Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM REPRODUKSI

A. DEFINISI

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


B. ANATOMI REPRODUKSI

1. Anatomi Preproduksi Laki=laki

Organ reproduksi pria tidak terpisah dari saluran uretra dan sejajar dengan kelamin luar.
Organ reproduksi pria terjadi atas bagian-bagian berikut ini.

a. Kelenjar
 Testis
 Vesika seminalis
 Kelenjar prostate
 Kelenjar bulbo uretralis
b. Duktus (ductus=saluran)
 Epididimis
 Duktus seminalis
 Uretra
c. Bangun penyambung
 Skrotum
 Fenikulus spermatikus
 Penis

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Gambar Organ reproduksi laki-laki

A. Kelenjar
 Testis

Merupakan organ kelamin laki-laki, terdiri atas 2 buah glandula yang memproduksi
semen, terdapat didalam skrotum digantung oleh fenikulus spermatikus. Testis merupakan
tempat dibentuknya spermatozoa dan hormon laki-laki, terdiri atas belahan=belahan yang
disebut tubulus testis.

Pembungkus Testis

1. Fasia spermatika eksterna


2. Lapisan kremasterika
3. Fasies spermatika interna

Pembuluh Darah testis

1. Arteri pudenda eksterna pars superfisialis merupakan cabang dari arteri femoralis.
2. Arteri perinealis superfisialis cabang dari arteri pedenda interna.
3. Arteri kremasterika cabang dari arteri epigastrika inferior.
4. Untuk pembuluh darah vena mengikuti arteri.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Persarafan

1. Nervus ilio inguinalis.


2. Nervus lumbo inguinalis cabang dari pleksus lumbalis.
3. Nervus perinealis pars superfisialis.
 Vesika Seminalis
merupakan dua ruangan di antara fundus kantung kemih dan rektum. Panjang vesika
seminalis ±5-10 dan merupakan kelenjar sekresi yang menghasilkan zat mukoid.
 Kelenjar Bulbo Uretralis

Terdapat di belakang lateral pars membranase uretra, di antara kedua lapisan diafragma
urogenetalis dan disebelah bawah dari kelenjar prostat. Kelenjar bulbo uretralis dibungkus
oleh simpai jaringan ikat tipis yang diluarnya terdapat serat-serat otot rangka.

B. Duktus (saluran)

Epididimis

Saluran halus yang panjangnya ± 6cm, terletak sepanjang atas tepi dan belakng testis,
terdiri atas:

1. Kaput epididimis berhubungan erat dengan bagian atas testis sebagai duktus eferens dari
testis,
2. Kaput epidemis (badan) ditutupi oleh membran serosa servikalis sepanjang pinggir
posterior,
3. Kauda epididimis (ekor) disebut juga globulus minor ditutupi membran serosa
berhubungan dengan duktus deferens.
4. Ekstreminasi superior (bagian yang besar) dan ekstreminasi inferior (seperti titik).
C. Duktus Deferens
Duktus deferens adalah ekskretorius dari testis dan merupakan lanjutan dari kanalis
epididimis dengan panjang 50-60 cm. Mulai dari bagian bawah, kauda epididimis berbelit-
belit secara berangsur-angsur naik sepanjang pinggir posterior testis dan sisi medialis bagian
frenikulum spermatikus melalui cincin kinalis inguinalis, lalu masuk ke spermatika
membelok sepanjang sisi lateral arteri epigastrika, kemudian menuju ke belakang agak turun
ke fossa iliaka eksterna mencapai kavum pelvis.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


D. Uretra
Pada pria, organ ini merupakan saluran kemih dan saluran ejakulasi. Pengeluaran
urine tidak bersamaan dengan ejakulasi karena diatur oleh kegiatan kontraksi prostat.

Bangun penyambung

Skrotum
Sepasang kantung yang menggantung di dasar pelvis. Pada bagian depan skrotum
terdapat penis dan dibelakangnya terdapat anus. Skrotum adalah berupa kantong yang terdiri
atas kulit tanpa lemak, memiliki sedikit jaringan otot yang berada di dalam pembungkus
disebut tunika vaginalis, yang dibentuk dari peritoneum. Skrotum banyak mengandung
pigmen dan di dalamnya terdapat kantong-kantong, setiap kantong epididimis fenikulus
spermatikus.
Skrotum kiri tergantung lebih rendah dari skrotum kanan. Bentuk skrotum bervariasi dalam
beberapa keadaan misalnya pada pengaruh panas, orang tua, dan keadaan lemah skrotum
akan memanjang dan lemas, sedangkan dalam keadaan dingin, pada orang muda akan
memendek dan berkerut.
Lapisan Skrotum:
1. Kulit: warna kecokelatan dan mempunyai flika/rugae. Pada kulit terdapat sebasea
yang dikelilingin oleh rambut keriting dimana akarnya terlihat melalui kulit.
2. Tunika dartos: berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum. Tunika
dartos ini membentuk septum yang membagi skrotum menjadi dua ruangan untuk
testis yang terdapat di bawah permukaan penis.

Fenikulus Spermatikus

Fenikulus spermatikus merupakan banggunan penyambung yang berisi duktus


seminalis, pembuluh limfe, dan serabut saraf.

Pembuluh Darah Fenikulus Spermatikus

1. Arteri spermatika interna


2. Arteri spermatika eksterna
3. Arteri duktus deferens
4. Vena spermatika

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Penis

Bagian ini terletak menggantung di depan skrotum, bagian ujung disebut glans penis,
bagian tengah disebut korpus penis, bagian pangkal disebut radiks penis. Kulit ini
berhubungan dengan pelvis, skrotum, dan perineum.

1. Fasia superfisialis
2. Karpora kavernosa penis
3. Korpus kavernosa uretra
4. Gland penis
5. Bulbus uretra
C. Penggantung penis
1. Ligamentum fundiformis penis: lapisan tebal yang berasal dari fasia superfisialis dan
dari dinding abdominalis anterior di atas pubis.
2. Ligamentum suspensorium penis: berupa benang berbentuk segitiga.

Pembuluh Darah Penis

1. Arteri pudenda interna: cabang arteri hipogastrika yang menyuplai darah dan ruangan
kavernosus.
2. Arteri profunda penis: mrupakan cabang dari arteri dorsalis penis, bercang terbuka
langsung ke ruangan kavernosa. Cabang kapiler akan menyuplai darah ke trabekula
ruangan kavernosa dan dikembalikan ke vena pada dorsum membentuk vena dorsalis
penis melewati permukaan superior karpora kavernosa lalu bergabung dengan vena
lain.

Alat kelamin Bagian dalam laki-laki.

Saraf Penis

Merupakan cabang dari nervus pudendus dan pleksus pelvikus. Pada glana penis dan bulbus
terdapat beberapa filamen dari nervus kutaneus mempunyai korpus.

Cairan Semen

Cairan semen terdiri atas spermatozoa dan cairan yang dihasilkan oleh seluruh kelenjar
kelamin serta sedikit tambahan yang berasal dari sistem saluran kelamin. Semen merupakan
cairan keruh keputihan yang mengandung 100 juta/ml sperma dan jumlahnya sangat

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


bervariasi. Setiap ejakulasi mengeluarkan 3ml semen (±300 juta spermatozoa). Pengeluaran
semen berlangsung dalam urutan tertentu.

Kelenjar bulbo uretralis dan kelenjar uretra mengeluarkan sekret berupa lendir ketika ereksi
yang akan melumasi uretra pars kavernosa. Sewaktu ejakulasi kelenjar prostat akan breaksi
lebih dahulu.

2.Anatomi Reproduksi Wanita

Alat kelamin Luar (Genitalia Luar)

1. Vulva

Vulva adalah alat kelamin bagian luar tempat bermuaranya sistem urogenital, dilingkari
oleh labia mayora ke belakang menjadi satu dengan kommisura posterior dan prineum, di
bawah kulit vulva terdapat jaringan lemak (mons veneris). Bagian media dari labia mayor
terdapat bibir kecil labia minora) ke arah premenium yang menjadi satu dan membentuk
frenolum labiorum pudendi. Bagian depan frenolum terdapat fossa nafikulare, sedangkan
pada kiri kanan fossa nafikulare terdapat dua buah lubang kecil tempat bermuaranya
galandula bartholini.

2. Mona pubis Mons veneris


Mona pubis adalah bagian menonjol yang melingkari di depan simpisis pubis yang dibentuk
oleh jaringan lemak di bawah kulit, meliputi daerah simpisis yang ditumbuhi rambut pada
masa pubertas.
3. Labia Mayora (bibir besar)

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Labiar mayora adalah dua lipatan besar yang membentuk batas vulva. Labia mayora terdiri
atas kulit, jaringan fibrosa, dan lemak, serta mengandung banyak kelenjar sebasea. Di
anterior, lipatan ini menyatu di depan simfisispubis, sedangkan di posterior, lipatan ini
bersatu dengan kulit perinium. Saat pubertas,rambut tumbuh di mons pubis dan
dipermukaan lateral lateral labia mayora.
4. Labia minora (bibir kecil)
Labia minora adalah lipatan kecil yang terdapat di antara labia mayora dan mengandung
banyak kelenjar sebasea.
Celah di antara labia minora adalah vestibula. Vagina, uretra, dan duktus kelenjar vestibula
yang berukuran lebih besar terhubung dengan vestibula.

