PENDAHULUAN
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat.
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan
etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan
ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi
berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar:
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta
mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal
rendah), contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi,
gangguan endokrin, gangguan ginjal.
Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal
dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini
diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang
ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah
Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan
sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe)
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab
terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami
anemia akibat defisiensi besi.
Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan
pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang
bekerjanya membutuhkan ion besi.
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.
Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk nutrisi
optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. Fe yang berasal
dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi. Sedikitnya
macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan
sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus mengandung
makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.
Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan.
Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam
bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu
sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang
terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang
nonesensial.
1. Hemoglobin 66 %
2. Mioglobin 3 %
3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase,
suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
4. Pada transferin 0,1 %.
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak
25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.
Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan
kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan
nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal.
Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-
2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber
utama zat besi.
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur, jenis
kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun
keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula.
Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh
pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5 gram,
untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15
tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan
untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu untuk
mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi.
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa
kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino
dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh
sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang
selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke
peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero
direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk
transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar,
limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi
tubuh.
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan
enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel
mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri
dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan
absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat
cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal
akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,
maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.
ETIOLOGI
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi,
diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Pertumbuhan
Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat
sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat.
Menstruasi
Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk
pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 %
besi dalam ASI diabsorpsi oleh bayi.
Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional.
3. Perdarahan
4. Kehamilan
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi oleh fetus
untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi.
5. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia pada
akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuri
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada
Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari.
Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan
laboratorium.
Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis hingga 1,5-3
g/dl dalam 24 jam.
Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin serumnya akan kurang dari 10 ug/dl.
PATOFISIOLOGI
Iron depletion
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan
Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi
transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai
dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah,
saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan
keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan hanya dari laboratorium. Gejala yang umum
adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi
kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan. Bila kadar Hb <>
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti:
nail), atrofi papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
2. Leukosit : jumlahnya normal, pada anemia defisiensi Fe yang kronis dapat ditemukan
granulositopenia ringan
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe :
1. Menurut WHO
3. Menurut Lankowsky
Sumsum tulang
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe
dapat secara peroral atau parenteral.
1. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat, fumarat, dan
suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis.
Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping
pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat
menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat
makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%.
Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
2. Terapi parental
Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk
meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.
Indikasi parenteral:
Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.
Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis
ulserativa).
Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml.
Dosis dihitung berdasarkan :
3. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan
anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau
yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita
anemia berat dengan kadar Hb <>
PENCEGAHAN
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
PROGNOSIS
Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
DAFTAR PUSTAKA
3. Raspati H., Reniarti L., Susanah S. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Anemia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
An. Samson, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan pucat.
Menurut anamnesis dari ibu, anaknya terlihat pucat sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain
yang menyertai adalah demam yang tidak terlalu tinggi, perut mual, dan susah makan. Sejak
kecil Samson memang tidak suka makan daging. Kata guru TK-nya, saat mengikuti pelajaran
Samson sering tertidur di kelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat,
bising jantung, tidak didapatkan hepatomegali ataupun splenomegali. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 8,0 g/dL. Dokter memberikan tablet tambah darah untuk
Samson.
B. RUMUSAN MASALAH
2. Bagaimanakah kaitan besi, vitamin B12, dan asam folat dengan fisiologi eritrosit?
C. TUJUAN PENULISAN
2. Mengetahui kaitan besi, vitamin B12, dan asam folat dengan fisiologi eritrosit.
D. MANFAAT PENULISAN
Mahasiswa mengetahui dasar teori hematologi dan aplikasinya dalam pemecahan kasus
dalam skenario.
F. HIPOTESIS
Pasien dalam kasus menderita anemia akibat defisiensi besi, padahal tingkat
kebutuhan besi (Fe) meningkat dalam masa pertumbuhan. Akibat kurangnya asupan zat gizi
berupa besi yang penting dalam proses hemopoiesis ini menimbulkan konsekuensi berbagai
gejala klinis yang dialami oleh pasien tersebut. Dalam laporan ini, penulis membahas
perbandingan berbagai jenis anemia, namun lebih fokus difokuskan kepada anemia defisiensi
besi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologi Eritrosit
Eritrosit dibentuk dari stem cell pluripoten di sumsum tulang (PHSC) yang kemudian
berdiferensiasi menjadi CFU-S (unit pembentuk koloni limpa), CFU-B (unit pembentuk
koloni blas), kemudian baru membentuk CFU-E (unit pembentuk koloni eritrosit).
Proses pematangan eritrosit dipengaruhi oleh vitamin B 12 dan asam folat, karena
keduanya berperan penting dalam sintesis DNApematangan inti dan pembelahan sel.
Sedangkan besi (Fe++) penting dalam pembentukan heme. Heme kemudian bergabung
dengan rantai polipeptida panjang globin membentuk hemoglobin.
