BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program keselamatan pasien atau patient safety merupakan hal yang marak
International tahun 2005 telah menekankan mengenai pentingnya pelayanan kesehatan yang
aman. Kesalahan yang terjadi pada upaya pelayanan kesehatan adalah kesalahan dalam
dalam melakukan follow up, pengobatan yang salah atau kejadian yang tidak diharapkan
mengindahkan komunikasi antar individu serta tingginya angka kesakitan serta kecelakaan,
perlunya pengambilan keputusan yang cepat dan tepat yang menyebabkan stressor tersendiri
serta kelelahan yang dialami oleh para staf medis karena keterbatasan jumlah staf medis yang
melaporkan kesalahan dengan tetap berpegangan pada keselamatan pasien dan belajar dari
kesalahan dan mendesain ulang sistem keselamatan pasien yang lebih baik.Untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi, dicetuskan suatu ide sistem analisis yang proaktif
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada
lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien
(pasien
2
peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup
rumah sakit, kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksankan di setiap
rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada
pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal
tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumah sakitan (Depkes, 2009 : 8).
Program keselamatan pasien wajib dilaksanakan di semua rumah sakit baik rumah
sakit negeri maupun rumah sakit swasta, pernyataan tersebut termjuat dalam Undang-Undang
Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa, maksud keselamatan pasien merupakan
program yang utama dalam pelayanan kesehatan yang secara formal menjadi amanat yuridis
yang harus dijalankan oleh setiap rumah sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan.
Kegiatan pelayanan kesehatan atau pengobatan bagi masyarakat yang semakin maju
kesehatan pada dasarnya merupakan hubungan antara pasien atau keluarganya dan
namun harus diingat bahwa tindakan medis itu mengandung suatu theraupetic risk.Ajaran
tentang risiko ini dimungkinkan menjadi risiko pasien, atau risiko dokter/rumah sakit atau
Pada fase rumah sakit, Instalasi Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan
dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra
rumah sakit tercermin dari kemapuan dari kemampuan unit ini.Standarisasi Instalasi Gawat
Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan
akreditasi suatu rumah sakit.Penderita dari ruang Instalasi Gawat Darurat dapat dirujuk ke
unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan,
mengatur bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan rumah sakit atau dokter yang
bekerja di rumah sakit dapat memberikan pertolongan pertama kepada pasien yang dalam
keadaan gawat darurat. Hal ini sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Berdasarkan ketentuan diatas, maka pelayanan kesehatan di unit gawat darurat harus
kecacatan dan kematian pasien. Kemudian dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 29 ayat (1) huruf
c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, diperjelas lagi dengan :
Gawat Darurat adalah klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Memberikan pelayanan
gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanan (Depkes, 2009 :
2)
4
Dari dua (2) Pasal dalam Undang-Undang tersebut sangatlah jelas mengenai
pengaturan tentang pelayanan kesehatan di Isntalasi Gawat Darurat, sehingga setiap pasien
yang membutuhkan pertolongan di Instalasi Gawat Darurat maka harus diberikan pertolongan
sesuai dengan kemampuan pelayanan yang ada di Instalasi Gawat Darurat tersebut demi
kepentingan dan keselamatan pasien agar mencegah terjadinya kecacatan dan kematian bagi
pasien serta diharapkan bagi semua pasien di Isntalasi Gawat Darurat RSUD Margono
Soekarjo Purwokerto dapat terhindar dari Kejadian Tidak Diharapkan (Adverse Event).
Adapun contoh kasus yang terjadi dari Kejadian Tidak Diharapkan di Instalasi Gawat
Darurat adalah petugas salah dalam pemberian obat kepada pasien, ini bisa disebabkan
karena kurang telitinya petugas farmasi atau karena adanya persamaan identitas nama,
sehingga obat tertukar, kemudian juga kejadian pasien atau keluarga pasien jatuh terpeleset
ini disebabkan karena konstruksi lantai yang licin sehingga membahayakan pasien, keluarga
pasien atau bahkan petugas rumah sakit sendiri. Dari contoh-contoh tersebut, maka program
keselamatan pasien merupakan kewajiban hukum yang harus dilaksanakan di Instalasi Gawat
Darurat yang menjadi bagian dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit pada
umumnya.
