Anda di halaman 1dari 36

KASUS

SKENARIO 1

Anamnesis: Seorang perempuan umur 65 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri pada pangkal paha kanan dan sangat nyeri bila digerakkan sehingga tidak bisa
berjalan. Keadaan ini dialami sejak 5 hari yang lalu setelah jatuh terduduk oleh
karena terpeleset di depan kamar mandi. Postur penderita sejak 5 tahun terakhir ini
bungkuk ke depan dan kalau berjalan agak pincang karena mengeluh kedua lutut
sering sakit dan bengkak. Beberapa hari terakhir ini sebelum jatuh, penderita
terdengar batuk-batuk tetapi tidak demam dan sulit sekali mengeluarkan lendir. Nafsu
makan juga sangat menurun sejak 2 minggu terakhir ini. Riwayat penyakit selama ini
sejak 7 tahun menderita kencing manis dengan minum obat Glibenklamide 5 mg
secara teratur, tekanan darah tinggi tetapi berobat tidak teratur dan rematik. Juga
pernah serangan stroke 3 tahun lalu.

Pemeriksaan fisik: TD: 170/90 mmHg, N: 92 x/menit, P: 30 x/menit, S: 37,1o C.


Pemeriksaan Auskultasi Paru: terdengar bunyi ronkhi basah kasar di seluruh lapangan
ke dua paru. Jantung dalam batas normal, hepar & limpa tak teraba. Tungkai kanan
bila digerakkan sangat terhambat oleh karena kesakitan pada daerah pangkal paha.
Kedua dorsum pedis terlihat edema. BB: 40 kg & TB: 165 cm.

Pemeriksaan penunjang: Pem. Lab didapatkan kadar Hb 10,1 gr%, Leukosit


15.700/mm3 GD puasa 138 mg/dl, GD2jamPP 245 mg/dl, ureum 58 mg/dL, kreatinin
1,5 mg/dL, protein total 5,0 gr/dL, albumin 2,6 gr/dL, asam urat 8,5 mg/dL

Pemeriksaan toraks foto: tampak perselubungan homogen pada medial ke dua paru.

1
KATA/KALIMAT KUNCI
 Seorang perempuan 65 tahun
 Nyeri pangkal paha, nyeri jika digerakkan
 Tidak bisa berjalan sejak 5 harI yang lalu setelah jatuh terduduk
 Sejak 5 tahun terakhir bungkuk kedepan dan berjalan agak pincang
 Kedua lutut sering sakit dan bengkak
 Riwayat batuk dan tidak demam, tidak bisa mengeluarkan lendir
 Nafsu makan menurun
 Menderita DM sejak 7 tahun lalu dengan riwayat minum obat glibenklamid 5
mg secara teratur
 Hipertensi dan berobat tidak teratur
 Reumatik
 Pernah serangan stroke 3 tahun lalu
 Pemeriksaan Fisik:
TD: 170/90 mmHg, N: 92 x/menit, P: 30 x/menit, S: 37,1o C.
Auskultasi Paru : bunyi ronkhi basah kasar seluruh lapangan kedua paru.
Tungkai kanan terhambat digerakkan karena kesakitan pangkal paha.
Kedua dorsum pedis edema.
BB: 40 kg & TB: 165 cm.
 Pemeriksaan Penunjang:
Hb 10,1 gr%, Leukosit 15.700/mm3 GD puasa 138 mg/dl, GD2jamPP 245
mg/dl, ureum 58 mg/dL, kreatinin 1,5 mg/dL, protein total 5,0 gr/dL, albumin
2,6 gr/dL, asam urat 8,5 mg/dL.
 Pemeriksaan toraks foto: tampak perselubungan homogen pada medial kedua
paru.

2
Analisa Kasus

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. X
Umur : 65 tahun
Pekerjaan :-
Alamat :-
Agama :-
Tanggal Pemeriksaan :-
B. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif No Masalah Pasif


1. Fraktur collum femoris 1. Riwayat stroke 3 tahun
2. Diabetes mellitus lalu
3. Osteoarthritis
4. Hipertensi stage II
5. Pneumonia
6. CKD stage IV
7. Sindrom geriatric :
Jatuh
9. Rematik
10. Anemia
11. Malnutrisi
12. Kifosis

3
C. DATA DASAR
Data Subyektif
Data diperoleh dari skenario 1
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : Nyeri pada pangkal paha kanan
Sejak 5 hari yang lalu setelah jatuh terduduk oleh karena terpeleset di depan kamar
mandi.
Kuantitas : nyeri pada pangkal paha kanan dan sangat nyeri bila digerakkan sehingga
tidak bisa berjalan.
Kualitas : nyeri membuat pasien tidak bisa berjalan.
Faktor yang memperberat : pangkal paha sangat nyeri bila digerakkan
Faktor yang memperingan : -
Gejala penyerta : penderita terdengar batuk-batuk tetapi tidak demam dan sulit sekali
mengeluarkan lendir.
Sistem Gastrointestinal:
Mual (-), demam (-), frekuensi BAB sering (-), BAB cair (-), BAB putih seperti
dempul (-), BAB hitam/ berdarah (-), nyeri perut (-), nyeri ulu hati (-), nyeri telan
(-), tersedak (-), nyeri gigi (-)
Sistem Saraf:
Pusing (-), nyeri kepala (-) dan terasa kaku pada tengkuk leher belakang,
sempoyongan bila berdiri/berjalan (-), kaku saat berjalan (-), gemetar (-),
kelemahan anggota gerak tungkai (-), bicara pelo (-), kesadaran menurun (-),
kejang (-), bicara tidak nyambung (-), kadang tidak mengenali orang (-),
kesemutan (-), mondar-mandir keluar rumah (-), pegal daerah punggung (-), nyeri
menjalar sampai ke kaki (-), gangguan tidur (-)