B. Metabolisme Besi
Selain pembentukan heme, besi juga berperan dalam pembentukan elemen penting lain
seperti mioglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, dan katalase. Setelah
diabsorpsi, besi bergabung dengan beta globulin membentuk transferin, sedangkan dalam
sitoplasma membentuk feritin. Besi cadangan disimpan dalam bentuk feritin di hepatosit
dan sedikit di retikuloendotelial sumsum tulang (Guyton and Hall, 2007).
Besi terdapat dalam kadar tinggi (>5 mg/100g) dalam hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang,
kacang-kacangan, dan buah-buahan kering tertentu. Kadar sedang (1-5 mg/100g) dalam
daging, unggas, sayuran hijau dan biji-bijian. Sedangkan dalam kadar rendah terdapat
dalam susu atau produknya dan sayuran yang kurang hijau. Vitamin B 12 sebenarnya
terdapat dalam satu-satunya sumber asli, yaitu mikroorganisme. Makanan yang kaya akan
B12 adalah hati, ginjal, jantung, dan kerang. Sedangkan B12 dalam jumlah sedang terdapat
dalam kuning telur, susu kering bebas lemak, dan makanan laut (Dewoto dan Wardhini
BP, 2007). Asam folat disintesis pada berbagai macam tanaman dan bakteri. Buah-buahan
dan sayur merupakan sumber diet utama dari vitamin. Keperluan minimal asam folat
setiap hari secara normal kurang lebih 50 g, tetapi dapat meningkat pada keadaan
tertentu seperti kehamilan (Soenarto, 2006).
Pada dasarnya anemia disebabkan karena 1) gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum
tulang; 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); dan 3) proses penghancuran
eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Klasifikasi lain untuk anemia dapat
dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan
darah tepi, yang dibagi menjadi 3: 1) anemia hipokromik mikrositer, 2) anemia
normokromik normositer, dan 3) anemia makrositer.
Berdasarkan beratnya anemia, anemia berat biasanya disebabkan oleh anemia 1) defisiensi
besi, 2) aplastik, 3) pada leukimia akut, 4) hemolitik didapat atau kongenital misalnya
pada thalassemia mayor, 5) pasca perdarahan akut, dan 6) pada GGK stadium terminal.
Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai sedang adalah anemia 1) akibat
penyakit kronik, 2) pada penyakit sistemik, dan 3) thalasemia trait (Bakta, 2006).
Tahap diagnosis anemia terdiri dari 1) menentukan adanya anemia, 2) menentukan jenis
anemia, 3) menentukan etiologi anemia, dan 4) menentukan ada tidaknya penyakit
penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan (Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya perti anemia
akibat penyakit kronik, thalassemia, dan anemia sideroblastik. Perbedaan yang ditemukan
diantaranya seperti derajat anemia, MCV, MCH, besi serum, TIBC, dan lainnnya (Bakta
et.al, 2006) (tabel dilampirkan)
Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropiesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut
sebagai iron deficiency anemia. Kekurangan besi pada epitel serta beberapa enzim
kemudian menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala
lainnya.
Di samping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin dan
berbagai enzim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi dan transport elektron. Oleh
karena itu, defisiensi besi di samping menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan
berbagai dampak negatif, misalnya pada 1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan
gangguan kapasitas kerja, 2) gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan, 3)
gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi, dan 4) gangguan terhadap ibu hamil
dan janin. Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan atau bahkan sebelum anemia
manifes (Bakta et.al, 2006).
G. Penatalaksanaan Anemia
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia
defisiensi besi adalah:
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement
therapy):
Merupakan pilihan utama karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang utama
adalah ferrous sulphat. Diberikan 3 sampai 6 bulan, setelah kadar hemoglobin normal
untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan adalah 100-200 mg. Jika
tidak diberikan dosis pemeliharaan, maka anemia sering kambuh kembali. Dianjurkan
pemberian diet yang banyak mengandung hati dan daging.
Sangat efektif tetapi lebih berisiko dan mahal. Karena itu terapi besi parenteral hanya
diberikan untuk indikasi tertentu seperti 1) intoleransi terhadap besi oral, 2) kepatuhan
pada obat rendah, 3) gangguan pencernaan, 4) penyerapan besi terganggu, 5)
kehilangan darah yang banyak, 6) kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, dan 7)
defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gagal
ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
c. Pengobatan Lain
1) Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama protein
hewani.
2) Vitamin C: diberikan 3x1000 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi.
3) Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi transfusi pada
anemia defisiensi besi adalah 1) adanya penyakit jantung simptomatik, 2) anemia
yang sangat simptomatik, dan 3) pasien yang memerlukan peningkatan kadar Hb yang
cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi (Bakta et.al., 2006).