Gambar ; genetalia eksternal wanita


5. Klitoris
Klitoris adalah tonjolan kecil yang melingkar berisi jaringan erektil yang sangat sensitif,
terdapat dibawah kommisura labia anterior dan sebagian tersembunyi diantara ujung
anterior labia minora, dan bnyak mengandung saraf. Klitoris terdiri atas : korpus kavernosus
dan membran fibrosa
6. Vestibulum Vagina
Celah yang terletak diantara labia minora dan di belakang glans klitoris. Didalam nya
terdapat orifisium uretra 2,5 cm yang terletak dibelakang glands klitoris. Di ikuti dengan
vagina yang merupakan muara duktus vestibukularis mayor, liang senggama, kelenjar
bartholini dan kelenjar skene kiri dan kanan.
7. Himen (Selaput Darah)
Himen (selaput darah) adalah lapisan tipis yang menutupi sebagian liang senggama. Pada
bagian tengah terdapat lubang tempat keluarnya menstruasi, bentuknya bervariasi dan bila
teregang akan berbentuk cincin.
8. Orifisium Vagina
Orifisium vagina adalah celah yang terdapat di bawah belakang muara uretra, ukurannya
tergantung pada himen, dan lipatan pinggir dalamnya berkontak satu sama lainnya, orfisium
vagina muncul sebagai celah diantara orfisum vagina
9. Bulbus vestibularis (bulbus vaginalis)
Terdiri atas dua masa erektil dari masing-masing sisi orifisium vagina yang disebut pars
intermedia, masing-masing massa lateralis memiliki panjang 2,5 cm. Ujung posterior

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


diperpanjang dan berkontak dengan galandula vestibularis mayor, ujung anterior bergabung
satu dengan yang lain oleh past intermedia dan permukaan dalam lapisan superfisialis
diafragma dn ditutupi oleh muskulus bulbokavernosus (muskulus bulbocavernosus).
Gambar alat kelamin luar Wanita:
10. Glandula vestibularis mayor ( Bartholini Gland)
Terdiri atas dua bagian melingkar dengan warna merah kekuning-kuningan pada orifisium
vagina ujung posterior dari masing-masing dari bulbus vestibulus dengan panjang duktus
2cm.
Genetalia Internal
Organ internal reproduksi wanita berda di dalam rongga pelvis danterdiri atas vagina,
uterus, dua tuba fallopi, dan dua ovarium.

Gambar; organ reproduksi wanita.


Vagina

C. PATOFISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI


 HIV AIDS DENGAN TOXOPLASMA

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Definisi
AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit keturunan,
immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan syndrome yang
berarti kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan
oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat alami dengan
perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala simtomatik maupun
asimtomatik.
Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis AIDS
pada SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi
oportunistik atau neoplasma.
Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi
oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma muncul
pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan
pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang
matang.
Etiologi
Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh
kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja
kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam
sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem kekebalan pada orang yang sehat
dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan dapat mencegah terjadinya suatu penyakit.
Namun, pada orang pasien HIV/AIDS mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga tidak
mampu melawan parasit tersebut. Sehingga pasien mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang
mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa juga dari
sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi
transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada
individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas
tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan
timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


1. Patofisiologi
a. Patofisiologi HIV/AIDS
HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas
kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang
mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah
sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel
langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan
sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat
apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV
juga berdampak pada sistem saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam
keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup
monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini
segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda
asing tersebut, reseptor sel T helper tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk
ke dalam sel T helper tersebut.
Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah
dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper
sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus
memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV
akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom
dari HIV dan proviral DNA kemudian dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T
helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan
sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus
lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel
lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka
tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
atau sindroma kegagalan kekebalan.

b. Patofisiologi Toxoplasmosis sebagai komplikasi HIV/AIDS


Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita
HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi
dan kesehatan sel saraf.
Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari Toxoplasma gonii
menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di mana mereka
berkembang biak dan menyebabkan kerusakan. Permulaan diperantarai sel kekebalan
terhadap T gondii disertai dengan transformasi parasit ke dalam jaringan kista yang
menyebabkan infeksi kronis seumur hidup.
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis
sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan produksi IL-2, IL-12,
dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang
terinfeksi HIVmenunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro
dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini
memainkan peranan yang penting dari perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan
infeksi HIV.
Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV
dengan CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut.
Manifestasi klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala
(55%), bingung atau kacau(52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya
tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit
neurologis pada 70% kasus, nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan
kejang pada 30 % kasus.
Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan
gangguan bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan,
gangguan sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan
menifestasi neuropsikiatri.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor untuk validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan
CD4< 200sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


2. Manifestasi Klinis
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon
terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang
meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan
perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.
Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis
fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini
hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-
penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya
cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan
kesadaran
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat
dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked
immunosorbentassay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah
terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan
elevasi protein.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain Reaction
(PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan
cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV.
Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak  berarti terdapat infeksi aktif karena
tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.
d. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema
vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi
tunggal atau tanpa lesi.
d. Biopsi otak Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak 

4. Penatalaksanaan

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua
obat ini dapat melalui sawar-darah otak. 
b. Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin
menghambat penggunaannya.
c. Kombinasi pirimetamin 50-100mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin1-
2 g tiap 6 jam.
d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100
mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin
1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam.
Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.
g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIVdengan
CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit totalkurang dari
1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
1. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan.
b. Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
terhadap aktifitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila
cedera
b. Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung, anemis,
perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian kapiler
memanjang.
3. Integritas ego
a. Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri,
dan depresi.
b. Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak
mata kurang.

4. Eliminasi

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


a. Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
b. Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi pada
rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.
b. Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit jelek,
lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa mulut
6. Hygiene
a. Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan yang tidak
rapi.
7. Neurosensorik
a. Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.
b. Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi, kelemahan 
otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada ekstrimitas.
8. Nyeri/kenyamanan
a. Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit kepala,
nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen.
b. Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan, penurunan ROM,
pincang.
9. Pernapasan
a. Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak
pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
a. Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
b. Tanda : demam berulang
11. Seksualitas
a. Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan
kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.
12. Interaksi social
a. Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak
terorganisir

2. Pemeriksaan Diagnostik

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


a. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma, yaitu
IgG, IgM dan IgG affinity.
 IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi
toksoplasma.

IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap seumur hidup pada
orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi
 IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme
penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity yang dilakukan pada wanita yang
hamil atau akan hamil karena pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan
pemeriksaan IgG affinity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah
sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak
perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang
berbahaya, khususnya pada trimester I.
 Bila IgG (-) dan IgM (+). Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan
awal infeksi. Harus diperiksa kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah IgG
berubah jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang
bersangkutan tidak terinfeksi toksoplasma.
 Bila IgG (-) dan IgM (-). Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk
terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa
kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda).
Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi.
 Bila IgG (+) dan IgM (+). Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau
mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi. Oleh sebab itu
perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk
memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.
 Bila IgG (+) dan IgM (-). Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan
dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksinya terjadi sudah lama
(sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya
tidak perlu diperiksa lagi.
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan
elevasi protein.
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain
Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis
yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak  berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah
infeksi akut.
d. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema
vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan
lesi tunggal atau tanpa lesi.
e. Biopsi otak 
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil
c. Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan
dan cairan.
4. Perencanaan keperawatan
a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi/inflamasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri dapat
berkurang, pasien dapat tenang dan keadaan umum cukup baik
Kriteria Hasil:
·  Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan hilang dan terkontrol
·  Klien tidak menyeringai kesakitan
·  TTV dalam batasan normal
·  Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)
·  Klien menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat

Intervensi

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


INTERVENSI RASIONAL
1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan 1. Nyeri insisi bermakna pada pasca
lokasi, itensitas nyeri, dan skala operasi awal diperberat oleh gerakan
2. Intervensi dini pada kontrol nyeri
2. Anjurkan pasien untuk melaporkan memudahkan pemulihan otot dengan
nyeri segera saat mulai menurunkan tegangan otot
3. Respon autonomik meliputi,
3. Pantau tanda-tanda vital perubahan pada TD, nadi, RR, yang
berhubungan dengan penghilangan
nyeri
4. Dengan sebab dan akibat nyeri
4. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada diharapkan klien berpartisipasi dalam
klien serta keluarganya perawatan untuk mengurangi nyeri
5. Mengurangi nyeri yang diperberat
oleh gerakan
5. Anjurkan istirahat selama fase akut 6. Menurunkan tegangan otot,
meningkatkan relaksasi, dan
6. Anjurkan teknik distruksi dan meningkatkan rasa kontrol dan
relaksasi kemampuan koping
7. Menurunkan gerakan yang dapat
meningkatkan nyeri
7. Tingkatkan tirah baring, bantulah 8. Memberikan dukungan (fisik,
kebutuhan perawatan diri emosional, meningkatkan rasa
8. Berikan situasi lingkungan yang kontrol, dan kemampuan koping)
kondusif 9. Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot yang meningkatkan
9. Berikan latihan rentang gerak reduksi nyeri/rasa tidak nyaman
aktif/pasif secara tepat dan masase tersebut
otot daerah leher/bahu 10. Menghilangkan atau mengurangi
keluhan nyeri klien
10. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian tindakan
 Sifilis

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-
waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah
dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki
tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta
sehingga dapat menginfeksi janin.

( Soedarto, 1990 ).

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat
menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.

Etiologi
Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain:

Penyebab sifilis ditemukan oleh SCHAUDINN dan HOFMAN ialah Treponema


palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya spiral
panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan. Gerakannya berupa
rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol membiak secara pembelahan
melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat
dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman tersebut mudah mati sedangkan dalam darah
untuk transfusi dapat hidup sampai 72 jam.

