupakan struktur kuat yang terletak posterior terhadap testis, dengan ductus
deferens pada sisi medialnya. Epididimis mempunyai ujung atas yang melebar, caput, corpus,
dan cauda yang arahnya ke inferior. Di lateral, terdapat alur nyata antara testis dan
epididymis, yang di batasi oleh lapisan visceral tunika vaginalis dan dinamakan sinus
epididymis.
Epididymis merupakan saluran yang sangat berkelok-kelok yang panjang hamper 6 m
dan tertanam di dalam jaringan ikat. Saluran ini berasal dari cauda epididymis sebagai duktus
deferens dan masuk ke dalam funikulus spermatikus.
Saluran yang panjang ini merupakan tempat penyimpanan spermatozoa untuk menjadi
matang. Salah satu fungsi utama epididymis adalah mengabsorbsi cairan. Fungsi lainnya
adalah menambakan zat pada cairan semen untuk memberikan makanan pada spermatozoa
yang sedang mengalami proses pematangan.
Epididymis di perdarahi oleh arteri testikularis, sebuah cabang aorta abdominalis.
Vena testikularis keluar dari testis dan epididymis sebagai jalinan vena, pleksus
pampiniformis. Jalinan ini menjadi kecil dan akhirnya membentuk sebuah vena yang berjalan
ke atas melalui kanalis inguinalis.
II.1.2. Embriologi
Baik mudigah pria ataupun wanita pada mulanya mempunyai dua pasang saluran
kelamin yaitu saluran mesonefros dan para mesonefros. Diferensiasi saluran mesonefros
membentuk vas deferens-epididymis serta alat kelamin luar yang di stimulasi oleh androgen.
Sedangkan saluran paramesonefros dihambat oleh hormone mullerian inhibiting substance.
Ketika mesonefros mengalami kemunduran, sejumlah kecil saluran ekskresi yaitu
saluran epigenital, membuat hubungan dengan tali-tali rete testis dan akhirnya membentuk
duktuli eferentes testis. Saluran ekskresi di sepanjang kutub kaudal tesis, yaitu saluran
paragenital, tidak bersatu dengan tali-tali rete testis. Saluran-saluran ini seluruhnya dikenal
sebagai paradidymis.
Saluran mesonefros tetap dipertahankan dan membentuk saluran utama. Tepat di
bawah tempat masuk duktuli eferentes saluran ini sangatlah memanjang dan sangat berkelok-
kelok, dengan demikian membentuk epididymis. Dari ekor epididymis hingga ke tempat
penonjolan vesikula seminalis. Saluran mesonefros memperoleh lapisan otot pembungkus
yang dikenal sebagai duktus deferens. Di luar vesikula seminalis saluran mesonefros dikenal
sebagai duktus ejakulatorius.
Saluran paramesonefros pada pria mengalami degenerasi, kecuali pada bagian kecil
ujung cranial, yaitu appendix testis.
II.1.3. Fisiologi
Menjelang akhir bulan kedua testis dan mesonefros dilekatkan pada dinding
belakang perut melalui mesenterium urogenital. Dengan terjadinya degenerasi mesonefros
pita pelekat tersebut terutama berperan sebagai mesenterium testis.ke arah kaudal
mesenterium ini menjadi ligamentum dan di kenal sebagai ligamentum genitale caudale.
Di dalam daerah inguinal, ligamentum genitale caudale bersambungan dengan sebuah
pita mesenkim, yang selanjutnya bersambungan kedalam suatu pemadatan mesenkim di
dalam tonjolan kelamin(scrotum). Bersama sama ketiga unsur tadi di sebut gibernaculum
testis
Sebagai akibat pertumbuhan tubuh yang cepat dan kegagalan gibernaculum testis
untuk memanjang sesuai pertumbuhan tubuh ini, testis turun di bawah tingkat
asalnya.Menjelang bulan ketiga,testis terletak dekat daerah inguinal.
