1 Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Sudah Menikah
Agama : Islam
Alamat : Tanah Tinggi RT 10/RW 10
No. RM : 134161
Ruangan : Wijaya Kusuma - Cempaka
Tgl masuk RS : 7 Juli 2010
Tgl keluar RS : 14 Juli 2010
2. Anamnesa
2.1. Keluhan utama : Kaki kiri nyeri dan bengkak 10 hari SMRS
1
Pasien sudah ke dokter dan diberi obat glibenklamid yang diminum pagi dan
malam sebelum makan.
Penyakit asma, penyakit jantung, dan darah tinggi disangkal pasien, tidak
ada riwayat pernah dirawat dan di operasi sebelumnya.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 130/80 mmhg
Freukuensi nadi : 64 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 36.4 °C
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 50 kg
3.1. Kepala
Bentuk : Normocephal, simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- ,
pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang,
membran timpani intak, serumen (-)
Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi,
Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.
Mulut : Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil
tidak hiperemis.
2
3.2. Leher
Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-)
Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-)
JVP tidak meningkat
3.5. Abdomen
Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Seluruh lapang abdomen timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
3.6. Ekstremitas
Superior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/+) , ulkus pada telapak
kaki kiri 2 x 1 cm
3
3.7. Genitalia
Laki-laki, tidak ada kelainan
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan glukosa darah (6 Juli 2010)
Glukosa darah Puasa 222 mg/dL
Glukosa darah 2 jam PP 342 mg/dL
5. Diagnosis Sementara
Ulkus Diabetes Pedis Sinistra
Diabetes Mellitus tipe II
6. Diagnosis Banding
-
7. Penatalaksanaan
Diet DM 1700 kalori
IVFD RL 20 tetes/menit
Injeksi Humalog 3 x 6 IU
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram
Tablet Nonflamin 2 x 1
Plan : kultur pus
Konsultasi dokter bedah umum
8. Prognosis
Ad bonam
Pemeriksaan anjuran:
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Glukosa darah Puasa dan 2 Jam PP
3. Tes fungsi hati dan ginjal
4. Pemeriksaan masa perdarahan dan masa pembekuan
5. Foto thoraks PA dan EKG
Hasil Konsultasi dengan Dokter Spesialis Bedah Umum (7 Juli 2010)
4
1. Rawat bersama
2. Rencana debridement jika kadar glukosa darah < 200 mg/dl
3. Perawatan luka 2 kali/hari : gentamycin + betadine + NaCl + ganti verband
4. Terapi dilanjutkan ditambah flagyl suppositoria 3 x 1
5. Rencana foto pedis sinistra AP & lateral
5
FOLLOW UP
6
E– CT 12’ prosimal dan distal
Staf 1 % Glukosa darah digiti 1 sampai ke
Segmen 71 % (mg/dL) interphalanx proximal
Limfosit 25% Puasa : 206 digiti 1-2 dan 2-3
Monosit 2 % 2PP : 292 foto thoraks : dbn
LED 113 EKG : dbn
Ureum 26
Creatinin 0,77
SGOT 21
SGPT 30
GDS 159 mg/dL
Penatalaksanaan IVFD RL 20 tpm IVFD RL 20 tpm IVFD RL 20 tpm IVFD RL 20 tpm IVFD RL 20 tpm Debridement IVFD RL 30 tpm Inj. Actrapid 3
Inj. Humalog 3 Inj. Humalog 3 x 6 Inj. Humalog 3 x 10 Inj. Humalog 3 x Inj. Humalog 3 x IVFD RL 30 tpm Inj. Actrapid 3 x 20 IU
x 6 IU IU IU 10 IU 15 IU Inj. Humalog 3 x 15 IU x 20 IU
Inj. Cefotaxime Inj. Cefotaxime 2 x 1 Inj. Cefotaxime 2 x 1 Inj. Cefotaxime Inj. Cefotaxime 2 Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Inj. Cefotaxime
2 x 1 gr gr gr 2 x 1 gr x 1 gr Inj. Ranitidine 3 x 1 3 x 1 gr
Nonflamin 2 x 1 Nonflamin 2 x 1 Nonflamin 2 x 1 Nonflamin 2 x 1 Nonflamin 2 x 1 amp Inj. Ranitidine 3
