Pengertian
Disfungsi ereksi atau impotensi adalah ketidakmampuan yang persisten dalam mencapai
atau mempertahankan fungsi ereksi untuk aktivitas seksual yang memuaskan. Batasan
tersebut menunjukkan bahwa proses fingsi seksual laki-laki mempunyai dua komponen
yaitu mencapai keadaan ereksi dan mempertahankannya (Samekto Wibowo dan Abdul
Gofir,2008).
DE adalah sebagai ketidakmampuan yang menentap dan atau kambuhan (setidaknya tiga
bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk hubungan seksual
yang memuaskan (Wespes dkk, 2006).
DE adalah kegagalan penis dalam mencapai ereksi yang cukup untuk melakukan sexual
intercourse. (Yuktiana Kharisma, 2017).
1. Skrotum adalah kantong longgar yang tersusun dari kulit, fasia, dan otot polos yang
membungkus dan menopang testis diluar tubuh pada suhu optimum untuk produksi spermatozoa.
Dua kantong skrotal, setiap skrotal berisi satu testis tunggal, dipisahkan oleh septum internal.
Otot dartos adalah lapisan serabut dalam fasia dasar yang berkontraksi untuk membentuk
kerutan pada kulit skrotal sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual.
2. Testis adalah organ lunak, berbentuk oval dengan panjang 4 cm sampai 5 cm (1,5 inci sampai 2
inci) dan berdiameter 2,5 c (1 inci)
Tunika albuginea adalah kapsul jaringan ikat yang membungkus testis dan merentang ke arah
dalam untuk membaginya menjadi sekitar 250 lobulus.
Tunika seminiferous, tempat berlangsungnya spermatogenesis, terlilit dalam lobules.
Epitelium germinal khusus yang melapisi tubulus seminiferus mengandung sel-sel batang
(spermatogonia) yang kemudian menjadi sperma; sel-sel Sertoli yang menopang dan memberi
nutrisi sperma yang sedang berkembang; dan sel-sel intetisial (leydig), yang memiliki fungsi
endokrin.
3. Duktus pada saluran reproduksi laki-laki membawa sperma matur dari testis ke bagian eksterior
tubuh.
Dalam testis, sperma bergerak ke lumen tubulus seminiferus, kemudian menuju ke tubulus
rekti (tubulus lurus). Dari tubulus rekti, sperma kemudian menuju jarring-jaring kanal rete
testisyang bersambungan dengan 10 sampai 15 duktulus eferen yang muncul dari bagian atas
testis.
Epididimis adalah tuba terlilit yang panjangnya mencapai 20 kaki (4 m sampai 6 m) yang
terletak di sepanjang sisi posterior testis. Bagian ini menerima sperma dari duktus eferen.
1. Epididimis menimpan sperma dan mampu mempertahankannya sampai enam minggu.
Selama enam minggu tersebut, sperma akan menjadi motil, matur sempurna, dan mampu
melakukan fertilisasi.
2. Selama eksitasi seksual, lapisan otot polos dalam dinding epididimal berkontraksi untuk
mendorong sperma ke dalam duktus eferen.
Duktus eferen adalah kelanjutan epididimis. Duktus ini adalah tuba lurus yang terletak
dalam korda spermatik yang juga mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfatik, saraf
SSO, otot kremaster, dan jaringan ikat. Masing-masing duktuds deferen meninggalkan
skrotum, menanjak menuju dinding abdominal kanal inguinal. Duktus ini mengalir di balik
kandung kemih bagian bawah untuk bergabung dengan duktus ejakulator.
Duktus ejakulator pada kedua sisi terbentuk dari pertemuan pembesaran (ampula) di bagian
ujung duktus deferen dan duktus dari vesikel seminalis. Setiap duktus ejakulator panjangnya
mencapai sekitar 2 cm dan menembus kelenjar prostat untuk bergabung dengan uretra yang
berasal dari kandung kemih.
