Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN STUDI KASUS

PRAKTIK DIETETIK
KASUS 2
DI BAGIAN INTERNA RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN UNHAS
MAKASSAR

OLEH:
IFFAH SUARSI
K211 14 005

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
TINJAUAN SECARA TEORITIK
A. Gambaran Umum Penyakit
1. Limfoma Maligna
a. Pengertian
Apendiks atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah
usus buntu, adalah salah satu organ visceral pada sistem
gastrointestinal yang sering menimbulkan masalah kesehatan.1
Adanya peradangan pada apendiks vermiformis disebut dengan
apendisitis.2 Peradangan akut pada apendiks memerlukan
tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. Peradangan pada apendiks merupakan kausa
laparotomi tersering pada anak dan orang dewasa (Thomas, dkk.,
2016).
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena
tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan
limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab
utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, dan Enterobius vermikularis (Warsinggih, 2010).
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia.
Meskipun sangat jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis
akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis
jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala
yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri
tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring
dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi
peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan
penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah
gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak
appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi
di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus.
Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga
merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis
retrocecal arau pelvis (Warsinggih, 2010).

b. Prevalensi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di
Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak
usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa
Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok
ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim
panas. Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi
daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir
angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi
lelaki lebih tinggi (Warsinggih, 2010)
Kelompok umur 20-29 tahun memiliki persentase yang
paling tinggi diantara kelompok umur yang lain yaitu sebesar
34%. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Rumah Sakit
Immanuel Bandung pada tahun 2013 ditemukan bahwa
kelompok umur terbanyak yang menderita apendisitis ialah
kelompok umur 26-35 tahun.12 Gearhart dan Silen4 dalam
bukunya mengatakan bahwa insidens puncak apendisitis akut
ialah pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Hal ini sesuai
dengan temuan bahwa insidens apendisitis tertinggi adalah pada
umur 20-29 tahun (Thomas, dkk., 2016).
Berdasarkan jenis kelamin dari 650 kasus, jenis kelamin laki-
laki memiliki persentase sebesar 56%, sedangkan jenis kelamin
perempuan hanya sebesar 44%. Ahmad10 dalam penelitiannya
menemukan bahwa insidens pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Inflamasi pada apendiks lebih
umum ditemukan pada laki-laki, diduga karena adanya
perubahan anatomis (Thomas, dkk., 2016).
Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, jenis
kelamin laki-laki mendominasi pada setiap kelompok umur
disbandingkan dengan jenis kelamin perempuan, kecuali pada
kelompok umur 20-29 tahun dimana jenis kelamin perempuan
lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki. Dalam beberapa
penelitian dikatakan bahwa pada orang dewasa angka kejadian
Apendisitis 1,4 kali lebih banyak pada laki-laki dibanding
perempuan. Adapula yang menjelaskan bahwa insidens tertinggi
adalah pada kelompok umur 20-30 tahun dimana jenis kelamin
laki-laki lebih mendominasi.1,12 Temuan penelitian ini berbeda
dengan beberapa penelitian sebelumnya, khususnya pada
kelompok umur 20-29 tahun dimana pada kelompok umur ini dari
224 pasien yang didiagnosis apendisitis terdapat 31% jenis
kelamin laki-laki (69 pasien) dan 69% jenis kelamin perempuan
(155 pasien) (Thomas, dkk., 2016).

c. Patofisiologi
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Tanda
patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis.28
Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi
mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi
darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti
vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding
appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang
ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses
radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun
faktor obstruksi telah dihilangkan (Minkes, 2004).
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Tanda
patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis.28
Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi
mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi
darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti
vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding
appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang
ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses
radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun
faktor obstruksi telah dihilangkan (Niken, 2013)
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan
sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini
menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan
keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini
dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi (Saksono, 2012).
Data Dasar Pasien
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. V. V.M
Tanggal Lahir : 3 Desember 1997
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Labuan, Maluku Tengah
No. Register RM : 056534
Ruang : 426
Tanggal Masuk : 30 September 2017
Tanggal Ambil Kasus : 2 Oktober 2017
Diagnosa Medis : Appendicitis Akut

Data Subyektif
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Diagnosa yang ditegakan oleh dokter Appendicitis Akut
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
d. Riwayat Gizi Sekarang
Saat ini pasien mendapatkan diet post operasi, puasa
setelah operasi setelah sadar boleh minum sedikit sedikit. Hasil
recall 24 jam sebelum intervensi :
E : 0 kkal
P:0g
L :0 gr
KH : 0 gr

e. Riwayat Gizi Dahulu


- Pasien makan 2-3 sehari Makanan pokok setiap hari yaitu nasi
dengan porsi sedang 100 gr
- Lauk hewani berupa ayam hampir setiap hari, Tidak suka makan
ikan semenjak tinggal di Makasar
- Sayuran suka sayur hijau
- Buah-buahan yang biasa dikonsumsi yaitu buah pir kadang-kadang
- Suka makan makanan pedas

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang mahasiswa yang berasal
dari Maluku Tengah, beragama Kristen tinggal di makassar
sejak 2 tahun yang lalu.