Patofisiologi

Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya
di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke
kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Umumnya 10 - 90 hari atau 3 - 4 minggu setelah terjadi infeksi ditempat Bakteri Trepoma
Pallidum timbul lesi primer yang bertahan 1 - 5 minggu dan kemudian hilang sendiri.
Kurang lebih 6 minggu (2 - 6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan kulit dan selaput
lendir.

Gejala Klinis

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Secara umum gejala klinis dari Penyakit Sifilis, yaitu:
- Keluarnya cairan dari vagina, penis, atau dubur yang berbeda dari biasanya. Dapat berwana
putih susu, kekuningan, kehijauan, atau disertai berak darah dan bau yang tidak enak.
- Perih, nyeri, atau panas saat BAK atau setelah BAK atau menjadi sering BAK.
- Adanya luka terbuka (luka basah disekitar alat kemaluan atau mulut).
- Tumbuh sesuatu seperti jengger ayam atau kutil di sekitar kemaluan.
- Pada pria, skrotum menjadi bengkak dan nyeri.
- Sakit perut bagian bawah, terkadang timbul, terkadang hilang.
- Secara umum merasa enak badan atau demam.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rara 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian.
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi, respirasi
 Pemeriksaan sistemik
Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak),
tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan
bawah.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
pemeriksaan T Palidum, cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit
dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan
dilakukan 3 hari berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi
dikompres dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu berarti diagnosisnya
bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.
b. pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :

Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolopin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini dapat memberi Reaksi
Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP).
Contoh test non treponemal :

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmerTest flokulasi : VDRL (Venereal
Disease Research Laboratories). Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated
Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).
2. tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok :
a. Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
b. Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)
c. Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption Test), ada
dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody – Absorption Double
Staining)
d. Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay),19S IgM
SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination Treponemal
Test for Syphilis), MHA-TP (Microhemagglutination Assay for Antibodies to
Treponema pallidum).

Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut :
1. Data subjektif
 Ps mengeluh nyeri pada tulang.
 Ps mengeluh tidak nafsu makan.
 Ps mengeluh nyeri pada kepala.
 Ps mengeluh kesemutan.
2. Data objektif
 Anoreksia dan BB menurun.
 Demam subfebris.
 Ulkus merah pada penis dan anus.
 Arthritis dan paresis.

A. Diagnosa Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan nausea.
Ditandai dengan ps mengatakan tidak nafsu makan dan BB menurun.
2. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ulkus merah pada
penis dan anus serta demam subfebris.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan ps
mengeluh kesemutan dan paresis
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan ulkus merah pada penis dan anus.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya penumpukan secret
ditandai dengan adanya sumbatan hidung dan sukar bernafas.
6. Resiko perubahan pola seksualitas berhubungan dengan lesi.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara penularan penyakit.
8. Nyeri berhubungan dengan adanya proses inflamasi ditandai dengan ps mengeluh
nyeri pada tulang, ps mengeluh nyeri pada kepala dan arthritis.

B. Evaluasi

Disesuaikan dengan kriteria hasil pada rencana keperawatan.

 Kanker Vulva

Pengertian
Kanker vulva adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam vulva. Vulva merupakan bagian luar
dari sistem reproduksi wanita, yang meliputi labia, lubang vagina, lubang uretra dan klitoris
3-4% kanker pada sistem reproduksi wanita merupakan kanker vulva dn biasanya terjadi
setelaj menopause.

Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Faktor resiko terjadinya kanker vulva:

1. Infeksi HPV atau kutil kelemin (kutil genitalis), HPV merupakan virus penyebab kutil
kelamin dan di tularkan melalui hubungan seksual.
2. Pernah menderita kanker leher rahim atau kanker vagina
3. Infeksi sifilis
4. Diabetes
5. Obesitas
6. Tekanan darah tinggi.
7. Usia
Tiga perempat penderita kanker vulva berusia diatas 50 tahun dan dua pertiganya
berusia diatas 70 tahun ketika kanker pertama kali terdiagnosis usia rata-rata penderita
kanker invasif adalah 65-70 tahun..

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


8. Hubungan seksual pada usia dini
9. Berganti-ganti pasangan seksual
10. Merokok
11. Infeksi HIV
HIV adalah virus penyebab AIDS. Virus ini menyebabkan kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh sehingga wanita lebih mudah mengalami infeksi HPV menahun.
12. Golongan sosial-ekonimi rendah. Hal ini berhubungan dengan pelayanan kesehatan
yang adekuat, termasuk pemeriksaan kandungan yang rutin.
13. Neoplasia intraepitel vulva (NIV)
14. Liken sklerosus. Penyakit ini menyebabkan kulit vulva menjadi tipis dan gatal.
15. Peradangan vulva menahun
16. Melanoma atau tahi lalat atipik pada kulit selain vulva.

Gejala
Kanker vulva mudah di lihat dan teraba sebagai benjolan penebalan atau pun luka
terbuka atau disekitar lubang vagina. Kadang terbentuk bercak bersisik atau perubahan
warna. Jaringan di sekitarnya mengkerut disertai gatal-gatal. Pada akhirnya akan terjadi
perdarahan dan keluar cairan yang encer.
Gejala lainnya adalah:
 nyeri ketika berkemih
 nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
Hampir 20% penderita yang tidak menunjukkan gejala

Ada 2 cara untuk mencegah kanker vulva:

1. Menghindari faktor resiko yang bisa dikendalikan


2. Mengobati keadaan prekanker sebelum terjadinya kanker invasif.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


 GONORHEA
I. Definisi
Kencing nanah atau gonore (bahasa Inggris:  gonorrhea  atau  gonorrhoea)
adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang
menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih
mata (konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya,
terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan
menginfeksi selaput di dalam pinggul sehingga timbul nyeri pinggul dan
gangguan reproduksi.
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital,
oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim,
rektum, tenggorokan, dan konjungtiva. (M.C.Lachlan)
Gonorhea adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria Gonorhea yang
pada umumnya ditularkan melalui hubungan kelamin, tetapi dapat juga secara langsung
dengan eksudat yang infektif. (Dr.Soedarto, Penyakit-penyakit Infeksi di
Indonesia,1990,Hal.74)
II. Epidemiologi
Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin
pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi
penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara
populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6
per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24
tahun (589,7 per 100.000).
Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang. Di
Swedia, insiden gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada
tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita,
pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar
31/100.000 orang yang menderita.
Di Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Pada tahun
1975 dilaporkan 473/100.000 orang yang menderita, dimana dengan angka tersebut
menunjukkan bahwa kasus gonore di Amerika Serikat mengalami penurunan sampai
tahun 1984.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Faktor-faktor resiko:
 hubungan seksual dengan penderita tanpa proteksi

 mempunyai banyak pasangan seksual

 pada bayi – saat melewati jalan kelahiran dari ibu yang terinfeksi

 pada anak – penyalahgunaan seksual (sexual abuse) oleh penderita terinfeksi.

III. Etiologi
 Kuman : Neisseria gonorrhoea
 Perantara : manusia
 tempat kuman keluar : penis, vagina, anus, mulut
 cara penularan : kontak seksua langsung
 tempat kuman masuk : penis, vagina, anus, mulut
 yang bisa terkena : orang yang berhubungan seks tak aman
Penyebab gonore adalah gonokok yang di temukan oleh NEISSER pada tahun1879
dan baru diumumkan apada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria
dan dikenal ada 4 spesies, yaitu :
 N. gonorrhoeae dan N. meningitidis yang bersifat patogen
 serta N. cattarrhalis dan N. pharyngis sicca yang bersifat komensal.
Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi .
N. gonorrhoeae adalah bakteri yang tidak dapat bergerak, tidak memiliki spora,
jenis diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8 – 1,6 mikro. Bakteri gonokokkus tidak
tahan terhadap kelembaban, yang cenderung mempengaruhi transmisi seksual.
Bakteri ini bersifat tahan terhadap oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10%
CO2 dalam pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi untuk
tumbuh dan mendapatkannya melalui transferin, laktoferin dan hemoglobin. Organisme
ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan suhu rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-
37o dan pH 7,2-7,6 untuk pertumbuhan yang optimal.
Gonokokkus terdiri dari 4 morfologi, type 1 dan 2 bersifat patogenik dan type 3
dan 4 tidak bersifat patogenik. Tipe 1 dan 2 memiliki pili yang bersifat virulen dan
terdapat pada permukaannya, sedang tipe 3 dan 4 tidak memiliki pili dan bersifat non-
virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi
radang.Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


atau lapis gepeng yang belum berkembang (immature), yakni pada wanita sebelum
pubertas.
Galur N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan galur gonokokus
yang mampu menghasilkan enzim penisilinase atau beta-laktamase yang dapat merusak
penisilin menjadi senyawa inaktif, sehingga sukar diobati dengan penisilin dan
derivatnya, walaupun gejala dengan peninggian dosis.
IV. Patofisiologi
Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi ke dalam sel epitel dan melalui jaringan sub
epitel di mana gonokokus ini terpajan ke system imun (serum, komplemen, immunoglobulin
A(IgA), dan lain-lain), dan difagositosis oleh neutrofil.. Faktor yang mendukung virulensi ini
adalah pili, protein, membrane bagian luar, lipopolisakarida, dan protease IgA.
Bakteri secara langsung menginfeksi uretra, endoserviks, saluran anus, konjungtiva dan
farings. Infeksi dapat meluas dan melibatkan prostate, vas deferens, vesikula seminalis,
epididimis dan testis pada pria dan kelenjar skene, bartholini, endometrium, tuba fallopi dan
ovarium pada wanita.
phatway
Kontak seksual (anus, orogenital, genital)

Neisseria Gonorhoe

Mukosa Rektum Faring Urethra, endoserviks

(saluran anus) Konjungtiva (neonates)

Inflamasi

infeksi meivas
Laki-laki(Prostat, vasdeferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis)
Perempuan (Kelenjar skene, bartholini, endometrium, tuba falopii, ovarium)

Gonorhoe Kurangnya pengetahuan

Disuria Ansietas berhubungan seksual


Tanpa pelindung

Gangguan Eliminasi Resiko Penularan

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


V. Manifestasi klinis

Gonore pada mata bayi


1. Pada traktus genitourinari pria dapat ditemukan:
 Gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi

 Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan keluarnya
lendir mukoid dari uretra

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


 Retensi urin akibat inflamasi prostat

 Keluarnya nanah dari penis.