4
Sistem Respirasi:
Sesak napas (+), batuk (+) , nyeri dada saat bernapas (-), batuk darah (+), hidung
meler (-), hidung tersumbat (-), mengi (-), ronkhi (+)
Sistem Kardiovaskuler:
Nyeri dada menjalar ke bahu (-), payah jika bekerja (-), sesak saat berbaring
sehingga harus duduk dengan bantal tinggi (-), berdebar-debar (-), bengkak kedua
kaki (-)
Sistem Ekskresi:
BAK lancar lebih dari 5 kali sehari warna kuning jernih. Nyeri BAK (-), sulit
menahan kencing (-) kencing keluar sebelum sempat ke kamar mandi (-), kencing
tidak lancar (-), kencing tidak tuntas (-), kencing berdarah (-), kencing batu (-),
nyeri kencing (-)
Sistem Endokrin dan reproduksi
Mudah haus (-), mudah lapar (-), sering kencing di malam hari (-), berat badan
turun banyak (-).
Sistem Muskuloskeletal
Nyeri sendi (+), nyeri punggung (-), tinggi badan berkurang (+), gerak berjalan
terbatas (+), kaku sendi lutut di pagi hari (-), bunyi berderik saat bergerak (-),
kaki gemetar jika berjalan (-)
Sistem Panca indera
Kurang pendengaran (-), bicara tidak nyambung (-), telinga berdenging (-),
keluhan penglihatan (-), hanya bisa mengenali orang dari jarak dekat (-)
pandangan seperti tertutup kabut (-).
Riwayat Penyakit Selama Ini

- Sejak 7 tahun pasien menderita kencing manis dengan minum obat


Glibenklamid 5 mg secara teratur
- Pasien memiliki sakit tekanan darah tinggi tetapi berobat tidak teratur
- Pasien memiliki penyakit rematik

5
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien memiliki riwayat stroke 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Gizi
- Nafsu makan sangat menurun sejak 2 minggu terakhir ini
Riwayat Sosial Ekonomi
-
Kesan : -
Lain-lain : -
Data Obyektif

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisis

1. Pemeriksaan tanda vital


Tekanan Darah : 170/90 mmHg  Menurut JNC 7, Hipertensi Grade 2
Nadi : 92 x/menit  Normal yaitu sekitar 60-100 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit  Takipneu, normalnya 16-24 x/menit,
Suhu : 37,1o C  Normal
Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : BB/TB2 = 40/(1.65)2 = 14,69  underweight
2. Kulit : Menilai turgor, trauma, kepucatan  tidak diketahui
3. Mata : Menilai visus  tidak diketahui
4. Paru : Bunyi tambahan (didapatkan ronki basah kasar di
seluruh lapangan kedua paru)
5. Kardiovaskuler : Menilai Aritmia, bruit karotis, sensivitas sinus karotis
 dalam batas normal
6. Ekstremitas : Penyakit degeneratif, lingkup gerak sendi, deformitas,
fraktur dan masalah podiatrik ( kalus, bunion, ulserasi, sepatu yang tidak

6
sesuai, kesempitan/kebesaran atau rusak)  bengkak dan nyeri kedua lutut,
edema dorsum pedis.
7. Neurologis : Status mental, tanda fokal, otot (kelemahan, rigiditas,
spastisitas), saraf perifer (terutama sensasi posisi) proprioseptif, refleks, fungsi
saraf kranialis, fungsi serebelum (terutama uji tumit ke tulang kering), gejala
ekstrapiramidal : tremor saat istirahat, bradikinesia, gerakan involunter lain,
keseimbangan dan cara berjalan dengan mengobservasi cara pasien berdiri
dan berjalan (uji get up and go)

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin : 10,1 g%  menurun (Normal : 12-14 g%
(wanita)
b. Leukosit : 15.700/mm3  meningkat (Normal : 4.500-
10.000)
c. Gula darah puasa : 138 mg/dl  meningkat (DM jika > 126
mg/dl)
d. Gula darah post prandial : 245 mg/dl  meningkat (DM jika > 200
mg/dl)
e. Protein total : 5,0 gr/dL  menurun (Normal : 6-8 gr/dl)
f. Albumin : 2,6 gr/dL  menurun (Normal : 3,5-5 gr/dl)
g. Asam urat : 8,5 mg/dL  meningkat (Normal : 3-7 mg/dl)
h. Ureum : 58 mg/dL  meningkat (Normal : 10-50
mg/dl)
i. Kreatinin : 1,5 mg/dL  meningkat (Normal : 0,6-0,9
mg/dl)
2. Pemeriksaan radiologi
a. Thoraks : terlihat perselubungan homogen pada medial ke dua
paru.

