PENDAHULUAN
F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Universitas Padjajaran (1981) :
1. Vulvitis
a. Perasaan panas dan nyeri terutama waktu kencing
b. Leukorea yang sering disertai perasaan gatal hingga terjadi iritasi oleh gerakan
c. Gangguan koitus
d. Introitus dan labia menjadi merah dan bengkak, sering tertutup oleh secret
2. Vaginitis
a. Leukorea yang kadang – kadang berbau (anyir).
b. Perasaan panas / pedih pada vagina
c. Perasaan gatal pada vagina
Menurut Sinklair dan webb (1992), tanda dan gejala vulvitis dan vaginitis :
1. Akut
a. Pruritus
b. Panas
c. Eritema
d. Edema
e. Perdarahan
f. Nyeri (mungkin sangat, menyebabkan tidak mampu berjalan, duduk dan retensi urine
urine akut)
g. Ulserasi dan vesikel
2. Kronik
a. Inflamasi hebat dengan edema minimal
b. Pruitus hebat, ekskoriasi, Infeksi sekunder
c. Daerah yang terserang : monspubis, Perineum< paha yang berdekatan, anus, sekitar paha.
d. Lesi ulseratif disebabkan : granuloma, karsinoma, melanoma
e. hasil akhir mungkin berupa ekstruksi vulva
G. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Coitus, Terutama pada smegma preputium mengandung kuman – kuman
2. Tampon – tampon didalam vagina, misalnya untuk menampon darah haid
3. Higiene yang kotor, pakaian kotor
4. Atrofi epitel vagina pada mosa senile dimana epitel vagina kurang mengandung glikogen
dan menjadi tipis
5. Korpus allineum : terutama pada anak – anak tetapi juga alat – alat perangsang seks pada
orang dewasa.
6. Masturbasi kronis
7. Benda asing dalam vagina
H. KOMPLIKASI
1. Endometrititis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin karena perubahan PH, bisa
menyebabkan peningkatan angka endometritis
2. Salpingitis
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks menyebar ke tuba uterine
3. Servisitis
Peradangan ini dapat terjadi bila infeksi menyebar ke serviks
I. PENATALAKSANAAN
1. Infeksi bacterial
Diberikan antibiotika Candidiasis seperti :
Nistatin : 100.000 2 kali per hari selama 7-10hari
Ikonazol : 7gram 1-2kali per hari selama 3,5-7hari
lotrimazol : 100 gram tablet atau 7 gram krim 1-2 kali perhari selama 3,5 – 7 hari
sam borat : 600mg 2 kali perhari selama 7hari
2. Infeksi dengan trichomonas
Metronidazole : 2 gram dalam dosis tunggal, juga terapi pasangan seksual laki – lakinya (tahap I)
Metronidazole : 500 mg 2 kali perhari selama 7 hari terapi seksual pasangan laki9 – lakinya (tahap rekurens)
3. Vaginitis non spesifik
Metronidazole : 500 mg 2 kali perhari selama 7 hari
Ampicillin : 500 mg 4 kali perkali selama 7 hari
4. Vaginitis atroficans
Cream estrogen : 1kali per hari selama dua minggu kemudian selang sehari selama dua
minggu
5. Infeksi dengan jamur
Diberi nystatin biasanya diberi dalam bentuk ovula
6. Kolpitis senilis
Selain dari antibiotika atau antibiotika diberi salep yang mengandup estrogen selama 20 hari.
Selain obat – obatan sebaiknya juga penderita memakai pakaian dalam yang tidak
terlalu ketat dan menyerap keringan sehingga sirkulasi udara tetap terjaga, misalnya teruat
dari katun serta menjaga kebersihan vulva sebaiknya gunakan sabun gliserin.
Untuk mengurangi nyeri dan gatal – gatal bisa dibanti dengan kompres dingin pada
vulva atau berendam dalam air dingin.
Untuk mengurangi gatal – gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan
krim atau salep kortikosteroid dan antihistamin per oral (tablet)
Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan memperpendek
lamanya infeksi herpes
Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri.
J. DIAGNOSA
1. Wawancara meliputi
a. Aktivitas seksual tanpa pengaman ( oral, rectal,genital) , jumlah pasangan seksual saat ini,
riwayat pms yang pernah diderita, Frekuensi hubungan sex selama satu minggu.
b. Kaji tentang gaya hidup (merokok, alcohol, gizi buruk, stress, keletihan), penggunaan obat
– obatan , kateterisasi yang sering dan adanya cedera lahir pada vagina
c. Kaji tanda dan gejala subyektif, lamanya gejala, serta pengobatan yang telah dilakukan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan vulva
a) Eritema
b) Edema
2) Penampilan secret vagina
a) secret abu – abu
b) Encer seperti air / kental
3) Penampilan serviks
a) secret purulen
4) Rabas vagina, vesikel / luka , demam dan nyeri
e. Pemeriksaan penunjang
1) Mikrobiologi
Sampel sekret vagina dapat diperoleh untuk asupan pewarnaan gram, biakan dan sediaan
basah untuk mengidentifikasi candida atu trichomonas
2) Tes sitology vagina/biopsy
Diindikasikan apabila dicurigai adanya neoplasia
3) Pemeriksaan dengan selaput selulosa
Area penanda terhadap teluer cacing kremi dapat membantu , pemeriksaan ini harus
dilakukan pada pagi hari dan bila perlu diulangi pada hari berikutnya.
4) Foto pelviks
Dapat membantu mengidentifikasi suatu benda yang radiopak, pada kasus cedera(rudapaksa)
5) Pielogram intravena
Kelainan congenital saluran reproduksi sering disertai dengan kelainan congenital/ traaktus
urinarus, pielogram intravena dapat menyingkapkan keadaan patologik traktus urinarius.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Vaginitas adalah peradangan yang terjadi karena perubahan keseimbangan normal
bakteri yang hidup disana. Tanda atau gejala paling umum adalah munculnya cairan yang
berwarna putih keruh keabuan dan berbusa serta menimbulkan bau kurang sedap. Vulvitis
adalah suatu peradangan pada vulva ( organ kelamin luar wanita ). Sedang vulvovaginitis
adalah peradangan pada vulva dan vagina. Vagina dikatakan tidak normal apabila jumlah
cairan yang keluar sangat banyak, baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri.
Cairan yang keluar secara tidak normal memiliki tekstur lebih kental dibandingkan cairan
yang normal dan cairan vagina atau keputihan yang tidak normal cenderung berwarna kuning
seperti warna keju, kuning kehijauan bahkan kemerahan.
Sebenarnya di dalam vagina terdapat 95 % bakteri baik dan 5 % bakteri jahat atau
bakteri pathogen. Agar ekosisterm di dalam vagina tetap seimbang, dibutuhkan tingkat
keasaman ( pH balance ) pada kisaran 3,8 – 4,2. Dengan tingkat keasaman tersebut,
laktobasilus akan subur dan bakteri pathogen mati.
B. SARAN
Lebih meningkatan kebesihan diri, vulva hygiene, jaga kebersihan pakain dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak.(2004).Buku ajar keperawatan maternitas.Edisi 4.Jakarta :ECG
Edge,V.(1993) women’s health care.VSA:von hoffman press
Manuaba, Ida Bagus.(2001).Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan, dan keluarga berencana
untuk pendidikan bidan, Jakarta:ECG
Padjajaran, Universitas.(1981). Ginekologi. Bandung:Elstar Offset
Sinklair,C.C.R.,Webb,J.B.(1992)>Segi praktis ilmu kebidanan dan kandungan untuk
pemula.Jakarta:Binarupa Aksara.
0
Tambahkan komentar
My Knowledge "Nurse"
Belajar adalah untuk menemukan kebenaran
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
OCT
22
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh.
Luka bakar akn mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi
seluruh system tubuh pasien. Seluruh system tubuh pasien. Seluruh system tubuh
menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar dan
pada pasien luka bakar yang luasnya (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi
sehingga timbul berbagai macam komplikasi diantaranya adalah syok hipovalemik. (Corwin,
2000).
D. Pathway
Lebih dalam dari § Kontak § Blister besar dan lembab Berbintik- Sangat
ketebalan dengan yang ukurannya bintik nyeri
partial(tingkat bahan air bertambah besar. yang
II)SuperfisialDala atau bahan kurang
§ Pucat bial ditekan dengan
m padat. jelas,
ujung jari, bila tekanan
putih,
§ Jilatan api dilepas berisi kembali.
coklat,
kepada
pink,
pakaian.
daerah
§ Jilatan merah
langsung coklat.
kimiawi.
§ Sinar ultra
violet.
e. Genetalia/perineum : 1%
d. Umur klien.
H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah dengan menutup lesi sesegera mungkin,
pencegahan infeksi dan mengurangi rasa sakit. Pencegahan trauma pada kulit yang vital dan
elemen didalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut ( Kapita Selekta
Kedokteran, 2002).
Pada saat kejadian, hal yang pertama harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari
sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma dengan
bahan kimia, siram kulit dengan air yang mengalir. Proses koagulasi protein pada sel di
jaringan yang terpajan suhu yang tinggi berlangsung terus menerus walau api telah
dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan
mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin pada jam pertama
setelah kejadian. Oleh karena itu, merendam bagian yang terkena selama lima belas menit
pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan untuk luka bakar >10%, karena
akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan (breathing)
dan sirkulasi (circulation).
2. Periksa jalan napas.
3. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas
(suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi.
4. Berikan oksigen.
5. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk mengatasi
syok.
6. Pasang kateter buli – buli untuk pemantau diuresis.
7. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
8. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk pemantauan
sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif.
9. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi,
luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan
untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat 2
dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila
masukkan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu :
a. Cara Evans.
Untuk menghitung jumlah cairan pada hari pertama hitunglah :
1) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc NaCl (1)
2) Berat badan (kg) x % luka bakar x 1cc larutan koloid (2)
3) 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2) dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam
16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama. Pada hari
ketiga berikan cairan setengah dari hari kedua. Sebagai monitoring pemberian cairan lakukan
penghitungan diuresis.
b. Cara Baxter.
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan hari pertama
dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc. Separuh dari jumlah cairan ini
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama
diberikan larutan ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah
dari jumlah hari pertama
Prinsip penatalaksanaan luka bakar adalah :
1. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat I adalah sebagai berikut :
a) Memberikan salam kepada klien dengan nada lembut dan senyum serta menanyakan luka
bakar di bagian tubuh sebelah mana.
b) Menjelaskan tujuan perawatan luka bakar untuk mencegah infeksi, mempercepat
penyembuhan luka serta mencegah kecacatan.
c) Menanyakan kepada klien apakah ada yang belum di mengerti mengenai perawatan luka
bakar dan menanyakan kesiapan klien untuk dilakukan tindakan luka bakar ,jika klien siap
maka dilanjutkan penandatanganan informed consent.
d) Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya luka dapat terlihat jelas dan mudah
dilakukan perawatan luka oleh pemeriksa, misalnya apabila luka ada di tubuh sebelah kiri
maka tubuh klien miring ke kanan dan begitu juga sebaliknya dan posisi luka menghadap ke
atas.
e) Membuka peralatan medis dan meletakkan di samping kiri klien.
f) Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta ijin untuk membuka pakaian supaya luka
terlihat jelas dan membuka pakaian dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl 0,9%.
g) Membersihkan luka bakar dengan cara mengirigasi yaitu dengan cara mengaliri bagian
luka menggunakan NaCl 0,9% dengan meletakan bengkok di bawah luka terlebih dahulu.
h) Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik dengan cara memotong bagian
nekrotik dengan mengangkat jaringan nekrotik menggunakan pinset chirurgis dan digunting
dengan gunting chirurgis mulai dari bagian yang tipis menuju ke bagian tebal , dan bila ada
bula dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum spuit steril sejajar dengan permukaan kulit
dibagian pinggir bula kemudian dilakukan pemotongan kulit bula dimulai dari pinggir dengan
menggunakan gunting dan pinset chirugis.
i) Mengeringkan luka dengan cara mengambil kasa steril dengan pinset anatomis lalu
kasa steril ditekankan pelan-pelan sehingga luka benar-benar dalam kondisi kering.
j) Memberikan obat topical (silver sulfadiazin) sesuai luas luka dengan menggunakan dua
jari yang telah diolesi obat tersebut.
k) Menutup luka dengan kasa steril.
l) Memasang plester dengan digunting sesuai ukuran dan ditempelkan di atas kasa steril.
m) Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.
n) Membersihkan alat medis
o) Membersihkan sampah medis
p) Membersihkan ruangan.
2. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat II – III adalah memberikan tindakan
resusitasi cairan :
a) Pada orang dewasa, dengan luka bakar tingkat II-III 20 % atau lebih sudah ada indikasi
untuk pemberian infus karena kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada orang tua dan
anak-anak batasnya 15%.
b) Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula menurut Baxter. Formula
Baxter terhitung dari saat kejadian (orang dewasa) :
1). 8 jam pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat.
2). 16 jam berikutnya ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat ditambah 500-
1000cc koloid.
c) Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
1) Replacement : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
2) Kebutuhan faali : Umur sampai 1 tahun 100cc/ KgBB
Umur 1-5 tahun 75cc/ KgBB
Umur 5-15 tahun 50cc/ Kg BB
d) Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian dari total cairan diberikan dalam
bentuk larutan Ringer Laktat dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid. Ringer laktat
dan koloid diberikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8 jam pertama diberikan ½
jumlah total cairan dan dalam 16 jam berikutrnya diberikan ½ jumlah total cairan.
3. Bila luka bakar Derajat II dalam, III atau lebih dari 25 % pasien dirujuk ke Rumah Sakit.
I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya,
sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan klien tersebut. Data dasar pengkajian klien
dengan luka bakar (Doengoes, 2000) yang perlu dikaji :
a. Aktifitas/istirahat :
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi :
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT) : Hipotensi (syok); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego:
Gejala: Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi :
Tanda : Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan :
Tanda : Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: Area batas; kesemutan.
Tanda: Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas.
g. Nyeri/kenyamanan :
Gejala : Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara ekstern sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat
kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan :
Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda : Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor
(oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan:
Tanda: Kulit umum : Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan
curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera Api : Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut
kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan / atau lingkar nasal.
J. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan Volume Cairan b/d Kegagalan mekanisme regulasi (pengaturan)
2. Nyeri akut b/d injuri fisik
3. Kerusakan integritas kulit b/d mekanik (luka bakar)
4. Resiko infeksi b/d ketidak adekuatan pertukaran skunder
K. Intervensi
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas klien
Nama : An Z.
Umur : 1 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Wingko Tinupuk Ngombol Purworejo
Tanggal Pengkajian : 10 Mei 2013 Jam : 16.00 wib
B. Diagnosa Medis : Combustio Grade II (80%)
Keluhan Masuk
Klien datang ke IGD dengan combustio hampir seluruh tubuh akibat terbakar bensin
C. Primary Survey
1. Airway (Jalan nafas)
Tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas
2. Breathing (Pernafasan)
Frekuensi nafas 30 x / m, Tidak terdapat batuk, nafas cepat, anak menangis kuat
3. Circulation
Nadi : 80 x/menit
4. Disability
Kesadaran klien : Compos mentis ( GCS : 15)
5. Eksposure
Terdapat luka bakar pada kepala, wajah, ektrimitas, punggung, grade 2 (80%)
D. Analisa Data
G. Implementasi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elisabeth,J. 2000, patofisiologi Alih Bahasa , Jakarta: EGC
Kartini, M. 2009. Efek Penggunaan Madu Dalam Manajemen Luka Bakar. Temanggung: AKPER Ngesti
Waluyo
Mansjoer , A. 2000, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jakarta: FKUI
NANDA, 2012-2014, Panduan Diagnosa Keperawatan: Prima Medika
NIC dan NOC, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan,Wilkinson Judith M, EGC: Jakarta
Nurhidayah, dkk. 2009. Hubungan Perawatan Luka Bakar Secara Tertutup dengan Proses Penyembuhan
Luka pada Pasien Luka Bakar Derajat II di IBS RSUD dr. Kanujoso Jatiwibowo
Balikpapan”. Balikpap
0
Tambahkan komentar
2.
OCT
22
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Integumen
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi,
dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali
merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang
mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya
(keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti
"penutup".
Sistem Integumen pada manusia terdiri dari kulit, kuku, rambut, kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan kelenjar susu. Sistem integumen mampu memperbaiki sendiri apbila
terjadi kerusakan yang tidak terlalu parah (self-repairing) & mekanisme pertahanan tubuh
pertama (pembatas antara lingkungan luar tubuh dengan dalam tubuh).
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen
a. Anatomi Sistem Integumen
Lapisan Kulit dan Bagian-bagian Pelengkapnya
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada
berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya pada telapak tangan
dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata,
pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada
dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel
dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum corneum)
Merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan
epidermis lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki
inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak,
karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal.
Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak
larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Lapisan ini dikenal dengan
lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel
yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas,
kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan baru.
Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan
kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya
usia dapat menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai
sekitar 60 tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45 - 50 hari, akibatnya
lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak-
bercak putih karena melanosit lambat bekerja dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta
tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini
sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari
lapis lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi
lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup besar.
b. Lapisan bening (stratum lucidum)
Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap
sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari
protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di
dalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas
pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Disebut juga lapisan malphigi, terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling
berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang
terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris.
Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah
permukaan kulit makin besar ukurannya. Diantara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus
yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir
melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu
tahap mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti-
inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol dan asam amino.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi
dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap
pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini
sel-sel epidermisbertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-
lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel
bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.
Tipe-Tipe Sel Epidermis
1. Keratinocytes
Subtansi terbanyak dari sel-sel epidermis, karena keratinocytes selalu mengelupas pada
permukaaan epidermis, maka harus selalu digunakan. Pergantian dilakukan oleh aktivitas
mitosis dari lapisan basal (di malam hari). Selama perjalanannya ke luar (menuju permukaan.
Keratinocyes berdeferensiasi menjadi keratin filamen dalam sitoplasma. Proses dari basal
sampai korneum selama 20-30 hari. Karena proses cytomorhose dari keratinocytes yang
bergerak dari basal ke korneum, lima lapisan dapat diidentifikasi. Yaitu basal, spimosum,
granulosum, losidum dan kornium.
2. Melanocytes
Didapat dari ujung saraf, memproduksi pigment melanin yang memberikan warna
coklat pada kulit. Bentuknya silindris, bulat dan panjang. Mengandung tirosinase yang
dihasilkan oleh REG, kemudian tirosinase tersebut diolah oleh Aparatus Golgi menjadi oval
granules (melanosomes). Ketika asam amino tirosin berpindah ke dalam melanosomes,
melanosomes berubah menjadi melanin. Enzim tirosinase yang diaktifkan oleh sinar ultra
violet.. Kemudian melanin meninggalkan badan melanicytes dan menuju ke sitoplasma dari
sel-sel dalam lapisan stratum spinosum. Dan pada akhirnya pigmen melanin didegradasi oleh
keratinocytes.
3. Merkel Cells
Banyak terdapat pada daerah kulit yang sedikit rambut (fingertips, oral mucosa,
daerah dasar folikel rambut). Menyebar di lapisan stratum basal yang banyak mengandung
keratinocytes.
4. Langerhans Cells
Disebut juga dendritic cells karena sering bekerja di daerah lapisan stratum spinosum.
Merupakan sel yang mengandung antibodi. Banyaknya 2% – 4 % dari keseluruhan sel
epidermis. Selain itu, juga banyak terdapat di bagian dermis pada lubang mulut, esophagus,
dan vagina. Fungsi dari langerhans cells adalah untuk responisasi terhadap imun karena
mempunyai antibodi.
2. DERMIS ( Korium)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan
kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit (Sebacea) atau kelenjar minyak,
pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor
pili).
Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah
dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut,
menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit
jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit.
Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang paling tipis terdapat di
kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan
dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan
sel-sel.
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan
membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi
tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan
dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat
merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot
penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu
roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut memproduksi
minyak untuk melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan
melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat yang
dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit.
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat
kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut kolagen.
Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam membentuk
jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit.
Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah
mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu faktor
usia atau kekurangan gizi. Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat
menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki kemampuan
memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.
Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu :
a. Kelenjar keringat (Sudorifera)
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran
semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Semua
bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaan
telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu
badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama
dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu.
Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
1) Kelenjar keringat ekrin
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang mengandung 95-97
persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida, granula
minyak, glusida dan sampingan dari metabolism seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di
seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di
seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada
orang dewasa.
Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
2) Kelenjar keringat apokrin
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah
sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan
serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga
dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada
saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya
sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia
akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.
b. Kelenjar palit (Sebacea)
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung
rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalamkandung rambut
(folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan
telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau
kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala,
kelenjarpalit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit
kepala. Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau
kelenjar sebaseamembesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk
pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan,
maka kulit akan lebih berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat.
3 HIPODERMIS / SUBCUTIS.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-
saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh
dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai
bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur
tubuh dan sebagai cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di
daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit
dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak
lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
Derivat Kulit
1. Rambut
Rambut merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel
epidermis. Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki,
bibir, glans penis, klitoris dan labia minora. Pertumbuhan rambut pada daerah-daerah tubuh
seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin-
terutama androgen-tetapi juga oleh hormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut
berkembang dari sebuah invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut yang selama masa
pertumbuhannya mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus
rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler yang vital bagi
kelangsungan hidup folikel rambut.
Rambut terdapat di seluruh kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari falang
distal jari tangan, kaki, penis, labia minora dan bibir.
Terdapat 2 jenis rambut :
a. Rambut terminal ( dapat panjang dan pendek)
b. Rambut velus ( pendek, halus dan lembut).
Fungsi rambut
1. Melindungi kulit dari pengaruh buruk, seperti alis mata melindungi mata dari keringat
agar tidak mengalir ke mata, bulu hidung (vibrissae) untuk menyaring udara.
2. Pengatur suhu
3. Pendorong penguapan keringat
4. Indera peraba yang sensitive.
Terdapat 2 fase :
1. Fase pertumbuhan (Anagen)
Kecepatan pertumbuhan rambut bervariasi rambut janggut tercepat diikuti kulit
kepela. Berlangsung sampai dengan usia 6 tahun. 90 % dari 100.000 folikel rambut kulit
kepala normal mengalami fase pertumbuhan pada satu saat.
2. Fase Istirahat ( Telogen)
Berlangsung 4 bulan, rambut mengalami kerontokan 50 –100 lembar rambut rontok
dalam tiap harinya. Gerak merinding jika terjadi trauma , stress, disebut Piloereksi. Warna
rambut ditentukan oleh jumlah melanin . Pertumbuhan rambut pada daerah tertentu dikontrol
oleh hormon seks( rambut wajah, janggut, kumis, dada, punggung, di kontrol oleh H.
Androgen. Kuantitas dan kualitas distribusi ranbut ditentukan oleh kondisis Endokrin.
Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan pada S. Cushing(wanita).
2. Kuku
Kuku tersusun atas protein yang mengeras disebut keratin. Fungsinya sebagai
pelindung ujung jari tangan dan jari kaki. Lempeng kuku (LK) berbentuk empat persegi
panjang, keras, cembung ke arah lateral dan dorsal, transparan, terletak di dorsalo paling
distal. LK terbentuk dari bahan tanduk yang tumbuh ke arah dorsal untuk waktu yang tidak
terbatas. Kecepatan tumbuh kuku jari tangan: lebih kurang 0,1 mm/ hari, kuku jari kaki 1/3-
1/2 kecepatan kuku jari tangan. Tebal kuku tangan bervariasi 0,5 mm- 0,75mm, dan pada
kaki dapat mencapai 1,0 mm. LK terdiri dari tiga lapisan horizontal yang masing-masing
adalah:
1. Lapisan dorsal tipis yang dibentuk oleh matriks bagian proksimal (1/3 bagian).
2. Lapisan intermediet yang dibentuk oleh matriks bagian distal (2/3 bagian).
3. Lapisan ventral yang dibentuk oleh lapisan tanduk dasar kuku dan hiponikium yang
mengandung keratin lunak.
Lunula atau bulan sabit terletak di proksimal LK. Lunula merupakan ujung akhir
matriks kuku. Warna putih lunula disebabkan epitel yang lebih tebal dari epitel kasar kuku
dan kurang melekatnya epitel dibawahnya sehingga transmisi warna pembuluh drah kurang
dipancarkan. Daerah di bawah LK disebut hiponikium. Alur kuku dan lipat kuku merupakan
batas dan pelindung kuku. Lipat kuku proksimal merupakan perluasan epidermis, bersama
kuku yang melindungi matriks kuku. Produk akhirnya adalah kutikel. Pada matriks kuku
terdapat sel melanosit
Bagian-bagian kuku :
1) Matriks kuku: merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru.
2) Dinding kuku (nail wall) : merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian
pinggir dan atas.
3) Dasar kuku (nail bed): merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku.
4) Alur kuku (nail groove) : merupakan celah antara dinding dan dasar kuku.
5) Akar kuku (nail root): merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi dinding kuku.
6) Lempeng kuku (nail plate) : merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi dinding
kuku.
7) Lunula : merupakan bagian lempeng kuku berwarna putih dekat akar kuku berbentuk
bulan sabit, sering tertutup oleh kulit.
8) Eponikium : merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya menutupi bagian
permukaan lempeng kuku.