 Bila ada infeksi lebih lanjut, cairan semakin sering keluar dan bercampur darah

 infeksi pada uretra umumnya menyebabkan duh uretra yang mukopurulen atau
purulen (>80%) dan atau disuria (>50%),

 pada infeksi anal: gatal-gatal pada daerah anus

 infeksi oral: mungkin tanpa gejala atau sakit tenggorokan

2. Pada wanita:
a. Pada traktus genitourinari wanita bagian bawah:
 duh serviks yang mukopurulen atau purulen
 duh vagina atau pendarahan; vulvaginitis pada anak-anak
 Nyeri ketika berkemih
 Keluarnya cairan dari vagina

b. Pada traktus genitourinari wanita bagian atas:


 PID (Pelvic Inflamatory Diseases)
 nyeri bagian bawah perut
 demam
Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan rektum serta
menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual
Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seks melalui anus,
dapat menderita gonore di rektumnya. Penderita akan merasa tidak nyaman disekitar
anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah disekitar anus tampak merah dan
kasar serta tinja terbungkus oleh lendir dan nanah.
VI. Pemeriksaan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
pembantu yang terdiri atas 5 tahap, yaitu:
1. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram negatif,
intraseluler dan ekstraseluler, leukosit polimorfonuklear.
2. Kultur untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan kultur.
Menggunakan media transport dan media pertumbuhan.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


3. Tes definitif, tes oksidasi (semua golongan Neisseria akan bereaksi positif), tes
fermentasi (kuman gonokokus hanya meragikan glukosa)
4. Tes beta laktamase, hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning
menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase
5.  Tes Thomson dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini digunakan
untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.

VII. KOMPLIKASI
1.      Komplikasi pada pria:
a. uretra yang berparut atau berbintik pada pria kemungkinan mengarah ke
menurunnya fertilitas atau obstruksi kandung kemih

b. Prostatitis

c. Cowperitis

d. Vesikulitis seminalis

e. Epididimitis

f. Cystitis dan infeksi traktus urinarius superior.

g. Infertilitas

2.      Komplikasi pada wanita:


a. Komplikasi uretra

adanya parutan pada kornea dan kebutaan permanen akibat infeksi


gonokokkus pada mata
b. Bartholinitus

c. Endometritis dan metritis

d. Salphingitis.

e. Infertilitas

f. parutan atau bintik-bintik pada traktus reproduksi atas pada wanita dengan PID
(penyakit radang panggul) kemungkinan mengarah ke infertilitas, nyeri pelvis
kronik dan kehamilan ektopik

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


3.      Komplikasi pada bayi
a. Adanya kemungkinan lahir prematur, infeksi neonatal dan keguguran akibat
infeksi gonokokkus pada wanita hamil.

b. Adanya parutan pada kornea dan kebutaan permanen akibat infeksi


gonokokkus pada mata

c. Adanya sepsis pada bayi baru lahir karena gonore pada ibu.

1. adanya kelainan neurologik lanjut akibat gonokokkal meningitis


2. destruksi permukaan sendi artikular
3. destruksi katup jantung
4. kematian karena CHF atau meningitis
Arthritis (radang sendi). Miokarditis (radang otot jantung). Endokarditis (infeksi katup
jantung). Perikarditis (peradangan pada katup jantung). Meningitis (jika mengenai otak).
Penyakit GO ini dapat sembuh dengan baik apabila penderita melakukan pengobatan yang
efektif dan benar. Pengobatan yang efektif dan benar tersebut adalah pengobatan yang
dilakukan secara rutin dan cepat yaitu belum menimbulkan komplikasi yang berat seperti
meningitis. Karena apabila telah sampai kepada tahap tersebut maka hampir dapat dipastikan
akan menimbulkan kecacatan bagi penderita.
Bartolinitis
 Bartolinitis, yaitu membengkaknya kelenjar Bartholin sehingga penderita sukar jalan
karena nyeri.
 Komplikasi dapat ke atas menyebabkan kemandulan, bila ke rongga perut
menyebabkan radang di perut dan usus.
 Selain itu baik pada wanita atau pria dapat terjadi infeksi sistemik (seluruh tubuh) ke
sendi, jantung, selaput otak dan lain-lain.
 Pada ibu hamil, bila tidak diobati, saat melahirkan mata bayi dapat terinfeksi, bila
tidak cepat ditangani dapat menyebabkan kebutaan
 Infeksi kadang menyebar melalui aliran darah ke 1 atau beberapa sendi, dimana sendi
menjadi bengkak dan sangat nyeri, sehingga pergerakannya menjadi terbatas.
  Infeksi melalui aliran darah juga bisa menyebabkan timbulnya bintik-bintik merah
berisi nanah di kulit, demam, rasa tidak enak badan atau nyeri di beberapa sendi yang
berpindah dari satu sendi ke sendi lainnya (sindroma artritis-dermatitis).
 Bisa terjadi infeksi jantung (endokarditis). Infeksi pembungkus hati (perihepatitis)
bisa menyebabkan nyeri yang menyerupai kelainan kandung empedu.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


 Komplikasi yang terjadi bisa diatasi dan jarang berakibat fatal, tetapi masa
penyembuhan untuk artritis atau endokarditis berlangsung lambat.

Bartolinitis

 Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan


pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya, pembengkakan disertai
dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam,
seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.
 Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di
bagian dalam vagina agak keluar. Kuman yang menyebabkan infeksi pada bartolin ini
bisa bermacam-macam, termasul gonore. Kuman lain adalah  chlamydia, dan
sebagainya.
 Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas
vagina. Akibat penyumbatan ini, lama kelamaan cairan memenuhi kantong kelenjar
sehingga disebut sebagai kista (kantong berisi cairan). “Kuman dalam vagina bisa
menginfeksi salah satu kelenjar bartolin hingga tersumbat dan membengkak. Jika tak
ada infeksi, tak akan menimbulkan keluhan.”
 Untuk mengatasinya, pemberian antibiotik untuk mengurangi radang dan
pembengkakan. Jika terus berlanjut, diperlukan  tindakan operatif untuk mengangkat
kelenjar yang membengkak. Tak perlu khawatir vagina akan kering setelah
pengangkatan, karena pada dasarnya yang diangkat hanya salah satu penghasil
pelumas.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, Umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit.
b. Keluhan Utama
Biasanya nyeri saat kencing
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan penyebab terjadinya infeksi, bagaimana gambaran rasa nyeri, daerah
mana yang sakit, apakah menjalar atau tidak, ukur skala nyeri dan kapan keluhan
dirasakan.
d. Riwayat Penyakit Dulu
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit parah sebelumnya, (sinovitis,
atritis)
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah dikeluarga klien ada yang menderita penyakit yang sama
dengan klien.
f. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
 Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Biasanya pasien tidak menyadari bahwa ia telah menderita penyakit gonorhea.
Dia akan menyadari setelah penyakit tersebut telah parah.
 Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya kebutuhan nutrisi tidak terganggu, namun apabila infeksi terjadi pada
tenggrokan maka pasien akan merasakan nyeri pada tenggorokannya sehingga
ia akan sulit makan.
 Pola eliminasi
Penderita akan mengalami gejala seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika
berkemih dan keluar cairan pada alat kelamin. Kaji frekwensi, warna dan bau
urin.
 Pola latihan /aktivitas
Tanyakan bagaiman pola aktivitas klien. Biasanya aktivitas klien tidak begitu
terganggu.
 Pola istirahat tidur
Tanyakan bagaimana pola tidur klien, apakah klien merasa terganggu dengan
nyeri yang dirasakannya.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


 Pola persepsi kognitif
Biasanya pola ini tidak terganggu, namun apabila terjadi infeksi pada mata
pasien maka kita harus mengkaji peradangan pada konjunctiva pasien.
 Pola persepsi diri
Tanyakan kepada klien bagaimana ia memandang penyakit yang dideritanya.
Apakah klien bisa menerima dengan baik kondisi yang ia alami saat ini.
Tanyakan apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi
perubahan pada diri pasien. Biasanya klien merasa cemas dan takut terhadap
penyakitnya.
 Pola Koping dan toleransi stress
Kaji bagaimana pola koping klien, bagaimana tingkat stres klien, apakah stres
yang dialami mengganggu pola lain seperti pola tidur, pola makan dan lain-
lain. Tanyakan apa yang dilakukan klien dalam menghadapi masalah dan
apakah tindakan tersebut efektif untuk mengatasi masalah tersebut atau tidak.
Apakah ada orang lain tempat berbagi dan apakah orang tersebut ada sampai
sekarang. Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress
 Pola peran hubungan
Bagaimana peran klien dalam keluarga dan masyarakat. Apakah hubungan
klien dengan keluarga dan masyarakat. Apakah klien mampu bergaul dengan
masyarakat dengan baik. Tanyakan tentang sistem pendukung dalam
kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll. Biasanya klien merasa kesepian
dan takut tidak diterima dalam lingkungannya.
 Pola reproduksi seksual
Perawat perlu mengkaji bagaimana pola reproduksi seksual klien. Berapa
jumlah anak klien. Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya.
 Pola keyakinan
Tanyakan apa keyakinan atau agama klien, bagaimana aktivitas ibadah klien,
apakah klien taat beibadah. Tanyakan apakah ada pengaruh agama dalam
kehidupan.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