7
b. Panggul : untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi, dan
densitas tulang yang menurun pada osteoporosis

DAFTAR ABNORMALITAS

1. nyeri pada pangkal paha kanan dan sangat nyeri bila digerakkan sehingga tidak
bisa berjalan
2. Postur penderita sejak 5 tahun terakhir ini bungkuk ke depan dan kalau berjalan
agak pincang karena mengeluh kedua lutut sering sakit dan bengkak.
3. batuk-batuk tetapi tidak demam dan sulit sekali mengeluarkan lendir.
4. Status gizi pasien : IMT : 14,69 kg/m2
Kesan : underweight (malnutrisi)
5. RPS : Sejak 7 tahun menderita kencing manis dengan minum obat
Glibenklamid 5 mg secara teratur, tekanan darah tinggi tetapi berobat tidak
teratur dan rematik.
6. RPD : serangan stroke 3 tahun lalu
7. Tekanan darah : 170/90 mmHg ( hipertensi grade 2 )
8. Pernapasan : 30 x/menit (dipsneu)
9. Edema pada kedua dorsum pedis
10. Laboratorium :
- Hb : 10,1gr% : anemia
- Leukosit : 15.700/mm3 : tanda ada infeksi
- GDP : 138 mg/dl ( DM tidak terkontrol )
- GD2jamPP : 245 mg/dl ( DM tidak terkontrol )
- Ureum : 58 mg/dl : peningkatan kadar ureum menandakan kerusakan ginjal
- Kreatinin : 1,5 mg/dl : peningkatan kadar kreatinin menandakan kerusakan
ginjal

Rumus Kockcroft-Gault :

8
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) x berat badan x 0,85
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
LGF = ( 140 – 65 ) x 40 x 0,85

72 x 1,5
LGF = 3000 x 0,85
108
LGF = 23,61 (ml/mnt/1,73m2)
Berdasarkan nilai LGF : 23,61 (ml/mnt/1,73m2) bahwa pasien tersebut
menderita CKD stage IV.
- Protein total : 5,0 g/dl : terjadinya penurunan protein total menandakan adanya
gangguan ginjal, malnutrisi
- Albumin : 2,6 g/dl : terjadinya penurunan protein total menandakan adanya
gangguan ginjal, malnutrisi
- Asam Urat : 8,5 mg/dl : terjadinya peningkatan asam urat dapat mengakibatkan
nyeri pada daerah persendian
11. X foto thoraks : suspek pneumonia
12.
DAFTAR MASALAH

A. Sindroma Geriatri
sindroma serebral (-)
konfusio (-)
gangguan otonom (-)
inkontinensia (-)
jatuh (+)
kelainan tulang dan patah tulang (+)
dekubitus (-)

B. AKS

9
Immobility Isolation
Impaction Impotence
Instability Immuno-deficiency
l Iatrogenic Infection
Intelectual impairment Inanition
Insomnia Impairment of vision, smell and hearing
Incontinence Impecunity

C. Problem Medis
1. Fraktur femoris
2. CKD stage IV
3. Diabetes mellitus
4. Hipertensi grade II
5. Pneumonia
6. Osteoarhtritis
7. Anemia
8. Malutrisi
9. Kifosis
10. Rematik

RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. Nyeri Pada Pangkal Paha Setelah Jatuh Terduduk


Assesment : Komplikasi fraktur femoris
- Ip Dx :
 Pemeriksaan radiologi (X-Ray) AP atau PA dan lateral
 CT-scan dilakukan apababila pemeriksaan radiografi tidak mencapai
kebutuhan diagnosis

10
 Pemeriksaan Laboratorium : Alkalin fosfat, Kalsium serum dan fosfor
serum.
 Pemeriksaan Lainnya :
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: dilakukan
pada kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka
biasanya didapatkan mikrooganisme penyebab infeksi
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan di atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi
3. Elektromiografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur
4. Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
- Ip Rx :
Terapi operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher
femur baik orang dewasa muda maupun pada orangtua karena
1) Perlu reduksi yang akurat dan stabil
2) Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi
3) Tindakan operatif dilakukan pemasangan prosthesis moore
Ip Mx :
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme tulang yang menyertai fraktur untuk meminimalkan
gerakan antara fragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa), bukan tetap rigid seperti

11
normalnya. Pergeseran frakmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlahat maupun teraba). Ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Frakmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2)
4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derki tulang yang
dinamakan krepitasi/krepitus yang teraba akibat gesekan antara frakmen satu
dengan yang lain
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera

- Edukasi :

1) perawatan lantai yakni pembersihan dari ganggang yang menyebabkan


licin, serta terkena material yang licin seperti sabun ditambah material yang
licin yakni terpeleset bibir kloset keramik saat menumpukan kaki untuk
membersihkan kaki.

2) Teras memerlukan desain penutup atap yang dapat mencegah tampias serta
mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran. Teras juga sering menjadi
area transisi aktivitas yang mungkin berkenaan dengan air seperti menyiram
tanaman dan menjemur sehingga desain lantai teras perlu sebisa mung- kin
mengurangi kemungkinan air menggenang.

3) Penyediaan pegangan yang aman juga berpotensi mencegah kasus jatuh


pada kondisi berbahaya menjadi hanya hampir jatuh. Pertimbangan desain
yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari lansia dapat mengurangi ke-

12
mungkinan lansia menambahkan objek tidak permanen yang tidak
direncanakan dengan baik dan dapat menjadi pengganggu di area jalan.

2. Immobilitas (KATZ G)

Assesment : pneumonia, thrombosis, dekubitus


IP Dx : profil lipid darah (kolesterol, LDL, HDL, trigliserida), darah rutin,
GD I / II, HbA1c, X-foto thoraks
IP Rx :
 perbaiki keadaan umum dan tanda vital
 pemberian antibiotic
 Konsul rehabilitasi medik untuk mobilisasi bertahap
IP Mx : Indeks Katz dan skor Norton, keadaan umum dan tanda vital

13
IP Ex :

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai keadaan pasien


tentang pembatasan aktivitas kegiatan sehari-harinya supaya keluarga
membantu bila pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien tidak terlalu
banyak melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan beban kerja jantung
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk merubah posisi tidur
miring ke kanan dan kiri setiap 2 jam sekali untuk mengurangi risiko
terjadinya luka di punggung

