Anda di halaman 1dari 8

C.

Hepatitis Neonatal
A. Definisi Hepatitis Neonatal

Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar terhadap
berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alkohol. Hepatitis adalah infeksi sistemik
yang dominan menyerang hati.
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam bahasa
awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal definisi lever itu sendiri
sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ hati,bukan penyakit hati. Namun
banyak asumsi yang berkembang di masyarakat mengartikan lever adalah penyakit radang
hati. sedangkan istilah sakit kuning sebenarnya dapat menimbulkan kercunan, karena tidak
semua penyakit kuning disebabkan oleh radang hati, teatapi juga karena adanya peradangan
pada kantung empedu.

Neonatal hepatitis merupakan peradangan hati yang terjadi pada awal masa bayi,
biasanya satu sampai dua bulan setelah lahir. Sekitar 20 persen dari bayi yang mengalami
hepatitis neonatal terinfeksi dengan virus yang menyebabkan peradangan hati baik sebelum
lahir dari ibunya, atau segera setelah lahir. Virus yang dapat menyebabkan hepatitis
neonatal pada bayi termasuk sitomegalovirus, rubella (campak), dan hepatitis A, B dan C.
Dalam 80 persen yang tersisa per bayi yang terkena, tidak ada penyebab spesifik yang
dapat diidentifikasi, tetapi banyak ahli menduga bahwa hal itu merupakan ulah virus.

B. ETIOLOGI HEPATITIS NEONATAL

Hepatitis hampir selalu disebabkan oleh virus hepatitis B. Infeksi biasanya ditularkan
dari ibu selama proses persalinan berlangsung. Hepatitis biasanya tidak ditularkan selama
bayi berada dalam kandungan karena virusnya tidak mudah melewati plasenta(ari-ari). Bayi
dengan hepatitis neonatal yang disebabkan oleh hepatitis sitomegalovirus, rubella atau virus
dapat menularkan infeksi kepada orang lain yang datang dalam kontak dekat dengan mereka.
Bayi-bayi dapat terinfeksi dalam kontak dengan wanita hamil karena mungkin bahwa wanita
bisa menularkan virus kepada anaknya yang belum lahir. cara penularan vertikal terjadi dari Ibu
yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera
setelah persalinan.

C. GEJALA HEPATITIS NEONATAL


Bayi dengan hepatitis neonatal biasanya memiliki penyakit kuning (mata kuning dan
kulit) yang muncul di 1-2 bulan. Jaundice terjadi ketika aliran empedu dari hati tersumbat
karena adanya peradangan atau obstruksi saluran empedu. Selama empedu penting dalam
pencernaan proses lemak dan penyerapan vitamin ikut larut dalam lemak, anak dengan
hepatitis neonatal mungkin tidak bisa menambah berat badan ataupun tumbuh secara normal.
Bayi juga akan memiliki pembesaran hati dan limpa.
Gejala-gejala hepatitis neonatal adalah sama dengan yang lain terkait dengan penyakit
hati bayi disebut atresia bilier. Pada bayi dengan atresia bilier, saluran empedu semakin
hancur karena alasan yang kurang dipahami. Meskipun bayi dengan atresia bilier juga kuning
dengan pembesaran hati, umumnya ada pertumbuhan normal dan limpa tidak meradang.
Selain gejala, biopsi hati dan tes darah diperlukan untuk membedakan atresia bilier dari
hepatitis neonatal.
Sebagian besar bayi yang terinfeksi akan mengalami hepatitis kronis (hepatitis menahun)
yang biasanya baru menimbulkan gejala pada masa kanak-kanak. Hepatitis pada bayi baru
lahir merupakan suatu penyakit yang serius, 25% dari penderita akhirnya meninggal.
Pada bayi yang terinfeksi kadang ditemukan gejala berikut:
1. Pembesaran hati (hepatomegali)
2. Ascites (penimbunan cairan di dalam perut)
3. Sakit kuning (jaundice) akibat peningkatan kadar bilirubin.

