Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

EDEMA ANASARKA PADA


NEFROPATI DIABETIKA

Diajukan Oleh :
MAHMUDAH HIDAYATI
20171003

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 2 PATOLOGI KLINIK


KONSULTAN METABOLIK ENDOKRIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii


I. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 1
II. LAPORAN KASUS ........................................................................................ 14
III. PEMBAHASAN .............................................................................................. 25
IV. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 30
LAMPIRAN ................................................................................................................ 30

ii
I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Edema
Definisi Edema
Edema adalah pembengkakan jaringan tubuh akibat akumulasi cairan di
dalam ruang interstitial (celah diantara sel). Jika edema masif dan menyeluruh
disebut edema anasarka.1,2 edema biasanya pada kaki, telapak kaki, pergelangan
kaki dan bagian tubuh lainnya.3

Etiologi
Penyakit-penyakit dari beberapamekanisme penyebab edema yaitu :1
a. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
- Gagal jantung, gagal ginjal, sirosis hepatis, kehamilan, obat-obatan
- Obstruksi vena atau insufisiensi vena seperti DVT, hepatic venous
congestion
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
- Kebakaran, trauma, sepsis, reaksi alergi , ascites karena keganasan
c. Obstruksi limfatik
- Keganasan, Pasca diseksi nodus limfatikus
d. Albumin yang rendah
- Sindrom nefrotik, penyakit hati, malnutrisi

1
Tabel 1. Daftar penyakit dengan edema2

Renal disease Nephrotic and nephritic syndromes in acute and chronic


giomerulonephritis (idiopathic or secondary) and other
glomerulopathies; acute and chronic renal failure
Cardiovascular Chronic heart failure as a result of coronary arteries disease,
diseases cardiomyopathy, rheumatic and congenital heart valve defects,
etc.
Hepatic diseases Hepatic cirrhosis, thrombosis of hepatic veins, etc.
Intestinal Diarrhea, malabsorption in chronic enteritis, Whipple’s disease,
diseases intestinal amyloidosis, etc.
Endocrine Hypothyroidism, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
diseases secretion, premenstrual syndrome cyclical edema, etc.
Vascular diseases Vein thrombosis, thrombophiebitis, tumor compression, etc.
Diseases of the Lymphostasis as a result of filariasis, non specific lymphangitis,
lymphatic system metastatic lymphatic vessels, etc.
Allergic diseases Effects of different allergens (food, drug, pollen, cosmetics, etc)
Idiopathic edema Imbalance of sympathetic nervous system trophic function, of
in women estrogen – progesterone system; increased adrenal sensitivy to
angiotensin II, and renal tubules sensitivity to aldosterone and
ADH.
Side effects of Ca+ - channel blockers, estrogens, monixidil, rosiglitazone,
mediations corticosteroids; anabolic steroids, etc.

Macam-macam obat yang menyebabkan edema adalah :Vasodilators,


calcium channel blockers (CCBs), NSAIDs (non-steroidal antiinflammatory
drugs), estrogen, kortikosteroid (seperti prednison dan methylprednisolon),
cytokines, obat kemoterapi, and obat diabetes (thiazolid).3

Patofisiologi
Persamaan Starling menunjukkan bahwa peningkatan tekanan cairan
interstitial, penurunan tekanan osmotik koloid jaringan dan peningkatan aliran
getah bening dapat membatasi akumulasi kelebihan cairan yang mencegah
terjadinya edema. Perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial pada
arteriollaludariinterstisial ke intravaskulerpadavenulasertakepembuluhlimfe
dalam kondisi seimbang.4

2
Jika persamaan starling terganggu maka dapat terjadi edema. Awalnya
ketika cairan bergerak dari ruang pembuluh darah ke interstitium dapat
menyebabkan berkurangnya volume plasma. Hal ini mengurani perfusi
jaringan. Perfusi jaringan yang buruk menyebabkan retensi natrium dan air oleh
ginjal. Kelebihan cairan yang didapat disimpan di kompartemen intravaskular.
Namun, perubahan dalam hemodinamik kapiler menyebabkan sebagian besar
cairan yang ditahan memasuki interstitium dan, akhirnya, menjadiedema.1

Tipe-Tipe Edema
Berbagai tipe edema yaitu3 :
- Edema perifer
- Edema paru
- Edema skrotum
- Edema cerebral
- Edema macular
- Pitting edema
- Non pitting edema

Gejala klinis
Gejala yang menyertai edema yaitu :3
- Kulit cekung ketika ditekan selama beberapa detik
- Kulit tampak meregang dan mengkilap
- Perut membesar
- Pembengkakan pada bagian tubuh yang sakit
- Penambahan berat badan atau penurunan berat badan
- Denyut nadi yang meningkat
- Nyeri dada
- Kesulitan bernafas atau batuk

3
Diagnosis
Ada dua tahap dalam mendiagnosis edema yaitu :5
a. Jenis edema
Untuk mendiagnosis edema pada awalnya dilihat riwayat penyakit pasien
dan obat-obatan yang dikonsumsi pasien, selanjutnya dilakukan beberapa
penilaian yaitu :
- Waktu dan lamanya terjadinya edema
- Penampakan kulit (warna, suhu dan kekenyalan)
- Distribusi edema (kaki, tangan, kepala)
- Palpasi
- Keluhan (nyeri, perubahan rasa, sesak nafas)
- Riwayat pemakaian Obat-obatan
- Komplikasi tambahan, seperti infeksi jamur
b. Pemeriksaan lanjutan
- Ultra sound/CT scan
Dilakukan pada pasien dengan suspek deep venous thrombosis (DVT),
lymphadenopathy, hepatomegali yang menyebabkan obstruksi vena
atau limfatik
- Laboratorium : ureum, kreatinin, albumin
- EKG/ echo/ BNP jika ada dugaan penyakit jantung

