Anda di halaman 1dari 45

Disusun oleh:

KELOMPOK A-12

Anggota:
ALDINUGRAHA ATMADINATA (1102015015)
ASA GEMA KARUNIAWAN (1102015036)
AZKA AULIA SHAFIRA (1102015042)
DESTI DHEA IZZANI (1102015055)
DYAH SRI KUSUMANINGAYU (1102015064)
EKA HERIYANTI (1102015065)
KHANZA ISDIHARANA KEUSUMA (1102015117)
IKA TRI RAHAYU (1102014124)
BIANCA CATERINALISENDRA (1102014058)
DINI PELA RUDIA (1102014076)

UNIVERSITAS YARSI
Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510.Telepon:
+62 21 4206675.2017

1
SKENARIO 3
PERUT KEMBUNG
Seorang pria, 40 tahun, dating ke dokter dengan keluhan perut kembung disertai dengan
muntah, nyeri perut, tidak bias buang angina dan tidak bias buang air besar sejak 1 hari yang
lalu.
Pada pemeriksaan fisik terlihat distensi abdomen, pemeriksaan colok dubur di dapatkan
tonus spincter ani baik, ampula kolaps, serta tidak ditemukan feses, lender dan darah.Untuk
memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologi foto polos abdomen dan BNO 3 posisi.
Kemudian dokter merencanakan untuk melakukan tindakan operasi karena tidak bertentangan
dengan ajaran islam.

Kata Sulit
1. Ampula kolaps : Keadaan usus yang melemah, dikarenakan adanya gerakan pada
usu yang terus menerus sedangkan di usus terdapat adanya sumbatan
2. BNO : Foto di daerah abdomen untuk melihat ada atau tidak kelainan
pada abdomen
3. Tonus spincter ani : Kekatan kontraksi spincter ani
4. Distensi abdomen : Meningkatnya proses penekanan kontraksi intra abdominal
sehingga menekan perut

Pertanyaan

1. Mengapa pasien mengalami perut kembung dan disertai muntah?


2. Mengapa pasien tidak bias buang angina dan BAB?
3. Mengapa pasien mengalami distensi abdomen dan ampula kolaps?
4. Mengapa dokter merencakan untuk melakukan operasi?
5. Mengapa pasien dilakukan BNO 3 posisi?
6. Apakah penyebab dari kasus tersebut?
7. Terapi apa saja yang dapat dilakukan selain operasi?
8. Apakah penyakit berhubungn dengan jenis kelamin dan umur? (factor risiko)
9. Mengapa tidak ditemukan lender, feses, darah?
10. Apa suspek dari kasus tersebut?
Jawaban
1. Adanya sesuatu didalam perut misalnya penumpukan makanan yang menyebabkan
terjadinya distensi abdomen, makanya bisa menimbulkan rasa kembung dan disertai
muntah
2. Tidak bisa buang angin dan BAB disebabkan oleh adanya ampula kolaps dan obstruksi
pada saluran pencernaan bawah (selain rectum), sehingga pada saat dilakukan
pemeriksaan colok dubur tidak ditemukan feses, lender, dan darah

2
3. Karena adanya hambatan pada saluran pencernaan yang menyebabkan kerusakan pada
saluran pencernaan yang juga diakibatkan karena kerja organ terlalu berat sehingga bisa
mengalami distensi dan ampula kolaps
4. Karena terjadi obstruksi pada saluran pencernaan bawah
5. Karena pada saat pemeriksaan colok dubur tidak ditemukan feses makanya dilakukan
pemeriksaan lain seperti bno 3 posisi
6. Terjadi obstruksi pada saluran pencernaan atas
7. Obat pencahar, obat antiemetic
8. Umur, pola hidup
9. Karena obstruksi yang terjadi karena adanya ampula kolaps dan obstruksi pada saluran
pencernaan bawah (bukan rectum) sehingga jika dilakukan colok dubur pada anus tidak
ditemukan lender feses atau darah
10. Ileus obstruktif

Hipotesis

Pola hidup dan umur merupakan salah satu pemicu terjadinya penumpukan suatu zat atau
cairan di saluran pencernaan, sehingga mengakibatkan adanya distensi abdomen, ampula
kolaps, mual, tidak bisa BAB dan buang angina. Hal tersebut dapat menyebabkan
obstruksi pada saluran pencernaan bagian bawah ( Ileus obstruktif ) dan dapat ditangani
dengan operasi yang diperbolehkan oleh ajaran islam

3
SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pencernaan Bagian Bawah
LO 1.1. Makroskopis
LO 1.2. Mikroskopis
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokomia Usus
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Ileus Obstruktif
LO 3.1. Definisi
LO 3.2. Etiologi
LO 3.3. Epidemiologi
LO 3.4. Klasifikasi
LO 3.5. Patofisiologi
LO 3.6. Manifestasi Klinis
LO 3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO 3.8. Tatalaksana
LO 3.9. Komplikasi
LO 3.10. Prognosis
LO 3.11. Pencegahan
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Tindakan Operasi

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pencernaan Bagian Bawah


1.1 Makroskopis

Usus Halus (Usus Kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.

Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( sebelah Luar ).

4
Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

5
Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

2. Usus Kosong (jejenum)

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.Usus kosong atau
jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus
dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh
usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus
penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus
kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

6
3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Berbentuk tabung muskular berongga
dengan panjang sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diemeter usus
besar sudah pasti lebih besar dari usus halus, yaitu sekitar 6,5 cm, tetapi makin dekat anus
diameternya semakin kecil.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, tranversum, desesnden dan sigmoid. Tempat
kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas secara berturut-turut disebut
sebagai feksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
membentuk lekukan berbentuk-S. bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum,
yang membentang dari kolon sigmoid hingga anus. Satu inci dari rektum disebut sebagai kanalis
ani dan dilindungi oleh sfingter ani internus dan ani eksternus. Panjang rektum dan kanalis ani
adalah sekitar 15 cm.

Usus besar terdiri dari :

* Kolon asendens (kanan)


* Kolon transversum
* Kolon desendens (kiri)
* Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

7
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-
zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.

1. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar
Sekum menepati dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan
aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal ke
dalam usus halus.

Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita
yang disebut sebagi taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripaa usus, sehingga usus tertarik
dan berkerut mebentuk kanting-kanting kecil yang disebut haustra. Apendises epiploika adalah
kantong-kantong kecil peritonium yang berisi lemak dan melekat sepanjag taenia.

2. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ
ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga
abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix
(atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.Umbai
cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran
sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap,

8
lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang
umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.

Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

9
Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

3. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

10
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

Perdarahan

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai
darah yang diterima. Arteria mesentrika superior memperdarahi belahan kanan (sekum, kolon
asenden, dan duapertiga proksimal kolon tranversum), dan arteria mesentrika inferior mendarahi
bagian kiri (sepertiga distal kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian
proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media an
inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

Persarafan
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dngan pengecualian sfingter
eksterna yang bersda dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis bejalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakra
menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf

11
splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian
serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi,
serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.

Sumber: http://www.aboutcancer.com/colon_and_rectal_anatomy.htm

12
Usus Halus

13
14
15
Usus Besar

16
17
Appendiks

18
Rektum

19
1.2 Mikroskopis

Aliran sekresi getah lambung akan dihentikan secara bertahap seiring dengan
mengalirnya makanan ke dalam usus. Di dalam lambung telah terjadi pencernaan karbohidrat
dan mulai tejadi pencernaan protein. Makanan tidak diserap di lambung. Zat yang diserap di
lambung adalah etil alkohol dan aspirin.

Usus Halus
Makanan selanjutnya memasuki usus halus. Usus halus merupakan tempat
berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di bagi menjadi tiga segmen, yaitu:

1. Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di bantu oleh enzim-enzim
pankreas. Garam-garam empedu mempermudah pencernaan dan penyerapan lemak.
2. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)
3. Ileum (3,6 m/12 kaki)

Proses motalitas yang terjadi di dalam usus halus mencakup:

1. Segmentasi: merupakan proses mencampur dan mendorong secara perlahan kimus.


Kontraksi segmental mendorong kimus ke depan dan ke belakang. Kimus akan berjalan
ke depan karena frekuensi segmentasi berkurang seiring dengan panjang usus halus.
Kecepatan segmentasi di duodenum adalah 12 kontraksi/menit, sedangkan kecepatan
segmentasi di ileum adalah 9 kontraksi/menit. Segmentasi lebih sering terjadi di bagian
awal usus halus daripada di bagian akhir, maka lebih banyak kimus yang terdorong ke
depan daripada ke belakang. Akibatnya, kimussecara perlahan bergerak maju ke bagian

20
belakang usus halus dan selama proses ini kimus mengalami proses maju mundur
sehingga terjadi pencampuran dan penyerapan yang optimal.
2. Komplek motilitas migratif: jika sebagian makanan sudah diserap maka proses
segmentasi akan berhenti dan digantikan oleh komplek motilitas migratif yang akan
“menyapu” bersih usus diantara waktu makan.

Usus halus mensekresikan 1,5 liter larutan garam dan mukus cair yang disebut sukus
enterikus ke dalam lumen yang fungsinya adalah (1) mukus menghasilkan proteksi dan
limbrikasi; (2) sekresi encer ini menghasilkan H2O untuk ikut serta dalam pencernaan makanan
secara enzimatik. Proses pencernaan di usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas. Dalam
keadaan normal, semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak serta sebagian besar
elektrolit, vitamin, dan air diserap oleh usus halus. Sebagian besar penyerapan terjadi di
duodenum dan jejenum.
Organ pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari kolon, sekum,
apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima 500 ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat
dicerna, komponen empedu yang tidak diserap, dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk
dieliminasi merupakan feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum
defekasi.
Feses akan dikeluarkan oleh refleks defekasi yang disebabkan oleh sfingter anus internus
(terdiri dari otot polos) untuk melemas dan rektum serta kolon sigmoid untuk berkontraksi lebih
kuat. Apabila sfingter anus eksternus (terdiri dari otot rangka) juga melemas maka akan terjadi
defekasi. Peregangan awal di dinding rektum menimbulkan rasa ingin buang air besar. Ketika
terjadi defekasi biasanya dibantu oleh mengejan volunter yang melibatkan kontraksi simultan
otot-otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis dalam posisi tertutup sehingga
meningkatkan tekanan intra-abdomen yang membantu pengeluaran feses. (Sherwood,2001)

Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang pling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selsai dlam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung masa
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat
penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Usus


Usus halus mempunyai dua fungsi utama: (1) pencernaan, yaitu proses pemecahan makanan
menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal,
dan (2) absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya mengatur atau

21
mempermudah berlangsungnya proses ini. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
oleh kerja ptialin, HCI, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk.
Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mukus
juga memberikan perlindungan terhadap asam. Sekresi empedu dan hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi
kerja lipase pankreas.
Kerja empedu terjadi akibat sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat
melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat
asam empedu dan molekul-moliekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik,
sedangkan asam empedu karena merupakan molekul polar, membentuk
permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah ke dalam dan ujung
hidrofilik menghadap ke luar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga
melarutkan vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol. Jadi, asam-asam lemak
bebas, gliserida dan vitamin larut-lemak dipertahankan dalam larutan sampai
dapat diabsorpsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim yang terdapat dalam
getah usus (sukus enterikus). Banyak enzim-enzim ini terdapat pada brush
border villi dan mencerna zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
Dua hormon berperan penting dalam pengaturan pencernaan usus. Lemak yang
bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung
empedu yang diperantarai oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencernaan
protein tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum merangsang
sekresi getah pankreas yang kaya enzim ; hal ini diperantarai oleh kerja
pankrezimin. Pankreaozimin dan kolesistokinin sekarang diduga merupakan
satu hormon yang sama dengan efek berbeda; hormon ini disebut scbagai CCK
(beberapa buku teks menyebut hormon ini CCK-PZ). Hormon ini dihasilkan
oleh mukosa duodenum.
Asam lambung yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan
dikeluarkannya horrnon lain, yaitu sekretin, dan jumlah yang dikeluarkan
sebanding dengan jumlah asam yang mengalir melalui duodenum. Sekretin
merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat dan pankreas,
merangsang sekresi empedu dari hati, dan memperbesar kerja CCK.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dan salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi
optimal dan asupan kontinu isi lambung.
(Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, hal : 439-440)
Absorpsi
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak,
dan protein (gula sederhana, asam lemak, dan asam amino) melalui dinding usus
ke dalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain

22
itu juga diabsorpsi air, elektrolit, dan vitamin. Absorpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian besar
belum begitu dipahami.
Walaupun banyak zat yang diabsorpsi di sepanjang usus halus, namun terdapat
tempat-tempat absorpsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Tempat-tempat absoprsi
ini penting diketahui agar dapat memahani proses terjadinya defisiensi nutrisi
tertentu akibat penyakit pada usus halus.
Absorpsi gula, asam amino, dan Jemak hampir selesai pada saat kimus mencapai
pertengahan jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorpsi dalam duodenum
dan jejunum, dan absorpsi kalsium memerlukan vitamin D. Vitamin larut-lemak (A,
D, F, dan K) diabsorpsi dalam duodenum dan untuk absorpsi dibutuhkan garam-
garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut-air diabsorpsi dalam usus halus
bagian atas. Absorpsi vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui
mekanisme transpor khusus yang membutuhkan faktor intrinsik lambung. Sebagian
besar asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum
untuk membantu pencernaan lemak, akan direabsorpsi dalam ileum terminalis dan
masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik garam
empedu dan sangat penting untuk mempertahankan cadangan empedu. Dengan
demikian asam atau garam empedu manipu bekerja untuk mencema lemak berkali-
kali sebelum dikeluarkan dalam feses. Penyakit atau reseksi pada ileum terminalis
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi garam-garam empedu dan mengganggu
pencernaan lemak. Masuknya garam empedu dalam jumlah besar ke dalam kolon
menyebabkan terjadinya iritasi kolon dan diare.
(Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, hal : 441)

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Ileus Obstruktif


LO 3.1. Definisi
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan
ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus
yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut..
LO 3.2. Etiologi
1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum, atau pasca operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal maupun
multiple dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang berbentuk pita.
Pada operasi perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah berulang 3x, resiko
kambuhnya menjadi 50%. Pada kasus seperti ini diadakan pendekatan konservatif karena
walaupun pembedahan akan memperbaiki pasase, obtruksi kemungkinan beasar akan
kambuh lagi dalam waktu singkat.

23
2. Hernia inkarserata
Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat di kelola secara konseratif dengan
posisi tidur Trendelenburg. Jika tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan
herniotomi segera. Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat tekanan
intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui defek itu.
Misalnya : sebagian lambung dapat terdesak keluar ke rongga perut melalui suatu defek pada
diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia yang tidak tampak dari luar disebut “internal
hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang tampak dari luar seperti hernia
umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral.
Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan disebut
reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada keadaan ini terjadi
bendungan pembuluh-pembuluh darah yang disebut dengan strangulasi. Akibat gangguan
sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang disebut infark. Hernia yang
menunjukkan strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda incarcerata akan menimbulkan
gejala-gejala ileus.

3. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup diusus halus bagian yeyenum, jumlahnya biasanya
mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat terjadi di berbagai tempat diusus
halus, tetapi biasanya diileum terminal yang lumennya paling sempit. Cacing menyebabkan
terjadinya kontraksi local dinding usus yang disertai dengan reaksi radang setempat yang
tampak dipermukaan peritoneum.
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene
kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Lumen usus halus anak lebih sempit
disbanding usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi
umumnya disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor
cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Anak dapat menderita serangan kolik tanpa henti jika obstruksinya total. Terjadi muntah
sewaktu kolik, dan kadang keluar cacing dari mulut atau anus. Perut kembung, dan peristaltis
terlihat sewaktu kolik. Umumnya mengalami demam.
Pada pemeriksaan perut dapat diraba masa tumor yang berupa gumpalan cacing, masa
tidak berbatas jelas dan mungkin dapat digerakkan. Kadang, masa teraba seperti kantong
nelayang yang penuh cacing. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut apa bila ditekan.

Parsial Lengkap
Penyebab Masa terdiri atas gumpalan Masa terdiri atas cacing yang mati
cacing yang dikompresi oleh dan makanan, tidak dapat dilalui
spasme usus, masih dapat oleh gas dan cairan
dilalui oleh gas dan cairan
Keadaan umum Baik Sakit berat
Nyeri Kolik hilang timbul “kolik Kolik terus menerus
cacing”
Muntah Pada permulaan Terus menerus
Pemeriksaan perut Masa diperut berubah tempat, Gembung, peristaltic terlihat, massa
bentuk dan gerakan seperti sukar diraba, mungkin nyeri

24
cacing, nyeri sedikit setempat jelas
Foto RO Cacing mungkin kelihatan Gambaran obstruksi dengan batas
sedikit gambaran obstruksi cairan banyak, cacing jarang terlihat
dengan batas cairan

4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda
dan dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik. Kebanyakan ditemukan pada
usia 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki-laki. Serangan rhinitis atau infeksi saluran
nafas sering kali mendahului terjadinya invaginasi. Invaginasi umumnya berupa intususepsi
ileosekal yang masuk dan naik kekolon asendens serta mungkin sampai keluar dari rectum.
Invaginasi dapat menyebabkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dari peritonitis. Anamnesis memberikan gambaran yang cukup
mencurigakan bila bayi yang sehat dan eutrofis sekonyong-konyong mendapat serangan nyeri
perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan, sedangkan di antara serangan
biasanya anak tidur tenang karena sudah capai sekali.
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik, biasanya keluar
lender campur darah per anum yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau
mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan, dan pada
pemeriksaan perut dapat teraba masa yg biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis.

Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur, ujung
invaginatum teraba seperti porsio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamai
“pseudoporsio” atau porsio semu. Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari
rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rektum, pada invaginasi
didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding anus.
Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral (proksimal) usus menerobos
masuk ke dalam rongga bagian anal (distal) seperti suatu teleskop. Ada beberapa jenis
bergantung pada lokasinya :
 enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
 entero-colics : ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini paling sering
ditemukan
 colica : usus besar masuk ke dalam usus besar
 prolapsus ani : rektum keluar melalui anus
Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya
intussusceptum. Mesentrium yang mengandung pembuluh darah intussusceptium akan ikut
tertarik dan pembuluh darah akan terjepit hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab
terjadinya pada anak-anak adalah ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya
jaringan limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan
antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum. Pada orang dewasa disebabkan karena adanya
dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip) dan oleh gerakan peristaltik didorong ke
bagian distal dan dalam gerakan ini dinding usus ikut tertarik.

5. Volvulus

25
Kebanyakan volvulus dibagian ileum, didarahi arteri ileosekalis dan mudah mengalai
strangulasi. Gambaran klinis merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa
gejals dan tanda stangulasi.
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi dan merupakan
pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus melilit/memutar sampai 180-360
derajat. Volvulus dapat disebabkan oleh mesentrium yang terlalu panjang, yang merupakan
kelainan kongenital pada usus halus, pada obstisipasi yang menahun, terutama pada sigmoid,
pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia menunjukkan tanda-tanda torsi; pada
tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium. Akibat volvulus terjadi gejala-
gejala strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala ileus.

6. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital dapat berbetuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan sebagian
saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Kelainan-kelainan
ini disebabkan oleh tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan dalam perkembangan
embrional dan keadaan ini dapat terjadi pada usus dimana saja.
Stenosis juga dapat terjadi akibat penekanan, misalnya oleh pankreas anulare atau oleh
atresia jenis membran dengan lubang ditengahnya.
Atresia ialah buntu sama sekali dengan tanda-tanda obstruksi total sedangkan stenosis
hanya merupakan penyempitan dengan gejala-gejala obstruksi yang tidak total. Atresia
adalah gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang
dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu. Kelainan
bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada sebahagian dinding
usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi usus masa janin. Daerah
usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus.
Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus diduodenum bagian kedua. Gejala
dan tanda seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi usus. Bayi yang mengalami
gangguan pasase lambung akibat kelainan bawaan memiliki perut buncit, tetapi buncit ini
tidak tegang, kecuali bila ada perforasi.

7. Radang kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena
udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik.

8. Tumor
Proses keganasan terutama karsinoma ovarium, dan kolon dapat menyebabkan obstruksi
usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis diperitoneum atau di
mesenterium yang menekan usus.

9. Tumpukan sisa makanan


Ditemukan pada orang yang pernah mengalami gasterektomi, biasanya terjadi pada
daerah anastomosis. Dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan yang
mengandung banyak serat sehingga terjadi obstruksi ileum terminal.

26
10. Kompresi duodenum oleh arteri
Arteri mesenterika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum atau pars
horizontalis. Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteria tersebut dengan aorta.

11. Pankreas Annulare


Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum bagian duodenum bagian
kedua. Gejala dan tanda sama seperti pada atresia atau malrotasi usus. Pankreas anulare
merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan. Penyakit ini disebabkan oleh
kelainan pada perkembangan bakal pankreas sehingga tonjolan dorsal dan ventral melingkari
duodenum bagian kedua akibat tidak lengkapnya pergeseran bagian ventral. Keadaan ini
menyebabkan obstruksi duodenum dan kadang disertai atresia juga. Penyakit ini pada
awalnya sering tidak ditemukan gejala dan baru ditemukan pada saat dewasa.

12. Batu empedu yang masuk ke ileus


Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke
duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi

LO 3.3. Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat.
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter bedah dan
merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Mc Iver mencatat 44% dari obstruksi mekanik
usus disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi.
Walaupun di negara berkembang seperti di Indonesia, adhesi bukanlah sebagai penyebab utama
terjadinya obstruksi usus. Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik
sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%).

27
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat
insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien yang
telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga
lebih dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di
negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus.
Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus
akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75%.

LO 3.4. Klasifikasi
Ileus obstruksi di klasifikasikan menjadi:
1. ILEUS MEKANIK
a. Berdasarkan Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi: Bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ke ileum terminal)
 Letak Rendah: Bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)
b. Berdasarkan sifat sumbatan
 Partial obstruction: Terjadi sumbatan sebagian lumen.
 Simple obstruction: terjadi sumbatan total yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh
tumor atau askaris.
 Strangulated obstruction: Terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi,
adhesi, dan volvulus.
c. Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset):
 Akut: dalam hitungan jam
 Kronik: dalam hitungan minggu
 Kronik dengan serangan akut

2. ILEUS NEUROGENIK
a. Adinamik/Ileus Paralitik: Ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit, peritonitis
umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.
b. Dinamik/Ileus Spastika: Ileus terjadi karena rangsangan saraf, keracunan, histeri,
neurasteni, sehingga timbul kenaikan rangsang terlalu kuat saraf parasimpatik di
tunika muskularis yang berkontraksi bersamaan dimana normalnya bergantian
yang berakibat spasme dan makanan tidak bisa menuju distal.

3. ILEUS VASCULAR
Ileus yang berhubungan dengan penyakit jantung, karena adanya thrombus/embolus pada
pembuluh darah sehingga timbul iskemik, gangren, nekrosis, bisa juga perforasi.

28
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok:
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

LO 3.5. Patofisiologi
Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada Gambar-2.3.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan
dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan
usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia (Price & Wilson, 1995).
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat
proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi
timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram
dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering, yang
timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas
peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran
auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas
peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak
diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus
obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit,
disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus
obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya
kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan
penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak
diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung,
hipotensi dan syok

Ileus Obstruktif

Akumulasi gas dari cairan didalam


lumen setelah proksimal dari letatak
obstruksi
LO 3.6. Manifestasi Klinis
1. Distensi Proliferasi bakteri
Obstruksi usus halus Kehilangan H2O
yang berlangsung
a. Obstruksi sederhana dan elektrolit
cepat

Tekanan intralumen ↑ Volume ECF↓ 29

Iskemia dinding usus


Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan menuju ruang


peritonium
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik
ke dalam
Pada peritoneum
obstruksi dan sirkulasi
usus halus proksimalsistemik
akan timbul gejala muntah yang banyak, yang
jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen
bervariasi dan sering dirasakan
Peritonitis septikemiasebagai perasaan tidakSyok
enakHipovolemik
di perut bagian atas.
Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau
nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas
keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi tergantung letak
sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
Obstipasi selalu terjadi terutama pada obstruksi komplit.
b. Obstruksi disertai proses strangulasi
Kira-kira sepertiga obstruksi dengan strangulasi tidak diperkirakan sebelum dilakukan
operasi. Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan
nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau
hernia.
Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi maka diperlukan tindakan operasi segera untuk
mencegah terjadinya nekrosis usus.

