Anda di halaman 1dari 52

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK URONEFROLOGI Makassar, 9 Januari 2020

LAPORAN TUTORIAL MODUL 4


BLOK URONEFROLOGI
“MODUL LUKA PADA KELAMIN”

Dosen Pembimbing :
dr. Inna Mutmainnah Musa
Disusun Oleh :
Kelompok 03

11020150047 Haerul Ikhsan Haermiansyah


11020170006 Dedy Kurniawan
11120170027 Andi Anita Nur Fadhilah Rahman
11020170048 Muthi’ah Salsabila Thahira
11020170050 Fitrah Putra Irwan
11020170077 Murni Aswiranti Putri Muhlis
11020170094 Melinia Fajri Ramadhani
11020170116 Saniska Ayu Kartiniva Iskandar
11020170126 Muhammad Arief Wahyu Adama
11020170142 Nadya Videlia Wijaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini,


karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan
guna memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama
kepada:

1. Dr. Inna Mutmainnah Musa selaku tutor

2. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi


dalam menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala


kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa
Robbal A’lamiin.

Makassar, 9 Januari 2020

Kelompok 03
SKENARIO 3 :
Laki-laki berusia 25 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan
keluhan nyeri pada kelaminnya terutama saat buang air kecil. Keluhan ini telah
dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Pasien sudah menikah selama setahun, tapi
belum mempunyai anak. Pada pemeriksaan didapatkan tanda inflamasi pada glans
penis, ditemukan beberapa luka lecet (ekskoriasi) pada glans penis, muara OUE
dan batang penis, duh tubuh homogeny abu-abu. Sebelumnya terdapat bintil-bintil
berisi air yang pecah dan menjadi luka.

KATA SULIT :
- Tidak ada

KALIMAT KUNCI :

- Laki-laki berusia 25 tahun


- Nyeri pada kelamin terutama saat BAK sejak 2 hari yang lalu
- Inflamasi pada glans penis
- Luka lecet (ekskoriasi) pada glans penis, muara OUE, dan batang penis
- Duh tubuh homogeny abu-abu
- Terdapat bintil-bintil air yang pecah dan menjadi luka

PERTANYAAN :

1. Bagaimana anatomi dan histologi organ genitalia externa pada pria?


2. Bagaimana patomekanisme gejala pada skenario?
3. Sebutkan penyakit-penyakit apa saja yang ditandai dengan luka pada alat
kelamin?
4. Apa saja faktor resiko penderita dengan penyakit kelamin?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis sesuai skenario?
6. Jelaskan differential diagnosis terkait skenario?
7. Apa perspektif islam sesuai skenario?
PEMBAHASAN :

1. Anatomi dan histologi organ genitalia externa pada pria!


Anatomi

Penis

Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala),
bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian
kepala terdapat glans dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtual
sac), permukaan bagian dalam dilapisi oleh membran halus. Glans bersifat
kenyal, dan berbentuk konus, serta terdiri dari meatus, corona dan frenulum.
Meatus urethralis vertikal dan berlokasi pada apeks, dimana muncul frenulum,
glans corona merupakan lipatan lingkaran pada dasar glans. Pada permukaan
glans terdapat empat lapisan anatomi: lapisan membran mukosa, termasuk
epitelium dan lamina propria, korpus spongiosum dan korpora kavernosa.
Tunika albuginea memisahkan kedua struktur ini, penile atau pendulous urethra
terletak ventral didalam korpus dan glans; sementara korpus spongiosum yang
erektil mengelilinginya. Pemotongan transversal dari shaft akan menampilkan
kulit, dartos dan fascia ganda yang disebut dengan penile fascia, albuginea dan
korpus kavernosum.

Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan preputium.
Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang
dibungkus oleh tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus
spongiosum sepanjang uretra penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit,
lapisan otot polos yang dikenal sebagai dartos, serta lapisan elastik yang
disebut Buck fascia yang memisahkan penis menjadi dorsal (korpora
kavernosa) dan ventral (korpus spongiosum).

Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin
sebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan
membentuk keratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh
balanopreputial sulcus pada aspek dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada
regio ventral. Kelenjar sebaseus pada penis dikenal sebagai kelenjar Tyson dan

bertanggung- jawab atas produksi smegma.

Gambar 1.1 Anatomi Penis

Scrotum

Scrotum adalah kantong yang membungkus dari testis, epididimis, dan


ujung bawah funiculus spermatikus. Scrotum berfungsi sebagai termoregulator
yang mengatur suhu testis agar tetap terjaga dalam suhu yang normal agar
sperma tidak rusak. Pada keadaan dingin scrotum akan mengkerut untuk
mendekatkan testis dengan tubuh agar tetap hangat. Namun sebaliknya ketika
panas maka scrotu akan merenggang untuk menjauhkan testis dari
tubuh.Scrotum dibentuk oleh cutis scroti pada bagian luar. Bagian tengah dari
scrotum akan membentuk lipatan-lipatan yang disebut raphe scroti(rugae
scroti).
Lapisan scrotum :
 Cutis scroti : lapisan kulit luar scrotum
 Tunica dartos : terdapat muskulus dartos yang di persarafi oleh saraf
simpatis yang mengakibatkan scrotum menggerut pada saat dingin atau
menggendur pada suhu panas.
 Fascia spermatica externa : adalah lanjutan dari muskulus obliqua
eksternus abdominalis.
 Tunica cremaster : terdapat muskulus cremaster lanjutan dari muskulus
oblique internus abdominalis. Musculus cremaster dapat di uji
kontraksinya dengan cara menggores kulit paha bagian dalam. Ini di uji
untuk melihat Refleks Cremaster. Serabut aferen berjalan pada ramus
femoralis nervus genitofemoralis sedangkan serabut eferen berjalan pada
ramus genitalis nervus geniofemoralis. Muskulus cremaster berfungsi
mengangkat testis pada suhu dingin.
 Fascia spermatica interna : berasal dari fascia transversalis.
 Tunika vaginalis testis : terbagi menjadi dua yaitu lamina viceralis
(epiorchium)adalah bagian yang langsung melekat pada testis.
Laminaparietal (periorchium) bagian yang tidak melekat langsung
dengantestis.

Gambar 1.2 Anatomi Scrotum

Histologi

Penis

Uretra terbagi atas tiga bagian : prostatik (segmen proksimal pendek yang
dikelilingi oleh prostat), membranosa atau bulbomembranosa (memanjang dari
kutub bawah prostat hingga bulbus korpus spongiosum) dan penil (yang
melewati korpus spongiosum). Secara his- topatologi, pelapis epitel uretra
adalah tipe transisional di bagian proksimal (prostatik), strati- fied squamous
pada bagian distal yang berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified
atau epitel pseudostratified kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa
pada epitel umumnya disebabkan oleh pengobatan dengan preparat estrogen.
Struktur kelenjar yang berhubungan dengan uretra adalah kelenjar intraepitelial
dari lakuna Morgagni (kelenjar in- traepitel silindris selapis), Kelenjar Littre
(Kelenjar musinus tubuloacinar sepanjang korpus spongiosum), dan
bulbouretral atau kelenjar Cowper (mucous acinar pada profunda membran
uretra Drainase limfatik penis terdapat pada nodus superfisial dan profunda. Di
bagian sentral beranastomosis diantara pembuluh-pembuluh limfe yang

menghasilkan drainase bilateral.