sebagaimana yang diharapkan Undang-Undang, oleh karena itu pelaksanaan program tersebut
harus didukung dengan berbagai hal seperti kelengkapan sarana dan prasarana yang ada pada
Instalasi Gawat Darurat, kesiapan tenaga kesehatan yang memadai baik dilihat dari kualitas
farmasi, mekanisme penanganan pasien di Instalasi Gawat Darurat, dan koordinasi tim
kesehatan serta faktor-faktor personal tenaga kesehatan yang mencakup seperti pengetahuan,
mativasi, sikap dan semangat kerja para tenaga kesehatan yang berkerja di Instalasi Gawat
5
Darurat. Hal inilah yang menjadi urgensi dalam berhasilnya implementasi program
mengadakan suatu penelitian dengan mengambil lokasi di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Tahun 2009 Dalam Pelayanan Kesehatan (Studi di Instalasi Gawat Darurat Rumah
B. Perumusan Masalah
Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dalam pelayanan kesehatan di Instalasi Gawat
C. Tujuan Penelitian
Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dalam pelayanan kesehatan
E. Metode Penelitian
a. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang
keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan di instalasi gawat darurat Rumah Sakit
b. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini terfokus pada penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi, gambaran atau tulisan secara
sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena
c. Materi Penelitian
mengungkap dan mendapatkan makna yang mendalam dan rinci terhadap implementasi
program keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan melalui aksi-aksi yang dilaksanakan
para tenaga kesehatan yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat RSUD Margono Soekarjo
Purwokero.
Tentang Rumah yang dijabarkan dalam standar keselamatan pasien rumah sakit, dan aspek
non-hukum dalam penelitian ini menekankan pada faktor-faktor personal dan sosial lainnya
d. Lokasi Penelitian
7
Lokasi penelitian yang telah ditetapkan adalah di Instalasi Unit Gawat Darurat RSUD
1) Asumsi bahwa untuk pelayanan gawat darurat merupakan unit pelayanan kesehatan
rumah sakit yang cenderung banyak terjadi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
2) Penelitian dilaksanakan secara efektif dan efisien berkaitan dengan waktu, tenaga dan
pembiayaan.
a. Sumber Data
1) Data Primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari informan yaitu dokter, perawat dan petugas
kesehatan lain di Instalasi Gawat Darurat, serta pasien atau keluarga pasien yang
2) Data sekunder
Adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan atau literatur yang didasarkan
pada Buku Panduan Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan data lain yang mendukung
penelitian ini.
sebagai berikut :
1) Metode Wawancara
oleh dua pihak, yakni wawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
2) Metode Observasi
8
pengamatan secara langsung yang sengaja dan sistematis, cermat dan terinci
mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta konteks
3) Metode Dokumenter
penyelesaiannya.
Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk teks naratif dan matriks
data.Model penyajian data dalam bentuk teks naratif.Merupakan uraian informative secara
serempak, terfokus dan sistematis, yang memberikan gambatan verbal mengenai konsep-
konsep umum yang tersusun dari gugusan fakta-fakta. Sedangkan model penyajian data
dalam bentuk matriks data, merupakan penyajian dengan menggunakan matriks, yang bukan
diisi dengan angka-angka kuantitatif, melainkan dengan kata-kata (Muhadjir, 1996 : 32).
Dalam penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, terutama
content analysis method dan constant comparative analysis method. Untuk dapat
mengadakan penilaian terhadap setiap data, dilakukan analisis isi (content analysis), agar
dapat menjelaskan makna-makna yang tersirat dalam bunyi setiap data dengan berpedoman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak
1) Assessment risiko
from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan
suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental
injuryjuga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD
=missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near
miss ini
10
dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau
peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya).
2. Tujuan
KTD.
(Depkes, 2009 : 9)
prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan,
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena underlying
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera
1. Keberuntungan, misalnya: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul
reaksi obat
2. Pencegahan, suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
3. Peringanan, suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya.
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
1. Kesalahan aktif (active errors), terjadi pada level petugas kesehatan atau staf RS yang
2. Kesalahan tersembunyi (latent errors), terjadi dalam level manajemen seperti design
yang kurang baik, instalansi yang tidak tepat, pemeliharaan yang gagal, keputusan
manajemen yang buruk, dan struktur organisasi yang kurang baik. Kesalahan
tersembunyi sulit untuk dicatat sehingga sering kesalahan seperti ini tidak dapat dikenal.
12
Dampak dari medical error sangat beragam, mulai dari yang ringan dan sifatnya
reversible hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian.Sebagian penderita
terpaksa harus dirawat di rumah sakit lebih lama (prolonged hospitalization) yang akhirnya
Sejak masalah medical error menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai
media baik cetak maupun elektronik hingga ke journal-journal ilmiah ternama, dunia
kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap isu patient safety.WHO memulai
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) dibentuk PERSI, pada Tgl 1-1-
2005.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit pd Seminar Nasional PERSI tgl 21 Agustus 2005, di
Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalam pelayanan gawat darurat
Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka ia
harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan pertolongan
itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi. Dalam hal pertolongan tidak dilakukan
dengan tuntas maka pihak penolong dapat digugat karena dianggap mencampuri/
B. Rumah Sakit
1. Pengertian
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik.
