Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan
dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition
normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian
rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi
bagian yang berbeda: (1) oral, (2) faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing
fase memiliki fungsi yang spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi
patologis, gejala spesifik dapat terjadi.
Proses menelan merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan oleh
makhluk hidup supaya proses kehidupannya tetap berlangsung. Proses
pencernaan berhubungan dengan proses menelan dimana merupakan mekanisme
yang kompleks, dimana kelenjar ludah sangat berperan untuk memudahkan
proses penelanan tersebut, kemudian makanan ke oesofagus karena kelenjar
peristaltic lingkaran tersebut pada serabut otot di depan makanan mengendor dan
yang di belakang berkontraksi, gelombang peristaltic mengantarkan bolus
makanan ke lambung.
Sistem pencernaan adalah sistem organ dalam hewan multisel yang
menerima

makanan,

mencernanya

menjadi

energi

dan

nutrien,

serta

mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur. Pada dasarnya sistem


pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di sepanjang saluran
pencernaan dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan
yang terjadi dalam mulut hingga lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan
sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa
- sisa makanan melalui anus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menetapkan beberapa
rumusan masalah, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.2.1
Saluran pencernaan merupakan?
1.2.2
Bagaimana proses menelan?
1.2.3
Bagaimana etiologi dari sakit menelan?
1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, penulis dapat merumuskan
tujuan penulisan dari makalah ini, di antaranya:
1.3.1
1.3.2
1.3.3

Untuk mengetahui saluran pencernaan;


Untuk mengetahui proses menelan;
Untuk mengetahui etiologi sakit menelan;

BAB II
TINJAUAN TEORI

Sistem pencernaan adalah sistem organ dalam hewan multisel yang menerima
makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses
tersebut melalui dubur. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan yang lainnya
bisa sangat jauh berbeda.
Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di
sepanjang saluran pencernaan (gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu

proses

penghancuran

makanan

yang

terjadi

dalam

mulut

hingga

lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di


dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi
Odinofagia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
mulut atau esofagus. Kondisi ini menyebabkan seseorang mengalami rasa nyeri
sewaktu menelan. Penyebab odinofagia biasanya berhubungan dengan destruksi
atau iritasi dari mukosa. Mukosa adalah jaringan lembab yang melapisi bagianbagian tertentu di dalam tubuh dan mengeluarkan lendir. Kerusakan pada mukosa
dapat disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
sangat panas atau sangat dingin. Penyakit otot yang berdampak negatif pada
fungsi dari otot-otot tenggorokan dapat juga menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya keadaan ini. Penyebab odinofagia yang paling umum adalah
candidiasis esofageal, suatu infeksi oportunistik pada esofagus. Tidak seperti
disfagia, yaitu suatu keadaan dimana penderita mengalami kesulitan untuk
menelan, odinofagia biasanya tidak melibatkan masalah apapun dalam proses
menelan.

3.2 ANATOMI
3.2.1 MULUT, TENGGOROKAN & KERONGKONGAN

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem


pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saluran
dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang mengalirkan
isinya ke dalam mulut. Di dasar mulut terdapat lidah, yang berfungsi untuk
merasakan dan mencampur makanan. Di belakang dan dibawah mulut
terdapat tenggorokan (faring).
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung. Pengecapan
relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman lebih
rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah
oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang
lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagianbagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Pada saat makan, aliran dari ludah membersihkan bakteri
yang bisa menyebabkan pembusukan gigi dan kelainan lainnya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Epiglotis akan tertutup agar makanan tidak masuk ke dalam pipa udara
(trakea) dan ke paru-paru, sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang
(palatum mole, langit-langit lunak) terangkat agar makanan tidak masuk ke
dalam hidung.
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran berotot yang berdinding
tipis dan dilapisi oleh selaput lendir. Kerongkongan menghubungkan
tenggorokan dengan lambung. Makanan didorong melalui kerongkongan
bukan oleh gaya tarik bumi, tetapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi
otot ritmik yang disebut dengan peristaltik.

3.2.2 LAMBUNG
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan
antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

3.2.3 USUS HALUS


Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari
hati.
Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang
disebut sfingter Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses
pencernaan dan penyerapan.
Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan
dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan
oleh usus.
Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin, tetapi
sisanya memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan
yang lebih kecil (mikrovili).
Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan
duodenum, sehingga menambah jumlah zat gizi yang diserap.
Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah duodenum, terdiri dari
jejunum dan ileum. Bagian ini terutama bertanggungjawab atas penyerapan
lemak dan zat gizi lainnya. Penyerapan ini diperbesar oleh permukaannya
yang luas karena terdiri dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahanpecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Kepadatan dari isi
usus berubah secara bertahap, seiring dengan perjalanannya melalui usus
halus.

Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke dalam isi usus


untuk melarutkan keasaman lambung. Ketika melewati usus halus bagian
bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan
enzim-enzim pankreatik.

3.2.4 USUS BESAR


Usus besar terdiri dari:
-

Kolon asendens (kanan)

Kolon transversum

Kolon desendens (kiri)

Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

Apendiks (usus buntu) merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti


tabung, yang terletak di kolon asendens, pada perbatasan kolon asendens
dengan usus halus.
Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan
elektrolit dari tinja. Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan,
tetapi ketika mencapai rektum bentuknya menjadi padat.