Flagyl supp 3 x Flagyl supp 3 x 1 Flagyl supp 3 x 1 Flagyl supp 3 x Flagyl supp 3 x 1 Drip Cefalexim 3 x 1 x 1 amp
1 Ganti verband Ganti verband 1 Ketorolac 3 x 1 gr Drip Ketorolac
Ganti verband (gentamycin + (gentamycin + Ganti verband Ganti verband Flagyl supp 3 x 1 3 x 1 gr
(gentamycin + betadine + NaCl) betadine + NaCl) (gentamycin + (gentamycin + Ganti verband Drip Novalgin 2
betadine + NaCl) 2x/hari 2x/hari betadine + NaCl) betadine + NaCl) (gentamycin + betadine Ampul/hari
2x/hari Ambil pus → kultur 2x/hari 2x/hari + NaCl) 2x/hari Flagyl supp 3 x
Plan : kultur pus 1
Ganti verband
(gentamycin +
betadine + NaCl)
2x/hari
7
ANALISA KASUS
Anamnesa pada pasien ini didapatkan keluhan kaki kiri nyeri dan bengkak sejak 10 hari
SMRS. Nyeri dirasakan setelah memakai sandal refleksi selama 1 minggu. Pasien juga
mengeluh sulit tidur. Pasien mengatakan pada telapak kaki kiri awalnya kemerahan lalu
terdapat bercak putih yang tengahnya berwarna kuning. Pasien mengeluh kaki kiri sering
kesemutan dan telapak terasa baal sebelum memakai sandal Pasien sudah ke dokter klinik 2
hari SMRS dan pada bercak putih tersebut dilubangi kemudian keluar nanah. Pasien
mendapat antibiotik dan obat penghilang rasa nyeri. Pasien mengaku sakit kencing manis
sejak 1 tahun yang lalu dengan keluhan sering lapar, haus dan buang air kecil (± 5 kali)
pada malam hari. Pasien sudah ke dokter dan diberi obat glibenklamid yang diminum pagi
dan malam sebelum makan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 64 x/menit,
pernapasan 30 x/menit, suhu 36.4 °C, konjungtiva tidak anemis, akral hangat, sianosis (-),
edema kaki kiri, ulkus pada telapak kaki kiri 2 x 1 cm, pemeriksaan leher, thoraks,
abdomen, genitalia dalam batas normal.
8
Limfosit 25%
Monosit 2 %
LED 113
Oleh karena itu, diagnosis yang ditegakkan adalah ulkus diabetes pedis sinistra dan
diabetes mellitus tipe II.
9
Pemberian terapi awal pada pasien ini adalah :
1. Diet DM 1700 kalori
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj. Humalog 3 x 6 IU
4. Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr
5. Nonflamin 2 x 1
6. Flagyl supp 3 x 1
7. Ganti verband (gentamycin + betadine + NaCl) 2x/hari
Nonflamin 2 x 1
Nyeri dan bengkak
Inj. Humalog 3 x 6 IU
Glukosa darah puasa : 222 mg/dL
Glukosa darah 2 jam PP : 342 mg/dL
10
PEMBAHASAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi, fungsi atau kerja insulin atau keduanya.
DM diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan onset yaitu DM tipe I, DM tipe II, diabetes
gestasional, DM tipe lain.
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk,
diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025
diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen
Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit
menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita
diabetes gestasional. Data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dari berbagai
penelitian epidemiologis sebagaimana diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perkeni dr
Sidartawan Soegondo SpPD KE menunjukkan, sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes
pada penduduk di atas usia 15 tahun adalah 1,5-2,3%. Penelitian tahun 1991 di kota Surabaya
mendapatkan prevalensi 1,43% pada penduduk di atas 20 tahun. Di pedesaan Jawa Timur
tahun 1989, prevalensinya 1,47%. Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi diabetes dari 1,7% (1982) menjadi 5,7% (1993). Sementara di Depok
dan Jakarta, tahun 2001 angkanya 12,8%. Prevalensi diabetes di Makassar meningkat dari
1,5% (1981) menjadi 2,9% (1998).