2. Obstruksi usus besar


Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan
biasanya terasa di daerah epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan
adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan
nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah
timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila
terjadi refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus
halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten,
terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya
paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis.
Beberapa gejala dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe: obstruksi usus halus (tinggi ataupun
rendah), dan obstruksi usus besar.
1. Obstruksi usus halus tinggi: biasanya diawali dengan muntah-muntah hebat, dan dapat
menyebabkan dehadrasi dengan cepat. Distensi biasanya minimal, dan pada pemeriksaan
radiografi, hanya dapat ditemukan sedikit dilatasi usus halus
2. Obstruksi usus halus rendah: gejala yang dominan adalah nyeri, ditambah dengan distensi
sentral. Biasanya tidak langsung terjadi muntah-muntah. Pada radiografi, terlihat dilatasi
multipel dari usus halus.
3. Obstruksi usus besar: distensi menjadi gejala yang dominan. Nyeri dirasakan tidak terlalu
hebat; muntah dan dehidrasi merupakan gejala klinis yang terjadi beberapa hari setelah
onset. Pada radiografi, terlihat dilatasi dari colon proximal dari tempat obstruksi. Usus
halus dapat dilatasi apabila terdapat valvula ileocaecal incompetent.
(Bailey & Love, 2013)
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif
 Nyeri abdomen
 Muntah
 Distensi
 Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada :

30
 Lokasi obstruksi
 Lamanya obstruksi
 Penyebabnya
 Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai
ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik.
Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi
episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus
obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus
obstruktif usus halusl demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik
menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal
generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik,
parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu. Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus
obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri
dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat
distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambatdan setelah muncul distensi.
Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan
sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah
tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi.
Dehidrasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yanbg berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah
kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan
hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder. Hipokalemia bukan
merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan nilai potasium,
amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu juga
leukositosis atau leukopenia. Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik
abdomen yang sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya
lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai
menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal kompeten.
Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan
darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan divertikulitis adalah
penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan ketidakmapuan
mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltic terkadang dapat dilihat. Gejala
ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi
pembuluh darah mesenterikus.

31
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas
tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan mengerluarkan gas
dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi,
usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga
dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di
usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga mungkin
tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka
obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang
ditampilkan pengganti obstipasi.
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yanbg
berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering,
pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit
meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder.
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai
pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan
tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung
gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan:
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat
penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin.

Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri
tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal
yang berhubungan dengan kekakuan abdomen.
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness
menandakan perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap ada walaupun telah diterapi
konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel, tidak
hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple (kolik)

32
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple (Kolik) Lambat,
rendah fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi (terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

LO 3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding


ANAMNESIS
Gejala Utama:
§ Nyeri-Kolik
o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
§ Muntah
o Stenosis Pilorus : Encer dan asam
o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
o Obstruksi kolon : onset muntah lama.
§ Perut Kembung (distensi)
§ Konstipasi
o Tidak ada defekasi
o Tidak ada flatus

PEMERIKSAAN
Inspeksi : Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus
yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)

Palpasi : Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).

Auskultasi :Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus
bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston,
1995).

33
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia
bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah
rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses
postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif
didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila isi rektum menyemprot; penyakit
Hirdchprung.
Radiologi : Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya
gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat
menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar
dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya
gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan
volvulus
Dapat pula ditemukan :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
 Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction)
dankolaps usus di bagian distal sumbatan.
 Coil spring appearance
 Herring bone appearance
 Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

2. Ileus obstruksi letak rendah :


 Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
 Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen Air
fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik gambaran
radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.
 ditemukan dilatasi usus yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.

Gambar 2.10 Step


ledder sign (Nobie,
2009)

BNO 3 posisi : pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen khususnya untuk melihat kelainan
yang ada di tractus digestivus. Posisi AP untuk melihat ada atau tidaknya penebalan / distensi

34
pada kolon yang disebabkan massa atau gas, posisi setengah duduk untuk menampakan udara
bebas di bawh diaphragm dan LLD untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas
BNO 3 POSISI
1. ABDOMEN AP
 Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di pertengahan
meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada
simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK mengalami rotasi
(terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya)
 CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
 FFD : 100 cm
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

2. ABDOMEN SETENGAH DUDUK


 Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan MSP tubuh
sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
 Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan batas atas
procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan shoulder TIDAK mengalami
rotasi.
 CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
(umbilikus)
 FFD : 100 cm
 jangan lupa memakai grid
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

3. ABDOMEN LLD
 Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk (difleksikan), kedua
tangan diletakkan ditas kepala
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada
simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada dibelakang punggung.
 CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
 FFD : 100 cm
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang
nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

Laboratorium: Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat


strangulasi, tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi.
Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif,
khususnya jenis strangulasi.

