Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoris

2.1.1 Pengertian

World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa diare

adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsisten

lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih

sering dari biasanya, tiga kali atau lebih dalam satu hari (Kemenkes,

2017)

2.1.2 Etiologi

Etiologi penyakit diare yaitu faktor infeksi, baik itu oleh virus,

bakteri, maupun parasit merupakan penyebab tersering. Virus, terutama

Rotavirus merupakan penyebab inveksi virus utama (60-70%), 10-20%

adalah infeksi bakteri, dan kurang dari 10 % adalah infeksi parasit.

Sedangkan faktor penyebab non-infeksi adalah :

1. Alergi

2. Kelainan anatomi usus

3. Gangguan penyerapan di usus

4. Keracunan makanan

5. Tumor

Patogenesis diare yang disebabkan oleh bakteri dan virus pada

prinsipnya sama yaitu menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

8
Perbedaannya adalah bakteri dapat menginvasi mukosa sel usus halus

sehingga dapat menyebabkan tinja disertai darah, yang dikenal sebagai

disentri.

Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua BAB cair

merupakan diare. Pada bayi baru lahir, sistem pencernaan belum

sepenuhnya sempurna, sehingga mereka belum mampu mencerna

makanan dengan baik. Akibatnya, tinja bayi menjadi berair dalam kurun

waktu tertentu, dan kondisi ini merupakan hal normal. Bayi yang baru

lahir sampai usia 2 bulan juga memiliki frekuensi BAB yang cukup sering

hingga 10x dalam sehari. (Kemenkes, 2017).

2.1.3 Tanda dan Gejala

Selain lebih sering BAB dan mencret, diare pada anak bisa disertai

dengan beberapa gejala lain, seperti:

1. Perut kembung

2. Mual

3. Muntah

4. Kehilangan nafsu makan

5. Demam

6. Nyeri perut dan kram

Saat diare, tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan

sangat cepat. Ini karena saluran cerna sulit menyerap cairan

dan elektrolit. Diare yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan

dehidrasi.

9
Dibandingkan orang dewasa, anak-anak lebih rentan mengalami

dehidrasi. Oleh karena itu, orang tua perlu lebih waspada terhadap tanda-

tanda dehidrasi pada anak, yaitu:

1. Lemas

2. Mata cekung

3. Mulut dan bibir kering

4. Tubuh terasa dingin

5. Kehausan atau justru tidak mau minum sama sekali

6. Jumlah urine sedikit atau warnanya kuning pekat kecokelatan

7. Saat menangis, air mata hanya sedikit atau tidak ada sama sekali

8. Tampak mengantuk terus-menerus. (Dina, 2022)

2.1.4 Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

10
2. Fisiologi

Anatomi fisiologi pencernaan manusia diawali dari mulut sampai

anus, menurut Tupa (2021), anatomi fisiologi sistem pencernaan manusia

yaitu :

1. Mulut

Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya

makanan dan air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem

pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk sistem pencernaan yang

berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput

lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di

permukaan lidah.

Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan

pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri

dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi

depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,

geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.

Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari

makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai

mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim

(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri

secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut

secara otomatis.

11
2. Tenggorokan atau Faring

Tenggorokan (Faring) adalah penghubung antara rongga

mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar

limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak

bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang

belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,

dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak

berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang

yang disebut ismus fausium.

Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi

dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan

mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan

laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring

bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang

telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke

depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring

yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan atau Esofagus

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata

yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke

dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan

12
menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring

pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu

bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah

(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior

(terutama terdiri dari otot halus).

4. Lambung

Lambung adalah organ otot berongga yang besar, yang

terdiri dari tiga bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung

berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel

yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir,

asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang

memecahkan protein).

Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam

lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam,

yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman

lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap

infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus Halus atau Usus Kecil

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran

pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.

Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat

13
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan

lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu

melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus

juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula

dan lemak.

Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam),

lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan

serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas

jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan

(ileum).

6. Usus Dua Belas Jari atau Duodenum

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus

halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke

usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan

bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan

berakhir di ligamentum treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas

jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua

belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan

kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus

dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari

usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter

14
pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika

penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk

berhenti mengalirkan makanan.

7. Usus Kosong atau Jejenum

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus

halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus

halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus kosong. Usus

kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan

mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran

mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan

dari usus.