9) Hiponikium : merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku yang bebas (free
edge)menebal
b. Fisiologi Sistem Integumen
Fungsi Kulit
1. Kulit memiliki banyak fungsi diantaranya adalah :
a. Menutupi dan melindungi organ – organ dibawahnya
b. Melindungi tubuh dari masuknya mikroorganisme dan benda asing
c. Pengaturan suhu
d. Ekskresi : melalui perspirasi atau berkeringat, membuang sejumlah kecil urea.
e. Sintesis : konversi 7-dehydrocholesterol menjadi vit D3 (Cholecalciferol) dengan
bantuan sinar UV.
f. Tempat penimbun lemak.
2. Sensori persepsi : mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentuhan atau raba,
tekananFisika dasar hilangnya panas dari kulit
a. Radiasi (60%) : kehilangan panas dalam bentuk infra merah (gelombang
elektromagnetik)
b. Konduksi (3%) : melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda lain.
Sedangkan konduksi ke udara (15%) terjadi jika suhu diudara lebih rendah dari suhu tubuh.
c. Konveksi : terjadi jika udara yang telah panas bersentuhan dengan tubuh dari proses
konduksi menyebarkan panas ke udara lainnya yang masih dingin. Kecepatan ini makin
meningkat apabila ada angin.
d. Evaporasi : sebagai mekanisme pendinginan yang penting pada suhu tubuh sangat
tinggi.
3. Proses Berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anaterior (area preoptik), impuls dipindahkan melalui jaras
otonom ke medula spinalis dan kemudian melalui saraf simpatis ke kulit ke seluruh tubuh.
Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk memproduksi keringat.
4. Warna Pada Kulit dan Fungsi Melanin
Kulit mendapatkan warna dari 3 faktor :
a. Adanya melanin (pigmen gelap yang diproduksi melanosit) : Melanin berfungsi untuk
melindungi kulit dari sinar ultraviolet yang berlebih
b. Pigmen berwarna kuning (karoten) : Dalam sel lemak dermis dan hipodermis
c. Warna darah : Dalam pembuluh dermal dibawah lapisan epidermis
5. Proses dan Tahapan Penyembuhan luka
Fase-fase penyembuhan luka
· Fase Inflamasi : terjadi sejak terjadi luka sampai kira-kira hari ke-5. Fase ini
menyebabkan pendarahan, dan menghentikannya dengan cara vasokonstriksi, retraksi atau
pengerutan pembuluh darah yang putus dan reaksi hemostatis terjadi karena trombosit dan
jala fibrin keluar sehingga menyebabkan pembekuan. reaksi inflamasi yaitu sel mast
menghasilkan serotenin dan histamin yang menyebabkan eksudasi cairan dan peradangan itu
menyebabkan membengkak, terjadi kemerahan, rasa nyeri dan panas.
· Fase Poliperasi : berasal dari sel mensenkrim yang belum deferensiasi menghasilkan
mukopolisakarida, asam amino glisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen, serat
yang akan mempertautkan tepi luka. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh
dan menutup seluruh permukaan luka.
· Fase Peyudahan : odim dan sel radang di serap sel muda menjadi matang, kapiler baru
menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada, selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas
serta mudah di gerakkan dari dasar.
6. Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit dan Fungsinya :
a. Kelenjar Sudoriferus atau Kelenjar Keringat
1. Eccrine atau Mesocrin : fungsinya mengatur suhu tubuh, mengeluarkan keringat
dengan proses fisiologis.
2. Apokrin atau Odiferus : fungsinya menghasilkan keringat yang mengandung lemak,
mengeluarkan keringat dengan bau husus terdapat di ketiak, areola mamae, labium mayora,
anal dan genital.
b. Kelenjar Sebaseous atau Kelenjar Minyak
sekret dari kelenjar ini disebut sebum fungsinya melembabkan kulit, mencegah terjadinya
absorpsi dan penguapan dari kulit.
A. DEFINISI
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2001).
Menurut Aziz Alimul Hidayat, A, (2008 Hal : 130) luka bakar adalah kondisi atau
terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabbkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh
senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari.
Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,air
panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah,luka bakar
ini bisa menyebabkan kematian ,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi
maupun estetika. (Kapita Selekta kedokteran edisi 3 jilid 2).
B. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin ataupun zat kimia. Ketika
kulit terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh derajat panas, durasi kontak
panas pada kulit dan ketebalan kulit (Schwarts et al, 1999).
Tipe luka bakar:
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang luka bakar (Combustio) maka perlu
mempelajari :
1. Sistem Kardiovaskular
a. Penurunan cardiak output karena kehilangan cairan;tekanan darah menurun, hal ini
merupakan awitan syok. Hal ini terjadi karena saraf simpatis akan melepaskan kotekolamin
yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan peningkatan frekuensi nadi
sehingga terjadi penurunan cardiak output.
b. Kebocoran cairan terbesar terjadi dalam 24 – 36 jam pertama sesudah luka bakar dan
mencapai puncak dalam waktu 6 – 8 jam. Pada luka bakar < 30 % efeknya lokal, dimana
akan terjadi oedema/lepuh pada area lokal, oedema bertambah berat bila terjadi pada daerah
sirkumferensial, bisa terjadi iskemia pada derah distal sehingga timbul kompartemen
sindrom. Bila luka bakar > 30 % efeknya sistemik. Pada luka bakar yang parah akan
mengalami oedema masif.
2. Efek Pada Cairan dan Elektrolit
a. Volume darah mendadak turun, terjadi kehilangan cairan lewat evaporasi, hal ini dapat
mencapai 3 – 5 liter dalam 24 jam sebelum permukaan kulit ditutup.
b. Hyponatremia; sering terjadi dalam minggu pertama fase akut karena air berpindah dari
interstisial ke dalam vaskuler.
c. Hypolkalemia, segera setelah luka bakar sebagai akibat destruksi sel masif, kondisi ini
dapat terjadi kemudian denghan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
d. Anemia, karena penghancuran sel darah merah, HMT meningkat karena kehilangan plasma.
e. Trombositopenia dan masa pembekuan memanjang.
3. Respon Pulmonal
a. Hyperventilasi dapat terjadi karena pada luka bakar berat terjadi hipermetabolik dan respon
lokal sehingga konsumsi oksigen meningkat dua kali lipat.
b. Cedera saluran nafas atas dan cedera inflamasi di bawah glotis dan keracunan CO2 serta
defek restriktif.
4. Respon Gastrointestinal
Terjadi ileus paralitik ditandai dengan berkurangnya peristaltik usus dan bising usus; terjadi
distensi lambung dan nausea serta muntah, kondisi ini perlu dekompresi dengan pemasangan
NGT, ulkus curling yaitu stess fisiologis yang masif menyebabkan perdarahan dengan gejala:
darah dalam feses, muntah seperti kopi atau fomitus berdarah, hal ini menunjukan lesi
lambung/duodenum.
5. Respon Sistemik Lainnya
a. Terjadi perubahan fungsional karena menurunnya volume darah, Hb dan mioglobin
menyumbat tubulus renal, hal ini bisa menyebabkan nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal
akut.
b. Perubahan pertahanann imunologis tubuh; kehinlangan integritas kulit, perubahan kadar Ig
serta komplemen serum, gagngguan fungsi netrofil, lomfositopenia, resiko tinggi sepsis.
c. Hypotermia, terjadi pada jam pertama setelah luka bakar karena hilangnya kulit, kemudian
hipermetabolisme menyebabkan hipertermia kendati tidak terjadi infeksi.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Mennurut (Doenges, 2000, 804)
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Pre Hospital
Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari air. Hal ini
akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena itu,
segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api segera
padam. Bila memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk
memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin,
segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa
orang yang mengalami luka bakar dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka
bakar. Jangan membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat
menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan menyebabkan dehidrasi.
Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik :
Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai penggunaan morfin oleh tenaga medis
b. Hospital
1) Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum
yang hitam.
b) Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas,
segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat
menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae
c) Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema.
pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang
luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, ada 2 cara yang lazim dapat diberikan yaitu
dengan Formula Baxter dan Evans
2) Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka
bakar yaitu :
a) cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
· 3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring
pemberian lakukan penghitungan diuresis.
b) cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada
hari pertama dihitung dengan rumus :
Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc
Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16
jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi
hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama.
c) Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
d) Monitor urine dan CVP.
e) Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f) Obat – obatan
- Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
- Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur.
- Analgetik : kuat (morfin, petidine)
- Antasida : kalau perlu
2. Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau
tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan dari
eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal
pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang
membuka eskar sampai penjepitan bebas.
Debirdemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi
tangensial. (Arif, 2000)
I. KOMPLIKASI
1. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami
sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi.
Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali
pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan
jiwa penderita.
2. Curling’s ulcer (ulkus Curling)
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada
duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan
secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita
luka bakar menunjukkan ulkus di duodenum.
3. Gangguan Jalan nafas
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi
karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan
jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan
antibiotika.
4. Konvulsi
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin,
difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.
5. Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan
6. Ganguan Kosmetik akibat jaringan parut
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Tanggal Masuk :
No.register :
Diagnosa Medik :
2. KELUHAN UTAMA/ALASAN MASUK RS
Keluhan utama yang perlu ditanyakan adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
klien berobat atau keluhan apa atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali.
(Alimut, Aziz. 2004)
Pada kasus kegawatdaruratan akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri
pada pasien yang meliputi :
a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri apakah karna luka bakar karna kimia,
radiasi, termal atau listrik? Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan
nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam, ditekan,
ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-
katanya sendiri.
c. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di satu
titik atau bergerak?
d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10
adalah nyeri hebat
e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri itu
timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini
sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda
3. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan pernafasan apakah terdapat cilia pada saluran
pernafasan mengalami kerusakan yang disebabkan oleh asap atau inhalasi.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
ü Adanya snoring atau gurgling
ü Stridor atau suara napas tidak normal
ü Agitasi (hipoksia)
ü Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
ü Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab
obstruksi :
ü Muntahan
ü Perdarahan
ü Gigi lepas atau hilang
ü Gigi palsu
ü Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
ü Chin lift/jaw thrust
ü Lakukan suction (jika tersedia)
ü Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
ü Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan
pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah
yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
ü Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut :cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot
bantu pernafasan yanbg disebabkan karna trauma inhalasi.
ü Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
ü Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan
kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
ü Pemberian terapi oksigen
ü Bag-Valve Masker
ü Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
ü Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai
kebutuhan.
3. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara
langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
ü Menentukan ada atau tidaknya
ü Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
ü Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
ü Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
ü A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan
ü V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti
ü P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang
digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
ü U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus
verbal.
5. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki luka bakar yang mempunyai derajad luka yang tinggi, imobilisasi in-line penting
untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos
pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
ü Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
ü Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai
melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
4. PENGKAJIAN SEKUNDER
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe,
dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil.
a. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan
bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat
masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency
Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus
diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau
kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengananggota keluarga, orang terdekat, atau
orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena
akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita, seperti terbakar dalam
ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga
(Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan
hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita,
obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum
kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan
kondisi pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat digunakan
beberapa pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association, 2007):
a. have you ever felt should Cut down your drinking?
b. have people Annoyed you by criticizing your drinking?
c. G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
d. have you ever had a drink first think in the morning to steady your nerver or get rid of a
hangover (Eye-opener)
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan masalah konsumsi alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam proses
pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam setahun terakhir ini
seberapa sering pasanganmu” (Emergency Nursing Association, 2007):
a. Hurt you physically?
b. Insulted or talked down to you?
c. Threathened you with physical harm?
d. Screamed or cursed you?
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut Emergency
Nurses Association,(2007).
Komponen
Nilai normal
Keterangan
Suhu
36,5-37,5
Nadi
60-100x/menit
Respirasi
12-20x/menit
Saturasi oksigen
>95%
Tekanan darah
120/80mmHg
Berat badan
b. Pemeriksaan fisik
1) Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
melihat derajad dari luka bakar baik yang ditimbulkan oleh termal, radiasi, listrik maupun
kimia.
2) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat
cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan
menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran
dengan skor GCS.
a) Mata
periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta
bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya
kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta
diplopia
b) Hidung
periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman, luka sekitar mukosa
hidung akibat trauma inhalasi
c) Telinga
periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa
dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
d) Mulut dan faring
inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati
lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi
kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya
tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
3) Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya luka, deformitas dan selalu jaga jalan nafas
4) Toraks
a) Inspeksi
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya karna inhalasi,
penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace
maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
b) Palpasi
seluruh dinding dada untuk melihat adanya nyeri tekan dan kedalaman luka
c) Perkusi
untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
d) Auskultasi
suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)
5) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera
kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak
sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi
abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma dan adanya perdarahan internal,
adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, ecchymosis,
bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri
lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil.
Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan
DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography).
6) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil),
pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus
segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari
fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
7) Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk
memriksa adanya luka bukar dengan kedalaman derajad IV, pada saat pelapasi jangan lupa
untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,. Sindroma
kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga
membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010).
8) Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita dengan
tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim
YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, luka bakar dan kedalaman luka.
9) Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat
dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan
kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine
board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur
servikal.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/ kehilangan cairan.
b. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial/ gangguan
pompa natrium.
d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasI
f. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA
1. Airway
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap
2. Breathing
3. Circulation
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
b. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi
aliran darah arteri / vena
C. PERENCANAAN
NO DX
RENCANA
RASIONAL
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien dalam ambang normal
dengan Kriteri Hasil :
a. Turgor kulit normal
b. Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang
1. Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/tak ada bunyi.
2. Perhatikan jumlah kalori, kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka/luka tiap
minggu.
3. Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering.
4. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan membuat pilihan
makanan/ minuman tinggi kalori/protein.
5. Berikan bersihan oral sebelum makan.
6. Lakukan pemeriksaan glukosa strip jari, klinites/asetes sesuai indikasi.
7. Pasang/pertahankan makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan bila dibutuhkan.
8. Awasi pemeriksaan laboraturium, contoh albumin serum,kreatinin, transferin, nitrogen
urea urine.
9. Berikan insulin sesuai indikasi.
1. ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48
jam dimana makanan oral dapat dijumpai.
2. pedoman tepat ntuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka, persentase area
luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang
tepat dibuat.
3. membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
4. kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan,kebutuhan memenuhi
metabolik, dan meningkatkan penyembuhan.
5. mulut/palatum bersih meningkatkan rasa dan napsu makan yang baik.
6. mengawasi terjadinya hiperglikemia sehubungan dengan perubahan hormonal/kebutuhan
atau penggunaan hiperalimentasi untuk memenuhi kebutuhan kalori.
7. memberikan makanan kontinu/tambahan bila pasien tidak mampu untuk menkonsumsi
kebutuhan kalori total harian.
8. indikator kebutuhan nutrisi dan keadekuatan diet/terapi.
9. peningkatan kadar glukosa serum dapat terjadi sehungan dengan respon stres terhadap
cedera, pemasukan tinggi kalori, kelelahan pankreas
3
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_integumen
http://maelnurse.blogspot.com/2013/02/sistem-integumen-2012-2013.html
http://www.scribd.com/doc/52471266/8/KELENJAR-PADA-KULIT
http://www.docstoc.com/docs/58180799/ANATOMI-DAN-FISIOLOGI-SISTEM-
INTEGUMEN-(KULIT)
http://lifestyle-ongky816.blogspot.com/2010/10/sistem-integumen-kulit.html
http://pharzone.com/materi%20kuliah/anfis%202/kulit.pdf
0
Tambahkan komentar
3.
OCT
22
A . Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Tn. RR
Umur : 37 Tahun
Kelamin : Laki – laki
Agama : Kr. Protestan
Pendidikan : STM
Pekerjaan : TIdak ada
Alamat : Kleak lingkungan V Manado
Suku / bangsa : Minahasa / Indonesia
Tgl Masuk : 09 – 10 – 2007
Tgl pengkajian : 10 – 09 – 2007
No R.M : 2233
Diagnosa medis : Skizofrenia
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. A.R.
Umur : 56 thn
Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Kr. Protestan
Alamat : Kleak lingkungan V manado
Hubungan : Ibu kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan MRS : Ingin berobat supayah sembuh
b. Keluhan Utama
- Saat MRS : klien marah – marah, mengamuk dan melempar barang.
- Saat dikaji :
* Klien mengatakan mendengar suara / bisikan yang
menyuruhnya * latihan karate.
* Klien banyak bicara, suka tertawa dan bicara sendiri
* Klien menggerak – gerakan tangan saat bercerita.
3. Faktor Predisposisi
a. Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa, bahkan sudah empat kali masuk keluar
RS jiwa yaitu :
Perencanaan Keperawatan
No/ Diagnosa
Kriteria
Tgl Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Evaluasi
10- Resiko TUM : 1.1 Klien 1.1.1 1.1.1
09 mencederai orang Tidak terjadi dapat Bina Hubungan saling
200 lain dan tindakan mengungk hubungan percaya sebagai
7 lingkungan kekerasan yang ap kan saling percaya dasar inteaksi yang
perilaku berhubun akan mencederai perasaanya Salam terapeutik perawat
gan dengan diri sendiri, secara terapeutik dan klien.
perubahan orang lain dan verbal. Perkenalan 1.1.2
persepsi sensori : lingkungan. diri Ungkapkan
halusinasi TUK : Jelaskan perasaan klien
pendengaran. 1. tujuan kepada perawat
yang ditandai Klien dapat interaksi sebagai bukti klien
dengan membina Ciptakan mulai mempercayai
Ds : hubungan saling lingkunga perawat.
Keluarga percaya. yang tenang
mengatakan klien buat
suka marah:”, kontrak yang
melempar barang jelas
jika sakit tepat
Do : waktu.
Klien bicara cepat 1.1.2.
dan keras. Dorong dan
Saat bercerita beri
klien suka kesempatan
menggerak- klien untuk
gerakkan tangan mengungkapk
Ekspresi wajah an
serius saat perasaannya.
bercerita
Kontak mata
tajam
TUK 2: 2.1 2.1.1 2.1.1
2. Klien dapat Adakan Mengurangi waktu
Klien dapat membedak kontak yang kosong bagi klien
mengenal an hal sering dan sehingga
halusinasi. nyata dan singkat secara mengurangi
tidak bertahap, frekuensi halusinasi
nyata. 2.1.2 klien.
Observasi 2.1.3
tingkah laku Klien mungkin tidak
verbal yang mampu untuk
berhubungan mengungkapkan
dengan perasaannya, maka
halusinasi perawat dapat
- Isi bicara, memvalidasi klien
mata melotot, untuk ungkapkan
tiba-tiba rasa terbuka.
melotot, tiba- 2.1.4
tiba tetawa, Meningkatkan
2.1.3 orientasi realita
Gambarkan klien dan rasa
tingkah laku percaya diri
halusinasi
pada klien.
apa yang
klien dengar.
2.1.4
Terima hal-
hal yang
nyata bagi
klien tetapi
tidak bagi
perawat
2.2.1 2.2.1 2.2.1
Klien dapat Bersama klien Peran serta aktif
menyebutk mengidentifik klien sangat
an situasi asi situasi menentukan
yang tidak yang efektivitas tindakan
menimbulk menimbulkan perawat yang
an dan tidak dilaukan.
halusinasi : menimbulkan 2.2.2
sifat, halusinasi. Membantu klien
waktu, 2.2.2 untuk mengontrol
frekuensi. Bersama klien halusinasinya bila
menentukan factor pencetusnya
faktor telah diketahui
pencetus 2.2.3
halusinasi. Upaya untuk
2.2.3 memutus
Dorong klien halusinasi,perlu
mengungkapk dilakukan klien
an sendiri agar
perasaannya halusinasinya tidak
ketika sedang berlanjut.
berhalusinasi
3. 3.1 3.1.1 3.1.1
Klien dapat Klien dapat Mengidentifik Tindakan yang bias
mengontrol menyebutk asi bersama dilakukan klien
halusinasi an tindakan klien, merupakan upaya
4. yang bias tindakan apa memutus halusinasi.
Klien dapat dilakukan yang 3.1.2
memanfaat kan bila sedang dilakukan bila Memberikan hal
obat untuk berhalusina sedang yang positif,
mengontrol si berhalusinasi pengakuan akan
halusinasi 4.1 3.1.2 menigkatnya harga
Klien dapat Beri pujian diri
minum tehadap 4.2.1
obat secara ungkapan Meningkatkan
teratur klien tetang pengetahuan dan
sesuai tindakannya. motifasi klien untuk
aturran dan 4.2.1 melakuakan hal-hal
indikasi Diskusikan yang positif
dengan klien 4.2.2
tentang obat Memastikan klien
untuk dapat minum obat
magontrol secara teratur
halusinasi
4.2.2.
Bantu untuk
mamastikan
klien telah
minum obat
secara teratur
untk
mengontrol
halusinasi
10- Perubahan TUM : 1.1 1.1.1 1.1.1
09 persepsi sensori : Klien Klien dapat Bina Kejujuran,
200 halusinasi dapat berhubun menerima hubungan kesedihan, dan
7 pendengaran gan dengan kehadiran saling penerimaan,
berhubungan orangan lain perawat percaya, sikap meningkatkan
dengan menarik sehingga 2.1 terbuka dan kepercayaan
diri ditandai halusinasinya Klien dapat empati, terima hubungan antara
dengan : Klien dapat dicegah. menyebutk klien apa perawat klien.
mengatakan TUK : an adanya, sapa 2.1.1
mendengar suara/ 1. penyebab klien dengan Mengetahui sejauh
bisikan yang Klien dapat menarik ramah, tepat mana klien tentang
menyuruhnya membina diri. janji, jelaskan menarik diri
latihan karate hubungan saling tujuan sehingga perawat
Do : percaya dengan pertemuan, dapat merencanakan
Klien suka bicara perawat. pertahankan selanjutnya.
sendiri, tertawa 2. kontak mata.
dan senyum Klien dapat 2.1.1
sendiri klien mengenal Pengetahuan
banyak bicara perasaan yang klien tentang
menyebabkan menarik diri.
perilaku
menarik diri.
3. 3.1 3.1.1 3.1.1
Klien dapat Klien dapat Berikan Mengetahui
berhubungan menyebutk kesempatan pemahaman klien
dengan orang an cara pada klien tehadap informasi
lain secara berhubung untuk yang diberikan.
bertahan. an dengan mengungkapk 3.1.2
4. orang lain: an perasaan Membantu klien
klien - Membala penyebab dalam
mendapatkan s sapaan menarik diri. mempertahankan
dukungan dari perawat 3.1.2 hubungan Interperso
keluarga - Menatap Dorong klien nal.
mata untuk 4.1.1
- Mau menyebutkan Mengidentifikasi
berinteraks cara hambatan untuk
i berhubungan dirasakan klien
4.1. dengan orang
Klien dapat lain
memelihar 4.1.1
a hubungan Libatkan klien
dengan dalam
keluarga kegiatan tak
dan adc
diruangan
4.1.2
Disesuaikan
tentang
manfaat
berhubungan
dengan
anggota
keluarga
Tangg No
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
al Dx
11-9- Dx.I Salam terapeutik”selamat : Klien dapat meyebutkan identitas
2007 dan pagi” (tersenyum), “Nama saya R, senang dipanggil R
09.00- II meperkenalkan diri, berjabat : Bicara spontan, suara terdengar
09.50 TUK tangan, duduk berhadapan, jelas, ekspresi tampak tenang,
12-09- 1 mengingatkan konterak, senyum, mengaruk kepala.
2007 TUK ”nama saya Tino, saya : Hubungan saling percaya harus di
12.45- 2 mahasiswa Akper Bethesda tingkatkan
13.00 TUK Tomohon praktik disini : Pertemuan berikutnya 10.00
3 selama 3 hari, nama anda : Saya mendengar suara “di telinga
TUK siapa? yang menyuruh saya latihan karate.
4 Senang dipanggil apa? apakah : Kontak mata tajam, tangan digerak-
anda mempunyai masalah? gerakkan, bicara cepat dan keras.
Apa yang dipikirkan R, saya : Klien mengenal halusinasi, TUK 2
akan membantu R? tercapai.
Selamat pagi R : Pertemuan berikutnya pukul 02.00
- Mengingatkan kontrak topik, siang. topik mengontrol halusinasi
waktu dan tempat “apakah : Untuk mengontrol halusinasi ada 4
masih ingat dengan pertemuan cara-caranya yaitu :
kita tadi, sekarang akan - Mengatakan tidak mau
membicarakan apa?” - Harus menyapu dan me
- Mengevaluasi kemampuan ngepel
klien “TUK 1 apakah anda - Minta tolong perawat
masih ingat dengan saya?” - Rajin minum obat
- Membantu klien : Kontak mata ada, bicara sedikit
mengidentifikasi situasi yang pelan, sering tertawa dan tersenyum
menyebabkan halusinasinya? : TUK 3 tercapai, klien dapat
- “Apakah R mendengar suara, menyebutkan cara memutus/atau
pada saat kapan saja R mengontrol halusinasi
mendengar suara itu? apa isi : Membuat konrak baru, lanjutkan
suara itu?” intervansi lainnya.
- Mendorong klien : Klien dapat mengenali
mengungkapkan perasaan R jenis dan jumlah obat
“bagaimana perasaan R saat diminum
itu?” - Klien menyebutkan warna masing-
- Memberi pujian atas masing obat
ungkapan R saat - Klien akan minum obat teratur.
itu ”bagus R karena R : Klien memperhatikan obat yang
telah mengungkapkan dijelaskan oleh perawat
perasaan R.” - Klien menanyakan satu-persatu
- Menyimpulkan kemampuan obat yang diberikan.
klien selama interaksi”R tadi - Klien minum obat sebelum makan
mengatakan mendengar suara siang.
tersebut,itu yang namanya R : TUK 4 tercapai, klien dapat
sedang berhalusinasi.memang menyebutkan jenis nama dan guna
R dapat mendengar suara itu, obat, untuk mengontrol halusinasi
tapi hanya R yang bisa dan klien.
saya tidak mendengar suara
itu.”