3. Hipertensi grade II

Assesment : - Etiologi primer


- Etiologi sekunder
- Faktor resiko penyakit jantung iskemik lainnya
Ip Dx : Profil lipid, GD I/II, asam urat, kimia klinik,

Ip Rx :
 Golongan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) seperti
valsartan ataupun losartan
 Diet rendah garam
Ip Mx : keadaan umum dan tanda vital
Ip Ex :
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh proses
degenerative pada pembuluh darah sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan darah
2. Menjelaskan kepada pasien diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa
pemeriksaan laboratorium untuk kadar gula darah, lemak dan kolesterol,

14
serta asam urat untuk mengetahui adakah kemungkinan faktor risiko lain
yang menyebabkan penyakit jantung yang diderita.
3. Menyarankan pada pasien untuk mengurangi aktivitas / pekerjaan jika
nyeri bertambah berat dan memperbanyak istirahat.
4. Menjelaskan pada pasien untuk mengurangi konsumsi makanan yang
asin dan mengandung MSG (penyedap rasa).
5. Edukasi untuk rutin kontrol ke dokter dan minum obat antihipertensi
secara teratur.

4. Diabetes Mellitus 2 ( tidak terkontrol )

Pasien pada skenario dapat dikatakan menderita DM tipe 2 tidak terkontrol,

karena pada skenario dikatakan pasien mengkonsumsi glibenclamid 5mg

secara teratur tapi pada hasil pemeriksaan GDP dan GD2PP, hasilnya

menunjukkan bahwa pasien mengalami hiperglikemi. Untuk penanganan awal

kita dapat melakukan koreksi dosis obat yang diberikan sebelumnya kemudian

jika tidak ada perubahan bias kita ganti obatnya. Selain itu beberapa cara

penanganan awal untuk pasien diabetes melitus :

 lifestyle modification :

 Pengaturan makan

 Latihan

 Penyuluhan

 memberikan hyperglikemik lowering agents

1. Glinid : repaglinid dan nateglinid

2. Biguanid : metformin

15
3. a-glucosidase inhibitor : acarbose

4. Thiazolidinedione : pioglitazone

5. Dpp - 4 inhib : vildagliptin, sitagliptin, saxagliptin

 Insulin

5. Osteoarthritis
Assesment :
Ip Dx : Radiologi, analisis cairan sendi
Ip Rx : - Asetaminofen
- OAINS oral
- OAINS topikal
- Tramadol
- Injeksi kortikosteroid intraartikuler

Ip Mx : : keadaan umum, tanda vital dan keluhan nyeri pada lutut dipagi
hari, kaku pada sendi
Ip Ex :
- Menjaga pola makan dan minum (diet) agar selalu baik dan seimbang
sehingga pertumbuhan sendi dan tulang rawan sempurna dan normal
- Dianjurkan menggunakan kursi dengan sandaran keras, kasur yang tidak
terlalu lembek dan tempat tidur yang dialas dengan papan
- Menekan lembut dengan hati-hati pada bagian yang bengkak dan kaku
sambil memberi terapi pemanasan sederhana dengan minyak oles atau
krim balsem
- Untuk nyeri pada jari tangan, dianjurkan merendam tangan dalam
campuran parafin panas dengan minyak mineral pada suhu 45-520C atau
mandi dengan air hangat.
6. CKD stage 4
Assesment : -

16
Ip Dx : Pada CKD, diperlukan pemeriksaan lab dan diagnostik . Pemeriksaan
lab pada klien dengan CKD dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan
urin. Pada pengambilan sampel darah komponen yang diperiksa terdiri dari
BUN, Cr, GFR, CBC, ABGs, elektrolit, protein terutama albumin, dan
osmolalitas serum (Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010). Sementara, untuk
pengambilan sampel urin ialah untuk melihat karakteristik urin, proteinuria,
Cr Protein, osmolalitas urin, dan Cr clearance

Ip Rx : Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Pada gagal ginjal


stadium akhir, fungsi ginjal dapat digantikan hanya dengan dialisis (cuci
darah) atau transplantasi ginjal. Perencanaan dialisis atau transplantasi ginjal
biasanya dimulai pada gagal ginjal kronik stadium IV.Tujuan terapi pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah:

1. Memperlambat kerusakan ginjal yang terjadi


2. Mengatasi faktor yang mendasari gagal ginjal kronis (misalnya: kencing
manis, hipertensi, dll)
3. Mengobati komplikasi dari penyakit
4. Menggantikan fungsi ginjal yang sudah tidak dapat bekerja

Ip Mx : Pada tahap awal gagal ginjal kronik, mungkin tidak ditemukan gejala
klinis karena ginjal masih bisa beradaptasi dalam menjalankan fungsinya.
Pada tahap lanjut, gagal ginjal kronis dapat menyebabkan anemia dengan
gejala lemas, letih, lesu dan sesak napas. Terjadi penumpukan cairan tubuh
yang lebih banyak lagi sehingga menyebabkan pembengkakan seluruh bagian
tubuh. Beberapa pasien memberikan gajala yang disebabkan keadaan uremik
(kadar urea dalam darah yang meningkat urea) yakni mual, muntah dan
perubahan status mental (ensefalopati), disertai ketidakseimbangan elektrolit.
Pemeriksaan USG ginjal dapat membantu dalam mendiagnosis gagal ginjal
kronis.

17
Ip Ex : atur pola makan

- Pembatasan konsumsi protein


- Pengurangan konsumsi garam
- Batasi asupan cairan
- Batasi asupan kalium 
- Batasi asupan fosfor 

Asupan kalori harus tetap cukup untuk mencegah penghancuran


jaringan tubuh yang sudah ada. Pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya
mengalami anemia dan membutuhkan suplemen zat besi. Makanan yang
mengandung banyak zat besi adalah hati, daging sapi, daging ayam, sereal
yang diperkaya dengan zat besi.