1.2Nefropati diabetika
Definisi
Nefropati Diabetik adalah kelainan struktur dan fungsi ginjal sebagai
akibat diabetes melitus. Secara klinis ditandai dengan adanya proteinuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.6

4
Epidemiologi
Jumlah panderita DM terus bertambah di Indonesia, begitu pula di
dunia. Data Global Burden of Disease tahun 2010 menunjukkan, Penyakit
Ginjal Kronis merupakan penyebab kematian ke-27 di dunia tahun 1990 dan
meningkat menjadi urutan ke 18 pada tahun 2010. Lebih dari 2 juta penduduk
di dunia mendapatkan perawatan dengan dialisis atau transplantasi Ginjal.7
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan
bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang menderita Gagal Ginjal sebesar
0,2% atau 2 per 1000 penduduk dan prevalensi Batu Ginjal sebesar 0,6% atau 6
per 1000 penduduk. Prevalensi Penyakit Gagal Ginjal tertinggi ada di Provinsi
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%.7
Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2016, sebanyak
98% penderita gagal Ginjal menjalani terapi Hemodialisis dan 2% menjalani
terapi Peritoneal Dialisis (PD). Penyebab penyakit Ginjal kronis terbesar adalah
nefropati diabetik (52%), hipertensi (24%), kelainan bawaan (6%), asam urat
(1%), penyakit lupus (1%) dan lain-lain.7
DM tipe 1 maupun tipe 2 dapat terjadi komplikasi ND pada waktu yang
hampir sama, dari mulai DM sampai terjadi mikroalbuminuria perlu waktu 5 –
10 tahunan, dari mikroalbuminuria sampai nefropati berat perlu waktu sekitar 5
tahunan dan dari nefropati berat menjadi penyakit gagal ginjal terminal
memerlukan waktu 7-10 tahun. Komplikasi ND dapat dicegah, begitu pula
terjadinya gagal ginjal dapar diperlambat dengan kepatuhan terapi dan
perubahan pola hidup (seperti olah raga teratur, penurunan berat badan, dan
penurunan konsumsi protein dalam makanan).8

Faktor risiko
Hipertensi, glukosa darah yang tinggi dan dislipidemia merupakan
faktor risiko yang menimbulkan nefropati diabetik pada pasien DM.9 Faktor

5
risiko yang lain yaitu lamanya menderita DM, riwayat nefropati diabetika pada
keluarga, dan jenis kelamin laki-laki.10
Hipertensi, glukosa darah yang tinggi dan dislipidemia merupakan
faktor risiko ND yang bisa diperbaiki. Lamanya menderita DM, umur, genetik,
etnik, dan jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko ND yang tidak bisa
diperbaiki. Namun, faktor risiko yang bisa diperbaiki yang paling banyak.11
Penelitian tentang faktor risiko non klinis dapat mempengaruhi
kejadian nefropati diabetikadidapatkan hasil sebagai berikut : kepatuhan
berobat (OR = 2,8 dengan contigency coefficient 0,243) , tingkat pendidikan
(OR = 1,5 dengan contigency coefficient 0,091), pendapatan rendah < UMK
(OR = 1,21 dengan contigency coeffi cient 0,036), dan tidak mendapat
dukungan sosial (OR = 1,65 dengan contigency coeffi cient 0,117). Terlihat
bahwa faktor risiko non klinis cukup tinggi mempengaruhi kejadian nefropati
diabetika meskipun korelasinya lemah.12

a. Hipertensi
Hasil penelitian di bagian penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil
Padang tahun 2015 menunjukkan 70,3% pasien nefropati diabetik
mengalami hipertensi.13 Pasien dengan tekanan darah rendah memiliki
risiko terjadi ND lebih rendah. Obat hipertensi Inhibitors of the renin-
angiotensindapat memperlambat perkembangan ND dibanding obat
hiprtensi yang lain meskipun memiliki efek menurunkan tekanan darah
yang sama.11
b. Hiperglikemia
Hasil penelitian di bagian penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil
Padang tahun 2015 menunjukkan 70,1% pasien nefropati diabetik memiliki
glukosa darah sewaktu yang cukup tinggi (>200 mg/dl).13 Pasien DM tipe 1
dan tipe 2 dengan kadar HbA1c tinggi memiliki risiko tinggi untuk

6
menderita ND, sebaliknya banyak penelitian menyebutkan bahwa kontrol
glukosa yang baik menurunkan kejadian ND.11
Ekspresi antioxidant di mitokondria dapat menurun karena
hiperglikemia yang menyebabkan ROS meningkat dan berkontribusi
terhadap kerusakan ginjal. Superoxide (ROS) memproduksi peroxynitrite
bereaksi dengan nitrat oksida (NO) yang akhirnya menyebabkan
vaskulopati diabetika. Peroxynitrite memicu kerusakan selular melalui
beberapa mekanisme yang kemudian mengaktivasi nuclear enzyme poly
(ADP-ribose) polymerase (PARP)-1. Aktivasi PARP-1 berperan penting
dalam disfungsi vaskuler pada pasien DM dan perkembangan komplikasi
diabetes seperti nefropati diabetika.14
Hiperglikemia akut atau hiperglikemia kronik meningkatkan
produksi radikal bebas dan mengakibatkan stress oksidatif yang dapat
merusak komponen protein tubuh. Stress oksidatif menyebabkan angiopati
diabetia.15
c. Dislipidemia
Hasil penelitian di bagian penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil
Padang tahun 2015 menunjukkan 94,6% pasien nefropati diabetika
mengalami dislipidemia.13 Dislipidemia berperan dalam perkembangan
ND. Penelitian dengan intervensi statin menunjukkan bahwa dyslipidemia
merupakan factor risiko ND dan pasien dengan penurunan LDL
menurunkan risiko terjadinya ND.11
d. Genetik dan Etnik
Prevalensi ND tergantung ras dan etnis. Orang amerika ras afrika,
amerika asli dan amerika Mexican memiliki risiko ND lebih tinggi
dibandingkan Amerika eropa. Namun faktor genetik dipengaruhi juga
faktor-faktor yang lain.6 faktor genetik dan etnik merupakan faktor yang
tidak bisa dimodifikasi.11