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus diatas, pasien mengalami anemia, namun hasil pemeriksaan lebih lanjut
belum didapatkan, sehingga tipe anemia yang lebih spesifik belum diketahui. Namun
berdasarkan pemeriksaan hemoglobin, Hb 8 gr/dL menunjukkan bahwa pasien memang
mengalami anemia, karena pada anak-anak, Hb dibawah 11 g/dL dikategorikan sebagai
anemia. Untuk menentukan jenis anemia yang spesifik agar penatalaksanaannya berjalan
efektif perlu dilakukan serangkaian tes lain, seperti tes laboratorium.
Seperti yang telah dikemukakan dalam kasus, pasien tidak suka makan daging.
Padahal, daging merupakan sumber zat besi sebagai pembentuk heme yang absorpsinya tidak
dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi. Selain besi,
daging juga mengandung zat gizi lain, misalnya asam folat. Protein daging lebih mudah
diserap karena heme dalam hemoglobin dan mioglobin tidak berubah sebagai hemin (bentuk
feri dari heme). Kompleksnya nutrisi yang terkandung dalam daging inilah yang
menyebabkan pasien mengalami anemia, walaupun yang paling dominan adalah akibat dari
defisiensi besi.
Tablet tambah darah yang diberikan berisi besi dan asam folat, jadi sesuai terapi anemia
defisiensi besi yang dianjurkan. Selain itu, apabila pasien karena hal-hal tertentu tidak dapat
menggunakan terapi besi oral, maka terapi dapat diganti dengan terapi besi parenteral. Terapi
penunjang seperti diet juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan terapi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pasien dalam kasus mengalami anemia defisiensi besi, karena kurangnya asupan besi dari
nutrisi. Hal ini selanjutnya dapat dipastikan dengan mengetahui hasil pemeriksaan
laboratorium.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Merah dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M.
2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.
Dewoto, Hedi R. Wardhini BP, S. Antianemia Defisiensi dan Eritropoeitin dalam Gunawan,
Sulistia Gan, et.al. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Soenarto. Anemia Megaloblastik dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Lampiran:
BAB 1
PENDAHULUAN
4. Anemia Hemolitik
Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat
intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital,
defisiensi G6PD atau bersifat ekstrasel seperti intoksitasi, malaria, inkompabilitas golongan darah,
reaksi hemolitik pada transfusi darah.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis
(keringat dingin), takikardi, sesak nafas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan pucat (di
lihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva). Selain itu juga
terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti jaundice, urin berwarna hitam, mudah
berdarah.
Untuk menegakkan diagnosa dapat di lakukan pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan sel darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin
dan biopsi sumsum tulang. Untuk penanganan anemia di dasarkan dari penyakit yang
menyebabkannya seperti jika karena difisiensi besi di berikan suplemen besi, difisiesni asam folat dan
vitamin B12, dapat juga di lakukan transfusi darah, splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.
1.2. TUJUAN PENULISAN
1.2.1. Bagi Pendidikan
a) Sebagai bahan pengembangan pengetahuan bagi mahasiswa kebidanan dalam mengerjakan tugas
kelompok dari mata kuliah medical science.
b) Sebagai bahan penilaian terhadap tugas yang di berikan terhadap mahasiswa, baik dalam
penyusunan makalah maupun presentasi makalah.
1.2.2. Bagi Mahasiswa
a) Sebagai bahan pembelajaran dalam diskusi kelompok maupun individu.
b) Mahasiswa mampu menguasai makalah dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok tentang.
BAB II
ISI
2.1 DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia kekurangan zat besi atau yang dikenal dengan
kurang sel darah merah masih menjadi salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang biasa dialami
masyarakat semua kelompok umur.
Merupakan penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak ketika sedang dalam proses
pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan besinya lebih besar dari orang normal. Jumlah
besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5 gr sedang pada bayi 400mg, yang terdiri dari: masa
eritrosit 60%, feritin dan hemosiderin 30%, mioglobin 5-10%, hemenzim 1%, besi plasma 0,1%.
Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari pengeluarannya karena pemakaiannya untuk
proses pertumbuhan, dengan kebutuhan rata-rata 5 mg/ hari tetapi bila terdapat infeksi meningkat
sampai 10 mg/hari.
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan jejenum) proksimal. Besi yang terkandung dalam
makanan ketika dalam lambung di bebaskan menjadi ion fero dengan bantuan asam lambung (HCL).
Kemudian masuk ke usus halus di rubah menjadi ion fero dengan pengaruh alkali, kemudian ion fero
diabsorpsi, sebagian di simpan sebagai senyawa feritin dan sebagain lagi masuk keperadaran darah
berikatan dengan protein (transferin) yang akan di gunakan kembali untuk sintesa hemoglobin.
Sebagian dari transferin yang tidak terpakai di simpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero
dipermudah dengan adanya vitamin atau fruktosa, tetapi akan terhambat dengan fosfat, oksalat,
susu, antasid.
Pada sumber lain anemia difisiensi besi (ADB) diartikan sebagai anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (deplete iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (HB) berkurang. Beberapa zat besi
diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12
dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta
keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormon tersebut, pembentukan
sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk
dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.