2. Diagnosa dan Intervensi
DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI
NANDA NOC KEPERAWATAN (NIC)
1. Nyeri b.d  Kontrol Nyeri • Manajemen nyeri
reaksi Infeksi Defenisi: Seseorang Defenisi: Pengurangan rasa
dapat mengontrol nyeri nyeri serta penungkatan
Indikator: kenyamanan yang bisa diterima
- Mengenali factor oleh pasien.
kausal Aktivitas:
- Mengenali gejala sakit - Lakukan penilaian nyeri
- Pengendalian Nyeri secara komprehensif dimulai
- Menggunakan buku dari lokasi, karakteristik,
harian rasa sakit durasi, frekwensi, kualitas,
• Level Nyeri intensitas dan penyebab
Indikator: - Pastikan pasien mendapat
- Melaporkan Nyeri perawatan dengan analgestik
- Persen tubuh yang - Gunakan komunikasi
terkena terapeutik agar pasien dapat
- Frekwensi nyeri menyatakan pengalaman nyeri
- Kehilangan nafsu nya serta dukungan dalam
makan merespon nyeri
- Perubahan Pola - Tentukan dampak nyeri
pernapasan terhadap kehidupan sehari-
- Perubahan pompa hari (tidur, nafsu makan,
jantung aktifitas, kesadaran, mood,
hubungan social, performance
kerja dan melakukan tanggung
jawab sehari-hari
- Membantu pasien dan
keluarga untuk memberi
dukungan
- Gunakan langkah-langkah
pengendalian nyeri sebelum

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


nyerio menjadi parah
- Pastikan bahwa pasien
mendapat perawatan
analgestik yang tepat
• PCA yang dikendalikan
Defenisi: Fasilitas pengawasan
administrasi analgestik dan
regulasi pasien
Aktivitas:
- Kolaborasi dengan dokter,
pasien, anggota keluarga,
dalam pemilihan jenis
narkotika untuk digunakan
- Hindari penggunaan Demerol
- Pastikan bahwa pasien tidak
alergi terhadap analgestik
yang sudah diatur
- Ajar pasien dan keluarga
untuk memantau intensitas
nyeri, kualitas, dan durasi
- Ajari pasien dan keluarga
untuk memantau rata-rata
respirasi dan tekanan darah
- Ajari pasien dan keluarga efek
samping dari pengurangan
nyeri
- Dokumentasikan nyeri pasien,
jumlah dan frekwensi dari
dosis obat dan respon terhadap
pengobatan nyeri
2. Inkontinensia  Pembatasan urin  Pengaturan eliminasi urin
urin bd proses Definisi: kontrol Aktivitas:
inflamasi eliminasi urine  Monitor eliminasi urin,

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Indikator: termasuk frequensi,
 Mengenali tanda konsistensi, bau, volume,
untuk eliminasi dan warna jika diperlukan
 Meramalkan pola  Monitor tanda dan symptom
jalan urin retensi urin
 Pengosongan  Catat waktu terakhir BAK
kandung kemih  Instruksikan pasien/
dengan komplet keluarga untuk mencatat
 Mampu untuk pengeluaran urin
mulai dan berhenti  Batasi cairan jika
buang air kecil diperlukan
 Eliminasi urin  Bantu pasien untuk ke toilet
Indikator: dengan teratur
 Pola eliminasi  Catat waktu pengosongan
dalam batas yang setelah prosedur
diharapkan  Perawatan retensi urin
 Jumlah urine Aktivitas:
 Urin bebas dari  Sediakan privasi untuk
partikel eliminasi
 Urin keluar tanpa  Gunakan kekuatan sugesti
sakit untuk mengeluarkan air
 Urin keluar tanpa  Stimulasi reflek kandung
ragu kemih dengan
mendinginkan perut.
 Sediakan cukup waktu
untuk pengosongan
kandung kemih
 Masukan kateter jika
diperlukan
 Instruksikan pasien untuk
mencatat output urin
 Monitor intake dan output
 Monitor tingkat distensi

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
 Bantu pasien untuk ke toilet
dengan teratur

3. Cemas  Control cemas Penurunan kecemasan


Definisi: perasaan Indicator : Aktivitas :
ketidaknyamanan - monitor intensitas  tenangkan klien
atau ketakutan kecemasann  jelaskan prosedur tindakan
disertai oleh - menyingkiran tanda kepada klien dan perasaan yg
respon otonom kecemasan mungkin muncul pada saat
(sumber seringkali - menggunakan melakukan tindakan
spesifik atau tidak teknik relaksasi  berusaha memahami keadaan
diketahui untuk mehilangkan klien
individu), sebuah kecemasan  kaji tingkat kecemasan dan
perasaan ketakutan - melaporkan tidak reaksi fisik
yang disebabkan adanya gangguan  sediakan aktivitas untuk
oleh antisipasi persepsi sensori menurunkan ketegangan
bahaya. Ini adalah  Koping  bantu pasien untuk
sinyal peringatan Indikator : mengidentifikasi situasi yg
yang - melibatkan anggota menciptakan cemas.
memperingatkan keluarga dalam  Instruksikan pasien untuk
bahaya yang akan pembuatan menggunakan teknik
datang dari yang keputusan relaksasi
memungkinkan - menunjukkan  Peningkatan koping:
individu untuk strategi penurunan Aktivitas :
mengambil stress  Hargai pemahaman pasien
tindakan untuk - menggunakan tentang proses penyakit
mengatasi dukungan sosial  Gunakan pendekatan yang
ancaman 
tenang dan memberikan
Batasan
jaminan
karakteristik:
 Sediakan informasi actual
Perilaku :
tentang diagnose,

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


 Gelisah penanganan, dan prognosis
 Resah  Sediakan pilihan yang

 Produktivitas realistis tentang aspek

berkurang perawatan saat ini

 Scanning dan  Tentukan kemampuan klien

kewaspadaan untuk mengambil keputusan

 Berhubungan  Instruksikan pasien untuk

dengan menggunakan teknik

keturunan/hered relaksasi

itas  Bantu pasien untuk


mengidentifikasi strategi
positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola
gaya hidup/perubahan peran

2.      Diagnosa dan Intervensi


            a.      Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan reaksi infalamasi
Tujuan Perawatan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
1)      Mengenali faktor penyebab
2)      Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
3)      Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
4)      Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Intervensi Keperawatan :
1)      Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
2)      Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
3)      Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
4)      Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
5)      Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan (ex.: temperatur ruangan, penyinaran, dll)

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


6)      Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (misalnya : relaksasi, guided
imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas – dingin, massage, TENS,
hipnotis, terapi aktivitas)
7)      Berikan analgesik sesuai anjuran
8)      Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
9)      Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.

b.      Diagnosa Keperawatan :  Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.


Tujuan Kepertawatan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
1)      Suhu dalam rentang normal
2)      Nadi dan RR dalam rentang normal
3)      Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
IntervensiKeperawatan :
1)      Monitor vital sign
2)      Monitor suhu minimal 2 jam
3)      Monitor warna kulit
4)      Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
5)      Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh
6)      Kompres klien pada lipat paha dan aksila
7)      Berikan antipiretik bila perlu

d. Diagnosa keperawatan :
inkontinensia urin berhubungan dengan  proses inflamasi
Tujuan Keperawatan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
3. Urin akan menjadi kontinens
4. Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah, warna urin dalam rentang yang
diharapkan dan pengeluaran urin tanpa disertai nyeri
Intervensi Keperawatan :
1. Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna
dengan tepat.
2. Pantau spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis.
3. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala inferksi saluran kemih.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


4. Sarankan pasien untuk minum sebanyak 3000 cc per hari.
5. Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan.
e. Diagnosa Keperawatan : 
Kurang Pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat tentang
program pengobatan
Tujuan Keperawatan :
Klien memiliki tingkat pemahaman tentang program pengobatan penyakit gonorrhoe
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji pemahaman klien tentang program pengobatan penyakit gonorrhoe.
2. Lakukan penilaian tingkat pengetahuan klien tentang program pengobatan penyakit
gonorrhoe.
3. Tentukan kemampuan klien untuk menerima informasi kesehatan yang akan
diberikan.
4.  Berikan pengajaran sesuai kebutuhan tentang program pengobatan penyakit
gonorrhoe.
5. Lakukan evaluasi terhadap progran pengajaran yang telah diberikan
 
f. Diagnosa Keperawatan : Risiko penularan berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
Tujuan keperawatan :
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain
Intervensi Keperawatan :
1)      Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang :
a)      Bahaya penyakit menular
b)      Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
c)      Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan
d)     Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak
dapat menghindarinya.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


g. Diagnosa Keperawatan : Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit
Tujuan keperawatan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan
1)      Mengekspresikan pandangan positif untuk masa depan dan memulai kembali
tingkatan fungsi sebelumnya dengan indikator:
2)      Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
3)      Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
4)      Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol koping.
Intervensi Keperawatan :
1)      Bantu individu dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan
2)      Dorong klien untuk membayangkan masa depan dan hasil positif dari kehidupan
3)      Perkuat kemampuan dan karakter positif (misal: hobi, keterampilan,
penampilan, pekerjaan)
4)      Bantu klien menerima perasaan positif dan negatif
5)      Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan kontrol situasi

 Kanker Serviks
Pengertian
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara
epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut
squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005).