7. Penatalaksanaan gizi
- Diet Garam Rendah:
Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
Bahan Makanan yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
a. Sumber Karbohidrat: beras, kentang, singkong, terigu, tapioca,
hunkwe, gula
b. Sumber protein hewani: Daging dan ikan maksimal 100 g sehari
c. Sumber protein nabati: Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang
diolah dan dimasak tanpa garam dapur.
d. Sayuran: Semua sayuran segar
e. Buah-buahan: buah-buahan segar
f. Lemak: Minyak goreng, margarin, dan mentega tanpa garam.
g. Minuman: teh, kopi

- Diet Penyakit Diabetes Melitus

18
Membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk
mendapatkan control metabolic yang baik
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet Diabetes Melitus adalah sebagai
berikut:
a. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang,
singkong, ubi, dan sagu
b. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu
skim, tempe, tahu, dan kacang-kacangan
c. Sumber lemak dalam batas jumlah terbatas yaitu bentuk makanan
yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, direbus dan dibakar.

- Diet Penyakit Ginjal Kronik


Keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara
perlahan-lahan (menahun) disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal.
Bahan Makanan yang dianjurkan sebagai berikut:
a. Sumber Karbohidrat: Nasi, bihun, jagung, kentang, macaroni, mi,
tepung-tepungan, singkong, ubi, selai, madu.
b. Sumber protein: telur, daging, ikan, ayam, susu
c. Sumber lemak: minyak jagung, minyak kacang tanah, minyak kelapa
sawit, minyak kedelai, margarin.
d. Sumber vitamin dan mineral: Semua sayuran dan buah, kecuali pasien
dengan hyperkalemia di anjurkan yang mengandung kalium
rendah/sedang.

- Diet Rematik
Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan
kadar asam urat dalam darah dan urin.

19
Pengelompokan Bahan makanan menurut kadar purin dan anjuran makan
a. Kelompok 1: Kandungan Purin tinggi (100-1000 mg purin/100 g
bahan makanan) sebaiknya dihindari. Otak, hati, jantung, ginjal,
jeroan, ekstrak daging/kaldu, bebek, ikan sardine, makarel, remis,
kerang.
b. Kelompok 2: Kandungan purin sedang yaitu daging sapi dan ikan,
ayam, udang, kacang kering, dan hasil olah
c. Kelompok 3: Kandungan purin rendah yaitu nasi, ubi, singkong,
jagung, roti, mie, bihun, tepung beras, kue kering, pudding, susu, keju,
telur, lemak dan minyak, gula, sayuran dan buah-buahan

ASPEK KESEHATAN LANJUT USIA (GERIATRI)


A. Teori Proses Menua

20
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Populasi lansia (usia ≥ 60 tahun) semakin
meningkat. Diperkirakan 600 juta di tahun 2000 dan diramalkan menjadi 2 milyar di
tahun 2050. Dengan semakin berkembangnya teknologi kesehatan, populasi lansia
akan semakin meningkat dan demikian berpengaruh pada angka ketergantungan.
Demikian juga problem kesehatan yang ditemui pada populasi lansia semakin
banyak.
Ada beberapa teori proses menua, antara lain:
1. Teori genetic clock
Setiap spesies memiliki jam genetik yang akan berhenti sesuai waktunya. Usia
harapan hidup dipengaruhi pula oleh jenis kelamin.
2. Mutasi somatik (error catastrophe)
Faktor lingkungan (radiasi, zat kimia) yang toksik atau karsinogenik menyebabkan
kesalahan transkripsi dan translasi DNA sehingga timbul kesalahan yang
menyebabkan metabolit berbahaya (mutasi)
3. Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi berulang menyebabkan kemampuan sistem tubuh mengenal diri sendiri
sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang mengenai berbagai macam jaringan.
4. Teori menua akibat metabolisme
Semakin banyak metabolisme, akan semakin cepat timbul proses degenerasi
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas sebagai produk sampingan respirasi aerob dihasilkan menumpuk
melebihi kapasitas anti radikal bebas tubuh (SOD, katalase, glutation peroksidase)
sehingga menimbulkan kerusakan sel
Menua atau menjadi tua merupakan proses yang dialami oleh semua orang dan
tidak dapat dihindari. Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat ada saat menua

21
“Healthy Aging”. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang
dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif.

B. Perubahan dalam Proses Penuaan


Perubahan dalam penuaan terdiri dari perubahan anatomi, patologi, dan
psikososial akibat proses menua. Pada panca indra didapatkan perubahan degeneratif
otot akomodasi, jaringan ikat periorbita, fungsi kelenjar lakrimalis, perubahan
elastisitas lensa, degenerasi neuron kortikal sehingga visus dapat terganggu. Fungsi
telinga juga menurun akibat hilangnya sel rambut pada organ corti. Dalam sistem
pencernaan terjadi atrofi mukosa, penurunan aliran darah, turunnya elastisitas otot
dan tulang rawan laring sehingga timbul gangguan pengecapan, turunnya refleks
batuk dan menelan, kesulitan mencerna makanan, perubahan nafsu makan,
malabsorbsi makanan. Dengan ini lansia akan mudah tersedak dan mengalami
kekurangan gizi. Sistem kardiovaskuler berubah di mana terjadi penebalan dan
kekakuan dinding pembuluh darah, degenerasi katup jantung sehingga terjadi
penurunan curah jantung dan mempengaruhi aliran darah otak. Sistem respirasi
berubah di mana elastisitas alveolus menurun, terjadi degenerasi epitel, dan
kelemahan otot pernapasan sehingga kapasitas vital menurun dan refleks batuk
menurun. Dengan ini lansia peka terhadap pneumonia dan mudah mengalami gagal
respirasi.
Perubahan T4 menjadi T3 menurun sehingga metabolisme menurun pada
lansia. Hormon seksual menurunkan fertilitas, estrogen yang menurun mempengaruhi
metabolisme tulang sehingga mudah timbul osteoporosis. Transmisi asetilkolin,
dopamin, dan noradrenalin terganggu sehingga lansia mudah mengalami hipotensi
postural dan kesulitan regulasi suhu. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya
usia akibat perubahan degeneratif.
Kulit menjadi atrofi dan mengalami penipisan lemak subkutan sehingga
elastisitasnya menurun. Hal ini menyebabkan lansia mudah terkena abrasi dan infeksi
kulit. Degenerasi tulang rawan, ligamen, dan jaringan sendi membuat penurunan

