Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH LAPORAN SGD MALNUTRISI (KURANG ENERGI PROTEIN) Diajukan untuk memenuhi nilai matakuliah Sistem Digestif I pada

semester genap

DISUSUN OLEH : TUTOR 10 Ani Rosmardiani Asti Aprilianti Regina Masli P (scriber 2) Euis Fitriana Dewi (scriber 1) Evie Pratiwi Karina Delistia D Neng Tuti H Nurnila Novi A Rahma Putri N. Rati Erviani (chair) Rully Andari A Siti Rahmiati P. Yulia Latifah (220110110106) (220110110027) (220110110039) (220110110029) (220110110017) (220110110137) (220110110067) (220110110031) (220110110076) (220110110001) (220110110136) (220110110069) (220110110147)

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kerena penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan hasil dari reporting kelompok 10 yang berjudul MALNUTRISI (KURANG ENERGI PROTEIN) disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Digestif I. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Pak Afif selaku dosen tutor mata kuliah Sistem Digestif I yang memberikan pengajaringanan kepada penulis; 2. Siti Yuyun selaku dosen coordinator mata kuliah Sistem Digestif I; 3. Orang tua kami tercinta yang selalu memberikan doa restu dan dukungan dalam proses pembelajaringanan kami di Fakultas Keperawatan; 4. Teman-teman Tutor 10 yang telah membantu dan ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah laporan SGD ini. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari kemudian. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaringanan di Fakultas Keperawatan.

Jatinangor, Maret 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Banyaknya angka penderita malnutrisi, tidak hanya di Indonesia, tapi diseluruh dunia terutama di negara-negara berkembang dengan sisi ekonomi yang rendah, sehingga kebutuhan hidup tidak terpenuhi dengan baik. Malnutrisi banyak diderita pada anak-anak balita, bisa dikarenakan pengetahuan orang tua akan penenuhan gizi untuk anaknya yang sedang tumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan asupan gizi yang cukup. Tidak hanya itu, sudah disinggung mengenai masalah ekonomi, yang selalu menjadi alasan utama pemenuhan gizi anak terhambat dan tidak tercukupi. Berdasarkan hal tersebut, perlunya pengetahuan lengkap akan malnutrisi pada anak khususnya pada anak dengan kurang energy protei yang biasa disebut KEP. KEP itu sendiri terdiri dari KEP ringan, sedang dan berat. KEP berat adalah yang paling sering ditemukan terutama marasmus, kemudian kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor. KEP ini terjadi dalam jangka waktu lama yang dibiarkan terus menerus dalam keadaaan kurang gizi. Anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena penyakit infeksi, sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi dan ini dapat menyebabkan ganggguan tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.

2.

Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Secara terperinci tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah : Mengetahui anatomi fisiologi sistem digestif yang mendasari kasus malnutrisi (kurang energy protein). Mengetahui pengertian dari malnutrisi (kurang energy protein). Mengetahui faktor penyebab terjadinya malnutrisi (kurang energy protein) Mengetahui perjalanan timbulnya malnutrisi (kurang energy protein)

Mengetahui asuhan keperawatan pada malnutrisi (kurang energy protein) Menganalisa kasus tentang malnutrisi (kurang energy protein) dan pemberian intervensi yang harus diberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM DIGESTIF

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengap enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Sistem pencernaan (bahasa Inggris: digestive system) adalah sistem organ dalam hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur. Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang saluran pencernaan (bahasa Inggris: gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus. Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut: Menerima makanan Memecah Makanan Menjadi Zat-Zat Gizi (Suatu Proses Yang Disebut Pencernaan) Menyerap Zat-Zat Gizi Ke Dalam Aliran Darah Membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

MULUT, TENGGOROKAN & KERONGKONGAN Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di dasar mulut terdapat lidah, yang berfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan. Di belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring). Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Pada saat makan, aliran dari ludah membersihkan bakteri yang bisa

menyebabkan pembusukan gigi dan kelainan lainnya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. Epiglotis akan tertutup agar makanan tidak masuk ke dalam pipa udara (trakea) dan ke paru-paru, sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang (palatum mole, langit-langit lunak) terangkat agar makanan tidak masuk ke dalam hidung. Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan dilapisi oleh selaput lendir. Kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan lambung. Makanan didorong melalui kerongkongan bukan oleh gaya tarik bumi, tetapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmik yang disebut dengan peristaltik.

