A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun degeneratif yang ditandai
dengan adanya kenaikan kadar gula di dalam darah yang disebabkan oleh kerusakan
kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon insulin sehingga terjadi gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dapat menimbulkan berbagai
keluhan serta komplikasi (Irwan, 2016).
Ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit terebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga berbau,
ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM
dengan neuropati perifer (Dafriani, 2022). Ulkus diabetic dikenal dengan istilah
gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan
oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai
darah terhenti (Dafriani, 2022).
Debridement adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan
nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti syaraf,
pembuluh darah, tendon dan tulang (Rehatta, 2015).
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
a. DM tipe 1 (insufisiensi insulin absolut), dapat terjadi pada usia berapapun. DM tipe
1 terjadi akibat kerusakan permanen sel beta Langerhans akibat autoimun,
sehingga bergantung pada insulin seumur hidup.
b. DM tipe 2 (resistensi insulin), umumnya terjadi pada dewasa >40 tahun yang
mengalami obesitas. Pada diabetes tipe 2, insulin yang dihasilkan jumlahnya
sedikit atau terjadi resistensi insulin sehingga sel tidak responsive terhadap insulin.
Obesitas disebut sebagai salah satu penyebabnya.
c. Diabetes gestational (selama kehamilan), terjadi akibat hormon plasenta yang
menetralkan insulin sehingga terjadi resistensi insulin (Rahmi & Pahriyani, 2021).
3. Etiologi
Diabetes Melitus bisa disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel−sel beta
pulau langerhans atau ketiadaan absolut insulin. Ketiadaan absolute insulin dapat
terjadi karena keturunan dimana tahap perkembangan anti bodi yang merusak selsel
beta atau degenerasi sel−sel beta. Sedangkan penurunan produksi insulin dan resistensi
insulin pada diabetes mellitus tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain(Alfaqih dkk., 2022):
a. Usia
b. Gaya hidup stress
c. Pola makan yang salah
d. Obesitas
e. Infeksi
Terjadinya ulkus diabetikum antara lain dipengaruhi oleh (Dafriani, 2022):
a. Neuropatik diabetik
b. Angiopati diabetic (penyempitan pembuluh darah)
c. Infeksi.
4. Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5
P yaitu (Dafriani, 2022):
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine
(Dafriani, 2022):
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Berdasarkan Wagner (Classification of Foot Ulcers), membagi gangren kaki diabetik
menjadi enam tingkatan, yaitu (Ardhiansyah, 2021):
e. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, deformitas atau selulitis mungkin ditemukan
f. Derajat 1 = ulkus superfisial (partial atau full thickness)
g. Derajat 2 = ulkus ekstensi ke ligamen, tendon, kapsul sendi, atau deep fascia, tanpa
abses atau osteomyelitis
h. Derajat 3 = ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau joint sepsis
i. Derajat 4 = gangren terlokalisasi pada forefoot atau heel
j. Derajat 5 = gangren seluruh kaki
5. Komplikasi
Komplikasi DM dapat dipicu oleh faktor meliputi (Angger Anugerah, 2020):
a. Usia
b. Lamanya mengidap DM
c. Hipertensi
d. Dislipidemia
e. Merokok
f. Konsumsi alkohol yang tinggi
Komplikasi post debridement:
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien post debridement yaitu :
a. Gangguan perfusi jaringan akibat penurunan aliran darah
1) Infeksi: Infeksi bedah merupakan penyulit pembedahan yang sering dijumpai
pada praktek sehari-hari infeksi dapat terbatas di tempat pembedahan, Iuka
insisi atau menyebar secara sistematik (sepsis). Infeksi dapat terjadi apabila
dalam perawatan luka post debrid ulkus tidak dilakukan secara multidisiplin,
dan tidak teliti dalam memberikan antiseptik maupun penggunaan alat
medikasi.
2) Kerusakan integritas kulit akibat pembedahan
Kerusakan integritas kulit akibat dehisiensi Iuka. Dehisiensi Iuka merupakan
Iuka yang terbuka di bagian tepi-tepi Iuka. Faktor penyebab terjadinya infeksi
karena penutupan Iuka tidak rapat atau tidak benar
6. Patofisiologi
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes
Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin
maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah
air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi
insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang
disebut koma diabetik (Price, 1995).
7. Patoflowdiagram
Daftar Pustaka
Alfaqih, R. M., Anugerah, A., & Khayudin, B. A. (2022). Manajement Penatalaksanaan
Diabetes Militus. Retrieved from www.Guepedia.com
Angger Anugerah. (2020). Buku Ajar: Diabetes Dan Komplikasinya. In Guepedia. Retrieved
from
https://www.google.co.id/books/edition/BUKU_AJAR_DIABETES_DAN_KOMPLIK
ASINYA/2dZMEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=komplikasi+dm&pg=PA23&printsec
=frontcover
Ardhiansyah, A. O. (2021). Kompetensi Bedah Untuk Dokter Umum. In Airlangga University
Press. Retrieved from
https://www.google.co.id/books/edition/KOMPETENSI_BEDAH_UNTUK_DOKTER_
UMUM/d1wtEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=derajat+gangren&pg=PA22&printsec=f
rontcover
Dafriani, P. (2022). Pengelolaan Non Farnakologi untuk Diabetes Mellitus. Retrieved from
https://www.google.co.id/books/edition/Pengelolaan_Non_Farnakologi_untuk_Diabet/y
f2GEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=ulkus+adalah&pg=PA97&printsec=frontcover
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. In Deepublish. Retrieved from
https://www.google.co.id/books/edition/Epidemiologi_Penyakit_Tidak_Menular/3eU3D
AAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=diabetes+melitus+adalah&printsec=frontcover
Majid, A. dkk. (2011). BukuAsuhan Keperawatan Perioperatif Edisi Pertama. Yogyakarta:
Gosyen Publising.
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil (1st ed.).
Jakarta: DPP PPNI.
Price, sylvia A. (1995). Phatophysiology . Alih Bahasa Peter Angrah . Ed. 4. Jakarta: EGC.
Rahmi, E., & Pahriyani, A. (2021). Modul pembelajaran patofisiologi dan patologi klinik. In
ISBN 978-623-362-226-4. Retrieved from
https://www.google.co.id/books/edition/Modul_Pembelajaran_Patofisiologi_dan_Pat/_d
dVEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etiologi+dm&pg=PA76&printsec=frontcover
Rehatta, M. (2015). Pedoman Keterampilan Medik 4. In Airlangga University Press. Retrieved
from
https://www.google.co.id/books/edition/Pedoman_Keterampilan_Medik_3/WKTIDwA
AQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=debridement+adalah&pg=PA71&printsec=frontcover