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa


columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002).

Kanker serviks atau kanker mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks
uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah
rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama.

Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks
merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis serviksalis dan porsio).
Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina
(http://infokesehatan2009.html). Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang
terbanyak diderita.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain :

1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual


Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan
seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun
dianggap masih terlalu muda

2. Jumlah kehamilan dan partus Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita
yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko
mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan
berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers
serviks ini.
4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma
akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks

5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah
mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya
kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

6. Hygiene dan sirkumsisi


Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene
penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) Merokok akan merangsang
terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh
terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian
menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai
pencetus terbentuknya kanker serviks

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar
junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari
portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis
serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada
waniya umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
 Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lUmen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
 Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
 Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling
desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio
yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma
invasif.. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, prose keganasan akan berjalan
terus.

Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh
penderita. Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10
tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih
memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu
dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97%
berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell
carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Tanda Dan Gejala
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


A. KLASIFIKASI KLINIS

STADIUM KRITERIA

0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel


I Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara
mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3
bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak
sampai ke dinding panggul.
Iia Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
Iib Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium sampai
dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke
dinding panggul.
IIIb Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul,
atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan
faal ginjal atau hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar
panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb Telah bermetastasis jauh

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.

2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.

3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan
dibesarkan 10-40 kali.

Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk
melakukan biopsy.

Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang
kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.

4. Kolpomikroskopi
hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali

5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.

6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan
pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

.    PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat keluarga
c. Status kesehatan
 Status kesehatan saat ini
 Status kesehatan masa lalu
 Riwayat penyakit keluarga

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


d. Pola fungsi kesehatan Gordon
1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang
mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker
serviks.
2. Pola istirahat dan tidur.
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat
progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat
kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang
dialami oleh ibu.
3. Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung
kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi
inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal
4. Pola nutrisi dan metabolik
Asupan nutrisi pada Ibu hamil dengan kanker serviks harus lebih banyak jika
dibandingkan dengan sebelum kehamilan. Dapat terjadi mual dan muntah
pada awal kehamilan. Kaji jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta
pantau berat badan Ibu sesuai dengan umur kehamilan karena Ibu dengan
kanker serviks juga biasanya mengalami penurunan nafsu makan. Kanker
serviks pada Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari
perkembangan janin.
5. Pola kognitif – perseptual
Pada Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya tidak terjadi gangguan pada
pada panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan,
pengecap.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai
penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat.
Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering
berganti – ganti pasangan seksual.
7. Pola aktivitas dan latihan.
Kaji apakah penyakit serta kehamilan pasien mempengaruhi pola
aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri,
1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4=
tergantung total).
Ibu hamil wajar jika mengalami perasaan sedikit lemas akibat dari
asupan nutrisi yang berkurang akibat dari harus berbagi dengan janin yang
dikandungnya. Namun pada ibu hamil yang disertai dengan kanker serviks

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


ibu akan merasa sangat lemah terutama pada bagian ekstremitas bawah dan
tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan baik akibat dari progresivitas
kanker serviks sehingga harus beristirahat total.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama
pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu
akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan
seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta
keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
9. Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana
manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya
setelah sakit. Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya mengalami
gangguan dalam manajemen koping stres yang diakibatkan dari cemas yang
berlebihan terhadap risiko terjadinya kematian janin serta keselamatan
dirinya sendiri.
10. Pola peran - hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan
sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan
hubungannya. Ibu hamil dengan kanker serviks harus mendapatkan
dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya karena itu akan
mempengaruhi kondisi kesehatan Ibu serta janin yang dikandungnya.
Biasanya koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya
ada yang menderita penyakit kanker serviks.
11. Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang
diyakini.
a.      Analisis data
1.      Data subyektif :
a. Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah
senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
b. Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
c. Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
d. Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah
e. Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
f. Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas
g. Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


h. Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisi janin yang
dikandungnya
i. Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya
2.      Data obyektif
a. TTV tidak dalam batas normal
Dimana batas normal TTV meliputi :
Nadi : 60-100 x / menit
Nafas : 16 - 24 x / menit
Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg
Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C
b. Membran mukosa kering
c. Turgor kulit buruk akibat perdarahan
d. Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )
e. Ekspresi wajah pasien pucat
f. Pasien tampak lemas
g. Warna kulit kebiruan
h. Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh
i. Nilai profil biofisik janin normal tidak sesuai dengan usia kehamilan
j. DJJ tidak dalam batas normal ± 120 - 180 x / menit
k. Gerakan janin kurang aktif
l. Ekspresi wajah pasien meringis
m. Pasien tampak gelisah
n. Pasien mengalami kejang
o. Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
p. Terjadi hematuria
q. Terjadi inkontinensia urine
r. Terjadi inkontinensia alvi
s. Berat badan pasien tidak stabil (tidak sesuai dengan BB pasien dalam kondisi
kehamilan)
t. Mual ataupun muntah
u. Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul :
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
3. Nyeri b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas
metabolik terhadap kanker
8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker
serviks
9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis
jaringan, kerusakan neuromuscular
11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker
pada serabut saraf lumbosakral
12. PK Gagal Ginjal
13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker
serviks, terapi, dan prognosisnya
15. Ansietas b/d krisis situasional
16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman
kematian janin
17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga
terdekat
18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20. PK Anemia
21. Mual b/d kemoterapi
22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


C.      RENCANA TINDAKAN
1. Dx 1 :
Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan keseimbangan
volume cairan adekuat
Kriteria Hasil :
 TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
 Membran mukosa lembab
 Turgor kulit baik (elastis)
 Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan )
 Ekspresi wajah pasien tidak pucat

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk


volume darah yang keluar melalui penggantian cairan yang perlu
pendarahan diberikan sehingga dapat
mempertahankan volume sirkulasi
yang adekuat untuk transport
oksigen pada ibu dan janin.

2 Catat kehilangan darah ibu dan Bila kontraksi uterus disertai


kemungkinan adanya kontraksi uterus dilatasi serviks, tirah baring dan
medikasi mungkin tidak efektif di
dalam mempertahankan
kehamilan. Kehilangan darah ibu
secara berlebihan menurunkan
perfusi plasenta

3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya


berlebihan pada daerah yang peningkatan pendarahan dan
mengalami pendarahan trauma mekanis pada janin

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


4 Pantau status sirkulasi dan volume Kejadian perdarahan potensial
darah ibu merusak hasil kehamilan,
kemungkinan menyebabkan
hipovolemia atau hipoksia
uteroplasenta

5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, Menunjukkan keadekuatan


dan pengisian kapiler volume sirkulasi

6 Catat respon fisiologis individual Simtomatologi dapat berguna


pasien terhadap pendarahan, misalnya untuk mengukur berat / lamanya
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, episode pendarahan.
berkeringat / penurunan kesadaran Memburuknya gejala dapat
menunjukkan berlanjutnya
pendarahan / tidak adekuatnya
penggantian cairan

7 Kaji turgor kulit, kelembaban Merupakan indikator dari status


membran mukosa, dan perhatikan hidrasi / derajat kekurangan cairan
keluhan haus pada pasien

8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung


pada derajat hipovolemia dan
Berikan cairan IV sesuai indikasi
lamanya pendarahan (akut /
kronis). Cairan IV juga digunakan
untuk mengencerkan obat
antineoplastik pada penderita
kanker.

9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk


memperbaiki jumlah darah dalm
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan
tubuh ibu dan mencegah
trombosit sesuai indikasi
manifestasi anemia yang sering
terjadi pada penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme
pembekuan darah sehingga
pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.

10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk


menentukan kebutuhan resusitasi
Awasi pemeriksaan laboratorium,
cairan dan mengawasi keefektifan
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah
terapi

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


2. Dx 2 :
Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan perfusi
jaringan kembali adekuat
Kriteria Hasil :
 TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
 Pasien tidak tampak lemas
 Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)
 Denyut nadi teraba
 Tidak tampak kebiruan pada permukaan kulit
 Tidak terdapat perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, kelembaban)

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Awasi tanda vital, kaji pengisian Identifikasi ketidakadekuatan derajat


kapiler dan warna dasar kuku perfusi jaringan dan membantu
dalam menentukan intervensi

2 Perhatikan status fisiologis ibu, Pada ibu hamil yang menderita


status sirkulasi, dan volume darah kanker serviks rentan mengalami
perdarahan yang potensial merusak
hasil kehamilan, dan kemungkinan
menyebabkan hipovolemia hingga
hipoksia pada uteroplasenta

3 Auskultasi dan laporkan DJJ, catat Identifikasi berlanjutnya hipoksia


bradikardi atau takikardi. Catat janin. Pada awalnya janin berespon
perubahan pada aktivitas janin terhadap penurunan kadar oksigen
(hipoaktif atau hiperaktif). dengan takikardia dan peningkatan
gerakan. Bila tetap defisit,
bradikardia dan penurunan aktivitas
terjadi.

4 Anjurkan tirah baring pada posisi Menurunkan tekanan vena cava


miring kiri inferior dan superior serta
meningkatkan sirkulasi plasenta

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


(janin) dan pertukaran oksigen.