Usus Penyerapan atau Illeum

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2-

4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan

oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau

sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam

empedu.

8. Usus Besar atau Kolon

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu

dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum,

15
kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan

rektum).

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat

penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal

dari usus.

Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan

pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi

yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan

terjadilah diare.

9. Rektum dan Anus Rektum

Rektum dan Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang

berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir

di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan

sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan

di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.

Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,

maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di

dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan

keinginan untuk melakukan defekasi.

16
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan

ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika

defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan

pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,

tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan

dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus

merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan

limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan

tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan

penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh

melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi

utama anus.

2.1.5 Patofisiologi

Pada proses normal, sekitar 9 L cairan akan melewati saluran

pencernaan setiap hari. Jumlah ini melingkupi 2 L asam pencernaan, 1 L

saliva, 1 L empedu, 2 L asam pankreas, 1 L sekresi usus, dan 2 L sisanya

akan diserap . 9 L cairan ini, hanya sekitar 150-200 ml yang akan sampai

dan ada di dalam tinja setelah semua proses penyerapan selesai.

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan proses patofisiologinya yaitu

osmotik, sekretorik, inflamasi, dan perubahan motilitas.

1. Diare Osmotik

17
Terjadi akibat asupan dari bahan makanan yang tidak dapat

diabsorbsi dengan baik, tetapi bahan tersebut larut dalam air sehingga

akan menyebabkan retensi air dalam lumen usus. Penyebab terbanyak

adalah intoleransi laktosa dan penyerapan antasida yang mengandung

magnesium.

2. Diare Sekretorik

Terjadi akibat peningkatan sekresi ion-ion dalam lumen usus

sehingga terjadi peningkatan jumlah cairan intralumen. Obat-obatan,

hormon, dan toksin dapat menyebabkan aktivitas sekretorik ini.

3. Diare Inflamasi

Diare inflamasi atau diare eksudat terjadi akibat perubahan mukosa

usus sehingga proses absorbsi terganggu dan menyebabkan peningkatan

protein dan zat lain dalam lumen usus disertai retensi cairan. Adanya

darah atau leukosit dalam tinja biasanya mengindikasikan proses

inflamasi. Diare dari peradangan pada usus misalnya kolitis ulseratif

adalah diare akibat proses inflamasi.

4. Perubahan Motilitas

Peningkatan motilitas usus menyebabkan penurunan waktu kontrak

antara makanan yang akan dicerna dengan mukosa usus sehingga

terjadi penurunan reabsorbsi dan peningkatan cairan dalam tinja. Diare

terjadi akibat perubahan motilitas biasanya dipertimbangkan setelah

mekanisme diare yang lain tidak memungkinkan. Diare yang

18
berhubungan dengan sindrom iritasi usus adalah akibat perubahan

motilitas.

2.1.6 Pathways.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

19
Pemeriksaan penunjang diare menurut Suriadi (2001) adalah :

1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan.

2. Pemeriksaan intubasi duodenum.

3. Pemeriksaan elektrolit dan creatinine.

4. Pemeriksaan tinja, PH, Leukosit, glukosa, dan adanya darah

Adapun pemeriksaan penunjang yang lain menurut Mansjoer (2000)

1. Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis PH dan kadar gula

juga ada intoleransi gula biarkan kuman untuk mencari kuman

penyebab dan uji retensi terhadap berbagai antibiotic.

2. Pemeriksaan darah : perifer lengkap, Analisa Gas Darah (AGD),

elektrolit (terutama Na, K, Ca, P Serum pada diare yang disertai

kejang).

3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinine darah untuk mengetahui faal

ginjal.

4. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara

kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.

2.1.8 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis menurut Biddulp and Stace (1999) adalah

pengobatan dengan cara pengeluaran diet dan pemberian cairan.

a. Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun

misalnya air gula, sari buah segar, air the segar, kuah sup, air tajin,

ASI. Jangan memberikan air kembang gula, sari buah air dalam

20
botol karena cairan yang terlalu banyak mengandung gula akan

memperburuk diare.

b. Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang

mengandung campuran gula dan garam yang disebut larutan

dehidrasi oral (LRO). LRO ini dibuat dengan mencampurkan

sebungkus garam dehidrasi kedalam 1 liter air bersih.

c. Diare dengan dehidrasi berat memerlukan cairan intravena

disamping LRO.