- Mengakhiri petemuan :
”baiklah pertemuan kita
sampai disini”
- Mengadakan kontrak untuk
pertemuan berikutnya, topic,
waktu, dan
tempatnya ”se
bentar kita ketemu lagi ya?
jam 11.00 kita akan
membicarakan cara
mengontrol halusinasi.
- Mengingatkan kontrak
“apakah R masih ingat kita
akan membicarakan apa?”
- Mengevaluasi kemampuan
klien.
TUK 1. R, masih ingat saya?
- Membantu klien
mengidentifikasi situasi yang
menyebabkan halusinasi
“apakah R mandengar suara”?
saat sedang apa? apa isi suara
itu?”
- Memberi pujian atas
ungkapan
klien ”
bagus R, R dapat
mengungkapkan perasaan R”
- Mengakhiri pertemuan
berikutnya ,tempat,waktu,kita
ketemu lagi H? jam 12.00 kita
akan bicara cara mengontrol
halusinasinya? apakah R
setuju
Salam terapeutik :salam siang
R “nampaknya kamu baru
bangun?
- Meningatkan kontrak ”apakah
R masih ingat, sekarang kita
akan membicarakan apa.”
mengevaluasi kemampuan
- Klien pada tuk sebelumnya
“apakah R masih ingat
halusinasi R”.
- Mengkaji tindakan apa yang
sering dilakukan klien untuk
mengontrol
halusinasinya”.selama ini apa
yang R lakukan untuk
mengontrol halusinasi R.
- Mendiskusikan dengan klien
cara untuk memutuskan
halusinasi”untk mengontrol
halusinasi ada 4 cara.
Pertama : harus berani
melawan dengan mengatakan
tidak mau mendengar suara
itu
lagi. Kedua :
melakukan banyak aktivitas
(menyapu, mengepel)
Ketiga : meminta tolong.
perawat bila sedang
halusinasi. keempa
t : minum obat teratur
- Menyuruh klien mengulang
apa yang sudah didiskusikan
”coba ulangi apa yang saya
katakan”.
- Memberikan pujian atas
kemampuan
klien “R tadi sudah
menyebutkan cara untuk
memutuskan halusinasi, itu
bagus sekali, nanti R coba
lagi”.
- Mengakhiri
kontrak. ”baiklah R,
sampai ketemu lagi?”
- Mengadakan kontrak untuk
petemuan selanjutnya”.
- Salam terapeutik “selamat
siang R” mengingatkan
kontrak dan waktu.
- Mengevaluasi kemampuan
klien tetang tuk sebelumnya
”apakah R masih ingat tentang
cara mengontrol
halusinasinya”.
- Diskusikan dengan klien obat
yang diminum ”saat
ini minum obat 3 jenis, nama
obat cpz (kuning dan orange)
halloperidol (putih kecil)
terhadap (putih kecil)
diminum 3x sehari. Kegunaan
obat mengendalikan emosi,
semua obat haru diminum
secara teratur, agar suara tidak
datang lagi.
- Meminta klien untuk
mengulangi seperti apa yang
telah
didiskusikan ”coba R
sebutkan apa yang
didiskusikan tadi”.
- Memberikan
pujian “bagus, R pintar”.
- Mengakhiri kontrak “.
- Mengadakan fase terminasi
“besok ses tidak lagi disini
akan pindah ruangan”
- Menilai respon klien “,ia
mantri tapi kalau ada waktu
dating lagi ya ses”.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.R. dengan perubahan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran melalui pendekatan proses keperawatan yang dilaksanakan
mulai hari senin 10 September 2007 sampai dengan 12 September 2007 maka penulis
menyimpulkan bahwa adanya kesenjangan antara teori dan praktik keperawatan jiwa. yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan secara pribadi antara penulis dan klien dan melakukan kerja sama
antara perawat ruangan. dalam teori keperawatan jiwa pengkajian yang di lakukan kepada
klien untuk memperoleh data bukanlah hal yang mudah dilakukan karena memerlukan waktu
yang cukup panjang. setelah penulis melakukan pengkajian kepada klien Tn. R. di mana A
RSU Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang manado, maka penulis menyatakan bahwa pengkajian
yang dilakukan ternyata tidak memakan waktu yang lama dan tergolong mudah, hal ini
disebabkan oleh kerena klien sudah sering masuk keluar rumah sakit, dan klien ini sudah
lama mendapat perawatan sehingga untuk berinteraksi dengan klien dapat dilakukan dengan
mudah.
2. Diagnosa keperawatan
Penetapan diagnosa keperawatan memerlukan penganalisaan data yang cukup rumit, karena
bukanlah mudah untuk menimbulkan suatu diagnosa tanpa data yang akurat. Setelah penulis
menyelesaikan masalah dan kebutuhan klien diagnosa yang muncul 4 diagnosa keperawatan.
jika ditinjau lebih lagi, sebenarnya dalam teori, klien dengan diagnosa medik skizofrenia
banyak memunculkan diagnosa keperawatan tetapi setelah penulis mengkaji dan menganalisa
maka masalah yang muncul pada klien dengan skizofrenia ini, hanyalah 4 diagnosa
keperawatan.
3. Perencanaan
Perencanaan yang dibuat penulis berdasakan berbagai sumber disesuaikan dengan prioritas
masalah keperawatan. rencana perawatan yang dibuat penulis tentunya sangat diharapkan
untuk dapat dilaksanakan tetapi mengingat keterbatasan waktu, alat dan media penunjang
lainnya maka tidak semua rencana tindakan dapat di implementasikan. pada implementasi
juga penulis banyak mengalami kesulitan mengingat yang diberikan implementasi adalah
klien dengan gangguan jiwa maka penulis sangat berusaha keras untuk menggunakan ilmu
dan diri penulis agar implementasi tersebut berhasil guna.
4. Evaluasi
Penilaian keberhasilan tindakan keperwatan sangatlah penting untuk dilakukan, hal ini
merupakan hal yang sangat penting, kerena tanpa evaluasi maka apa yang dilakukan penulis
beserta respon klien tehadap tindakan keperawatan yang dilakukan tidak dapat diukur. dalam
evaluadi ini, penulis banyak mengamati respon atau prilaku klien selama 3 hari setelah
penulis memberikan inplementasi keperawatan.
Jadi secara umum penulis menyimpulkan bahwa dalam studi kasus yang penulis angkat saat
ini memberi gambaran kepada kita tentang kesenjangan antara teori dan prktik keperawatan
jiwa melalui pendekatan proses keperawatan jiwa yang telah diterapkan oleh penulis pada
klien dengan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
B. Saran
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan klien gangguan jiwa,maka sebaiknya
perawat harus lebih menigkatakan keterampilan diri untuk mengadakan pengkajian agar
nantinya data terindentifikasi benar-benar merupakan data yang sesunggunya sehuingga
dengan demikian kita dapat mengetahui masalah klien yang harus diselesaikan serta
kebutuhanklien yang harus dipenuhi.dalam menerapkan auhan keperawatan ini maka efisiensi
waktu harus juga diperhatikan karena semakin banyak perawat meluangkan waktu untuk
berinteraksi dengan klien,semakin banyak pula peluang perawat untuk mengindetifikasi
masalah yang dihadapi klien.untuk itu, sebagai seorang perawat professional haruslah giat
dan kiat dalam memanfaatkan diri perawat sebagai terapi untuk klien dengan gangguan jiwa.
Agar nantinya asuhan keperawatan jiwa yang sudah diterapkan atau pun akan diterapkan
dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya sebagai pengembangan keahlian perawat psikiatri.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI (2000) Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1, Teori dan
Tindakan keperawatan (Penerbit Dep-kes RI Jakarta)
Keliat, Budi Ana (2006) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi Dua, Penerbit, Buku
Kedokteran, ECG, Jakarta
Stuart,gail w (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Suliswati,dkk (2005) Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa,Cetakan 1, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta
Rasmun (2001) Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga
Cetakan 1, Penerbit CV. Sabung Seto, JAKARTA
Zaidin ali (2002) Buku Dasar”Keperawatan Profesional, Cetakan 1, Penerbit: Widya Medika
Jakarta.
0
Tambahkan komentar
4.
OCT
22
Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang
bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium.
Bagian superior disebut nasofaring, Pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga.
Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah bagian
inferior.
3. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm,
mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Lapisan dinding dari dalam
ke luar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler
dan lapisan oto memanjang longitudinal.
5. Pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah panjangnya
kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum samapai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-
90 gr. Terbentang pada vertebralumbalis I dan II di belakang lambung.
Hati manusia
Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat sekresi. Hal ini dikarenakan hati
membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan
menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino.
Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.
8. Usus Halus / Intestinum Minor
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejenum), usus penyerapan (illeum). Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
SIROSIS HEPATIS
A. Definisi
Sirosis hati adalah penyakit hati menurun yang difusi di tandai dengan adanya
pembentukan Jaringan ikat disertai nodul, biasanya di mulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. (suzanne C.smeltzer & Brenda G. Bare.2001)
Sirosis hati adalaha prenyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difusi dan menahun pada
hati, Diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degerenasi dan regenerasi sel hati sehingga
Timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (arif mansjoer, FKUI1999 )
B. Etiologi
Menurut FKUI 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain:
1. Malnutrisi
2. Alkohol
3. Virus hepatis
4. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
5. Zat toksik
C. Tanda dan Gejala
· Pembesaran hati nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat.
· Varises gastrointestinal distensi pembuluh darah akan membentuk varises/hemoroid
tergantung lokasinya.Adanya tekanan yang tinggi dapat menimbulkan ruptur dan perdarahan.
· Edema kosentrasi albumin plasma menurun, produksi aldosteron yang berlebihan akan
Menyebabkan retensi natrium serta air dan kalium.
· Defisiensi vitamin dan anemia karena pembentukan penggunaan dan Pentimpanan vitamin
tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A,C dan K)
D. Patofisiologi
E. Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Hipertensi portal menimbulkan varises esopagus, dimana suatu saat akan pecah.
3. sehingga timbul perdarahan yang masip.
4. Koma Hepatikum.
5. Ulkus Peptikum
6. Karsinoma hepatosellural
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fungsi hepar abnormal
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar
globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterse,
serta peninggian SGOT dan SGPT.
- Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin)
- Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)
- Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT dan AST (akibat dari destruksi jaringan)
- PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protrombin dan faktor pembekuan)
Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaanq serum dan pemeriksaan radiologis
tak dapat menyimpulkan Ultrasound, skan CT atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran
hepar, derajat obstruksi dan aliran darah hepatik.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut.
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak.
Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati
seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti
telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG),
pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus,
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan,
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan
endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
H. Pemeriksaan fisik
· INSPEKSI
1. Area Tangan
Turgor kulit
ü Telapak Tangan ( Halus/kasar ( jika kasar indikasi gangguan hepar )
ü Kuku ( normal = putih , kuning = terjadi gangguan di hepar )
ü Shap Diamond untuk mengetahui clubbing fingger
2. Wajah
ü Sklera pada mata ( normal = putih )
ü Mulut ( melihat membran mukosa mulut , adanya stomatitis )
3. Abdomen
ü Memeriksa hernia dengan disuruh batuk ( jika ada benjolan maka indikasi ada hernia )
ü Lihat bentuk perut (simetris/asimetris)
· AUSKULTASI
1. Bising usus ke 4 kuadran dalam semenit terdapat 5-20 suara bising usus
· PERKUSI
1. Untuk mengetahui isi dalam rongga perut terdapat bunyi dullnes terdengar dibagian lien .
bunyi paru resonan di midklavikula ics 1-5 . normal jarak 6-12 cm padaorang dewasa
· PALPASI
Ada 2 ringan dan lepas
Palpasi ringan kedalaman 1 cm , sambil melihat ekspresi wajah klien
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA KRONIK
PENGKAJIAN
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda : letargi. Penurunan massa otot/tonus
SIRKULASI
Gejala : perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal
hati). Disritmia, vena abdomen distensi
ELIMINASI
Gejala : flatus
Tanda : distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites). Penurunan/tak adanya bising
usus. Feses warna tanah liat, melena. Urine gelap, pekat.
MAKANAN / CAIRAN
Gejala : anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna. Mual/muntah.
Tanda : penurunan berat badan / peningkatan (cairan). Edema umum pada jaringan. Kulit
kering, turgor buruk. Ikterik. Perdarahan gusi.
NEUROSENSORI
Gejala : orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : perubahan mental, bingung halusinasi, koma. Bicara lambat/tak jelas. Asterik
(ensefalofati hepatik).
NYERI / KENYAMANAN
Gejala : nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas. Pruritus. Neuritis perifer.
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi. Fokus pada diri sendiri.
PERNAPASAN
Gejala : dipsnea.
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan. Ekspansi paru terbatas (asites).
Hipoksia.
KEAMANAN
Gejala : pruritus.
Tanda : demam (lebih umum pada sirosis alkoholik). Ikterik, ekimosis, petekie. Eritema palmar.
SEKSUALITAS
Gejala : gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).
PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala : riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin; perdarahan GI atas; episode
perdarahan varises esofageal; penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DATA FOKUS
Nama klien : Tn. A / 45 tahun
No. Kamar/Ruang : Internis
Tanggal : 21 Januari 2009
A. Data Subjektif
– Klien mengatakan selama 1 bulan terakhir, kakinya suka bengkak
– Klien mengatakan perutnya semakin membesar seperti orang hamil 5 bulan
– Klien mengatakan punya riwayat darah tinggi selama 6 tahun terakhir
– Klien mengatakan suka minum alkohol
– Klien mengatakanwrna air seninya seperti teh
B. Data Objektif
– TD : 160 /120 mmhg
– HR : 80x / menit
– RR : 20x /menit
– Suhu : 37,3 C
– Klien terdapat spider nephie disekitar bahu leher
– Dada abdomen klien terlihat ascites
– Klien terlihat palpasi shifting dullness (+)
– Sclera dan kulit klien terlihat ikterik
– Tungkai klien tampak edema (+++)
– Karakteristik feses : bentuk cair, warna hitam, bau busuk
– Cairan muntah klien berwarna merah kehitaman
– Hasil labolatorium : HbSAg SGOT = 140 u/l, SGPT = 207 u/l, alkali pospatase = 112,
albumin = 2,5, Hb = 8
– Hasil USG : Abdomen sirosis hapatis, endoskopi : farises esofagus
DIAGNOSA 1
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan, mual, muntah
Mandiri
1. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan / defisiensi.
2. Timbang berat badan. Bandingkan perubahan status cairan. Riwayat berat badan. Ukuran
kulit trisep.
Rasional : mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status
nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji
perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan.
3. Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan bila
pasien mudah leleah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan
makanan yang disukai.
Rasional : diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila
keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.
4. Dorong pasien untuk makan semua makanan / makanan tambahan
Rasional : pasien mungkin mencungkil atau hanya makan sedikit gigitan karena kehilangan
minat pada makanan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise.
5. Berikan makan sedikit dan sering.
Rasional : buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra abdomen/asites.
6. Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu dan terlalu panas
atau terlalu dingin.
Rasional : membantu dalam menurunkan iritasi gaster/diare dan ketidaknyamanan abdomen
yang dapat mengganggu pemasukan oral/pencernaan.
7. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional : perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan laboratorium. Contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia.
Rasional : glukosa menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau
masukan tak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme, penurunan sintesis
hepatik, atau kehilangan ke rongga peritoneal (asites). Peningkatan kadar amonia perlu
pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
2. Pertahankan status puasa bila diindikasikan.
Rasional : pada awalnya, pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada hati
dan produksi amonia/urea GI.
3. Berikan makanan dengan selang, hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi.
Rasional : mungkin diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan nutrien bila pasien
terlalu mual atau anoreksia untuk makan atau varises esofagus mempengaruhi masukan oral.
4. Berikan obat sesuai indikasi, contoh :
Tambahan vitamin, tiamin, besi, asam folat.
Rasional : pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati
yang rusak tak dapat menyimpan vitamin A, B komplek, D dan K. Juga dapat terjadi
kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia.
5. Enzim pencernaan, contoh pankreatin (Viokase)
Rasional : meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan streatorea/diare.
6. Antiemetik, contoh trimetobenzamid (Tigan)
Rasional : digunakan dengan hati-hati untuk menurunkan mual/muntah dan meningkatkan
masukan oral.
DIAGNOSA 2
Perubahan kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Mandiri
1. Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi
pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
Rasional : menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan
respons terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering menunjukkan
retensi cairan lanjut.
2. Awasi TD dan CVP. Catat JVD/distensi vena.
Rasional : peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi
mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular
eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.
3. Ukur lingkar abdomen
Rasional : menunjukkan akumulasi cairan (asites) di akibatkan oleh kehilangan protein
plasma/cairan kedalam area peritoneal.
4. Dorong untuk tirah baring bila ada asites
Rasional : dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
5. Berikan perawatan mulut sering; kadang-kadang beri es batu (kalau puasa).
Rasional : menurunkan rasa haus.
Kolaborasi
1. Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium)
Rasional : penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma,
mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan
ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan diuretik (untuk menurunkan air total tubuh) dapat
menyebabkan berbagai perpindahan/ketidakseimbangan elektrolit.
2. Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi
Rasional : natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/mencegah pengenceran
hiponatremia.
3. Berikan albumin bebas garam/plasma ekpander sesuai indikasi
Rasional: albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam
kompartemen vaskuler (pengumpulan cairan dalam area vaskuler), sehingga meningkatkan
volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
4. Berikan obat sesuai indikasi :
Diuretik, contoh spironolakton (Aldakton); furosemid (Lasix).
Rasional : digunakan dengan perhatian untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek
aldosteron, meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif
dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi.
5. Kalium
Rasional : kalium serum dan seluler biasanya menurun karena penyakit hati sesuai dengan
kehilangan urine.
DIAGNOSA 3
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik dan akumulasi garam empedu pada kulit
Mandiri
1. Lihat permukaan kulit/titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang
tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak; batasi penggunaan sabun untuk mandi
Rasional : edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus.
Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat.
2. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi/tempat tidur; bantu dengan latihan rentang
gerak aktif/pasif
Rasional : pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki
sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi.
3. Tinggikan ekstremitas bawah
Rasional : meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas
4. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
Rasional : kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan risiko kerusakan kulit
5. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi
Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dari garam empedu
6. Berikan losion kalamin, berikan mandi soda kue. Berikan kolestiramin (Questran)bila
diindikasikan.
Rasional : mungkin menghentikan gatal sehubungan dengan ikterik, garam empedu pada kulit.
DIAGNOSA 4
Risiko tinggi terhadap pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
dan asites
Mandiri
1. Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan.
Rasional : pernapasan dangkal cepat/dipsnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan/atau
akumulasi cairan dalam abdomen
2. Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronki
Rasional : menunjukkan terjadinya komplikasi (contoh adanya bunyi tambahan menunjukkan
akumulasi cairan/sekresi; tak ada/menurunkan bunyi atelektasis) meningkatkan risiko infeksi.
3. Selidiki perubahan tingkat kesadaran
Rasional : perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan, yang sering
disertai koma hepatik.
4. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.
Rasional : memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan
meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
5. Ubah posisi dengan sering; dorong napas dalam, latihan dan batuk
Rasional : membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
6. Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan warna/karakter
sputum
Rasional : menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.
Kolaborasi
1. Awasi seri GDA, nadi oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada
Rasional : menyatakan perubahan status pernapasan, terjadinya komplikasi paru.
2. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi
Rasional : mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi tidak
adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
3. Bantu dengan alat-alat pernapasan, contoh spirometri insentif, tiupan botol.
Rasional : menurunkan insiden atelektasis. Meningkatkan mobilitas sekret.
4. Siapkan untuk/bantu untuk prosedur, contoh :
Parasentesis;
Rasional : kadang-kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila keadaan pernapasan
tidak membaik dengan tindakan lain.
Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit hati menurun yang difusi di tandai dengan adanya
pembentukan Jaringan ikat disertai nodul, biasanya di mulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. (suzanne C.smeltzer & Brenda G. Bare.2001)
Sirosis hati adalaha prenyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difusi dan menahun pada
hati, Diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degerenasi dan regenerasi sel hati sehingga
Timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (arif mansjoer, FKUI1999).
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2010). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan
keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (2006). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2012). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Http://lolapitriyani.wordpress.com/2014/03/15/makalah-cirrohiss-hepatis-atau-sirosis-hati/
0
Tambahkan komentar
2.
OCT
21
b. Inflamasi.
Inflamasi merupakan respon tubuhterhadap sel yang rusak, repon ini ditandai dengan adanya
kemerahan, nyeri, panas, bengkak. Tujuan inflamasi adalah untuk membatasi invasi oleh
mikroba agar tidak menyebar lebih luas lagi, serta memperbaiki jaringan atau sel yang telah
rusak oleh mikroba. Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan permeabilitas vaskular
terjadi pada setiap inflamsi akut. Adanya vasodilatasi menyebabkan kemerahan pada daerah
yang terjadi inflamasi, sedangkan permebilitas vaskuler menyebabkan keluarnya cairan yang
plasma sehingga menyebabkan edema (bengkak). Vasodilatasi dan permebilitas vaskuler
disebabkan oleh mediator-mediator kimia yaitu prostaglandin, bradikinin, histamin dan
Interluikin.
c. Substansi antimikroba.
Substansi mikroba yang dimaksud adalah komplemen. Sistem komplemen merupakan sistem
yang penting dalam innate immunity karena fungsinya sebagai opsonisator untuk
meningkatkan fagositosis sel fagosit dan kemoatrtaktor untuk menarik sel-sel radang yang
menyebabkan inflamasi. Komplemen juga bisa melisiskan bakteri secara langsung dengan
membentuk sebuah 'hole' sehingga isi bakteri akan keluar (lisis). Komplemen yang ada di
darah harus diaktifkan sebelum dapat berperan dalam innate immunity. Ada 3 jalur
pengaktifan komplemen yaitu jalur klasik, jalur lektin dan jalur alternatif. Pengaktifan
komplemen jalur klasik membutuhkan intervensi antibodi dalam pengaktifannya, sedangkan
jalur lektin dan jalur alternatif tidak membutuhkan antibadi untuk pengektifannya. Perbedaan
antara Jalur lektin dan jalur alternatif adalah dalam hal stimulator aktifnya jalur ini. Pada jalur
lektin, stimulatornya adalah MBL (Manose Binding lectin) suatu zat yang ada pada didnding
mikroba/bakteri. Sistem komplemen, semua jalur pengaktifannya akan menghasilkan produk
pecahan molekul kecil dan pecahan molekul besar. Produk molekul kecil ini akan beredar ke
darah dan produk yang besar akan berikatan pada reseptornya. Jalur-jalur ini memecah C3
menjadi C3a (pecahan kecil) dan c3b (pecahan besar). C3a (suatu anafilaktor) akan beredar
ke darah. C3b mampu mengopsonisasi bakteri agar dapat dengan mudah difagosit oleh
makrofag. Jika semua molekul komplemen C3b, C5b C6, C7, C8 dan C9 berikatan dengan
sempurna, maka akan dapat melisiskan bakteri.
Komponen lain yang berperan sebagai innate immunity :
Sel mast
Sel mast adalah tipe sel imun turunan yang berdiam di antara jaringan dan di
membran mucus, dan sel mast sangat berhubungan dengan bertahan melawan patogen,
menyembuhkan luka, dan juga berkaitan dengan alergi dan anafilaksis. Ketika diaktivasi, sel
mast secara cepat melepaskan granula terkarakterisasi, kaya histamin dan heparin, bersama
dengan berbagai mediator hormonal, dan kemokin, atau kemotaktik sitokin ke lingkungan.
Histamin memperbesar pembuluh darah, menyebabkan munculnya gejala inflamasi, dan
mengambil neutrofil dan makrofaga.
Basofil dan Eosinofil
Basofil dan eosinofil adalah sel yang berkaitan dengan neutrofil. Ketika diaktivasi
oleh serangan patogen, basofil melepaskan histamine yang penting untuk pertahanan
melawan parasit, dan memainkan peran dalam reaksi alergi (seperti asma). Setelah diaktivasi,
eosinofil melepaskan protein yang sangat beracun dan radikal bebas yang sangat efektif
dalam membunuh bakteri dan parasit, namun juga bertanggung jawab dalam
kerusakan jaringan selama reaksi alergi berlangsung. Aktivasi dan pelepasan racun oleh
eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran jaringan yang tidak diperlukan.
Sel pembunuh alami
Sel pembunuh alami adalah komponen dari sistem imun turunan. Sel pembunuh alami
menyerang sel yang terinfeksi oleh mikroba, namun tidak menyerang mikroba tersebut. Sel
pembunuh menyerang dan menghancurkan sel tumor, sel yang terinfeksi virus, dan
sebagainya dengan proses yang disebut dengan “missing-self”. Istilah ini muncul karena
rendahnya jumlah penanda (marker) permukaan sel yang disebut MHC I (major
histocompatibility complex), suatu keadaan yang muncul ketika terjadi infeksi. Mereka
dinamai sel pembunuh alami karena mereka bergerak tanpa membutuhkan aktivasi.
Kesimpulan
1. Kekebalan bawaan atau innate imunity merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang
paling pertama sehingga tubuh tidak terkena atau terlindungi dari berbagai mikroba pathogen.