LAMBUNG Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

USUS HALUS Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati. Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut sfingter Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan penyerapan. Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan oleh usus. Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin, tetapi sisanya memiliki lipatanlipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan yang lebih kecil (mikrovili). Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan duodenum, sehingga menambah jumlah zat gizi yang diserap.

Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum. Bagian ini terutama bertanggungjawab atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya. Penyerapan ini diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Kepadatan dari isi usus berubah secara bertahap, seiring dengan perjalanannya melalui usus halus. Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke dalam isi usus untuk melarutkan keasaman lambung. Ketika melewati usus halus bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan enzim-enzim pankreatik.

Absorpsi yang terjadi pada usus halus: a) Absorpsi ion-ion Transpor aktif natrium. Tenaga penggerak absorpsi natrium disediakan oleh transport akrif natrium dari dalam sel epitel melalui bagian basal dan sisi dinding sel masuk ke dalam ruang paraselular. Transport aktif ini mengikuti hukum yang biasa beraku untuk transport aktif: proses ini memerlukan energy, dan proses energy dikatalisis oleh enzin adenosine trifosfat yang sesuai didalam membrane sel.

Sebagian dari atrium diabsorpsi bersama dengan ion klorida; sebenarna ion klorida bermuatan negatif terutama secara pasif ditarik oleh muatan listrik positif ion natrium. Transpor aktif natrium melalui membran basolateral sel mengurangi konsentrasi natrium di dalam sel mengurangi konsentrasi natrium di dalam sel sampai ke nilai yang rendah ( kira-kira 50 mEq/L). karena konsentrasi natrium dalam kimus normalnya kira-kira 142 mEq/L (yaitu, hamper sebanding dengan konsentraasi natrium dalam plasma), natrium bergerak menuruni gradient elektrokimia yang tinggi dari kimus melalui brush border sel epitel masuk kedalam sitoplasma sel.hal ini memungkinkan lebih banyak ion natrium yang dapat ditranspor oleh sel epitel masuk kedalam ruang paraselular. Osmosis Air Osmosis ini terjadi karena gradient osmotik yang besar telah dibentuk oleh peningkatan konsentrasi ion dalam ruang paraselular. Sebagian besar osmosis ini terjadi melalui taut erat diantara batas apical sel-sel apitel, tetapi banyak juga terjadi di sel itu sendiri; dan pergerakan osmotic air menciptakan aliran air ke dalam dan melewati ruang paraselular dan akhirnya masuk ke dalam sirkulasi darah vilus. Aldosteron sangat meningkatkan absorpsi natrium Fungsi aldosteron ini dalam saluran usus sama dengan efek yang di capai oleh aldosteron di dalam tubulus ginjal. Yang juga bekerja untuk menahan natrium klorida dan air di dalam tubuh saat seseorang mengalami dehidrasi. Absorpsi ion klorida dalam duodenum dan yeyunum Pada usus halus bagian atas, absorpsi ion klorida berlangsung cepat dan dan berlangsung terutama melalui difusi yaitu, absorpsi ion natrium melalui epitel menciptakan keelektronegatifan dalam kimus dan keelektropositifan pada ruang paraselular diantara sel epitel. Kemudian ion klorida bergerak sepanjang gradient listrik ini mengikuti ion natrium. Absorpsi ion bikarbonat dalam duodenum dan yeyunum Ion bikarbonat diabsorpsi secara tidak langsung dengan cara berikut: bila ion natrium diabsorpsi, ion hydrogen dalam jumlah sedang disekresi kedalam lumen usus untuk ditukar dengan beberapa