Gambar 1.3 Histologi Penis


Penis merupakan alat kopulasi pria yang terdiri atas 3 buah badan silindris
yang besar dari jaringan kavernosa atau jaringan erektil yaitu:

- Dua buah korpora kavernosa penis

- Satu buah korpora kavernosa penis

Korpora spongiosa terletak pada lekukan yang dalam pada permukaan


bawah korpora kavernosa dan ditembus pada keseluruhan panjangnya oleh
uretra. Kedua korpora kavernosa penis dipisahkan oleh septum mediana, pada
daerah glans penis septum ini menghilang sehingga korpora kavernosa kiri dan
kanan akan bersatu. Tiap korpora kavernosa penis dikelilingi oleh selubung
(kapsula) tebal terdiri dari jaringan ikat padat disebut tunika albuginea yang
terdiri dari 2 lapisan serat kolagen :
- Bagian luar berjalan longitudinal

- Bagian dalam berjalan sirkuler

Glands penis merupakan ujung penis yang terdiri dari jaringan ikat padat
yang mengandung banyak vena yang saling berhubungan seperti jala, dimana
dinding vena disini dilapisi otot polos yang berjalan sirkuler dan longitudinal.
Glans penis ini tidak mempunyai tunika albuginea, tunika albuginea disini
diganti dengan dermis yang berhubungan langsung dengan jaringan ikat padat
di jaringan erektil, kulit preputium bagian dalam bersatu dengan jaringan ikat
permukaan glans penis.

Scrotum

 Epitel selapis gepeng bertanduk


 Lapisan epidermis tipis, tanpa stratum lucidum.
 Stratum basale mengandung butir-butir pigmen berwarna kuning
kecoklatan
 Dalam lapisan corium ada sel melanophor
 Corium melekat langsung di bawah penyambung yang mengandung serat-
serat otot polos m. cremaster
 Ada kelenjar keringat, rambut dan kelenjar Talq.

Gambar 1.4 Histologi scrotum

Referensi:
1. Natahusada, EC, Djuanda A. Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. 2010.
Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
2. Penuntun Praktikum Histologi BIOMEDIK 2. 2018. Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia.

2. Patomekanisme gejala:
a) Patomekanisme nyeri saat berkemih
Nyeri saat berkemih biasanya disebabkan karena terjadinya inflamasi saat
berkemih yang terjadi pada buli buli ataupun urethra. Seringkali infeksinya
disebabkan karena oleh infeksi mikroorganisme atau adanya batu. Namun
sesuai dengan skenario skenario gejala pria 34 tahun mengeluarkan nanah
dari alat kelaminnya maka busa disimpulkan ini terjadi akibat adanya bakteri.
Bakteri ini yang menyebabkan terjadinya inflamasi pada saluran uretra
sehingga menimbulkan nyeri saat berkemih.

Adanya benda asing mengakibatkan inflamasi. Rasa sakitnya akan


dijalarkan melaluk saraf genitofemoralis (simpatis, pada tulang belakang
bersifat simpatis) nyeri yang akan mengiritasi pusat refleks di medulla
spinalis (T11-T12) dan menyebabkan rasa sakit meatus urethra internus dan
urethra sehungga menyebabkan rasa sakit waktu kencing.

b) Patomekanisme Duh Tubuh


Duh tubuh adalah suatu gejala dimana keluarnya cairan atau sekret dari
uretra maupun vagina, baik cairan serosa ataupun mukosa dan tidak berupa
darah ataupun urin. Sangat penting dalam membedakan duh tubuh fisiologis
atau patologis, dengan melakukan anamnesis, berbagai kriteria klinik,
laboratorium dan mikrobiologi karena menentukan keberhasilan pengelolaan
duh tubuh. Pada pria duh tubuh berasal dari uretra, sedangkan pada wanita
dapat berasal dari uretra, vagina maupun serviks. Secaraumum duh tubuh
uretra ini bisa bersifat fisiologismisalnya pada prostaturia dan spermaturia dan
bisa bersifat patologis misalnya pada uretritis gonoredan uretritis nonspesifik
(uretritis non gonore).
Penyebab Duh tubuh patologis dikaitkan dengan adanya infeksi pada
genital, dan sebagian besar infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual
atau disebut sexually transmitted infection (STD). Selama decade terakhir
insiden STD cepat meningkat di berbagai negeri di seluruh dunia, namun
laporan mengenai penyakit ini tidak menggambarkan angka sesungguhnya,
dikarenakan berbagai faktor antara lain banyak kasus yang tidak dilaporkan,
banyak kasus yang asimtomatik terutama pada wanita dan fasilitas diagnostic
yang kurang memadai.
Kegagalan mendiagnosis dan mengobati IMS berdampak pada komplikasi
dan sekuele yang ditimbulkan, seperti penyakit radang panggul, infertilitas,
kehamilan ektopik, nyeri panggul kronik, infeksi neonatal, dan kanker
anogenital. Infeksi ini juga memfasilitasi transmisi HIV. Pada negara-negara
sosio-ekonomi rendah, proporsi yang signifikan terjadi pada pasien wanita.
Lebih dari 50% pasien tidak merasakan gejala dan tidak memeriksakan diri.
Diagnosis dini dan pengobatan yang optimal diharapkan dapat membatasi
penyebaran dan mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.

Penyebab Duh tubuh pada pria


Penyebab Duh tubuh pada wanita

 Mekanisme terjadinya duh urethra pada infeksi N. Gonorrhoeae


- Penempelan ke membran sel epitel kolumnar pada mukosa urogenital
pria ataupun wanita via pili aau fimbriae, di bantu juga dengan protein
permukaan yakni PilC dan Opa.
- Invasi dimediasi oleh adhesin dan sphingomyelin, menyebabkan
terjadinyaendositosis.
- Strain tertentu dari gonokokal memproduksi immunoglobulin A
protease yang dapat memecah imunoglobin manusia dan memblok
responbaktersidal.
- Rmp protein pada kuman juga mencegah efek dari bakterisidal antibodi
- Di dalam sel, organisme ini bereplikasi dan menginduksi respon
inflamasi
- Akibat terhambatnya respon bakterisidal, maka kuman yang di
internalisasi sel PMN dan antibody tidak dapat dihancurkan
- Sel netrofil yang mati bersamaan dengan kuman yang menginfeksi akan
membentuk suatumikroabses yang disertai jaringan nekrotik keluar
melalui uretra.

c) Patomekanisme Infertil
Infertilitas menjadi masalah kesehatan yang sering terjadi pada saat
ini. Peningkatan infertilitas didapatkan berkaitan dengan peningkatan
kejadian IMS.Hal ini terjadi terutamapada daerah yang memiliki
prevalensi tinggi IMS yang tidak diobati sehinggamenyebabkan
komplikasi pada organ reproduksi. Hal ini terjadi terutamapada daerah
yang memiliki prevalensi tinggi IMS yang tidak diobati sehingga
menyebabkan komplikasipada organ reproduksi.

 Infertilitas pada laki-laki

Infeksi pada traktus genitourinarius menyebabkan 15% kasus


infertilitas pada laki-laki. Infeksi dapat mengenai berbagai daerah traktus
reproduktif, seperti testis, epididimis, dan kelenjar seks aksesoris. Adanya
paparan patogen maupun sel radang dan mediator-mediatornya terhadap
testis dan epididimisdapat mengganggu fungsi reproduktif laki-laki.Infeksi
kelenjar seks aksesoris laki-laki atau male accesory gland infection
(MAGI) meliputi prostatitis, uretritis, epididimitis dan orkitis. Adanya
MAGI dapat mempengaruhi kualitas sperma dalam berbagai mekanisme,
termasuk penurunan fungsi kelenjar aksesori, obstruksi transpor sperma
dan disregulasi spermatogenesis. Infertilitas pada laki-laki terutama
dikaitkan dengan epididimitis.Inflamasi pada epididimis dapat
mengakibatkan terjadinya disfungsi epididimis yang menyebabkan
gangguan pada perkembangan sperma yang normal dan pada akhirnya
dapat menyebabkan terjadinya azoospermia obstruktif. Pada epididimitis
duktus epididimis akan terisi dengan leukosit mononuklear dan
polimorfonuklear yang secara aktif memfagosit sperma. Selain itu, pada
epididimitis juga didapatkan adanya sekresi dari beberapa sitokin seperti
IL-6, IL-8, IL-1b, dan TNFa.