Tetapi sistem pertahanan ini belum bisa mengenali mikroba patogen secara spesifik atau
masih bersifat umum untuk semua jenis mikroba.
2. Kekebalan bawaan di bagi menjadi dua langkah pertama pertahanan pertama meliputi secara
fisik, kimia dan flora normal yang ada di dalam tubuh. Pertahanan kedua meliputi fagosit,
inflamasi demam dan substansi antimikroba.
3. Komponen lain yang berperan sebagai kekebalan bawaan adalah sel mast, Basofil dan
Eosinofil serta sel pembunuh alamiah.
Adaptive Immune defenses
Respon Imun Spesifik
1.Imunitas yang diperantarai oleh AB turunan limfosit B
2.Imunitas yang diperantarai oleh sel limfosit T
Limfosit BAntibodi berdasarkan aktifitas biologis, dibagi :
1.Imunoglobulin –M, Ig MReseptor permukaan sel B, tempat antigen melekat
2.IgG, dihasilkan >> jika tubuh terpajan ulang antigen samaIgG & IgM Bakteri dan beberapa
jenis virus
3.IgE, untuk respons alergi seperti asma, biduran.
4.IgA, dalam seleksi sistem pencernaan, pernafasan, genitourinaria, air susu dan air mata.
5.IgD, dipermukaan sel B, fungsi belum jelas.
Lymphocytes originate as stem cells in the bone marrow. Some migrate to the Thymus&
develop into T-cells;others remain in the Bone marrow & develop into B-cells. Both B-& T-
cells then migrate to lymphoid tissue.
Setiap antigen merangsang klon limfosit B yang berbeda untuk menghasilkan antibodi
Imunitas aktif: Pembentukan antibodi akibat pajanan ke suatu antigen
Imunitas pasif: Imunitas yang diperoleh segera setelah menerima antibodi yang sudah
dikenal,Limfosit TSel T diaktifkan oleh antigen asing hanya apabila antigen tersebut
membawa identitas individu yang bersangkutan.
Gambar 1: Sumsum tulang yang mengisi rongga tulang
Ada dua jenis limposit yang penting yaitu sel B yang tumbuh dan matang dalam
sumsum tulang dan sel T yang diproduksi dalam sumsum tulang dan matang dalam kelenjar
thimus. Sel B memproduksi antibodi yang bersirkulasi dalam saluran darah dan limfe dan
antibodi tersebut akan menempel pada antigen asing yang memberi tanda (mengkodenya)
supaya dapat dihancurkan oleh sel imun. Sel B adalah bagian dari jenis sel yang disebut
“antibody-mediated” atau imunitas humoral, disebut demikian karena antibodi tersebut
bersirkulasi dalam darah dan limfe.
Antibodi
Antibodi yang diproduksi oleh sel B adalah penanda dasar pada daerah khusus yang
spesifik untuk antigen target. Dengan melalui proses kimia atau sel tertentu, sel imun
memilih sasaran antigen yang dapat dihancurkannya. Dalam hal ini antibodi yang berbeda
memilih antigen yang sesuai dengannya untuk dihancurkannya. Bilamana antibodi berikatan
dengan antigen, maka akan mengaktifkan aliran 9 protein yang disebut “complement” yang
biasanya bersirkulasi secara non-aktif didalam darah. Komplemen tersebut merupakan
“partner” dari antibodi, dimana sekali mereka bereaksi dengan antigen, langsung menolong
untuk menghancurkan antigen asing tersebut dan mengeluarkan dari tubuh, disamping itu tipe
lain dari antibodi juga dapat mencegah masuknya virus kedalam sel.
Sel T
Sel T mempunyai dua peranaan penting dalam sistem kekebalan. Regulator sel T
adalah sel yang merancang respon sistem kerja sama diantara beberapa beberapa tipe sel
imun. Helper sel T yang disebut juga “CD4 positif T cells” (CD4+ T cells) mempeeringatkan
sel B untuk mulai membentuk antibodi. CD4+ sel T juga dapat mengaktifkan sel T dan
sistem imun yang disebut sel makrofag yang mempengaruhi sel B untuk menentukan antibodi
yang diproduksi. Sel T tertentu yang disebut “CD8 positif T cells” (CD8+ T cells), dapat
menjadi sel pembunuh sel asing dengan menyerang dan menghancurkan sel yang
menginfeksi tersebut. Pembunuh sel T (T cells killer) juga disebut “cytotoxic T cells” atau
CTLs (Cytotoxic lymphocytes).
Antigen asing yang masuk dalam tubuh dipagosit oleh sel makrofag, kemudian
diproses dan terbentuk fragmen antigen yang akan berkombinasi dengan protein klas IIMHC
pada permukaan sel makrofag. Antigen-protein kombinasi tersebut mempengaruhi helper sel
T untuk menjadi aktif. Reseptor yang bersikulasi dalam darah akan mempengaruhi sitotoksik
sel T mengaktifkan sitotoksik sel T sehingga sitotoksik sel T menyerang sel yang terinfeksi
tersebut dan menghancurkannya.
Gambar 4. Proses antibodi bekerja untuk melawan antigen
Sel B digunakan sebagai salah satu reseptor untuk mengikat antigen dengan jalan
memfagositosis dan memprosesnya. Kemudian sel B meperlihatkan fragmen antigen tersebut
yang terikat oleh protein klas II MHC pada permukaannya. Bentuk ikatan tersebut kemudian
mengikat sel T helper yang aktif. Proses pengikatan tersebut menstimuli terjadinya
transformasi dari sel B menjadi sel plasma yang akan mengekskresi antibodi.
Gambar 5. Proses pembentukakn sel plasma untuk memproduksi antibodi
Antibodi
Setelah antigen masuk dalam tubuh, maka helper sel T memberi peringatan pada sel B
untuk bertransformasi menjadi plasma sel yang akan mensintesis molekul antibodi atau
imunoglobulin yang dapat bereaksi terhadap antigen. Imunoglobulin adalah kelompok
molekul yang erat hubungannya dengan glikoprotein yang terdiri dari 82-96% protein dan 4-
18% karbohidrat. Pada dasarnya molekul imunoglobulin mempunyai bentuk ikatan 4 rantai
yang terdiri dari dua rantai kembar yang kuat (H=heavy) dan dua rantai kembar yang lemah
(L=light), dimana kedua bentuk rantai tersebut dihubungkan dengan molekul disulfida (S2).
Didalam rantai ikatan disulfida tersebut bertanggung jawab terhadap formasi dua jalur ganda
yang menguatkan antibodi yang juga merupakan ciri khas dari molekul antibodi tersebut.
Pada ujung terminal amina dan rantai H dan L terciri dengan sifat yang berubah-ubah
(variasi) dari komposisi asam aminonya, sehingga disebut VH (variasi heavy) dan VL (variasi
light). Bagian yang tetap atau konstant © dari rantai L disebut sebagai C L, sedangkan dari
rantai H disebut CH, sedangkan CH sendiri dibagi menjadi sub unit: CH1, CH2, dan CH3. Fungsi
dan daerah yang bervariasi tersebut (V) adalah terlihat dan berperan dalam pengikatan
antigen. Sedangkan pada daerah C adalah berperan untuk menguatkan ikatan dalam molekul
dan daerah C ini terlibat dalam proses sistem biologik sehingga disebut fungsi efektor seperti:
“complement binding” (ikatan komplemen, pasase plasenta dan berikatan dengan membran
sel).
Gambar 6. bentuk monomer dari imunoglobulin
Imunoglobulin dan imunitas humoral
Segmen
gen C dari rantai H dan L dikode sebagai daerah konstant. Sembilan imunoglobulin dari
isotop rantai H ditemukan pada manusia adalah: IgM, IgD, IgE, IgG (dengan subklas: IgG1,
IgG2, IgG3, IgG4) dan IgA (dengan subklas: IgA1 dan IgA2). Segmen gen C H diidentifikasi
sebagai klas/subklas rantai H, sedangkan VH, D dan JH diidentifikasi sebagai antigen bagian
dari molekul imunoglobulin. Dalam proses kematangan sel B progeni (muda), menjadi sel B
matang, rantai exon H dibentuk oleh VH, D dan JH yang berintegrasi (rekombinan gen
VHDJH), diikuti penyambungan lokus gen CH- tertentu. Kemudian ditranskrip ke mRNA
(messenger RNA) dan diterjemahkan sebagai molekul rantai imunoglobulin H. Gen
CH terdekat dengan lokus JH, gen Cμ (IgM), adalah isotop pertama yang dekspresikan.
Gambar 7. Bentuk genetik rantai H dan rantai L dalam imunoglobulin
A. Darah
B. Sistem imun
Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau menghilangkan benda asing atau
sel abnormal yang berpotensi merugikan.
Sistem imun yang terpisah tetapi saling bergantung yaitu sistem imun bawaan atau di
dapat. Respon kedua sistem ini berbeda dalam waktu dan dalam selektivitas mekanisme
pertahanannya.
1. Innate immune defenses
Komponen–komponen sistem imun bawaan selalu berada dalam keadaan siaga,
2. Adaptive immune defences
3. Efector response of the immune system
4. Pemeriksaan-pemeriksaan diagnostik sistem imun dan hematologi
Untuk memastikan diagnosis harus ditunjang dengan pemeriksaan labolatorium dan
pemeriksaan spesifik. Pemeriksan yang dapat dilakukan ialah :
a. Pemeriksaan darah rutin feses dan kemih, serta kimia darah
b. Pemeriksaan sediaan apus basah seperti pemeriksaan terhadap hiva ( dengan KOH 10% )
trikomonas ( NaCI 0,9% )
c. Periksaan sekret/ bahan-bahan dari kulit dengan pewarnaan kusus, seperti gram ( untuk
bakteri ), Ziehl Nielsen untuk hasil tahan asam, gentian violet untuk virus, microscop
lapangan gelap untuk spiroketa, pemeriksaan cairan gelembung( untuk menghitung
eosinofil ) dan pemriksaan sel tzanck.
d. Pemeriksaan serologik untuk sefilis, frambusia.
e. Pemeriksaan dengan sinar wood terhadap infeksi jamur kulit.
f. Pemeriksaan terhadap alergi: uji gores, tetes, tempel, tusuk, dan uji suntik\
g. Pemeriksaan Lab yang berhubungan dengan hematologi adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Hemaglobin, Jumlah Leokosit, Eritrosit, Trombosit, Hemaorit, Retikulosit,
Fibrinogen, Gol. Darah dan Rh-faktor.
2) Pemeriksaan Lab yang berhubungan dengan imunolgi adalah sebagai berikut :
Widal, ASTO, Rheumatoid, C-Reactive Protein, Seramoeba, V.D.R.L, T.P.H.A, R.P.R, Anti-
HIV, HbsAG, Anti-HbeAG, Anti-HBc totall, IgM Anti-HBc dan IgM Anti-HAV.
5. Pengkajian keperawatan sistem imun
6. Perencanaan keperawatan sistem imun
7. Penatalaksanaan asuhan keperawatan sistem imun
8. Klasifikasi kasus dan prioritas masalah sistem imun dengan gangguan :
a) Penyakit autoimun SLE ( Systemik Lupus Erythematosus)
Lupus Eritematosus merupakan gangguan inflamatorik kronis pada jaringan ikat dan
muncul pada dua bentuk, yaitu lupus eritematosus diskoid, yang hanya menyerang kulit dan
lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythemaosus/ SLE), yang menyerang sistem
organ multiple ( termasuk kulit) dan bisa berakibat fatal. Seperti artritis reumatoid, SLE
ditandai dengan remisi dan eksaserbasi yang muncul berulang-ulang dan paling sering terjadi
selama musim semi dan musim panas. Serangannya bisa akut atau tersembunyi dan tidak
menunjukkan pola klinis yang khas. SLE menyerang wanita 8 kali lebih sering daripada pria
dan meningkat sampai 15 kali pada wanita yang sedang mengandung. SLE muncul diseluruh
dunia, tetapi prevalensinya paling tinggi adalah pada orang Asia dan orang kulit hitam.
Dengan deteksi dan penanganan dini, prognosisnya membaik namun masih buruk pada
pasien yang mengalami komplikasi kardiovaskular, renal atau neurologis atau infeksi bakteri
parah.
Ø Penyebab
· Tidak diketahui
Ø Faktor predisposisi
· Metabolisme estrogen abnormal
· Obat, misalnya procainamide, hydralazine dan antikonvulsan
· Paparan sinar matahari atau sinar ultraviolet
· Imunisasi
· Kehamilan
· Infeksi streptokokus atau virus
· Stres
Ø Tanda dan Gejala
· American Rhaumatism Association telah mengeluarkan daftar kriteria klasifikasi SLE.
Biasanya empat tanda atau lebih dari tanda-tanda berikut ini muncul beberapa kali selama
rangkaian penyakit :
§ Ruam malar atau diskoid
§ Fotosensitivitas
§ Ulserasi oral atau nasofaringeal
§ Artritis nonerosif ( di dua sendi periferal atau lebih)
§ Pleuritis atau perikarditis
§ Proteinurea yang sangat banyak (lebih dari 0,5/hari atau struktur silinder selular yang
berlebihan dalam urin.
§ Sawan atau psikosis
§ Anemia hemolitik, leukopenia, limfopenia, atau trombositopenia
§ Uji anti-double-stranded deoxyribonucleic acid (anti-DNA) atau antibodi antiSmith atau
temuan positif dalam antibodi antifosfolipid (kenaikan antibody imunoglobulin IgE atau IgM,
uji positif untuk antikoagulan lupus, atau uji serologi false-positive untuk sifilis)
§ Titer antibodi antinuklear abnormal
Ø Uji Diagnostik
· Uji khusus untuk SLE meliputi antibodi antinuklear (ANA), anti-DNA, dan uji sel lupus
eritematosus (LE), yang menghasilkan temuan positif pada sebagian besar penderita SLE
aktif, tetapi hanya berguna sebatas untuk mendiagnosis penyakit. ANA merupakan uji sensitif
namun tidak khusus untuk SLE, anti-DNA merupakan untuk uji khusus untuk SLE, namun
tidak sensitif, dan uji LE bukanlah uji yang sensitif maupun khusus untuk SLE.
· Perbedaan jumlah sel darah lengkap bisa menunjukkan anemia dan berkurangnya sel darah
putih
· Jumlah keping darah bisa turun
· Tingkat sedimentasi eritrosit bisa naik
· elektroforensis serum bisa menunjukkan hipergamaglobulinemia
· Studi urine bisa menunjukkan sel darah merah dan WBC, struktur silinder dan sedimen
urin, dan protein yang hilang secara signifikan (lebih dari 0,5 g/24 jam).
· Studi darah memeperlihatkan turunnya kadar komplemen serum (C3 dan C4), yang
mengindikasikan penyakit aktif.
· Sinar-X dada bisa menunjukkan pleurisy atau lupus pneumonitis
· Elektrokardiografi bisa menunjukkan kelainan konduksi yang disertai keterlibatan kardiak
atau perikarditis
· Biopsi ginjal menentukan stadium penyakit dan perluasan keterlibatan ginjal
· Beberapa pasien menunjukkan hasil positif pada uji antikoagulan lupus dan pada uji anti
kardiolipin. Pasien tersebut cenderung mudah menderita sindrom antifosfolipid (trombosis,
aborsi dan trombisitopenia)
Ø Penanganan
· Penderita penyakit ringan membutuhkan sedikit medikasi atau tidak sama sekali
· Obat anti-imfalamatorik nonsteroidal, termasuk aspirin, mengontrol gejala artritis di banyak
pasien
· Lesi kulit memerlukan pengobatan topikal. Krim kortikosteroid, misalnya hidrokortison
atau tiamcinolone, direkomendasikan untuk lesi akut.
Ø Prioritas Masalah
Diagnosa Keperawatan menurut carpenito,2006, anatara lain :
· Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perjalanan penyakit yang tidak dapat
diperkirakan
· Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan perjalanan penyakit yang tidak dapat
diperkirakan dan perubahan penampilan
· Resiko isolasi sosial yang berhubungan dengan keadaa yang memalukan dan respon orang
lain terhadap penampilan
· Risiko gangguan konsep diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencapai
tugas perkembangan sekunder akibat kondisi cacat dan perubahan penampilan
· Risiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan kulit sekunder akibat
proses penyakit
· Keletihan yang berhubungan dengan penurunan mobilitas dan efek inflamasi kronis
· Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan
ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, istirahat versus kebutuhan aktivitas, terapi
farmakologis, tanda dan gejala komplikasi, faktor risiko dan sumber komunitas.
b) AIDS
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrom) adalah kumpulan dari beberapa gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA yaitu virus yang
menggunakan RNA sebagai molekul pembawa infromasi genetik. Virus ini pertama kali
ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada seorang pasien
Limfadenopati.
A. Anatomi
B. Etiologi
HIV ditularkan melalui empat cara :
1. Hubungan seks tanpa perlindungan (penggunaan kondom) dengan orang yang sudah
terinfeksi.
2. Melalui darah yang sudah terinfeksi (transfuse darah tanpa screnning )
3. Penggunaan jarum suntik narkoba, tindik dan tato yang tidak steril/bergantian.
4. Melalui ibu hamil pada bayi yang dikandungnya.
HIV tidak menular melalui :
1. Gigitan nyamuk atau serangga.
2. Bersalaman dan berpelukan.
3. Batuk ataupun bersin.
4. Memakai fasilitas umum seperti toilet dan kolam renang.
5. Berbagi makanan atau menggunakan alat makan bersama. Semua kegiatan aman selama
tidak ada sarana perpindahan cairan tubuh dan darah.
C. Patofisiologi
Sal T dan makrofag serta dendritik/langerhans(sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi
oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. HIV menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD$, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi
respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dal sel yang terinfeksi.
Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun selulur makin lemah secara progresif.
Fase-fase HIV dalam tubuh manusia:
1. Fase Pertama (Window Period/Mulai tertular HIV atau periode jendela)
HIV masuk dalam tubuh manusia – tidak ada tanda-tanda khusus, orang yang tertular HIV
tetap tampak sehat dan merasa sehat seperti orang lain yang tidak tertular HIV – periode
jendela adalah masa antara masuknya HIV kedalam tubuh manusia sampai terbentuknya
antibody (penangkal penyakit) terhadap HIV dalam darah. Periode ini biasanya antara 8-12
minggu – bila dilakukan test darah untuk HIV hasilnya mungkin negatif karena antibody
terhadap HIV belum terdeteksi dalam darah – meskipun tanpa gejala sudah dapat menularkan
HIV kepada orang lain.
2. Fase Kedua (HIV positif tanpa gejala, umumnya selama 3-10 tahun, tergantung stamina
tubuh)
HIV berkembang biak dalam tubuh – tidak ada tanda-tanda khusus, orang tertular HIV tetap
tampak sehat dan merasa sehat – bila dilakukan test darah untuk HIV antibody sudah
terdeteksi karena telah terbentuk antibody terhadap HIV dalam darah atau disebut HIV
positif.
3. Fase Ketiga (Muncul gejala)
System kekebalan tubuh munurun – mulai muncul gejala-gejala penyakit akibat terinfeksi
HIV, contoh pembengkakan kelenjar getahbening pada seluruh tubuh, flu, diare terus-
menerus, dan lain-lain.
4. Fase Keempat (AIDS)
System kekebalan tubuh sangat melemah – mulai muncul gejala-gejala infeksi oportunistik.
D. Tanda dan Gejala
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan dari berat awal.
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
4. Penurunan kesadaran dan gangguan sistem saraf.
5. Penurunan daya ingat.
6. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
7. Infeksi kulit pada daerah kelamin.
8. Sariawan pada saluran pencernaan dan terdapatnya lapisan putih pada lidah.
9. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
10. Pembengkakan kelenjar leher atau ketiak.
Orang-orang yang beresiko terinfeksi HIV :
1. PSK (wanita pekerja seks atau pria pekerja seks).
2. Pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik secara bergantian.
3. Waria.
4. Gay atau pasangan-pasangan homo seksual.
5. Orang yang suka berganti-ganti pasangan seksual.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mengetahui derajat penurunan imunitas dan evolusi infeksi HIV digunakan test yang
sesuai :
1. Hitung limfosit total
2. Hitung CD4 dan / atau presentasinya
Untuk menilai infeksi yang akan timbul dapat dilakukan :
1. Serologi : toksoplasmosis, hepatitis, herpes simpleks, infeksi cytomegalovirus.
2. Tes tuberkulin
3. Pemeriksaan darah tepi lengkap, laju endap darah
4. Tes fungsi hari
5. Rontgen dada
Nilai dari tes tuberkulin sangat terbatas untuk meningkatkan diagnosis tuberkolosis, oleh
karena tingginya kejadian anergia pada orang yang terinfksi HIV. Reaktifitas mungkin masih
ada pada individu yang derajat imunitasnya masih agak tinggi, sedangkan pada individu
dengan tahapan infeksi yang lebih lanjut dan pada AIDS, reaktivitas mungkin tidak ada lagi.
Bila anda terlibat kegiatan penuh resiko dalam 6 bulan sebelum menjalani tes, anda perlu
menjalani tes lagi 6 bulan kemudian, walaupun hasil tes pertama negatif.
Sebelum anda menjalani tes, jangan lupa berbicara dengan konselor terlatih atau dokter.
Penting sekali bagi anda untuk memahami hasil tes dan langkah-langkah yang perlu anda
tempuh.
F. Komplikasi
Infeksi Oportunistik adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh organisme yang tidak
menimbulkan penyakit pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh normal.
Contoh : infeksi paru (TBC), infeksi jamur pada mulut (sariawan yang parah), kanker kulit
(Sarkoma Kaposi), dll.
G. Pencegahan
A: Anda jauhi seks, berarti anda tidak melakukan hubungan seks sama sekali.
B: Bersikap saling setia dengan pasangan.
C: Cegah dengan selalu menggunakan kondom secara benar.
D: Dilarang menggunakan narkoba.
I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat.
Gejala : mudah lelah, berkurang intoleransi terhadap aktivitas biasanya, progesis kelalahan / malaise,
perubahan pola tidur.
Tanda :
· kelamahan otot, menurunnya massa otot.
· Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung,
pernapasan.
b. Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia); perdarahan lama pada cedera (jarang
terjadi).
Tanda :
· Takikardia, perubahan TD potural.
· Menurunnya volume nadi perifer.
· Pucat atau sianosis; perpanjangan pengisisn kapiler.
c. Intergitas Ego
Gejala :
· Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan, misalnya : dukungan keluarga,
hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres spiritual.
· Mengkuatirkan penampilan: alopesia, lesi cacat, dan menurunnya berat badan.
· Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah,
kehilangan kontrol diri, dan depresi.
Tanda :
· Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.
· Perilaku marah, mengelak, menangis, dan kontak mata yang kuarang.
d. Eliminasi
Gejala :
· Diet yang intermiten, sering dengan atau tanpa disertai kram abdominal / daerah sekitar
perut.
· Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi/ BAK.
Tanda :
· Fesses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah.
· Diare pekat yang sering.
· Nyeri tekan abdominal.
· Lesi atau abses rektal, perianal.
· Perubahan dalam jumlah, warna dan karakteristik urine.
e. Makanan / Cairan
Gejala :
· Tidak nafsu makan, mual dan muntah.
· Disfagia, nyeri restrosternal saat menelan.
· Perubahan berat badan yang cepat/progresif.
Tanda :
· Adanya bising usus progresif.
· Penurunan berat badan : perawatan kurus, menurunnya lemak subkutan / massa otot.
· Turgor kulit buruk.
· Leis pada rongga mulut, adanya selaput putih atau perubahan warna.
· Kesehatan gigi/ gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
· Edema (umum,dependen).
f. Higiene
Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS.
Tanda :
· Memperlihatkan penampillan yang tidak rapi.
· Kekurangan dalam banyak atau semuaperawatan diri, aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala :
· Pusing / pening, sakit kepala.
· Perubahan status menta, kehilangan ketajaman atau kemampuan diri untuk mengatasi
masalah, tidak mampu mengingat dan konsentrasi menurun.
· Kerusakan sensasi, atau indra posisi dan getaran.
· Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan.
· Kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki yang tampak menunjukan perubahan awal)
Tanda :
· Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai dimensia, lupa,
konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis, retradasi psikomotor / respon
melambat.
· Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
· Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia.
· Tremor pada motorik kasar/ halus, menurunya motorik fokalis; hemiparesis, kejang.
· Hemoragi retinadan eksudat ( renitis CMV ).
h. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
· Nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki.
· Sakit kepala.
· Nyeri dada pleuritis.
Tanda :
· Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
· Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan pincang.
· Gerak otot melindungi bagian yang sakit.
i. Pernapasan
Gejala :
· ISK sering atau menetap.
· Nafas pendek yang progresif.
· Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif / non produktif sputum (tanda awal dari
adanya PCP mungkinbatuk spasmodik saat napas dalam).
· Bendungan atau sesak pada dada.
Tanda :
· Takipnea, distres pernapasan.
· Perubahan pada bunyi napas / bunyi napas adventisius.
· Sputum kuning (pada pneunomia yang menghasilkan sputum).
j. Keamanan
Gejala :
· Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses penyembuhannya.
· Riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang ( mis : hemofilia, operasi
vaskuler mayor, insiden traumatis).
· Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut
· Riwayat berulang infeksi dengan PHS
· Demam berulang; suhu rendah, peningkatan suhu intermiten / memuncak; berkeringat
malam.
Tanda :
· Perubahan intergitas kulit: terpotong, ruam, misalnya : akzema, eksantem, psoriasis,
perubahan warna, perubahan ukuran/warna mola,; mudah menjadi memar yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
· Rektum, luka-luka perianal atau abses.
· Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area tubuh atau lebih (misalnya
: leher, ketiak, paha).
· Menurunya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan gaya berjalan.
k. Seksualitas
Gejala :
· Riwayat perilaku beresiko yakni mengadakan hubungan seksualdengan pasangan positif
HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindungi, dan seks anal.
· Menurunnya libido, terlalu sakit untuk mengadakan hubungan seks.
· Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
· Menggunakan pil pencegahan kehamilan (meningkatan kerentanan terhadap virus pada
wanita yng diperkirakan dapat terpajan karena peningkatan kekeringan / iritabilitas vagina).
Tanda :
· Kehamilan atau resiko terhadap hamil.
· Genetalia : menifesitas kulit (misalnya : herpes, kulit); rabas.
l. Interaksi Sosial
Gejala :
· Kehilangan kerabat,/oreng terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk
mengungkapkannyapada orang lain, takut akan penolakan / kehilangan pendapat.
· Isolasi, kesepian, teman dekat atau pasangan seksual yang meninggal karena AIDS.
· Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
Tanda :
· Perubahan pada interaksi keluarga / orang terdekat.
· Aktivitas yang sering tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
2. Diagnosa Keperawatan
Dp 1. Resiko tinggi terhadap ( progresi menjadi sepsis atau awitan infeksi oportunistik ) infeksi
berhubungan dengan:
a. pertahanan primer tak efektif, kulit rusak jaringan traumatik, stasis cairan tubuh.
b. Depresi sistem imun; penggunaan agen antimikroba.
c. Pemajanan lingkungan, teknik invansif.
d. Penyakit kronis; malnutrisi.
Dp 2. Resiko tinggi terhadap kekurangan cairan berhubungan dengan :
a. Kehilangan cairan yang berlebihan : diare berat, berkeringat, muntah.
b. Status hipermetabolisme, demam
c. Pembatasan pemasukan : mual, anorexia, letargi
Dp 3. Resiko tinggi terhadap kerusakan perubahan pertukaran gas/pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan:
a. Ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan, penurunan energi atau
kepenatan, penurunan ekspansi paru).
b. Menahan sekresi (obstruksi trakebronkial), proses infeksi/inflamasi; rasa sakit.
c. Ketidakseimbangan perfusi ventilasi (PCP/Pneumonia interstisial, anemia)
3. Rencana Keperawatan
Dp 1. Resiko tinggi terhadap ( progresi menjadi sepsis atau awitan infeksi oportunistik ) infeksi
berhubungan dengan:
a) pertahanan primer tak efektif, kulit rusak jaringan traumatik, stasis cairan tubuh.
b) Depresi sistem imun; penggunaan agen antimikroba.
c) Pemajanan lingkungan, teknik invansif.
d) Penyakit kronis; malnutrisi.
HYD :
a. Mengidentifikasi / ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi.
b. Mencapai masa penyembuhan luka / lesi.
c. Tidak demam dan bebas dari pengeluaran atau sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari
kondisi infeksi.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu.
Rasional : memberikan informasi data dasar, awitan atau peningkatan suhu secara berulang-
ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi
yang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat
disembuhkan.
b. Berikan laingkungan yang bersih dan berventilasi yang baik. Periksa pengunjung atau staf
terhadap tanda infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi.
Rasional : mengurangi patogen pada sistem imun dan mengurangi kemungkinan pasien
mengalami infeksi nosokomial
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak dilakukan. Intruksikan kepada pasien
atau orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi.
Rasional : mengurangi resiko kontaminasi silang.
d. Periksa adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi atau infeksi
lokal
Rasional : indentifikasi atau perawatan awal dari infeksi skunder dapat mencegah terjadinya
sepsis
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik antijamur atau agen antimikroba
Rasional : membantu menghambat proses infeksi
Dp 2. Resiko tinggi terhadap kekurangan cairan berhubungan dengan :
a. Kehilangan cairan yang berlebihan : diare berat, berkeringat, muntah.
b. Status hipermetabolisme, demam
c. Pembatasan pemasukan : mual, anorexia, letargi
HYD : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
TTV stabil, haluaran urine adekuat, secara pribadi
Intervensi :
a. Pantau TTV, termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi termasuk perubahan postural
Rasional : indikator dari volume cairan sirkulasi.
b. Catat peningkatan suhu dan durasi demam, Berikan kompres air hangat sesuai indikasi,
pertahankan pakaian tetap kering, pertahankan kenyamanan suhu lingkungan.
Rasional : meningkatkan kebutuhan metabolisme dan dioforesis yang berlebihan yang
dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan tak kasat mata.
c. Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus
Rasional : indikator tidak langsung dari status cairan.
d. Ukur haluaran urine dan berat jenis urin, ukur atau kaji jumlah kehilangan diare.
Rasional : peningkatan berat jenis urine atau penurunan haluaran urine menujukkan
perubahan perfusi ginjal atau volume sirkulasi.
e. Pantau pemasukan oral dan memasukkan cairan kurang lebih 2500ml/hari.
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan
membran mukosa.
f. Kolaborasi memberikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan/IV.
Rasional : diperlukan untuk mendukung atau memperbesar volume sirkulasi, terutama jika
pemasukan oral tidak adekuat, mual atau muntah terus-menerus.
Dp.3 resiko tinggi terhadap kerusakan perubahan pertukaran gas/pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan:
a. Ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan, penurunan energi atau
kepenatan, penurunan ekspansi paru).
b. Menahan sekresi (obstruksi trakebronkial), proses infeksi/inflamasi; rasa sakit.
c. Ketidakseimbangan perfusi ventilasi (PCP/Pneumonia interstisial, anemia)
HYD:
a. Mempertahankan pola pernapasan efektif.
b. Tidak mengalami sesak nafas atau sianosis dengan bunyi nafas dan sinar X bagian dada
yang bersih atau meningkat dan GDA dalam batas normal pasien.
Intervensi :
a. Kaji kecepatan atau kedalaman pernafasan, sianosis, penggunaan otot
aksesoris/peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispnea, ansietas.
Rasional : takipnea, sianosis, tak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas menunjukan
kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi
medis.
b. Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan/kehilangan
ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius misalnya: krekels, mengi, ronki.
Rasional : memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan
misalnya atelektasis atau pneumonia.
c. Tinggikan kepala tempat tidur, usahakan pasien untuk berbalik, batuk,menarik nafas sesuai
kebutuhan.
Rasional : meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau
infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis.
d. Berikan periode istirahat yang cukup diantara waktu aktifitas perawatan, pertahankan
lingkungan yang tenang.
Rasional : menurunkan konsumsi O2.
e. Kolaborasi memberikan tambahan O2 yang dilembabkan melalui cara yang sesuai
misalnya melalui kanula, masker, intubasi atau ventilasi mekanis.
Rasional : mempertahankan ventilasi atau oksigenasi efektif untuk mencegah atau
memperbaiki krisis pernafasan.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia
A. Latar belakang
Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik anak – anak,
remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya sangat beragam, bisa karena
perdarahan, kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12. Anemia dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan laboratorium. Secara fisik penderita tampak
pucat, lemah, dan secara laboratorik didapatkan penurunan kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah dari kadar normal.
B. Ruang lingkup
Ruang lingkup laporan terbatas pada pemberian asuhan keperawatan pada Tn.
H dengan diagnosamedis anemia di ruang perawatan umum Rumah Sakit Islam Hj. Siti
Muniroh Tasikmalaya, yang meliputi tahap pengkajian, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan head to toe, aktivitas sehari – hari, data penunjang, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan diagnosa
medis anemia.
2. Tujuan khusus
Melalui proses keperawatan diharapkan mampu:
a. Melaksanakan pengkajian terhadap pasien dengan penyakit anemia.
b. Mampu mendiagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah.
c. Mampu melaksanakan rencana tindakan dan rasional dalam praktek nyata sesuai dengan
masalah yang telah diprioritaskan.
d. Mampu melaksanakan tindakan dalam praktek nyata sesuai dengan masalah yang
diprioritaskan.
e. Mampu menilai dan mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan
pada pasiendengan penyakit anemia.
f. Mampu mendokumentasikan rencana tindakan asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
g. Mampu membahas kesenjangan antara teori yang diperoleh dengan studi kasus.
D. Metode penulisan
Metode yang digunakan adalah pendekatan studi kasus yaitu metode yang memberikan
gambaran terhadap suatu kejadian atau keadaan yang berlangsung melalui proses
keperawatan. Adapun tehnik – tehnik yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi
dengan cara:
1. Wawancara
Penulisan mengadakan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data
subjektif pasien.
2. Studi dokumentasi
Data – data yang didapatkan dari rekam medis pasien di ruangan seperti catatan
keperawatan dan catatan dokter.
3. Studi kepustakaan
Penulis mendapatkan literatur dan tinjauan teori mengenai konsep dasar
penyakit anemiadan konsep dasar keperawatan.
4. Observasi
Melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien
dan mengamatiperubahan – perubahan yang terjadi untuk memperoleh data serta mencatat
hal – hal penting termasuk pemeriksaan fisik.
5. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi adalah pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara melihat apakah terdapat luka, dan
lain – lain.
2. Palpasi adalah pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara meraba apakah ada benjolan atau
tidak.
3. Perkusi adalah pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara mengetuk dengan menggunakan
refleks hummer.
4. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan stetoskop.
E. Sistematika penulisan
Penulis membagi penulisan laporan yang terdiri dari :
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang
B. Ruang lingkup
C. Tujuan penulisan
D.Metode penulisan
E. Sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi
B. Etiologi
C. Tanda dan gejala
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan penunjang
F. Data fokus
G. Riwayat kesehatan
H. Pemeriksaan fisik
I. Diagnosa keperawatan
J. Intervensi dan rasional
K. Evaluasi
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Pemeriksaan fisik
C. Aktivitas sehari – hari
D. Data penunjang
E. Analisa data
F. Diagnosa keperawatan
G. Intervensi, implementasi, evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
C. Perencanaan
D. Implementasi
E. Pelaksanaan
F. Evaluasi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Anemia (dalam bahasa Yunani: tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah
merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada
dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dari paru – paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang
diperlukan tubuh (kamus bahasa Indonesia). Berikut pengertian anemia menurut para ahli
diantaranya :
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen
darah, eleman tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel
darah yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah dan ada banyak
tipe anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E, Doenges, Jakarta, 1999).
Anemia definisi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral FE
sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit (Arif
Mansjoer, kapita selekta, jilid 2 edisi 3, Jakarta 1999).Anemia secara umum adalah turunnya
kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam darah.
B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis
eritrosityaitu besi, vitamin B12 dan asam folat. Anemia juga dapat diakibatkan dari beragam
kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan
sebagainya.
1. Perdarahan hebat
2. Akut (mendadak)
3. Kecelakaan
4. Pembedahan
5. Persalinan
6. Pecah pembuluh darah
7. Penyakit Kronik (menahun)
8. Perdarahan hidung
9. Wasir (hemoroid)
10. Ulkus peptikum
11. Kanker atau polip disaluran pencernaan
12. Tumor ginjal atau kandung kemih
13. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
14. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
15. Kekurangan zat besi
16. Kekurangan vitamin B12
17. Kekurangan asam folat
18. Kekurangan vitamin C
19. Penyakit kronik
20. Meningkatnya penghancuran sel darah merah
21. Pembesaran limpa
22. Kerusakan mekanik pada sel darah merah
23. Reaksi autoimun terhadap sel darah merah
24. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
25. Sferositosis herediter dan elliptositosis herediter
26. Kekurangan G6PD
27. Penyakit sel sabit
28. Penyakit hemoglobin C dan penyakit hemoglobin E
C. Tanda dan gejala
1. Lemah, letih, lesu dan lelah.
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang – kunang.
3. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum – sum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum – sum tulang dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi,tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan.
Masalah dapat diakibatkan oleh efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah. Lisis
sel darah merah terjadidalam sistem fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama
dalam hati dan limpa. Proses bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk
dalam aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg / dl atau kurang, kadar 1,5 mg / dl
mengakibatkan ikterik pada sklera. Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai
rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit).
Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika
suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang, akibatnya dapat menghambat kerja
organ – organpenting, salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika
kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, lambat
menangkap, jika sudah rusak tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
E. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
1. Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
2. Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41%)
3. Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
4. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
5. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)
F. Data fokus
Terdiri dari DS (data subjektif) dan DO (data objektif). Data subjektif merupakan data
yang diperoleh berdasarkan pengkajian terhadap pasien atau keluarga pasien (apa yang
dikatakan pasien atau keluarga pasien), sedangkan data objektif adalah data yang diperoleh
dari pemeriksaan.
Biasanya data fokus yang didapatkan adalah :
Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan lemah, letih, lesu.
2. Pasien mengatakan nafsu makan menurun.
3. Pasien mengatakan mual.
4. Pasien mengatakan sering haus.
Data Objektif :
1. Pasien tampak lemah, letih, lesu
2. Berat badan menurun, pasien tidak mau makan
3. Pasien tampak mual dan muntah – muntah.
4. Bibir tampak pecah – pecah, kulit pasien tampak kering.
G. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang paling utama pada penderita anemia adalah lemah atau pusing.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan pasien pada saat dikaji dan diperiksa.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit anemia sebelumnya ?.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit keturunan seperti diabetes
militus, penyakit jantung, struk ?.
H. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pucat, keletihan, kelemahan, nyeri kepala, demam, dispnea, vertigo, sensitif terhadap
dingin, berat badan menurun.
2. Kulit
Kulit kering, kuku rapuh.
3. Mata
Penglihatan kabur, perdarahan retina.
4. Telinga
Vertigo, tinnitus.
5. Mulut
Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis.
6. Paru – paru
Dispneu.
7. Kardiovaskuler
Takikardi, hipotensi, kardiomegali, gagal jantung.
8. Gastrointestinal
Anoreksia.
9. Muskuloskletal
Nyeri pinggang, nyeri sendi.
10. System persyarafan
Nyeri kepala, binggung, mental depresi, cemas.
I. Diagnosa keperawatan
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
J. Intervensi dan rasional
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan).
a. Tujuan
Infeksi tidak terjadi.
b. Kriteria hasil
Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah / menurunkan risiko
infeksi danmeningkatkan penyembuhan luka.
c. Intervensi
1) Anjurkan pasien untuk mencuci tangan.
2) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral.
d. Rasional
1) Mencegah kontaminasi mikroorganisme.
2) Menurunkan risiko kerusakan kulit, jaringan atau infeksi.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
a. Tujuan
Peningkatan perfusi jaringan.
b. Kriteria hasil
Penunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
c. Intervensi
1) Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit / membran mukosa, dasar kuku.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
d. Rasional
1) Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menetukan kebutuhan intervensi.
2) Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
a. Tujuan
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Kriteria hasil
1) Menunujukkan peningkatan / mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium
normal.
2) Midak mengalami tanda mal nutrisi.
3) Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan
berat badan yang sesuai.
c. Intervensi
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3) Timbang berat badan setiap hari.
4) Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan diantara waktu makan.
d. Rasional
1) Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
2) Memudahkan intervensi.
3) Mengawasi penurunan berat badan.
4) Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukan nutrisi.
K. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya (Lynda Juall Capenito, 1999:28).
Evaluasi pada pasien dengan diagnose medis anemia adalah :
a. Infeksi tidak terjadi.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Peningkatan perfusi jaringan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Biodata pasien
a. Nama : Tn. H
Umur : 80 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
No. Registrasi : 0182
Diagnosa medis : Anemia
Tanggal masuk Rumah Sakit: 12 Februari 2014, Rabu
kajian : 13 Februari 2014, Kamis
: Kp. Cipanengah RT 01 / RW 06, Kecamatan Gunung Tandala Kawalu
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Hubungan dengan pasien : Anak
: Kp. Cipanengah RT 01 / RW 06, Kecamatan Gunung Tandala Kawalu.
2. Keluhan utama
Pasien mengatakan sakit kepala (pusing).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal 13 Februari 2014, Kamis, pukul 08.30 WIB, pasien mengeluh mual, muntah
– muntah, lemah, lemas, pusing pada pagi hari, pusing dirasakan setelah beraktivitas
mencangkul padi, pusing yang dirasakan pada bagian depan atas. Skala nyeri : 3 (nyeri
sedang).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah mengalami penyakit yang dialami sekarang
sebelum masuk ke Rumah Sakit.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan seperti diabetes militus,
penyakit jantung, struk, hipertensi.
B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Pasien tampak bersih
2. Tingkat kesadaran : Apatis
3. Tanda – tanda vital
a. Tekanan darah : 120 / 60 mmHg
b. Nadi : 85 x / menit
c. Pernafasan : 28 x / menit
d. Suhu : 36,2 0 C
4. Berat badan dan tinggi badan
Berat badan dan tinggi badan telah dikaji namun keluarga pasien tidak tahu dan pasien
tidak bersedia untuk dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan.
5. Pemeriksaan head to toe
a. Kepala / rambut
Simetris, warna rambut hitam dan beruban, terlihat rapi, penyebaran rambut merata,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, rambut tampak bersih.
b. Mata
Simetris, penglihatan tidak tajam, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tampak
bersih.
c. Telinga
Simetris, tampak bersih, pendengaran kurang tajam, tidak ada perdarahan, tidak ada
serumen.
d. Hidung
Simetris, tampak bersih, tidak ada benjolan, penciuman normal, tidak ada sekret, tidak
ada kotoran, tidak ada luka, ada bulu hidung, tidak ada perdarahan.
e. Mulut
Simetris, gigi tidak lengkap, tidak bau mulut, tidak kotor, warna bibir sedikit merah.
f. Leher
Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tampak bersih, tidak ada jaringan parut,
tidak ada lesi.
g. Dada (paru – paru dan jantung)
Bentuk dada simetris, bunyi jantung regular, nafas cepat, tidak ada penumpukan cairan
pada pleura.
h. Ketiak
Simetris, bersih, tidak ada benjolan, tidak ada kemerahan, tidak ada pigmentasi.
i. Perut
Simetris, tidak ada busung, tidak obesitas, bentuk perut datar, tidak ada penumpukan
cairan.
j. Genetalia
Tidak ada keluhan maupun kelainan.
k. Kulit dan kuku
Kulit keriput, kering, warna kulit kuning langsit, kuku dan kulit tampak bersih.
l. Ekstermitas atas
Simetris, ada nyeri tekan pada tangan kiri karena terpasang infus, tidak ada kelainan,
agak lemah.
Kekuatan otot : 4 3
m. Ekstermitas bawah
Simetris, tidak ada nyeri tekan, tampak bersih.
Kekuatan otot :
4 4
C. Aktivitas sehari – hari
Sehingga suplai
oksigen ke dalam
otak pun berkurang
Sakit kepala (pusing)
Gangguan rasa
nyaman nyeri
2. Ds : Pasien Mual Gangguan
mengatakan belum Mual dapat pemenuhan
makan, lemas, merangsang output kebutuhan nutrisi
mengeluh mual. dari dalam tubuh
Do : Pasien tampak
mual dan muntah –
muntah, lemas, muka Muntah – muntah
pucat. Tubuh kekurangan
nutrisi
Intek tidak terpenuhi
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
3. Ds : Pasien Tangan kiri dipasang Gangguan
mengatakan lemah, infus aktivitas
lemas. Tangan kiri tidak
Do : pasien tidak bisa dapat bergerak bebas
beraktivitas dengan dengan leluasa
leluasa karena badanya Keterbatasan dalam
lemah, tangan kiri melakukan aktivitas
tidak bisa digerakan Gangguan aktivitas
dengan bebas karena
terpasang infus.
F. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut prioritas masalah
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan berkurangnya pengangkutan sel darah
merah ke seluruh tubuh.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan aktivitas berhubungan dengan terpasang infus pada tangan kiri.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan asuhan keperawatan pada Tn.
H dengan diagnosa medis anemia di ruangperawatan umum Rumah Sakit Islam Hj. Siti
Muniroh Tasikmalaya, pada tanggal 13 Februari 2014melalui pendekatan kesengajaan secara
teori dan kenyataan di lapangan, pembahasan dibahas melalui langkah – langkah keperawatan
sebagai berikut:
A. Pengkajian
Penulis dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis anemia yang
dapat meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab.
B. Diagnosa keperawatan
Menurut tinjauan analisa data pada diagnosa keperawatan terdapat beberapa masalah di
antaranya:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
3. Gangguan aktivitas
C. Intervensi
Penulis dapat menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang muncul, situasi dan kondisi didukung oleh sikap keluarga dan pasien yang
kooperator. Perencanaan berdasarkan teori yang diperoleh dari beberapa literatur yang
mendukung.
D. Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan perencanaan
yang telah disusun sebelumnya. Banyak faktor yang mendukung terlaksananya
implementasikeperawatan diantaranya peran keluarga yang mendukung, tersedianya alat –
alat serta adanya bimbingan dari perawat ruangan, pembimbing akademik, serta adanya peran
dokter yang menentukan diagnosa medis.
E. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan
danmelibatkan kerjasama pasien, keluarga dan tim kesehatan yang lain dengan menggunakan
sarana dan prasarana yang disediakan oleh institusi pendidikan SMK Bhakti Kencana Ciawi
dan Rumah Sakit Islam Hj. Siti Muniroh Tasikmalaya.
F. Evaluasi
Penulis dapat mengevaluasi keadaan pasien dan tindakan keperawatan selanjutnya
setelah dilakukan implementasi. Evaluasi terdiri dari subjektif, berdasarkan apa yang
dikatakan oleh pasien, objektif, berdasarkan pengamatan terhadap keadaan pasien.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan
kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal (Smeltzer, 2002 : 935). Anemia adalah
berkurangnya hingga dibawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume
packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
B. Saran
Kesehatan adalah harta yang paling penting dalam kehidupan kita, maka dari itu
selayaknya kita menjaga kesehatan dari kerusakan dan penyakit. Dengan cara pola hidup
yang sehat dapat mencegah penyakit anemia, hidup terasa lebih nyaman dan indah dengan
melakukan pencegahan terhadap penyakit anemia dari pada kita sudah terkena dampaknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn E, dkk, 2000, rencana asuhan keperawatan, edisi 3, EGC. Jakarta.
2. Wikjnjo Sastro Hanifa, 2002, ilmu kebidanan, yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo, Jakarta.
3. Mansjoer, dkk, 2001, kapita selekta kedokteran jilid I, media aesculapius fakultas
universitas indonesia, Jakarta.
4. Tucker susan martin, dkk, 1999, standar perawatan pasien, proses keperawatan, diagnosis
dan evaluasi,edisi V, Vol IV, EGC Jakarta.
THANKS FOR YOUR ATTENTION ^_^ EVA KASHIKOI SIPPOYY
Diposkan oleh toyibaheva@yahoo.co.id di 05.43
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: NURSE'S BLOG
Poskan Komentar
Mengenai Saya
toyibaheva@yahoo.co.id
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2014 (4)
► April (3)
▼ Februari (1)
▼ Feb 22 (1)
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA
DAFTAR PUSTAKA
Namiroh Murinda Selasa, 14 September 2010. Diakses tanggal 26 September 2012. Sumber
(internet)http://murindasari.blogspot.com/2010/09/anatomi-dan-fisiologi-sistem-imun-
dan.html
Anonym. 16 September 2011. Diakses tanggal 23 September 2012. Sumber
(Internet)http://aianpramadhan.blogspot.com/2011/09/anatomi-dan-fisiologi-sistem-imun-
dan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumsum_tulang
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.plosone.org/article/info
%253Adoi%252F10.1371%252Fjournal.pone.0011156&prev=/search%3Fq%3Dbalt
%2Bbronchus-associated%2Blymphoid%2Btissue%26hl%3Did%26biw%3D1525%26bih
%3D786%26prmd
%3Dimvns&sa=X&ei=hRZnUKfNEsjMrQeZ_oCoAw&ved=0CEsQ7gEwAw(Damiana
Chiavolini 1 , Javier Moreno Rangel- 2 , Gretchen Berg 1 , Kate Christian 1 , Laura Oliveira-
Nascimento 1 , 3 , Susan Weir 1 , Joseph Alroy 4 , Troy D. Randall 2 , Lee M. Wetzler 1 *)
http://www.scribd.com/doc/52056262/Gangguan-Keseimbangan-Cairan
Diposkan oleh Muhammad Yusuf. S,Kep. Ners di 20.03
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
0
Tambahkan komentar
3.
OCT
21
Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem
saraf tepi dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Bagian sistem saraf tepi yang
menerima rangsangan disebut reseptor, dan diteruskan menuju sistem saraf pusat oleh sistem
saraf sensoris. Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasi untuk kemudian
jawaban atau respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang
berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon
adalah sistem saraf motorik. Bagian sistem saraf tepi yang mencetuskan jawaban disebut
efektor. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan
(volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter
melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom.
Efektor dari sitem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom,
efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.
Fungsi Saraf
1. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf
sensori . Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway.
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
3. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk
selanjutnya menentukan jawaban atau respon.
4. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai
kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway.
siap memberi respon saat terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel disebut
soma yang mempunyai satu atau lebih tonjolan disebut dendrit. Tonjolan-tonjolan ini keluar
dari sitoplasma sel saraf. Satu dari dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat
saraf adalah akson dari satu neuron. Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus
impuls sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata
rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls
dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat dimana terjadi kontak
antara satu neuron ke neuron lainnya disebut sinaps. Pengahantaran impuls dari satu neuron
ke neuron lainnya berlangsung dengan perantaran zat kimia yang disebut neurotransmitter
Jaringan Penunjang
Jaringan penunjang saraf terdiri atas neuroglia. Neuroglia adalah sel-sel penyokong untuk
neuron-neuron SSP, merupakan 40% dari volume otak dan medulla spinalis. Jumlahnya lebih
banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar 10 berbanding satu. Ada empat jenis
sel neuroglia yaitu: mikroglia, epindima, astrogalia, dan oligodendroglia
Mikroglia
Mempunyai sifat fagositosis, bila jaringan saraf rusak maka sel-sel ini bertugas untuk
mencerna atau menghancurkan sisa-sisa jaringan yang rusak. Jenis ini ditemukan diseluruh
susunan saraf pusat dan di anggap berperan penting dalam proses melawan infeksi. Sel-sel ini
mempunyai sifat yang mirip dengan sel histiosit yang ditemukan dalam jaringan penyambung
perifer dan dianggap sebagai sel-sel yang termasuk dalam sistem retikulo endotelial sel.
Epindima
Berperan dalam produksi cairan cerebrospinal. Merupakan neuroglia yang membatasi sistem
ventrikel susunan saraf pusat. Sel ini merupakan epitel dari pleksus choroideus ventrikel otak.
Astroglia
Berfungsi sebagai penyedia nutrisi esensial yang diperlukan oleh neuron dan membantu
neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi dan transmisi
sinaptik. Astroglia mempunyai bentuk seperti bintang dengan banyak tonjolan. Astrosit
berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki I perivaskuler dan menghubungkannya dalam
sistem transpot cepat metabolik. Kalau ada neuron-neuron yang mati akibat cidera, maka
astrosit akan berproliferasi dan mengisi ruang yang sebelumnya dihuni oleh badan sel saraf
dan tonjolan-tonjolannya. Kalau jaringan SSP mengalami kerusakan yang berat maka akan
terbentuk suatu rongga yang dibatasi oleh astrosit
Oligodendroglia
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP dibungkus oleh selaput
meningen yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari benturan atau
trauma. Meningen terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater.
Rongga Epidural
Berada diantara tulang tengkorak dan durameter. Rongga ini berisi pembuluh darah dan
jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan. Bila cidera mencapai lokasi ini akan
menyebabkan perdarahan yang hebat oleh karena pada lokasi ini banyak pembuluh darah
sehingga mengakibatkan perdarahan epidural
Rongga Subdural
Berada diantara durameter dan arachnoid, rongga ini berisi berisi cairan serosa.
Terdapat diantara arachnoid dan piameter. Berisi cairan cerebrospinalis yang salah satu
fungsinya adalah menyerap guncangan atau shock absorber. Cedera yang berat disertai
perdarahan dan memasuki ruang sub arachnoid yang akan menambah volume CSF sehingga
dapat menyebabkan kematian sebagai akibat peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Otak
Otak, terdiri dari otak besar yang disebut cerebrum, otak kecil disebut cerebellum dan batang
otak disebut brainstem. Beberapa karateristik khas Otak orang dewasa yaitu mempunyai berat
lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebenyak 20% dari cardiac
out put serta membutuhkan kalori sebesar 400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan
yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.
Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme
otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila
kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu
dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi
bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktur
subkortikal. Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk
mengenal ,interpretasi impuls sensosrik yang diterima sehingga individu merasakan,
menyadari adanya suatu sensasi rasa/indra tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat
banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik
berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya.
a. Basal ganglia; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasi gerakan
dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap tubuh.
b. Talamus; merupakan pusat rangsang nyeri
c. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat
dalam pengolahan perilaku insting seperti makan, minum, seks dan motivasi
d. Hipofise
Cerebrum
Terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh
fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi menjadi hemisper kanan dan kiri.
Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum.
Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang
diatasnya, yaitu:
Terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah lapisan
durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum
sekitar 150 gr atau 8-8% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi
hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada
umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat
terlaksana dengan sempurna.
Terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan tempat
berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur
kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk.
Eferen viseral merupakan otonom mencakup N III, N VII, N IX, N X. Komponen eferen
viseral yang 'ikut' dengan beberapa saraf kranial ini, dalam sistem saraf otonom tergolong
pada divisi parasimpatis kranial.
1. N. Olfactorius
Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa
hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior.
2. N. Optikus
Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada
dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer.
3. N. Oculomotorius
Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai
saraf untuk mengangkat bola mata
4. N. Trochlearis
Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang
berfungsi memutar bola mata
5. N. Trigeminus
Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf
mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini
mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi
dan meningen.
6. N. Abducens
Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan
saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik
ke medial seperti pada Strabismus konvergen.
7. N. Facialias
Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen berfungsi untuk sensasi
umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah.
8. N. Statoacusticus
Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan
9. N. Glossopharyngeus
Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus.
Komponen motoris saraf ini mengurus otot-otot pharing untuk menghasilkan gerakan
menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga
mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan
telinga tengah.
10 N. Vagus
Saraf ini terdiri dari tiga komponen: a) komponen motoris yang mempersarafi otot-otot
pharing yang menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian
bawah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam
tubuh.
11. N. Accesorius
Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen
spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3. Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius
dan Sternocieidomastoideus.
12. Hypoglosus
Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya
terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum
hypoglosi.
Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis
vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu
vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu
pasang saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian
thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari
coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak, medula spinalispun terbungkus
oleh selaput meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera.
Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf puast yang bukan medula spinalis, pusat
koordinasinya tidak di substansia grisea medula spinalis. Pada umumnya penghantaran
impuls sensorik di substansia alba medula spinalis berjalan menyilang garis tenga. ImPuls
sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian
juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi
melalui medula spinalis akan menyilang.
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks
motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam
sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal
dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan
membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN maupun
LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan
sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas',
ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka
(hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid),
ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka
(hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang.
Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini
tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron
LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka
akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan
kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks.
Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah
jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang
terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi
melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.
Lengkung refleks
o Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat
refleks)
o Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat
terjadinya sinap ((hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan
/penerusan impuls)
o Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya
berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak)
o Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat
berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.
Sistem Saraf Tepi
Kumpulan neuron diluar jaringan otak dan medula spinalis membentuk sistem saraf tepi
(SST). Secara anatomik digolongkan ke dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31
pasang saraf spinal. Secara fungsional, SST digolongkan ke dalam: a) saraf sensorik (aferen)
somatik : membawa informasi dari kulit, otot rangka dan sendi, ke sistem saraf pusat, b) saraf
motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot rangka, c) saraf
sesnsorik (eferen) viseral : membawa informasi dari dinding visera ke sistem saraf pusat, d)
saraf mototrik (eferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot polos, otot
jantung dan kelenjar. Saraf eferen viseral disebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf tepi
terdiri atas saraf otak (s.kranial) dan saraf spinal.
Bila saraf spinal membawa informasi impuls dari perifer ke medula spinalis dan membawa
impuls motorik dari medula spinalis ke perifer, maka ke 12 pasang saraf kranial
menghubungkan jaras-jaras tersebut dengan batang otak. Saraf cranial sebagian merupakan
saraf campuran artinya memiliki saraf sensorik dan saraf motorik
Saraf Spinal
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari kolumna
vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut dinamakan
foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena
mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik.
Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari serat –serat eferen. Serat
eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat
eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen
medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian
terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal
lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk
kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang
tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat
kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal
melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk
fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat
memberikan gambaran letak kerusakan.
Dibedakan 2 berkas saraf yaitu saraf eferen somatik dan eferen viseral. Saraf eferen somatik :
membawa impuls motorik ke otot rangka yang menimbulkan gerakan volunter yaitu gerakan
yang dipengaruhi kehendak. Saraf eferen viseral : membawa impuls mototrik ke otot polos,
otot jantung dan kelenjar yang menimbulkan gerakan/kegiatan involunter (tidak dipengaruhi
kehendak). Saraf-saraf eferen viseral dengan ganglion tempat sinapnya dikenal dengan sistem
saraf otonom yang keluar dari segmen medula spinalis torakal 1 – Lumbal 2 disebut sebagai
divisi torako lumbal (simpatis). Serat eferen viseral terdiri dari eferen preganglion dan eferen
postganglion. Ganglion sistem saraf simpatis membentuk mata rantai dekat kolumna
vertebralis yaitu sepanjang sisiventrolateral kolumna vertabralis, dengan serat preganglion
yang pendek dan serat post ganglion yang panjang. Ada tiga ganglion simpatis yang tidak
tergabung dalam ganglion paravertebralis yaitu ganglion kolateral yang terdiri dari ganglion
seliaka, ganglion mesenterikus superior dan ganglion mesenterikus inferior. Ganglion
parasimpatis terletak relatif dekat kepada alat yang disarafinya bahkan ada yang terletak
didalam organ yang dipersarafi.
Semua serat preganglion baik parasimpatis maupun simpatis serta semua serat postganglion
parasimpatis, menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara. Neuron yang
menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara dinamakan neuron kolinergik
sedangkan neuron yang menghasilkan nor-adrenalin dinamakan neuron adrenergik. Sistem
saraf parasimpatis dengan demikian dinamakan juga sistem saraf kolinergik, sistem saraf
simpatis sebagian besar merupakan sistem saraf adrenergik dimana postganglionnya
menghasilkan nor-adrenalin dan sebagian kecil berupa sistem saraf kolinergik dimana
postganglionnya menghasilkan asetilkolin. Distribusi anatomik sistem saraf otonom ke alat-
alat visera, memperlihatkan bahwa terdapat keseimbangan pengaruh simpatis dan
parasimpatis pada satu alat. Umumnya tiap alat visera dipersarafi oleh keduanya. Bila sistem
simpatis yang sedang meningkat, maka pengaruh parasimpatis terhadap alat tersebut kurang
tampak, dan sebaliknya. Dapat dikatakan pengaruh simpatis terhadap satu alat berlawanan
dengan pengaruh parasimpatisnya. Misalnya peningkatan simpatis terhadap jantung
mengakibatkan kerja jantung meningkat, sedangkan pengaruh parasimpatis menyebabkan
kerja jantung menurun. Terhadap sistem pencernaan, simpatis mengurangi kegiatan,
sedangkan parasimpatis meningkatkan kegiatan pencernaan. Atau dapat pula dikatakan,
secara umum pengaruh parasimpatis adalah anabolik, sedangkan pengaruh simpatis adalah
katabolik.
Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula spinalis. Dalam
keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke otak sebagai blood flow cerebral adalah
20% cardiac out put atau 1100-1200 cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat
normalnya 2% dari berat badan orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai
oksigen, otak mendapat sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar.
Arteri ini menghubungkan arteri carotis interna dengan arteri cerebri posterior
Bagian ke frontal disebelah atas nervus opticus diantara belahan otak kiri dan kanan. Ia
kemudian akan menuju facies medialis lobus frontalis cortex cerebri. Daerah yang
diperdarahi arteri ini adalah: a) facies medialis lobus frontalis cortex cerebro, b) facies
medialis lobus parietalis, c) facies convexa lobus frontalis cortex cerebri, d) facies convexa
lobus parietalis cortex cerebri, e) Arteri cerebri media
– Arteri cerebri media
Berjalan lateral melalui fossa sylvii dan kemudian bercabang-cabang untuk selanjutnya
menuju daerah insula reili. Daerah yang disuplai darah oleh arteri ini adalah Facies convexa
lobus frontalis coretx cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus frontalis
superior, facies convexa lobus parielatis cortex cerebri mulai dari fissura lateralis sampai
kira-kira sulcus temporalis media dan facies lobus temporalis cortex cerebri pada ujung
frontal.
Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui
foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian membelok ke lateral
masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian
berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii.
Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan
frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa lobus
temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis media,
facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus
temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga
agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal
dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri vertebralis,
dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang terdapat pada
bagian dasar otak. Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media
dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1) arteri Spinalis anterior
yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri Spinalis posterior, yang juga
merupakan percabangan arteri vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan
anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam
otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang
terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di
dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat
di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.
Cairan cerebrospinalis atau banyak orang terbiasa menyebutnya cairan otak merupakan
bagian yang penting di dalam SSP yang salah satu fungsinya mempertahankan tekanan
konstan dalam kranium. Cairan ini terbentuk di Pleksus chroideus ventrikel otak, namun
bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan ventrikel otak. Pada orang dewasa
volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam produksi dan absorbsi. Absorbsi terjadi
disepanjang sub arachnoid oleh vili arachnoid. Ada empat buah rongga yang saling
berhubungan yang disebut ventrikulus cerebri tempat pembentukan cairan ini yaitu: 1)
ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri, 2) ventrikulus lateralis II, 3) ventrikulus
tertius III dtengah-tengah otak, dan 4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan
medula oblongata.
1. Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma pada kepala
a. PH : 7,31
d. Ca : 2,32mEq/lt
g. Glukosa : 54 – 80 mg%
h. SGOT : 0 - 19 unit
i. LDH : 8 – 50 unit
j. Posfat : 1,2 – 2,1 mg%
– Prealbumin : 4,6 %
– Albumin : 49,5%
• Sel : 1 - 5 limposit/mm3
ASKEP EPILEPSI
1. Pengertian
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik
yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba,
terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
1. Epidemiologi
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang,
37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara
berkembang. Hasil penelitian Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angka insidensi
kematian di kalangan penyandang epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil
penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah sebesar 6,23 per 1000 penyandang.
1. Etiologi
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
·
Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-
obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau
mengalami cidera.
Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan
sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian
besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak.
Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai
akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala
(termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi
(misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik
(putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:
fever / panas (these are called febrile seizures)
genetic causes
head injury / luka di kepala.
infections of the brain and its coverings
lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran.
hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities)
disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.
1. Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang
sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di
serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi,
termasuk yang berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila
terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA).
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian
disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama
kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf
motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian
juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS)
selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada
faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium
dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap
asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan
menyingkirkan asetilkolin.
1. Klasifikasi
1. Sawan Parsial
1. i. Sawan parsial sederhana
2. ii. Sawan parsial kompleks
1.
1. Sawan Umum
- Sawan lena
- Sawan mioklonik
- Sawan klonik
- Sawan Tonik
- Sawan tonik-klonik
- Sawan atonik
2.
1. Sawan tak tergolongkan
3. Manifestasi Klinis
4. Sawan Parsial (lokal, fokal)
- Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
5. Dengan gejala motorik
Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke
daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan
bunyi-bunyi tertentu
1. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
Visual : terlihat cahaya
Auditoris : terdengar sesuatu
Olfaktoris : terhidu sesuatu
Gustatoris : terkecap sesuatu
Disertai vertigo
1. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat,
membera, piloereksi, dilatasi pupil).
2. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian
kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami,
mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa
lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu, dll.
- Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1. Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik
kemudian baru menurun.
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti
dengan menurunnya kesadaran.
Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya,
misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan,
menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran.
Hanya dengan penurunan kesadaran
Dengan automatisme
1. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
2. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
3. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
4. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.
1. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
1. Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola
mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini
berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
1. i. Hanya penurunan kesadaran
2. ii. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada
kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
3. iii. Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan,
tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
4. iv. Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau
punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan
dapat mengetul atau mengedang.
5. v. Dengan automatisme
6. vi. Dengan komponen autonom.
7. vii. Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
1. Gangguan tonus yang lebih jelas.
2. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
1. Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian
otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.
1. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple
di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
1. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan
bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada
anak.
1. Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal.
Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼
– ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti
sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien
kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya,
dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
1. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada
anak.
1. Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,
mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sederhana.
1. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah
kejang demam pertama pada bayi.
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
- Mengalami complex partial seizure
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
- Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
- Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada
anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala
meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
1. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan
datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang
demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam
atau risiko epilepsi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium,
atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium
harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
1. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama
kalinya.
1. CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral
1. Magnetik resonance imaging (MRI)
1. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
1. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi,
purpura, memar, pembengkakan.
Palpasi : pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : perkusi pada bagian thorak dan abdomen.
Auskultasi : bunyi jantung, suara napas, bising usus.
1. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama
yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau
cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program
pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana
dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat serangan :
¨ Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya selama
serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan tak banyak membantu.
Anda malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah mematahkan gigi si anak.
¨ Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki
kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak. Mencoba membaringkan
si anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.
¨ Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut
selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika serangan
berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si anak tak bernapas.
1. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung
jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang
berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara
bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan
efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
- Anti konvulsion untuk mengontrol kejang
Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
Jenis obat yang sering digunakan :
Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap
epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Tak berhasiat terhadap petit mal.
Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi
itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkahlaku.
Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi
sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya
diberikan i.v. atau intra rektal.
Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
Efek samping mual, muntah, anorexia
Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na
berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
Status epileptikus
Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau serangkaian
serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali. Terapi awal diarahkan
untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan fungsi-
fungsi vital, meliputi mempertahankan jalan napas yang adekuat, pemberian oksigen, dan
terapi hidrasi, serta dilanjutkan dengan pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per
IV. Diazepam per rektum merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk
penatalaksanaan epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat
menggantikan diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja yang lebih
panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-anak di atas usia 2 tahun.
Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi segera untuk mencegah
cedera permanen pada otak, gagal napas, dan kematian.
Penatalaksanaan gawat darurat
Kejang tonik-klonik
Selama kejang :
Waktu episode kejang
- lakukan pendekatan dengan tenang
- jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak
- letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak tersedia kepala
anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
- Jangan :
1. i. Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan
2. ii. Memasukkan apapun ke dalam mulut anak
3. iii. Memberikan makanan atau minuman
- Longgarkan pakaian yang ketat
- Lepaskan kacamata
- Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya
- Biarkan serangan kejang berakhir tanpa gangguan
- Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi
Setelah kejang :
- Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang)
- Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.
- Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan
pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
- Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau kecurigaan
zat yang mengindikasikan keracunan
- Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring
- Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya
- Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan refleks
menelan pulih
- Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan
- Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi)
1. Prognosis
Perjalanan dan prognosis penyakit untuk anak-anak yang mengalami kejang bergantung pada
etiologi, tipe kejang, usia pada awitan, dan riwayat keluarga serta riwayat penyakit. Pasien
epilepsi yang berobat teratur, sepertiga akan bebas serangan 2 tahun, dan bila lebih dari 5
tahun sesudah serangan terakhir, obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi,
dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi.
Meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan
ulang paling sering didapat pada sawan tonik klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian
pula usia muda lebih mudah relaps sesudah remisi.
Faktor resiko yang berhubungan dengan kekambuhan epilepsi antara lain usia 16 tahun atau
lebih, minum lebih dari satu macam obat antiepilepsi, mengalami kejang setelah pengobatan
dimulai, memiliki riwayat kejang tonik-klonik generalisata primer atau sekunder atau hasil
EEG menunjukkan kejang mioklonik dan memiliki EEG yang abnormal. Resiko kekambuhan
kejang menurun bila terjadi pemanjangan periode tanpa kejang.
Prognosis setelah dilakukan terapi status epileptikus lebih baik daripada dilaporkan
sebelumnya. Mayoritas anak kemungkinan tidak mengalami gangguan intelektual.
Kemungkinan besar anak yang menderita gangguan kognitif atau meninggal dunia sudah
memiliki riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, abnormalitas neurologik,
atau menderita penyakit serius yang berulang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang
faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi
pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. 1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
1. 2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita leukimia untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita leukemia yaitu perasaan lemah, nafsu makan turun, demam, perasaan tidak
enak badan, nyeri pada ektremitas.
1. 3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul.
Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi
pendarahan ( ptekia, ekimosis, pitaksis, pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan
tedapat pembesaran hati, limpa, dan kelenjar limpe, kelemahan. nyeri tulang atau sendi
dengan atau tanpa pembengkakan.
1. 4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan penyakit
sekarang perlu ditanyakan.
1. 5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam riwayat
prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu
diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi
sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi
timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan
untuk mengetahui keadaan anak setelah
1. 6. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang
dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada yang
menderita gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi
tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-
klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
- Apakah pasien menggigit lidah.
- Apakah mulut berbuih.
- Apakah ada inkontinen urin.
- Apakah bibir atau muka berubah warna.
- Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
- Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau
keduanya.
2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
- Apakah ada perubahan dalam gerakan.
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan
sesudah serangan.
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
- Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
- Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
- Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun
visual.
4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur,
keadaan emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan
gangguan kesadaran, kejang-kejang.
- Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
- Apakah makan obat-obat tertentu
- Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
e. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
f. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
h. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
i. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan spontan,
tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
2. Perfusi jaringan serebral tidak efektif
3. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
1. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.
2. Termoregulasi tidak efektif
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
4. Defisit perawatan diri
5. Gangguan persepsi sensori auditori
C. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami gangguan
pola napas dengan kriteria hasil :
- RR dalam batas normal sesuai umur
- Nadi dalam batas normal sesuai umur
Intervensi Rasional
Tanggalkan pakaian pada daerah Memfasilitasi usaha
leher/dada, abdomen bernapas/ekspansi dada
Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan Dapat mencegah tergigitnya lidah,
Lakukan penghisapan sesuai sesuai dan memfasilitasi saat melakukan
indikasi penghisapan lendir, atau memberi
Kolaborasi sokongan pernapasan jika
Berikan tambahan O2 diperlukan
Menurunkan risiko aspirasi atau
asfiksia
Kolaborasi
1. Dapat menurunkan hipoksia
serebral
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawtan selama … nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil:
1. Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa nyeri yang
dialami
2. Klien tidak menangis lagi
3. Wajah klien tampak ceria
Intervensi Rasional
Kaji PQRST dengan menggunakan media
gambar
Berikan posisi yang nyaman sesuai
kebutuhan
Berikan lingkungan yang nyaman bagi
klien
Libatkan keluarga untuk mendampingi
klien
Kolaborasi untuk pemberian obat analgesic
Pengkajian yang benar akan membantu
dalam menentukan tindakan keperawtan
selanjutnya
Posisi yang nyaman dapat memberikan
efek malsimal untuk relaksasi otot
Kehadiran keluarga memberikan efek
psikologis pada anak untuk mengurangi
nyeri
Rangsang yang berlebihan dari lingkungan
dapat memperberat rasa nyeri
10. Obat analgesic dapat meminimalkan rasa
nyeri
1. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Kriteria hasil :
Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien
Kriteria pengkajian fokus makna klinis
Riwayat kejang
Tingkatan kejangnya
Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik kejang Untuk mngetahui seberapa besar
tingkatan kejang yang dialami
pasien sehingga pemberian
intervensi berjalan lebih baik
Jauhkan pasien dari benda benda tajam / Benda tajam dapat melukai dan
membahayakan bagi pasien mencederai fisik pasien
Segera letakkan sendok di mulut pasien Dengan meletakkan sendok
yaitu diantara rahang pasien diantara rahang atas dan rahang
bawah, maka resiko pasien
menggigit lidahnya tidak terjadi
dan jalan nafas pasien menjadi
lebih lancer
Kolaborasi dalam pemberian obat anti Obat anti kejang dapat mengurangi
kejang derajat kejang yang dialami pasien,
sehingga resiko untuk cidera pun
berkurang
1. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
1. pengetahuan keluarga meningkat
2. keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsi
3. keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
0
Tambahkan komentar
2.
OCT
21
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx, trachea,
bronkus, dan bronkiolus.
Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara
ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput
lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan
dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum
nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan,
sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan
membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan
os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol
ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi
adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa
olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf
khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os
frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam
cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum
nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :
1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis
posterior.
Faring (tekak)
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-
faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan
pencernaan.
Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago
arytenoidea
2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis
Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung
batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen
thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan
bagian luar cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.
Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini
melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring
Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah
cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea.
Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi.
Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I
Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica
vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan
Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang
bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn
vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian
depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati.
Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.
Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang
dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot
tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-
masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh
sinus udara cranialis.
Gambaran klinis
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis. Terletak pada diafragma
paru-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga
lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu
lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Suplai Darah
1. arteri pulmonalis
2. arteri bronkialis
Innervasi
Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut
katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati
katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-
cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan
dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan
kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah
alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena.
Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus
aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar
15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen
diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka
suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma
1. Definisi
2. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara
luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar
udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus
yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung,
sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan
mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan
bagian bawah.
b. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di
bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung
dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga
mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah
bening. Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah
tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak)
yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
· Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
· Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
c. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara.
Laring dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh
lebih penting. Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus
sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi
batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap
terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini
bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang
turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus
utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak
simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebalinya
bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi
bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik,
duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya
oleh dinding septus atau septum.
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi
tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan
mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.
Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta
thorakhalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah
ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena
pulmonalis. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah
vena campuran ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah,
darah yang teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis,
yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh.
3. Etiologi
· Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui
karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus
binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat,
polusi.
· Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non
spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma
instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40
tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronchial.
4. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau
lebih dari faktor berikut ini.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas
menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus
yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls
syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung
syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok,
emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian
penderita disertai nyeri dada). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama,
sehingga ada beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut:
· Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor
pencetus.
· Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisik tetapi
fungsi paru menunjukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
· Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru menunjukan obstruksi jalan nafas.
· Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas, batuk dan
nafas berbunyi.
Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada
serangan asma yang berat gejala yang timbul antara lain:
b. Cyanosis
c. Silent chest
d. Gangguan kesadaran
f. Thacycardi
· Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater sementara
terhadap pengobatan yang langsung dipakai.
