TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta
berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
Diabetes mellitus digolongkan sebagai penyakit endoktrin atau hormonal karena
gambaran produksi atau penggunaan insulin (Barbara,1999).
Etiologi
Etiologi diabetes mellitus masih belum jelas atau belum dapat ditentukan dari
berbagai literatur yang telah dibaca oleh peneliti ada berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi serta menggangu pembuatan insulin dan metabolisme karbohidrat
di dalam sel-sel sehingga dapat menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria
(Ganong, 1997).
1. Faktor Keturunan
Pada keluarga yang mempunyai penderita diabetes mellitus ada
kemungkinan ± 25 % akan menurunkan pada anggota keluarga dekat yang
lain.
2. Faktor Obesitas
Sekitar 80 % penderita diabetes mellitus menderita obesitas. Obesitas
merupakan faktor resiko untuk terjadinya diabetes mellitus, diketahui bahwa
jumlah reseptor insulin menurun pada obesitas dan penurunan berat badan,
biasanya sebesar 20 pon.
3. Faktor Hormonal
Pancretektomi
Alloxan
Zat anti insulin
Penyakit-penyakit pancreas
Hipopysis
Suprarenal
Thyroid
Patofisiologi
Karbohidrat merupakan komponen diet yang penting, karbohidrat yang ditelan
akan dicernakan menjadi monosakarida dan diabsorbsi terutama dalam duodenum
dan jejenum proxinal. Sesudah diabsorbsi kadar glukosa darah akan meningkat
untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali pada batas dasarnya.
Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian tergantung dari :
1. Ekskresi glukosa
2. Sintesis glycogen
3. Glikoneogenesis dalam hati
Selain itu jaringan-jaringan perifer, otot-otot dan adiposit juga mempergunakan
glukosa sebagai sumber energi, jaringan-jaringan ini ikut dalam mempertahankan
kadar glukosa darah, meskipun secara kualitatif tidak sebesar kemampuan hati.
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hepar dan yang dipergunakan
oleh jaringan-jaringan perifer tergantung dari keseimabangan fisiologi beberapa
hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai :
1. Hormon yang merendahkan kadar glukosa darah
2. Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah
Insulin merupakan hormon yang menurunkan kadar glukosa darah, dibentuk sel-
sel beta pulau-pulau Langerhans Pankreas. Sebaliknya ada beberapa hormon
tertentu yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah antara lain :
1. Glukagon yang disekresi oleh-sel alfa pulau Langerhans.
2. Epineprin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromatin lain
3. Glukokortikoid yang disekresikan oleh konteks adrenal
4. Hormon pertumbuhan yang disekresikan oleh kelenjar hypopisis anterior
Keempat hormon ini membentuk suatu mekanisme yang mencegah timbulnya
hypoglikemi akibat pengaruh insulin. Kadar glukosa plasma puasa normal adalah
80-110g%, dan hipoglikemi kurang dari 80 m%.Glukosa difitrasi oleh glomerolus
ginjal dan hampir semua diabsorsi oleh tubulus ginjal selama kosentrasi glukosa
dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg%. Kalau kosentrasi glukosa plasma
tidak melebihi kadar ini maka glukosa tersebut keluar bersama urine. Keadaan ini
dikenal dengan nama glukosuria. Jadi ambang ginjal normal untuk glukosa
dengan kosentrasi glukosa plasma 160-180 mg%.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peraanan penting yaitu bertugas
memasukan glukosa kedalam sel, untuk selanjutnya dapat digunalan sebagai
bahan bakar. Insulin dikeluarkan oleh sel beta yang diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuk glukosa ke dalam sel dan kemudian di
dalam sel glukosa tersebut di metabolisasikan sebagai bentuk tenaga. Bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel sehingga glokosa akan tetap berasa
di dalam pembuluh data sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. Dalam
keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi didalam
sel (inilah yang terjadi pada jenis Insulin Dependent Diabetes
Pada keadaan lain jumlah insulin normal malah mungkin lebih, tetapi jumlah
reseptor insulin yang ada di permukaan sel yang kurang. Reseptor ini dapat
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu yang masuk ke dalam sel. Pada keadaan
tadi, jumlah kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncimya (insulin)
banyak, tetapi karena lubang kunci (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk
sel akan sedikit, sehingga sel akan berkurang bahan bakarnya (glukosa) dan
glukosa dalam pembuluh darah akan meningkat. (inilah yang terjadi pada jenis
Non- Insulin Dependent Diabetes Mellitus). Baik pada IDDM ataupun pada
NIDDM kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas
ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar4. dari urin.