7
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara gen
polimorfisme angiotensin-converting enzyme (ACE) dengan ND.
Penelitian oleh genome-wide association studies (GWAS) menemukan
beberapa lokus yang terkait dengan peningkatan risiko nefropati diabetik
pada DM tipe 1 dan DM tipe 2.11
e. Lama menderita DM
Pasien menderita DM yang lebih lama memiliki risiko lebih tinggi
mengalami ND.11
f. Faktor risiko baru
Stress oksidatif dan inflamasi subklinis berperan dalam
pathogenesis ND. Peningkatan kadar 8oxo-7,8-dihydro-2'-deoxyguanosine
(8-oxodG) dalam urin dapat memprediksi berkembangnya ND pada pasien
DM tipe 2. 8oxo-7,8-dihydro-2'-deoxyguanosine (8-oxodG) merupakan
suatu petanda stress oksidatif. Pasien DM tipe 1 dan tipe 2 yang
memilikikadar lebih tinggi dari proinflammatory cytokines and chemokines
(interleukin 6, interleukin 18, and monocyte chemoattractant protein-1),
hsCRP dan adhesion molecules (soluble vascular cellular adhesion
molecule-1 and soluble Eselectin) berisiko lebih tinggi terjadi ND dan
memperburuk perkembangan penyakit ginjal lain.11

Gejala klinis
Pada stadium awal biasanya pasien tidak mempunyai keluhan. Ketika
memasuki stadium 4 – 5 pasien biasanya merasa tidak nyaman diikuti dengan
bengkak di pergelangan kaki/ kaki/ tangan, urin tampak pekat, sesak nafas,
cepat lelah, mual muntah dan rasa tidak nyaman di mulut.16
Stadium
Mogensen dkk membagi nefropati diabetika dalam 5 stadium, dimana
lama menderita diabetes mellitus dapat memperkirakan masuk stadium berapa,
gambaran klinis dan prognosisnya.17

8
Tabel 2. Stadium nefropati diabetika17
Diabetes Stage Clinical features Prognosis
duration
Since disease 1: Increased GFR, GFR increased to 160 Potentially
onset renal hypertrophy mL/min, kidney reversible
enlargement
2 – 5 years 2: Onset of histologic Thickening and altered May be partially
changes, altered electrical charge of reversible
structure and function basement membrance,
of basement enlarge mesangium, no
membrane albuminuria
5 – 10 (15) years 3 : Early clinical Albuminurua 30-300 mg/24 Lesion
nephropathy h, GFR reduced from 160 progression may
to 130 mL/min, elevated be stopped,
blood pressure sometimes
reversible
10 (15) – 25 4 : Overt nephropathy Persistent proteinuria Lesion
years (measured using standard progression may
methods), GFR decreased be slowed and
to 70 mL/min and later to sometimes
10 mL/min, sustained stopped
hypertension, edema,
dyslipidemia
> 15 5 : Renal failure Elevated serum creatinine, Irreversible
hypertension progression to
end-stage renal
failure

the Joint Committee on Diabetic Nephropathy di Jepang melakukan


revisi klasifikasi Nefropati Diabetika untuk menyelesaikan perbedaan antara
klasifikasi nefropati diabetik yang ada dan klasifikasi tahapan CKD, disebut
sebagai Classification of Diabetic Nephropathy 2014.18
Tabel 3. Klasifikasi nefropati diabetika 201418

Stage Urinary albumin (mg/g Cr) or GFR (eGFR)


Urinary protein (p/g Cr) (mL/min/1.73 m3)
Stage 1 (prenephropathy) Normoalbumuria (<30) ≥ 30 ╪
Stage 2 (incipient nephropathy) Microalbuminuria (30-299) § ≥ 30
Stage 3 (overt nephropathy) Macroalbuminuria (≥ 300) ≥ 30¶
Or
Persistent proteinuri (≥ 0,5)
Stage 4 (kidney failure) Any albuminuria/proteinuria status ╪ < 30
Stage 5 (dialysis therapy) Any status on continued dialysis theraphy

9
Patofisiologi
Patofisiologi berkembangnya ND yang berlanjut menjadi gagal ginjal
disebabkanpembentukan dan sirkulasi produk akhir glikasi, elaborasi faktor
pertumbuhan, dan perubahan hemodinamik serta hormon. Hal ini menyebabkan
pelepasanoksigen reaktif dan mediator inflamasi. Perubahan ini menghasilkan
hiperfiltrasi glomerulus, hipertensi glomerulus, hipertrofi ginjal, dan perubahan
komposisi glomerulus, yang bermanifestasi klinis seperti albuminuria dan
hipertensi. Secara patologis, ginjal mengalami beberapa perubahan, termasuk
pengendapan (terutama mesangium) dari matriks ekstraseluler, penebalan
membran dasar glomerulus, perubahan proliferatif, dan atrofi tubular, yang
akhirnya menyebabkan fibrosis interstisial dan glomerulosklerosis (akhir dari
banyak penyakit ginjal). Dibawah ini Skema yang menggambarkan
prosestersebut.6

