Anda di halaman 1dari 16

KEBIJAKAN PENYAKIT HIV DAN DM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III :
ALIFIA SALSABILA
AZALIA NADIA RAHMA
HADIJA
STECY PANGARE
PUTRI PATRISIA A
MOH. ARIF
A. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada
sekresi insulin,kerja insulin atau keduanya (smeltzer dan bare,2015).
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemik
kronik akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya ekfektifitas biologis
dari insulin yang disertai berbagai kelainan metabolik lain akibat ganguan
hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata,ginjal,syaraf,dan pembuluh darah(rendi dan margaret,2012).
B. Etiologi
1. Penyebab diabetes melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun
1995 adalah: DM tipe I (IDDM:DM tergantung insulin).
 Faktor genetik/herediter faktor menyebabkan timbulnya DM melalui
kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau
mempermudah perkembangan antibodi auto imun melawan sel-sel beta,jadi
mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
 Faktor infeksi virus berupa infeksi virus coxakie dan gondogen yang
merupakan pemicu untuk menentukan proses auto imunpada imdividu yang
peka secara genetik.
2. DM tipe II (DM tidak tergantung insulin =NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu
obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel target
insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif
dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa
C. Manifestasi klinis
 Adanya penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan
dan tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis diabetes melitus
dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika
hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka
timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati ambang ginjal
untuk ekresi glukosa yaitu kurang lebih 180 mg/dl serta timbulnya rasa haus
(polidipsia) rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul
sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan Wilson, 2012).
LANJUTAN……….
Gejala dan tanda-tanda DM dapat menjadi 2 yaitu gejala akut dan gejala
kronik :
 Gejala akut penyakit DM gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita,
bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu.
Permulaan gejala yang ditunjukan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak
makan (polifagi) banyak minum (polidipsi),dan banyak kencing (poliuri)
keadan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak
minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun
dengan cepat (turun 5-10 kg dlam waktu 2-4 minggu ), mudah lelah dan bila
tidak lekas diobati akan timbul rasa mual.
 Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering di alami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit
terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, keram, mudah
mengantuk ,mata kabur, biasanya sering ganti kacamata, gatal disekitar
kemaluan terutama pada wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun, dan para ibu hamil sering mengalami keguguran
atau kematian janin dalan kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4
kg.
Komplikasi
Kadar glukosa darah tidak terkontrol pada pasien DM tipe II akan
menyebabkan berbagai kompikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu : komplikasi akut dan kompikasi kronik
(PERKENI, 2015
a). Komplikasi akut
1). Ketoasidosis diabetes
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL). Disertai dengan adanya tanda dan
gejala asisodis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mos/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap.
2). Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah asidosis,asmolaritas plasma
dengan menurunya kadar gkukosa darah sangat tinggi (600-1200) mg/Dl ). Tanpa
tanda dan gejala asisodis, osmolaritas plasma sangat meningat (330-380), plasma
keton (+/-). Anion gap normal atau sedikit meningkat.
3) hipoglikemia
Ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah mg/dl. Pasien DM yang tidak
sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan
hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma.
b). Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien DM
yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit DM yang tidak terkontrol
dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya komplikasi kronik.
 Neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi yang tersering dan paling penting
adalah neuropati perifer berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki
terlebih dahulu, lalu kebagian bagian tangan neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi. Gejala ini sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis ditegakkan, pada
setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal.
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan resiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
 Kerusakan Ginjal (Nephropathy)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang
disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi
tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja 24 jam sehari untuk membersihkan
darah dari racun yang masuk dan dibentuk oleh tubuh. Bila ada neprofati atau kerusakan
ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan
ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena darah
tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada
penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf.
LANJUTAN……………
 Kerusakan Mata (Retinopathy)
a. Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama
kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu :
Retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat
kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina.
b. Katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga
menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang
tinggi.
c. Glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata.
 Penyakit Jantung
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di
dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot
jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.
 Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan kelainan yang dramatis seperti
kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu
terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan
jantung dan stroke menjadi 2 kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.
THANK YOU 
A. Definisi HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh manusia (Kemenkes RI, 2015).
HIV merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang menginfeksi
sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak
sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit
pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini diklasifikasikan dalam family
Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama infeksi
berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang
menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tingkat HIV dalam tubuh dan
timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa
infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Rosella, 2013).
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh
maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit infeksi (infeksi
oportunistik) yang sering berakibat fatal.
B. Etiologi
 AIDS disebabkan oleh HIV. HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili
Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus Ribonucleic
Acid (RNA) dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases). Strukturnya terdiri dari lapisan luar
atau envelop yang terdiri atas glikoprotein gpl 20 yang melekat pada glikoprotein gp4.