sakit adalah memberikan kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan fungsi rumah
sakit :
Rumah sakit menurut Aditama (2000) dalam sobirin (2003) setidaknya memiliki 5
Rumah sakit terdiri atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.Rumah Sakit
Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit.Sedangkan Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu,
Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan kelas rumah sakit berdasarkan fasilitas
a) Rumah Sakit Umum Kelas A yaitu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13
b) Rumah Sakit Umum Kelas B yaitu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2
c) Rumah Sakit Umum Kelas C yaitu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat)
d) Rumah Sakit Umum Kelas D yaitu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
Daya Manusia, peralatan, sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen (Astuti,
2010 : 34)
C. Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian
Soekidjo Notoatmojo (2008) adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan
dengan sasaran masyarakat. Sedangkan menurut Levey dan Loomba (1973), Pelayanan
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI(2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Hanafiah, 2010 : 60).
Menurut pendapat Hodgetts dan Casio (1970), jenis pelayanan kesehatan secara
kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat
sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya
yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk
Menurut Juanita ( 2002), Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yakni :
adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat
b) Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah
Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah.sakit tipe D sampai
ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit
agar terhindar dari penyakit.Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju
pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-
pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain,
baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang
Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan tersebut antara lain berupa Posyandu, dana sehat,
polindes (poliklinik desa), pos obat desa (POD), pengembangan masyarakat atau community
D. Hospital By Laws
Hospital by laws adalah semua peraturan yang berlaku di rumah sakit yang mengatur
rumah sakit, bagaimana kebijakan rumah sakit dibuat, bagaimana hubungan antara pemilik
dengan manajemen rumah sakit dan bagaimana pula dengan staf medis, dan bagaimana
18
medis untuk melakukan self-governance bagi para anggotanya, dengan cara membentuk
pelayanan profesional yang berkualitas dan pelaporannya kepada administrator rumah sakit.
Hospital by laws juga mengatur tentang upaya yang harus dilakukan guna mencapai
kinerja para profesional yang selalu berkualitas dalam merawat pasiennya; utamanya melalui
rambu-rambu penerimaan, review berkala dan evaluasi kinerja setiap praktisi di rumah
sakit.Dalam rangka itu pula hospital by laws juga dapat memerintahkan "komite medis"
untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan guna mencapai dan menjaga standar serta
Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) menguraikan bahwa Hospital
Bylaws terdiri dari Corporate By laws dan Medical staff bylaws. Di dalam pedoman tersebut
juga diuraikan bahwa penyusunan medical staff bylaws dapat digabung menjadi satu dengan
corporate bylaws yaitu menjadi salah satu pasal atau bab di dalam corporate by laws,
1. Pengertian
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan
medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat
Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan playanan
19
darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai
dengan standar.
IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman
pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi
masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah
untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang
bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat.IGD juga
menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal
ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap
daerah.
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda
dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu
khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan
akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.
Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat medik
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko
tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian.Dokter yang bertugas di gawat darurat
menempati urutan kedua setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi
emosional dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di
20
bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan
Hubungan dokter pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan hubungan
yang spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat) maka hubungan dokter
pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pasien dengan bebas dapat
menentukan dokter yang akan dimintai bantuannya (didapati azas voluntarisme). Demikian
pula dalam kunjungan berikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter berdasarkan pada
hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan keduabelah pihak juga tidak
terpenuhi.Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalam pelayanan gawat
Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat, maka ia
harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang melanjutkan pertolongan
itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi. Dalam hal pertolongan tidak dilakukan
dengan tuntas maka pihak penolong dapat digugat karena dianggap mencampuri/
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keselamatan Pasien rumah sakit merupakan suatu sistem, dimana rumah sakit
membuat asuhan Pasien yang lebih aman, yang menyangkut assessment risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko Pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Oleh karena itu, keselamatan Pasien menjadi prioritas utama
untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal tersebut terkait dengan issu mutu dan citra
perumahsakitan.
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah membentuk Komite Keselamatan Pasien
atas, pada dasarnya merupakan perwujudan kegiatan yang diamanatkan oleh ketentuan Pasal
43 ayat (1) Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang menyatakan
bahwa, Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Untuk mendukung
pelaksanaan ketentuan Pasal 43 ayat (1) ini, telah dirumuskan Standar Keselamatan Pasien
rumah sakit yang berlaku di seluruh rumah sakit di Indonesia, yang mencakup 7 Standar
sebagai berikut :
22
1. Hak Pasien untuk mendapatkan Informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
2. Mendidik Pasien dan keluarga tentang kewajiban dan tanggung jawab Pasien
Kelima);
Ketujuh).
hukum, dalam hal ini pihak rumah sakit sebagai lembaga yang berkewajiban untuk
pelaksanaan keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang
berlaku.
dalam masyarakat selalu melibatkan 3 kompnen dasar, yakni ; lembaga pembuat hukum,
lembaga penerap hukum dan pihak yang dikenai hukum. Dalam interaksinya ketiga
komponen dasar tersebut selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor personal dan sosial lainnya.