Uretra merentang dari kandung kemih sampai ujung penis dan terdiri dari tiga bagian.
1. Uretra Prostatik merentang mulai dari bagian dasar kandung kemih, menembus prostat
dan menerima sekresi kelenjar tersebut.
2. Uretra membranosa panjangnya mencapai 1 cm sampai 2 cm. bagian ini di kelilingi
sfingter uretra eksternal.
3. Uretra penis (kavernous, berspons) di kelilingi oleh jaringan erektil bersepon (korpus
spongiosum). Bagian ini membesar ke dalam fosa navicularis sebelum berakhir
pada mulut uretraeksternal dalam glans penis.
4. Kelenjar aksesoris
b. Sel Sertoli menyebar dari epitelium sampai lumen tubulus. Fungsi-fungsinya antara lain :
Sel Sertoli secara mekanis menyokong dan memberi nutrisispermatozoa dalam proses
pematangan.
Sel Sertoli mensekresi inhibitor duktus mullerian, yaitu sejenis glikoprotein yang diproduksi
selama perkembangan embrionik pada saluran reproduksi laki-laki. Zat ini menyebabkan atrofi
duktus mullerian pada genetic laki-laki.
Sel Sertoli mensekresi protein pengikat androgen untuk merespon folikel stimulating hormone
(FSH) yang dilepas kelenjar hipofisis anterior. Protein mengikat testosterone dan membantu
mempertahankan tingkat konsentrasi tinggi cairan tersebut dalam tubulus seminiferus. Testosteron
menstimulasi spermatogenesis.
Sel Sertoli mensekresi inhibin, suatu protein yang mengeluarkan efek umpan balik negatif
terhadap sekresi FSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Sel Sertoli mensekresi antigen H-Y, yaitu protein permukaan membrane sel yang penting untuk
menginduksi proses diferensiasi testis pada genetik laki-laki.
c. Sel Intertisial (leydig) mensekresi androgen (testosteron dan dihidrotestosteron). Sel-sel
intertisial ini menghilang enam bulan setelah lahir dan muncul kembali saat awitan pubertas karena
pengaruh hormone gonadotropin dari kelenjar hipofisis
d. Proses spermatogenesis
Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel spermatosit primer bermiosis
menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder membelah lagi menghasilkan
spermatid. Spermatid berdeferensiasi menjadi spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah
selesai, maka ABP (Androgen Binding Protein) testosteron tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan
menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan
sekresi FSH dan LH.
Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan
oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenja Cowper. Spermatozoa bersama
cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi,
seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 – 400 juta sel spermatozoa. Pada laki-laki,
spermatogenesis terjadi seumur hidup dan pelepasan spermatozoa dapat terjadi setiap saat.
2. Mekanisme ereksi penis. Ereksi adalah slah satu fungsi vascular korpus karvenosum dibawah
pengendalian SSO.
1. Jika penis lunak, stimulus simpatis terhadap arterior penis menyebabkan konstriksi sebagian
organ ini, sehingga aliran darahb y6ang melalui penis tetap dan hanya sedikit darah yang
masuk kesinusoid kavernosum.
2. Saat stimulasi mental atau seksual, stimulus parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arterior
yang memasuki penis. Lebih banyak darah yang memasuki vena dibandingkan yang dapat
didrainase vena.
3. Sinusoid korpus kavernosum berdistensi karena berisi darah dan menekan vena yang
dikelilingi tunika albuginea non distensi.
4. Setelah ejakulasi, impuls simpatis menyebakan terjadinya vasokonstriksi arteri dan darah akan
mengalir ke vena untuk dibawah menjauhi korpus. Penis mengalami detumesensi, atau
kembali ke kondisi lunak.
3. Ejakulasi disertai orgasme merupakan titik kulminasi aksi seksual pada laki-laki. Semen
diejeksikan melalui serangkaian semprotan.