3. Data Obyektif (2-10-2017)


a. Antropometri
Umur = 20 tahun
TB = 163 cm
BBA = 54 kg
BBI = TB-100
= 63 kg
IMT = BB/TB2
= 20,3 kg/m2
(Status Gizi Normal berdasarkan WHO 2007 untuk penduduk
Asia Dewasa).
b. Pemeriksaan Laboratorium
Adapun hasil pemeriksaan laboratorium pasien sebelum
intervensi dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Jenis
Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
SGOT 14 U/L (N: <35 U/L) Normal
UREUM 14 mg/dl (N: 0-53 mg/dl)
Normal
GDS 84 mg/dl (N: 80-180 mg/dl) Normal
1 Oktober 2017
Hb. 12,1 g/dl (N: 13,0-16,0 g/dl)
Normal

Sumber : Data Sekunder, 2017


c. Pemeriksaan Fisik-klinis
Adapun hasil pemeriksaan fisik/klinis dapat dilihat pada
tabel 2
Tabel 1.2 Hasil Pemeriksaan Fisik /Klinis
Tanggal Keadaran Jenis
Hasil Nilai Normal Interpretasi
pemeriksaan Pemeriksaan
KU: Sedang Tekanan Darah 100/70 mmHg 120/80 mmhg Normal

Kesadaran: Nadi 88 kali/menit 80-120 x/i Normal


1 Oktober sadar
2017 Pernafasan 18 kali/menit 12-20 x/i Normal

Suhu 36.60C 36-37C Normal

Sumber : Data Sekunder, 2017


d. Riwayat Makan
Adapun riwayat makan pasien sebelum intervensi dapat
dilihat pada tabel 3
Tabel 3 Asupan Zat Gizi Sebelum Intervensi
Energi Protein Lemak KH
(kkal) (gr) (gr) (gr)
Asupan 0 0 0 0
Kebutuhan 2035,1 76 48,2 330,7
% Asupan 0% 0% 0% 0%
Sumber : Data Primer Terolah, 2017
e. Skrining Gizi
Hasil skrining gizi pasien dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4 Hasil Skrining Gizi terhadap Pasien

No Indikator Hasil
1 Penurunan nafsu makan -
2 Status gizi Normal +
3 Penurunan BB -
4 Tidak ada asupan +
Sumber: Data Primer, 2017

d. Penentuan Masalah Gizi


1. Diagnosis Gizi
a. Domain Intake
Adapun hasil diagnosis gizi berdasarkan domain intake
yaitu sebagai berikut:
Tabel 5 Diagnosis Gizi Berdasarkan Domain Intake
Problem Etiologi Sign
Asupan Oral Perawatan pasca Hasil Recall 24 jam:
Kurang operasi Energi: 0 kkal (0%)
Protein: 0 gr (0%)
Lemak : 0 gr (0%)
KH : 0 gr (0%)

NI.2.1 Kekurangan intake makanan dan minuman oral yang


berkaitan dengan perawatan pasca operasi apeendicitis itandai
dengan recall pasien, yaitu:
Energi: 0 kkal (0%)
Protein: 0 gr (0%)
Lemak : 0 gr (0%)
KH : 0 gr (0%)
D. Jalur Pemberian Nutrisi Pasien
Makanan diberikan via oral dengan konsistensi lunak.
E. Rencana Asuhan Gizi
1. Jenis Diet
Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
2. Tujuan Diet
Memenuhi kebutuhan energi dan protein untuk mempercepat
proses penyembuhan dan memperbaiki jaringan tubuh pasca
operasi
3. Prinsip/Syarat Diet
- Energi diberikan diatas kebutuhan normal dengan
memperhitungkan faktor stres dan faktor aktifitas sebanyak
2035,08
- Protein diberikan 15% dari kebutuhan energi total yaitu 76 gr
- Kebutuhan lemak 20% dari energy total yaitu 45,2 gr
- Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan protein
dan lemak yaitu 65% sebanyak 330,7 gr
- Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan normal
- Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna
4. Konsistensi
Makanan Lunak
5. Cara Pemberian
Oral
6. Frekuensi
Tiga kali makanan utama dan dua makanan selingan.
7. Perencanaan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
a. Angka Metabolik Basal
AMB=655+(9,6BB)+(1,8TB)-(4,68Umur)
=655+ (9,654) +(1,8163)- (4,6820)
= 1373,2
FA = Tidur :10/ 24 1 =0,41
Duduk:10/24 1,08= 0,45
Berdiri: 2/24 1,17=0,9
Berjalan:2 /242,37=0,19
b. Kebutuhan Zat gizi
TEE = AMB FA FS
= 1399,12 1,14 1,3
= 2035,08 kkal