Tanda dan gejala
Manifestasi klinik dikaitkan dengan konsekuensi tubuh terhadap metabolik
defisiensi insulin. Klien yang mengalami defisiensi insulin tak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa
setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya parah dan melebihi ambang
ginjal bagi zat tersebut, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini mengakibatkan
diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliurine) dan timbul
rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka klien
mengalami ketidakseimbangan kalori dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin hebat (poliphagi) yang timbul akibat banyak kalori yang hilang dan klien
mengeluh lelah dan ngantuk. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga klien tidak akan merasa adanya perubahan seperti minum yang terjadi
lebih banyak, sering buang air kecil, berat badan menurun. Gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa dapat diperhatikan, seringkali gambaran klinis tidak jelas
(Talbot, Laura, & Marquadt, 1997). Dari sudut klien diabetes sendiri hal yang
sering menyebabkan klien datang berobat ke dokter yang kemudian didiagnosa
sebagai diabetes keluhan:
1. Kelainan kulit : gatal, bisul.
2. Kelainan ginekologis : keputihan.
3. Kesemutan, rasa baal.
4. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
5. Infeksi saluran kemih.
Komplikasi
Diabetes mellitus jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
timbulnya komplikasi yang pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian yubuh (angiopatik diabetik).
1. Komplikasi akut DM
o Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetikum
o Ketidak seimbangan elektrolit
o Hiperglikemia, hiperosmolar, koma non ketotik
o Hipoglikemia (reaksi insulin)
2. Komplikasi kronik DM :
o Komplikasi makrovaskuler
Yang termasuk komplikasi makrovaskuler adalah : Coronary
anteri disease (CAD), hypertensi, infeksi, cerebro vaskuler disease dan
penyakit vaskuler perifer. Penyakit makrovaskuler menunjukkan
atheroskleoniosis dengan pengumpulan lemak di dinding pembuluh
darah lapisan dalam.
o Komplikasi mikrovaskuler
Mikroangipati berhubungan dengan perubahan pada kapiler
mata dan ginjal. Pada mata dapat terjadi retinopati diabetik, pandangan
kabur dan katarak. Pada ginjal dapat terjadi netropati. Neuropati adalah
kimplikasi diabetes mellitus yang paling umum.
o Komplikasi kronik pada gangren diabetik :
Retino diabetic
Netropati diabetic
Katarak
Penyakit jantung koroner
Tuberkolosis paru
Kadar glukosa darah yang tinggi mempunyai dampak negatif yang luas
bukan hanya pada metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap
metabolisme protein dan lemak. Akibatnya dapat terjadi aterosklerosis
dalam bentuk mikroangiopati pada jaringan, terutama daerah perifer di
tungkai. Penderita Diabetes Melitus dengan luka pada kaki ditandai
dengan rasa nyeri pada daerah kaki pada waktu istirahat/malam hari, sakit
pada telapak kaki jika sehabis berjalan lalu hilang setelah istirahat, tidak
tahan berjalan lama, kaki terasa dingin dan luka sukar sembuh (Waspadji,
1995).
Hiperglikemia yang terus menerus mengakibatkan sirkulasi darah
terutama pada kaki menurun. Gejala yang muncul dapat berupa rasa sakit
pada tungkai bila berdiri, berjalan, atau melakukan aktivitas fisik, kaki
terasa dingin dan tidak hangat. Sumbatan yang terjadi pada pembuluh
darah sedang atau besar ditungkai kaki menyebabkan gangren diabetik
(kaki diabetik) yaitu luka pada kaki yang berwarna merah kehitam-
hitaman, berbau busuk dan akibatnya terjadi kematian jaringan (Karyadi,
2002).
Gangren merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit
Diabetes Melitus. Gangren adalah semua luka atau radang yang terjadi
pada daerah di bawah mata kaki. Luka ini harus segera diobati apabila
diabaikan maka akan terjadi pembusukan dan pada akhirnya kaki harus
diamputasi (Askandar, 1998).