2. Penatalaksanaan keperawatan menurut Nelson (1999) antara lain :

a. Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan

pencegahan enteric termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan penderita.

b. Jas panjang bila ada kemungkinan pencernaan dan sarung tangan

bila menyentuh barang terinfeksi.

c. Penderita dan keluarganya dididik mengenal cara perolehan entero

pathogen dan cara mengurangi penularan.

2.1.9 Komplikasi

1. Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera

kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik

yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke

hipokalemia dan asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat

mendapatkan pertolongan medis, syok hipovolemik yang terjadi sudah

21
tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada

ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.

2. Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan

terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia

hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.

3. Sindrom Guillain – Barre. Suatu demielinasi polineuropati akut, adalah

merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya

setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40%-

nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya

pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis

untuk mengaktifkan otot pernafasan.

4. Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare

karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

2.1.10 Pengkajian

Pada asuhan keperawatan diare, fokus pengkajian meliputi:

1. Keluhan ketidaknyamanan perut, nyeri, kram, frekuensi, urgensi, feses

encer atau cair, dan sensasi usus hiperaktif.

2. Evaluasi pola defekasi, penilaian pola buang air besar akan membantu

pengobatan langsung.

3. Kultur feses untuk membedakan organisme etiologi potensial diare.

4. Toleransi terhadap susu dan produk susu lainnya. Pasien dengan

intoleransi laktosa memiliki enzim laktase yang tidak mencukupi untuk

mencerna laktosa.

22
5. Intoleransi makanan. Makanan tertentu dapat memicu saraf usus dan

menyebabkan peningkatan peristaltik. Makanan pedas, berlemak, atau

tinggi karbohidrat, kafein, makanan bebas gula dengan sorbitol, atau

makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan diare.

6. Pola penyiapan makanan. Diare juga dapat disebabkan oleh makanan

yang tidak dimasak dengan benar, makanan yang terkontaminasi

bakteri selama persiapan, dan makanan yang tidak dijaga pada suhu

yang sesuai.

7. Obat-obatan yang sedang atau telah dikonsumsi pasien. Obat-obatan

tertentu seperti pencahar dan antibiotik biasanya menyebabkan diare.

suplemen magnesium dan kalsium juga dapat menyebabkan diare.

8. Perubahan pola makan. Perubahan jadwal makan dapat menyebabkan

perubahan fungsi usus dan dapat menyebabkan diare.

9. Stresor saat ini. Individu tertentu merespons stres dengan

hiperaktivitas saluran pencernaan.

10. Status hidrasi, seperti Masukan dan keluaran

11. Kelembaban selaput lendir. Dehidrasi menyebabkan selaput lendir

kering.

12. Turgor kulit. Penurunan turgor kulit dan pengencangan kulit terjadi

pada dehidrasi.

13. Riwayat Penyakit gastrointestinal seperti gastroenteritis dan penyakit

Crohn dapat menyebabkan malabsorpsi dan menyebabkan diare kronis.

23
14. Riwayat Perjalanan ke luar negeri, konsumsi produk susu yang tidak

dipasteurisasi, atau minum air yang tidak diolah.

15. Kaji kondisi kulit perianal. Kotoran diare mungkin sangat korosif

sebagai akibat dari peningkatan kandungan enzim.

16. Periksa dampak emosional dari penyakit dan rawat inap. Hilangnya

kontrol eliminasi usus yang terjadi dengan diare dapat menyebabkan

perasaan malu dan penurunan harga diri.

2.1.11 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien diare menurut Ratnawati (2013) yaiti :

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilangan cairan sekunder terhadap diare.

3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

sekunder terhadap diare.

4. Resiko ganggguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan

frekuensi diare.

5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB

menurun terus menerus.

2.1.12 intervensi keperawatan

Interventasi keperawatan adalah suatu proses penyusunan berbagai

rencana tindakan keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,

menurunkan atau mengurangi masalah-masalah pasien (Cerpenito,2007).

24
Diagnosa pertama, kedua dan ketiga setelah dilakukan tindakan

keperawatan 3x24 jam dengan tujuan dan kriteria hasil sesuai dengan

teori. Dan intervensi dari masing-masing diagnosa yang penulis

cantumkan dalam kasus sudah sesuai dengan yang tercantum dalam teori.

(Doenges, 2000).

25

Anda mungkin juga menyukai