6. Test Diagnostik
Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang spesifik.
7. Penatalaksanaan Medik
1. Abenis (Beta)
Medikasi awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan gerakan siliarism,
menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan menguatkan efek bronkodilatasi dari
kortikosteroid.
2. Methil Santik
3. Anti Cholinergik
Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk
antibodi b dan methil santin karena penyakit jantung.
Contoh: Atrofin
4. Kortikosteroid
Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk mengurangi inflamasi dan
bronkokonstriktor.
Contoh: natrium bromosin adalah bagian integral dari pengobatan asma yang berfungsi
mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik.
8. Komplikasi
1. Pneumothorax
3. Atelektasis
5. Alergi
6. Gagal nafas
7. Bronchitus
8. Fraktur iga.
1. Pengkajian
- Kebiasaan merokok
- Menurunnya libido
- Marah
- Putus asa
2. Diagosa Keperawatan
c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak
adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.
f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan kerja silia dan
menetapnya sekret).
3. Rencana Tindakan
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels basah
(bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi
nafas (asma berat).
R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya derajat dyspnea misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi, reaksi alergi.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
R/ Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger episode akut.
R/ Memberikan pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea dan
menurunkan jebakan udara.
7. Observasi karakteristik batuk misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah
perkusi dada.
HYD: - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi:
R/ Kemungkinan cyanosis perifer terlihat pada kuku, bibir dan daun telinga.
R/ Hipoxemia biasanya terjadi pada saat akut keadaan lanjut pCO2 akan meningkat.
c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
Intervensi:
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tidur b.d pemasukan yang tidak
adekuat akibat dari mual, muntah, tidak nafsu makan.
Intervensi:
R/ Klien dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi sputum dan
obat-obatan.
R/ Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang
berhubungan dengan penurunan aktivitas.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
Intervensi:
R/ Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
3. Beri dukungan emosional, tetap berada di dekat pasien selama serangan akut, antisipasi
kebutuhan pasien, berikan keyakinan lingkungan.
R/ Memberikan pasien untuk tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan
otot.
f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
- Gas-gas darah arteri dalam batasan yang dapat diterima oleh pasien.
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.
R/ Kecepatan biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman
pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius seperti krekels, mengi,
gesekan pleural.
R/ Mempercepat penyembuhan.
g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia,
menetapnya sekret.
HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan tidak ditemukannya kemerahan, panas dan
pembengkakan.
Intervensi:
1. Observasi TTV.
R/ Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
Intervensi:
4. Jelaskan tentang proses penyakit dan perawatan diri selama serangan hebat.
5. Jelaskan pentingnya diit dan cairan: makan seimbang dan bergizi, hindari penambah berat
badan yang berlebihan, perbanyak cairan 2000-3000 ml/hari kecuali ada kontraindikasi.
6. Diskusikan mengenai obat, nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping serta
pentingnya minum obat sesuai pesanan.
4. Discharge Planning
1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi yang
mencetuskan terjadinya serangan.
2. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis
tertentu, hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari.
3. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan
seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut atau mengalami infeksi pernafasan.
4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.
5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan
serangan.
PENGAMATAN KASUS
Anak R berusia 7 tahun, agama Islam, bersuku Ambon, pasien adalah anak ke 3
(bungsu) dalam keluarganya. Masuk ke RS Sumber Waras pukul 23.30 dengan keluhan sesak
nafas sejak pukul 22.00. Anak masuk melalui UGD dengan diagnosa medik saat masuk
adalah Asma Bronchiale.
Dalam pengamatan langsung, orang tua anak menceritakan riwayat penyakit anaknya.
Orang tua mengatakan dalam keluarga ada riwayat penyakit asma. Nenek dan kakaknya
(anak ke-1) menderita penyakit yang sama. Orang tua mengatakan anak pernah dirawat
dengan penyakit yang sama saat anak usia 4 tahun.
Orang tua mengatakan pada tanggal 12 November anak sehabis pulang dari sekolah
melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu bermain dengan teman-teman di sekitar pukul
21.00 anak dengan kakaknya sedang latihan nyanyi bersama. Pada pukul 22.00 anak
mengalami sesak nafas dan keringat dingin, batuk hingga dibawa ke UGD, anak masih sesak
dan sulit bernafas. Di UGD anak disarankan dokter untuk dirawat.
Saat pengkajian anak sedang dirawat pada hari pertama di unit RN I, kamar 119 Bed
2. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, anak mengatakan masih
sesak nafas. Terpasang infus dextrose 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tetes/menit) di
tangan kanan dan terapi oksigen 2 lt/menit. Observasi tanda-tanda vital TD: 110/70 mmHg,
N: 120 x/menit, P: 30 x/menit dengan bunyi nafas tambahan wheezing dan ronchi di paru kiri
dan S: 36,8oC. Hasil foto thorax tanggal 13 November 2002 adalah asma bronchiale. Hasil
laboratorium tanggal 13 November ditemukan Hb: 11,7 g/dl, leukosit 13.600 ul,
LED: 20 mm/jam, eosinofil dalam sediaan hapus 4%.
Adapun rencana perawatan dan rencanan medik adalah anak bedrest, kebutuhan anak
dibantu penuh. Therapi medik yang didapat Aerosol 3x sehari, Solucorterf 3x50 mg,
Aminophylin 72 mg, Bisolvon 3x1 sendok teh, Cefat 3x250 mg.
Dari analisa dan pengamatan kasus di atas, masalah yang menjadi prioritas adalah
ketidakefektifan jalan nafas, gangguan pola nafas, intoleransi aktivitas.
A. Pengkajian
Dari hasil pengkajian penulis mendapatkan kesamaan tanda dan gejala seperti:
dyspnea, wheezing dan ronchi, di paru kiri, batuk dan badan lemas. Yang tidak ditemui pada
pasien adalah nyeri dada, cyanosis, serta mual dan muntah. Menurut analisa penulis tanda dan
gejala di atas tidak ditemukan karena pasien sudah mendapat terapi oksigen 2 l/menit sejak
masuk ke RS Sumber Waras (di UGD) serta anak yang mengalami tanda dan gejala pada
stadium sedang dan segera dibawa ke RS untuk mendapatkan pengobatan, sehingga tanda
seperti tersebut di atas tidak ditemukan.
Pada etiologi disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik, setelah penulis menganalisa pada pasien disebabkan oleh faktor intrinsik dimana
anak mendapat penyakit asma bisa disebabkan karena dalam keluarga ada riwayat penyakit
tersebut (nenek dan kakak pertamanya). Di samping itu faktor pencetus yang menyebabkan
anak terserang asma karena beraktivitas/latihan fisik yaitu bermain-main dengan teman-
temannya. Pada pasien dilakukan pemeriksaan foto thorax, darah lengkap dan sediaan hapus.
Therapi yang diberikan adalah infus Dextrosa 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tts/menit)
ditangan kanan dan diet lunak.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang ditemukan pada pasien maka diagnosa keperawatan yang
diangkat adalah: ketidakefektifan jalan nafas, diagnosa ini penulis angkat sebagai diagnosa
primer karena pada saat pengkajian pasien mengeluh masih sesak, batuk dan pernafasan 32
x/menit.
Gangguan pola pernafasan, diagnosa keperawatan ini penulis angkat sebagai diagnosa
kedua karena pasien mengeluh masih sesak untuk bernafas dan mengatakan lebih enak
bernafas dalam posisi duduk. Pernafasan pasien 32 x/menit. Intoleransi
aktivitas dalam melakukan perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas dan kelemahan
fisik, diagnosa ini diangkat karena pada saat pengkajian pasien dibantu penuh oleh perawat
dan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak karena anak tampak lemah.
C. Perencanaan
Perencanaan disusun bersama pasien dan keluarga disesuaikan dengan gangguan yang
terjadi. Perencanaan lebih ditekankan mengobservasi tanda-tanda vital terutama pernafasan.
Membantu anak mendapatkan posisi tidur yang nyaman guna lebih meningkatkan
pengembangan paru, melatih nafas dan batuk efektif, membantu anak dalam pemenuhan
kebutuhan dasarnya, dan memberi penyuluhan tentang pentingnya kesehatan, serta
memberikan informasi kepada keluarga guna pencegahan terhadap serangan asma.
D. Implementasi
KESIMPULAN
Asma Bronchiale adalah suatu penyakit serius yang biasa dialami oleh anak-anak
pada usia rata-rata 5 tahun pada tahun pertama. Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan.
Karena kadang-kadang hanya terserang ringan sampai sedang.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor terutama karena
mempunyai riwayat genetik/keturunan yang menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat
dicegah dengan menganjurkan pasien untuk banyak istirahat (mengurangi aktivitas-aktivitas
yang cukup berat), mengkonsumsi makanan yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi
stres emosional, serta menghindari polusi udara seerti asap rokok, dll. Apabila penyakit ini
tidak dicegah maka akan menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.
Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi anak sendiri dan
suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan
penyuluhan akan penyebabnya, cara penanggulangannya dan komplikasinya untuk
menambah pengetahuan anak serta terutama pada orang tua yang mengasuh anak.
DAFTAR PUSTAKA
0
Tambahkan komentar
2.
OCT
20
Reproduksi menggambarkan produksi telur dan sperma dan proses menuju pembuahan.
Sistem reproduksi terdiri dari organ seks utama, atau gonad, (testis pada pria dan ovarium
pada wanita), yang mengeluarkan hormon dan menghasilkan gamet (sperma dan telur).
Aksesori termasuk saluran organ reproduksi, kelenjar, dan alat kelamin eksternal.
1. Skrotum
Skrotum merupakan kantung yang terdiri dari kulit dan fasia superfisial yang
menggantung dari pangkal penis. Septum vertikal membagi skrotum ke kiri dan kanan
kompartemen, masing-masing yang membungkus testis. Eksternal posisi skrotum testis di
luar tubuh dalam lingkungan di sekitar 3 ° C di bawah rongga tubuh, suatu kondisi yang
diperlukan untuk pengembangan dan penyimpanan sperma. Berikut dua otot membantu
menjaga suhu ini :
a. Dartos otot yang terletak di fasia superfisialis dari skrotum dan septum. Kontraksi otot
polos ini menciptakan kerutan pada kulit skrotum. Mengental yang mengernyitkan kulit,
mengurangi kehilangan panas bila temperatur luar terlalu dingin.
b. Cremaster otot yang membentang dari otot oblikus internal ke skrotum. Kontraksi otot
rangka ini mengangkat skrotum lebih dekat ke tubuh saat suhu udara luar terlalu dingin.
2. Testis
Masing-masing dari kedua testis (tunggal, testis) terdiri dari struktur berikut:
a. Tunika vaginalis adalah dua-lapisan luar membran serosa yang mengelilingi setiap testis.
b. Tunika albuginea terletak di dalam tunika vaginalis dan menjorok ke dalam, membagi
masing-masing testis ke dalam kompartemen disebut lobulus.
c. Satu sampai empat erat bergelung tabung, tubulus seminiferus, terletak di dalam diri
masing-masing lobulus. Tubulus seminiferus adalah situs produksi sperma (spermatogenesis).
Tubula dipagari dengan sel spermatogenik, sel-sel yang membentuk sperma, dan sel-sel
sustentacular (Sertoli sel), sel-sel yang mendukung perkembangan sperma. Gulungan tubulus
seminiferus di dalam setiap lobulus bersatu untuk membentuk sebuah tabung lurus, maka
tubulus rektu
d. Rete testis adalah suatu jaringan tabung yang dibentuk oleh penggabungan dari tubulus
recti dari setiap lobulus.
e. Saluran eferen transportasi sperma keluar dari testis (dari rete testis) ke epididim Sel-sel
interstitial (sel Leydig) yang mengelilingi tubulus seminiferus mengeluarkan testosteron dan
hormon androgen lainnya.
3. Epididimis
Epididimis adalah organ berbentuk koma yang terletak bersebelahan dengan masing-masing
testis.Masing-masing dari kedua epididymides berisi gulungan erat tabung, duktus
epididimis. Di sini, sperma menyelesaikan pematangan dan disimpan sampai ejakulasi.
Selama ejakulasi, otot halus melingkari kontrak epididimis, memaksa sperma matang ke
tabung berikutnya, duktus deferens.Dinding duktus epididimis mengandung mikrovili disebut
Stereosilia yang memberi makan sperma.
5. Duktus ejakulatorius
Duktus ejakulatorius tabung pendek yang menghubungkan masing-masing ductus deferens ke
uretra.
6. Uretra
Uretra adalah jalan bagi urin dan air mani (sperma dan terkait sekresi). Tiga daerah uretra
dibedakan:
a. Uretra prostat melewati kelenjar prostat.
b. Membran uretra yang melewati diafragma urogenital (otot yang berhubungan dengan
daerah pinggul
c. The spons (penis) uretra melewati penis. Uretra berakhir pada lubang uretra eksternal.
7. Pita Sperma
Korda spermatika ( pita sperma ) berisi pembuluh darah, pembuluh limfatik, saraf, duktus
deferens, dan cremaster otot. Menghubungkan setiap testis dengan rongga tubuh, memasuki
dinding abdomen melalui kanalis inguinalis.
8. Kelenjar
kelenjar kelenjar yang mengeluarkan zat ke dalam lorong-lorong yang mengangkut sperma.
Zat-zat ini berkontribusi pada bagian cairan air mani.
a. Vesikula seminalis mengeluarkan ke vas deferens suatu cairan alkali (yang menetralkan
asam di dalam vagina), fruktosa (yang menyediakan energi bagi sperma), dan prostaglandin
(yang bisa meningkatkan kelangsungan hidup sperma dan merangsang kontraksi rahim
perempuan yang membantu sperma bergerak ke dalam rahim ).
b. Kelenjar prostat mengeluarkan sebuah susu, sedikit asam cairan ke uretra. Berbagai zat di
dalam cairan sperma meningkatkan mobilitas dan viabilitas.
c. Cowper (Cowper's) kelenjar mengeluarkan cairan basa ke dalam spons uretra. Menetralkan
asam fluida air kencing dalam uretra sebelum ejakulasi terjadi.
9. Penis
Penis adalah organ yang berbentuk silinder yang lewat air seni dan memberikan sperma. Ini
terdiri dari akar yang menempel pada penis ke perineum, tubuh (poros) yang membentuk
sebagian besar dari penis, dan kelenjar penis, ujung diperbesar tubuh. Glans penis ditutupi
oleh kulup (kulup), yang dapat dihilangkan dengan pembedahan prosedur yang disebut sunat.
Secara internal, penis terdiri dari tiga silinder jaringan massa, masing-masing dikelilingi oleh
lapisan tipis jaringan fibrosa, tunik albuginea. Tiga silinder massa, yang berfungsi sebagai
badan ereksi, adalah sebagai berikut :
a. Dua kavernosum mengisi sebagian besar volume penis. Pangkalan mereka, yang disebut
krura (tunggal, crus) dari penis, melekat pada diafragma urogenital.
b. Sebuah korpus spongiosum membungkus uretra dan mengembang pada akhir untuk
membentuk glans penis. Bola lampu dari penis, pembesaran di dasar korpus spongiosum,
menempel pada diafragma urogenital.
c. Selama ereksi, merangsang neuron parasimpatik pelebaran dari arteri yang mengirimkan
darah ke korpus cavernosa dan spongiosum. Akibatnya, darah mengumpul di pembuluh darah
dan ini menyebabkan penis untuk memperbesar dan kaku. Ejakulasi terjadi ketika neuron
simpatik merangsang pelepasan cairan sperma dan mendukung dari berbagai sumber. Selama
ejakulasi, sfingter otot di dasar kandung kemih mengkonstriksi, mencegah pengeluaran urin.
10. Hormon
Sistem Reproduksi laki laki di pengaruhi beberapa hormone yaitu :
a. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung.
Serta merangsang sel sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk
memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis.
b. Hormon LH yang berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosterone
(yaitu suatu hormone sex yang penting untuk perkembangan sperma)
Berlangsung selama 74 hari sampai terbentuknya sperma yang fungsional. Sperma ini dapat
dihasilkan sepanjang usia. Sehingga tidak ada batasan waktu, kecuali bila terjadi suatu
kelainan yang menghambat penghasilan sperma pada pria.
0
Tambahkan komentar
3.
OCT
20
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem
organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-
zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A.MULUT
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut
biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan
lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan
dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
B. TENGGOROKAN ( FARING)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani
yaitu Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan
rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang
yang disebut ismus fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media
= bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi
dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas
kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring
C. KERONGKONGAN (EESOFAGUS)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan
mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan
dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: ?
i??, oeso – “membawa”, dan ??????, phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
· Kardia.
· Fundus.
· Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3
zat penting :
· Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada
lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak
lambung.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ),
lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern.
Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau
hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang
lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
J. PANKREAS
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari).
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam
tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah
yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-
zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
L. KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat
menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada
manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan
karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
2.2 Definisi
Obstruksi ileus adalah Suatu Penyumbatan Mekanis Pada Usus merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi
usus. (medicastore.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. (medlinux.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan komplet atau parsial aliran ke depan dari usus.
Kebanyakan terjadi pada usus halus khususnya di ileum, segmen paling sempit.
(wordpress.com).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1) Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
2) Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal
403).
3) Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
4) Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
5) Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
6) Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau
parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus
disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik
2.3 Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi
usus, yaitu:
1. Mekanis: Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltic.
misalnya: intussusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.
2. Fungsional/non-mekanis: Terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan
peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. Misalnya: amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.
Atau Ileus obstruktif yaitu terganggunya intestinal secara fisik dikarenakan keadaan-keadaan
seperti :
· Perlengketan
· Hernia
· Neoplasma
· Penyakit peradangan usus
· Benda asing dan batu empedu
· Fecal impaction
· Stricture : congenital dan radiasi
· Intusepsi (biasa pada bayi dan balita)
· Volvulus ( biasa pada manula )
( Hotma Romahorbo )
2.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian
intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan
dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi
mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka
tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri
sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium
akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat
menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan
terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)
2.4.1 Pathway
Obstruksi Ileus
Faktor fungsional
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi
distensi
Tekanan intralumen
Tekanan vena, kapiler&arteri¯
Refluk usus
Mual, Muntah
Kehilangan H2O cairan dan elektrolit
Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit
Faktor Mekanis
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi
sistemik
Peritonitis septikemia
Resiko infeksi
Iskemia dinding usus
Kehilangan cairan menuju ruang peritonium
Nyerikolik
Ganggua rasa nyaman(nyeri)
komplikasi
2.4.2 Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)
2.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan pada abdomen
2. Muntah
3. Konstipasi (sulit BAB).
4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia)
3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam
usus.
4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap)
akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.
5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi
usus. (Doenges, Marilyn E, 2000)
2.7 Penatalaksanaan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Perawatan :koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
2. Farmakologi :Obat antibiotik dapat diberikan untuk membantu mengobati atau
mencegah infeksi dalam perut, obat analgesic untuk mengurangi rasa nyeri.
3. Paracentesis :Prosedur ini juga disebut tekan perut atau peritoneum atau dimasukkan
obat khusus di dalam perut. Menghapus cairan tambahan dapat membantu bernafas lebih
mudah dan merasa lebih nyaman. Cairan dapat dikirim ke laboratorium dan diperiksa untuk
tanda-tanda infeksi atau masalah lainnya
4. Tindakan Bedah :
Dengan laparoskopi, sayatan kecil (pemotongan) akan dilakukan pada perut.
1. Kolostomi: kolostomi adalah prosedur untuk membuat stoma (pembukaan) antara usus dan
dinding perut. Ini mungkin dilakukan sebelum memiliki operasi untuk menghapus usus yang
tersumbat. Kolostomi dapat digunakan untuk menghilangkan udara atau cairan dari usus. Hal
ini juga dapat membantu memeriksa kondisi perawatan sebelum operasi. Dengan kolostomi,
tinja keluar dari stoma ke dalam kantong tertutup. Tinja mungkin berair, tergantung pada
bagian mana dari usus besar digunakan untuk kolostomi tersebut. Stoma mungkin ditutup
beberapa hari setelah operasi usus setelah sembuh.
N Dat Etiologi Pr
o a ob
. pen le
unj m
ang
1 DS: Tekanan intralumen meningkat Ga
Klie ng
n gu
men an
gata ras
kan a
saki ny
t am
pad an
a (n
abd yer
ome i)
n
DO:
1. W
ajah
nam
pak
mer
ingi
s
2. Bi
sing
usus
>1
2x/
mnt
3. T
TV
men
ingk
at:
(TD
>12
0/80
mm
Hg,
N:>
100
x/m
nt,
S: >
38o
C,
RR:
>20
x/m
nt)
4. P:
nyer
i
kare
na
teka
nan
intr
alu
men
5. Q:
nyer
i
sepe
rti
tert
usu
k
6. R:
nyer
i di
bagi
an
kua
dran
kan
an
baw
ah
7. S:
skal
a
nyer
i 7
8. T:
nyer
i
koli
k
(hil
ang
tim
bul)
2 DS: Kehilangan cairan Ga
pasi berlebih ng
en gu
men an
gata ke
kan sei
seri mb
ng an
hau ga
s n
DO: cai
1. T ran
TV da
tida n
k ele
stab ktr
il (T oli
D t
>12
0/80
mm
Hg,
N:>
100
x/m
nt,
S: >
38o
C,
RR:
>20
x/m
nt)
2. M
ata
cow
ong
3. Tu
rgor
kuli
t
turu
n
4. M
emb
ran
muk
osa
bibi
r
keri
ng
3 DS: Mual, muntah n
klie utr
n isi
men ku
gata ran
kan g
tida dar
k i
nafs ke
u but
untu uh
k an
mak tub
an uh
DO:
1. B
B
klie
n
turu
n
2. A:
BB
<45
kg,
TB
165
cm
3. B:
Hb<
12
4. C:
konj
ungt
iva
ane
mis
5. D:
Diet
ting
gi
sera
t
4 DS: Komplikasi peritonitis septikemia Re
-- sik
DO: o
1. S Inf
uhu ek
tubu si
h >
38o
C
2. L
euk
osit
>11
.000
µml
2.8.3 Diagnosa keperawatan :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peningkatan tekanan intralumen
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan berlebih
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah
4. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septikemia
2.8.4 Perencanaan
Diagnosa 1
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan 1x24jam di harapkan gangguan rasa nyaman
(nyeri) dapat teratasi.
KH:
1. Tidak ada tanda-tanda nyeri
2. Skala nyeri (0-3).
3. Ekspresi wajah rileks.
4. TTV dalam batas normal (TD: 110/70-120/80 mmHg, N: 80-100x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S:
36,5-37,5 oC)
5. Bising Usus normal (5-12x/menit)
KH:
0
Tambahkan komentar
4.
OCT
20
Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari sejumlah
kelenjar penghasil zat yang dinamakan hormon. Kelenjar ini dinamakan “endokrin” karena
tidak mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkannya
itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan ke organ sasaran melalui
pembuluh darah bercampur dengan darah. Kelenjar yang produknya disalurkan melalui
pembuluh khusus (seperti kelenjar ludah) dinamakan kelenjar eksokrin.
Kelenjar endokrin (endocrine gland) terdiri dan (1) kelenjar hipofise atau pituitari
(hypophysis or pituitary gland) yang terletak di dalam rongga kepala dekat dasar otak; (2)
kelenjar tiroid (thyroid gland) atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan; (3)
kelenjar paratiroid (parathyroid gland) dekat kelenjar tiroid; (4) kelenjar suprarenal
(suprarenal gland) yang terletak di kutub atas ginjal kiri-kanan; (5) pulau Langerhans (islets
of langerhans) di dalam jaringan kelenjar pankreas; (6) kelenjar kelamin (gonad) laki di testis
dan indung telur pada wanita. Placenta dapat juga dikategorikan sebagai kelenjar
endokrin karena menghasilkan hormon.
a. Kelenjar Endokrin
Organ utama dari sistem endokrin adalah:
Kelenjar hipofisa
Kelenjar tiroid
Kelenjar paratiroid
Pulau-pulau pankreas
Kelenjar adrenal
Buah zakar
Indung telur.
Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin. Hipotalamus
melepaskan sejumlah hormon yang merangsang hipofisa; beberapa diantaranya memicu
pelepasan hormon hipofisa dan yang lainnya menekan pelepasan hormon hipofisa.
Kelenjar hipofisa kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisa mengkoordinasikan
berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormon hipofisa memiliki efek
langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon
oleh organ lainnya.
Hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan
balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada
hipofisa untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya.
Tidak semua kelenjar endokrin berada dibawah kendali hipofisa; beberapa diantaranya
memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di
dalam darah:
Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak
Sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat
Medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan
langsung dari sistem saraf parasimpatis.
Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak
disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang
hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya
ke dalam aliran darah.
Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem
saraf.
b. Hormon
Kata hormone berasal dari kata Yunanai hormone yang artinya membuiat gerakan atau
membangkitkan. Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan. Hormon
adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang
mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormone merupakan protein
yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda – beda. Sisanya
merupakan steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon
dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas.
Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara
hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel. Pada
akhirnya hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan:
Hormon mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri
seksual
Hormon mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energi
Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya
mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya:
Korteks adrenal berperan penting mengurangi ketegangan (stres) pada tubuh. Saat tubuh
mengalami ketegangan yang parah, hipotalamus mengirimkan perintah ke kelenjar pituitari
agar melepaskan ACTH (hormon adrenokortikotropis). Di sisi lainn, ACTH merangsang
korteks adrenal, mendorong pembuatan kortikosteroid. Kortikosteroid ini memastikan
produksi glukosa dari molekul-molekul seperti protein, yang tak mengandung karbohidrat.