22
elastisitas dan mobilitas sendi yang menimbulkan kekakuan pada lansia. Sistem
imunologi menurun dengan hasil timbulnya penyakit autoimun dan kanker. Secara
umum postur tubuh lansia juga akan menjadi bungkuk sehingga mudah terjadi nyeri
punggung.

C. Asesmen Kesehatan dan Penyakit Pada Usia Lanjut


Konsep kesehatan usia lanjut meliputi status fungsional individu yang
bermanifestasi pada aktivitas hidup sehari-hari (fisik, sosial, psikis), sindroma
geriatrik, serta penyakit pada usia lanjut. Penanganan geriatrik dipusatkan pada
strategi pencegahan meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier lewat
modifikasi perilaku dan gaya hidup.
Sifat penyakit pada lansia memiliki perbedaan mendasar dengan penyakit pada
dewasa umumnya menyangkut beberapa hal berikut:
Parameter Usia lanjut Usia muda
Etiologi  Endogen (dari dalam)  Eksogen (dari luar)
 Tersembunyi  Jelas, nyata
 Kumulatif/multipel  Spesifik, tunggal
 Lama terjadi  Recent
Awitan gejala  Insidious, kronik  Florid (jelas sekali)
 Tidak khas  Khas, memenuhi
hukum Parsimoni
(gejala dan tanda khas
untuk masing-masing
penyakit)
Perjalanan penyakit  Kronik/menahun,  Self-limiting
progresif,  Memberi kekebalan
menyebabkan cacat
lama
 Menjadi rentan

23
penyakit lain
Variasi individual  Beragam  kecil

Oleh karena itu penanganan penderita geriatri harus menyeluruh (holistik) dengan
model analisis multi disiplin (asesmen geriatri). Asesmen ini bertujuan menegakkan
diagnosis kelainan yang fisiologis maupun patologis, menemukan adanya
impairment, disabilitas, atau handicap yang perlu rehabilitasi, menilai sumber daya
ekonomi, sosial, dan lingkungan pasien.

D. Sindroma Geriatri
Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat penuaan
dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari penyakit
pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah:
 “the O complex” : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired
homeostasis
 “the big three” : intelectual failure, instability, incontinence
 “the 14 I”: Imobility, Impaction, Instability, Iatrogenic, Intelectual Impairment,
Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence, Immunodefficiency, Infection,
Inanition, Impairment of Vision, smelling, hearing, Impecunity

Menurut Brocklehurst, Allen et al dikenal istilah geriatric giants sebagai berikut:


1. Sindroma serebral
Pada lanjut usia terjadi penurunan aliran darah otak sekitar 30 mL/100gram
jaringan otak/menit. Metabolisme otak juga menurun karena terjadi atrofi neuron.
Normal pada dewasa nilainya 50 mL/100 gram/menit. Penurunan aliran darah
otak hingga 23 mL/100 gram/menit dapat menimbulkan sindroma serebral, yaitu
perubahan patologik pembuluh darah otak. Gejala yang timbul dapat berupa
gejala umum (rigiditas, peningkatan refleks, tendensi condong ke belakang, sulit

24
berjalan) gejala klinis daerah yang diperdarahi karotis (TIA, stroke, arteritis) dan
vertebrobasiler (drop attack, TIA).
Penurunan aliran darah otak pada lansia dapat disebabkan oleh sebab mekanik
maupun akibat perubahan autoregulasi aliran darah otak. Secara mekanik
didapatkan bahwa pada lansia terbentuk osteofit pada vertebra sehingga
menimbulkan jepitan pada arteri vertebralis yang menyuplai darah ke otak lewat
susunan vertebrobasiler. Selain itu degenerasi diskus intervertebralis membuat
arteri vertebralis menjadi berkelok-kelok dengan akibat turunnya aliran darah
menuju ke otak. Dengan demikian gerakan leher dapat membuat lansia
kekurangan sirkulasi darah otak dan tiba-tiba terjatuh.
Karena autoregulasi sebagai mekanisme proteksi otak mengalami penurunan,
sedikit perubahan tekanan darah atau diameter arteri otak akan mengurangi aliran
darah otak yang sulit dikompensasi oleh lansia. Kelainan vaskuler
arteriosklerosis mengurangi perfusi otak yang menimbulkan infark lakuner.
Hipoksemia akibat gangguan respirasi atau kardiovaskuler (gagal jantung,
bronkopneumonia, interaksi obat) juga menurunkan aliran darah otak. Diabetes
dan hipertensi menurunkan aliran darah otak dengan timbulnya angiopati.
2. Konfusio Akut dan Dementia
Konfusio akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh
memburuknya secara mendadak derajat kesadarah dan kewaspadaan dan proses
berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi. Penyebab konfusio dapat akibat
penyebab intraserebral, penurunan nutrisi serebral, penyebab toksik, kegagalan
mekanisme homeostatik, dan lain-lain seperti nyeri, depresi, perubahan
lingkungan, obat-obatan.
Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Perjalanannya bertahap dan tidak ada gangguan kesadaran. Biasanya dementia
tidak didiagnosis karena dianggap wajar oleh masyarakat. Gangguan memori
yang menurun tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL dinamakan Mild