Oleh karena itu gerak turun testis bukan merupakan suatu migrasi aktif, tetapi suatu
pergeseran letak relatif terhadap dinding tubuh. Hantaran darah
dari aorta tetap di pertahankan dan pembuluh pembuluh testikularis berjalan turun dari
tingkat lumbal asalnya ke daerah inguinal.
Terlepas dari gerak turun testis, peritonium rongga selom membentuk suatu
penonjolan di sisi kiri dan kanan garis tengah ke dalam dinding ventral perut. Penonjolan ini
mengikuti perjalanan gubernakulum testis ke dalam tonjolan dinding scrotum dan di kenal
sebagai processus vaginalis. Oleh karena itu prosessus vaginalis disertai lapisan otot dan
jaringan ikat dinding perut menonjol ke dalam tonjolan skrotum, sehingga
membentuk kanalis inguinalis. Gubernakulum testis tetap di ventral dan di luar processus
vaginalis untuk selamanya.
Testis bergerak turun melalui anulus inguinalis dan melintasi tepi atas tulang
kemaluan ke dalam tonjolan scrotum waktu lahir. Testis kemudian di lapisi oleh selapis
lipatan processus vaginalis. Lapisan peritonium yang meliputi testis di kenal sebagai tunica
vaginalis testis lamina visceralis, bagian kantong peritonium membentuk lamina parietalis.
Saluran sempit yang menghubungkan rongga processus dengan rongga peritonium, menutup
pada saat lahir atau segera sesudah lahir. Gerak turun terakhir testis di sertai dengan suatu
perpendekan suatu gubernaculum dan dipengaruhi juga oleh hormon seperti gondotropin dan
androgen. Kegagalan dari semua proses di atas dapat menyebabkan suatu keadaan yang di
kenal sebagai kriptorkismus.
Testis merupakan bagian alat genital pria yang di dalamnya terdapat beberapa struktur
vital yang berperan dalam proses spermatogenesis selama kehidupan seksual aktif, sebagai
akibat dari rangsangan oleh gonadotropin hipofisis anterior, yang dimulai rata-rata pada usia
13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup.
Beberapa organ itu di antaranya terdapat tubulus seminiferus yang terdiri atas
sejumlah besar sel epitel germinal yang disebut spermatogonia, terletak, terletak dalam dua
sampai tiga lapisan sepanjang batas luar epitel tubulus. Spermatogonia terus menerus
berproliferasi untuk memperbanyak diri, dan sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi
melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Spermatogenesis terjadi didalam testis melalui beberapa tahapan. Pada tahap pertama
dari spermatogenesis, spermatogonia primitive berkumpul tepat di tepi membrane basal dari
epitel germinativum,disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali untuk membentuk
16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B.
Pada tahap ini, spermatogonia bermigrasi kearah sentral di antarai sel-sel sertoli. Sel-
sel sertoli ini sangat besar, dengan pembungkus sitoplasma yang berlebihan yang meluas dari
lapisan sel spermatogonia sampai ke bagian tengah lumen dari lumen tubulus. Membrane sel-
sel sertoli sangat kuat berlekatan satu sama lain pada bagian dasar dan bagian sisi,
membentuk suatu lapisan pertahanan yang mencegah penetrasi dari kapiler-kapiler yang
mengelilingi tubulus dari molekul-molekul protein yang besar seperti immunoglobulin yang
mungkin mengganggu perkembangan lanjut dari spermatoginia menjadi spermatozoa. Namun
spermatogonia yang sudah di persiapkan untuk menjadi spermatozoa menembus lapisan
pertahanan ini dan menjadi terbungkus di dalam prosesus-prosesus sitoplasma dari sel-sel
sertoli yang berlipat ke dalam. Hubungan yang erat dengan sel sertoli ini terus berlanjut di
seluruh sisa perkembangan spermatozoa.
II.2.Kriptorkismus
II.2.1.Definisi
Kriptorkismus adalah suatu keadaan di mana setelah usia satu sampai dua tahun,satu
atau kedua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di tempat sepanjang
jalur desensus testis yang normal.