10
Diabetes Mellitus

Glycation, Hemodinamik, Faktor-Faktor


Pertumbuhan, Hormon

Glomerulus Perubahan Ginjal Glomerulus


Hiperfiltrasi Komposisi Hipertrofi Hipertensi

Albuminuria
Deposion of ECM

Glumerulosklerosis
Fibrosis Intersititial

Gambar 1. Patofisiologi nefropati diabetika6

Diagnosis
Dalam mendiagnosis ND harus dipastikan apakah keluhan penyakit
ginjal (seperti hematuria, albuminuria, penurunan EGFR) disebabkan oleh ND
atau penyakit ginjal yang lain.Dokterbertugas untuk menilai apakah DM atau
penyebab lain merupakan penyebab penyakit ginjal. Evaluasi ini melibatkan
riawayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik serta pemilihan laboratorium.6
a. Albumin Urin

Albumin Urin adalah pemeriksaan yang sangat penting untuk


mendiagnosis ND, harus di evaluasi dengan rasio albumin/kreatinin. Hasil

11
Albumin Urin bervariasi tergantung waktu, diperlukan pemeriksaan ulang
2-3 kali dalam periode waktu 3 – 6 bulan. Beberapa hal yang dapat
mempengaruhi hasil albumin urin diantaranya adalah infeksi saluran
kemih, panas karena infeksi lain, setelah olah raga, penyakit gagal hati,
glukosa dan hipertensi yang tidak terkontrol.11
b. Glomerulus filtration rate
Harus dihitung untuk seluruh pasien DM dengan albumin urin yang
meningkat. Pengukuran GFR lebih akurat menggunakana The Chronic
Kidney Disease Epidemiology Collaboration (CKD-EPI) dibanding The
Modified Diet in Renal Disease (MDRD).11
c. Cystatin C
Cystatin C merupakan pemeriksaan fungsi ginjal yang lebih baik
dibanding kreatinin. Perubahan cystatin C berhubungan kuat dengan
perubahan GFR.11
d. Transferin Urin
Penanda baru untuk menegakkan diagnosis ND. Pada penelitian
terhadap DM tipe 2 didapatkan bahwa rata-rataTransferin
Urindapatmemprediksi perkembangan albuminuria.11
e. Analisa proteome Urin
Mendeteksi protein selain albumin di urin. penelitian pada
pasienDM tipe 1dan DM tipe 2didapatkan bahwa berbagai protein
termasuk fragmen kolagen dan protein tubular terdeteksi dengan metode
ini. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa Analisa proteome Urin
secara independen dapat memprediksi perkembangan albuminuria moderat
atau berat atau penurunan GFR. Pemeriksaan ini berbiaya tinggi dan
terbatas ketersediaannya, hal inimenjadi hambatan penting untuk
penerapannya lebihlanjut.11

12
f. Biopsi Ginjal
Tidak ada pedoman praktik formal tentang keharusan pemeriksaan
biopsi ginjal pada pasien DM. Para pakar berpendapat bahwa glomerulus
tidak banyak perubahan pada tahap awal ND. Oleh karena itu, sebagian
besar pasien dengan DM dan penurunan fungsi ginjal tidak menjalani
biopsi ginjal.6, 19
g. Biomarker terbaru
Meskipun albumin urin diakui sebagai penanda awal DN,
kerusakan glomerulus yang signifikan sudah terjadi ketika albumin muncul
dalam urin. namun albuminuria memiliki batasan tertentu sebagai
biomarker serum pada ginjal, maka diperlukan biomarkeryang lebih andal
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi. Tiga biomarker baru
yaitu Neutrofil Gelatinase Lipocalin (NGAL), protein beta-trace (beta TP)
dan microRNA-130b (miR-130b), secara signifikan meningkat pada pasien
DM Tipe 2 dan dapat berfungsi sebagai penanda awal kerusakan tubular
dan glomerulus.20

13
II. LAPORAN KASUS

I. Identitas penderita
Nama : Ny. CW
Umur : 42 tahun
Alamat : Kendal
Jenis kelamin : Wanita
Masuk RS : 7 Juli 2018

II. Anamnesis
Keluhan utama : Bengkak
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 3 bulan SMRS penderita bengkak berawal di kaki menjalar ke
perut dan tangan. Sesak nafas bila berbaring terlentang, harus memakai
beberapa bantal saat tidur/ posisi setengah duduk.
Riwayat penyakit dahulu :
 Riwayat diabetes mellitus10 tahun yang lalu dengan pengobatan insulin
 Riwayat hipertensi
 6 bulan sebelumnya dirawat di rumah sakit yang sama
Riwayat penyakit keluarga
 Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat sosial ekonomi
 OS seorang ibu rumah tangga

III. Pemeriksaan fisik


Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital : Tekanan darah :170/100 mmHg