Anemia karena kekurangan zat besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal, yang
disebabkan karena kekurangan zat besi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah
merah. Penyakit kronik juga bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah merah. Asupan
normal zat besi biasanya tidak dapat menggantikan kehilangan zat besi karena perdarahan kronik dan
tubuh hanya memiliki sejumlah kecil cadangan zat besi. Sebagai akibatnya, kehilangan zat besi harus
digantikan dengan tambahan zat besi. Janin yang sedang berkembang menggunakan zat besi, karena
itu wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi. Makanan rata-rata mengandung sekitar 6 gram
zat besi setiap 1.000 kalori, sehingga rata-rata orang mengkonsumsi zat besi sekitar 10-12 gram/hari.
Sumber yang paling baik adalah daging yaitu serat sayuran,fosfat, kulit padi (bekatul) dan
antasid mengurangi penyerapan zat besi dengan cara mengikatnya. Vitamin C merupakan satu-
satunya unsur makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi. Tubuh menyerap sekitar 1-2
gram zat besi dari makanan setiap harinya, yang secara kasar sama dengan jumlah zat besi yang
dibuang dari tubuh setiap harinya.
2.2 MEKANISME PENYAKIT DAN PENYEBAB PENYAKIT
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta
kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:
a. Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid,
dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia wanita : menorhagia, atau metrorhagia.
c. Saluran kemih : hematuria
d. Saluran nafas : hemoptoe
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(biovaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa,
anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun.
Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab
perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik
paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena
menormetrorhagia.
Penyebab anemia
a. kurang makan sayuran hijau, buah buahan yang berwarna dan lauk pauk (sebab utama)
b. perdarahan akibat terlalu sering melahirkan
c. jarak kelahiran anak terlalu dekat
d. ibu hamil bekerja terlalu berat
e. adanya cacing tambang dalam usus
5. Konjungtiva pucat
2.4 PEMERIKSAAN
Pemeriksaan ADB dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH
menurun. MCH <> red cell distributionwidth meningkat yang menandakan adanya
anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin
menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia
yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Adapun darah menunjukkan
anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang
sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia,
berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Reukosit rendah dibandingkan
derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast
basofil. Bentuk pronormoblast kecil-kecil, sideroblast.
3. Kadar besi serum menurun <50>350 mg/dl, dan saturasi transferin
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersikulasi dalam serum, konsentrasinya
sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuleodotel. Pada anemia defisiensi
besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang
rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar serum normal atau
menigkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat
6. Fase : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan
genikologi.
b. Diagnosis banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1) Thalasemia (khususnya thalasemia minor ) : Hb A2 meningkat, feritin serum dan timbulnya Fe tidak
turun.
2) Anemia karena infeksi menahun : biasanya anemia normokromik normositik. Kadang kadang terjadi
anemia hipokromik mikrositik. Feritin serum dan timbunan Fe tidakturun.
3) Keracunan timah hitam (Pb) : terdapat gejala lain keracunan Pb.
4) Anemia sideroblastik : terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.
c. Terapi
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia
difesiensi besi dapat berupa :
1) Terapi kausal : tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing tambang. Pengobatan
hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali .
2) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekuranagan besi dalam tubuh
a) Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang
tersedia, yaitu :
Ferrous sulphat (sulfas ferrous) : preparat pilihan pertama ( murah dan efektif ). Dosis : 3x 200 mg.
Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih mahal, tetapi
efektivitas dan efek samping hampir sama.
b) Besi parenteral : efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
Intolerasi oral berat
Kepatuhan berobat kurang
Kolitis ulserativa
Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir )
3) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang
sesuai.
4) Pemberian preparat Fe : pemberian preparat besi (ferosulfat/ ferofumarat/ferolukonat) dosis 4-6 mg
besi elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan diantara waktu makan. Preparat besi ini
diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
5) Bedah: untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum
meckel.
6) Suportif: makanan gizi seimbang terutama yang mengadung kadar besi tinggi yang bersumber dari
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam kacang-kacangan).
d. Pencegahan Primer ADB
1) Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
2) Menunda pemberian susu sapi sampai 1 tahun.
3) Menggunakan sereal/tambahan makanan yang difortifikasi (diberi tambahan suplemen besi) tepat
waktu yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun.
4) Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan dan minum preparat besi untuk
meningkatkan absorbsi besi dan menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti teh,
fosfat dan fitrat pada makanan.
5) Menghindari minum susu berlebihan dan meningkatkan makanan yang mengandung kadar besi yang
berasal hewani.
6) Meningkatkan kebersihan lingkungan.