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi
danorchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Nama lain dari kriptorkismus
adalahundescended testis(UDT), testis ektopik ataupun pseudo kriptorkismus. Testis yang
berlokasi di luar jalur desensus yang normal disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis
yang terletak tidak di dalam skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan
menaik lagi bila dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil.
II.2.2. Epidemiologi
Besar insidensi undesensus testikulorum berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir
(3 6%), satu bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 0,8%). Bayi lahir cukup bulan
3% diantaranya kriptorkismus, sedangkan yang lahir kurang bulan sekitar 33% .
Pada berat badan bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT 7,7% BBL
2000-2500 (2,5%), dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih
tinggi dibanding kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1% vs
kanan 47,9%).
Dari suatu penelitian didapatkan prevalensi di dunia dari 4,3% - 4,9% pada saat
lahir, 1% - 1,5% pada umur 3 bulan, dan 0,8% - 2,5% pada umur 9 bulan. Sedangkan diAS,
prevalensi kriptorkismus sekitar 3,7% saat lahir dan 1,1% dari umur 1 tahun sampai
dewasa, di Inggris insidensinya meningkat lebih dari 50% pada kurun waktu 1965 1985. di
FKUI RSUPCM kurun waktu 1987 1993 terdapat 82 anak kriptorkismus, sedang di
FKUSU RSUP. Adam Malik Medan kurun waktu 1994 1999 terdapat 15 kasus.
II.2.3 Etiologi
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Dari hasil penelitian para ahli, menyatakan bahwa
ada beberapa penyebab dari kriptorkismus di antarnya:
A. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar akan
mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan
menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum
gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila struktur ini tidak terbentuk atau
terbentuk abnormal akan menyebabkan maldesensus testis.
B. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat testis
tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan penjelasan terbaik pada
kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan mengapa pada pasien dengan
kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika diberikan terapi definitif pada umur yang
optimum. Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir, tetapi
testisnya menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya
sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.
C.Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin
Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus inkomplet.
Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur ketika perkembangan
gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2 minggu terakhir kehamilan. Tetapi
teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus unilateral. Tingginya kriptorkismus pada
prematur diduga terjadi karena tidak adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron
masa fetus akibat dari imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-
testis. Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada mamalia
yang hipofisenya telah diangkat .
Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen yang
diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar dihidrotestotsteron
yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses yang bebas ke skrotum. Toppari &
Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamus-pituitary-gonadal akan mempengaruhi
turunnya testis. Hormon utama yang mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi
oleh sel basofilik di pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi
mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada kelainan testis
Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia kongenital
mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan OConnor, Perreh dan ORourke
melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu keluarga. Juga ada penelitian yang
menunjukkan tidak aktifnya hormon Insulin Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi
desensus testis . Insl3 diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain
yang diduga berperan ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus
genitofemoralis
II.2.5.B. Perubahan PA
Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan dimana
epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk dua tahun pertama
kehidupan. Sementara umur empat tahun terdapat penurunan spermatogonia sekitar 75 %
sehingga menjadi subfertil / infertile
Setelah umur enam tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus seminiferus
mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis di antara tubulus testis.
Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis berukuran normal, tetapi ada defisiensi
yang nyata pada komponen spermatogenik sehingga pasien menjadi infertil . Untungnya sel
leydig tidak dipengaruhi oleh suhu tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada
kriptorkismus. Sehingga impotensi karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus
Penelitian dengan biopsi jaringan testis yang mengalami kriptorkismus menunjukkan tidak
terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi maligna tidak dapat
disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami undescensus testis.
II.2.6. Klasifikasi
Kriptorkismus dapat diklasifikasi berdasarkan etiopatogenesis dan lokasi.
Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis:
1. Mekanik/anatomik (perlekatan-perlekatan, kelainan kanalis inguinalis, dan
lain-lain)
2. Endokrin/hormonal (kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis)
3. Disgenetik (kelainan interseks multiple)
4. Herediter/genetik
Klasifikasi berdasarkan lokasi:
1. Skrotal tinggi (supra skrotal) : 40%
2. Intra kanalikular (inguinal) : 20%
3. Intra abdominal (abdominal) : 10%
4. Terobstruksi : 30%
Gambar : Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis. (Dikutip dari : Gill
B, Kogan S. Cryptorchidism Current Concept. Pediatr Clin North Am 1997; 44 (5): 1211-
27)
II.2.6.E. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan kriptorkismus adalah :
1. Meningkatkan fertilitas
2. Mencegah torsio testis
3. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik
4. Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia
5. Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis
6. Membentuk body image
II.3. Fertilitas
II.3.1. Definisi
Seorang pria di katakan fertile jika dalam 1 tahun melakukan hubungan seksual tanpa
menggunakan kontrasepsi, dapat mendapatkan anak dari pasangan wanitanya. Dalam hal ini,
yang di maksud dengan fertilitas pria adalah suatu keadaan dimana seorang pria tidak
mempunyai kelainan pada proses pembentukan sperma matang sampai pada proses
penetrasinya ke dalam vagina untuk membuahi ovum.
II.3.2. Spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan
seksual aktif, sebagai akibat dari rangsangan hormone gonadotropin hipofisis anterior,
dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup.
Tubulus seminiferus terdiri atas sejumlah besar sel epitel germinal yang disebut
spermatogonia, terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang batas luar epitel tubulus.
Pada tahap pertama dari spermatogenesis, spermatogonia primitive berkumpul tepat di
tepi membrane basal dari epitel germinativum. Pada tahap ini, spermatogonia bermigrasi kea
rah sentral antara sel-sel sertoli. Membrane sel-sel sertoli ini sangat kuat berlekatan satu sama
lain pada bagian dasar dan bagian sisi, membentuk suatu lapisan pertahanan yang mencegah
penetrasi dari kapiler-kapiler yang mengelilingi tubulus dari molekul-molekul protein yang
besar seperti immunoglobulin yang mungkin mengganggu perkembangan lanjut dari
spermatogonia ke spermatozoa.
Untuk jangka waktu rata-rata 24 hari, setiap spermatognium yang melewati lapisan
pertahanan masuk ke dalam lapisan sel sertoli dimodifikasi secara berangsur-ansgsur dan
membesar untuk membentuk suatu spermatosit primer yang besar. Pada akhir hari ke-24,
setiap spermatosit terbagi dua menjadi spermatosit sekunder. pada tahap awal dari pembagian
meiosis ini, semua DNA di dalam 46 kromosom bereplikasi. Dalam proses ini, masing-
masing 46 kromosom menjadi dua kromatid yang tetap berikatan bersama pada sentromer,
kedua kromatid memiliki gen-gen duplikat dari kromsom tersebut. Pada waktu ini,
spermatosit pertama terbagi menjadi dua spermatosit sekunder, yang setiap pasang kromosom
berpisah sehingga ke-23 kromosom yang masing-masing memiliki dua kromatid, pergi ke
salah satu spermatosit sekunder. Dalam dua atau tiga hari,pembagian meiosis kedua terjadi
dimana kedua kromatid dari setiap 23 kromosom berpisah pada sentromer, membentuk dua
pasang 23 kromosom, satu pasang dibawa ke satu spermatid.
Manfaat dari kedua pembagian meiosis ini adalah bahwa setiap spermatid yang
akhirnya dibentuk membawa hanya 23 kromosom, memiliki hanya setengah dari gen-gen
spermaogonium yang pertama. Oleh karena itu, spermatozoa yang akhirnya membuahi ovum
akan menyediakan setengah dari bahan genetic ke ovum.
ketika spermatid di bentuk pertama kali, spermatid tetap memiliki sifat-sifat yang
biasa dari sel-sel epiteloid, tetapi segera setelah spermatid mulai memanjang menjadi
spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor. kepala terdiri atas sel berinti padat
dengan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membrane sel disekitar permukaannya. Di
bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang
terutama di bentuk dari alat golgi.