14
Suhu :36 ° C
Nadi : 84 x/m, reguler, isi dan tegangan cukup
Laju pernafasan : 24 x/m
Mata : Konjungtiva palpebra pucat(-). Sklera tidak ikterik
Hidung : Hidung bentuk normal,discharge (-), nafas cuping
hidung tidak ada.
Telinga : Telinga bentuk normal, pendengaran
tidakterganggu, discharge(-), nyeri ketok mastoid (-
)
Mulut : Mukosa bibir kering, gusi berdarah (-), tonsil T1-1
Leher : Kaku kuduk (-), JVP tidak meningkat, trachea
ditengah
Dada : Bentuk simetris
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm lateral
líneamidklavikulasinistra
Perkusi : batas atas: SIC II linea parasternal kiri
batas kanan : Linea parasternal dextra
batas kiri : SIC VI 2 cm lateral linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : Suara jantung I-II murni, bising (-),gallop (-)
Paru-paruDepan
Inspeksi : kanan dan kiri simetris saatstatis dan dinamis.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara Dasar : vesikuler,Suara Tambahan(-)
Paru-paru belakang

15
Inspeksi : kanan dan kiri simetris saatstatis dan dinamis.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara Dasar : vesikuler,Suara Tambahan(-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, ascites (+)
Auskultas : Bising usus positif normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi positif normal, pekak alih(-)
Palpasi : Supel,hepar dan lien tak teraba
Ekstremitas : Superior Inferior
- Edema +/+ +/+
- Akral dingin -/- -/-
- Hiperpigmentasi -/--/-

Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
Tanggal 7 Juli 2019
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 8,5 gr/dL 11,5-16,5
Hematokrit 27,6 % 35 - 49
6
Eritrosit 2,9 10 /uL 4,4 -5,9
MCH 28,4 pg 24,00-32,00
MCV 81 fL 76 - 96
MCHC 32 g/dL 29–36
Lekosit 6,2 ribu/mmk 4 – 10
Trombosit 189 ribu/mmk 150-400
RDW 13,9 % 11,6 – 14,8
MPV 9,9 fL 4,0- 11,0
KIMIA KLINIK

16
GDS 262 mg/dL 80-160
Kolesterol 102 mg/dL < 200
Trigliserida 86 mg/dL < 150
HDL 29 mg/dL 35 - 60
LDL 52 mg/dL < 130
Ureum 75 mg/dL 15-39
Creatinin 3,26 mg/dL 0,6–1,3
Kalsium 1,2 mmol/L 1,13 – 1,31
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 5,9 mmol/L 3,5-5,1
SGOT 86 U/L 12 - 37
SGPT 61 U/L 12 - 41
Albumin 2,9 g/dl 3,5 – 5,5
HbA1c 11,2 % 4,5 – 6,5

V. Diagnosis Kerja/ Diagnosis Banding


1. Oedem anasarca ec. Hiperglikemia dengan hipertensi
2. Gagal jantung
3. Sirosis hepatis
4. Anemia

VI. Terapi di ruangan


1. O2
2. Infus Infunal 10 rpm
3. Furosemid
4. Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul
5. Amlodipin

VII. Rencana Pemeriksaan


1. Hematologi rutin
2. Ureum, kreatinin
3. Elektrolit
4. GDS

17
5. Monitoring keadaan umum/ tanda vital

18
TABULASI HASIL LABORATORIUM

PEMERIKSAAN 7 /7/2018 9/7/2018 11/7/2018 13/7/2018 SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Hemoglobin 8,5 12,1 gr/dL 11,5-16,5

Hematokrit 27,6 38,1 % 35 - 49

Eritrosit 2,9 3,9 106/uL 4,4 -5,9

MCH 28,4 29,3 pg 24,00-32,00

MCV 81 82 fL 76 - 96

MCHC 32 31 g/dL 29–36

Lekosit 6,2 6,2 ribu/mmk 4 – 10

Trombosit 189 153 ribu/mmk 150-400

RDW 13,9 14,3 % 11,6 – 14,8

MPV 9,9 10,2 fL 4,0- 11,0

KIMIA KLINIK

GDS 262 mg/dL 80-160

19
Kolesterol 102 mg/dL < 200

Trigliserida 86 mg/dL < 150

HDL 29 mg/dL 35 - 60

LDL 52 mg/dL < 130

Ureum 75 mg/dL 15-39

Creatinin 3,26 mg/dL 0,6–1,3

Kalsium 1,2 1,23 mmol/L 1,13 – 1,31

Natrium 137 132 mmol/L 136-145

Kalium 5,9 5,2 mmol/L 3,5-5,1

SGOT 86 U/L 12 - 37

SGPT 61 U/L 12 - 41

Albumin 2,9 3 g/dl 3,5 – 5,5

HbA1c 11,2 % 4,5 – 6,5

20
Catatan perjalanan penyakit

TGL KLINIS PROBLEM TERAPI PROGRAM

7/7 S : Bengkak seluruh tubuh - Edema anasarka - O2 3 liter permenit 1. Evaluasi GDS/ 4jam,
- Hiperglikemia - Inj. Infumal 10 tetes 2. Periksa lab : darah rutin,
O: KU sedang, composmentis - Hipertensi permenit ureum, creatinin, SGOT,
- Anemia - Inj. Ranitidin 2 x 1 amp iv SGPT, kolesterol,
T:170/100 mm/Hg - Inj. Furosemid 2 x 2 amp trigliserida, HDL, LDL,
- Inj. Novorapid 16 unit elektrolit
RR : 24 x/m - Amlodipin 1 x 10 mg 3. EKG

N: 84 x/m

8/7 S : Bengkak seluruh tubuh - Edema anasarka - O2 3 liter permenit Evaluasi GDS pagi & sore
- Hiperglikemia - Inj. Infumal 10 tetes
O: KU sedang, composmentis - Hipertensi permenit
- Anemia - Inj. Ranitidin 2 x 1 amp iv
T:110/80 mm/Hg - Inj. Furosemid 2 x 2 amp
- Inj. Novorapid 12 unit
RR :x/m - Amlodipin 1 x 10 mg