5 Kolaborasi : Reduksi pada kadar Hb, Hct atau


volume sirkulasi darah mengurangi
Awasi pemeriksaan laboratorium
persediaan oksigen untuk jaringan
(Hct, Hb, SDM)
ibu yang akan berdampak pada janin
yang dikandungnya

6 Kolaborasi : Meningkatkan jumlah mediator


transport oksigen ke sel-sel tubuh
Berikan transfusi sel darah merah
lengkap sesuai indikasi. Awasi
adanya komplikasi transfusi

7 Kolaborasi : Meningkatkan ketersediaan oksigen


untuk ambilan janin, sehingga
Berikan terapi oksigen tambahan
kapasitas oksigen untuk janin
sesuai indikasi
meningkat

3. Dx 3 :
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan penurunan perfusi plasenta
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan risiko cedera
terhadap janin dapat dicegah sehingga tidak menjadi aktual
Kriteria Hasil :
 Tidak terjadi cedera pada janin
 Nilai profil biofisik janin normal sesuai dengan usia kehamilan
 DJJ berada dalam batas normal ± 120 - 180 x / menit
 Gerakan janin aktif seperti biasanya
 Bayi lahir tanpa gangguan

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Perhatikan kondisi ibu yang Faktor yang mempengaruhi atau


berdampak pada sirkulasi janin menurunkan sirkulasi / oksigenasi
ibu mempunyai dampak yang sama
pada kadar oksigen janin melalui
plasenta. Janin yang tidak
mendapatkan cukup oksigen untuk
kebutuhan metabolismenya, akan
mengalihkan menjadi metabolisme

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


anaerob yang menghasilkan asam
laktat yang dapat menimbulkan
kondisi asidosis

2 Awasi dan pantau DJJ dan Terjadinya hipoksia pada ibu dapat
keaktifan gerakan janin mengakibatkan kelainan SSP janin.
Krisis berulang dapat
meningkatkan prevalensi ibu dan
janin pada peningkatan mortalitas
dan laju morbiditas. Pengkajian
yang cermat dan konsisten pada
janin dapat mengidentifikasi
perubahan status janin secara dini
sehingga dapat segera menentukan
intervensi yang tepat untuk
dilakukan.

3 Diskusikan efek negatif yang Retardasi pertumbuhan intrauterus/


potensial terjadi akibat kelainan pascanatal, malformasi dan
genetik retardasi mental dapat terjadi.

4 Kolaborasi : Identifikasi dan evaluasi


pertumbuhan janin
Lakukan screening, pemeriksaan
ultrasonografi (USG) sesuai
indikasi

4. Dx 4 :
Nyeri b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan nyeri pasien
berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil :
 Pasien mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun
 Pasien melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal dengan pengaruh /
efek samping minimal
 TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal (± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Suhu normal (36,5oC - 37,5oC)
 Ekspresi wajah pasien tidak meringis
 Pasien tampak tenang (tidak gelisah)
 Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan tepat sesuai
indikasi untuk mengontrol nyeri

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Lakukan pengkajian nyeri secara Membantu membedakan


komprehensif [catat keluhan, lokasi penyebab nyeri dan
nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas memberikan informasi tentang
(skala 0-10) dan tindakan penghilangan kemajuan atau perbaikan
nyeri yang dilakukan] penyakit, terjadinya
komplikasi dan keefektifan
intervensi.

2 Pantau tanda - tanda vital Peningkatan nyeri akan


mempengaruhi perubahan
pada tanda - tanda vital

3 Dorong penggunaan keterampilan Memungkinkan pasien untuk


manajemen nyeri seperti teknik berpartisipasi secara aktif
relaksasi dan teknik distraksi, misalnya untuk mengontrol rasa nyeri
dengan mendengarkan musik, yang dialami, serta dapat
membaca buku, dan sentuhan meningkatkan koping pasien
terapeutik.

4 Berikan posisi yang nyaman sesuai Memberikan rasa nyaman


kebutuhan pasien pada pasien, meningkatkan
relaksasi, dan membantu
pasien untuk memfokuskan
kembali perhatiannya.

5 Dorong pengungkapan perasaan pasien Dapat mengurangi ansietas


dan rasa takut, sehingga
mengurangi persepsi pasien
akan intensitas rasa sakit.

6 Evaluasi upaya penghilangan nyeri / Tujuan yang ingin dicapai


kontrol pada pasien melalui upaya kontrol adalah
kontrol nyeri yang maksimum
dengan pengaruh / efek
samping yang minimum pada

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


pasien.

7 Tingkatkan tirah baring, bantulah Menurunkan gerakan yang


kebutuhan perawatan diri yang penting dapat meningkatkan nyeri

8 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Nyeri adalah komplikasi


indikasi tersering dari kanker,
meskipun respon individual
terhadap nyeri berbeda-beda.
Pemberian analgetik dapat
mengurangi nyeri yang
dialami pasien

9 Kolaborasi untuk pengembangan Rencana manajemen nyeri


rencana manajemen nyeri dengan yang terorganisasi dapat
pasien, keluarga, dan tim kesehatan mengembangkan kesempatan
yang terlibat pada pasien untuk mengontrol
nyeri yang dialami. Terutama
dengan nyeri kronis, pasien
dan orang terdekat harus aktif
menjadi partisipan dalam
manajemen nyeri di rumah.

10 Kolaborasi untuk pelaksanaan prosedur Mungkin diperlukan untuk


tambahan, misalnya pemblokan pada mengontrol nyeri berat
saraf (kronis) yang tidak berespon
pada tindakan lain

5. Dx 5 :
Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan
keseimbangan suhu tubuh pasien kembali normal
Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam batas normal (± 36,5oC - 37,5oC)
 Denyut nadi dalam batas normal (± 60 - 100x / menit)
 Frekuensi pernapasan dalam batas normal (±16- 24x/ menit)
 Kulit tidak tampak memerah
 Pasien tidak mengalami kejang

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Pantau derajat dan pola perubahan suhu Peningkatan suhu hingga


pasien 38,9 C-41,1 C menunjukkan
o o

adanya proses penyakit


infeksius. Pola peningkatan
suhu dapat membantu dalam
identifikasi diagnosis dini

2 Pantau suhu lingkungan, atur jumlah Suhu ruangan dan jumlah


linen tempat tidur sesuai indikasi selimut harus diatur untuk
mempertahankan suhu tubuh
pasien agar mendekati suhu
normal

3 Berikan kompres hangat Membantu mengurangi


peningkatan suhu tubuh pasien

4 Kolaborasi : Dapat digunakan untuk


mengurangi demam dengan
Berikan antipiretik
bereaksi pada termoregulasi
sentral tubuh di hipotalamus.

6. Dx 6 :
Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, pasien tidak mengalami
infeksi
Kriteria Hasil :
 Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesia)
 TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
 Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam
batas normal (4 - 9 103/µL)

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Kaji tanda / gejala infeksi secara Pengenalan dini dan intervensi


kontinyu pada semua sistem tubuh segera dapat mencegah
(misalnya : pernafasan, pencernaan, perkembangan infeksi lebih
genitourinaria) lanjut

2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil


dengan kanker serviks dapat
terjadi karena proses
penyakitnya, infeksi, dan efek
samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini
proses infeksi memungkinkan
terapi yang tepat untuk dimulai
segera

3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda Deteksi dini terhadap reaksi
infeksi seperti takikardi dan penurunan infeksi yang bisa berdampak
keaktifan gerakan janin pada janin dan menghambat
pertumbuhan janin.

4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Menurunkan risiko kontaminasi


Hindari / batasi prosedur invasif agen infeksius

5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan


potensial sumber infeksi dan
menimalisir paparan
pertumbuhan sekunder patogen

6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan


WBC merupakan salah satu
Awasi hasil laboratorium untuk
respon tubuh untuk mengatasi
melihat adanya diferensial atau
infeksi yang timbul oleh antigen
peningkatan WBC

7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme


penyebab dan terapi yang tepat
Dapatkan kultur sesuai indikasi

8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat


perkembangan agen infeksius
Berikan antibiotik sesuai indikasi

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


7. Dx 7 :
Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, pola eliminasi urine
pasien kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :
 Tidak terjadi hematuria
 Tidak terjadi inkontinensia urine
 Tidak terjadi disuria
 Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Catat keluaran urine, selidiki Penurunan aliran urine tiba-tiba


penurunan / penghentian aliran urine dapat mengindikasikan adanya
tiba-tiba obstruksi / disfungsi pada traktus
urinarius

2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan Identifikasi kerusakan fungsi


jumlahnya). Bandingkan haluaran vesika urinaria akibat metastase
urine dan masukan cairan serta catat sel-sel kanker pada bagian
berat jenis urine tersebut

3 Observasi dan catat warna urine. Penyebaran kanker pada traktus


Perhatikan ada / tidaknya hematuria urinarius (salah satunya di vesika
urinaria) dapat menyebabkan
jaringan di vesika urinaria
mengalami nekrosis sehingga
urine yang keluar berwarna merah
karena bercampur dengan darah

4 Observasi adanya bau yang tidak enak Identifikasi tanda - tanda infeksi
pada urine (bau abnormal) pada jaringan traktus urinarius

5 Dorong peningkatan cairan dan Mempertahankan hidrasi dan


pertahankan pemasukan akurat aliran urine baik

6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, Indikator keseimbangan cairan


turgor kulit, pengisian kapiler, dan dan menunjukkan tingkat hidrasi
membran mukosa

7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan


penunjang misalnya pemeriksaan

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur retrograd dapat digunakan untuk
penunjang sesuai indikasi mengevaluasi tingkat infiltrasi
kanker pada traktus urinarius
sehingga dapat menjadi dasar
untuk intervensi selanjutnya

8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang


abnormal dapat menjadi indikator
Pantau nilai BUN dan kreatinin
kegagalan fungsi ginjal sebagai
akibat komplikasi metastase sel-
sel kanker pada traktus urinarius
hingga ke organ ginjal.