Akibatnya, tubuh menerima tenaga tambahan dan tekanan pun berkurang.
Dalam keadaan bahaya, tubuh Bagi setiap organ tubuh, kerja adrenalin berbeda; ketika
disiagakan karena adanya menuju pembuluh darah, molekul adrenalin menyebabkan
hubungan antara otak dan kelenjar pembuluh melebar; ketika menuju jantung, molekul
adrenal. mempercepat penegangan sel-sel jantung. Ini membuat
jantung berdetak lebih cepat dan menyalurkan tenaga tambahan yang dibutuhkan otot.
Ketika molekul adrenalin mencapai sel-sel otot, otot dapat menegang jauh lebih kuat. Molekul
adrenalin yang masuk ke hati memerintahkan sel-sel yang ada di sana agar mencampur gula
dengan darah. Ini menyebabkan jumlah gula darah meningkat dan mengalirkan bahan bakar
tambahan yang dibutuhkan otot.
e. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama:
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak di retroperitoneal rongga abdomen atas pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari), panjang sekitar 10-20 cm. Mendapat pasokan
darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.
Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai organ endokrin
didukung oleh pulau-pulau langerhans. Pulau –pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel
yaitu; sel alpha yang menghasilkan plukagon; sel beta yang menghasilkan insulin, dan sel
deltha yang menghasilkan somastotastin namun fungsinya belum jelas diketahui.
Organ sasaran kedua hormone ini adalah hepar, otot dan jaringan lemak. Gliklagon dan
insulin memegang peranan penting dalam metabolisem karbohoidrat, protein dan lemak.
Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat dipengaruhi oleh kedua hormone ini.
Fungsi kedua hormone ini saling bertolak belakang. Kalau secara umum, insulin
menurunkan kadar gula darah sebaliknya untuk glukagon meningkatkan kadar gula darah.
Perangsangan glucagon bial gula darah rendah, dan asam amino mkmeningkat. Efek
glukagon ini juga sama denga efek kartisol, GH dan epinefrin.
Dala penurunan kadar gula darah, insulin sebagi hormon anabolic terutama akan
meningkatkan difusi glukosa melalui membrane sel di jaringan. Efek anabolik penting
lainya dari hormone insulin adal;ah sebgai beerikut :
Efek pada hefar
Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
Menghambat glikogenesis, glukoneonesis dan kategonesis
Meningkatkan sintesa trigleserida dari asam lemak bebas di hepar
Efek pada otot
Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak
Sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat.
Medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan
langsung dari sistem saraf parasimpatis.
Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak
disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang
hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya
ke dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya
terutama terbatas pada sistem saraf.
Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan
susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak
prolaktin. Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan
mengkerutnya saluran susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada di bawah kendali
hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih
banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan
karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula
darah akan turun sampai sangat rendah.
Kadar hormon lainnya bervariasi berdasarkan alasan yang kurang jelas. Kadar kortikosteroid
dan hormon pertumbuhan tertinggi ditemukan pada pagi hari dan terendah pada senja hari.
Alasan terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti.
a. Hormon Utama
Yang
Hormon Fungsi
menghasilkan
Kelenjar Membantu mengatur keseimbangan garam dan air dengan
Aldosteron
adrenal cara menahan garam dan air serta membuang kalium
Hormon Menyebabkan ginjal menahan air
Kelenjar
antidiuretik Bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan
hipofisa
(vasopresin) tekanan darah
Memiliki efek yang luas di seluruh tubuh, terutama
sebagai:
Kelenjar Anti peradangan
Kortikosteroid
adrenal Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah dan
kekuatan otot
Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan air
Kelenjar Mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon oleh
Kortikotropin
hipofisa korteks adrenal
Eritropoietin Ginjal Merangsang pembentukan sel darah merah
Mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem
Estrogen Indung telur
reproduksi wanita
Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darah
Hormon Kelenjar Mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan
pertumbuhan hipofisa Meningkatkan pembentukan protein
Menurunkan kadar gula darah
Insulin Pankreas Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak
di seluruh tubuh
LH (luteinizing Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma
hormone) dan sementum, pematangan sel telur, siklus menstruasi
Kelenjar
FSH (follicle- Mengendalikan ciri seksual pria dan wanita (penyebaran
hipofisa
stimulating rambut, pembentukan otot, tekstur dan ketebalan kulit,
hormone) suara dan bahkan mungkin sifat kepribadian)
Kelenjar Menyebabkan kontraksi otot rahim dan saluran susu di
Oksitosin
hipofisa payudara
Kelenjar Mengendalikan pembentukan tulang
Hormon paratiroid
paratiroid Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat
Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur
Progesteron Indung telur yang telah dibuahi
Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu
Kelenjar Memulai dan mempertahankan pembentukan susu di
Polaktin
hipofisa kelenjar susu
Renin dan
Ginjal Mengendalikan tekanan darah
angiotensin
Mengatur pertumbuhan, pematangan dan kecepatan
Hormon tiroid Kelenjar tiroid
metabolism
TSH
Kelenjar Merangsang pembentukan dan pelepasan hormon oleh
(tyroid-stimulating
hipofisa kelenjar tiroid
hormone)
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya
mempengaruhi seluruh tubuh.
Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid.
Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi
sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pulau pankreas dan mempengaruhi
metabolisme gula, protein serta lemak di seluruh tubuh.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada dibawah kendali
hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih
banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan
karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula
darah akan turun sampai sangat rendah.
Kadar hormon lainnya bervariasi berdasarkan alasan yang kurang jelas.
Kadar kortikosteroid dan hormon pertumbuhan tertinggi ditemukan pada pagi hari dan
terendah pada senja hari. Alasan terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti.
Sistem endokrin
Sistem endokrin-sistem komunikasi lainnya di tubuh terdiri dari kelenjar endokrin yang
memproduksi hormon, zat kimia yang dilepaskan ke dalam aliran darah untuk membimbing
proses seperti metabolisme, pertumbuhan, dan perkembangan seksual. Hormon juga terlibat
dalam mengatur kehidupan emosional.
The Thyroid Gland
Kelenjar tiroid mengeluarkan tiroksin, suatu hormon yang dapat mengurangi konsentrasi dan
mengakibatkan lekas marah ketika tiroid yang terlalu aktif, dan menyebabkan kantuk dan
metabolisme yang lambat ketika tiroid berada di bawah aktif.
The paratiroid Kelenjar
Dalam tiroid empat organ berbentuk kacang polong kecil, yang parathyroids, yang
parathormon mengeluarkan untuk mengontrol dan menyeimbangkan tingkat kalsium dan
fosfat dalam darah dan cairan jaringan. Hal ini, pada gilirannya, mempengaruhi rangsangan
sistem saraf.
Kelenjar Pineal
Kelenjar pineal adalah kelenjar seukuran kacang polong yang tampaknya menanggapi
paparan cahaya dan mengatur tingkat aktivitas sepanjang hari.
The Pankreas
Pankreas terletak pada kurva antara perut dan usus kecil dan mengendalikan tingkat gula
dalam darah dengan mengeluarkan insulin dan glukagon.
Kelenjar hipofisis
Kelenjar pituitari menghasilkan jumlah terbesar hormon yang berbeda dan karenanya
memiliki jangkauan terluas efek pada fungsi tubuh. Hipofisis posterior dikontrol oleh sistem
saraf. Ini menghasilkan dua hormon: vasopressin, yang menyebabkan tekanan darah
meningkat dan mengatur jumlah air dalam sel-sel tubuh, dan oxytocin, yang menyebabkan
rahim berkontraksi selama persalinan dan menyusui untuk memulai. Hipofisis anterior, sering
disebut “kelenjar master,” menanggapi pesan-pesan kimiawi dari aliran darah untuk
menghasilkan berbagai hormon yang memicu aksi dari kelenjar endokrin lainnya.
The Gonad
Kelenjar ini reproduksi-testis pada pria dan ovarium pada wanita, dan, pada tingkat yang
lebih rendah, glandssecrete androgen adrenal (termasuk testosteron) dan estrogen.
The adrenal Kelenjar
Kedua kelenjar adrenal terletak di atas ginjal. Masing-masing memiliki dua bagian: penutup
luar, korteks adrenal, dan inti, medulla adrenal. Kedua pengaruh respon tubuh terhadap stres.
Misalnya, dalam respon terhadap situasi stres, kelenjar pituitari dapat melepaskan endorfin
beta dan ACTH, yang, pada gilirannya, prompt korteks adrenal untuk melepaskan hormon.
Sementara itu, sistem saraf otonom menstimulasi medula adrenal untuk mensekresikan
hormon seperti epinefrin ke dalam aliran darah
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GINGGATISME
A. Definisi
Ginggatisme hampir selalu merupakan akibat sekresi berlebihan GH sebelum epifisis bersatu.
Pada masa hidup selanjutnya kegagalan hipofisis cenderung terjadi dan oleh karenanya
penderitanya biasanya tidak kuat, agresif, atau jantan. (David, dkk. Lecture Notes Kedokteran
Klinis).
Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi hormone
pertumbuhan (HP) atau Growth Hormon (GH) yang berlebihan. (Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
1, edisi 3).
Gigantisme dan akromegali merupakan peningkatan hormone protein dalam banyak jaringan,
meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan adipose dan kadar glukosa darah.
(Keperawatan Medikal Bedah, Bruner&Suddarth, 2001)
Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar
yang diatas normal. Gigantisme disebabkan oleh kelebihan jumlah hormon pertumbuhan.
Tidak terdapat definisi tinggi yang merujukan orang sebagai "raksasa." tinggi dewasa.
Gigantisme adalah pertumbuhan tidak normal besar karena kelebihan hormon pertumbuhan
selama masa kanak-kanak, sebelum piring pertumbuhan tulang telah ditutup.
B. Etiologi
Terdapat sekresi GH berlebihan akibat adenoma hipofiis. GH menyebabkan pertumbuhan
berlebihan dari jaringan lunak, termasuk kulit, lidah, dan visera serta tulang. Hormon ini
memiliki sifat antiinsulin. (David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
Penyebab ginggatisme dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Ginggatisme primer atau hipofisi, imana penyebabnya adalah adenoma hipofisis
2. Ginggatisme sekunder atau hipothalamik, disebabkan oleh karena hipersekresi GHRH dari
hipothalamus
3. Ginggatisme primer yang disebabkan oleh tumor ektropik (paru, pankreas, dll) yang
mensekresi GH atau GHRH
Melihat besarnya tumor, adeoma hipofisis dapat dibedakan menjadi 2 :
1. Mikroadenoma : tumor dengan diameter lebih kecil dari 10 mm
2. Makroadenima : tumor dengan diameter lebih besar dari 10 mm
C. Patofisiologi
Pada orang muda denga epifisis terbuka. Produksi GH yang berlebihan mengakibatkan
gigantisme.Gigantisme adalah suatu kelainan yang disebabkan karena sekresi yang berlebih
dari GH, bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan
longitudinal pasien sangat cepat, dan pasien sangat cepat akan menjadi seorang raksasa.
Setelah pertumbuhan somatic selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme,
tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak. kelebihan hormone
pertumbuhan ini terjadi setelah masa pertumbuhan lewat atau lempeng epifisis menutup. Hal
ini akan menimbulkan penebalan tulang terutama pada tulang akral.
D. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut :
· Keabnormalan skeletal dan tanda-tanda intoleransi glukosa seperti yang terlihat pada
penderita akromegali
· Pembesaran tumor pituitari (yang menyebabkan hilangnya hormon trofik lain, misal
hormon yang menstimulasi tiroid, hormon yang menstimulasi folikel dan kortikotropin).
· Manusia dikatakan berperawakan raksasa (gigantisme) apabila tinggi badan mencapai dua
meter atau lebih. Ciri utama gigantisme adalah perawakan yang tinggi hingga mencapai 2
meter atau lebih dengan proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjdi karena jaringan lunak
seperti otot dan lainnya tetap tumbuh.
· Gigantisme dapat disertai gangguan penglihatan bila tumor membesar hingga menekan
khiasma optikum yang merupakan jalur saraf mata.
E. Pemeriksaan Diagnostik
· Pengukuran kadar GH melalui radioimmunoassay, kadarnya hanya meningkat pada
penyakit aktif dan tidak ditekan oleh glukosa pada tes toleransi glukosa standar.
· Perimetri untuk mencari defek lapang pandang visual bitemporal (50%)
· Rontgen tengkorak untuk melihat pembesaran sella, erosi prosesus klinoid, alur
supraorbtal, dan rahang bawah. lantai fosa hpofisis biasanya tampak mengalami erosi
menjadi ganda pada tomogram tampak lateral.
· CT scan atau MRI untuk melihat ekstensi suprasellar
· Rontgen tangan untuk mencari bentuk lempeng pada falang distal dan peningkatan jarak
rongga antara sendi karena hipertrofi kartilago. Bantalan tumit biasanya menebal. Tes ini
lebih memiliki unsur menarik daripada diagnostik
· Kadar glukosa serum bia meningkat
· Kadar fosfat dalam serum saat puasa bisa meningkat namun tidak memiliki manfaat
diagnostik
· Rontgen dada dan EKG bisa menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri akibat hipertensi.
(David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
· Kadar serum hGh yang diukur dengan radioimmunoassay biasanya naik
· Uji supresi glukosa tidak bisa menekan kadar hormon sampai dibawah jumlah normal yang
dapat diterima, yaitu 2 ng/ml
· Sinar X tengkorak, computed tromography (CT) Scan, arteriografi, dan magnetic resonance
imaging menentukan keberadaan dan perluasan lesi pituitari
· Sinar X tulang menunjukkan penebalan kranium (terutama tulang frontal, oksipital dan
parietal) dan penebalan tulang panjang, serta osteoartritis ditulang belakang.
(http://forum.kompas.com/kesehatan/34004-mengenal-penyakit-akromegali-dan
gigantisme.html, diunduh 14 Maret 2013 pkl. 11.45)
F. Komplikasi
Bedah dan radiasi dapat menyebabkan keduanya rendahnya tingkat hormon hipofisis lainnya,
yang dapat menyebabkan:
· Adrenal insufisiensi
· Diabetes insipidus (jarang)
· Hipogonadisme
· Hypothyroidisme
(A.D.A.M. Encyclopedia medis)
G. Penatalaksanaan Medis
· Kraniatomi
(David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
Hipofisektomi kranial atau transfenoidal atau terapi radiasi pituitari dilakukan untuk
membuang tumor yang mendasar
· Penggantian hormon tiroid dan gonadal dan kortison dilakukan sesudah pembedahan
· Bromocriptine (parlodel) dan octreotide (sandostatin) digunakan untuk menghambat hGh.
FORMAT PENGKAJIAN
BIODATA PASIEN
Nama : An.A
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Register : 1234 56 78
Alamat : Jl. Senggol Cc
Status Perkawinan : Belum Kawin
Keluarga terdekat : Ibu
Diagnosa Medis : Gigantisme
ANAMNESE
1. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama : Tinggi badannya terus tumbuh dan Berat badannya terus
naik
b) Kronologis keluhan : ibu klien mengeluhkan anaknya yan berUsia 10
tahun mengalami ketidak normalan, tinggi badan terus bertambah 170 cm Berat
badannya terus naik hingga 70 kg , lalu dibawa keklinik.
c) Faktor pencetus : Kelebihan hormon GH
d) Timbulnya keluhan : ( ) mendadak ( v ) bertahap
e) Lamanya : -
2. Upaya mengatasi : -
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan)
Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai alergi obat, makanan, binatang maupun
lingkungan
b) Riwayat kecelakaan
Tidak ada
c) Riwayat dirawat di Rumah Sakit (kapan, alasan, berapa lama)
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah dirawat di Rs sebelumnya
d) Riwayat pemakaian obat
Tidak ada
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada
2. Pemeriksaan Fisik Umum
1. Berat badan : 70 Kg
2. Tinggi badan : 170 cm
3. Tekanan darah : 130/90 mmhg
4. Nadi : 68x/menit
5. Frekuensi nafas : 24x/menit
6. Suhu tubuh : 36,5 oc
3. Pemeriksaan Fisik sistem Pernafasan
1. Inspeksi
a. Bentuk torak : ( v ) Normal chest ( ) Pigeon chest
( ) Funnel chest ( ) Barrel chest
b. Susunan ruas tulang belakang : ( - ) Kyposis ( - ) Scoliosis ( - ) Lordosis
c. Bentuk dada ( ) simetris ( v ) asimetris
d. Retraksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( - )
e. Retraksi suprastrenal ( - ), Sternomastoid (- ), Pernafasan cuping hidung ( - )
f. Irama Nafas : ( v ) teratur ( ) tidak teratur
g. Jenis pernafasan : ( ) Eupnea ( ) Takipneu ( ) Bradipnea
( ) Apnea ( ) Chene Stokes ( ) Biot’s/ Kusmaul
h. Kedalaman nafas : ( ) dalam ( ) dangkal
i. Batuk : ( - ) Ya ( - ) Tidak
j. Sputum : ( - ) putih ( - ) kuning ( - ) hijau ( - ) darah
k. Konsistensi : ( - ) kental ( - ) encer
2. Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama/tidak sama).
Lebih bergetar di sisi -
3. Perkusi
( - ) sonor ( - ) hipersonor ( - ) dullness
4. Auskultasi
a. Suara nafas
- Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar)
- Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar)
- Area Bronkovesikuler: ( bersih / halus / kasar)
b. Suara Ucapan
Terdengar : ( - ) Bronkophoni ( - ) Egophoni ( - ) Pectoriloqy
c. Suara tambahan
Rales ( - ), Ronchi ( - ), Wheezing ( - ), Pleural friction rub ( - )
4. Pemeriksaan Fisik sIstem Kardiovaskuler
1. Inspeksi
a. Ictus cordis ( - ) Pelebaran - cm
b. Warna kulit : ( ) pucat ( - ) cyanosis
c. Pengisian Kapiler : >3 detik
d. Distensi Vena Jugularis : ( ) Ya ( v ) Tidak
2. Palpasi
a. Pulsasi / ictus cordis pada dinding torak teraba :
( v ) lemah ( - ) kuat ( - ) tidak teraba
b. Temperatur kulit : ( - ) hangat ( v ) dingin
c. Edema : ( - ) Ya ( - ) tidak
( - ) tungkai atas ( - ) tungkai bawah ( - ) skrotalis
( - ) periorbital ( - ) wajah ( - ) anasarka
3. Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas: normal ( N = ICS II )
Batas bawah : normal ( N = ICS V )
Batas kiri : normal ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra )
Batas kanan : normal ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra )
Keluhan lain terkait dengan jantung :
Nyeri dada : ( - ) Ya
Timbul saat : ( - ) Aktifitas
Karakteristik : ( - ) seperti ditusuk-tusuk
( - ) seperti terbakar
( - ) seperti tertimpa benda berat
Hilang nyeri saat : ( - ) istirahat ( - ) dengan obat
Durasi nyeri : ( - ) <30 menit ( - ) >30 menit
Lokasi nyeri : ( - ) Epigastrum
( - ) Thorax (menjalar dari dada, punggung, lengan kiri)
E. Pemeriksaan Fisik Sistem Imun Hematologi
1. Gangguan Hematologi
( v ) Pucat ( ) Echimosis ( ) Spider Navy
( ) Petechie ( ) Epistaksis ( ) Pruritus
( ) Purpura ( ) Perdarahan Gusi ( ) Stomatis
( ) Candidiasis
2. Bibir (MukosaMulut)
( ) Ulserasi (Pecah-Pecah) ( ) Merah Pucat
( ) Sianosis ( ) Gingivitis
( ) Stomatitis (Sariawan)
5. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurobehavior
1. Inspeksi : Amati Adanya
( - ) Kejang ( - ) Paraplegia
( - ) Parase ( - ) Tetraplegia/Parase
( - ) Paralisis ( - ) Hemiparese/Plegi
( - ) Diplegia ( - ) Twizing
2. Penilaian Tingkat Kesadaran
a. PenilaianKualitatif
( v ) Compos Mentis ( ) Sopor
( ) Apatis ( ) Koma
( ) Somnolen ( ) Soporcoma
b. Penilaian Kuantitatif (GCS/Glasgow Coma Scale)
· Membuka Mata (E)
Spontan : 4
Dengan di AjakBicara : 3
Dengan Rangsangan Nyeri : 2
TidakMembuka : 1
· Respon Verbal (V)
TerdapatKesadarandan Orientasi : 5
BerbicaraTanpaKacau : 4
BerkataTanpaArti : 3
HanyaMengerang : 2
Tidak Ada Suara : 1
· ResponMotorik (M)
SesuaiPerintah : 6
TerhadapRangsanganNyeri :
1. TimbulGerakan Normal : 5
2. FleksiCepatdanAbduksiBahu : 4
3. FleksiLenganDenganAbduksiBahu : 3
4. EkstensiLengan, Adduksi, Endorotasi
Bahu, PronasiLenganBawah : 2
5. Tidak Ada Gerakan : 1
Setelah Dilakukan Scoring MakaDapat di Ambil Kesimpulan :
( Compos Mentis / Apatis / Somnolen / Delirium / Sporo Coma / Coma)
3. MemeriksaTanda-Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) :
( - ) Nyeri Kepala Hebat
( - ) Muntah Proyektil
( - ) Edema Pupil
4. Pemeriksaan 12 Saraf Cranialis ( Fungsi Motorik & Fungsi Sensorik)
a. Nervus I : Olfaktorius (Pembau) ( - )
b. Nervus II : Opticus ( Penglihatan) ( - )
c. Nervus III : Ocumulatoris ( - )
d. Nervus IV : Throclearis ( - )
e. Nervus V : Thrigeminus ( - )
· Cabang Optalmicus : ( - )
· Cabang Maxilaris : ( - )
· Cabang Mandibularis : ( - )
f. Nervus VI : Abdusen ( - )
g. Nervus VII : Facialis ( - )
h. Nervus VIII : Akustikus/ Vestibula Choclearis ( - )
i. Nervus IX : Glosopharingeal ( - )
j. Nervus X : Vagus ( - )
k. Nervus XI : Accessorius ( - )
l. Nervus XII : Hypoglosal ( - )
5. Pemeriksaan Tanda Meningeal
a. Reflek Brudzinski I (+ / - )
b. Reflek Brudzinski II (+ / - )
c. Kaku Kuduk (+/ - )
d. Tes L aseque (+/ - )
e. Tes Kernig (+/ - )
6. Pemeriksaan Kekuatandan Tonus Otot: Skala MRC (0-5)
5 (100%) : Kekuatan Normal
4 (75%) : Dapat Menggerakan Sendi Dengan Aktif dan Melawan Tahanan
3 (50%) : Dapat Menggerakan Anggota Gerak Untuk Menahan Berat (Gravitasi)
2 (25%) : DapatMenggerakanAnggotaGerakTanpaGravitasi (Tangan Bergeser)
1 (10%) : Terlihat Atau Teraba Getaran Kontraksi Otot Tapi Tidak Ada Gerakan Sama sekali
0 (0%) : Paralisis, Tidak Ada Kontraksi Otot Sama Sekali
Ext. Kanan Atas Ext. kiri atas
5 5 5 5 5 5 5 5
Ext. Kanan Bawah Ext. KiriAtas
5 5 5 5 5 5 5 5
7. Pemeriksaan Status Mental – Emosional
a. Penampilan
( ) TidakRapi (v ) Penggunaan Pakaian Tidak Sesuai
( ) Cara Berpakaian Tidak Seperti Biasanya
b. Pembicaraan
( ) Cepat ( ) Keras ( ) Gagap ( ) Inkoheren
( v ) Apatis ( ) Lambat ( v ) Membisu
( ) Tidak Mampu Memulai Pembicaraan
c. Aktivitas Motorik
( v ) Lesu ( ) Tegang ( v ) Gelisah ( ) Agitasi
( ) Tik ( ) Grimasen ( v ) Tremor ( ) Kompulsif
d. Alam Perasaan
( v ) Sedih ( ) Ketakutan ( v ) Putus Asa
( ) Khawatir ( ) Gembira Berlebihan
e. Afek
( v ) Datar ( ) Tumpul ( ) Labil ( ) Tidak Sesuai
f. Iteraksi Selama Wawancara
( ) Bermusuhan ( v ) Tidak Kooperatif ( ) Mudah Tersinggung
( ) Kontak Mata Kurang ( ) Defensif ( ) Curiga
g. Tingkat Kesadaran
( - ) Bingung ( - ) Sedasi ( - ) Stupor
Disorientasi :
( v ) Waktu ( ) Tempat ( ) Orang
h. Memori
( ) Gangguan Daya Ingat Jangka Panjang
( ) Gangguan Daya Ingat Jangka Pendek
( ) Gangguan Daya Ingat Saat Ini
i. Pola Pertahanan Diri :
Bagaimana Mekanisme Koping Klien Dalam Mengatasi Masalahnya :
Adaftif Maladaftif
( v ) Bicara Dengan Orang lain ( - ) Menolak Minum Obat
( - ) Mampu Menyelesaikan Masalah ( v) ReaksiLambat / Berlebih
( - ) Teknik Relaksasi ( - ) Kerja Berlebihan
( - ) Aktivitas Konstruktif ( - ) Menghindar
( - ) Olahraga ( - ) Mencederai Diri
( - ) Lainnya……………………………………………………….
8. Tingkat KecemasanKlien : BerdasarkanCiri-CiriFisiologis, Kognitif, Emosi/Perilaku .
Cek List ( v ) Kondisi Klien Yang Sesuai :