natrium. Ion hydrogen ini kemudian akan bergabung dengan ion bikarbona untuk membentuk asam karbonat, yang kemudian berdisosiasi untuk membentuk air dan karbon dioksida. b) Absorpsi Karbohidrat Hampir sebagian karbohidrat dalam makanan diabsorpsi ke dalam bentuk monosakarida (glukosa dan fruktosa) dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi sebagai disakarida (sukrosa, maltosa dan galaktosa). Monosakarida yang paling banyak diabsorpsi adalah glukosa, biasanya mencapai lebih dari 80% kalori karbohidrat yang diabsorpsi, karena glukosa merupakan produk pencernaan akhir dari makanan karbohidrat yang paling sering dikonsumsi manusia, yaitu zat tepung. 20% sisanya adalah monosakarida yang diabsorpsi hampir seluruhnya dari galaktosa dan fruktosa. Galaktosa berasal dari susu dan fruktosa merupakan salah satu monosakarida yang dicerna dari gula tebu. c) Absorpsi Protein Hasil dari pemecahan protein menjadi polipeptida oleh enzim tripsin dan kimotripsin yang disekresikan pada pankreas kemudian dibawa ke tahap terakhir pencernaan protein di lumen usus. Di lumen usus, protein dibawa ke enterosit yang melapisi vili usus halus, terutama di dalam duodenum dan jejunum. Sel-sel ini memiliki suatu brush border yang mengandung beratus-ratus mikrovili. Pada membran sel masing-masing mikrovili terdapat banyak peptidase yang menonjol keluar melalui membran, tempat peptidase berkontak dengan cairan usus. Dua jenis enzim peptidase yang sangat berperan penting adalahaminopolipeptidase dan beberapa dipeptidase. Enzim-enzim tersebut bertugas memecahkan sisa polipeptida-polipeptida yang besar menjadi bentuk tripeptida dan dipeptida, serta beberapa menjadi asam amino. Baik asam amino ditambah peptida dan tripeptida dengan mudah ditranspor melalui membran mikrovili ke bagian dalam enterosit. Akhirnya di dalam sitosol enterosit terdapat banyak peptidase lain yang spesifik untuk jenis ikatan antara asam amino yang masih tertinggal. Dalam beberapa menit, sebenarnya semua dipeptida dan tripeptida yang masih tertinggal akan dicerna sampai tahap akhir untuk membentuk asam amino tunggal, kemudian asam amino tunggal tersebut dihantarkan ke sisi lain dari enterosit dan dari tempat itu ke dalam darah.

Lebih dari 99% produk pencernaan akhir protein yang diabsorpsi merupakan asam amino tunggal, jarang berupa peptida, dan lebih jarang lagi berupa molekul protein utuh. Molekul protein utuh yang sangat sedikit diabsorpsi ini kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan alergi yang berat atau gangguan imunologik. d) Absorpsi Lemak Ketika lemak dicerna untuk membentuk monogliserida dan asam lemak bebas, kedua produk akhir pencernaan ini pertama-tama akan larut dalam gugus pusat lipid dari misel empedu. Karena dimensi molekulnya, misel hanya berdiameter 3 sampai 6 nanometer, dan juga karena muatan luarnya yang sangat tinggi, zat-zat ini dapat larut dalam kimus. Dalam bentuk ini, monogliserida dan asam lemak bebas ditranspor kepermikaan mikrovilibrush border sel usus dan kemudian menembus ke dalam ceruk di antara mikrovili yang bergolak dan bergerak. Di sini,ke duanya baik monogliserida dan asam lemak segera berdifusi ke luar misel dan masuk kebagian dalam sel epitel yang dapat terjadi karena lipid juga larut dalam membran sel epitel. Proses ini meninggalkan misel empedu tetap di dalam kimus, yang selanjutnya akan melakukan fungsinya berkali-kali untuk membantu mengabsorpsi lebih banyak monogliserida dan asam lemak lagi. PANKREAS Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar: Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan Pulau pankreas, menghasilkan hormon.

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim-enzim pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asini dan mengalir melalui berbagai saluran ke dalam duktus pankreatikus. Duktus pankreatikus akan bergabung dengan saluran empedu pada sfingter Oddi, dimana keduanya akan masuk ke dalam duodenum. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.

Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. 3 hormon yang dihasilkan oleh pankreas adalah: Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormon lainnya (insulin dan

glukagon).