II.3.2. Diagnosis
Fertilitas pria adalah kesuburan pria dimana ditemukan sperma yang banyak dan
kualitas terbaik untuk membuahi sel telur. Beberapa criteria yang dapat di gunakan untuk
mengetahui keadaan sperma seseorang adalah:
1. Criteria makroskopis dengan abstinensi selama 3-5 hari sebelum di periksa
a. Volume setiap kali ejakulasi sekitar 2-5 ml
b. PH dari semen 7,3-7,7
c. Koagulasi dan likuefaksi sekitar 5-20 menit
d. Mempunyai daya viskositas yang tinggi (daya membenang 3-10 cm)
e. Wujud putih abu-abu dan bau khas seperti bunga akasia
2. Criteria mikroskopis
a. Jumlah sperma setiap ml semen sekitar 120 juta sel
b. Konsentrasi
c. jenis gerakan
d. morfologi spermatozoa.
e. Sel-sel radang
f. Azoospermia
g. Motilitas Spermatozoa
Dari criteria di atas kita dapat mengambil beberapa kesimpulan tentang hubungan
antara fertilitas dengan sperma yang di hasilkan pria tersebut karena seseorang dikatakan
fertile jika sperma yang dihasilkan memenuhi criteria tersebut.
Kriptorkismus merupakan suatu keadaan dimana organ testis tidak dapat turun ke
dalam skrotum, akibatnya jika berlanjut sampai usia dewasa dapat berpengaruh pada fertilitas
pria sehingga dapat mempengaruhi keadaan psikis seseorang.Penyebabnya diantaranya ialah
gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 100%, sedang UDT unilateral 50% (2).
Dipilihnya judul pengaruh kriptorkismus pada fertilitas karena pada akhir-akhir ini
terjadi peningkatan kasus yang terjadi pada bayi yang baru lahir baik dengan UDT bilateral
dan unilateral sehingga topic ini sangat menarik untuk di bahas dan di kembangkan.
Beberapa kasus UDT di Indonesia terjadi keterlambatan dalam hal diagnosis sehingga
berdampak pada keterlambatan penanganan, akibatnya dapat menyebabkan infertilitas
penderita. Untuk itu perlu dilakukan suatu penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan bayi
setelah lahir agardapat menurunkan angka kejadian daripada infertilitas akibat kriptorkismus.
Kriptorkismus dapat menyebabkan infertilitas karena gangguan pada pembentukan
sperma atau gangguan pada proses spermatogenesis. Proses spermatogenesis terjadi didalam
organ testis dengan beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah struktur anatomi
dari testis yang harus berada didalam skrotum agar suhu testis lebih rendah satu sampai dua
derajat lebih rendah dari suhu tubuh normal. Testis yang tetap berada dalam rongga abdomen
sepanjang hidup tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk sperma. Epitel tubulus
berdegenerasi, hanya meninggalkan struktur interstisial testis. Sering menjadi keluhan bahkan
suhu dalam abdomen yang hanya beberapa derajat lebih tinggi dari suhu skrotum sudah
cukup untuk menyebabkan degenerasi epitel tubulus dan sebagai akibatnya, timbul sterilitas.
Alasan inilah yang mendasari pada keadaan kriptorkismus dapat terjadi infertilitas.
Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis berukuran normal, tetapi ada
defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik sehingga pasien menjadi infertil.Akan
tetapi sel leydig tidak dipengaruhi oleh suhu tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah
normal pada kriptorkismus.
Sekresi testosterone oleh testis janin itu sendiri merupakan stimulus normal yang
menyebabkan testis turun ke dalam skrotum dari abdomen. Pada kriptorkismus testis tidak
dapat menyekresi cukup testosterone. Akibatnya terjadi hambatan pada perkembangan dan
turunnya testis ke dalam skrotum sehingga penderita pada usia dewasa terjadi gangguan
pertumbuhan organ seks sekundernya yang di pengaruhi oleh oleh hormone testosterone dan
gangguan pada proses pembentukan sel sperma akibatnya dapat terjadi infertilitas.