D. EPIDEMIOLOGI HEPATITIS NEONATAL


Penularan Hepatitis B terjadi melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan
darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B. Penularan biasanya terjadi melalui beberapa cara
antara lain, penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah,
jarum suntik, maupun penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-
sama. Di dunia, setiap tahun sekitar 10-30 juta orang terkena penyakit Hepatitis B. Walaupun
penyakit Hepatitis B bisa menyerang setiap orang dari semua golongan umur tetapi umumnya
yang terinfeksi adalah orang pada usia produktif. Ini berarti merugikan baik bagi si penderita,
keluarga, masyarakat atau negara karena sumber daya potensial menjadi berkurang. Hepatitis
B endemik di China dan bagian lain di Asia te rmasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di
kawasan ini bisa terinfeksi Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-
10 persen populasi orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Penyakit hati yang
disebabkan Hepatitis B merupakan satu dari tiga penyebab kematian dari kanker pada pria,
dan penyebab utama kanker pada perempuan. Infeksi tersembunyi dari penyakit ini membuat
sebagian besar orang merasa sehat dan tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi dan
berpotensi untuk menularkan virus tersebut kepada orang lain. Penderita penyakit itu
umumnya tidak mengalami gejala tertentu yang khas, dan baru bisa diketahui melalui tes
kesehatan. Oleh karena itu, penderita dan kelompok yang memiliki faktor risiko hepatitis B
perlu menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Presiden Perkumpulan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Prof Dr Laurentius A
Lesmana, mengungkapkan tingkat prevalensi penyakit hepatitis B di Indonesia sebenarnya
cukup tinggi. Secara keseluruhan jumlahnya mencapai 13,3 juta penderita. Berdasarkan data
dari Profil Kesehatan Provinsi tahun 2003 (lampiran), di Indonesia jumlah kasus Hepatitis B
sebesar 6.654 sedangkan di Sumbar 649, berada pada urutan ke tiga setelah DKI Jakarta
dan Jatim.Dari sisi jumlah, Indonesia ada di urutan ketiga setelah Cina (123,7 juta) dan India
(30-50 juta) penderita. Tingkat prevalensi di Indonesia antara 5-10%.
Pada level dunia, penderita hepatitis B memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Menurut
Prof Lesmana, jumlah penderita hepatitis B di kawasan Asia Pasifik memang lebih banyak
dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Hal itu bisa terjadi karena di
Eropa atau Amerika, hepatitis B diderita oleh orang dewasa. Sedangkan di Asia Pasifik
umumnya diidap oleh kalangan usia muda. Pertumbuhan penderita hepatitis B tersebut, lanjut
Prof Laurentius dipengaruhi oleh masalah demografi, social dan faktor lingkungan. Di sisi
lain juga karena faktor virus yaitu genotip dan mutasi virus. Secara genotip, Indonesia
merupakan daerah menonjol untuk jenis hepatitis B dan C.
Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis
lainnya. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular :
1. Secara vertikal, terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang
dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
2. Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga,
tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama
serta hubungan seksual dengan penderita.
Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes
terlebih dulu apakah darah yang diterima terkena reaktif Hepatitis, Sipilis terlebih-lebih
HIV/AIDS.

E. PATOFISIOLOGI HEPATITIS NEONATAL


Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal, artinya bayi
mendapat infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi apabila ibu menderita hepatitis
akut pada trimester ketiga, atau bila ibu adalah karier HBsAg. Bila ibu menderita Hepatitis
pada trimester pertama, biasanya terjadi abortus. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi
pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal.
Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini dapat terjadi bila
ada kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga infeksi adalah intra uterine bila bayi
sudah menunjukkan HBsAg positif pada umur satu bulan. Karena sebagaimana diketahui
masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara 40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari.

Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera setelah lahir
adalah kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi perinatal, bayi memperlihatkan
antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai dengan masa inkubasinya. Infeksi diperkirakan
melalui “maternal-fetal microtransfusion” pada waktu lahir atau melalui kontak dengan sekret
yang infeksius pada jalan lahir.
Infeksi postnatal dapat terjadi melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak memegang
peranan penting pada penularan postnatal. Transmisi vertikal pada bayi kemungkinan lebih
besar terjadi bila ibu juga memiliki HbeAg. (Zhang, 2004; Matondang, 1984) Antigen ini
berhubungan dengan adanya defek respon imun terhadap HBV, sehingga memungkinkan
tetap terjadi replikasi virus dalam sel-sel hepar. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya
infeksi intra uterin lebih besar.
Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin yang
merupakan infeksi transplasenta. Pada tahun 1987, Lin mendeteksi adanya 32 plasenta dari
ibu dengan HBsAg dan HbcAg positif dengan menggunakan PAP imunohistokimia, dan tidak
menemukan adanya HBsAg. Dari hasil penelitian diadapatkan bahwa HBV DNA
didistribusikan tertama melalui sel desidua maternal, namun tidak ditemukan adanya sel pada
villi yang mengandung HBV DNA. Hasil penelitian dengan PCR menunjukkan adanya
tingkat sel-sel yang positif mengandung HBsAg dan HbcAg proporsinya secara bertahap
menurun dari plasenta sisi maternal ke sisi fetus (sel desidua > sel trofoblas > sel vilus
mesenkim > sel endotel kapiler vilus). HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta
sehingga sangat menunjang terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel
dari desidua maternal hingga ke endotel kapiler vilus.
HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel mesenkim vilus dan sel
endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada janin. HBV terlebih
dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg
dan HbcAg ditemukan di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang
menunjukkan bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina.
HBV dari cairan vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian menginfeksi
sel-sel dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi ibu.
Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel spermatogenik dan
sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut, terjadi sequencing pada anak-
anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA terutama berada pada plasma ovum dan sel
interstitial. Oosit merupakan salah satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga
transmisi HBV melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi
melalui plasenta dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi HBV melalui
vagina dan oosit.
Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif. Transmisi
transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada trimester ketiga dan secara
kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status imunologis ibu dan antibodi merupakan
komponen kritis untuk kualitas dan spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI
memperpanjang masa transfer pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi
yang ada melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem imun
yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya produksi antibodi
yang high avidity, dimana keduanya menunjukkan kemampuan bayi untuk berespon terhadap
imunisasi.
Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada repertoire B- dan T-
cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap limfosit yang polos ini meningkat dengan
cepat karena banyaknya paparan terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam
beberapa jam setelah kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies
bakteri membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T
repertoire untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting
artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan penanda
penting dalam menentukan suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon aktif ini menentukan
efikasi dan keamanan dari setiap imunisasi terhadap bayi.

F. DIAGNOSIS HEPATITIS NEONATUS


Diagnosis hepatitis neonatal pada awalnya didasarkan pada tes darah yang bertujuan
untuk mengidentifikasi infeksi virus yang mungkin menyebabkan penyakit tersebut. Dalam
kasus di mana tidak ada virus yang teridentifikasi, biopsy pada organ hati dilakukan. Ha ini
melibatkan pengambilan sepotong kecil hati menggunakan jarum khusus untuk diperiksa di
bawah mikroskop. Hasil biopsi sering akan menunjukkan bahwa kelompok empat atau lima
sel hati telah bergabung bersama untuk membentuk sel-sel yang lebih besar. Namun sel-sel
besar tetap berfungsi, pertumbuhan sell abnormal ini pada tingkat yang lebih rendah daripada
sel hati normal. Jenis hepatitis neonatal kadang-kadang disebut hepatitis sel raksasa.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan
darah.
Tes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan HBeAg, dimana
Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa infeksi akut. Jika infeksi yang terjadi
bersifat self-limited, maka HBsAg telah hilang sebelum serum anti-HBs terdeteksi
Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis B akut tepat
sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan di tes segera saat melahirkan, jika
tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita tersebut sakit, maka tes dibutuhkan untuk
menentukan status HBsAg yang terakhir (imun atau karier), terutama jika tes sebelumnya
belum lengkap. Wanita hamil dengan status HBsAg negatif, namun dicurigai memiliki
riwayat kontak Hepatitis B, maka status HBsAg wanita tersebut harus diperiksa segera setelah
melahirkan.

G. KOMPLIKASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN HEPATITIS NEONATUS

Bayi dengan hepatitis neonatal disebabkan oleh rubella atau sitomegalovirusberada


pada risiko mengembangkan infeksi otak yang dapat menyebabkan retardasi mental
atau cerebral palsy. Banyak bayi juga akan menderita penyakit hati permanen karena
kerusakan sel hati dan jaringan parut yang dihasilkan (sirosis).
Sebagian besar bayi dengan hepatitis sel raksasa akan pulih dengan sedikit atau tanpa
jaringan parut pada hati. Pola pertumbuhan mereka juga akan membuat normal aliran
empedu. Namun, sekitar 20 persen dari bayi yang terkena akan terus berkembang ke tingkatan
kronis (sedang berlangsung) penyakit hati dan sirosis. Pada anak-anak, kerja hati menjadi
sangat sulit karena jaringan parut, dan penyakit kuning tidak menghilang selama enam bulan.
Bayi yang mencapai titik ini dalam penyakit akhirnya membutuhkan transplantasi hati.
Bayi dengan hepatitis neonatal kronis tidak akan mampu mencerna lemak dan
menyerap vitamin larut lemak (A, D, E dan K) sebagai akibat dari aliran empedu yang kurang
dan kerusakan yang terjadi pada sel hati. Kurangnya vitamin D akan menyebabkan tulang
rapuh dan rakhitis. Kekurangan vitamin A dapat mempengaruhi pertumbuhan normal dan
indra penglihatan. Defisiensi vitamin K berhubungan dengan memar dan kecenderungan
untuk perdarahan, sedangkan kurangnya hasil vitamin E berakhibat dalam koordinasi yang
buruk. Empedu bertanggung jawab untuk penghapusan banyak racun dalam tubuh, hepatitis
neonatal juga dapat menyebabkan penumpukan racun dalam darah yang pada gilirannya dapat
menyebabkan gatal, letusan kulit dan sensitiv.