PEMERIKSAAN LAIN
COLOK DUBUR

35
Umumnya dilakukan dengan sikap litotomi, dapat ditunjang dengan alat anoskop atau
sigmoidoskop. Posisi yang nyaman untuk pasien adalah posisi Sims, yaitu pasien tidur terlentang
pada sisi kiri dengan kedua lutut ditekuk. Buli-buli harus dikosongkan dahulu agar tidak terdapat
penilaian yang keliru.
1. Inspeksi pada daerah perianal dan sakrokoksigeal. Dapat dijumpai:
 Lesi anal, dan perianal, seperti prolapse hemoroid, yang biasanya dijumpai pada arah
pukul 4,7,11 dan berwarna livid.
 Prolaps rectum, dengan lipatan mukosa melingkar konsentris dan berwarna merah
 Fisura ani, yang berupa lesi di anal-kanal yang nyeri bila ditekan biasanya dijumpai
arah pukul 6 dan disertai dengan skin tag
 Kondoloma akuminata atau kondiloma lata
2. Memasukan jari telunjuk bersarung tangan yang telah dilumuri pelumas dengan lembut
melalui anus
 Pada laki-laki dapat digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat disebelah ventral
 Pada perempuan titik acuan serviks uteri disebelah ventral
3. Penilaian terhadap:
 Tonus sfingter ani: jari telunjuk terjepit menunjukan kontraksi sfingter ani
 Reflex bulbokavernosus: memencet glans penis
 Ampula rectum: menganga seperti pada peritonitis atau kolaps seperti pada ileus
obstruktif
 Mukosa dinding rectum: dinilai dengan melingkar memutar jari telunjuk menurut arah
jarum jam dan melawan arah jarum jam. Hemoroid interna tidak teraba, polip rektuk
teraba licin lunak dan mungkin bertangkai, karsinoma teraba keras berbenjol dan tidak
teratur
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar
klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang
segera.
Diagnosis Banding
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1. Carcinoid gastrointestinal
2. Penyakit Crohn
3. Intussuscepsi pada anak
4. Divertikulum Meckel
5. Ileus meconium
6. Volvulus
7. Infark Myocardial Akut
8. Malignansi, Tumor Ovarium
9. TBC Usus
10. Ileus paralitik

LO 3.8. Tatalaksana

36
Non-Farmako
Pre medikasi operasi dan tindakan operasi
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu:
a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c. Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong dengan
cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam
(cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.

Persiapan-persiapan sebelum operasi:


1. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah,
mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat
tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
2. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
3. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.

Operasi:
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus
disayat. Kalau tidak terpaksa harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian
operatif tergantung dari penyebab obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian yang
mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami strangulasi dipotong.
Tergantung dari etiologi masing-masing :
 Adhesi: pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih
kembali.
 Hernia inkarserata: dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.

37
 Neoplasma: operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
 Askariasis: jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing,
tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus
yang bersangkutan.
 Carsinoma Colon: operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya.
Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau
Sekostomi.
 Divertikel: reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakansecara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan
cara Hartman dengan colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko
tinggi gangguan penyembuhan luka anastomosis yang dibuat primer dilingkungan
radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis baru dikerjakan setelah
rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan radang.
 Volvulus: pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus
yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga
berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi.Jika sekum dapat hidup dan tidak
terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa dicapai.Pada
volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi sigmoidoskopi.
Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya flatus. Reposisi
sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80% pasien. Jika
strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum yang
gangrenous yangdisertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung bersama
penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
 Intusussepsi: sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.Bila
reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa eksplorai
abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah. Intusussepsi
tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari intusussepsi secara hati-
hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut
ganggren.Intervensi bedah untuk obstruksi usus pasca bedah harus direncanakan bila
pasien mempunyai bukti obstruksi gelung tertutup atau lengkap atau untuk kecurigaan
volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi usus pasca bedah yang lebih parah ini
bisa karena herniasi interna melalui cacat mesentrium atau karena perlekatan padat,
keadaan yang tak mungkin beresolusi spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis
dengan demam, nyeri tekan lepas dan leukositosis sering tampil.

Pasca Bedah:
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih
ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus
tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-

38
bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus
kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa
darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut,
apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai
selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis.
Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian
antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

Farmako
OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid
Antagonis reseptor H1
 Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
 Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
 Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
 Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
 Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
 KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
Antagonis reseptor muskarinik
 Hyoscine
 Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
 Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
 Puncak antiemetik : 1-2 jam
 ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis reseptor dopamin
 Metoklopramid
- Bekerja di CTZ
- P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
- ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2
dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah

39
- Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
- Efek pada motilitas usus → diare

 Domperidone
- Antagonis reseptor D2
- Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
- ES : diare

 Phenothiazine
- Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai
antiemetic
- Triethylperazine → hny sbg antiemetic
- Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
- Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
- Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin dan
muskarinik
- Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
 Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a transmitter emesis
 Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
 Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
 Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
 T1/2 5 jam
 ES : sakit kepala, gangguan GIT
Cannabinoid
 Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan pada CTZ
 Pemberian : p.o, absorpsi baik
 T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
 ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi postural,
halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
 Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
 Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
 Mekanisme kerja → blm diketahui
 Sinergisme dg ondansetron
MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR

40
PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi
Bulk Laxative
 Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
 Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
 Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
 ES : ringan
Osmotic Laxative
 Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume
cairan di lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus →massa yg
sangat besar masuk kolon → distensi →ekspulsi faeces
 Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
 Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon →
fermentasi → asam laktat dan asam asetat → osmotik laksatif
 Efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal Softener
 Docusate sodium
 Menghasilkan feses yg lebih lumak
 Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
 Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
 Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
 ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
 Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
 Sodium picosulfat → p.o.
 Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam
OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT
DOMPERIDONE
 Antagonis reseptor D2 a antiemetic
 Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan tekanan
sfingter esofagus bawah a meningkatkan motilitas GIT
 Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
 Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis

41
 ES : hiperprolaktinemia
METOKLOPRAMID
 Efek sentral → antiemetic
 Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam
lambung
 Efeknya kecil pada motilitas usus bag. Bawah
 Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
 Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
CISAPRIDE
 Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. Atas
 Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
 Tidak mempunyai efek antiemetic
ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)
LO 3.9. Komplikasi
Jika pengobatan tertunda, dehidrasi dan mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit
dapat mempersulit pengobatan, atau dehidrasi dapat berkembang menjadi syok hipovolemik,
yang sering fatal. Pengobatan tertunda secara signifikan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Usus dapat menjadi berlubang, kadang-kadang melalui titik lemah yang sudah ada
(divertikulum), yang dapat mengakibatkan peritonitis . abses perut , luka pecah
(dehiscence), sepsis , dan infeksi pasca operasi dapat terjadi. Pada 5% sampai 42% dari kasus,
usus kecil dapat menjadi terjepit dan suplai darah berkurang serius (Khan). Hal ini dapat
menyebabkan gangren dan nekrosis berikutnya jaringan usus, komplikasi yang sangat serius
dengan tingkat kematian yang tinggi.
Komplikasi mungkin termasuk atau dapat menyebabkan: Elektrolit (kimia darah dan
mineral) ketidakseimbangan dehidrasi , Lubang (perforasi) pada usus infeksi, Penyakit kuning
(menguningnya kulit dan mata), Jika obstruksi blok suplai darah ke usus, dapat menyebabkan
infeksi dan kematian jaringan (gangren).

Risiko kematian jaringan terkait dengan penyebab penyumbatan dan berapa lama telah
hadir. Hernia, volvulus, dan intususepsi membawa risiko gangren yang lebih tinggi.
Pada bayi yang baru lahir, ileus paralitik yang menghancurkan dinding usus (necrotizing
enterocolitis) adalah mengancam nyawa dan dapat menyebabkan infeksi darah dan paru-
paru
LO 3.10. Prognosis
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5
%. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus
halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan
dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan
lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan.

42
LO 3.11. Pencegahan
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum
memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan atau
memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan melakukan
penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menjaga
kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.

Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar
tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah
terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan
pada masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
a) Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b) Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c) Diet Serat. Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet
tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
d) Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan didalam perut
dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah rentan
dinding perut.

Pencegahan sekunder
dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan
mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif

Pencegahan tertier
untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan menghindari komplikasi
yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi serta melakukan
mobilitas/ambulasi sedini mungkin.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Tindakan Operasi


Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk kemaslatan hidup
disamping memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak negatif pada tubuh dan
ancaman kematian serta merubah sunnatullah.

43
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).

Colok dubur dalam islam


Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah, Allah Ta’ala menyebutkan
dalam firman-Nya surat al-An’am ayat 119:

“(padahal) sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu.
Kecuali apa yang terpaksa.”

44
DAFTAR PUSTAKA

Barret K, et al. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd edition. New York: McGraw-
Hill
Barron, Jon. 2010. Anatomy of the Small Intestine. Diakses melalui:
http://www.jonbarron.org/enzymes/digestive-health-anatomy-small-intestine-newsletter pada 16
Mei 2016.
Biley & Love’s . Short Practice of Surgery Ed: 26th by Norman S. Williams , Christopher JK
Bulstrode (Editor), P. Ronan O'Connell(Editor)
Bowen,R. 2000. Gross and Microscopic Anatomy of Small Intestine. Diakses melalui:
http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/digestion/smallgut/anatomy.html pada 18 Mei
2016.
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Ganiswara, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2006), Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5, Gaya
Baru, Jakarta
http://www.suara-islam.com/index.php
https://www.mdguidelines.com/intestinal-obstruction
Idrus, Alwi dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid II edisi VI. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Miller, Jackueline. 2003. Small Intestine. Diakses melalui :
http://www.pitt.edu/~anat/Abdomen/SmallIntestine/Small.htm pada 27 Mei 2016.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 23.
Jakarta: EGC

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC. 648-649
Roy, Sampurna. 2009. Normal Histology of the Large Intestine for Anatomic Phatologyst.
Diakses melalui: http://www.histopathology-india.net/LINormal.htm pada 17 Mei 2016

Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.

Sofwan, Achmad. 2016. Tractus Digestivus. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Jakarta.

45

Anda mungkin juga menyukai