 Infertilitas pada perempuan

Infeksi menular seksual merupakan salah satu faktor penyebab


infertilitas pada perempuan. Infeksi gonokokus ataupun klamidia yang
tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi seperti salfingitis dan PRP,
yang kemudian berperan pada terjadinya infertilitas. Infertilitas pada
serviks meliputi ketidakmampuan spermatozoa untuk menuju uterus
karena adanya kerusakan serviks atau faktor-faktor servikal seperti
stenosis serviks, mukus servikal yang tidak adekuat dan adanya
IMS.Infertilitas tuba mengacu pada infertilitas yang disebabkan kerusakan
tuba falopi meliputi adhesi tuba, gangguan motilitas tuba atau
penyumbatan kanal tuba.

Referensi :

1. Daili, SF. Infeksi Genital Nonspesifik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,


Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI; 2010 p.
366-8.
2. Wiesenfeld H.C., Cates W. Sexually Transmitted Diseases and Infertility.
In: HolmesK.K., Sparling P.F., Stamm W.E., Piot P., Wasserheit J.N.,
Corey L.,et al, editors.Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New York:
McGraw HillCompanies; 2008:p.1511-27.

3. Penyakit-penyakit yang ditandai dengan luka pada alat kelamin:

Luka di Penis karena Infeksi


Luka di penis akibat infeksi kebanyakan ditularkan melalui kontak fisik
saat berhubungan seksual. Sedangkan sisanya, ditularkan melalui kontak tidak
langsung, misalnya akibat menggunakan pakaian atau handuk yang sama
dengan penderita infeksi.
Beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan luka di penis ini
adalah:
Infeksi virus
Virus yang paling sering menimbulkan luka di penis adalah virus herpes
simpleks (HSV). Secara umum, ada dua tipe virus herpes, yaitu HSV 1 dan
HSV 2. Keduanya dapat menimbulkan luka di penis, namun penelitian
menunjukkan bahwa 51% luka di penis akibat infeksi virus herpes
disebabkan karena HSV-2.
Luka yang disebabkan oleh infeksi HSV-2 biasanya terasa perih, gatal, dan
bisa tampak sebagai benjolan berisi cairan bening sebelum pecah. Virus lain
yang juga dapat menyebabkan luka nyeri pada penis adalah virus Molluscum
contagiosum.

Infeksi bakteri

Penyakit akibat infeksi bakteri di kelamin yang paling terkenal adalah raja
singa atau sifilis. Pada penelitian yang sama dengan sebelumnya, sifilis
merupakan penyebab nomor dua terbanyak untuk kasus luka di penis. Bakteri
penyebab penyakit ini adalah Treponema pallidum. Luka yang ditimbulkan
pada penyakit sifilis biasanya tidak terasa sakit.

Selain sifilis, luka di penis juga bisa disebabkan oleh infeksi bakteri
Haemophillus ducreyi pada penyakit chancroid, bakteri Klebsiella
granulomatis penyebab granuloma inguinale, dan bakteri Chlamydia
trachomatis pada penyakit lymphogranuloma venereum.
Infeksi jamur dan parasit
Contohnya adalah infeksi jamur Candida, atau infeksi parasit, seperti kudis
dan kutu di rambut kemaluan. Gejala yang paling menonjol pada infeksi
jamur dan parasit adalah rasa gatal. Luka di penis dapat muncul akibat akibat
garukan.

Luka di Penis karena Penyebab Non-infeksi


Selain akibat infeksi, luka di penis juga bisa terjadi karena penyakit yang
tidak menular, seperti:
1. Psoriasis
Psoriasis merupakan salah satu bentuk penyakit autoimun, di mana daya
tahan tubuh menyerang sel kulit tubuh sendiri. Psoriasis tampak berupa
bercak kemerahan yang tebal dan bersisik putih atau keperakan.
Namun pada area kelamin, sisik psoriasis biasanya lebih sedikit
dibandingkan pada bagian tubuh lain, karena tingginya kelembapan tubuh di
bagian kelamin.

2. Eksim
Eksim merupakan peradangan pada kulit yang bisa dipicu oleh paparan
bahan iritatif atau alergi. Eksim biasanya tampak kering dan gatal, namun
bisa juga berupa benjolan berisi cairan yang kemudian pecah dan
meninggalkan luka.

3. Lichen sclerosus
Lichen sclerosus adalah penyakit kulit yang jarang terjadi. Pada pria,
kondisi ini dapat menimbulkan bercak berwarna lebih pucat dari kulit di
sekitarnya (hipopigmentasi), disertai luka yang dapat meninggalkan jaringan
parut. Bercak ini biasanya muncul di penis atau kulit sekitar anus.

4. Sindrom Behcet
Ini merupakan salah satu penyakit autoimun yang ditandai dengan
kerusakan pembuluh darah arteri dan vena. Penyakit ini dapat menimbulkan
luka di berbagai bagian tubuh, termasuk penis.

5. Kanker penis
Meski jarang terjadi, kanker penis merupakan kondisi yang sangat serius.
Gejalanya bisa berupa luka atau benjolan di kepala penis yang tidak kunjung
sembuh.
Pengobatan luka di penis akan disesuaikan dengan penyebabnya. Untuk
luka pada penis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, diperlukan pengobatan
dengan antibiotik dari dokter. Sedangkan untuk luka di penis karena infeksi
virus, dokter mungkin akan memberikan pengobatan dengan antivirus.
Agar penyebab luka di penis dapat dipastikan, penderita disarankan untuk
memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter sebelum menggunakan obat-
obatan atau salep yang dijual bebas. Selama masih ada luka di penis,
disarankan untuk tidak berhubungan seksual dulu hingga penyebab luka
tersebut diketahui dan diobati.

Referensi :
1. Teichman J., Mannas M., & Elston D. (2018). Noninfectious Penile
Lesions. American Family Physician. 97(2), pp. 102-110.
2. Noda, et al. (2016). Etiology of Genital Ulcer Disease in Male Patients
Attending a Sexually Transmitted Diseases Clinic: First Assessment in
Cuba.Sexually Transmitted Diseases. 43(8), pp. 494-7.
3. World Health Organization (2017). Herpes Simplex Virus.

4. Faktor resiko penderita dengan penyakit kelamin:


Dalam IMS yang dimaksud dengan perilaku risiko tinggi ialah perilaku
yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit.
Yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah:
1. Usia
a) 20-34 tahun pada laki-laki
b) 16-24 tahun pada wanita
c) 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin
2. Pelancong
3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila
4. Homoseksual
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penularan IMS antara lain:
1. Faktor dasar
a) Adanya penularan penyakit
b) Berganti-ganti pasangan seksual
2. Faktor medis
a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis,
b) Pengobatan yang mudah, murah, cepat, dan efektif, sehingga risiko
resistensi tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan risiko
penyebaran infeksi,

3. IUD dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja,


berbeda dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat
pencegahan terhadap penularan infeksi IMS,
4. Faktor sosial seperti mobilitas penduduk, prostitusi, waktu yang santai,
kebebasan individu, dan ketidaktahuan.

Referensi : Daili, S.F. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (PMS). In:


Djuanda, A., Hamzah, M., and Aisah, S., Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 5th ed. Jakarta:Balai Penerbitan FKUI, 363-365.

5. Langkah-langakah diagnosis

Anamnesis umum

 Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, danpekerjaan

 Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan


utama). Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan
pengantar.