1. Implus simpatis dari pusat refleks medulla spinalis menjalar di sepanjang saraf spinal lumbal
(L1 dan L2) menuju organ genital dan menyebabkan kontraksi peristaltik dalam duktus testis,
epididimis, dan duktus deferen. Kontraksi ini menggerakkan sperma di sepanjang saluan.
2. Implus parasimpatis menjalar pada saraf pudendal dan menyebabkan otot bulbokavernosum
pada dasar penis berkontraksi secara berirama.
3. Kontraksi yang stimulan pada vesikelseminalis, prostat,dan kelenjar bulbouretral
menyebabkan terjadinya sekresi cairan seminal yang bercampur dengan sperma untuk
4. Kuantitas dan kompoisi semen
1. Volume ejakulasi berkisar antara 1 ml sampai 10 ml; rata – rata 3 ml. Semen terdiri dari 90%
air dan mengandung 50 sampai 120 juta sperma per ml; volume sperma mencapai 5% volume
semen.
2. Semen diejakulasi dalam bentuk cairan kental berwarna abu – abu kekuningan dengan pH 6,8
sampai 8,8. Cairan ini segera berkoagulasi setelah ejakulasi dan mencair dengan spontan
dalam 15 sampai 20 menit.
3. Bagian pertama ejakulasi mengandung spermatozoa, cairan epididimal, dan sekresi kelenjar
prostat dan bulbouretral. Bagian terakhir ejakulasi berisi sekresi dari vesikel seminalis.
4. Semen mengandung berbagai zat yang ada dalam plasma darah juga zat tambahan seperti
prostaglandin, enzim proteolitik, inhibitor enzim, vitamin, dan sejumlah hormon steroid serta
gonadrotropin dalam konsentrasi yang berada dengan yang ada di plasma darah.
Setelah ejakulasi, spermatozoa bertahan hidup hanya sekitar 24 sampai 72 jam dalam saluran
reproduksi perempuan. Sperma dapat disimpan selama beberapa hari pada suhu rendah atau
dibekukan jika akan disimpan selama lebih dari satu tahun.
2. Hormon hipofisis dan hipotalamus mengendalikan produksi androgen dan fungsi testikuler.
1. Gonadotropin hipofisis. Folicle stimulating hormone (FSH) memiliki reseptor pada sel
tubulus seminiferus dan diperlukan dalam spermatogenesis. Luteinizing hormone (LH)
memiliki reseptor pada sel interstisial dan menstimulasi produksi serta sekresi testosteron. LH
juga disebut ICSH (interstitial cell stimulating hormone) atau hormon perangsang sel
interstisial pada laki – laki.
2. Hipothalamic gonadotropin releasing hormone (GnRH)berinteraksi dengan testosteron, FSH,
LH, dan inhibin dalam mekanisme umpan balik negatif yang mengatur sintesis dan sekresi
testosteron.
1. Penurunan konsentrasi testosteron yang bersirkulasi menstimulasi produksi GnRH
hipotalamik yang kemudian menstimulasi sekresi FSH dan LH. FSH menstimulasi
spermatogenesis dalam tubulus seminiferus dan LH menstimulasi sel interstisial untuk
memproduksi testosteron.
2. Peningkatan kadar terstosteron dalam darah memberikan kendali umpan balik negatif
pada sekresi GnRH dan pada sekresi FSH dan LH hipofisis.
3. Inhibin disintesis dan disekresi oleh sel Sertoli untuk merespons terhadap sekresi FSH.
Hormon ini bekerja melalui umpan balik negatif langsung pada kelenjar hipofisis untuk
menghambat sekresi FSH. Inhibin tidak mempengaruhi pelepasan LH (ICSH).
4. Protein pengikat androgen adalah suatu polipeptida yang juga mengikat testosteron untuk
merespons sekresi FSH. Protein mengikat testosteron untuk mempertahikan
konsentrasinya dalam tubulus seminiferus 10 sampai 15 kali lebih besar dibandingkan
dengan konsentrasinya dalam darah. Hal ini kemudian meningkatkan penerimaan sel
terhadap efek tertosteron dan berfungsi untuk menunjang spermatogenesis.