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi penyakit yang dapat ditimbulkan oleh penderita Anemia Defesiensi Besi berat dan
lama dapat menyebabkan gagal jantung, tranfusi darah berulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi sehingga ditimbun dalam berbagai organ ( hepar, limpa, kulit,
jantung ) hemokromatosis, limpa yang besar mudah ruptur kadang disertai tanda hipersplenisme
seperti leukopenia dan trombositopenia. Seperti pada anemia yang lain apabila anemianya berat
maka akan timbul komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi
lain yang mungkin terjadi adalah komplikasi dari traktus gastrointestinal berupa keluhan epigastric
distress atau stomatis.
BAB 1
PENDAHULUAN
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell
mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). 1
Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin,
kemudian hematokrit.1
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini merupakan
bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang.
Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya
merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara
yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan
protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini
di Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama disamping
kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2
Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak,
serta wanita hamil (1-4,9,10) Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa, defisiensi besi
dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu sedikit,
ketidakcukupan besi ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya
zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut
berlangsung lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia.2-8
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan
penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam
bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak
yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh,
menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja serta meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu.2,5
Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya,
sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.1.
Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85 %
penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan
dengan tepat.2
Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA
dan ditandai oleh sel megaloblasti. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara
relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel
gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat. tetapi perkembangan sitoplasmik normal,
sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA
terhadap DNA. Sel-sel awal pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam
sumsum tulang. Dengan demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi
produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah
eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective erythropoiesis). Kebanyakan anemia
megaloblastik disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) dan atau asam folat.2
I.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi, patologi,
patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan prognosis anemia
defisiensi terutama anemia defisiensi besi dan anemia defisiensi asam folat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anemia Defisiensi Besi
A. Definisi
Anemia adalah kadar hemoglobin di bawah normal, patokan WHO (1972) untuk anak sampai
umur 6 tahun kadar Hb di bawah 11.0 g/dl dan untuk anak umur di atas 6 tahun kadar Hb di
bawah 12 g/dl dianggap menderita anemia.3
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Normal: 76-96 c. MCV <76 c disebut mikrositik, sedangkan bila > 96 c disebut
makrositik.
Normal: 27-32 g. Bila MCH <27 g disebut hipokrom, sedangkan bila > 32 g disebut
hiperkromik ( istilah hiperkromik ini sekarang sudah tidak digunakan lagi , karena biasanya
normokromik).
Nilai hematokrit
Normal : 32-37 % . bila MCHC <32 % disebut hipokromik, sedangkan bila > 37 % disebut
hiperkromik
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak
usia sekolah dan anak praremaja.(1,2,4,5) Angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak
usia sekolah (5-8 tahun ) di kota sekitar 5,5% anak praremaja 2,6 % dan gadis remaja yang
hamil 26%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun dikatahui kekurangan besi,
3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika serikat kekurangan besi dan
2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya
berkurang saat pubertas.2,3
Prevalensi Anemia defisiensi besi lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih.
Keadan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam lebih
rendah.2
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi anemia defisiensi besi
pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalensi anemia defisiensi
besi pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. 2
Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi dapat
dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami
hal yang sama seperti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan
protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu
besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA,
neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak
yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler,
imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi
oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh
mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau
sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai
cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya
sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya
mengandung zat besi sekitar 0,5 gram. 2,3,6,8
Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam
bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi
bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal
dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam
tubuh, asam lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.2
Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan
dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung (HCL) vitamin C, asam
amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero
inilah yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai
persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang
disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.
Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero
diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung vitamin
dan fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat
dan fitat menghambat absorpsi besi. 1,3,5Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang
dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali
ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi dalam tubuh
normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel
kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu
pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya
hemosiderosis.6
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun 0,4-2,5
mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7
mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena
dipergunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila
terdapat infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.6
Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut,
tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin
yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin
ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang.
Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. 2
Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya
dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi
menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin,
sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap
disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.
E. ETIOLOGI
Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan
absorpsi besi, diit yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang
hilang.
Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja
kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada
bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi
mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir, bayi prematur dengan pertumbuhan sangat cepat,
pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam
sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan darah
lewat menstruasi.
Infeksi
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang banyak
mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi dalam satu
tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang
mendapat ASI ekslusif jarang menderita kekurangan besi dalam 6 bulan pertama. Hal ini besi
yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang terkandung susu
formula.
Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dari PASI hanya 10%
besi yang dapat diabsorpsi.
Malabsorpsi besi
Keadan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi
parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup
besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat
melalui bagian atas usus halus, tempat utama peryerapan besi heme dan non heme.
3. Perdarahan
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induce enterohepathy, ulkus
peptikum karena obat-obatan ( asam asetil salisilat, kertikosteroid, indometasin, obat AINS)
dan infestasi cacing (Ancylostoma doudenale dan Necator americanus) yang menyerang usus
halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir
masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria.
Pada keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada
paroxysmal Nokturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8
mh/hari.
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium berisiko
menderita ADB.
Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40% remaja
perempuan dan 17 % remaja laki-laki feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna
yang tidak tampak sebagai akibat iskemia hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi
pada 50% pelari.
Ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi:
5,6
a. Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada prematuritas, bayi kembar, bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang anemia, pertumbuhan cepat.
b. Pemberian makanan tambahan yang terlambat, yaitu karena bayi hanya diberi ASI saja.
b. Masukan besi kurang karena tidak mendapat makanan tambahan ( hanya minum susu).
c. Malabsorbsi.
c. Menstruasi berlebihan.
F. PATOFISIOLOGI2
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung lama.
Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan
besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:
1. Tahap petama.
Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan
besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih
normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron limited
erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari
hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erytrocyt
porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang
menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Gejala klinis anemia adalah lemah dan mudah capai atau lelah, berdebar-debar, cepat marah,
nafsu makan berkurang, sesak nafas, bentuk kuku konkaf (spoon- shape nail), glossitis, atropi
papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin mengkilat, mera daging, dan meradang,
sakit kepala pada bagian frontal, tidak panas, kulit pucat merupakan tanda yang penting pada
defisiensi besi, kulit pucat berlangsung kronis, Sklera berwarna biru juga sering, meskipun ini
juga ditemukan pada bayi normal.
Pada defisiensi ringan sampai sedang (Hb 6-10 g/dl) mekanisme kompensasi, seperti
kenaikan 2, 3-difosfogliserat (2,3-DPG) dan pergeseran kurva disosiasi oksigen, mungkin
demikian efektif sehingga sedikit saja keluhan anemia timbul, meskipun mungkin ada
kenaikan iritabilitas. Bila Hb menurun sampai di bawah 5 gr/dl, iritabilitas dan anoreksia
mencolok. Takikardia dan dilatasi jantung terjadi, dan bising sistolik sering ada. Limpa teraba
membesar pada 10-15% penderita. Pada kasus menahun, dapat terjadi pelebaran diploe tulang
tengkorak yang mirip dengan yang telihat pada anemia hemolitik kongenital.
Defisiensi besi dapat mempengaruhi fungsi neurologis dan intelektual. Monoamin oksidase
(MAO), merupakan suatu enzim yang tergantung pada besi dan hormon dan berperan penting
dalam reaksi neurokimia di susunan saraf pusat. Defisiensi besi menyebabkan penurunan
aktivitas enzim seperti katalase dan sitokrom. Katalase dan peroksidase mengandung besi,
tetapi kepentingan biologiknya belum dikatahui benar.
Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV merupakan hal
pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan
diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar
dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena
perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan
hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target,
ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama terjadi
granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.
Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis hanya dapat terjadi pada
penderita dengan perdarahan yang massif. Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan
anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada
bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositpenia 28%.
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC meningkat,
Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin ,
sedangkan TIBC untuk mengetahui jumah transferin yang berada dalam sirkulasi darah.
Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan
cara menghitung Fe serum:TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai
besi ke eritroid sumsum tulang dan penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara
plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) <16 menunjukkan suplai
besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB dapat
ditegakkan, sedangkan pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila
didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat diketahui
kadar Free Erytrcyte Protopoephyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin
porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat
menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin di dalam sel. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit
menunjukan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini.
Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif.
Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum. Bila
kadar feritin < 10-12ug/dl menunjukan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh.
Pada pemeriksaan apusan tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia
sistem ertropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Unutuk mengetahui ada atau tidaknya besi
dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.
I. DIAGNOSIS2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria ( ST, feritin serum dan FEP ) harus
dipenuhi.
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV,
MCH dan MCHC yang menurun Red cell distribution width (RDW) > 17%
2. FEP meningkat
Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV mmeningkat 1%/hari
6. Sumsum tulang
Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi.
Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons
hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6
mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat
dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.2,10
J. DIAGNOSIS BANDING 2
1. Talassemia minor
3. Keracunan timbal
4. Anemia sideroblastik.
K. PENATALAKSANAAN2
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat
diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe
dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama
efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada
pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat
terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat yang
tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah ferrous
sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat, ferrous fumarat dan ferrous
suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. Untuk bayi preparat besi berupa tetes
(drop). .2-4
Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi
elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang dewasa adalah 60 mg
elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120 mg/hari (2 60 mg) pad anemia
sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3
mg/kgBB/hari.2,5
Pada wanita hamil, pemberian folat (500g) dan zat besi (120 mg) akan bermanfaat, sebab
anemia pada kehamilan biasa diakibatkan pada defisiensi ke dua zat gizi tersebut. Tablet
kombinasi yang cocok, mengandung 250 g folat dan 60 mg zat besi, dimakan 2 kali sehari.
Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal berupa
rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai tambahan zat besi yang dimakan
bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut kosong,
meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.2
Pemberian preparat besi parenteral2-4
Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat
menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Oleh karena itu, besi parenteral
diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya : pada kehamilan tua, malabsorpsi berat,
radang pada lambung. Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan
peroral.Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg
besi/ml.