23
a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang pemegang peran itu
diharapkan bertindak;
b. Bagaimana seorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap
c. Bagaimana lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan
mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peran;
d. Bagaimana para pembuat hukum itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan
kekuatan sosial, politik, idiologi dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-
Program Keselamatan Pasien dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, maka yang
dimaksud dengan Lembaga Pembuat peraturan hukum adalah Pemerintah bersama DPR RI,
dan Lembaga Pelaksana peraturan hukum tidak lain adalah Rumah Sakit sebagai
adalah seluruh Tenaga Kesehatan yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan kepada
Pasien di setiap Rumah Sakit yang bersangkutan. Hasil penelitian mengungkapkan gambaran
Dari matriks di atas dapat diungkapkan bahwa, secara umum hak pasien untuk
memperoleh informasi, baik dari dokter maupun perawat tentang hasil pemeriksaan dan
rencana tindak lanjut perawatan atas penyakit yang diderita pasien, kurang dapat diterima
secara maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa parameter antara lain :
1. Informasi yang diterima pasien dan keluarganya tentang hasil pemeriksaan dan
rencana tindakan medis lebih lanjut tidak boleh secara langsung dari dokter yang
2. Informasi dapat diperoleh pasien, tetapi hanya terbatas pada kasus-kasus tertentu
saja;
3. Informasi yang disampaikan kepada pasien, pada umumnya terbatas pada lingkup
Dari fakta di atas, maka dapat diinterprestasikan bahwa hak pasien untuk
mendapatkan informasi tentang hasil pemeriksaan dan rencana tindakan medis berikutnya,
kurang secara maksimal dapat diwujudkan oleh dokter maupun perawat dalam pelayanan
kesehatan di RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto.Hal ini mengandung arti bahwa, Program
maksimal.
Jika kenyataan di atas ditafsirkan berdasarkan pada teori bekerjanya hukum model
RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto pada dasarnya telah menerapkan standar pertama,
yakni memenuhi hak-hak pasien atas informasi tentang hasil pemeriksaan dan rencana
tindakan medis dalam pelayanan kesehatan, namun secara praktis masih terdapat sebagian
dokter dan perawat yang belum sepenuhnya melaksanakannya untuk memenuhi hak-hak
a. Masih adanya anggapan dari sebagian dokter bahwa pasien tidak terlalu
b. Masih berlakunya suatu kebiasaan yang telah tertanam secara dalam bahwa
informal;
kepada pasien, bukanlah kewenangan perawat, kecuali ada perintah dari tim medis
Selanjutnya bila implementasi program keselamatan pasien ini dilihat dari standar
yang kedua, berupa pendidikan terhadap pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam pelayanan kesehatan, dapat diperoleh gambaran sebagaimana
Dari matriks 2 di atas dapat diperoleh gambaran bahwa, secara umum RSUD
melakukan pendidikan kepada pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam pelayanan kesehatan. Kenyataan ini di dalam
praktik berdampak pada implementasi program keselamatan pasien. Artinya, jika pendidikan
kepada pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan dengan baik, maka sudah barang tentu program keselamatan pasien dalam
standar keselamatan pasien yang kedua ini, ditandai dengan indikator-indikator sebagai
berikut :
mandiri sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab pasien atas
keselamatan jiwanya;
(KTD);
dilakukan mulai dari diri sendiri dengan mematuhi segala anjuran medis yang
penjelasan dan nasehat-nasehat dari dokter dan perawat selama waktu perawatan;
27
perawatan.
kepada pasien dan keluarganya untuk melakukan perawatan mandiri, baik secara langsung
maupun tidak langsung telah dapat dilaksanakan, meskipun belum sepenuhnya berhasil
keselamatan pasien yang kurang efektif.Artinya, program keselamatan pasien melalui standar
pemberian pendidikan kepada pasien dan keluarganya terutama hal-hal yang berkaitan
dengan perawatan mandiri dalam pelayanan kesehatan belum sepenuhnya dapat dilakukan
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya indikator-indikator
sebagai berikut :
a. Dalam kasus-kasus tertentu, masih terjadi kejadian tidak diharapkan (KTD) yang
menimpa pasien;
c. Masih terdapatnya pasien dan keluarganya yang tidak melaksanakan keajiban dan
tersedia, tingginya kuantitas pasien berobat dan terbatasnya waktu yang tersedia
Berdasarkan pada kenyataan tersebut di atas, maka dapat disimoulkan bahwa, secara
parsial program keselamatan pasien telah dapat dilaksanakan cukup efektif, tetapi secara
28
maksimal.