3. Pubertas dipicu oleh peningkatan sekresi GnRH.
GnRH dihambat melalui umpan balik negatif dari sejumlah kecil testosteron yang
bersirkulasi sebelum pubertas.
Saat pubertas, maturasi otak dan penurunan sensitivitas hipotalamus terhadap
penghambatan testosteron menyebabkan peningkatan sekresi GnRH yang kemudian
meningkatkan sekresi FSH dan LH hipofisis. Ini mengakibatkan terjadinya
spermatogenesis, produksi testosteron, dan pembentukan karakteristik seks sekunder
pada laki – laki.
Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi FSH dan RH oleh kelenjar
hipofisis anterior.
3. Etiologi
Faktor psikologis dan fisiologis khusus berkombinasi untuk menyebabkan ED. Faktor psikologis
yang penting meliputi kecemasan akan penampilam, stress, dan kelelahan, kepercayaan diri yang
rendah, depresi, dan perubahan dalam hubungan. Setelah mengalami sekali kegagalan seorang
laki-laki dapat menjadi sangat cemas sehingga ia “gagal” lagi dan lagi, memperburuk masalah.
5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya disfungsi ereksi menurut hildsted dan low (1193) merupakan
kombinasi neuropati otonom dan keterlibatan arteriosclerosis arteri pudenda interna.
Menurut Moreland (sebagaiman dikutip oleh Wibowo, 2007) ada dua pandangan
utama patofisiologi kasus disfungsi ereks, pada hipotesis pertama perubahan yang
dipengaruhi tekanan oksigen pada penis secara ereksi ditujukan untuk mempengaruhi
struktus korpus kavernosum dengan cara menginduksi sitokin yang bermacam-macam.
Faktor vasoaktif dan faktor pertumbuhan pada kondisi tekanan oksigen yang berbeda akan
mengubah metabolisme otot polos dan sintesis jaringan ikat. Penurunan rasio antara otot
polos dengan jaringan ikat pada korpus kavernosum dihubungkan dengan meningkatnya
vena difus dengan kegagalan mekanisme penyumbatan vena.
Hipotesis tersebut menyertakan bukti adanya perubahan pada fase ereksi penis
malam hari dan perubahan pada fase ereksi penis malam hari danperubahan sirkadian
hubungannya dengan oksigenasi yang penting dalam pengaturan ereksi sehat. Hipotensis
yang lain menyatakan bahwa disfungsi ereksi adalah hasil hasil dari ketidakseimbangan
metabolic antara proses kontraksi dan relaksasi di dalam otot polos trabekula, misalnya
dominasi proses kontraksi. Kedua hipotesis ini dikaitkan dengan strategi DE.
Menurut Barton dan Jouber (2000), pada kasus-kasus dengan penyebab biologis
jelas ( missal neuropati diabetika), pengobatan dan akibat akibat dalam jangka panjang
kelainan seksual sekunder tersebut akan terpengaruh juga oleh faktor psikoseksual.
Penyebab organic DE termasuk vaskuler, neurologic (saraf), hormonal, penyakit atau obat-
obatan tertentu dan sejumlah orang mempunyai faktor penyebab ganda. Pada faktor
neurologic dapat berupa stroke, penyakit demielinasi, kelainan dengan bangkitan atau
kejang, tumor atau trauma sumsum belakang dan kerusakan saraf tepi.
