1.1 Pengertian
Infeksi menular seksual (IMS) adalah sekelompok infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Kebanyakan IMS dapat ditularkan melalui hubungan seksual antara penis,
vagina, anus dan mulut.
Menurut Depkes RI (2007) infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual akan lebih beresiko bila
melakukan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.
1.6 Penatalaksaan
Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri, umumnya lebih mudah
untuk diobati. Infeksi virus dapat dirawat, namun tidak selalu dapat disembuhkan. Pada
wanita hamil dan memiliki penyakit menular seksual akibat ditularkan oleh suaminya,
pengobatan yang tepat dapat mencegah atau mengurangi risiko penularan infeksi pada
bayi. Pengobatan biasanya diberikan tergantung pada infeksinya, yang diantaranya
meliputi antibiotik dan antivirus.
Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua
cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus (case management) ataupun penanganan
berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan berdasarkan kasus yang
efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan
mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi
yang komprehensif. Sedangkan penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada
identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan
untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom. Penanganan infeksi menular seksual
yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme penyebabnya. Namun, dalam
kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris
Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin,
kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin
Pada masa kehamilan, berikan antibiotika seperti :
a) Ampisilin 2 gram IV dosis awal, lanjutkan dengan 3 x 1 gram per oral selama 7
hari.
b) Ampisilin + Sulbaktan 2,25 gram oral dosis tunggal.
c) Spektinomisin 2 gram IM dosis tunggal. d) Seftriakson 500 mg IM dosis
tunggal.
Masa nifas, berikan antibiotika seperti : a) Xiprofloksasin 1 gram dosis tunggal. b)
Trimethroprim + Sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5 kaplet dosis tunggal.
Oftalmia neonatorum (konjungtivitis) : a) Garamisin tetes mata 3 x 2 tetes. b)
Antibiotika – Ampisilin 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Amoksisilin + asam
klamtanat 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Seftriakson 50 mg/ kgBB IM dosis
tunggal.
Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya.
1.6 Prognosis
Kebanyakan IMS merespon dengan baik terhadap pengobatan. Namun, banyak pasien
mengembangkan episode berulang dari IMS karena pasangan seks mereka tidak diobati
atau karena mereka terus terkena IMS melalui hubungan seks tanpa kondom. Untuk
membantu menghindari penyakit yang sama lagi, semua pasangan seks juga harus
diobati baik laki-laki ataupun wanita.
1. Sifilis
Prognosis pada ibu hamil dengan sifilis buruk, jika tidak dilakukan dengan
penanganan yang tepat akan berdampak buruk baik si Ibu maupun untuk janin yang
dikandungnya. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah
beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir. Di mana virus Troponema
Pallidum masuk secara hematogen melalui placenta ( UK 10 minggu ), sehingga janin
yang terinfeksi dapat mati atau abortus, lahir mati atterm ( IUFD ), dan lahir hidup
dengan tanda- tanda sifilis kongenital.Herpes kelamin tidak dapat disembuhkan, karena
virus tetap aktif dalam saraf untuk sepanjang hidup pasien. Namun, banyak orang tidak
melihat ada masalah setelah infeksi awal, dan banyak orang bahkan tidak menyadari
ketika mereka pertama kali terinfeksi. Pada pasien dengan virus herpes simpleks tipe II,
terapi antiviral dapat berhasil menekan episode berulang dari ulkus di alat kelamin, tetapi
tidak akan menyingkirkan virus.
2. Gonoroe
Bayi yang terkena gonoroe akan menjadi buta, pembengkakan pada kedua
kelopak mata dan matanya mengeluarkan nanah. Selain itu penyakit sistemik seperti
meningitis dan arthritis, sepsis, pada bayi yang terinfeksi pada proses persalinan HIV
tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan hati-hati perawatan medis, pemantauan dan
pengobatan, kebanyakan orang dengan HIV hidup selama bertahun-tahun dengan
gejala minimal atau bahkan tidak ada gejala.
1.1 Pengkajian
1. Identita
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan,pendidikan, status
perkawinan,alamat, Tgl MRS, dll.
2. Keluhan utama
Biasanya nyeri (saat kencing).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan apakah px pernah menderita penyakit berat(sinovitis,artritis).
4. Riwayat Penyakit Sekarang
P = Tanyakan penyebab terjadinyainfeksi?
Q = Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut.
R = Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar ?
S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan.
T = Kapan keluhan dirasakan ?
1.3 Intervensi
Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri (L. 124136) Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis (mis. (I.08238)
Imflamasi) Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 30 1. Identifikasi lokasi,
menit maka Tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas,
hasil: intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon
menurun (5) nyeri non verbal
2. Kesulitan tidur, gelisah 4. Identifikasi faktor
menurun (5) yang memperberat dan
3. Meringis menurun (5) memperingan nyeri
4. Frekuensi nadi, 5. Identifikasi pengaruh
pernapasan, tekanan nyeri pada kualitas
darah membaik (5) hidup
5. Kemampuan 6. Monitor efek samping
menggunakan teknik penggunaan analgetik
nonfarmakologis 7.
meningkat (5) Terapeutik
6. Keluhan nyeri 1. Berikan terapi non
menurun (5) farmakologis untuk
mengurangi nyeri
2. Control lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan
periode nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik
1.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan,
pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya. pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat
respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikitnya.
1.5 Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan yaitu perawat harus mengevaluasi pasien.
Daftar Pustaka
Hamilton & Morgan . Infeksi Menular Seksual (IMS), Jakarta : penerbit Universitas Indonesia
(UI press),2009.
WHO (World Healt Organization), penderita baru IMS, 1999, Jakarta : buku kedokteran,1999.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnosis. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Piusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.