kesehatan ini dilihat dari standar ketiga tentang kesinambungan pelayanan kesehatan, maka
hasil penelitian menggambarkan adanya kecenderungan bahwa, dari segi tenaga kesehatan
rumah sakit, implementasi program keselamatan pasien cenderung telah dilaksanakan cukup
baik dan cukup efektif, sedangkan dari segi pasien diperoleh gambaran bahwa implementasi
program keselamatan pasien tersebut ternyata kurang baik dan kurang efektif. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat data hasil penelitian yang dituangkan dalam matriks sebagai
berikut :
29
Dari matriks di atas dapat diperoleh gambaran bahwa, secara keseluruhan standar
dapat dilaksanakan secara baik dan efektif. Hal ini ditandai dengan adanya indikator antara
lain :
berlaku;
3. Adanya pendelegasian secara sah dan formal terhadap tanggung jawab pelayanan
dan kebutuhan pasien yang dirawat antar perawat dalam sistem pelayanan
keperawatan;
hakikatnya dapat dilaksanakan cukup baik. Hal ini berimplikasi terhadap implementasi
program keselamatan pasien secara keseluruhan yang cenderung dapat dilakukan secara baik
secara baik, maka semakin baik pula implementasi program keselamatan pasien dalam
dalam pelayanan kesehatan, sangat tergantung pula pada pelaksanaan standar kesinambungan
pelayanan kesehatan.
Kenyataan di atas akan berbeda jika ditinjau dari sudut pandang pasien yang
dilaksanakan, tetapi timbul pemusatan tugas pada pihak perawat. Hal ini jelas berimplikasi
terhadap implementasi program keselamatan pasien yang kurang baik dan kurang fektif.
maksimal.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, standar kesinambungan pelayanan
kesehatan hanya dapat dilaksanakan secara baik, dilihat dari sudut pandang tenaga kesehatan,
namun dilihat dari sundut pandang pasien, ternyata standar kesinambungan pelayanan
kesehatan cenderung kurang dapat dijalankan secara maksimal. Kenyataan ini berimplikasi
terhadap implementasi program keselamatan pasien yang cenderung pula kurang dapat
dilihat dari standar penggunaan metode peningkatan kinerja medis untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana
Dari matriks di atas dapat diungkapkan bahwa, sebenarnya direktur rumah sakit
sangat mendukung pelaksanaan program keselamatan pasien di rumah sakit, hanya saja
sumber daya yang ditunjuk dalam tim masih belum optimal kinerjanya, dikarenakan masing-
masing anggota tim dalam melaksanakan kinerjanya dilakukan disamping tugas pokoknya,
jadi tidak secara khusus melakukan program tersebut. Oleh karena itu penggunaan metode-
metode peningkatan kinerja medis untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien, baik dari dokter maupun perawat belum dapat dilaksanakan secara
maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa parameter antara lain :
Direktur Rumah Sakit, tetapi untuk program kerja keselamatan pasien rumah sakit
pendokumentasian data indikator klinik secara rutin, hanya saja untuk evaluasi
unsur-unsur yang terkait dengan Kejadian Tidak Diharapkan dan risiko tinggi,
masih belum rutin dilakukan oleh Tim KPRS Rumah Sakit, dikarenakan belum
adanya petugas khusus yang ditunjuk untuk mendata dan mengevaluasi kasus
3. Pola kerja dan rencana tindakan pelayanan medis tidak transparan, dan
oleh para medis, sehingga kinerja para medis tidak seperti yang diharapkan pasien;
terpola secara pasti, ini dikarenakan kinerja para medis terkendala dengan
peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
belum dapat dilaksanakan secara maksimal oleh para medis khususnya oleh dokter dalam
bahwa, Program Keselamatan Pasien di RUmah Sakit tersebut belum sepenuhnya dapat
Kenyataan diatas akan berbeda jika ditinjau dari sudut pandang perawat yang
indikator :
dengan cara menanamkan semangat kerja, sikap ikhlas dan nilai-nilai ibadah
2. Pola pengawasan informal dan pemberian hiburan oleh perawat kepada pasien
dan menghibur pasien merupakan cara perawat untuk mendorong semangat pasien
Pasien, maka dapat diperoleh gambaran sebagaimana tertuang dalam matriks di bawah ini :
33
Dari matriks standar 5 diatas dapat diungkapkan bahwa, secara umum peran
kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, baik dari dokter maupun perawat
dalam implementasinya belum bisa dilakukan secara maksimal. Hal ini dapat dibuktikan
anggaran yang tersedia belum memadai, dan mekanisme kerja Tim juga belum
jelas;
maksimal;
dilaksanakan secara maksimal, serta integritas peran perawat dalam sistem kinerja
4. Peran paramedis dokter dan perawat yang tidak maksimal, komunikasi yang tidak
Dari fakta diatas, maka dapat diinterpretasikan bahwa peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien kurang dapat diwujudkan oleh pihak rumah sakit, hal ini
mengandung arti bahwa program keselamatan pasien di rumah sakit belum sepenuhnya dapat
Apabila dilihat dari standar Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien, maka dapat
Dari matriks standar 6 diatas dapat diungkapkan bahwa, di RSUD Margono Soekarjo,
diselenggarakan baik intern maupun ekstern RUmah Sakit sebenarnya sudah mempunyai
program kerja mengenai peningkatan sumber daya manusia yang bertugas di masing-masing
unit. Yakni merencanakan dan memprogramkan staf untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, baik untuk pendidikan formal
maupun pendidikan informal, yang bertujuan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia
Rumah Sakit.Hanya saja Bidang Diklat dan Litbang masih belum memprogramkan secara
khusus mengenai pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan pasien rumah sakit.