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia
yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi.
Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan
kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan
secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman
sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan
kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian
disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi tukar mengguanakan PRC yang segar.
L. PROGNOSIS2
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi
Diagnosis salah
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap.
Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin
B12, asam folat)
Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus
peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi.)
A. Definisi
Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan asam
folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang
sangat diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari asam folat dan vitamin B12 ialah dalam
metabolisme intraselular. Bila kedua zat tersebut mengalami defisiensi, akan menghasilkan
tidak sempurnanya sintesa DNA. Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi vitamin
tersebut, dan gejala awal ialah anemia megaloblastik.6
A. Epidemiologi
Anemia defisiensi besi sampai saat ini masih merupakan masalah nutrisi di seluruh dunia
terutama di negara berkembang dan diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan
lebih dari setengah menderita ADB.1,2,3 WHO (1968) menyatakan ADB pada bayi dan anak
di negara sedang berkembang dihubungkan dengan kemiskinan, malnutrisi, infeksi malaria,
infestasi cacing tambang, HIV, defisiensi vitamin A dan asam folat.13
B. Etiologi
1. Kekurangan makanan
Misalnya pada kehamilan dapat terjadi anemia megalobalstik yang disebabkan karena diet
yang kurang, sedangkan kebutuhan asam folat dari janin bertambah
Misalnya pada steatore idiopatik, tropical sprue, dan beberapa penyalit gastrointestinal
lainnya
C. Patofisiologi
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan
bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang penting sekali untuk metabolisms inti sel.
DNA diperlukan untuk mitosis sedangkan RNA digunakan untuk pematangan sel. JadI bila
terdapat kekurangan asam folat, banyak sel yang antri untuk memperoleh DNA agar dapat
membelah. Tampak eritropoesis meningkat sampai 3 kali normal. 6
Jumlah asam folat di dalam tubuh 6-10 mg (4-6 mg terdapat dalam hati), sedangkan
kebutuhan setiap hari hanya kira-kira 50g. Sumber asam folat dalam makanan ialah hati,
ginjal, sayur-mayur hijau dan ragi. Hampir semua susu mempunyai kadar asam folat yang
rendah. Susu kambing mempunyai kadar asam folat dan vitamin B12 yang rendah.6
Absorbsi dari asam folat terutama terjadi di usus halus bagian proksimal dan tidak tergantung
pada factor instrinsik seperti pada vitamin B12. Defisiensi asam folat lebih umum terjadi
dibandingkan dengan defisiensi B12 (kobalamin). Asam folat lebih cepat disimpan dan
dihancurkan jika dibandingkan dengan kobalamin, tanpa diet yang tepat akan terjadi anemia
megaloblastik.
Sebelum asam folat menjadi aktif, mula-mula harus direduksi dulu menjadi dihidrofolic acid
(DHFA) dan kemudian menjadi tetrahydrofolic acid (THFA). Selanjutnya dari THFA
direduksi menjadi N5 formyl THFA (faktor sitrovorum). Reaksi yang terakhir memerlukan
suatu reaksi disosiasi antara form iminoglutamic acid (FIGLU) dan asam glutamat. Kelebihan
FIGLU didalam darah akan dikeluarkan bersama urin.
Di dalam percobaan seorang laki-laki dewasa sehat yang diberi diet defisiensi asam folat,
akan terjadi :
1. Kekurangan masukan
Misalnya anemia megaloblastik pada bayi yang umumnya disebabkan karena pemberian susu
tanpa pemberian makanan tambahan secukupnya. Anemia megaloblastik pada kehamilan
umumnya disebabkan karena diet yang kurang, sedangkan kebutuhan asam folat dari janin
bertambah
2. Gangguan absorbsi
Misalnya pada steatore idiopatik, tropical spree, penyakit seliak dan beberapa penyakit
gastrointestinal lainnya.
D. Gambaran klinis
Pada pemeriksaan jasmani hanya terdapat anemia tanpa ikterus. Hepar dan limpa tidak
membesar, pada jantung mungkin dapat didengar murmur sistolik. Dengan demikian dari segi
klinis tidak berbeda dengan anemia defisiensi besi.6
Dibawah ini adalah gejala klinis anemia defisiensi asam folat, walaupun pada setiap anak