Kaki diabetik merupakan masalah yang paling mencemaskan bagi
pasien maupun dokter yang mengobatinya. Hasil pengobatan buruk berupa
angka amputasi maupun angka kematian yang tinggi disertai biaya
perawatan yang mahal. Data beberapa penelitian di Indonesia
menunjukkan angka amputasi dan angka kematian gangren diabetik
masing-masing sebesar 15-30% angka amputasi dan 17-32% angka
kematian serta hari perawatan sekitar antara 28-40 hari. Di negara maju
seperti Amerika Serikat, kaki diabetik masih menjadi masalah yang besar.
Angka kematian dan angka amputasinya masih tinggi apabila sudah terjadi
gangren diabetik (Waspadji, 1995).
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes melitus adalah untuk
mengatur gula darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Jika
klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hiperglikemia dan hipoglikemia. Penatalaksanaan diabetes melitus tergantung
pada ketepatan interaksi dari tiga faktor, yaitu :
Aktivitas fisik.
Diabetes melitus akan terawat baik apabila terdapat keseimbangan yang baik
antara diet, latihan fisik yang teratur setiap hari dan kerja insulin. Dengan latihan
teratur setiap hari dapat memperbaiki metabolisme glukosa, asam lemak dan keton
bodies (dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan insulin dan merangsang
sintesa glukosa). Semua klien diabetes melitus dianjurkan latihan fisik ringan,
teratur setiap hari pada satu atau setengah jam sesudah makan, termasuk klien
yang dirawat di RS.
Diet.
Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darah
putih. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asingan. Didalam darah manusia, normal didapati
jumlah leukosit rata-rata 6000-10000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000,
keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia.
Sebenarnya leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa jenis. Untuk
klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus dalam
sitoplasmanya.
Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih dapat dibedakan yaitu :
1. Granulosit, yaitu leukosit yang mempunyai granula spesifik, yang dalam
keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan
mempunyai bentuk inti yang bervariasi. Terdapat tiga jenis leukosit granuler
yaitu neutrofil, basofil,dan asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan
dengan afinitas granula terhadap zat warna netral, basa dan asam.
2. Agranulosit Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen
dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit
agranuler yaitu limfosit (sel kecil, sitoplasma sedikit) dan monosit (sel agak
besar mengandung sitoplasma lebih banyak).
NETROFIL
Di antara granulosit, netrofil merupakan merupakan jenis sel yang
terbanyak yaitu sebanyak 60 – 70% dari jumlah seluruh leukosit atau 3000-6000
per mm3 darah normal.
Pada perkembangan sel netrofil dalam sumsum tulang, terjadi perubahan
bentuk intinya, sehingga dalam darah perifer selalu terdapat bentuk-bentuk yang
masih dalam perkembangan. Dalam keadaan normal perbandingan tahap-tahap
mempunyai harga tertentu sehingga perubahan perbandingan tersebut dapat
mencerminkan kelainan. Sel netrofil matang berbentuk bulat dengan diameter 10-
12 μm. Intinya berbentuk tidak bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi
bahkan dapat lebih. Makin muda jumlah lobi akan berkurang. Yang dimaksudkan
dengan lobus yaitu bahan inti yang terpisah-pisah oleh bahan inti berbentuk
benang. Inti terisi penuh oleh butir-butir khromatin padat sehingga sangat
mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu. Oleh karena padatnya inti, maka
sukar untuk untuk memastikan adanya nukleolus.
Dalam netrofil terdapat adanya bangunan pemukul genderang pada inti
netrofil yang tidak lain sesuai dengan Barr Bodies yang terdapat pada inti sel
wanita. Barr Bodies dalam inti netrofil tidak seperti sel biasa melainkan
menyendiri sebagai benjolan kecil. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan
apakah jenis kelamin seseorang wanita.
Dalam sitoplasma terdapat 2 jenis butir-butir ata granul yang berbeda
dalam penampilannya dengan ukuran antara (0.3-0.8μm). Granul pada neutrofil
tersebut yaitu :
Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase, dimana sudah
mulai tampak sejak masih dalam sumsum tulang yang makin dewasa makin
berkurang jumlahnya. Ukurannya lebih besar dari pada jenis butir yang kedua
dan kebanyakan telah kehilangan kemampuan mengikat warna. Dengan
pewarnaan Romanovsky butiran ini tampak ungu kemerah-merahan.
Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat
bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin. Dinamakan butir
spesifik karena hanya terdapat pada sel netrofil dengan ukran lebih halus.
Butiran ini baru tampak dalam tahap mielosit, berwarna ungu merah muda dan
pada sel dewasa akan tampak lebih banyak daripada butir azurofil.
Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit
mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil
merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, memfagosit
partikel kecil dengan aktif. Dengan adanya asam amino D oksidase dalam granula
azurofilik penting dalam pengenceran dinding sel bakteri yang mengandung asam
amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang
terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada
molekul tirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya.
Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin
streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses
pembengkakan diikuti oleh aglutulasi organel - organel dan destruksi neutrofil.
Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan
glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan nautrofil untuk hidup
dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat
membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik
EOSINOFIL
Jumlah sel eosinofil sebesar 1-3% dari seluruh lekosit atau 150-450 buah
per mm3 darah. Ukurannya berdiameter 10-15 μm, sedikit lebih besar dari
netrofil. Intinya biasanya hanya terdiri atas 2 lobi yang dipisahkan oleh bahan inti
yang sebagai benang. Butir-butir khromatinnya tidak begitu padat kalau
dibandingkan dengan inti netrofil.
Eosinofil berkaitan erat dengan peristiwa alergi, karena sel-sel ini
ditemukan dalam jaringan yaang mengalami reaksi alergi. Eosinofil mempunyai
kemampuan melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding
neutrofil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan antibodi, ini merupakan
fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen
dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan
mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah
oleh proses-proses patologi.
BASOFIL
Jenis sel ini terdapat paling sedikit diantara sel granulosit yaitu sekitar
0.5%, sehingga sangat sulit diketemukan pada sediaan apus. Ukurannya sekitar
10-12 μm sama besar dengan netrofil. Kurang lebih separuh dari sel dipenuhi oleh
inti yang bersegmen-segmen ata kadang-kadang tidak teratur. Inti satu, besar
bentuk pilihan irreguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul
yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, sehingga tidak mudah untuk
mempelajari intinya.
Granul spesifik bentuknya ireguler berwarna biru tua dan kasar tampak
memenuhi sitoplasma. Granula basofil mensekresi histamin yang berperan dalam
dalam proses alergi basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini
dinamakan hypersesitivitas kulit basofil.
LIMFOSIT
Limfosit dalam darah berukuran sangat bervariasi sehingga pada
pengamatan sediaan apus darah dibedakan menjadi limfosit kecil (7-8 μm),
limfosit sedang dan limfosit besar (12 μm).
Jumlah limfosit menduduki nomer dua setelah netrofil yaitu sekitar 1000-
3000 per mm3 darah atau 20-30% dari seluruh leukosit. Di antara tiga jenis
limfosit, limfosit kecil terdapat paling banyak. Limfosit kecil ini mempunyai inti
bulat yang kadang-kadang bertakik sedikit. Intinya gelap karena khromatinnya
berkelompok dan tidak nampak nukleolus. Sitoplasmanya yang sedikit tampak
mengelilingi inti sebagai cincin berwarna biru muda. Kadang-kadang
sitoplasmanya tidak jelas mungkin karena butir-butir azurofil yang berwarna
ungu. Limfosit kecil kira-kira berjumlah 92% dari seluruh limfosit dalam darah.
Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas
tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah, melainkan dalam
jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid. Berbeda dengan sel-sel leukosit
yang lain, limfosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang belum dapat berfungsi
secara penuh oleh karena hars mengalami differensiasi lebih lanjut. Apabila sudah
masak sehingga mampu berperan dalam respon immunologik, maka sel-sel
tersebut dinamakan sebagai sel imunokompeten. Sel limfosit imunokompeten
dibedakan menjadi limfosit B dan limfosit T, walaupun dalam sediaan apus kita
tidak dapat membedakannya. Limfosit T sebelumnya mengalami diferensiasi di
dalam kelenjar thymus, sedangkan limfosit B dalam jaringan yang dinamakan
Bursa ekivalen yang diduga keras jaringan sumsum tulang sendiri. Kedua jenis
limfosit ini berbeda dalam fungsi immunologiknya.
Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan
mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen asing. Sel
limfosit B bertugas untuk memproduksi antibodi humoral antibodi response yang
beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing
yang menyebabkan antigen asing tersalut antibodi, kompleks ini mempertinggi
fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari organisme yang
menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika
diaktifkan oleh antigen.
MONOSIT
Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel
ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar
12-15 μm. Bentuk inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau tampak
seakan-akan terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih halus dan tersebar rata
dari pada butir khromatin limfosit.
Sitoplasma monosit terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru
abu-abu. Berbeda dengan limfosit, sitoplasma monosit mengandung butir-butir
yang mengandung perioksidase seperti yang diketemukan dalam netrofil.
Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk
pseudopodia sehingga dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke dalam
jaringan pengikat. Dalam jaringan pengikat monosit berbah menjadi sel makrofag
atau sel-sel lain yang diklasifikasikan sebagai sel fagositik.
Didalam jaringan mereka masih mempunyai membelah diri. Selain
berfungsi fagositosis makrofag dapat berperan menyampaikan antigen kepada
limfosit untuk bekerja sama dalam sistem imun.
Jenis
Ada beberapa jenis sel darah putih yang disebut granulosit atau sel
polimorfonuklear yaitu
Basofil.
Eosinofil.
Neutrofil.
Limfosit.
Monosit.
% dalam
tubuh Keterangan
manusia
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan
tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga
Neutrofil 65% yang memberikan tanggapan pertama terhadap
infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil
dalam jumlah yang banyak menyebabkan
adanya nanah.
Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi
Eosinofil 4% parasit, dengan demikian meningkatnya
eosinofil menandakan banyaknya parasit.
Basofil terutama bertanggung jawab untuk
memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan
Basofil <1%
mengeluarkan histamin kimia yang
menyebabkan peradangan.
Limfosit 25% Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah
mempunyai tiga jenis limfosit:
Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera, menangkap organisme hidup
dan menghancurkannya,menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran,
serpihan-serpihan dan lainnya, dengan cara yang sama, dan sebagai granulosit
memiliki enzim yang dapat memecah protein, yang memungkinkan merusak
jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya. dengan cara ini jaringan yang
sakit atau terluka dapat dibuang dan penyembuhannya dimungkinkan
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan
sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat
terbentuk nanah. Nanah berisi "jenazah" dari kawan dan lawan - fagosit yang
terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah. demikian juga terdapat banyak
kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan sejumlah besar
jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan disingkirkan oleh
granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit
12. LEUKOPENIA
Leukopenia adalah kondisi klinis yang terjadi bila sumsum tulang
memproduksi sangat sedikit sel darah putih sehingga tubuh tidak terlindung
terhadap banyak bakteri dan agen-agen lain yang mungkin masuk mengenai
jaringan (Guyton, 2008). Leukopenia terjadi karena berawal dari berbagai
macam penyebab.Diantaranya adalah radiasi sinar X dan sinarɤ. Radiasi sinar
X dan sinar ɤ (gamma) yang berlebihan serta penggunaan obat-obatan yang
berlebihan, akan menyebabkan kerusakan sumsum tulang. Dengan rusaknya
sumsum tulang, maka kemampuan sumsum tulang untuk memproduksi sel
darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) pun menurun (dalam kasus ini
dikhususkan leukosit yang mengalami penurunan). Kondisi tersebut akhirnya
akan mengakibatkan neutropenia (produksi neutrofil menurun), monositopenia
(produksi monosit menurun), dan eosinopenia (produksi eosinofil menurun).
Selain itu, jika seseorang mengidap penyakit immunodefisiensi, seperti HIV
AIDS, maka virus HIV akan menyerang CD4 yang terdapat di limfosit T
dalam sirkulasi perifer. Kondisi ini akan menyebabkan limfosit hancur
sehingga mengalami penurunan jumlah, yang disebut dengan limfopenia.Oleh
karena penyebab-penyebab di atas yang berujung pada menurunnya jumlah
komponen-komponen leukosit (neutropenia, eosinopenia, monositopenia,
limfopenia) maka terjadilah leukopenia (Hoffbrand, 2005).