N: 88 x/m

GDS pagi = 76

GDS sore = 249

9/7 S : Bengkak seluruh tubuh - Nefropati diabetika - O2 3 liter permenit 1. Evaluasi GDS pagi & sore
- Hipertensi - Inj. futrolit 20 tetes 2. Periksa ulang elektrolit tgl 13
O: KU sedang, composmentis - Hiperkalemia permenit Juli
- Hipoalbuminemia - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp iv
T:130/80 mm/Hg - Anemia - Ondancetron 3x1 amp iv
- Channa 3x2
RR : 20 x/m - Aminoral 3x1
- Curcuma 3x1

21
N: 82 x/m - Ursodeoxy 3x1
- Kali take 1x1
- Apidra 15 U

10/7 S : Bengkak seluruh tubuh, mata terasa - Nefropati diabetika - Inf. Eas pfrimmer 5 rpm 1. Evaluasi GDS pagi & sore
kabur - Hipertensi - Inj. Furosemid 1 x 2 amp 2. Lab HbA1c
- Hiperkalemia - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp iv 3. Konsul spesialis mata
O: KU sedang, , composmentis - Hipoalbuminemia - Ondancetron 3x1 amp iv
- Anemia - Channa 3x2
T:130/90 mm/Hg - Aminoral 3x1
- Curcuma 3x1
RR :x/m - Ursodeoxy 3x1
- Kali take 1x1
N: 84 x/m - Lantus 10 unit

11/7 S : Bengkak seluruh tubuh, mata terasa - Nefropati diabetika - Inf. Eas pfrimmer 5 rpm 1. Evaluasi GDS pagi & sore
kabur - Hipertensi - Inj. Furosemid 1 x 2 amp 2. Lab HbA1c
- Hipoalbuminemia - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp iv 3. Transfusi 2 kolf
O: KU sedang, composmentis - Hiperkalemia - Ondancetron 3x1 amp iv
- Anemia - Channa 3x2
T:110/74 mm/Hg - Aminoral 3x1
- Curcuma 3x1
RR : 24 x/m - Ursodeoxy 3x1
- Kali take 1x1
N: 80 x/m - Gliquidon 3x1
- Lantus 10 unit
- Tidak dapat obat dari
Spesialis mata

12/7 S : Bengkak seluruh tubuh, sesak - Nefropati diabetika - O2 3 liter permenit 1. Evaluasi GDS pagi & sore
- Hipertensi - Inf. Eas pfrimmer 5 rpm 2. Lab TCM
O: KU sedang, composmentis - Hipoalbuminemia - Inj. Furosemid 1 x 2 amp ( Tes Cepat Molekuler )
- Hiperkalemia - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp iv
T:160/100 mm/Hg - Anemia - Ondancetron 3x1 amp iv
- Channa 3x2
RR : 24 x/m - Aminoral 3x1
- Curcuma 3x1

22
N: 80 x/m - Ursodeoxy 3x1
- Kali take 1x1
S: 37ºC - Gliquidon 3x1
- Lantus 10 unit
13/7 S : Bengkak seluruh tubuh - Nefropati diabetika - Inf. Eas pfrimmer 5 rpm Evaluasi GDS pagi & sore
- Hipertensi - Inj. Furosemid 1 x 2 amp
O: KU Lemas, composmentis - Hipoalbuminemia - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp iv
- Hiperkalemia - Ondancetron 3x1 amp iv
T:160/100 mm/Hg terkendali - Channa 3x2
- Anemia terkendali - Aminoral 3x1
RR : 24 x/m - Curcuma 3x1
- Ursodeoxy 3x1
N: 80 x/m - Kali take 1x1
- Gliquidon 3x1
S: 37ºC - Lantus 10 unit
GDS pagi : 60

GDS Sore : 295

14/7 S : Bengkak seluruh tubuh - Nefropati diabetika - Inf. Eas pfrimmer 5 rpm Evaluasi GDS pagi & sore
- Hipoalbuminemia - Inj. Furosemid 1 x 2 amp
O: KU Lemas, composmentis - Hipertensi - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp iv
- Hiperkalemia - Ondancetron 3x1 amp iv
T:140/90 mm/Hg terkendali - Channa 3x2
- Anemia terkendali - Aminoral 3x1
RR : 20 x/m - Curcuma 3x1
- Ursodeoxy 3x1
N: 80 x/m - Kali take 1x1
- Gliquidon 3x1
GDS pagi : 117 - Lantus 10 unit
GDS Sore :

15/7 S : Bengkak seluruh tubuh - Nefropati diabetika - Inf. Eas pfrimmer 5 rpm Evaluasi GDS pagi & sore
- Hipoalbuminemia - Inj. Furosemid 1 x 2 amp
- Hiperkalemia - Inj. Ranitidin 3 x 1 amp iv

23
O: KU sedang, composmentis terkendali - Ondancetron 3x1 amp iv
- Anemia terkendali - Channa 3x2
T:150/100 mm/Hg - Aminoral 3x1
- Curcuma 3x1
RR : 20 x/m - Ursodeoxy 3x1
- Kali take 1x1
N: 80 x/m - Gliquidon 3x1
- Lantus 4 unit
GDS pagi : 186

GDS Sore : 178

16/7 S : Bengkak seluruh tubuh - Nefropati diabetika - Channa 3x2 Pasien boleh pulang
- Hipoalbuminemia - Aminoral 3x1
O: KU sedang, composmentis - Hiperkalemia - Curcuma 3x1
terkendali - Lantus 4 unit
T:120/80 mm/Hg - Anemia terkendali