dapat timbul gejala klinis yang berbeda-beda. Gejalanya antara lain : 12
- Iritabilitas
- Mudah lelah
- Diare
- Susah berjalan
- Lidah lembek
- Lemah otot
E. Pemeriksaan laboratorium.
Kadar hemoglobin rendah dan gambaran darah tepi makrositik (MCV lebih dari 96 c), serta
terdapat hipersegmentasi neutrofil. Aktifitas asam folat dalam serum rendah (normal 2,1-2,8
ng/ml) dan bila aktifitas asam folat lebih rendah dari 3 ng/ml, maka pemeriksaan FIGLU
dalam urin akan positif. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritripoetik yang
megaloblastik, granulopoetik dan trombopoetik menunjukkan hipersegmentasi dan sel
raksasa. 6
F. Pengobatan
Pada anemia defisiensi asam folat terapi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan intake
asam folat. Biasanya dengan mengkonsumsi suplemen asam folat sebanyak 1 mg setiap hari
akan mengurangi anemia dalam 5 sampai 7 hari. Terapi bisa dilanjutkan sampai asam folat
terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang tepat biasanya hal ini terjadi dalam 1 minggu
sampai 2 bulan. Pengobatan anemia defisiensi asam folat akan sangat berbahaya jika pada
penderita tersebut juga terdapat anemia defisiensi B12 karena defisiensi vitamin B12 dapat
mengakibatkan kerusakan pada system saraf. Pasien yang diberikan terapi anemia defisiensi
asam folat padahal bukan penderita penyakit tersebut pada awalnya akan terlihat membaik
karena gejala klinis yang berkurang. Di lain pihak terjadi kerusakan system saraf akibat
diagnose sebenarnya yaitu anemia defisiensi B12 terlewat. 12
Jika asam folat sudah terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup pasien harus tetap
menjaga jumlah asam folat dalam tubuh dengan mengkonsumsi asam folat dalam jumlah
yang cukup banyak, seperti yang terdapat pada buah jeruk dan sayur-sayuran hijau. Pada
penderita penyakit kronis seperti anemia hemolitik, hipertiroid dan gagal ginjal kronik harus
mengkonsumsi suplemen asam folat sepanjang hidupnya. 12
Kategori
Umur
Bayi
0 sampai 6 bulan
65 micrograms (mcg)
7 sampai 12 bulan
80 mcg
Anak-anak
1 sampai 3 tahun
150 mcg
4 sampai 8 tahun
200 mcg
Laki-laki
9 sampai 13 tahun
300 mcg
Diatas 13 tahun
400 mcg
Perempuan
9 sampai 13 tahun
300 mcg
Diatas 13 tahun
400 mcg
Makanan
Saran penyajian
Asparagus segar
gelas
Broccoli matang
gelas
50 mcg
gelas
50 mcg
Hati
3 oz
100 mcg
100 mcg
Jeruk
1 biji
40 mcg
Jus jeruk
1 gelas
100 mcg
Bayam segar
1 gelas
100 mcg
gandum
gelas
100 mcg
Nb : Sayuran matang cenderung menjadi lebih kecil. Satu gelas sayuran masak lebih berat
daripada 1 gelas sayuran mentah maka dari itu jumlah asam folatnya masing-masing berbeda.
Sebaiknya mengkonsumsi sayuran mentah atau yang dikukus karena proses memasak
menghilangkan asam folat dalam sayuran tersebut. Jus jeruk atau jus kaya vitamin c lainnya
dapat meningkatkan jumlah asam folat yang dapat diserap oleh tubuh. Multivitamin jarang
mengandung asam folat.
BAB III
KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak
usia sekolah dan anak praremaja. Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi
sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi , kebutuhan
besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.Prognosis baik apabila penyebab
anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian
dilakukan penanganan yang adekuat
Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan asam
folat.
Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang
sangat diperlukan bagi tubuh. Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia
megaloblastik.
Jumlah asam folat di dalam tubuh 6-10 mg (4-6 mg terdapat dalam hati), sedangkan
kebutuhan setiap hari hanya kira-kira 50g.
Absorbsi dari asam folat terutama terjadi di usus halus bagian proksimal dan tidak tergantung
pada factor instrinsik seperti pada vitamin B12.
Pada anemia defisiensi asam folat terapi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan intake
asam folat
DAFTAR PUSTAKA
3. Behram K. A., Anemia defisiensi besi, Ilmu Kesehatan Anak, Nelson, Vol 2, ed. 15 bahasa
Indonesia, EGC: Jakarta, 2000; hal 1691-1694.
4. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam : kapita selekta
hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.
5. Panduan Pelayanan Medis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSCM, Februari 2005; hal
1-7.
6. Staf pengajar FKUI, Hematologi, Ilmu kesehatan anak, Penerbit FKUI: Jakarta, 1985.
8. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta, 1995; hal
236-237.
11. Goerge N, Ioannou, Specter J.dkk, Prospective Evaluationof Clinical Guideline for the
Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia, The American Journal of Medicine
by Excerpta Medica. Inc. 2002 ; p.281-287.
12. Poore R, dkk, Folid acid Defeciency Anemia, last updated March 2, 2007. Available at
www.healthwise.com. Diakses tanggal 4 desember 2008
13. Lubis B, Pencegahan anemia sejak bayi sebagai salah satu upaya optimalisasi fungsi
kognitif anak pada usia sekolah. Last updated 02-09-2008. Available at www.elibrary fk-
usu.com. diakses tanggal 6 desember 2008
Labels: medical stuff