8. Dx 8 :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas
metabolik terhadap kanker
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi secara optimal dan seimbang
Kriteria Hasil :
 Berat badan pasien stabil (sesuai dengan BB pasien dalam kondisi normal)
 Pasien menunjukkan adanya peningkatan nafsu makan
 Tidak terjadi mual ataupun muntah
 Pasien tidak tampak pucat / lemas

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Pantau masukan makanan setiap hari Mengidentifikasi defisiensi


nutrisi

2 Ukur tinggi, berat badan. Pastikan Membantu dalam identifikasi


jumlah penurunan berat badan saat ini. malnutrisi protein dan kalori
Timbang berat badan setiap hari khususnya bila berat badan dan
pengukuran antropometrik
kurang dari normal

3 Dorong pasien untuk makan diet tinggi Kebutuhan jaringan metabolik


kalori dan nutrien dengan masukan ditingkatkan begitu juga cairan
cairan yang adekuat. Dorong (untuk menghilangkan produk
penggunaan suplemen sisa). Suplemen dapat membantu
untuk mempertahankan masukan

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


kalori dan protein yang adekuat
untuk pertumbuhan ibu serta
perkembangan janin

4 Kontrol faktor lingkungan (misalnya : Untuk menurunkan potensial


bau makanan yang terlalu kuat, terjadinya respon mual dan
kebisingan lingkungan, makanan yang muntah
terlalu pedas, terlalu manis, dan
berlemak)

5 Lakukan oral hygiene pada pasien Kebersihan mulut yang terjaga


dapat meningkatkan sensasi
pengecapan dan nafsu makan

6 Kolaborasi : Membantu dalam


mengidentifikasi derajat
Tinjau ulang pemeriksaan
ketidakseimbangan biokimia dan
laboratorium sesuai indikasi, misalnya
malnutrisi yang terjadi akibat
transferin serum dan albumin
pertumbuhan sel-sel kanker,
dapat mempengaruhi dalam
penentuan intervensi diet
selanjutnya.

7 Kolaborasi : Defisiensi vitamin A, C, D, E


dapat menghambat proses
Pemberian vitamin A, B6, C, D, E.
absorbsi zat-zat nutrisi pada vili
intestinum, menghambat
proliferasi sel-sel epitel normal,
dan menghambat pembentukan
antioksidan tubuh. Defisiensi
vitamin B6 dapat memperberat
perasaan depresi yang dirasakan
pasien

8 Kolaborasi : Memberikan rencana diet khusus


untuk memenuhi kebutuhan ibu
Rujuk pada ahli gizi / tim pendukung
dan janin yang dikandungnya,
nutrisi
serta menurunkan potensial
komplikasi yang terjadi
berkenaan dengan malnutrisi
protein / kalori dan defisiensi
mikronutrien

9. Dx 9 :

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan aktivitas
seksual pasien tetap adekuat pada tingkat yang sesuai dengan kondisi fisiologis
tubuhnya
Kriteria Hasil :
 Pasien mampu mengungkapkan pemahamannya tentang efek kanker serviks
yang dialaminya terhadap fungsi seksualitasnya
 Pasien mau mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, perubahan fungsi
seksual dan hasrat seksual dengan orang terdekat yang dialaminya

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Dengarkan pernyataan pasien / Masalah seksualitas seringkali


orang terdekat menjadi masalah yang tersembunyi,
yang seringkali diungkapkan
sebagai humor / melalui pernyataan
yang tidak gamblang

2 Informasikan pada pasien tentang Pedoman antisipasi dapat


efek dari proses penyakit kanker membantu pasien dan orang
serviks yang dialaminya terhadap terdekat untuk memulai proses
fungsi seksualitasnya (termasuk di adaptasi pada keadaan yang baru
dalamnya efek samping dari
pengobatan kanker yang akan
dijalani)

3 Bantu pasien untuk menyadari / Mengakui proses kehilangan /


menerima tahap kehilangan perubahan pada fungsi seksual
tersebut secara nyata dapat meningkatkan
koping pasien

4 Dorong pasien untuk berbagi Komunikasi terbuka dapat


pikiran dengan orang terdekat membantu dalam identifikasi
masalah dan meningkatkan diskusi
untuk menemukan pemecahan
masalah

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


10. Dx 10 :
Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, aktivitas pasien dapat
meningkat secara optimum / fungsi tercapai
Kriteria Hasil :
 Pasien mampu melakukan aktivitas biasa dengan normal tanpa bantuan
perawat / orang terdekat
 Pasien mengatakan lebih bertenaga dan tidak lemas

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Pantau respon fisiologis terhadap Toleransi sangat bervariasi


aktivitas, misalnya perubahan tekanan tergantung pada tahap proses
darah dan frekuensi jantung serta penyakit, status nutrisi,
pernafasan keseimbangan cairan, serta
oksigenasi.

2 Jelaskan alasan perlunya tirah baring, Tindakan ini ditujukan untuk


penggunaan posisi rekumben lateral mempertahankan janin jauh dari
kiri/miring, dan penurunan aktivitas. serviks dan meningkatkan
perfusi uterus. Tirah baring
dapat menurunkan peka
rangsang uterus.

3 Berikan tindakan kenyamanan seperti Menurunkan tegangan otot dan


gosokan punggung, perubahan posisi, kelelahan serta meningkatkan
atau penurunan stimulus dalam ruangan rasa nyaman
(misalnya lampu redup)

4 Evaluasi laporan kelelahan. Perhatikan Menentukan derajat dari


kemampuan tidur / istirahat dengan ketidakmampuan pasien
tepat

5 Kaji kemampuan untuk berpartisipasi Mengidentifikasi kebutuhan


pada aktivitas yang diinginkan / individual dan membantu dalam
dibutuhkan pemilihan intervensi

6 Identifikasi faktor stres / psikologis Mungkin mempunyai efek


yang dapat memperberat kumulatif terhadap kondisi fisik
yang dapat terus berlangsung
bila masalah tersebut belum

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


diatasi

7 Buat tujuan aktivitas realistis dengan Memberikan rasa kontrol dan


pasien perasaan mampu menyelesaikan

8 Dorong pasien untuk melakukan Meningkatkan rasa membaik


aktivitas ringan, bila mungkin. dan mencegah terjadinya frustasi
Tingkatkan tingkat partisipasi pasien pada pasien
sesuai toleransi pasien

9 Rencanakan periode istirahat adekuat Mencegah kelelahan berlebihan


dan menghemat energi untuk
proses penyembuhan

10 Berikan bantuan dalam aktivitas sehari- Memungkinkan berlanjutnya


hari sesuai dengan derajat aktivitas yang dibutuhkan pasien
ketidakmampuan pasien

11 Dorong masukan nutrisi Masukan nutrisi adekuat perlu


untuk memenuhi kebutuhan
energi ibu untuk beraktivitas dan
pertumbuhan serta
perkembangan janin

12 Kolaborasi : Adanya hipoksemia dapat


menurunkan ketersediaan 02
Berikan suplemen 02 sesuai indikasi
untuk ambilan seluler ibu dan
plasenta janin dan dapat
memperberat terjadinya
intoleransi pada aktivitas

DIAGNOSA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PSIKOLOGIS PASIEN :


Dx 14 :
Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker serviks,
terapi, dan prognosisnya
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 30 menit, diharapkan pengetahuan pasien
tentang penyakitnya meningkat
Kriteria Hasil :
 Pasien mengangguk sebagai respon bahwa ia mengerti dengan penjelasan yang
diberikan oleh perawat
 Ekspresi wajah pasien tidak tampak bingung

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


 Pasien mampu menjelaskan pengertian dan penyebab penyakitnya
 Pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala penyakitnya
 Pasien mampu menjelaskan tentang terapi penyakitnya serta manfaat terapi tersebut
 Pasien menyatakan persetujuan dan kemauannya untuk mengikuti prosedur
pengobatan terhadap penyakitnya

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Kaji tingkat pengetahuan pasien Informasi mengenai tingkat


pengetahuan pasien dapat
membantu dalam menentukan
metoda yang efektif untuk
memberikan pendidikan kepada
pasien.

2 Berikan informasi mengenai kanker Pemberian informasi yang jelas


serviks : pengertian, penyebab, proses, membuat pasien dan keluarga
serta penanganannya dengan jelas. cepat memahami sehingga
Informasikan juga kemungkinan pengetahuannya terhadap
pengaruhnya terhadap kondisi janin penyakit kanker serviks
meningkat

3 Berikan informasi dalam bentuk tertulis Kelemahan dan depresi dapat


dan verbal mempengaruhi kemampuan
untuk menerima informasi /
mengikuti program medik

4 Berikan penguatan bila pasien mampu Pasien akan lebih mudah


menyebutkan kembali apa yang sudah mengingat jika diberi
dijelaskan. reinforcement oleh perawat
mengenai pemahamannya.

5 Anjurkan pasien untuk menanyakan Eksplorasi pengalaman dengan


kepada pasien di samping, untuk pasien lain dapat membantu
berbagi pengalaman meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.
E. EVALUASI
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan dan outcome.

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi


DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR. Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.
2. Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi
8.Penerbit buku kedokteran EGC.
3. Potter Patricia dan Anne G. Perry. Fundamental of Nursing. Jakarta : Salemba
Medika.
4. Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :
EGC
5. Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC
6. Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima
Medika
7. Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
8. Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EG
9. Anonim.2012. (Online). Available : http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (6 Oktober
2013)
10. Anonim.2011.(online).Available : http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-
dengan-gangguan-sistem-reproduksi.html (akses : 6 Oktober 2013)

Laporan Pendahuluan Sistem Reproduksi

Anda mungkin juga menyukai