25
Cognitive Impairment. Sebagian keadaan ini akan berkembang menjadi
dementia.
Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini Mental
State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan patologi.
Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif primer/Alzheimer
(50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia reversibel/sebagian
reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%).
Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan keledai
berikut:
D : drugs
E : emotional (emosi, depresi)
M : metabolik/endokrin
E : eye and ear (mata dan telinga)
N : nutrisi
T : tumor trauma
I : infeksi
A : arteriosklerosis
Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien, mengenali dan
mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada keluarga, dan nasihat
pada keluarga.

3. Gangguan otonom
Pada lansia terjadi penurunan kolin-esterase dan aktivitas reseptor kolin yang
berakibat penurunan fungsi otonom. Beberapa gangguannya adalah hipotensi
ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih, gerakan esofagus dan
usus besar.
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan sistolik/diastolik sebanyak 20
mmHg pada saat berubah dari posisi tidur ke posisi tegak setelah 1-2 menit. Hal
ini terjadi akibat penurunan isi sekuncup jantung dan perpindahan darah ke posisi

26
bawah tubuh. Biasanya tidak menimbulkan gejala karena mekanisme
kompensasi. Namun pada lansia dapat terjadi adanya penurunan elastisitas
pembuluh darah, gangguan barorefleks akibat tirah baring lama, hipovolemia,
hiponatremia, pemberian obat hipotensif, atau penyakit SSP maupun neuropati
lain (parkinson, CVD, diabetes mellitus). Gejala bisa berupa penurunan
kesadaran atau jatuh. Penatalaksanaannya adalah meninggikan kepala waktu
tidur. Terapi farmakologis dapat menggunakan hormon mineralokortikoid,
simpatomimetik, atau vasokonstriktor lainnya seperti fluorokortison, kafein,
pindolol.
Gangguan regulasi suhu juga ditemukan pada lansia sehingga mereka rentan
mengalami hipertermia maupun hipotermia. Hipertermia adalah suhu inti tubuh >
40,6oC, disfungsi saraf pusat hebat (psikosis, delirium, koma). Sementara itu
hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh di bawah 35oC.
4. Inkontinensia
Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah
dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan
atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari pertambahan usia. Penyebab
inkontinensia berasal dari kelainan urologik (radang, batu, tumor), kelainan
neurologik (stroke, trauma medula spinalis, dementia), atau lainnya (imobilisasi,
lingkungan). Inkontinensia dapat akut di saat timbul penyakit atau yang
kronik/lama.
Inkontinensia akut yang biasanya reversibel dapat diformulasi dengan akronim
DRIP yang merupakan Delirium, Restriksi mobilitas retensi, Infeksi inflamasi
impaksi feses, Pharmasi poliuri. Juga dengan akronim DIAPPERS : Delirium,
Infection, Atrophic vaginitis/uretheritis, Pharmaceuticals, Physiologic factor,
Excess urine output, Restricted mobility, Stool impaction.
Inkontinensia menetap dapat terjadi akibat aktivitas detrusor berlebih (over
active bladder), aktivitas detrusor yang menurun (overflow), kegagalan uretra
(stress type), atau obstruksi uretra.

27
Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder training,
pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang digunakan dapat
meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin) untuk tipe urgensi/stres, α-
adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin) untuk tipe stres atau
urgensi, estrogen agonis(oral/topikal) untuk tipe stres atau urgensi, kolinergik
agonis (betanekol), α-arendergik antagonis (terasozine) untuk tipe overflow atau
urgensi karena pembesaran prostat. Pembedahan meliputi juga kateterisasi
sementara (2-4 kali sehari) atau menetap.
5. Jatuh
Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya. Sebanyak 30%
lansia ≥ 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi stabilitas badan
yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan, pendengaran, vestibuler,
proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan fungsi muskuloskeletal. Ia juga
dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh obat dan kondisi lingkungan.
Penyebab jatuh ada beragam, antara lain kecelakaan, nyeri kepala dan atau
vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan (diuretik, antihipertensi, antidepresan
trisiklik, sedatif, antipsikotik, hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia,
TIA, stroke, parkinson), idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF).
Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur (terutama
pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal. Jatuh perlu
dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun ekstrinsik,
penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan pemeriksaan rutin.
Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan evaluasi status kesehatan.
Beberapa kondisi patologis yang meningkat prevalensinya sejalan dengan
meningkatnya usia turut berperan dengan terjadinya instabilitas dan jatuh. Penyakit
sendi degeneratif (terutama vertebra servikal leher, lumbosakral, dan ekstremitas
bawah) dapat menimbulkan rasa nyeri, sendi tak stabil, kelemahan otot, dan
gangguan neurologis. Berkurangnya input sensorik, seperti pada neuropati diabetik

28
dan neuropati perifer lainnya, gangguan penglihatan, dan gangguan pendengaran
mengakibatkan berkurangnya isyarat dari lingkungan yang sebenarnya berperan
dalam kestabilan, dan karenanya merupakan predisposisi untuk terjadinya jatuh.
Gangguan fungsi kognitif dapat mengakibatkan seseorang berjalan-jalan (wandering)
ke tempat atau lingkungan yang tidak aman dan memudahkan untuk jatuh.

Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh :

a.Sistem sensorik

Yang berperan didalamnya adalah : visus (penglihatan),pendengaran,fungsi


vestibuler dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan
menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran. Verrtigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga
karena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses menua. Neuropati perifer
dan gangguan degeneratif leher akan mengganggu fungsi pproprioseptif. Gangguan
sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi
abnormal pada saat dilakukan uji klinik.

b.Sistem saraf pusat (SSP)

SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.


Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering menderita
oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik
terhadap input sensorik.

c.Kognitif

Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko


jatuh.

d.Muskuloskeletal

29
Faktor ini disebabkan oleh beberapa peneliti merupakan factor yang benar-
benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh Gangguan
musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan
dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses
menua tersebut antara lain :

- Kekakuan jaringan penghubung

- Berkurangnya massa otot

- Penurunan visus/lapang pandang

- Kerusakan proprioseptif

Yang kesemuanya menyebabkan :

- Penurunan range of motion (ROM) sendi

- Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan dari ekstremitas


bawah.

- Perpanjangan waktu reaksi

- Kerusakan persepsi dalam

- Peningkatan postural sway (goyangan badan )

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambatan gerak, langkah pendek,


penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan
kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan
seorang lansia susah/terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset,
tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh.

Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan
besar, yaitu :

30
1. Faktor-faktor instrinsik

2. Faktor-faktor ekstrinsik

Faktor Instrinsik Faktor Ekstinsik

Kondisi fisik dan Obat-obatan


Neuropsikiatri yang dikonsumsi

Penurunan visus FALLS


dan Alat-alat bantu
pendengaran (JATUH) berjalan
)))

Lingkungan yang
Perubahan
tidak
Neuro
mendukung
muskuler, gaya
(berbahaya)
berrjalan dan
refleks postural

6. Kelainan tulang dan patah tulang


Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan pria > 80
tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan tulang yang
timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis, dan keganasan
tulang.

31
Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada 3 jenis
yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur pergelangan
tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau baji).
7. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit, menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus
terjadi terutama pada tonjolan tulang. Usia lanjut memiliki potensi dekubitus
karena jaringan lemak subkutan berkurang, jaringan kolagen dan elastis
berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang. Pada penderita imobil, tekanan
jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga timbul iskemi dan nekrosis.
Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang, gesekan, dan kelembaban.
Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk risiko
dekubitus. Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya ulkus.
Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan membersihkan kulit, mengurangi
gesekan dan regangan dengan berpindah posisi, asupan gizi yang cukup, menjaga
kelembaban kulit. Perlu diingat komplikasi ulkus dekubitus adalah sepsis.

E. Komplikasi jatuh pada geriatri


1. Perlukaan (injury)
- Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena
- Patah tulang (fraktur)
o Pelvis
o Femur
o Humerus
o Lengan bawah
o Tungkai bawah

32
o Kista
- Hematom subdural
2. Perawatan Rumah Sakit
- Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)
- Resiko penyakit – penyakit iatrogenic
3. Disabilitas
- Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
- Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri dan
pembatasan gerak
4. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home)
5. Suddenly death

F. Perspektif Islam

33
Artinya :
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang
diantaranya atau kedua-duanya sampai berusianlanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-sekali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik.
24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanyan dengan penuh kasih sayang
dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku pada waktu kecil”

Daftar Pustaka

34
1. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. 2016

2. Risiko Jatuh di Teras dan Kamar Mandi Rumah Lansia, Studi Kasus:
Yogyakarta. Stefani Natalia Sabatini. 2016
3. Setiati, S. Gangguan Keseimbangan, Jatuh dan Fraktur dalam Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi IV. Jakarta: Badan penerbit Interna. 2015.p.
3755
4. Kee L. J. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diognostik Edisi 6.
Jakarta: EGC. 2007.
5. Jurnal universitas Sumatra utara Penatalaksanaan Hipertensi Pada Usia
Lanjut Bistok Sihombing, Dina Aprilia, Arianto Purba, Faisal Sinurat
Divisi Geriatri – Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP Haji
Adam Malik Medan
6. Suhardjono, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Geriatri dan gerontology;
Hipertensi pada Usia Lanjut, Edisi ke-6, Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam, Cetakan pertama, 2014; Bab 40.519;3855-58.
7. Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia 2009 : Penatalaksanaan
hipertensi pada keadaan khusus: Hipertensi pada usia lanjut, Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (Ina SH), Jakarta, 2009; 1-18.
8. Marsland, Daniel, Sabrina Kapoor. Crash course rheumatology and
orthopaedics 2nd edition. Philadelphia: Elsevier; 2008
9. Adnan HM. Diagnosis arthritis rheumatoid dan perbandingannya
arthritisarthritis lain. Kongres Nasional I, Ikatan Reumatologi Indonesia,
Semarang, 1983 : 43-57
10. Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi konsep klinis
prosesproses penyakit edisi 6. Jakarta: EGC; 2003.
11. Ignatavicius, D, D., & Workman, M, L. (2013). Medical surgical nursing:
Patient centered collaborative care 7th edition. USA: Elseiver
12. Ilham lazuardi.jurnal End Stage Renal Disease.Jakarta.Hal 4-6

35
13. Penuntun Diet. Instalasi Gizi Perjan RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietisien Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
14. Darmojo, Boedhi. Zbuku Ajar Geriatri. Jakarta: UI Press. Hlm 184. 2009

36

Anda mungkin juga menyukai