HATI Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam rongga perut sebelah kanan,tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluhpembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Darah diolah dalam 2 cara: Bakteri dan partikel asing lainnya yang diserap dari usus dibuang Berbagai zat gizi yang diserap dari usus selanjutnya dipecah sehingga dapat digunakan

oleh tubuh.

Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum. Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh kolesterol dalam tubuh, sisanya berasal dari makanan. Sekitar 80% kolesterol yang dihasilkan di hati digunakan untuk membuat empedu. Hati juga menghasilkan empedu, yang disimpan di dalam kandung empedu.

Sebagai kelenjar, hati menghasilkan empedu yang mencapai liter setiap hari. Empedu berasal dari hemoglobin sel darah merah yang telah tua. Empedu merupakan cairan kehijauan dan terasa pahit. Zat ini disimpan di dalam kantong empedu. Empedu mengandung kolestrol, garam mineral, garam empedu, pigmen bilirubin, dan biliverdin. Empedu yang disekresikan berfungsi untuk mencerna lemak, mengaktifkan lipase, membantu daya absorpsi lemak di usus, dan mengubah zat yang tidak larut dalam air menjadi zat yang larut dalam air. Sel-sel darah merah dirombak di dalam hati. Hemoglobin yang terkandung di dalamnya dipecah menjadi zat besi, globin, dan heme. Zat besi dan globin didaur ulang, sedangkan heme dirombak menjadi bilirubin dan biliverdin yang bewarna hijau kebiruan. Di dalam usus, zat empedu ini mengalami oksidasi menjadi urobilin sehingga warna feses dan urin kekuningan. Apabila saluran empedu di hati tersumbat, empedu masuk ke peredaran darah sehingga kulit penderita menjadi kekuningan. Orang yang demikian dikatakan menderita penyakit kuning. Sistem organ bayi anda menjadi terspesialisasi untuk fungsi tertentu. Khususnya hati. Fungsi hati janin berbeda dengan orang dewasa. Enzim (kimiawi) dibuat oleh hati seorang dewasa, penting untuk berbagai fungsi tubuh. Pada janin, enzim ini ada, tetapi kadarnya lebih rendah daripada setelah lahir. Fungsi hati yang penting adalah pemecahan dan penanganan bilirubin. Bilirubin dihasilkan dari perombakan sel darah merah. Masa hidup sel darah merah janin lebih pendek

daripada sel darah merah orang dewasa. Oleh karena itu, janin menghasilkan lebih banyak bilirubin daripada orang dewasa. Pada bayi baru lahir, enzim hati yang berfungsi sempurna sehingga banyak bilirubin tidak dapat dikonjugasi dan bayi terlihat kuning. Namun, dengan bertambahnya umur bayi maka enzim hati tersebut akan lebih baik fungsinya, bilirubin akan lebih banyak dikonjugasi, dan warna kuning pada tubuh serta mata bayi berkurang, lalu menghilang. Proses ini memerlukan waktu sekitar seminggu untuk bayi lahir dengan berat badan normal dan sekitar dua minggu untuk bayi lahir dengan berat badan rendah. Biasanya peningkatan bilirubin pada keadaan ini jarang mencapai kadar bilirubin yang berbahaya bagi bayi. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi. KANDUNG EMPEDU & SALURAN EMPEDU Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum. Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam duodenum. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati.

Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu memiliki 2 fungsi penting: Membantu pencernaan dan penyerapan lemak Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang

berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut: Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam

lemak untuk membantu proses penyerapan Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu

menggerakkan isinya Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel

darah merah yang dihancurkan Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang di dalam empedu.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.

USUS BESAR

Usus besar terdiri dari: Kolon asendens (kanan) Kolon transversum Kolon desendens (kiri) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

Apendiks (usus buntu) merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti tabung, yang terletak di kolon asendens, pada perbatasan kolon asendens dengan usus halus. Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit dari tinja. Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai rektum bentuknya menjadi padat. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

REKTUM & ANUS Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar.Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