BAB III
Keterangan 19 23 24 25 26 27 28 29 30
100- 140- 120- 120- 120- 120- 130- 120- 120-
TD sistolik
130 160 170 140 160 140 140 140 150
TD 80- 80- 80- 80-
80-90 90-100 90-100 80-90 80-90
diastolik 100 100 90 90
90- 90- 90- 80-
FN 70-80 70-80 70-80 90-100 90-100
100 100 100 90
22- 18- 18-
FP 18 20-22 20-24 20-22 22 20
24 20 20
36,5- 38- 37,5- 36,5- 36,5-
Suhu 36-26,5 37,5-38 37,5 37,5-38
37,5 38.5 38 37 37
Pemeriksaan Penunjang
Variabel Nilai
SGPT (ALT) 44 u/L
SGOT(AST) 64 u/L
Variabel Nilai
pH 7,486
P CO2 24,8
P O2 88,8
O2 saturation 97,7
Base Excess -2,8
Standard Base Excess -4,7
Standard HCO3 22,0
HCO3 18,9
Total CO2 19,7
Variabel Nilai
Hemoglobin 9,64 g/dL
Hematokrit 25,5 %
Jumlah Leukosit 27,4 1000/uL
Jumlah Trombosit 394 1000/uL
MCV/VER 85,6 fL
MCH/HER 32,3 pg
MCHC/KHER 37,8 g/dL
Biakan+Res Swab
Elektrolit (Na,K,Cl)
(Na)
Darah
Kalium mEq/L 5,37 5,47 5,60 6,04 6,07 5,18
(K) Darah
Klorida mEq/L 95,8 100,1 97,7 99,9 93,8 99,4
(Cl) Darah
FE(SI)-TIBC
Ferritin
Gliko Hb (HbA1e)
2013-09-26 2013-09-20
Test Unit
( 05:34:09) (10:10:11)
10,3 Diabetes 10,1 Diabetes
Gliko Hb (HbA1e) %
Melitus Meitus
Glukosa Sewaktu
2013-09-28 2013-09-27
Test Unit
(10:38;10) (00:52:25)
Kalsium (Ca++)
mmol/L 1,16 1,21
Ion
Kolesterol
Test Unit 2013-09-20 (05:59:25)
Kolesterol HDL mg/dL 13
Kolesterol LDL mg/dL 73
Kolesterol Total mg/dL 144
Trigliserida mg/dL 163
2013-09-28 2013-09-27
Test Unit
(10:38:40) (00:52:25)
Magnesium (Mg)
Darah mg/dL 1,88 2,30
Urin Lengkap
2013-09-28 2013-09-26
Test Unit
( 10:43:02) (22:14:25)
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Keruh
Sedimen
Leukosit /LPB 28-30 3-5
Eritrosit /LPB 18-20 Banyak
Silinder Negatif Negatif
Sel Epitel 1+ 1+
Kristal Negatif Negatif
Bakteria Negatif Negatif
Lain-lain SEL RAGI 2+
Berat Jenis 1,015 1,010
pH 6,0 6.0
Protein Trace Trace
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah/Hb 3+ 3+
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Mikromol/L 3,2 3,2
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase 2+ Negatif
B. PEMBAHASAN
Tanda-tanda Vital :
1. Tekanan Darah
DAFTAR PUSTAKA
Colville T, Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary
Technician. Missouri: Elsevier.
Dellman HD, Brown EM. 1992. Histologi veteriner. Jakarta: UI Press.
Ganong WF. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology.
Guyton AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology.
Hirsch JG , Hirsch BI. 1980. Paul Ehrlich and the discovery of the
eosinophil.The Eosinophil in Health and Disease. New York: Grune and Stratton.
Hoffbrand, AV. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Jain NC. 1993.Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger
Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. USA: The Mc
Graw-Hill Companies
Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine: Interpretation and
Diagnosis. St. Louis: Saunders.
Miale JB. 1972. Laboratory Medicina Hematology.St. Louis: The C.V. Mosby
Companya
Simmons A. 1976. Technical Hematology. Toronto: J.B. Lippincott Co.
Theml, Harald, et. al. 2004.Color Atlas of Hematology. Germany: Thieme
Tizard I. 2000. Veterinary Immunology An Introduction. Ed ke-6. Philadelphia:
WB Saunders Company.
Turgeon, Mary Louise. 2011.Clinical Hematology – Theories and Procedures.
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins
Weiss DJ, Wardrop KJ. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. USA:
Blackwell Publishing Ltd.
Syaifuddin B. Ac. 1992. Anatomi Fisiologi untuk siswa perawat. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.