Dua pertiga kasus DE adalah organic dan kondisi komorbid sebaiknya dievaluasi
secara aktif. Penyakit vascular dan jantun (terutama yang berhubungan dengan
hiperlipidemia,diabetes dan hipertensi) berkaitan erat dengan disfungsi ereksi. Kombinasi
kondisi-kondisi ini dan penuaan meningkatkan resiko DE pada usia lanjut. Permasalahan
hormonal dan metabolic lainnya, termasuk hipogonadisme primer dan sekunder,
hipotiroidisme, gagal ginjal kronis dan gagal hati juga berdampak buruk pada DE (Vary,
2007)
Penyalahgunaan zat seperti intake alcohol atau penggunanan obat-obatan secara
berlebihan merupakan kortibutor utama pada DE. Merokok merupakan salah satu
penyebab arterio oklusive disease. Psikogenik disorder termasuk depresi, disforia dan
kondisi kecemasan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian disfungsi seksual
multiple termasuk kesulitan ereksi. Cedera tulang belakang, tindakan bedah pelvis dan
prostat dan trauma pelvis merupakan penyebab DE yang kurang umum.
DE iatrogenic dapat disebabkan oleh gangguan saraf pelvis atau pembedahan
prostat, kekurangan glisemik, tekanan darah, kontrol lipid dan banyakmedikasi yang
umum, digunakan dalam pelayanan primer. Obat anti hipertensi khususnya diuretic dan
central acting agents dapat menyebabkan DE. Begitu pula digoksin psikofarmakologic
agents termasuk beberapa antidepresan dan anti testosterone hormone . Kadar testosterone
memang sedikit menurun dengan bertambahnya usia namun yang berkaitan dengan DE
alah minoritas pria benar- benar hipogonadisme yang memiliki kadar testosterone rendah.
(Vary, 2007)
6. Manifestasi klinis
Pada disfungsi ereksi, tanda-tandanya adalah sebagai berikut:
1. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara berulang (
paling tidak selama 3 bulan ).
2. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3. Ereksi hanya sesaat ( dalam referensi tidak disebutkan lamanya )
7. Komplikasi
Komplikasi Disfungsi Ereksi
1. Mudah merasa rendah diri atau kehilangan kepercayaan diri.
2. Kehidupan seks yang memburuk dari waktu ke waktu.
3. Permasalahan dalam kehidupan pernikahan dengan pasangan.
4. Stress.
5. Depresi.
6. Kegelisahan.
7. Ketidakmampuan untuk mendapatkan ketururnan.
8. Tes diagnostic
Berbagai jenis pengobatan yang tersedia untuk mengatasi masalah DE dapat dilihat pada
tabel 1. Terdapat banyak cara yang digunakan untuk terapi DE, salah satunya adalah dengan
obat oral yang mulai dipasarkan secara luas yaitu sildenafil. Obat ini hanya bekerja bilamana
terdapat stimulasi seksual dan diminum satu jam sebelum aktifitas seksual dengan dosis antara
25 – 100mg. Sildenafil bekerja dengan menghambat kompetitif enzim PDE 5 yang banyak
terdapat pada korpus kavernosus penis, sehingga menyebabkan relaksasi otot polos yang
terdapat berlangsung lebih lama, dengan demikian ereksi juga akan berlangsung lebih lama.
Masih banyak kontradiksi mengenai penggunaan sildenafil dalam penatalaksanaan DE,
dengan angka keberhasilannya sekitar 60-70 %. Pada penderita diabetes angka keberhasilan
hanya sekitar 50 %. Kontraindikasi pemakaian sildenafil adalah pasien yang menggunakan
preparat nitrat, adanya riwayat stroke, infark miokard, hipotensi, penyakit degeneratif retina
dan obat yang membuat waktu paruh sildenafil menjadi lebih panjang.
Penanganan disfungsi ereksi dengan farmakologi dan bedah dibagi menjadi 3 lini terapi, yaitu:
1 Terapi lini pertama
Terapi lini pertama yaitu memberi oral pada pasien. Untuk tahap ini, Badan Pengawasan Obat-
obatan dan Makanan telah mengizinkan tiga jenis obat yang beredar di Indonesia, masing-
masing dikenal dengan jenis obat
a. Sildenafil (viagra),
b. Tadalafil (Cialis) dan
c. Vardenafil (Levitra).