belum bisa dilakukan secara maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa parameter
antara lain:
secara maksimal, hanya saja untuk Pendidikan dan Pelatihan yang khusus
berorientasi pada keselamatan pasien bagi staf rumah sakit belum secara maksimal
laporan insiden, sehingga pelaporan insiden belum berjalan sepenuhnya, hal ini
dikarenakan belum ada pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden yang
belum berjalan secara maksimal, dan staf belum sepenuhnya paham dan mengerti
terfokus dan maksimal dan penyelenggaraan pelatihan bagi staf yang baru belum
terfokus pada program keselamatan pasien, dan masih bersifat umum semua
komprehensif, sehingga pedoman pembuatan laporan insiden yang tidak jelas dan
Dari fakta di atas, maka dapat diinterpretasikan bahwa sebenarnya Pendidikan dan
sesuai program Diklat RS tersebut, hanya saja untuk pendidikan dan pelatihan yang khusus
diorientasikan untuk pendidikan dan pelatihan program keselamatan pasien rumah sakit,
masih belum dianggarkan dananya oleh pihak rumah sakit sehingga hal ini mengandung arti
bahwa untuk implementasi standar mendidik staf tentang keselamatan pasien dalam Program
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara maksimal.
Selanjutnya Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit apabila dilihat dari standar 7
mengenai Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien, maka
merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien di rumah sakit,
implementasinya belum bisa dilaksanakan secara maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan
1. Komunikasi antar tim tenaga kesehatan rumah sakit belum berjalan sebagaimana
sehingga terlihat antar tim tenaga kesehatan rumah sakit masih mengesampingkan
2. Mekanisme arus komunikasi antar tim tenaga kesehatan, belum dibangun secara
kesehatan dalam penanganan pasien sering tidak berjalan secara mulus dan
kesepahaman tim;
belum adanya sistem manajemen informasi yang mampu mengakses semua data
Dari fakta diatas, maka dapat diinterpretasikan bahwa standar 7 program keselamatan
pasien, yakni Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien di
desain perencanaan manajemen informasi keselamatan pasien, belum dibangun secara tepat
sehingga hal ini mengandung arti bahwa untuk implementasi standar komunikasi merupakan
kunci staf untuk mencapai keselamatan pasien di rumah sakit belum sepenuhnya dapat
terhadap implementasi program keselamatan pasien rumah sakit, berikut ini akan dipaparkan
data hasil penelitian melalui interview mendalam antara peneliti dengan informan-informan
kunci, baik kepada dokter atau perawat sebagai tenaga kesehatan yang terlibat langsung
Dalam penelitian ini pemilihan Informan secara purposive ditujukan terhadap petugas
kesehatan (dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya) dan pasien yang pernah dirawat di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada RSUD Margono Soekarjo Purwokerto, yang secara
2. Seluruh tenaga kesehatan (Dokter, Perawat dan Tenaga Kesehatan lainnya) dan
3. Seluruh Tenaga Kesehatan (Dokter, Perawat dan Tenaga Kesehatan lainnya) telah
terhadap pasien, yang tidak hanya sekedar mengetahui dan dapat memberikan
Di bawah ini akan digambarkan dan dijelaskan berupa bagan matriks mengenai hasil
wawancara penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang terlibat dan berpengaruh terhadap
implemetasi keselamatan pasien di Rumah Sakit khusunya di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Margono Soekarjo Purwokerto baik dari sisi tenaga kesehatan (dokter dan perawat)
program keselamatan pasien di rumah sakit di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang berpengarug terhadap implementasi program keselamatan pasien di rumah sakit
1. Sikap
atau aktifitas baik yang diamati secara langsung maupun tidak langsung yang mempunyai
dapat berbentuk mencegah pasien jatuh, mencegah kejadian infeksi nosokomial, mencegah
salah obat, salah pasien, salah dosis, salah waktu dan salah prosedur.