Protein= 15% 2035,08/ 4


= 76 gr

Lemak = 20% 2035,08/9


= 45,2 gr
KH = 65% 2035,08/4
= 330,7 gr

8. Rencana Motivasi Dengan Terapi Edukasi


a. Tujuan:
Agar pasien dan keluarga:
a. Memperbaiki pola dan kebiasaan makan yang salah
b. Mengerti tentang makanan yang boleh/tidak dikonsumsi
c. Dapat menjalankan diet yang dianjurkan dengan benar
d. Mengerti tentang diet yang diberikan
e. Mematuhi diet
b. Materi:
Diet TKTP
c. Sasaran:
Pasien & Keluarganya
d. Waktu:
15 menit
e. Tempat :
Kamar Rawat 426
f. Metode :
Penyuluhan Individu kepada pasien dan keluarga pasien
Rencana Monitoring
Parameter yang dimonitor selama studi kasus adalah sebagai
berikut:
a. Antropometri
b. Biokimia
c. Pemeriksaan Fisik/Klinis
d. Asupan Setiap Hari
e. Edukasi
10. Implementasi Asuhan Gizi
A. Diet Pasien
Diet yang diberikan adalah diet tinggi kalori tinggi protein
(TKTP). Diet TKTP yaitu makanan yang diberikan kepada
pasien secukupnya atau lebih banyak dari biasanya untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan protein. Perencanaan menu
sesuai dengan kebutuhan dimana energy sebesar 1834,7 kkal
(90%), protein sebesar 70 gr (92%), Lemak sebesar 44,2 gr
(91%) dan Karbohidrat sebesar 331,5 gr (100%).

2. Perencanaan Menu
Menu Bahan JUMLAH
URT Gram
Pagi (07.00)
Nasi Beras 1 gelas 50
Tempe goreng tepung Tempe 1 potong 50
Tepung terigu sdg 20
Perkedel Jagung Jagung 2 sdm 30
Tepung terigu 40
4 sdm
Cah sawi hijau Sawi hijau 50
Snack (10.00) Pisang susu 1 buah sdg 100
Buah
Siang (13.30)
Nasi beras 1 gelas 50
ikan goreng ikan layang 1 ptg sdang 50
tepung tepung terigu 2 sdm 20

Pepes tahu tahu 1 ptg sdg 50


panggang
Bayam gelas 30
jagung gelas 30
sayur bayam
Snack (16.00)
jagung
Jus Buah Alpukat 1 bji 100
Susu kental manis 3 sdm 30
Malam (17.00)
Nasi Beras 1 gelas 50
Tongkol Bumbu Ikan tongkol 1 ptg sdg 50
Kuning Santan gelas 30

Tempe 1 ptg Sng 50


Tempe terong kuah Terong 5 ptng sdng 50
santan Santan gelas 30

Menu diatas merupakan perencanaan menu yang disusun


ebrdasarkan jenis diet dan memperhitungkan kebutuhan pasien.
Mengandung energi energy sebesar 1834,7 kkal (90%), protein
sebesar 70 gr (92%), Lemak sebesar 44,2 gr (91%) dan
Karbohidrat sebesar 331,5 gr (100%). Sesuai dengan kebutuhan
dengan persentasi asupan dimana menu dikatakan adekuat
apabila persentase asupannya diantara 90-110%.