H. PENGOBATAN HEPATITIS NEONATUS

Wanita hamil secara rutin diperiksa terhadap kemungkinan infeksi oleh virus hepatitis B.
Bayi biasanya baru terinfeksi pada saat persalinan, karena itu kepada bayi baru lahir yang
ibunya menderita hepatitis B, diberikan suntikan immunoglobulin hepatitis B dalam waktu 24
jam setelah lahir, sebelum terjadinya infeksi. Suntikan ini akan melindungi bayi untuk
sementara. Pada saat yang sama juga diberikan vaksinasi hepatitis B untuk perlindungan
jangka panjang.
Obat-obatan antivirus dapat digunakan untuk mencegah kondisi akut yang berubah
menjadi kondisi kronis, dan dapat menghambat juga proses replikasi dari virus tersebut. obat-
obatan tersebut antara lain Interferon alfa-2a , Peginterferon alfa-2b , Lamivudine, Adefovir ,
Entecavir, Telbivudine
1. Pengobatan oral yang terkenal adalah
a) Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang dikenal
dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-anak,
Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzyme hati (ALT) untuk itu
penderita akan mendapat monitor bersinambungan dari dokter.
b) Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan lebih
efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh buruk
terhadap fungsi ginjal.
c) Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita Hepatitis
B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih,
mual dan terjadi peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan
pemberian obat ini belum dikatakan stabil.
2. Pengobatan dengan injeksi / suntikan adalah
a) Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar
sinar ß yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di
sekitarnya.
b) Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN,
ROFERON) diberikan secara subcutan dengan skala pemberian 3 kali dalam
seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek samping pemberian obat ini
adalah depresi, terutama pada penderita yang memilki riwayat depresi
sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit
menimbulkan demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian
paracetamol.
c) Selain itu, pengobatan tradisional dapat dilakukan. Tumbuhan obat
atauherbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan
Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi
hati dari pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti
radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati.

I. PENCEGAHAN HEPATITIS NEONATAL


Tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis neonatal. Suplemen vitamin biasanya
diresepkan dan banyak bayi diberikan obat yang meningkatkan aliran empedu. Resep obat
yang mengandung lemak lebih mudah dicerna oleh tubuh juga diberikan. Sebaiknya saat
hamil, periksakan secara teratur, pastikan ada tidaknya virus hepatitis B dalam tubuh. Hal ini
dapat meminimalisir terjadinya penularan pada bayi saat proses persalinan berlangsung. Bagi
bayi yang baru lahir dengan riwayat ibu penderita hepatitis B maka akan diberikan suntikan
immunoglobulin hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah lahir, sebelum terjadi infeksi.
Suntikan ini berfungsi untuk melindungi bayi sementara. Pada waktu yang sama juga
diberikan vaksinasi hepatitis B sebagai perlindungan jangka panjang.

REFERENSI
1. Coleman PF, 2006, Detecting Hepatitis B Surface Antigen Mutants,
http://www.medscape.com/viewarticle/522896_4 , 29 Juli 2006
2. Domain T, 2005, Health Tips (Jaundice),
http://www.doctorsofbangladesh.com/healthtips(jaundice).htm , 29 Juli 2006
3. Freij BJ, Sever JL. 1999, Hepatitis B. In: Avery GB, Fletcher MA, MacDonald MG, eds.
Neonatology, Pathophysiology and Management of the Newborn. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott-Williams and Wilkins; p1146-9.
4. Lu CY, et.al., 2004, Waning immunity to plasma-derived hepatitis B vaccine and the need for
boosters 15 years after neonatal vaccination,
http://www.natap.org/2004/HBV/121304_04.htm#top , 29 Juli 2006
5. Matondang CS, Akib AAP, 1984, Hepatitis B, eds. Ikterus Pada Neonatus, FKUI, h73-9

Anda mungkin juga menyukai