Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KEGIATAN

LAPORAN F5. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR


DAN TIDAK MENULAR

Topik : Penyuluhan Skabies

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Cebongan
Kota Salatiga

Disusun oleh:
dr. Taqiudin Miftakhurrohman

Periode April 2019 – Juli 2019


Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2018 - November 2019

0
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


Laporan F5. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
DAN TIDAK MENULAR

Topik:
SKABIES

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus sebagai
bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas
Cebongan Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Mei 2019

Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping

dr. Taqiudin Miftakhurrohman dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (telur, feses).1 Skabies mempengaruhi
semua umur, ras, dan tingkat sosial ekonomi di seluruh dunia. Sebuah host yang
terinfestasi biasanya menampung antara 3 dan 50 tungau betina, namun jumlahnya
mungkin sangat bervariasi di antara individu-individu. Tingginya prevalensi skabies di
negara berkembang disebabkan oleh kemiskinan, status gizi buruk, tuna wisma, dan
kebersihan yang buruk.2
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua daerah, semua
kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung
(skin-to-skin) ataupun tak langsung (pakaian, tempat tidur yang dipakai bersama).
Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan masalah sosial, sanitasi
yang buruk, dan negara miskin. Angka kejadian skabies tinggi di negara dengan iklim
panas dan tropis. Skabies endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin.
Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene buruk, salah
diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.3

B. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan tidak menular,
yaitu melakukan intervensi dalam upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat
mengenai skabies, dilakukan rencana pelaksanaan penyuluhan. Sasaran peserta adalah
santri Pondok Pesantren An-Nida’, Salatiga. Penyuluhan dilakukan dengan memberikan
pengarahan tentang pengertian, faktor resiko, gejala dan tanda, serta pencegahan dan
penanggulangan terhadap skabies. Selain itu diajarkan pola hidup bersih dan sehat.
Setelah penyuluhan selesai dilanjutkan dengan sesi diskusi tanya jawab.

C. PELAKSANAAN
Penyuluhan dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan dari Puskesmas Cebongan
yang dilaksanakan di Ruang Aula Pondok Pesantren An-Nida pada tanggal 29 April
2019. Penyuluhan mengenai skabies dilaksanakan pada pukul 18.00 WIB dan berakhir
pada pukul 19.30 WIB. Pada penyuluhan ini disampaikan materi tentang skabies,
meliputi :
1. Pengertian skabies
2. Penyebab skabies dan penyebarannya
3. Faktor resiko penularan skabies
4. Diagnosis klinis skabies (Gejala dan Tanda)
2
5. Pencegahan dan penanganan skabies

D. MONITORING DAN EVALUASI


1. Kegiatan : Penyuluhan di Ruang Aula Pondok Pesantren An-Nida pada tanggal 29
April 2019.
2. Sasaran : Santri pondok pesantren An-Nida Salatiga
3. Monitoring :
Penyuluhan mengenai skabies diikuti oleh santri pondok pesantren An-Nida, Salatiga.
Acara berjalan dengan baik dan lancar. Para peserta menyimak dengan baik
penjelasan tentang demam berdarah dengue, dan berperan aktif pada sesi diskusi
tanya jawab dilakukan setelah penyuluhan.
4. Evaluasi :
Sebagian besar peserta sudah dapat memahami mengenai pengertian, faktor resiko,
diagnosis klinis dan PSN untuk demam berdarah dengue.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. SKABIES

1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (telur, feses).1,2 Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili Sarcoptidae. Infeksi ini

3
terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui
benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).3

2. Epidemiologi
Skabies mempengaruhi semua umur, ras, dan tingkat sosial ekonomi di seluruh
dunia. Prevalensi penderita scabies sangat bervariasi dengan beberapa negara terbelakang
memiliki tingkat dari 4% sampai 100% populasi umum. Sebuah host yang terinfestasi
biasanya menampung antara 3 dan 50 tungau betina, namun jumlahnya mungkin sangat
bervariasi di antara individu-individu.4
Tingginya prevalensi skabies di negara berkembang disebabkan oleh kemiskinan,
status gizi buruk, tuna wisma, dan kebersihan yang buruk. Di negara berkembang,
prevalensi skabies lebih tinggi pada anak-anak dan remaja diabndingkan orang dewasa
Skabies pada laki-laki sama dengan pada perempuan.6
Tingkat skabies tertinggi di dunia ditemukan di negara-negara kepulauan Pasifik.
Dalam survei berbasis populasi di Fiji, 24% prevalensi penderita scabies tertinggi,
terutama pada anak-anak. Fiji mendokumentasikan insiden skabies pada 51 kasus per 100
orang per tahun.5

3. Etiologi
Skabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei. Secara morfologik
merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata
(Gambar 1). Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya
yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.2

4
Gambar 1. Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei betina

4. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.2
Skabies adalah gangguan pruritus yang sangat intens yang disebabkan oleh respons
imun alergi terhadap infestasi kulit oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tungau betina
menembus kulit dan menggali liang di daerah stratum korneum / epidermal. Selama 2-3
minggu berikutnya, ia meletakkan 3-4 butir telur setiap hari, yang menetas setelah 3-4
hari. Larva baru menetas keluar dari liang dan muncul di permukaan kulit dan berkembang
sampai mencapai tahap dewasa.6
Liang betina ditemukan terutama di daerah hiperkeratotik di sisi tangan dan jari,
pada pergelangan tangan, juga pada siku, kaki (terutama bayi), alat kelamin, bokong, di
sekitar puting susu dan di aksila.4,6
Respons alergi biasanya dimulai 3-4 minggu setelah infestasi awal dengan tungau
dan disertai dengan pruritus. Rasa gatal dapat mempengaruhi seluruh bagian tubuh dan
semakin hebat pada malam hari. Penderita yang telah terinfeksi lebih dari sekali mulai
menunjukkan gejala dalam satu atau dua hari.