 Tanyakanlah kapan cairan keluar dari kelamin mulai muncul. Menggali


lebih dalam tentang onset, durasi kelainan tersebut, apakah hilang timbul atau
menetap,bagaimana gambaran lesi awalnya, dimana lokasi awalnya, bagaimana
perkembangan lesinya serta distribusi lesi selanjutnya.
 Tanyakanlah apakah disertai rasa nyeri pada saat berkemih atau tidak,
adakah demam atau tidak
 Tanyakanlah apakah disertai gatal atau tidak.

 Tanyakanlah apakah cairan ini ada hubungannya dengan kebiasaan gonta


ganti pasagan

 Tanyakanlah apakah ada keluhan lain yang dirasakan oleh pasien. Jika ada
tanyakanlah:

• kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak.

• apakah muncul bersamaan atau sesudahnya.

 Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada


masa lalu.

 Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau


lingkungan sekitar tempat tinggal
 Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan
gejala yang sama, riwayat kontak dengan serangga ataupun tanaman.
 Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter dan
obat yang dibeli sendiri oleh pasien tanpa resep dokter

Berdasarkan skenario:
1. Identitas Pasien: laki-laki, usia 25tahun
2. Keluhan Utama: nyeri pada kelaminnya terutama saat berkemih .
3. Kapan mulai muncul: sejak 2 hari yang lalu
4. Keluhan penyerta: lukalecet pada glans penis , muara OUE dan batang
penis , Duh tubuh homogeny abu-abu. Sebelumnya terdapat bintil-bintil
berisi air yang pecah dan menjadi luka

5. Riwayat keluarga:-

6. Riwayat pengobatan:

PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan
sekitarnya, yang dilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup
terang . Lampu sorot tambahan diperlukan untuk pemeriksaan pasien
perempuan dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya pemeriksa
didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain.Pada pemeriksaan terhadap
pasien perempuan, pemeriksa didampingi oleh paramedis perempuan,
sedangkan pada pemeriksaan pasien laki- laki, dapat didampingi oleh tenaga
paramedis laki-laki atau perempuan. Beri penjelasan lebih dulu kepada pasien
mengenai tindakan yang akan dilakukan:

1. Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya,


pemeriksa harus selalu menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci
tangan sebelum dan sesudah memeriksa.

2. Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan


pemeriksaan genitalia (pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien
harus membuka seluruh pakaiannya secara bertahap).
- Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/berdiri.

- Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerahskrotum

- Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesilain

- Lakukan inspeksi dan palpasi daerah genitalia, perineum, anus dan


sekitarnya.

3. Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran


kelenjar getah bening setempat(regional)
4. Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan
bahan pemeriksaan.
5. Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak
berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.

PENGAMBILAN SPESIMEN
1. Pasien laki-laki dengan gejala duh tubuh uretra

2. Beri penjelasan lebih dahulu agar pasien tidak perlu merasa takut saat
pengambilan bahan duh tubuh gentalia dengan sengkelit atau dengan swab
berujungkecil
3. Bila menggunakan sengkelit, gunakanlah sengkelit steril.

4. Masukkan sengkelit/swab ke dalam orifisium uretra eksterna sampai


kedalaman 1-2 cm, putar swab (untuk sengkelit tidak perlu diputar namun
cukup menekan dinding uretra), dan tarik keluarperlahan-lahan.
5. Oleskan duh tubuh ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan

6. Bila tidak tampak duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking)
olehpasien.

Referensi:

1. Purnomo, BB. 2016. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto.

2. Rahmawati F. 2018. Aspek Laboratorium Gagal Ginjal kronik. Bagian


Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.

6. DD:
SIFILIS PRIMER
DEFINISI
Sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
bersifatakut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi
sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke dalam periode laten
diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem
saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.

Penularan sifilis melalui hubungan seksual. Penularan juga dapat terjadi


secara vertikal dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran,
melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-
kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang. World
Health Organization(WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus baru terjadi
di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean.Angka
kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey Terpadu dan Biologis
Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI terjadi peningkatan
angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun 2007.

ETIOLOGI
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales danGenus Treponema spesies Treponema pallidum.
Pada Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman
yaitu Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15
mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1
mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-14 gelombang dan bergerak
secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada
mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik immunofluoresensi.
Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen pada manusia.
Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak tahan panas,
polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob pada suhu 25°C,
Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup selama 4-7
hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat,
piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnaidengan zat
warna lilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang
tinggal melekat pada permukaan sel kuman. Kuman berkembang biak dengan
cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam.

PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIS


Treponema pallidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit
yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa
jam, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serologis
belum jelas. Kisaran satu minggusetelah terinfeksi Treponema pallidum,
ditempat masuk timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama
satu hingga lima minggu, kemudian menghilang.
Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan
baru akan reaktif setelah satu sampai empat mingguberikutnya. Enam minggu
kemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder.
Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam minggu, karena terjadi
penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten, dimana
tidak ditemukan tanda-tanda klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang
reaktif. Masa laten dapat berlangsung bertahun-tahun atau seumur hidup.
KLASIFIKASI
Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan sifilis
lanjut dengan waktu diantaranya 2-4 tahun. Sifilis Dini dapat menularkan
penyakit karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan
Sifilis Lanjut tidak dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada.
Sifilis Dini dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
a) Sifilis primer (Stadium I)
b) Sifilis sekunder (Stadium II)
c) Sifilis laten dini
Sifilis Lanjut dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
a) Sifilis laten lanjut
b) Sifilis tertier (Stadium III)
c) Sifilis kardiovaskuler
d) Neurosifilis
Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder,
laten dan tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early
sementara stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent

STADIUM SIFILIS

Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu sifilis


stadium primer, sekunder dan tersieryang terpisah oleh fase laten dimana
waktu bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Interval antara stadium primer dan
sekunder berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Interval
antara stadium sekunder dan tersier biasanya lebih dari satu tahun.

Sifilis stadium primer

Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia kisaran tiga
minggu setelah kontak seksual. Papul membesar dengan ukuran 0,5 –1,5 cm
kemudian mengalami ulserasi, membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas
berupa bulat, diameter 1-2 cm, tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada
eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi dapat juga multiple. Hampir sebagian
besar disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial unilateral
atau bilateral.

Chancresífilis primer sering terjadi padagenitalia, perineal, atau anus


dikarenakan penularan paling sering melalui hubungan seksual, tetapi bagian
tubuh yang lain dapat juga terkena.

Ulkus jarang terlihat pada genitalia eksterna wanita, karena lesi sering
pada vagina atau serviks. Dengan menggunakan spekulum, akan terlihat lesi di
serviks berupa erosi atau ulserasi yang dalam. Tanpa pengobatan lesi primer
akan sembuh spontan dalam waktu 3 sampai 6 pekan.

