Disusun oleh :
dr. Andrieas Kusuma Wardani
Pembimbing :
dr. Frederik Wilson. M.Biomed, Sp.PD
PROGRAM INTERNSHIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA SANGATTA
KUTAI TIMUR
2017
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. N
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Singa geweh, sangatta selatan
No. RM : 125196
Tanggal masuk RS : 28 Februari 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran dan lemah seluruh tubuh
Anamnesis Sistem :
Status Lokalis
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernafasan
cuping hidung (-)
Leher :
Inspeksi : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)
Palpasi : limfonodi teraba (-), nyeri tekan (-)
Thorax :
Cor :
Inspeksi : simetris (+), ictus cordis terlihat (+)
Perkusi : batas jantung kanan SIC VI sternal kanan,
batas jantung kiri SIC VI 4 cm lateral linea
midclavicula sinistra, batas jantung atas SIC
II sternal kanan, batas pinggang jantung SIC
III parasternal kiri
Palpasi : ictus cordis teraba 2 cm lateral linea
midclavicula sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-), suara tambahan
(-)
Pulmo :
Inspeksi : simetris, retraksi dada (-)
Perkusi : sonor (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa
(-), ketertinggalan gerak (-), fremitus kanan
= fremitus kiri
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : simetris (+), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+)
Perkusi : timpani (+)
Palpasi :
Nyeri tekan : epigastrium (+)
Pemeriksaan ren : ginjal teraba (-)
Pemeriksaan hepar : hepatomegali (-)
Pemeriksaan lien : splenomegali (-)
Ekstremitas :
Superior : Akral hangat (+│+), Edema (-│-)
Inferior : Akral hangat (+│+), Edema (-│-) tampak ulkus
dibagian kaki kanan, pus (+) bau (+)
E. DIAGNOSIS KERJA
Observasi penurunan kesadaran e.c suspect HHS dd Sepsis
DM tipe II
Diabetic Foot grade III pedis dextra
ACKD e.c suspect prerenal e.c on CKD suspect KDK
Suspect SNH
F. PENATALAKSANAAN
IVFD NaCl 0,9% loading 2L dalam 2 jam kemudian cek GDS.
Selanjutnya regulasi cepat Insulin, dilanjutkan NaCl 0,9% 80 tpm
makro selama 4 jam, selanjutnya 30 tpm makro selama 18 jam.
02 2L permenit
Injeksi meropenem 3x1g (iv)
Injeksi metronidazole 3x500mg (iv)
Injeksi omeprazole 2x40 mg (iv)
Injeksi ondancentron 3x8mg (iv)
Asam Folat 2x2 mg peroral
Paracetamol infus 3x1
Pasang kateter
Puasa
Tata cara regulasi cepat insulin dengan syringpump :
1. Apidra 40 U + NaCl 0,9% sampai 40cc dengan kecepatan :
4cc/jam GDS < 250
2CC/jam GDS < 200
1CC/jam GDS 140-180
Stop NaCl 0,9% ganti D5% 20 tpm makro dan Stop Apidra
Apabila syok (sistole 90 mmHg)
1. Norepinefrin 1 Amp + NaCl 0,9% sampai 50 cc dengan kecepatan
2cc/jam bila Tekana darah tidak naik maka kecepatan dinaikkan
sampai naik maksimal 20cc/jam.
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metebolik menahun
atau kronis yang diakibatkan oleh penkreas yang tidak memproduksi cukup
insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah.
Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (Depkes,2013).
Terdapat dua ketegori utama diabetes mellitus yaitu diabetes tipe 1 dan
diabetes tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut Insulin dependent atau
juvenile/chilhood-onset diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin.
Diabetes tipe 2, dulu disebut non-insulin-dependent atau adult-onset diabetes,
disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Diabetes tipe 2
merupakan 90% kasus yang terjadi (Depkes,2013).
Faktor risiko diabetes mellitus dapat dikelompokkan menjadi faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor yang
dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang sehat,
seperti berat badan berlebih, kurangnya aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia,
diet tidak sehat, dan merokok. Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi
adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga dengan diabetes
mellitus (Depkes,2013).
WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu
25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300
juta orang (Suyono, 2009).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi
Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care,
2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh
bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun
di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan,
DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Depkes,2013).
Krisis Hiperglikemik yang meliputi Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan
Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik (KHH/HHS) merupakan komplikasi akut
yang serius pada penderita diabetes mellitus. Kedaruratan ini masih menjadi
penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas penderita diabetes mellitus,
walaupun telah dicapai kemajuan dalam pemahaman tentang patogenesis,
diagnosis dan penatalaksanaannya. Angka kejadian ketoasidosis diabetik
diperkirakan berkisar antara 4,6-8 episode per 1000 pasien diabetes per tahun.
Untuk angka kejadian keadaan hiperosmolar hiperglikemik masih sulit
diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun
diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di rumah
sakit. Angka kematian penderita KAD kurang dari 5% pada pusat-pusat perawatan
yang berpengalaman, sedangkan angka kematian penderita HHS masih tinggi
yaitu sekitar 15%. Prognosis keduanya semakin buruk dengan semakin
bertambahnya usia dan dengan adanya penurunan kesadaran dan hipotensi
(Purnamasari,2009).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metebolik menahun atau
kronis yang diakibatkan oleh penkreas yang tidak memproduksi cukup insulin
atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.
Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya
terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (Depkes,2013).
C. GEJALA KLINIS
Proses terjadinya HHS biasanya mulai terjadi dalam beberapa hari,
sementara timbulnya episode KAD terjadi secara mendadak. Walaupun gejala-
gejala DM yang tidak terkontrol dengan baik dapat terjadi dalam beberapa hari,
perubahan metabolik yang khas dari KAD biasanya terjadi dalam kurun waktu
yang lebih singkat (<24 jam). Baik pada KAD maupun HHS, dapat ditemukan
gambaran klinis berikut ini :
- Poliuri, polidipsi dan polifagi
- Penurunan BB dalam waktu singkat
- Mual dan muntah
- Nyeri perut
- Dehidrasi
- Badan lemas
- Penglihatan kabur
- Gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma
Sumber : google
D. PATOFISIOLOGI
E. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis HHS dibutuhkan anamnesa dan beberapa
pemeriksaan yang mengarahkan ke HHS. Dari anamnesa dapat ditemukan
gambaran klinis menurut (Isselbacher,1994) seperti berikut :
- Poliuri, polidipsi dan polifagi
- Penurunan BB dalam waktu singkat
- Mual dan muntah
- Nyeri perut
- Dehidrasi
- Badan lemas
- Penglihatan kabur
- Gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma
1. Terapi cairan
2. Terapi insulin
3. Terapi elektrolit
Untuk pasien yang deplesi volume berat tapi tidak syok, volume
resusitasi harus dimulai dengan cairan saline 0,9% untuk mengganti
sirkulasi periferal. Volume yang diperlukan adalah 10-20ml/kgBB selama
1-2 jam, dan kemungkinan butuh diulang kembali sampai jaringan perfusi
adekuat (Wolfsdorf JI, et all, 2014).
Pemilihan Cairan
Kristaloid
Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal
terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah
menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama 4 jam pertama,
lebih dari 80% penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi
(Gotera,2010).
Untuk itu pada pasien dengan HHS digunakan cairan Nacl dengan
beberapa kelebihannya.
2. Terapi insulin
3. Terapi Kalium
Terapi insulin, koreksi terhadap asidosis dan penambahan cairan
dapat menurunkan kadar kalium serum. Untuk mencegah hipokalemi,
penambahan kalium hendaklah dimulai bila kadar kalium serum turun
dibawah 5,5 mEq/l dengan syarat bila sudah terjadi diuresis. Umumnya
pemberian Kalium sebanyak 20-30 mEq (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) dalam
setiap liter cairan infus sudah cukup untuk mempertahankan kadar Kalium
serum dalam batas normal (4 – 5 mEq/l). Bila terjadi hipokalemi berat
hendaklah dimulai bersamaan dengan terapi cairan dan terapi insulin
ditunda dulu sampai kadar kalium mencapai > 3,3 mEq/l, untuk mencegah
terjadinya aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan otot pernafasan
(Guyton,1997).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering dari KAD dan KHH adalah :
- Hipoglikemi karena dosis insulin yang berlebihan
- Hipokalemi akibat pemberian insulin dan pengobatan asidosis dengan
bikarbonat
- Hiperglikemi akibat penghentian terapi insulin intravena setelah
penyembuhan tanpa dilanjutkan dengan insulin subkutan.
Edema serebri merupakan komplikasi KAD yang bersifat fatal, yang
secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran disertai lethargi dan
sakit kepala. Defisit neurologik dapat terjadi secara cepat, disertai kejang,
inkontinensia urin, perubahan refleks pupil , bradikardia dan gagal nafas.
Progresivitas gejala defisit neurologik ini terjadi akibat adanya herniasi
batang otak (Wolfsdorf JI, et all, 2014).
Apabila sudah terjadi perubahan-perubahan perilaku, maka angka
kematiannya akan semakin tinggi (dapat mencapai 70%), dan hanya 7-
14% kasus yang dapat mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa
permanen. Mekanisme terjadinya edema serebri sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti, namun diduga disebabkan karena perubahan
tekanan osmotik akibat perpindahan cairan yang cepat kedalam sistem
syaraf pusat karena penurunan osmolalitas plasma yang terlalu cepat
selama pengobatan KAD atau KHH.
Prinsip pengobatan edema serebri adalah dengan menurunkan
tekanan intrakranial, yaitu dengan pemberian Manitol, diberikan
dalam 5-10 menit setelah ditemukan gejala awal defisit neurologik
dengan dosis 1 - 2 g/kg selama 15 menit. Pemberian dexametason dan
diuretik masih kontroversi (Wolfsdorf JI, et all, 2014).