Hal ini butuh tindak lanjut untuk mencegah terjadinya infertilitas dimana peran
dokter untuk diagnose dini dari kriptorkismus sangat membantu untuk penatalaksanaan
terapi, baik dengan terapi bedah ataupun non bedah dengan tujuan untuk menempatkan testis
ke posisnya didalam skrotum sehinga tidak terjadi hambatan pada proses pembentukan
sperma dan gangguan pertumbuhan organ seks sekunder.
Cara mudah yang dapat di lakukan pada keadaan undesensus testis yaitu dapat di
lakukan pemeriksaan setelah mandi dengan air hangat, ketika kulit skrotum dalam keadaan
lemas dan rileks. Testis di periksa satu persatu, testis di pegang di antara telunjuk dan ibu jari
dan lakukan gerakan memutar dengan lembut sambil merasakan apakah ada benjolan pada
permukaan testis. Juga di perhatikan apakah testis membesar atau tidak, mengeras atau tidak.
Hal ini di lakukan agar dapat mendeteksi secara dini jika terjadi suatu keganasan, namun
biasanya kanker testis mengenai pria usia 15-35 tahun dan keadaan tidak turunnya testis ke
dalam skrotum merupakan factor resiko untuk terjadinya suatu keganasan sehingga
anamnesis sangat berperan untuk mendetaksi suatu keganasan.
Sebuah testis yang tidak turun setelah dua tahun bisa tidak menghasilkan sperma jika
kedua testis yang tidak turun, tetapi jika salah satunya dapat turun maka sperma matang
masih dapat di hasilkan.
Testis yang tidak turun pada usia dini atau setelah rangsangan hormone, memerlukan
pembedahan untuk mencegah hilangnya fungsi testis dan resiko kanker dimana usia terbaik
untuk pembedahan adalah 12-18 bulan. Walaupun penyebab kriptorkismus sebagian besar
tidak diketahui, terapi hormonal dianjurkan terutama terhadap kriptorkismus bilateral, lokasi
testisnya di inguinal, serta tidak dijumpai kelainan anatomi dan kontra indikasi terhadap
HCG.
Terapi hormonal LHRH tidak dianjurkan karena potensinya di bawah HCG, dan sediaan obat
ini belum ada di Indonesia. Bervariasinya dosis dan lama pemberian HCG, diperlukan
penelitian untuk menilai mana yang lebih baik.
Terapi bedah dilakukan bila tidak ada respons dengan pengobatan hormonal, dan
terjadinya obstruksi, hernia yang potensial menimbulkan obstruksi, atau dicurigai terjadinya
torsi.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
Kriptorkismus merupakan suatu keadaan dimana organ testis tidak dapat turun ke
dalam skrotum saat lahir sampai satu atau tahun, setelah lahir baik satu atau kedua testis yang
tidak turun.
Kriptorismus merupakan suatu kelainan yang terjadi pada gestasi dan penyebab pasti
dari kelainan ini belum diketaui, tetapi diduga bahwa kelainan yang terjadi pada poros
hipotalamus-hipofisis-gonad sehingga hormone testosterone yang berperan sebagai stimulus
terhadap penurunan testis tidak terbentuk. Akibatnya pada saat pubertas terjadi kegagalan
pertumbuhan organ seks sekunder pria karena kita ketahui testis berperan sebagai organ
penghasil hormone testosterone. Dan testis juga merupakan organ pembentuk sperma melalui
proses spermatogenesis.
Kriptorkismus dapat diketahui dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta beberapa
pemeriksaan penunjang untuk diagnose pasti.
Penanganan Kriptorkismus dapat di lakukan dengan terapi bedah ataupun non bedah
dengan pemberian hormonal.
Tujuan dari penatalaksanaan kriptorkismus adalah meningkatkan fertilitas, mencegah
torsio testis, mencegah/deteksi awal dari keganasan testis, mengoreksi kelainan lain yang
menyertai, seperti hernia dan mengurangi resiko cedera khususnya bila testis terletak di
tuberkulum pubikum.
IV.2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui penyebab dari
kriptorkismus serta perannya dalam mempengaruhi fertilitas pria.
DAFTAR PUSTAKA