5
Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabiei

Infeksi sekunder sering terjadi. Lesi nodular berkembang pada sekitar 7% pasien
skabietik. Lesi muncul saat skabies aktif dan terdiri dari nodul, bulat, coklat kemerahan,
halus, berdiameter 5-8 mm dan gatal. Nodul tersebut dapat berkembang pada lipatan
depan aksila dan selangkangan. Nodul telah dianggap sebagai reaksi sistem
retikuloendotelial terhadap antigen tungau.6

5. Diagnosis
a. Gambaran Klinis
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :2
1) Pruritus Nocturna
Artinya adalah gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.1 Hal ini disebabkan karena
meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.2
2) Menyerang Manusia secara Berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah

6
pemukiman yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan diserang oleh tungau tersebut. Di dalamkelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit, namun tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa(carrier) bagi individu
lain.2
3) Adanya Terowongan (Kunikulus)
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel (Gambar
3). Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dll). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus,
bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.2

Gambar 3. Terowongan pada penderita skabies17

Gambar 4.Gambaran klasik Skabies3

4) Menemukan Sarcoptes scabiei


Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik.Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.Akan tetapi, kriteria yang
7
keempat ini agak sulit ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada
umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik.2,3

Gambar 5. Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei15


6. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita
sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan.
Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal
sign.10 Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya
yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan skalpel steril yang bertujuan
untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di
gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya
kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit.Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakanpositif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang
khas berupa garis menyerupai bentuk S.
d. Membuat biopsi irisan (Epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian
dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial menggunakan pisau dan berhati-
hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas
kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah
mikroskop. Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and Eosin. (Gambar 7)
8
Gambar 7. Sarcoptes scabiei dalam epidermis 12
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.

7. Penatalaksanaan
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dimulai dari leher ke bawah hingga ke jari-jari kaki,
dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar
kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan
kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Karena gejala skabies disebabkan reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau dan feses, pasien harus diinformasikan bahwa walaupun
telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 2 minggu, meskipun tungau dan telur telah mati. Jika tidak diberikan
penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan
kemudian akan menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Jika gatal masih
menetap lebih dari 2-4 minggu setelah pengobatan atau jika muncul terowongan baru atau
lesi ruam seperti jerawat terus muncul, maka dibutuhkan pengobatan ulang.Pasangan
seksual dan orang lain yang memiliki riwayat kontak skin to skin dengan pasien pengidap
skabies dalam waktu 1 bulan sebaiknya diperiksakan dan jika terbukti maka diobati.
Semua orang yang berisiko sebaiknya diobati dalam waktu yang sama untuk mencegah
reinfestasi.7

9
a. Penatalaksanaan Non-medikamentosa
Edukasi pada pasien skabies :
1) Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2) Pengobatan skabisid topikal yang dioleskan di seluruh kulit, kecuali wajah,
sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur
3) Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan
4) Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam dengan air panas karena tungau akan mati pada suhu
130oC
5) Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah
6) Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid dan tidak
boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu
sampai dengan 4 minggu yang akan dating
7) Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang
sama dan ikut menjaga kebersihan7

b. Penatalaksanaan medikamentosa
1. Permethrin 5% cream.
2. Lindane (gamma benzene hexachloride) 1% lotion or cream.
3. Benzyl benzoate 10% and 25% lotion or emulsion.
4. Malathion 0.5% lotion.
5. Monosulfiram 25% lotion.
6. Crotamiton 10% cream.
7. Precipitated sulphur 2%–10% ointment.
8. Esdepallethrine 0.63% aerosol.
9. Ivermectin 0.8% lotion.
10. Oral drug : Ivermectin.

10
Tabel 1. Pengobatan Skabies
Jenis Obat Dosis Keterangan

Krim Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di


Permetrin 5% diulangi selama 7 hari. Amerika Serikat dan
kehamilan kategori B.
Lotio Lindan Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada
1% setelah itu dibersihkan, anak umur 2 tahun kebawah,
olesan kedua diberikan 1 wanita selama masa
minggu kemudian. kehamilan dan laktasi.
Krotamiton Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus
10% berturut-turut, lalu diulangi tetapi efektifitasnya tidak
dalam 5 hari. sebaik topikal lainnya.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari
presipitat 5- dibersihkan. 2 bulan dan wanita dalam
10% masa kehamilan dan laktasi,
tetapi tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data
efisiensi obat ini masih
kurang.
Lotio Benzil Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat
Benzoat 10% dibersihkan menyebabkan dermatitis pada
wajah
Ivermektin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang
mcg/kg diulangi pada hari ke-14 tinggi dan aman. Dapat
digunakan bersama bahan

11
topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus skabies
berkrusta dan skabies
resisten.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Currie JB, McCarthy JS. Permetrin dan Ivermektin untuk Skabies. New England J
Med. 2010; 362: p. 718.
2. Handoko,PR. Skabies. In: Djuanda, Adi, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed 6.
Jakarta. FK UI; 2010.p.122-3.
3. Chosidow O. Skabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-23.
4. Stone, S.P., Jonathan N.G., Rocky E.B., 2008, In: Fitzpatrick,s Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill, pp. 2030-31.
5. Haar K, dkk. Scabies community prevalence and mass drug administration in two
Fijian villages. International Journal of Dermatology. 2013 pp 1-7
6. Mumcuogly KY, Gilead L. Treatment of scabies infestations. Parasite Journal. 2008
pp 248-251.
7. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.
2005; 81: p. 8 – 10
8. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis In: Wolff
K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.

13
LAMPIRAN

14

Anda mungkin juga menyukai