Dengan melihat bagan matriks diatas, maka sikap dari petugas kesehatan dalam hal ini
dokter masih kurang empati terhadap pasien, kurang ramah dan kurang komunikatif,
sehingga pasien merasa kurang puas dalam pelayanan dokter di IGD rumah sakit sedangkan
pada perawat pelaksana menunjukkan bahwa sebagian besar perawat pelaksana mempunyai
sikap mendukung penerapan program keselamatan pasien rumah sakit, dapat dilihat dari
sikap perawat yang komunikatif dalam memberikan informasi kepada pasien, perawat cepat
tanggap dengan keluhan pasien dan perawat juga ramah terhadap pasien.
Sikap merupakan tanggapan atau reaksi seseorang terhadap obyek tertentu yang
bersifat positif atau negatif yang biasanya diwujudkan dalam bentuk rasa suka atau tidak
suka, setuju atau tidak setuju. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
diantaranya adalah pengalaman pribadi, kebudayaan dimana individu berada, orang lain yang
dianggap penting, media massa, institusi pendidikan atau agama dan emosi dalam diri
individu.
diperoleh gambaran bahwa sikap merupakan faktor yang cenderung berpengaruh terhadap
40
implementasi Program Keselamatan Pasien di rumah sakit, dengan sikap tersebut tidak lain
merupakan respon dari tenaga kesehatan terhadap kondisi Rumah Sakit dan Pasien.
Dengan sikap tenaga kesehatan yang positif maka akan diperoleh respon yang baik
dari pasien, pasien akan merasa nyaman, aman dan puas dengan pelayanan yang diperoleh
dari tenaga kesehatan rumah sakit. Sebaliknya apabila sikap tenaga kesehatan negatif maka
pasien akan merasa tidak puas dan akan menimbulkan citra yang kurang baik terhadap rumah
2. Motivasi
Motivasi didefinisikan sebagai dorongan yang timbul pada diri petugas kesehatan
yang dimaksud adalah dorongan yang timbul karena adanya keinginan untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, yang jauh dari tuntutan karena kesalahan dalam
memberikan pelayanan.
Dengan melihat bagan matriks diatas, maka motivasi petugas kesehatan dalam hal ini
dokter dan perawat masih rendah, terlihat perawat pelaksana belum termotivasi untuk
perawat pelaksana merupakan hal penting dalam organisasi rumah sakit. Jika diabaikan maka
akan mempengaruhi sikap kerja perawat termasuk dalam mendukung penerapan program
Perawat di rumah sakit tidak hanya memberikan pelayanan kepada pasien, tetapi
mereka juga tentunya mengharapkan mendapatkan reward dari pihak manajemen rumah
sakit agar apa yang menjadi haknya dapat diterima dengan baik. Perawat yang puas dengan
apa yang diperolehnya dari manajemen, akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan
dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaiknya perawat yang kepuasan
41
kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan
Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja antara lain : atasan, kolega, saran
fisik, kebijakan, peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan.
Motivasi individu untuk bekerja dipengaruhi pula oleh kepentingan pribadi dan kebutuhan
masing-masing. Rendahnya insentif yang diterima perawat tidak sebanding dengan beban
kerja yang tinggi serta peraturan yang belum jelas bagi pasien menuntut sesuatu yang lebih
dan bukan menjadi kewenangan seorang perawat hal ini akan menimbulkan kebingungan,
dapat diperoleh gambaran bahwa motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri
petugas kesehatan untuk mendukung atau tidak mendukung penerapan program keselamatan
Program Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dengan motivasi tenaga kesehatan yang positif,
maka akan diperoleh respon yang baik dari masyarakat Kabupaten Banyumas khususnya
Kota Purwokerto sebagai pasien di rumah sakit, dan tentunya akan meningkatkan kredibilitas
3. Komunikasi
Dengan melihat bagan matriks diatas maka salah satu faktor yang cenderung
memberikan informasi medis oleh dokter kepada pasien yang dapat dilihat masih relatif
rendah, dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa tenaga kesehatan dalam hal ini
dokter atau perawat harus lebih ditingkatkan dalam hal komunikasi memberikan informasi
mengenai tindakan yang hendak dilakukan, termasuk didalamnya manfaat serta risiko yang
42
mungkin terjadi, hal ini mengandung arti bahwa, tidak setiap informasi yang berkaitan
Kenyataan tersebut diatas dapat dibuktikan dengan melihat hasil penelitian yang
menggambarkan belum sepenuhnya hal-hal yang perlu diinformasikan dokter dapat diterima
2. Ketidaktahuan pasien terhadap risiko yang mungkin timbul dalam tindakan medis