RR : 18 x/m

N: 82 x/m

GDS pagi : 160

24
III. PEMBAHASAN

Seorang Perempuan mengeluh sejak 3 bulan bengkak seluruh tubuah, bengkak


berawal di kaki menjalar ke perut dan tangan. Sesak nafas bila berbaring terlentang,
harus memakai beberapa bantal saat tidur/ posisi setengah duduk.
Pemeriksaan fisik penderita ditemukan pasien tampak lemas, tekanan darah
170/100 mmHg, suhu 36°C, nadi : 84 x/m, reguler, isi dan tegangan cukup, laju
pernafasan : 24 x/m. Pasien didapatkan adanya edema pada kaki, tangan dan perut.
Pemeriksaan laboratorium penderita saat masuk ditemukan penurunan Hb (8,5
gr/dL), glukosa sewaktu yang meningkat (262 mg/dL), ureum (75 mg/dL), creatinin
(3,26 mg/Dl), penurunan albumin (2,9 g/dl), dan peningkatan kadar kalium (5,9
mmol/L).
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien berobat di rumah sakit yang
sama sekitar satu tahun lalu dan pernah dirawat pada pertengahan tahun 2017 dan
awal tahun 2018. Penelusuran dari rekam medis selama di rawat dan kontrol di poli
dalam, didapatkan bahwa pasien didiagnosis nefropati diabetika dengan hasil
pemeriksaan glukosa darah yang tinggi (rata-rata diatas 200 mg/dl, protein urin
positif pada pemeriksaan 3 kali pada waktu yang berbeda (bulan September 2017,
oktober 2017 dan Januari 2019).
Berdasarkan hasil pemeriksan fisik, penunjang dan riwayat penyakit dahulu,
pasien diproblemkan dengan edema dan nefropati diabetika. Diagnosis nefropati
diabetika ditegakkan karena pasien menderita DM sudah 10 tahun, hipertensi dan
proteinuria pada pemeriksaan 3 kali pada waktu yang berbeda.
Nefropati diabetik adalah kelainan struktur dan fungsi ginjal sebagai akibat
diabetes melitus. Secara klinis ditandai dengan adanya proteinuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal.6

25
Faktor risiko klinis Pasien ini untuk terjadinya ND yaitu 10 tahun menderita
DM, hipertensi lebih dari 5 tahun,glukosa darah yang tinggi. Faktor risiko terjadinya
ND diantaranya karena lama menderita DM, hipertensi dan hiperglikemia.11,13,14,15
Faktor risiko non klinis yaitu tingkat pendidikan rendah (pasien lulus SD) dan
pendapatan yang rendah (pasien seorang ibu rumah tangga, suaminya sudah
meninggal dan anak pertamanya yang bekerja). Penelitian oleh Putri R tahun 2015
menyebutkan bahwafaktor risiko non klinis dapat mempengaruhi kejadian nefropati
diabetika diantaranya yaitu tingkat pendidikan (OR = 1,5 dengan contigency
coefficient 0,091), dan pendapatan rendah < UMK (OR = 1,21 dengan contigency
coeffi cient 0,036). Faktor risiko non klinis cukup tinggi mempengaruhi kejadian
nefropati diabetika meskipun korelasinya lemah.12
Edema dapat disebabkan beberapa penyakit yaitu gagal jantung dan sirosis.
Karena itu perlu dipikirkan kemungkinan penyakit ini pada pasien tersebut.
Pada gagal jantung memiliki gejala khas yaitu Sesak nafas saat istrahat atau
aktifitas, kelelahan, edema tungkai.Tanda khas gagal Jantung yaitu takikardia,
takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer,
hepatomegali. Tanda objektif yaitu gangguan struktur atau fungsional jantung saat
istrahat, kardiomegali, suara jantung ketiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretik. Pemeriksaan
laboratorium yg abnormal yang sering dijumpai yaitu hemoglobin rendah, kreatinin
meningkat, hiperkalemia dan SGOT-SGPT yang meningkat.21
Diagnosis sirosis hepatis pada pasien ini dapat disingkirkan karena pasien
tidak pernah memiliki riwayat sakit hepatitis maupun minum alkohol, tidak tampak
warna kuning pada kulit dan mata, Spider Nevi tidak ada,tidak mengalami perdarahan
seperti muntah darah dan melena. Sayangnya pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan laboratorium bilirubin,Prothrombin time (PT).
Edema merupakan komplikasi paling sering pada sirosis hepatis. Riwayat
minum alkohol dan hepatitis merupakan penyebab utama terjadinyasirosis hepatis.22

26
Klasifikasi sirosis hepatis menurut Childpugh dapat digunakan untuk membantu
penegakan diagnosis.23

Tabel 4. Klasifikasi Child-pughb


Skor / parameter 1 2 3
Bilirubin (mg%) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin (%) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Prothrombin time (%) > 70 40 - < 70 < 40
Asites 0 Minimal – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic enchepalopathy (-) Std. I dan Std. II Std. III dan IV