2. KASUS PEMICU Anak R, seorang perempuan usia 8 tahun karena sering BAB 5-6 kali sehari. Terutama sejak 2 minggu terakhir. Hal itu disebabkan karena pasien tidak memliki biaya untuk berobat. Hasil pemeriksaan fisik: BB: 20 kg, TB: 135 cm, rambut kusam dan kering, kulit kering dan garis yang dalam. Klien tampak pendiam, mata sayu dan sembab, perutnya buncit, kaki bengkak, teraba dingin, hepar teraba 1-2 cm, HB : 8,7, gula darah seawaktu: 52 gr, kalium : 3, magnesium: 1, selama dilakukan pengkajian klien selalu melihat ibunya seperti mimik muka menangis. Menurut ibunya, klien sering cengeng, tidak mau bergaul dan tidak punya keinginan apapun. Tiga bulan terakhir ia tidak sekolah karena kalau berjalan ia mudah kelelahan dan sulit berkonsentrasi dikelas. Klien tinggal dikawasan

padat penduduk. Luas rumah 42cm persegi. Ayahnya bekerja tidak tentu, tapi lebih sering menjadi buruh di pasar. Ibunya tidak bekerja, hanya sekali-kali menerima cucian dari orang lain.

A.

DEFINISI

KEP (Kurang Energi Protein) adalah keadaan kurang gizi karena rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). KEP juga dapat terjadi pada orang yang tidak mampu menyerap nutrisi penting atau mengkonversikannya menjadi energi penting untuk pembentukan jaringan sehat dan fungsi organ. KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi(AKG) dalam jangka waktu yang lama. Ciri fisik KEP adalah skor-z berat badan berada di bawah -2,0 standar baku normal. (WHO) [1] mendefinisikan kekurangan gizi sebagai "ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan permintaan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus." Jenis KEP KEP Primer sebagai hasil dari diet yang tidak memiliki sumber protein dan / atau energi yang tidak cukup. KEP sekunder lebih umum di Amerika Serikat, di mana biasanya terjadi sebagai komplikasi AIDS, kanker, gagal ginjal kronis, penyakit radang usus, dan penyakit lainnya yang merusak kemampuan tubuh untuk menyerap atau menggunakan nutrisi atau untuk mengkompensasi kehilangan unsur hara. KEP dapat berkembang secara bertahap pada pasien yang memiliki penyakit kronis atau mengalami kronis semi-kelaparan. Ini mungkin muncul tiba-tiba pada pasien yang memiliki penyakit akut.

B.

ETIOLOGI Peranan diet. Menurut konsep, diet yang mengandung cukup energy tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwasiorkhor, sedangkan diet kurang energy walaupun zat-zat gizi essensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi marasmus. (solihin, 2000). Peranan factor social.

Pada pria dengan penghasilan kecil yang mempunyai anak banyak Perceraian pada wanita yang mempunyai banyak anak Peranan kepadatan penduduk Ketika meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa di imbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan yang memadai nerupakan sebab utama dari krisis pangan (world food conference). Peranan infeksi Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Ketika malnutrisi meskipun dalam keadaan ringan tetapi mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Peranan kemiskinan

Klasifikasi KEP ringan BB/U 70-80% baku median WHO-NHCS KEP sedang BB/U 60-70% baku median WHO-NHCS KEP berat BB/U < 60% baku median WHO-NHCS. KEP berat dibagi menjadi 3, yaitu : Marasmus sindroma klinis akibat defisiensi kalori Kwashiorkor sindroma klinis akibat defisiensi protein berat Marasmik-kwashiorkor sindroma klinis akibat defisiensi protein dan kalori

1. secara langsung Anak kurang mendapatkan asupan gizi seimbang dalam waktu yang cukup lama Anak menderita penyakit infeksi, akibatnya asupan gizi tiak bisa dioptimalkan oleh tubuh secra tidak langsung Tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga Pola asupan kurang memadai Sanitasi/lingkungannya kurang baik Akses pelayanan kesehatan yang terbatas Rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan yang menyebabkan kemiskinan Penyebab lainnya : C. Perananan diet :diet mengandung cukup energi tapi kurang protein -> kwashiorkor Kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi marasmus (solihin,2000) Peranan faktor sosial Peranan kepadatan penduduk Peranan infeksi