3. Kurang mengertinya pasien tentang manfaat yang diharapkan dari tindakan medis
dilakukan;
dideritanya; dan
asas dasar yang harus diindahkan penerapannya dalam Informed Consent dokter dan pasien
dan secara yuridis tidak boleh ditinggalkan.Artinya prinsip tersebut menjadi salah satu syarat
yang harus dipenuhi agar dokter dalam melakukan tindakan medic tidak dianggap sebagai
melakukan perbuatan melawan hukum.Oleh karena itu prinsip dokter harus berkomunikasi
memberikan informasi medis kepada pasiennya merupakan suatu kewajiban hukum dokter
diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan dokter dalam melakukan tindakan medis kepada
pasien. Dengan demikian, prinsip ini menjadi kewajiban hukum yang harus dilaksanakan,
Dengan melihat bahwa kurang maksimalnya implementasi prinsip bahwa pasien harus
dapat memahami informasi medis yang diberikan dokter, maka dalam pemberian penjelasan
(1) Penjelasan informasi medis disampaikan dengan bahasa yang sempurna dan
tertulis;
(3) Penjelasan informasi medis disampaikan dengan menggunakan bahasa yang tidak
(4) Penjelasan informasi medis dapat dilakukan dengan diam atau membisu tetapi asal
Pasien dalam menerima pelayanan mempunyai hak mendapatkan penjelasan secara lengkap
tentang tindakan medis sebagimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), maka dapat
44
disimpulkan bahwa penjelasan informasi tentang tindakan medis yang akan dilakukan dokter,
secara yuridis formal merupakan hak pasien. Oleh karena itu, dokter hendaknya tidak akan
melakukan tindakan medis yang direncakan, apabila pasien belum memahami informasi
Hak pasien ini muncul tertumpu pada dua macam hak asasi sebagai hak dasar
manusia, yakni hak atas informasi dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pasien secara
subyektif merupakan individu yang paling berkepentingan terhadap semua tindakan medis
yang akan terjadi dengan segala akibatnya. Oleh karena itu implementasi prinsip bahwa
pasien harus memahami terhadap informasi medis yang diberikan dokter merupakan hak
pasien yang secara yuridis harus dipenuhi sebelum menjalani suatu upaya medis yang
dilakukan dokter untuk membantu perawatan, pengobatan dan pemulihan kesehatan bagi
dirinya.
45
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan,
belum dapat diimplementasikan secara maksimal, hal ini dapat dibuktikan dengan
hampir semua Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit (patient safety) belum
2. Faktor sikap, motivasi dan komunikasi tenaga kesehatan di rumah sakit cenderung
a. Sikap, dalam hal ini sikap tenaga kesehatan dokter masih terlihat kurang
b. Motivasi, dalam hal ini motivasi tenaga kesehatan dokter dan perawat masih
kurang, dikarenakan tidak adanya reward atau penghargaan dari rumah sakit
c. Komunikasi tenaga kesehatan dalam hal ini dokter dengan perawat ke arah
positif, perawat dengan perawat juga kea rah positif, maka akan cenderung
pasien masih kea rah negatif, sehingga semakin rendah pula dukungan tenaga
sakit.
B. Saran
Darurat RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto cenderung dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain faktor komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan dokter atau perawat dengan
pasien/keluarga pasien, kemudian faktor sikap tenaga kesehatan yang kurang empati terhadap
pelayanan kesehatan dalam hal ini terhadap pasien, pada kenyataannya sangat mendukung
Purwokerto.
Untuk itu hendaknya pihak manajemen RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto sangat
perlu untuk mengadakan evaluasi secara komperhensif terhadap pelayanan tenaga kesehatan
dokter maupun perawat, dalam hal komunikasi, motivasi dan sikap tenaga kesehatan dokter
dan perawat kepada pasien maupun keluarga pasien di rumah sakit, sehingga program
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Kusuma. 2010. Transaksi Teraupetik Dalam Upaya Pelayanan Medis di Rumah
Guwandi. 2007. Medical Error dan Hukum Medis. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Hanafiah, Jusuf. 2010. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Edisi IV. Jakarta : EGC.
Lumenta, Nico. 2007. Peranan Promosi Dalam Meningkatkan Patient Safety, Sosialisasi
Promosi Kesehatan di Rumah Sakit Bagi Direktur Utama Rumah Sakit. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Rakesarasin.
Cipta.
Siswati, Sri. 2013. Etika dan Hukum Kesehatan : Dalam Perspektif Undang-Undang
Triwibowo, Cecep. 2014. Etika & Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
48
Peraturan Perundang-undangan :