Etiologi DM tipe 1 adalah destruksi sel beta karena autoimun atau idiopatik, DM tipe 2
bervariasi mulai dari resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes gestasional terjadi akibat menurunnya
produksi hormon insulin selama kehamilan dan DM tipe lain diakibatkan oleh penyakit
seperti pankreatitis, infeksi, obat dan lain-lain.
Diagnosis klinis DM umumnya dapat ditegakkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuri,
polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan
lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada perempuan. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
11
DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL juga digunakan untuk
patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa
darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL pada hari yang
lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan ≥ 200 mg/dL.
Pengobatan diabetes dapat berupa terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non
farmakologis dapat berupa pengaturan pola makan yang berdasarkan status gizi diabetesi dan
latihan jasmani.Terapi farmakologis berupa penyuntikan insulin, obat hipoglikemik oral
seperti glibenklamid, metformin, acarbose dan lain-lain.
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (cauda) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan (corpus) yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya
menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
(2). Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 –
225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
12
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel α jumlahnya sekitar 20 – 40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai aktivitas anti-insulin.
Masing – masing sel tersebut dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di
bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak
mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel β sering ada tetapi berbeda
dengan sel beta yang normal dimana sel β tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk
insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai
ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7
dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin disintesis sel β pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang
berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar
glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml
darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi
insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
13
Patofisiologi
Klasifikasi
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet
maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah reaksi autoimun
yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimuni tersebut dapat dipicu oleh adanya
infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
14
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan ketoasidosis diabetikum bisa menyebabkan
koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga) juga
diperlukan.
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi
aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan
kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk
pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).
Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka
di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil
yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)
biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat
glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglikemia, dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang
tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,
penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
15
DM tipe II juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistensi
insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglikemia dapat diatasi
dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar. Namun, semakin parah penyakit, sekresi insulin pun
semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral
diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin dalam kaitan
dengan pengeluaran adipokines yang merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan kira-kira
90% dari pasien dunia dan didiagnosis DM tipe II.
Diabetes tipe II awalnya diobati dengan cara perubahan pola hidup berupa olahraga, diet
(umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Hal ini dapat
mengembalikan kepekaan hormon insulin. Langkah berikutnya adalah penggunaan obat
hipoglikemik oral yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin
(sulfonylureas) dan menurunkan produksi glukosa hati serta meningkatkan penggunaan
glukosa oleh sel usus (metformin), dan meningkatkan aktivitas hormon insulin
(thiazolidinediones). Jika gagal, pengobatan dengan hormon insulin diperlukan untuk
memelihara kadar glukosa darah sampai atau mendekati normal.
9. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional (gestational diabetes) atau diabetes melitus pada kehamilan melibatkan
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup dan terjadi selama
kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. Diabetes
gestasional bersifat temporer dan harus diterapi. Jika tidak diterapi dapat menyebabkan
permasalahan dengan kehamilan, termasuk makrosomia, janin cacat dan menderita penyakit
jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Peningkatan kadar hormon insulin pada janin menyebabkan penurunan produksi surfaktan,
hiperbilirubinemia sampai kematian. Seksio cesaria mungkin dilakukan jika terdapat
16
kesulitan saat melahirkan normal akibat makrosomia seperti distosia bahu serta indikasi
gawat janin.
DM tipe lain disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, kerja insulin juga penyakit
eksokrin pankreas seperti pankreatitis, trauma/pankreotomi dan lain-lain. Selain itu, tipe ini
juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat seperti glukokortikoid, tiazid serta infeksi virus
CMV dan lainnya. Pada sindrom Klinefelter, Down, Turner dan lainnya juga dapat terjadi
DM tipe ini.
Diagnosis
17
Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Penderita diberi beban glukosa dan kemampuan penderita terhadap beban glukosa tersebut
dimonitor dengan mengukur kadar glukosa terhadap waktu.