Ketiga jenis obat ini merupakan obat untuk menghambat enzim Phosphodiesterase-5
(PDE-5), suatu enzim yang terdapat di organ penis dan berfungsi untuk menyelesaikan ereksi
penis. Ketiga jenis obat ini memiliki kelebihan dan kekurangan :
a. Sildenafil merupakan preparat erektogenik golongan PDE-5 yang pertama kali
ditemukan. Mula kerja Sildenafil antara ½ jam – 1 jam. Sedangkan masa kerjanya berkisar
5-10 jam. Dari segi profilnya, Sildenafil tidak begitu selektif dalam menghambat PDE-5.
karena, zat ini ternyata juga menghambat PDE-6, jenis enzim yang letaknya di mata.
Kondisi ini menyebabkan penglihatan mata menjadi biru (blue vision). Obat ini juga tidak
bisa diminum berbarengan dengan makanan karena absorsi (penyerapannya) akan
terganggu jika lambung dalam kondisi penuh.
b. Vandenafil, lebih selektif dalam menghambat PDE-5 mengingat dosisnya tergolong kecil
yaitu antara 10mg-20mg. Mula kerjanya lebih cepat, 10 menit – 1jam, dengan masa kerja
5-10 jam. Keunggulan Vandenafil adalah absorsinya tidak dipengaruhi oleh makanan.
Jadi jika Anda ingin melakukan hubungan intim dengan istri setelah candle light dinner,
boleh-boleh saja. Kelemahannya, akan terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah di
hidung sehingga menyebabkan hidung tersumbat). Biasanya minum pertama akan
menyebabkan pening.
c. Tadalafil, masa kerjanya jauh lebih panjang yaitu 36 jam. Mula kerjanya sekitar 1 jam
dan tidak dipengaruhi oleh makanan sehingga absorsinya tidak terganggu.
Kekurangannya, obat ini juga menghambat PDE-11 enzim yang letaknya di pinggang
sehingga jika mengkonsumsi ini, si pria akan mengalami rasa sakit di pinggang.
Sedangkan farmakologi topikal dapat digunakan pada penderita yang tidak dapat
mengkonsumsi obat penghambat PDE 5. Obat topikal dioleskan pada kulit batang penis dan
glans penis. Beberapa agen yang biasa digunakan adalah solusio minoksidil, nitrogliserin dan
gel papaverin. Sementara penggunaan VCD bertujuan untuk memperbesar penis secara pasif
yang kemudian cincin pengikat pada pangkal penis akan mempertahankan darah dalam penis.
Namun penggunaan VCD ini dapat menimbulkan efek samping berupa nyeri, sulit ejakulasi,
perdarahan bawah kulit (petekie) dan baal.
2 Terapi lini kedua
Paad terapi lini keduan yang terdiri dari suntikan intravernosa dan pemberian alprostadil
melalui uretra. Terapi suntikan intrakarvenosa yang digunakan adalah penghambat
adrenoreseptor dan prostaglandin. Prinsip kerja obat ini adalah dapat menyebabkan relakasasi
otot polos pembuluh darah dan karvenosa yang dapat menyebabkan ereksi. melakukan
penyuntikan secara entrakavernosa dan pengobatan secara inraurethra yang memasukkan gel
ke dalam lubang kencing. Pasien dapat melakukan sendiri cara ini setelah dilatih oleh dokter.
3 Terapi lini ketiga
Terapi lini ketiga yaitu implantasi prosthesis pada penis. Tindakan ini dipertimbangkan pada
kasus gagal terapi medikamentosa atau pada pasien yang menginginkan solusi permanen
untuk masalah disfungsi ereksi. Terdapat 2 tipe prosthesis yaitu semirigid dan inflatable.
Tindakan ini sudah banyak dilakukan di luar negeri namun di Indonesia belum ada
Daftar pustaka
Smeltzer,Suzanne,C.2001. ”Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah” Edisi 8 . EGC: Jakarta