MANIFESTASI KLINIS

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor. a. Kwashiorkor Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) Wajah membulat dan sembab Pandangan mata sayu Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok Perubahan status mental, apatis, dan rewel Pembesaran hati Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis) Sering disertai : penyakit infeksi, umumnya akut anemia diare. b. Marasmus: - Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit Wajah seperti orang tua Cengeng, rewel Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar) Perut cekung Iga gambang Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) - diare kronik atau konstipasi/susah buang air c. Marasmik-Kwashiorkor: - Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok. a) Kwashiokor : Tanda-tanda : 1) Edema umumnya diseluruh tubuh terutama pada kaki 2) Wajah membulat dan sembab 3) Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis

4) Anak sering menolak jenis makanan 5) Rambut berwarna kemerahan, kusam dan mudah dicabut 6) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak lebih sering berbaring 7) Sering disertai infeksi, anemia serta diare 8) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas 9) Pandangan mata anak tampak sayu b) Marasmus Tanda-tanda : 1) Anak tampak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit 2) Cengeng, rewel dan perut cekung 3) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada 4) Wajah seperti orang tua 5) Sering disertai diare kronik / konstipasi serta penyakit kronik lainnya 6) Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan kurang c) Marasmus Kwashiokor Tanda-tandanya merupakan gabungan dari ke dua jenis KEP di atas (Moehji, 1992)

D.

KLASIFIKASI

Klasifikasi KEP

Abbreviations: BMI, body mass index; HFA, height for age; MUAC, mid-upper arm circumference; SD, standard deviation; WFA, weight for age; WFH, weight for height; WHO, World Health Organization.

Gomez Classification: The child's weight is compared to that of a normal child (50th percentile) of the same age. It is useful for population screening and public health evaluations.

Percent of reference weight for age = [(patient weight) / (weight of normal child of same age)] * 100

Waterlow Classification: Chronic malnutrition results in stunting. Malnutrition also affects the child's body proportions eventually resulting in body wastage.

Percent weight for height = [(weight of patient) / (weight of a normal child of the same height)] * 100 Percent height for age = [(height of patient) / (height of a normal child of the same age)] * 100

KEP berat / gizi buruk secara klinis mempunyai 3 bentuk : o Marasmus sindroma klinis akibat defisiensi kalori o Kwashiorkor sindroma klinis akibat defisiensi protein berat o Marasmik-kwashiorkor sindroma klinis akibat defisiensi protein dan kalori

E.

PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

F.

PENATALAKSANAAN

Pelayanan Gizi (Depkes RI, 1998)

Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan LILA untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Setelah diketahui balita tersebut dalam tingkatan KEP yang berat khususnya kwashiorkor, maka balita tersebut harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya. Selain hal tersebut ada beberapa yang dapat kita lakukan yaitu: 1. Pengobatan Dan Pencegahan Kekurangan Cairan. Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan dehidrasi adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam waktu yang cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan: a. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap 1/2jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sdm) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus KEP disebut ReSoMal. b. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat minum, lakukan rehidrasi intravena (infus) RL/Glukosa 5% dan NaCl dgn perbandingan 1:1. 2. Lakukan Pemulihan Gangguan Keseimbangan Elektrolit Pada semua KEP Berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya adalah kelebihan natrium (Na) tubuh (walaupun kadar Na plasma rendah, dan juga defisiensi Kalium (K) dan Magnesium (Mg). Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2 minggu. Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam, untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr kecil dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral bentuk makanan lumat

3. Lakukan Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi.

Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara rutin diberikan antibiotik spektrum luar.

4. Pemberian Makanan, Balita KEP Berat. Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase : 1. Fase Stabilisasi (12 hari) Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang, Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja, Formula khusus seperti formula WHO 75/modifikasi/modisko yang dilanjutkan dan jadual pemberian makanan harus disusun agar dapat mencapai prinsip tersebut dengan persyaratan diet sbb: porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa, energi 100 kkal/kg/hari, protein 11,5 gr/kgbb/hari, cairan 130 ml/kg BB/hari (jika ada edema berat 100 ml/kg bb/hari),bila anak mendapat ASI teruskan, dianjurkan memberi formula WHO 75/pengganti/modisco dengan gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet, Pemberian formula WHO