Persiapan Penderita :
1. Minimal 3 hari sebelum tes pasien diet karbohidrat minimal 150 g/hari
2. Obat yang mempengaruhi glukosa dalam darah dihindari atau dikurangi.
3. Sebelum dilakukan test, pasien puasa 10-12 jam, maksimal 16 jam.
Beban Glukosa :
1. 75 gr glukosa dilarutkan dalam 300 cc air (konsentrasi glukosa 25 g/dL)
2. untuk anak-anak, 1,75 gram per berat badan ideal
Pelaksanaan Tes :
1. Ambil darah puasa (kadar glukosa darah) dan urin (kadar glukosa tereduksi)
2. Beban glukosa 75 gr/ 300 cc air harus habis dalam 5 menit
3. Ambil darah dan urin setiap 30 menit sampai dengan 3 jam
Penatalaksanaan
1. Non-farmakologi
= Pengubahan pola hidup
Makanan
A. Diet sesuai kebutuhan gizi diabetesi
Karbohidrat : 60 – 70 %
Protein : 15 – 20 %
Lemak : 15 – 20%
B. Penghitungan jumlah kalori
Penghitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya
penyakit akut dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat memakai indeks
massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Berat Badan (BB)
Indeks Massa Tubuh =
Tinggi Badan (TB)2
18
IMT Status gizi
< 18.5 Berat badan kurang
18.5 – 22.9 Berat badan Normal
≥ 23.0 Berat badan lebih
23 – 24.9 Dengan resiko
25 – 29.9 Obes I
≥ 30 Obes II
Kebutuhan kalori :
♂ : BBI x 30 kalori
♀ : BBI x 25 kalori
Koreksi atau penyesuaian :
Umur di atas 40 tahun -5%
Aktivitas ringan (duduk, nonton tv, dll) + 10 %
Aktivitas sedang (kerja kantor, dokter) + 20 %
Aktivitas berat (olahragawan, kuli) + 30 %
BB gemuk - 20 %
BB lebih - 10 %
BB kurus + 20 %
Proses metabolik (infeksi, post op,stroke) + 10 – 30%
Hamil trimester I & II + 300 kalori
Hamil trimester III, menyusui + 500 kalori
Makanan dibagi dalam porsi besar untuk makan pagi (30 – 35%), siang (30%),
malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%)
Olah raga
Frekuensi : 3-5 x/minggu
Intensitas : ringan dan sedang
Durasi : 30 – 60 menit
Jenis : jalan, jogging, berenang, bersepeda
4. Farmakologi
Insulin
Sediaan :
19
o Dosis rendah : orang kurus dan tua
o Dosis Medium: berat badan ideal
o Dosis Tinggi : berat badan lebih & obesitas
o Dosis Sangat Tinggi : infeksi & menggunakan steroid
20
Komplikasi
Retinopati
nefropati
dislipidemia
hipertensi
koma diabetikum
ketosis
ketoasidosis diabetikum
neuropati
kaki (ulkus) diabetikum
Ulkus diabetikum
21
Ulkus Diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam – hitaman dan berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai.
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi :
2. Faktor endogen
1. Genetik, metabolik
2. Angiopati diabetik
3. Neuropati diabetik
1. Faktor eksogen
4. Trauma
5. Infeksi
6. Obat
Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia yaitu
teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu
dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan
enzim aldose-reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan menumpuk dan
menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
22
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angiopati, neuropati
dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi
nyeri pada kaki sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa dan mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki. Gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki
sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki. Apabila sumbatan darah
terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh. Infeksi sering merupakan komplikasi yang
menyertai ulkus diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus diabetikum.
Manifestasi klinis
Ulkus diabetikum akibat mikroangiopati disebut juga ulkus panas walaupun terjadi nekrosis.
Daerah akral tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi
arteri dibagian distal. Proses mikroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralisis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine :
Klasifikasi
Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam derajat
menurut Wagner, yaitu :
23
Tingkat Keterangan
0 tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk
kaki "claw,callus"
I ulkus superficial terbatas pada kulit
II ulkus dalam (menembus tendon atau tulang)
III abses dalam dengan atau tanpa osteomielitis (infeksi)
IV ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitis (gangren pada 1-2 jari kaki)
V ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai (gangren luas)
Penatalaksanaan
Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap
ulkus itu sendiri.
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang
dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki serta
pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh
menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita resiko tinggi adalah kuku harus dipotong
secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar.
Tingkat
Penanganan
0
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara
pencegahan.
I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan
pengurangan beban.
II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan
pengurangan beban yang lebih berarti.
III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih
ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.
24
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo,Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Umami, Vidhia. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
http://id.wikipedia.org/diabetes_mellitus
25
26