Hiperkalemia pada pasien ini kemungkinan disebabkan karena kadar gula


darah yang tinggi pada DM menyebabkan kadar kalium ekstrasel meningkat.
Konsentrasi kalium ekstraseluler biasanya disimpan dalam rentang fisiologis
dengan mekanisme homeostasis sangat efisien dengan mengendalikan redistribusi
kalium internal dan ekskresi kalium. Hiperkalemia terjadi ketika peningkatan
konsentrasi kalium ekstraseluler disertai oleh satu atau dua kelainan proses.
Redistribusi kalium gagal biasanya terjadi melalui defisiensi insulin, penurunan
biosintesis atau aksi aldosteron, berkurangnya sinyal adrenergik, dan gangguan
osmolar termasuk hiperglikemia.24
Selama perawatan pasien mengalami anemia normositik normokromik.
Beberapa pendapat menyebutkan bahwa pasien dengan ND berisiko mengalami
anemia lebih tinggi dibanding yang tidak ND. Beberapa penyebab anemia pada ND
yaitu menurunnya produksi eritropoetin yang menyebabkan menurunnya hemoglobin,
obat-obatan seperti ACE inhibitor dapat menurunkan signal untuk sintesis
eritropoetin, dan obat-obatan hiperglikemia seperti azolidine yang menyebabkan
volume plasma meningkat yang akhirnya terjadi hemodilusi dan anemia.25
Pasien ini meninggal di rumah setelah kira-kira satu bulan paska perawatan
dari RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Pasien DM dengan penyakit ginjal memiliki

27
risiko kematian lebih tinggi karena penyakit kardiovaskular dibanding pasien DM
tanpa penyakit ginjal.10

28
IV. SIMPULAN DAN SARAN

Diagnosis akhir pada pasien ini adalah nefropati diabetikaberdasarkan


anamnesis, pmeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan Rontgen thorax dan
pengukuran GFR seharusnya dilakukan, dimana Rontgen thorax untuk melihat
jantung dan paru sedangkan GFR untuk melihat sejauh mana kemampuan fungsi
ginjal .

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kattula SRS &Baradhi KM. Anasarca. StatPearls publishing. 20December, 2018


2. Bobkova I, Chebotareva N, Kozlovskaya L, Shilov E. Edema in renal diseases –
current view on pathogenesis. Nephrology @ point of care2016 ;2(1):e47-e55
3. E Aslesha. A Review on Edema. RRJPA2016; 5 : 63 – 70
4. Scallan J, Huxley VH, Korthuis RJ. Capillary Fluid Exchange: Regulation,
Functions, and Pathology. 2010 by Morgan & Claypool Life Sciences.
5. Hughes A,et al. Oedema in advanced ill health .The Lymphoedema Support
Network. Lsn 01/2018
6. Umanath K & Lewis JB. Update on Diabetic Nephropathy : Core Curiculum
2018. Am J Kidney Dis ( 2018 ) Vol 71, No. 6 : 884-895.
7. Kemenkes. Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal dengan CERDIK dan
PATUH
8. Simatupang TA, Wijaya S. Nefropati pada Pasien Diabetes Mellitus. Damianus
Journal of Medicine. Vol.9, No.1, Februari 2010: 30-37
9. Satria H, Decroli E, Afriwardi. Faktor Risiko Pasien Nefropati Diabetik yang
Dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)
10. Alrawahi AH, Rizvi SG, Al-Riami D, Al-Anqoodi Z. Prevalence and Risk
Factors of Diabetic Nephropathy in Omani Type 2 Diabetics in Al-Dakhiliyah
Region. Oman Medical Journal (2012) Vol. 27, No. 3: 212-216
11. Tziomalos K, Athyros VG. Diabetic Nephropathy: New Risk Factors and
Improvements in Diagnosis. Rev Diabet Stud (2015) 12:110-118
12. Putri RI. Faktor Determinan Nefropati Diabetik pada Penderita Diabetes Mellitus
di rsud dr. M. Soewandhie Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1
Januari 2015: 109–12
13. ES Harie S, Decroli E, Afriwardi. Faktor Risiko Pasien Nefropati Diabetik yang
Dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)
14. Susanti VY. Oxydative Stress-Related Mechanism and Anti Oxidant Therapy in
Diabetic Chronic Complication. Pertemuan Ilmiah Tahunan XIX Endokrinologi
Joglosemar 2018. Hal 150 – 163
15. Darmono. Micro and Macrovascular Complications in Diabetes Mellitus.
Semarang Endocrine Metabolic Meeting 2018. Hal 49 – 59
16. Seymour T. Diabetic nephropathy or kidney disease. Medical News Today, 2019
17. Mogensen CE, Christensen CK, Vittinghus E. The stages in diabetic renal disease.
With emphasis on the stage of incipient diabetic nephropathy. Diabetes. 1983
May;32 Suppl 2:64-78.
18. Haneda M, Utsunomiya K, et al. A new Classification of Diabetic Nephropathy
2014: a report from Joint Committee on Diabetic Nephropathy. J Diabetes Invest
2015; 6: 242–246

30
19. Chenyang Qi,1 Xing Mao,1 Zhigang Zhang,1,2 and Huijuan Wu. Classification
and Differential Diagnosis of Diabetic Nephropathy. Hindawi Journal of Diabetes
Research. 2017:1 - 7
20. Sulaiman MK. Diabetic nephropathy: recent advances in pathophysiology and
challenges in dietary management. Diabetol Metab Syndr (2019) 11:7
21. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana
gagal jantung. Tahun 2015, edisi pertama
22. The Korean Association for the Study of the Liver (KASL). KASL clinical
practice guidelines for liver cirrhosis:Ascites and related complications. Clinical
and Molecular Hepatology 2018;24:230-27
23. Setiawan M. Hubungan antara kejadian asites pada cirrhosis hepatis dengan
komplikasi spontaneous bacterial peritonitis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas KedokteranUniversitas Muhammadiyah Malang. 2011
24. Montford & Linas S. How dangerous is hyperkalemia ?. J Am Soc Nephrol 2017;
28:3155-3165
25. Kurel AZ, et al. Anemia in diabetic kidney disease - underappreciated but still
clinically relevant problem. Przegląd Lekarski 2017/74/4

31

Anda mungkin juga menyukai