75/pengganti/modisco atau pengganti dan jadual pemberian makanan harus sesuai dengan kebutuhan anak. 2. Fase Transisi (minggu II) a. Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan untuk menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. b. Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0.9 1.0 gr/100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2.9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam . Modifikasi bubur/mknn keluarga dapat digunakan asal kandungan energi dan protein sama

c. Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg bb/kali pemberian (200 ml/kg bb/hari). 3. Fase Rehabilitasi (Minggu IIIVII) a. Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. b. Energi : 150220 kkal/kg bb/hari. c. Protein : 46 gr/kgbb/hari. d. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar. e. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.

5. Lakukan Penanggulangan Kekurangan Zat Gizi Mikro Semua pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral, walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan BB nya mulai naik (pada minggu II). Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya . Berikan setiap hari : a. Tambahan multivitamin lain b. Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat/sirup besi c. Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis tunggal. d. Vitamin A oral 1 kali. e. Dosis tambahan disesuaikan dgn baku pedoman pemberian kapsul vitamin A 6. Berikan Stimulasi Dan Dukungan Emosional Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya diberikan : kasih sayang, ciptakan lingkungan menyenangkan,.lakukan terapi bermain terstruktur 15-330 menit/hari, rencanakan aktifitas fisik setelah sembuh, tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain) 7. Persiapan Untuk Tindak Lanjut Di Rumah

Bila BB anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas di desa.

G.

LEGAL ETIK 1. Autonomy (Otonomi) Klien bisa menerima/menolak pelayanan kesehatan apa yang akan dilakukan padanya. 2. Beneficience (berbuat baik) Perawat sebagai bagian tim pelayanan kesehatan harus menjaga sikap dan perilaku yang baik juga melakukan intervensi yang baik untuk klien. 3. Justice (keadilan) Perawat tidak boleh membeda-bedakan klien dalam pelayanan kesehatan (praktiknya) sehingga perawat harus adil. 4. Non-Malifecience (Tidak merugikan) Perawat tidak dengan sengaja melakukan tindakan yang merugikan diri klien misalnya dengan tidak sengaja pola asupan nutrisi. 5. Veracity (kejujuran) Perawat harus jujur kepada klien tentang penyakitnya. 6. Fideity (Menepati janji) Perawat mempertahankan prinsifnya untuk tetap patuh pada kode etik yang mengatakan bahwa dirinya akan selalu meningkatkan pelayanan kesehatan, mencegah penyakit, pemulihan, dan meminimalkan penderitaan klien.

H.

PATOFISIOLOGI

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian keperawatan

Biografi Klien Nama Usia Sex Agama Pekerjaan KU : An. R : 8 tahun : Perempuan :: sudah tidak sekolah : Klien mengeluh sering BAB 5-6 kali/sehari sejak 2 minggu terakhir

Riwayat Kesehatan Sekarang BAB sering 5-6 kali/hari, mata sayu dan sembab, keleahan, cengeng,

Riwayat Kesehatan Masa Lalu Kelelahan kalau berjalan, sulit berkonsentrasi sejak 3 bulan yang lalu Riwayat Kesehatan Keluarga Tidak teridentifikasi. Riwayat Lingkungan Kondisi rumah : tinggal dikawasan padat penduduk Ibu ibu rumah tangga terkadang menjadi buruh cuci Pekerjaaan orang tua : ayah sebagai buruh di pasar

Pemeriksaan Fisik TTV : BB = 20 kg TB = 15 cm

Kepala : rambut kusam dan kering, mata sayu dan sembab, mimic muka seperti menangis Kulit : kulit keering dan garis dalam dan suhu akral dingin Abdomen Ekstremitas : perut buncit dan hepar teraba 1-2 cm : kaki bengkak teraba dingin

Hasil Laboratoriun Hb : 8,7 : 52gr

Gudarah sewaktu Kalium :3

Magnesium

:1

2.
No. 1.

Analisa data
Data Menyimpang DO: - acetabular panggul klien tampak rusak DS: - Klien mengeluh nyeri pada sendi panggul samapai tidak bisa digerakkan dengan skala 7 terjadi nekrosis sendi rusaknya kartilago artikular Etiologi Diagnosa

Trauma panggul Kekurang volume cairan tubuh

pelepasan mediator kimia

Nyeri 2. DS: pasien berkata ia sudah tidak bisa bekerja lagi karena panggulnya digerakkan DO: terjadi nekrosis sendi tidak bisa rusaknya kartilago artikular trauma panggul Gg. Mobilitas fisik

nyeri

kaki sulit digerakan

sulit melakukan aktivitas

gangguan mobilitas fisik

3.