DIAGNOSIS
Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan karena
penyakit ini merupakan penyakit yang menular. Studi menyebutkan bahwa
diagnosis dini dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu penyakit.
Pada umumnya dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan mewawancarai pasien dengan menanyakan
keluhan dan gejala pasien.
b. Pemeriksaan secara Klinis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada
penderita yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik. Penggunaan
manajemensindromik ini terutama dirancang untuk keterbatasan sumber
daya dan telah terbukti layak diterima di beberapa negara.
STI skrining antara MSM juga layak dan dapat diterima dan dapat
menjangkau kelompok yang sering memiliki akses terbatas dalam
mendapatkan pemeriksaan IMS yang teratur dan konseling di pelayanan
kesehatan formal. Namun demikian pemeriksaan ini tetap harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium untuk hasil yang lebih
akurat.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis laboratorium penyakit sifilis pada umumnya dilakukan melalui
pemeriksaan mikroskopik langsung maupun pemeriksaan serologik.
d. Pemeriksaan Mikroskopik
Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat
dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan
Treponema secara mikroskopik dilihat dengan teknik imunnofluoresensi
dengan membuat usapan cairan jaringan atau eksudat pada kaca objek
kemudian difiksasi dan diwarnai dengan serum anti treponema yang
dilabel fluoresein sehingga pada lapangan pandang gelap akan terlihat
fluoresensi yang khas dari kuman Treponema.
e. Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan
apakah seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh
memproduksi antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah.
Pemeriksaan Serologis Sifilis penting untuk diagnosis dan pengamatan
hasil pengobatan. Pemeriksaan ini dapat diklasifikasikan:
1. Tes Non Treponema: kardiolipin, lesitin dan kolesterol
2. Tes Treponema: Treponema pallidum hidup / mati
Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan:
1. Sensitivitas: % individu yang terinfeksi yangmemberi hasil positif
2. Spesifivitas: % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil
negative
Menurut Irwin, et. al.,(2003) Pemeriksaan kuantitatif Serologi Sifilis
memungkinkan dokter untuk :
1. Mengevaluasi efektivitas pengobatan
2. Menemukan potensi kambuh (relaps) sebelum menjadi menular
3. Membedakan antara kambuh dan infeksi ulang
4. Melihat adanya reaksi sebagai jenis seroresistant
5. Membedakan antara benar dan biologis positif palsu reaksi serologis.

Secara garis besar ada 2 macam Tes Serologi Sifilis yaitu:

A. Non Treponemal Test atau Reagin Test


1. Tes Reagin
Terdiri dari antibodi Ig M dan Ig A yang ditujukan terhadap beberapa
antigen yang tersebar luas dalam jaringan normal. Dapat ditemukan pada
serum penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan, 2-3 minggu
setelah infeksi. Contohnya adalah Tes Flokulasi dan Tes Fiksasi
Komplemen. Kedua tes ini dapat memberikan hasil secara kuantitatif yaitu
dengan menentukan kadar reagin dalam serum yang secara berturut-turut
diencerkan 2 kali. Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan hasil
positif merupakan titer serum yang bersangkutan. Positif palsu dapat
terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili, Mononukleosis
infeksiosa, vaksinasi dan penyakit kolagen SLE (Systemic Lupus
Erythematosus, Polyarteritis Nodosa).
2. Tes Flokulasi
Tes ini didasarkan atas kenyataan bahwa partikel antigen yang berupa lipid
mengalami flokulasi dalam beberapa menit setelah dikocok dengan reagin.
Tes flokulasi yang positif dapat menjadi negatif pada 6- 24 bulan setelah
pengobatan yang efektif pada sifilis early. Contoh tes flokulasi adalah
VDRL (Venereal DiseaseResearch Laboratory test) dan RPR (Rapid
Plama Reagin Test).
3. Tes Fiksasi Komplemen
Didasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin dapat
mengikat komplemen bila ada cardiolipin pada antigen. Jika serum yang
diperiksa bersifat anti komplemen dapat mengakibatkan terjadinya positif
palsu. Contoh Tes Wassermann, dimana digunakan eritrosit domba
sebagai indikator dan hasil tes positif jika tidak terjadi hemolisis dan
negatif bila ada hemolisis.

B. Treponemal Antibodi Test


Pada Tes digunakan antigen yang berasal dari kuman Treponemal yang
masih hidup maupun yang sudah dimatikan atau salah satu fraksi dari
kuman treponema sehingga diperoleh hasil tes yang spesifik. Yang
termasuk dalam tes ini adalah Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (FTA
Abs), TPHA (Treponemal pallidum Passive Hemagglutination Assay), Tes
ImobilisasiTreponema pallidum (TPI) dan Tes Pengikatan Komplemen
Treponema pallidum atau RPCF (Reiter Protein Complement Fixation
Test).
1. Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (Fluorescent Treponemal Antibody
Absorption Test)
Merupakan tes imunnofluoresensi indirect yang sangat spesifik dan
sensitif terhadap antibodi Treponema.Serum penderita diabsorpsi terlebih
dahulu dengan antigen Reiter yang telah diolah dengan getaranfrekuensi tinggi
(sonifikasi).Kuman Treponema yang telah dimatikan direaksikan dengan
serum penderita dan gamma globulin yang telah dilabel. Kuman akan
berfluoresens jika terkena sinar violet. Hasil tes ini positif pada sifilis early
dan tetap positif sampaibeberapa tahun setelah pengobatan yang efektif
sehingga hasil tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai pengobatan. Pada
bayi baru lahir, adanya Ig M FTA merupakan bukti adanya infeksi intrauteri
(kongenital sifilis) namun demikian bisa terjadi negatif palsu jika IgM pada
bayi bukan akibat infeksi sifilis.
2. Tes Hemaglutinasi Pasif Treponemal Pallidum (Treponemal pallid um
Passive Hemagglutination Assay)
Tes ini menggunakan eritrosit domba yang telah diolah dengan kuman
Treponema pallidum. Hasil test positif jika terjadi aglutinasi dari eritrosit
domba tersebut. TPHA memberikan hasilsecara kuantitatif dan sangat
spesifik.
3. Tes Imobilisasi Treponema Pallidum (TPI)
Tes ini menggunakan kuman Treponema pallidumyang masih aktif
sebagai antigen. Dalam serum penderita sifilis yang telah ditambahkan
komplemen, kuman yang semula masih dapat bergerak aktif akan mengalami
imobilisasi. Waktu yang dibutuhkan adalah 18 jam. Antibodi imobilisasi
timbul pada minggu ketiga setelah infeksi. Antibodi ini berbeda dari reagin,
TPI memerlukan biaya mahal, reagensia murni dan tenaga yang terlatih.
4. Tes Pengikatan Komplemen Treponema Pallidum atau RPCF (Reiter
Protein Complement Fixation Test)
Tes ini menggunakan antigen yang berasal dari fraksi protein kuman
Treponema pallidum strain Reiter. Antibodi yang bereaksi dalam tes ini tidak
sama dengan antibodi imobilisasi ataupun reagin. Hasil positif palsu dapat
terjadi bila fraksi protein tersebut kurangi misal mengandung lipopolisakarida.

Penilaian terhadap Tes Serologi


Apabila kedua tes Treponemal dan Non Treponemal memberikan hasil
positif maka dilakukan penilaian secara kuantitatif, jika hanya satu yang
memberikan hasil positif maka dilakukan pemeriksaan ulang.
TATALAKSANA SIFILIS

Alternatif terapi pada


Klasifikasi Terapi Alternatif alergi penisilin
sifilis anjuran terapi Hamil Tidak
hamil

Early Benzatin Prokain Eritromisi Dosisiklin,


syphilis Benzilpenisil benzilpenis n, 500 mg 100 mg (2
(sifilis in, 2,4 juta ilin, 1,2 oral (4 kali sehari)
stadium IU injeksi juta IU kali sehari atau;
dini), sifilis IM injeksi IM selama 14 Tetrasiklin,
primer, (pemberian (setiap hari hari 500 mg
sifilis dengan dua selama 10 oral (4 kali
sekunder kali injeksi hari sehari)
ditempat berturut- selama 14
berbeda) turut) hari.

PROGNOSIS
Dengan ditemukannya penicilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik.
Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan
kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan
menetap berminggu-minggu.

GONORE

Definisi
Gonore arti luas mencakup semua penyakit yang disebabakan oleh
Neisseria gonorhoeae.

Epidemiologi

Gonore terdapat dimana-mana diseluruh dunia dan merupakan penyakit


kelamin yang terbanyak dewasa ini. Tidak ada imunitas bawaaan maupun setelah
menderita penyakit. Juga tidak ada perbedaan mengenai kekebalan antara
berbagai suku bangsa atau jenis kelamin atau umur. Diperkirakan setiap tahun
tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan didunia.beberapa strain kuman
gonokok yang resisten terhadap penisilin, quinolone dan antibiotic lainnya telah
ditemukan beberapa tahun yang lalu dan membawa persoalan dalam pengobatan,
telah tersebar dibeberapa Negara.