Sup jagung
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 30 September 2017 dengan


keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami sejak 1 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasa hilang timbul, awalnya
dirasakan di ulu hati dan menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri dirasa
makin memberat sejak sore sebelum masuk rumah sakit. Ada riwayat
mual dan muntah, tidak ada riwayat operasi sebelumnya. Riwayat
buanga air kecil dan buang air besar dalam batas normal.
Sebelum intervensi dilakukan recall 24 jam makanan pasien pada
tanggal 1 Oktober 2017 diperoleh presentase asupan energy yaitu 0 kkal
(0%), Protein 0 gr (0%), lemak 0 g (0%) dan karbohidrat 0 g(0%). Dari
hasil recall sebelum intervensi tersebut dapat diketahui bahwa asupan
kurang. Tidak adanya asupan yang masuk karena saat itu pasien sedang
tidak diperbolehkan untuk makan pasca operasi, pasien bisa minum
sedikit-sedikit setelah sadar dan makanan yang dimakan harus dengan
konsistensi lunak.
Diet yang diberikan adalah diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP). Diet
TKTP yaitu makanan yang diberikan kepada pasien secukupnya atau
lebih banyak dari biasanya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein.
Perencanaan menu sesuai dengan kebutuhan dimana 1834,7 kkal (90%),
protein sebesar 70 gr (92%), Lemak sebesar 44,2 gr (91%) dan
Karbohidrat sebesar 331,5 gr (100%)
1. Monitoring Asupan makanan
Berikut tabel hasil monitoring asupan makanan pasien
Tabel 6 Hasil monitoring asupan makanan pasien
ASUPAN ZAT GIZI
HARI URAIAN
E (Kkal) P (gr) L (gr) KH (gr)
Asupan 0 0 0 0
I
Kebutuhan 2035,1 76 48,2 330,7
2/10/2017
% Asupan 0% 0% 0% 0%
Asupan 881,5 50,1 35 90,5
II
Kebutuhan 2035,1 76 48,2 330,7
03/10/2017
% Asupan 43% 66% 73% 27%
Asupan 1946,1 70,1 91,5 181
III
Kebutuhan 2035,1 76 48,2 330,7
04/10/2017
% Asupan 96% 92% 90% 55%
Rata-rata % Asupan 46% 52% 54% 27%
Pada tabel dapat dilihat asupan pada pasien dari intervensi pertama
hingga intervensi ketiga masih sangat kurang. Kebutuhan asupan pasien
sesuai perencanaan menu yang seharusnya yaitu energy sebesar 1834,7
kkal (90%), protein sebesar 70 gr (92%), Lemak sebesar 44,2 gr (91%)
dan Karbohidrat sebesar 331,5 gr (100%). Hal ini dikarenakan kurangnya
asupan oral yang masuk dikarenakan pasien takut mengkonsumsi
makanan karena pasca operasi dan pasien tidak mengkonsumsi buah
atau selingan yang diberikan.
2. Monitoring laboratorium
Adapun tabel hasil monitoring laboratorium pasien dapat dilihat
pada tabel berikut
Tabel 7 Monitoring Hasil Laboratorium Pasien
Jenis Hari 1 Hari 2 Hari 3
Nilai Normal
Pemeriksaan
SGOT (N: <35 U/L) 14 U/L - -
UREUM (N: 0-53 mg/dl) 14 mg/dl
GDS (N: 80-180 mg/dl) 84 mg/dl
Hb. (N: 13,0-16,0 g/dl) 12,1 g/dl

Sumber: Data Sekunder, 2017


Pemeriksaan lab hanya dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2017 jadi
pada intervensi kedua dan ketiga tidak dapat dibandingkan hasilnya.
3. Monitoring Fisik Klinis
Adapun hasil monitoring fisik klinik dapat dilihat pada tabel 14
dibawah ini.
Tabel 8 hasil monitoring fisik klinis
Jenis
Nilai Normal Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pemeriksaan
KU Sedang Sedang Sedang