DS : pasien mengatakan takut operasi DO : -

Trauma panggul

Ansietas

Rusaknya karilao artikular

Terjadi nekrosis sendi

Perlu penggantian sendi

Kurang pengetahuan / salah interpretasi

Pengalaman masa lalu

Ansietas

3. Asuhan Keperawatan

No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi
Lakukan /

Rasional

1. Kekurangan

volume Kx akan . cairan tubuh menunjukkan keadaan hidrasi berhubungan yang adekuat dengan menjadi 2-3 peningkatan asupan

observasi 1 a. Upaya rehidrasi perlu pemberian cairan perinfus / untuk sande / oral sesuai dengan dilakukan program rehidrasi mengatasi masalah Jelaskan kepada keluarga kekurangan volume cairan b. Meningkatkan tentang upaya rehidrasi dan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam

peroral Asupan cairan sesuai peran dan peningkatan keluarga dalam kebutuhan kehilangan akibat pelaksanaan terapi rehidrasi diare. ditambah defisiy c. Kaji perkembangan

TTV normal

b.

yang

terjadi keadaan dehidrasi Kx Hitung balans cairan c.

pelaksanaan rehidrasi

terapi

tidak ada tandad. / gejala dehidrasi (TTV batas dalam normal,

Menilai perkembangan masalah Kx

d.

Penting menetapkan selanjutnya

untuk dehidrasi

frekuensi defekasi 1 x 24 jam dengan kosistensi padat / semi padat).

2. . Gangguan
perkembangan berhububungan dengan

Tujuan : Kx a.

Lakukan

pemberian a.

Diet

khusus

untuk

pertumbuhan dan akan

mencapai makanan / minuman sesuai pemeliharaan mal nutrisi program pemilihan Lakukan terapi diet diprogramkan bertahap pengukuran kebutuhan kemampuan sesuai anak secara dengan dan

pertumbuhan dan

asupan perkembangan b.

protein dan kalori standart usia yang adekuat. tidak KH : c.

antropometri secara berkala

toloransi

Lakukan stimulasi tingkat sistem pencernaan sesuai b. Menilai masalah Kx Stimulasi di perlukan untuk keterlambatan perkembangan

- Pertumbuhan perkembangan fisik (ukuran dengan usia Kx

antropometri) d. sesuai usia - Perkembangan / bahasa / kognitif dan personal / sosial sesuai standart usia

Ajarkan kepada orang tua c.

standart tentang pertumbuhan

standart mengejar fisik

dan perkembangan anak dalam

tugas-tugas perkembangan aspek motorik, bahasa dan sesuai umur. d. personal / sosial Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang

keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.

3.

BAB IV PENUTUP
SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry .2005. Buku Ajaringan Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,dan Praktik. Edisi 4, Vol. 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari. Jakarta: EGC. Suratun,H. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik. Edisi 6, Jakarta :EGC. Corwin,E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta :EGC. Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC Ganong F. William. 1998. Buku Ajaringan Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta : EGC Price, Silvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta :EGC http://dokterpatahtulang.com/operasi-bedah-tulang-2/tindakan-operasi-ganti-sendi/ scribd.com /doc/91321776/total-jonit-replacement

Smeltzer., S. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Baziad, Ali, Djamaloeddin, Erdjan Akbar, Handaya dkk. Anatomi Panggul dan Isinya dan Haid dan Siklusnya.

Putz,Reinhard dan Reinhard Pabst.Ekstremitas Bawah , Pelvis.Liliana Sugiarto.Sobotta: Atlas Anatomi Manusia edisi 22, jilid 2.

Anda mungkin juga menyukai