Etiologi

Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER pada


tahun 1879 dan berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882, oleh LEISTIKOW.
Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria. Secara morfologi gonokok ini
terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen,
serta tipe 3 dan 4 yang tidak memiliki pili dan bersifat non virulen. Pili akan
melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.

Daerah yang paling mudah terinfeksi ialaha daerah dengan mukosa epitel
kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur), yakni pada vagina
perempuan sebelum pubertas.

Patogenesis

Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak seksual atau


melalui penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai
epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore terbagi menjadi
5 tahap sebagai berikut :
• Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan
selaput lendir dapat ditemukan di uretra, endoserviks dan anus.
• Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi
selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae terutama
terdiri dari protein pilin oligomer yang digunakan untuk melekatkan
bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput lendir. Protein membran luar PII
Oppacity associated protein (OPA) kemudian membantu bakteri mengikat
dan menyerang sel inang.
• Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses
yang disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel
kolumnar, membentuk vakuola. Fase 4 adalah vakuola ini kemudian
dibawa ke membran basal sel inang, dimana bakteri berkembang biak
setelah dibebaskan ke dalam jaringan subepitel dengan proses eksositosis.
Peptidoglikan dan bakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama
infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen
dari Neisseria LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF,
yang akan mengakibatkan kerusakan sel.
• Fase 5 reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil.
Selaput lendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae
dan neutrofil pada jaringan ikat subepitel. Respon imun host memicu
Neisseria gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA ekstraseluler
yang menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi dan mempromosikan
virulensi.
Gambar 1. Patogenesis Gonore

Gejala klinis

Masa inkubasi sangat singkat, pada laki-laki bervariasi antara 2-5 hari,
kadang-kadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah
mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat
samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada perempuan bmasa tunas
sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.

Gejala klinis dan komplikasi gonore sangat erat dengan hubungannya


dengan susunan anatomi dan faal genital. Oleh karena itu perlu pengetahuan
susunan anatomi genitalia laki-laki dan perempuan. Infeksi yang timbul akibat
hubungan seksual orogenital atau anogenital, pada lakilaki dan perempuan dapat
berupa orofaringitid dan proktitis. Serta dapat terjadi penularan akibat kontak
mukosa mata bayi intrapartum yang mengakibatkan konjungtivitis.

Infeksi N. Gonorhoeae merupakan fase akut yang didahului rasa panas


dibagian distal urethra diikuti rasa nyeri pada penis, keluhan berkemih seperti
disuria dan polakisuria. Terdapat duh tubuh yang bersifat purulen atau
seropurulen, kadang-kadang juga terdapat ektropion. Pada beberapa keadaan, duh
tubuh baru keluar bila dilakukan pemijatan atau pengurutan korpus penis kearah
distal, tetapi pada keadaan penyakit yang lebih berat nanah tersebut menetes
sendiri keluar.

Pada laki-laki

a.Uretritis

Yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akuta dan dapat
meluas ke proksimal, selanjunya mengakibatkan komplikasi lokal,ascendens,dan
diseminata. Keluhan subyektif berupa rasa gatal dan panas di bagian distal uretra
di sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disususn disuria, polakisuria,
keluar duh tubuh mukopurulen dari OUE yang kadangkadang disertai darah, dan
disertai rasa nyeri pada waktu ereksi.
b.Tysonitis

Kelenjar tyson adalah kelanjar yang menghasilkan smegma. Infeksi


biasanya terjadi pada orang dengan preputium panjang dan kebersihan yang
kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butiran pus atau
pembengkakakn pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan
timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.
c.Parauretritis

Sering pada orang dengan Orifisium uretra eksternum terbuka atau


hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.
d.Littritis

Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran terebut tersumbat, dapat terjadi abses folikular.
Diagnosis dengan bantuan pemeriksaan uretroskopi.
e.Cowperitis

Keluhan berupa nyeri dan adanya penonjolan pada daerah perineum


disertai rasa penuh dan panas, nyeri saat defekasi dan disuria. Jika tidak diobati
abses akan pecah melalui kulir perineum,uretra,atau rektum dan mengakibatkan
proktitis.
f.Prostatitis

Prostatitis akut ditandai dengan rasa tidak


nyaman di daerah perineum dan supra pubis, maleise, demam,
nyeri saat berkemih hematuri, spasme otot uretra hingga terjadi retensi urin,
tenesmuas ani, sulit buang air besar, serta obstipasi.
g.Vesikulitis

Vesikulitis adalah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan


suktus ejakulatorius, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut.
Gejala subjektif menyerupai gejala prostatitis akut, berupa demam, polakisuria,
hematuria terminal, nyeri pada saat ereksi atau ejakulasi.
h.Vas deferentitis atau funikulitis

Gejala berupa rasa nyeri pada daerah abdomen bawah pada sisis yang sma
dengan terjadinya infeksi.
i.Epididimitis

Epididimitis akut biasnya unlateral, dan umumnya disertai deferntitis.


Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis,
sehingga mnyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyri sekali. Bila
mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
j.Trigonitis

Infeksi ascendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika


urinaria. Gejala berupa poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
Pada perempuan

Gejala klinis dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda dengan


laki-laki, yang disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin.
Pada perempuan, gejala subyektif jarang ditemukan dan hamipir tidak pernah
didapt kelainan subyektif. Pada umumnya perempuan datang mencari pengobatan,
bila sudah terjadi komplikasi. Sebagian besar kasus ditemukan pada saat
pemerikasaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana.
a.Uretritis pada laki-laki dan perempuan

Gejala utama adalah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaaan,


orifisium uretra eksterna tampak merah, edematosa dan ditemukannya sekret
mukopurulen.
b.Parauretritis/Skenitis

Kelenjer parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.

c.Servisitis

Dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada


punggung bawah. Pada pemeriksaan,serviks tampak hiperemis dengan erosi dan
sekret mukopurulen, Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis
akut atau diserati vaginitis.
d.Bartholinitis

Labium minor pada sisi yang terkena membengkak, merag, dan nyeri
tekan. Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila berjalan dan pasien
sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses atau dapat pecah
melalui mukosa atau kulit. Bila kelainan tidak diobati dapat rekuren atau menjadi
kista.
e.Sapingitis

Peradangan dapat bersifat akut,subakut,dan kronis. Gejala subyektif


berupa rasa nyeri pada daerah abdomen bawah, keluarnya duh tubuh vagina,
disuria, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal.

Diagnosis

1.Anamnesis

Pada anamnesis ditemukan gejala subjektif berupa : Gatal, panas pada


distal uretra, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen yang kadang
disertai darah, nyeri pada waktu ereksi.
2.Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan Gejala objektif :Orificium uretra


eksternum eritematosa, edematosa, dan ektropion.Tampak pula duh tubuh yang
seropurulen atau mukopurulen dan dapat disertai pembesaran kelenjar getah
bening inguinal unilateral atau bilateral.

Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan


pemeriksaan pembantu. Apabila pada layanan kesehatan tidak didapatkan fasilitas
untuk melakukan pemeriksaan dalam dan laboratorium, dapat digunakan alur
pendekatan sindrom baik untuk paisen laki-laki maupun perempuan. Berikut
adalah uraian lima tahapan pemeriksaan pembantu :

1. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram ditemukan gonokok gram-


negatif, intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pada laki-laki
diambil dari daerah fosa navikularis,sedangkan pada perempuan diambil
dari uretra, muara kelenjar bartholin, serviks, untuk pasien dengan
anamnesis berisiko melakukan kontak seksual anogenital dan orogenital,
maka pengambilan bahan duh dilakukan pada faring dan rektum.
2. Kultur

Untuk identifikasi spesies pelu dilakukan pemeriksaan biakan(kultus). Dua


macam media yang dapat digunakan :
- Media transpor

- Media pertumbuhan

3. Tes identifikasi presumtif dan konfirmasi (definitif)

- Tes oksidase

Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna


koloni yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah
lembayung.
- Tes fermentasi

Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai


glukosa, maltosa, dan sukrosa. N. Gonorrhoea hanya meragikan glukosa.

4. Tes beta-laktamase

Pemeriksaan beta-laktamase akan menyebabkan perubahan warna dari


kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase.
5. Tes thomson

Tes ini berguna untuk mengetahui sampai mana infeksi sudah berlangsung
. Syarat mutlah ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit
80-100 ml. Jika air seni kurang daro 80 ml, maka gelas II sukar dinilai karena
baru menguras uretra anterior.
Hasil pembacaan :
Gelas I Gelas II Arti
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi uretritis anterior
Keruh Keruh Panuretritis
Jernih Keruh Tidak mungking

Tatalaksana

Non-medikamentosa :

- Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada pasangan


tetapnya (notifikasi pasangan)

- Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara laboratoris,


bila tidak menmungkinkan anjurkan penggunaan kondom.
- Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 san hari ke 7

- Lakukan koseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi,


pentingnya keteraturan berobat.
- Lakukan Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) terhadpa
infeksi HIV dan kemungkinan mendapat infeksi menular seksual lain.
- Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS lainnya.

Medikamentosa :

- Sefiksim

Merupakan sefalosporin generasi ke -3 dipakai sebagai dosis tunggal 400


mg.

Efektifitas den sensitifitas sampai saat ini paling baik, yaitu sebesar 95%.

- Levofloksasin

Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah Levofloksasi


500 mg, dosis tunggal. Sedangkan Ciprofloksasin 500 mg, dan Ofloksasin
400 mg, peroral dosis tunggal, dilaporkan sudah resisten pada beberapa
daerah tertentu, di Indonesia.
- Tiamfenikol

Dosisnya 3,5 gram, dosis tunggal secara oral. Angka kesembuhan ialah
97,7%. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan.

Prognosis

Prognosis pada penderita dengan gonore tergantung cepatnya penyakit


dideteksi dan diterapi.Penderita dapat sembuh sempurna bila dilakukan
pengobatan secara dini dan lengkap.Tetapi jika pengobatan terlambat
diberikan,maka kemungkinan besar dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut.

HERPES SIMPLEKS GENITALIA


Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas
berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes
genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1 dan HSV- dan keduanya dapat
menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV- sering ditularkan melalui hubungan
seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1
biasanya mengenai mulut dan tipe mengenai daerahgenital.

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada
faktor-faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya
ditemukan pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi
sosial ekonomiterbelakang.
Kebiasaan, orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-. HSV-
prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada
usia dewasa yang terjadi karena kontak seksual. Prevalensi HSV- pada usia
dewasa meningkat dan secara signifikan lebih tinggi Amerika Serikat dari pada
Eropa dan kelompok etnik kulit hitam dibanding kulit putih. Seroprevalensi
HSV- adalah 5 % pada populasi wanita secara umum di inggris, tetapi mencapai
80% pada wanita Afro- Amerika yang berusia antara 60-69 tahun di USA.
Herpes genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan 1990-
an. Di inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS meningkat
enam kali lipat antara tahun 197-1994. Kunjungan awal pada dokter yang
dilakukan oleh pasien di Amerika Serikat untuk episode pertama dari herpes
genital meningkat sepuluh kali lipat mulai dari 16.986 pasien di tahun 1970
menjadi 160.000 di tahun 1995 per 100.000 pasien yangberkunjung
Disamping itu lebih banyaknya golongan wanita dibandingkan pria
disebabkan oleh anatomi alat genital (permukaan mukosa lebih luas pada
wanita), seringnya rekurensi pada pria dan lebih ringannya gejala pada pria.
Walaupun demikian, dari jumlah tersebut di atas hanya 9% yang menyadari
akan penyakitnya.
Studi pada tahun 1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering
berhubungan dengan kelainan oral dan HSV- berhubungan dengan kelainan
genital. Atau dikatakan HSV-1 menyebabkan kelainan di atas pinggang dan
VHS- menyebabkan kelainan di bawah pinggang. Tetapi didapatkan juga
jumlah signifikan genital herpes 0-40% disebabkanHSV-1.
HSV- 1 juga kadang-kadang menyebabkan kelainan oral, diduga karena
meningkatnya kasus hubungan seks oral. Jarang didapatkan kelainan oral
karena VHS- tanpa infeksi genital. Di Indonesia, sampai saat ini belum ada
angka yang pasti, akan tetapi dari 1 RS pendidikan Herpes genitalis
merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) dengan gejala ulkus genital
yang paling sering dijumpai.

ETIOLOGI
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH),
yang merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :
1. Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka
pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, danleher.
2. Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal danpaha).

Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV yang
juga termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela
zoster yang menyebabkan herpes zoster dan varicella. Sebagian besar kasus
herpes genitalis disebabkan oleh HSV-, namun tidak menutup kemungkinan
HSV-1 menyebabkan kelainan yang sama.
Pada umumnya disebabkan oleh HSV- yang penularannya secara utama
melalui vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering
juga menyebabkan herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat oral seks
yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus dihasilkan
dari vaginal atau anal seks.

PATOGENESIS
HSV-1 dan HSV- adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup
virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada
infeksi manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai
hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae.
Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara
efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural
host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa
dengan penyebaran virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten
pada neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik. Transmisi infeksi
HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat
menularkan virus lewat permukaanmukosa.
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui
droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi.
HSV- biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh
hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan
multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.
Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini
dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala
konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi
orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal, sedangkan
infeksi genital HSV- menimbulkan infeksi laten di ganglionsakral.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus akan
mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi
rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga
kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi
primer.
Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus, demam, stres
fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-
obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan
hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito genital, ano genital maupun
oro genital.
GEJALA KLINIK
Infeksi awal dari 6% HSV- dan 7% HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom
dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal)
simptom khas muncul antara hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi
asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama setelah diagnosa di
lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-. Inisial episode yang juga merupakan
infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV-
agak susah dibedakan.
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di
daerah anus. Kadang- kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum,
bokong atau paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah
orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun
gejalanya sebagai berikut :
 Nyeri dan disuria

 Uretral dan vaginaldischarge


 Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakitkepala)
 Limfadenopati yang nyeri pada daerahinguinal
 Nyeri pada rektum,tenesmus

Tanda (sign) :

 Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta


tergantung pada tingkat infeksi.
 Limfadenopati inguinal
 Faringitis
 Cervisitis

a. Herpes genitaliaprimer
Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual
(termasuk hubungan oral atau anal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah
interval yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidak menampakkan
gejala.
Erupsi dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan
salah diagnosis sebagai influenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar
eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepat membentuk erosi
superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis,
preputium, dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat.(1)

b. Herpes genitaliarekuren
Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu
bila ada faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi
kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes
sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak
seberat infeksiprimer.
Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam,
gangguan pencernaan, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan
beberapa kasus sukar diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar orang,
virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks beberapa kali dalam
setahun. HSV berdiam dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu
untuk aktif, maka akan bergerak dari saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak
diri dan dapat timbul luka di tempat terjadinya outbreaks
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia klinis herpes
progenital dapat ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan
imunitas dari pejamu. Stadium penyakit meliputi:

Infeksi primer —- stadium laten —- replikasi virus —- stadium rekuren

Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status
imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum
punya kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV -, yang biasanya menjadi
lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan
komplikasi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM HERPES GENITALIS


Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank
diwarnai dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa
berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah.
Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai berikut.
1. Histopatologi
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang
terpengaruh dan inflamasi pada dermis menjadi infiltrat dengan leukosit
dan eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yang terakumulasi di
dalam stratum korneum membentuk vesikel.(1)

2. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK)


Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:

C . Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai
masih merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada
stadium awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil dari lesi mukokutaneus
pada stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada bila
diambil dari lesi ulkus atau krusta.

Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif,


biasanya hari keempat timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya
pelepasan virus, perubahan imun virus yang cepat, teknik yang kurang
tepat atau keterlambatan memproses sampel. Jika titer dalam spesimen
cukup tinggi, maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 4-48 jam.

DIAGNOSIS
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda
dihubungkan dengan HSV-. diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan melalui pengambilan contoh dari
luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Tes darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV- dapat menolong meskipun
hasilnya tidak terlalu memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat
dideteksi lewat tes laboratorium yaitu kultur. Kultur dikerjakan dengan
menggunakan swab untuk memperoleh material yang akan dipelajari dari
luka yang dicurigai sebagai herpes.(1,11,1)

Pada stadium dini erupsi vesikel sangat khas, akan tetapi pada stadium
yang lanjut tidak khas lagi, penderita harus dideteksi dengan kemungkinan
penyakit lain, termasuk chancroid dan kandidiasis. Konfirmasi virus dapat
dilakukan melalui mikroskop elektron atau kultur jaringan.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain


neuralgia, retensi urine, meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan
komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus
pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan janin
terhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi
lesi kulit, ensefalitis, makrosefali dan keratokonjungtivitis.

Herpes genital primer HSV dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan
gejala lokal dan sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia
dilaporkan mendekati 40 % dari kaum pria dan 70% dari wanita dengan
penyakit HSV- primer. Berbeda dengan infeksi genital episode pertama,
gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir padagenital

PENATALAKSANAAN
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes
genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :
 menjaga kebersihanlokal
 menghindari trauma atau faktor pencetus.
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal
sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat.
Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien
akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.
Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan
anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu
mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya
herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani herpes genital
adalah
 Asiklovir(Zovirus)

 Famsiklovir
 Valasiklovir(Valtres)

Asiklovir
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8
jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari)
dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi
lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan.

Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan
hampir lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan
meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh karena itu dosis oral
1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama
dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan
asiklovir 00 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis
episodeawal.

Famsiklovir

Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif


menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-. Sama dengan asiklovir, pensiklovir
memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilase menjadi monofosfat dan
sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel
pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki
potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan
dimetabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme
dengan baik.

PENCEGAHAN
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV.
Kondom dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat
terjadi pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus.
Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV menjadi
inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan melakukan kontak
oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral.

Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu
1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes
genitalis dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisipenularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atauasimptomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up
dengantepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu
yangterinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan
dalam pencegahan.

PROGNOSIS
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera
diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat
dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya
penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan
dengan imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke
alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan
meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif
menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.

Referensi :
1. Sudhir, U.K. Nayat. 2015. Bowenoid Papulosis. NCBI : Jurnal Infeksi
Menular Seksual di India. Hal. 223 - 225.
2. Syamsuddin Heryanto, Madjid Aswani, Amin Safruddn. Penyakit Menular
Seksual. Cetakan I. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FKUH; 2004
3. World Health Organization (WHO). Global Strategy for the Prevention
and Control of Sexually Transmitted Infections, 2015. WHO: Geneva;
2015, p. 1-60
4. StandarisasiDiagnostikdanPenatalaksanaanBeberapaPenyakitMenularSe
ksual (PMS), FKUI, 147 – 154.
5. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisyah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2010. h:393-413
6. Handoko,Ronny.Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Balai Penerbit FKUI,

7. Perspektif Islam sesuai skenario:


( َ‫ُوج ِه ْم َحافِظُون‬ ِ ‫﴿ َوالَّ ِذينَ هُ ْم لِفُر‬٥
( َ‫ت أَ ْي َمانُهُ ْم فَإِنَّهُ ْم َغ ْي ُر َملُو ِمين‬
ْ ‫﴿ إِاَّل َعلَى أَ ْز َوا ِج ِه ْم أوْ َما َملَ َك‬٦
( َ‫ك هُ ُم ْال َعا ُدون‬ َ ِ‫ك فَأُوْ لَئ‬
َ ِ‫﴿ فَ َم ِن ا ْبتَغَى َو َراء َذل‬٧

Artinya : “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap


isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka
Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa
mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang
yang melampaui batas.” (QS. Al Mukminun : 5 – 7)
‫َˆوˆ اَل تَˆ ْقˆ َرˆ بُˆ وˆاˆ اˆ̂ل ِّزˆ نَˆ اˆ ۖˆ ̂إِˆ نˆَّ هُˆ َكˆ اˆ َˆنˆ فَˆ اˆ ِحˆ َشˆ ةˆً َوˆ َسˆ اˆ َءˆ َسˆ بِˆ يˆاًل‬

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al Isra’ : 32)

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah disebutkan:

ٍ ‫تَنَظَّفُوْ ابِ ُكلِّ َماا ْستَطَ ْعتُ ْمفَإِنَّاللهَتَ َعالَىبَنَىاإْل ِ ْسالَ َم َعلَىالنَّظَافَ ِة َولَ ْنيَ ْدخُاَل ْل َجنَّةَاِالَّ ُكلُّن َِظي‬
‫ْف‬

“Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta’ala


membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga
kecuali setiap orang yang bersih.” (H.R Ath-Thabrani)
DAFTAR PUSTAKA

1. Natahusada, EC, Djuanda A. Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. 2010.


Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
2. Penuntun Praktikum Histologi BIOMEDIK 2. 2018. Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia.
3. Daili, SF. Infeksi Genital Nonspesifik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI; 2010 p.
366-8.
4. Wiesenfeld H.C., Cates W. Sexually Transmitted Diseases and Infertility.
In: HolmesK.K., Sparling P.F., Stamm W.E., Piot P., Wasserheit J.N.,
Corey L.,et al, editors.Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New York:
McGraw HillCompanies; 2008:p.1511-27.
5. Teichman J., Mannas M., & Elston D. (2018). Noninfectious Penile
Lesions. American Family Physician. 97(2), pp. 102-110.
6. Noda, et al. (2016). Etiology of Genital Ulcer Disease in Male Patients
Attending a Sexually Transmitted Diseases Clinic: First Assessment in
Cuba.Sexually Transmitted Diseases. 43(8), pp. 494-7.
7. World Health Organization (2017). Herpes Simplex Virus.
8. Purnomo, BB. 2016. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto.
9. 2. Rahmawati F. 2018. Aspek Laboratorium Gagal Ginjal kronik. Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
10. Sudhir, U.K. Nayat. 2015. Bowenoid Papulosis. NCBI : Jurnal Infeksi
Menular Seksual di India. Hal. 223 - 225.
11. Syamsuddin Heryanto, Madjid Aswani, Amin Safruddn. Penyakit Menular
Seksual. Cetakan I. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FKUH; 2004
12. World Health Organization (WHO). Global Strategy for the Prevention
and Control of Sexually Transmitted Infections, 2015. WHO: Geneva;
2015, p. 1-60
13. StandarisasiDiagnostikdanPenatalaksanaanBeberapaPenyakitMenularSeks
ual (PMS), FKUI, 147 – 154.
14. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisyah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2010. h:393-413
15. Handoko,Ronny.Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Balai Penerbit FKUI,

Anda mungkin juga menyukai