Sadar Sadar Sadar


Kesadaran

100/60 mmHg 110/60 mmHg 120/60 mmHg


TD <120/80

Nadi 60-100x/m 80kl/mnt 80kl/mnt 80kl/mnt

Pernapasan 12-20x 20 kl/mnt 20 kl/mnt 20 kl/mnt

Suhu 36,5-37,5 oc 36.50C 36.9C 36.90C

Sumber: Data Sekunder. 2017


Pada saat intervensi pertama, keadaan pasien masih lemah pasca
operasi dan belum ada asupan secara oral yang masuk. Pada hari
kedua keadaan pasien sedang dan sudah membaik tetapi masih ada
nyeri pasca operasi dan hari ketiga keadaan pasien sudah baik.
Tekanan darah pasien pada intervensi hari pertama yaitu 100/60 yang
menandakan tekanan darah pasien masih bisa dikatakan normal
meskipun pasien masih terlihat lemas. Pada hari kedua tekanan darah
masih sama yaitu 100/60, keadaan ini bisa dikatakan lemah karena
pasien masih kurang asupan oral pada hari kedua. Pada hari ketiga
tekanan darah 120/60 bisa dikatakan normal dan keadaan pasien
sudah membaik.
Nadi pasien pada saat intervensi pertama yaitu 80x/menit. Artinya
denyut nadinya normal meskipun pasien terlihat sedikit lemas. Menurut
buku Nutrition Care Proses yang bersumber dari Bonewit-West (2011)
rentang nadi normal bagi kelompok usia diatas 18 tahun yaitu 60-100
kali/menit. Pada intervensi kedua, denyut nadi menjadi normal. Pada
saat intervensi ketiga denyut nadi juga sudah normal.
Hasil monitoring pernapasan pasien pada intervensi hari pertama,
kedua dan ketiga yaitu normal. Dimana pernapasan yang normal yaitu
12-20 kli/menit.
Suhu pasien normal dari intervesi pertama, kedua dan intervensi
ketiga. Sesuai dengan teori yang tercantum dalam buku Nutrition Care
Prosess (2014) mengutip dari sumber Bonewit-West (2011) yang
menyatakan bahwa suhu normal yang digunakan yaitu 36.1-37.20C.
4. Monitoring Antropometri
Tabel 9 Hasil Monitoring Antropometri
Antropometri Nilai Normal Hari 1 Hari 2 Hari 3
BB 18.5- 22.9 54 kg - 56 kg
TB (WHO Asia Pasifik, 163 cm 163 cm
IMT 2007) 20.3 21.1

Sumber: Data primer 2017


Terjadi peningkatan berat badan pada pasien selama intervensi di
hari ketiga. Dikarenakan nafsu makan pasien mulai membaik dari hari
kedua dan hari ketiga intervensi meskipun asupan belum terpenuhi.
5. Evaluasi Asupan Diet Pasien
Asupan diet pasien sebelum intervensi dan sesudah intervensi
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10 Evaluasi Asupan Diet pasien
Sebelum intervensi Intervensi 1 Intervensi 2 Intervensi 3
E: 0 kkal (0%) E: 0 kkal (0%) E:881,5kkal(43%) E:1946 kkal (96%)
P : 0 (0%) P : 0 (0%) P: 50,1 gr (66%) P : 70,1 gr (92%)
L : 0 gr (0%) L : 0 gr (0%) L : 35 gr (73%) L : 91,5 gr (90%)
KH: 0 (0%) KH: 0 (0%) KH: 90,5 (27%) KH: 181 (55%)
Standar kebutuhan
E : 2035.1 kkal
P : 76 gr
L : 44.2 gr
KH :247.1 gr
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa pasien sebelum intervensi
tidak ada asupan oral dikarenakan pasien sudah mulai merasa nyeri
pada perut kanan bawah. Untuk intervensi hari pertama pasien juga
belum mendapatkan asupan oral dikarenakan pasien belum bisa
makan pasca operasi, pasien hanya bisa minum sedikit-sedikit. Pada
intervensi hari kedua pasien mulai bisa makan dengan konsistensi
makanan yaitu lunak, dan pasien diedukasi untuk tidak takut makan
setelah operasi selama makanan tersebut dengan konsistensi lunak
dan disarankan dengan diet TKTP. Untuk hari ketiga asupan energi
pasien terpenuhi, protein terpenuhi dan lemak terpenuhi. Karbohidrat
tidak terpenuhi dikarenakan pasien tidak mengkonsumsi selingan atau
buah yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

DR.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD, 2010. Bahan Ajar Kedokteran. Fakultas


Kedokteran UI. Jakarta

Minkes, Robert K., 2004, Pediatric Appendicitis,


http://emedicine.medscape.com/ article/926795-overview.

Naiken, G., 2013, Apendisitis Akut,


http://www.scribd.com/doc/149322791/APEN DISITIS-AKUT

Thomas, A Gloria, dkk,. Angka kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D.


Kandou Manado periode Oktober 2012 September 2015. Jurnal e-
Clinic (eCl) Vo. 4 (1) Januari-Juni 2016.

Saksono, A.B., 2012, Karakteristik lokasi perforasi apendiks dan usia pada
pasien yang didiagnosis apendisitis akut perforasi di RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta, Skripsi, Fakultas Kedokteran, UPN Veteran Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan De J. W, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah., Jakarta,
EGC.

Anda mungkin juga menyukai