Pencegahan edema serebri meliputi :
- Pemberian cairan dan sodium bertahap pada pasien hiperosmolar
- Hindari pemberian bikarbonat kecuali sangat diperlukan
- Tambahkan infus dextrose bila GD sudah mencapai 250 mg/dL
H. PROGNOSIS
Pada kasus ini memiliki prognosis Dubia, apabila segera ditangani
dan di berikan terapi yang tepat sebelum terjadinya perburukan.
Penanganan yang intensif akan membuat kondisi pasien menjadi lebih
baik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini telah didiagnosa dengan diabetes mellitus, dan mengarah
kepada kedaruratan DM yaitu HHS. Penegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yang telah dijabarkan sebagai
berikut :
- Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran, lemah seluruh
tubuh sejak semalam
- Lemah anggota gerak kiri dan pelo sejak 2 hari yang lalu
- Pasien sulit diajak berkomunikasi, seperti bingung, bicara melantur
- Pasien juga mengeluh sakit pada kaki kanannya setelah terjepit pintu,
sehingga terdapat luka basah yang tak kunjung sembuh
- Riwayat penyakit dahulu adalah terdapat riwayat hipertensi sejak
kurang lebih 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol, terdapat riwayat
kencing manis sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu dan juga tidak
terkontrol serta terdapat riwayat stroke sejak 2 tahun yang lalu.
- Menurut anak-anaknya pasien selama 2 hari demam, mengeluh sakit
kepala, mual dan muntah
- Pasien sering BAK dan kalau malam sering terbangun untuk BAK
- Pada pemeriksaan fisik didapatkan oedema tungkai dan kaki kanan,
terdapat luka basah yang berbau
- Kesadaran umum pasien didapatkan GCS E3V3M5 apatis
- Dari vital signnya didapatkan tekanan darah 110/50 mmHg, Frek.
Denyut Nadi 118 x/m, frek. Nafas 24 x/m, Suhu Tubuh 37,8 0C
Pemeriksaan elektrolit
Natrium : 126 [135-146 MEQ/L]
Kalium : 3,9 [3,5-5 MEQ/L]
Clorida : 94 [98-107 MEQ/L]
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang diatas,
pasien didiagnosa dengan Hiperosmolar Hiperglikemik State, untuk itu pasien
diterapi dengan :
IVFD NaCl 0,9% loading 2L dalam 2 jam kemudian cek GDS.
Selanjutnya regulasi cepat Insulin, dilanjutkan NaCl 0,9% 80 tpm
makro selama 4 jam selanjutnya 30 tpm makro selama 18 jam.
- Terapi cairan digunakan untuk rehidrasi, karena pada pasien dengan
Hiperosmolar hiperglikemik state ditandai dengan adanya
peningkatan kadar gula darah yang parah, yang dapat dilihat dari
peningkatan osmolalitas serum dan bukti klinis dengan adanya
dehidrasi. Sehingga dengan rehidrasi cairan saja kadar gula darah
dapat turun.
02 2L permenit
- Diberikan karena untuk memperbaiki dan mencegah keadaan
hipoksemia, sehingga hipoksia jaringan dapat dihindari
Injeksi meropenem 3x1g (iv)
- Antibiotik golongan beta laktam diberikan untuk mengobati infeksi
yang terjadi pada pasien ini, karena didapatkan angka leukositnya
mencapai 30.700, menunjukkan infeksi berat.
Injeksi metronidazole 3x500mg (iv)
- Pemberian antibiotik ganda antara meropenem dan metronidazole
dilakukan untuk membunuh bakteri aerob dan anaerob
Injeksi omeprazole 2x40 mg (iv)
- Diberikan untuk mengurangi rasa tidak enak pada perut
Injeksi ondancentron 3x8mg (iv)
- Diberikan untuk mengurangi rasa mual dan muntah
Asam Folat 2x2 mg peroral
- Diberikan untuk mengatasi keadaan hiperhomosistein pada CKD.
Selain itu juga untuk mengatasi anemia yang terjadi pada pasien
dengan CKD. Pada pasien ini Ureum : 193, Kreatinin : 2,53
Paracetamol infus 3x1
- Untuk mengatasi demam yang terjadi pada pasien.
Pasang kateter
- Dipasang untuk mengukur output urine pasien guna menghitung
balance cairan.
Puasa
- Dilakukan untuk mengontrol berapa jumlah cairan yang masuk/input
cairan pada pasien.
Tata cara regulasi cepat insulin dengan syringpump :
- Apidra 40 U + NaCl 0,9% sampai 40cc dengan kecepatan :
4cc/jam GDS < 250
2CC/jam GDS < 200
1CC/jam GDS 140-180
Stop NaCl 0,9% ganti D5% 20 tpm makro dan Stop Apidra
- Apidra merupakan insulin kerja cepat untuk membantu menurunkan
kadar gula darah yang tinggi
Apabila syok (sistole 90 mmHg)
- Norepinefrin 1 Amp + NaCl 0,9% sampai 50 cc dengan kecepatan
2cc/jam bila Tekana darah tidak naik maka kecepatan dinaikkan
sampai naik maksimal 20cc/jam.
- Diberikan untuk membantu meningkatkan tekanan darah pada pasien
jika terjadi syok.
BAB V
KESIMPULAN