Dibagian dalamnya terdapat lapisan kedua yang terdiri dari protein pl7. Setelah itu
terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24. Didalam inti terdapat komponen penting
berupa dua buah rantai RNA dan enzim reverse transcriptase. Molekul RNA dikelilingi
oleh kapsid berlapis dua dan suatu membran selubung yang mengandung protein
(Harisson, 2009).
 Jenis virus RNA dalam proses replikasinya harus membuat sebuah salinan Deoxyribo
Nucleic Acid (DNA) dari RNA yang ada didalam virus. Gen DNA tersebut yang
memungkinkan virus untuk bereplikasi. Dikenal dua tipe HIV yaitu HIV-1 yang ditemukan
pada tahun 1983 dan HIV-2 yang ditemukan pada tahun 1986 pada pasien AIDS di
Afrika Barat. HIV-1 dan HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama tetapi mempunyai
perbedaan struktur genom. HIV-1 punya gen vpu tapi tidak punya vpx, sedangkan HIV-2
sebaliknya (Wainberg MA et al, 2011).
Penularan virus ditularkan melalui :
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan
orang yang telah terinfeksi HIV.
2. Jarum suntik/tindik atau tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan saat melahirkan
atau melalui air susu ibu/ASI.
C. Klasifikasi
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for
Disease Control) dibagi atas empat tahap, yaitu :
 Infeksi HIV akut
Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV. Keluhan muncul
setelah 2-4 minggu terinfeksi. Keluhan yang muncul berupa demam,
ruam merah pada kulit, nyeri telan, badan lesu, dan limfadenopati. Pada
tahap ini, diagnosis jarang dapat ditegakkan karena keluhan menyerupai
banyak penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif.
 Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi
gejala asimtomatis. Pada orang dewasa, fase ini berlangsung lama dan
penderita bisa tidak mengalami keluhan apapun selama sepuluh tahun
atau lebih.
 AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, yang tidak mendapat
pengobatan, akan berkembang menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV
bergantung pada karakteristik virus dan hospes. Usia kurang dari lima
tahun atau lebih dari 40 tahun. Infeksi yang menyertai, dan faktor
genetik merupakan faktor penyebab peningkatan progresivitas.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada stadium AIDS dibagi antara lain :
a. Gejala utama/mayor
1. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus
3. Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 3 bulan.
b. Gejala Minor
4. Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan
5. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican
6. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
Dapat juga timbul gejala letih dan lesu yang muncul setelah melakukan
aktifitas tertentu dan memburuk setelah beberapa waktu.
 Rosella (2013) menambahkan manifestasi klinis utama dari penderita AIDS
umumnya meliputi 3 hal, yaitu :
a. Manifestasi Tumor
1. Sacroma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat
jarang menjadi sebab kematian primer.
2. Limfoma Ganas
Timbul setelah terjadi sacroma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat
bertahan kurang lebih 1 tahun.
b. Manifestasi Oportunistik
1. Manifestasi pada paru
 Pneumoni Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85 % infeksi oportunistik pada AIDS merupakan
infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas
dalam dan demam.
 Cytomegalovirus (CMV)
Pada manusia 50 % virus ini hidup sebagai komensal pada paru-paru
tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30 %
penyebab kematian pada AIDS.
 Mycobacterium Avilum
Menimbulkan penumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan.
 Mycobacterium Tubercolusis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.
c. Manifestasi Gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan > 10% kasus
AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul pada
fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah enefalitis,
meningitis, demensia, mielopati, dan neuropati perifer.
E. Patofisiologi HIV
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat,
virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi
infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang
disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah
marker atau penanda yang berada di permukaan sel sel darah putih
manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD 4
biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong
berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV
menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan
sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3
tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan
pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama dari HIV/AIDS adalah terapi ARV.
Panduan ART WHO tahun 2013 merekomendasikan inisasi ART
dilakukan pada setiap individu dengan HIV dan dengan jumlah
CD4+ kurang dari sama dengan 500 sel/mm3, pada stadium klinis
apapun, dan memprioritaskan pasien HIV yang sudah parah atau
yang sudah terkomplikasi (stadium klinis 3 atau 4) atau pasien
dengan jumlah CD4+ kurang dari sama dengan 350 sel/mm3 (WHO,
2015).
Pada ibu hamil dan neonatus, pencegahan transmisi dari ibu ke
anak (PMTCT) merupakan pencegahan penularan HIV dari seorang
wanita HIV positif kepada anaknya selama kehamilan, persalinan,
atau sedang menyusui.
Standar internasional PMTCT menyatakan terdapat empat
elemen PMTCT yang merupakan pencegahan primer HIV (Darmadi
dan Ruslie, 2012).

Anda mungkin juga menyukai