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi


mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri
di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

3.2.5 REKTUM & ANUS


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja
masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar.Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani)
menjaga agar anus tetap tertutup.

3.3 SPESIFIKASI MENELAN

Menurut Ganong (2008), menelan merupakan respon refleks yang dicetuskan


oleh impuls aferen nervus trigeminus, glosofaringeus, dan vagus. Menelan
diawali dengan kerja volunter, yaitu mengumpulkan isi mulut di lidah dan

10

mendorongnya ke faring. Refleks dari rangsangan ini yaitu inhibisi pernapasan


dan penutupan glotis, serta rangkaian kontraksi involunter otot faring yang
mendorong makanan ke esofagus. Makanan menuruni esofagus dengan
kecepatan 4cm/detik dan dapat lebih cepat jika dalam posisi tegak (akibat gaya
tarik bumi).
Guyton dan Hall (2008) menjelaskan proses menelan terdiri dari:
1. Tahap volunter (mencetuskan proses menelan). Terjadi bila makanan sudah
siap untuk ditelan. Fase persiapannya merujuk kepada pemrosesan bolus
sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti
pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya
dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja
dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan
saliva dan dan mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian
anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V
(trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).
2. Tahap faringeal. Bersifat involunter dan membantu jalannya makanan
melalui faring ke dalam esofagus. Pada tahap ini palatum mole tertarik ke
atas, menutupi nares posterior untuk mencegah refluks makanan ke rongga
hidung. Menurut Sherwood (2001), pada tahap ini makanan diarahkan
menuju esofagus dan dicegah memasuki saluran yang lain dengan cara :
a. Lidah menekan palatum keras dan menghalangi makanan kembali
kemulut.
b. Otot palatum lunak dan uvula mengangkat palatum lunak untuk
menutup mulut saluran nasal sehingga makanan tidak masuk kerongga
nasal.
c. Laring terelevasi, glotis tertutup, dan epiglotis condong kebelakang
menutup mulut laring yang menahan makanan singga tidak memasuki
saluran pernapasan

11

d. Sfingter esofagus atas pada mulut esofagus secara normal menyempit


untuk mencegah udara masuk dalam esofagus, dan reflek relaksasi
terjadi saat otot faring berkontraksi dan laring berelevasi.
e. Gelombang peristaltik kontraksi yang bermula pada otot faring
menggerakan bolus ke dalam esofagus.
3. Tahap esofageal. Fase involunter yang befungsi menyalurkan makanan
secara cepat dari faring ke lambung. Normalnya esofagus melakukan dua
gerakan peristaltik, yaitu peristaltik primer dan peristaltik sekunder.
a. Peristaltik primer, merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang
dimulai dari faring yang menyebar ke esofagus. Makanan berjalan ke
lambung dalam waktu 8-10 detik, dan akan lebih cepat dalam keadaan
tegak (5-8 detik) karena efek gaya grafitasi bumi.
b. Peristaltik sekunder, terjadi jika gelombang peristaltik primer gagal
mendorong semua makanan dari esofagus ke lambung. Menurut
Sherwood (2001), gelombang ini tidak melibatkan pusat menelan dan
orang yang bersangkutan tidak menyadari keberadaannya. Secara refleks,
peregangan

esofagus

meningkatkan sekresi

saliva. Bolus

yang

terperangkap dilepas dan digerakkan ke depan melalui gerakan


peristaltik sekunder yang lebih kuat dan lubrikasi saliva tambahan.
Guyton dan Hall (2008) menambahkan bahwa alur saraf gelombang ini
dimulai dari saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan sebagian
oleh refleks-refleks pada faring. Kemudian dihantarkan ke medula
melalui serabut-serabut aferen vagus dan kembali ke esofagus melalui
serabut-serabut saraf eferen glosofaringeal dan vagus.

Menurut Sherwood (2001), esofagus merupakan saluran berotot yang


relatif lurus dan berjalan memanjang diantara faring dan lambung. Kedua ujung
esofagus dijaga oleh sfingter, yaitu sfingter faringoesofagus (sfingter esofagus
atas) dan sfingter gastroesofagus (sfingter esofagus bawah).

12

1. Sfingter faringoesofagus. Mencegah masuknya sejumlah besar udara ke


esofagus dan lambung dengan cara tetap tertutup, kecuali saat menelan. Jika
mekanisme ini tidak berjalan, saluran pencernaan akan banyak menerima gas
yang menyebabkan eructation (sendawa) berlebihan.
2. Sfingter gastroesofagus. Guyton dan Hall (2008) menjelaskan, mukosa
esofagus tidak mampu berlama-lama menahan sekresi lambung yang bersifat
sangat asam dan mengandung banyak enzim proteolitik. Sehingga,
konstriksi tonik sfingter ini mencegah terjadinya refluks yang bermakna dari
isi lambung ke esofagus.
3.4 INERVASI PADA FASE MENELAN
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring
langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.
2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak
(kedua sisi) pada trunkus solitarius di bagian Dorsal (berfungsi utuk
mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg
berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg
berhubungan dgn proses menelan.
3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah
3.4.1 Fase Oral
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera
terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas
lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai
dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum
durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding
posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring

13

terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan
n.XII)
Peranan saraf kranial fase oral
ORGAN
Bibir

AFFEREN (sensorik)
EFFEREN (motorik)
n. V.2 (mandibularis), n. VII : m.orbikularis oris, m.levator
n.V.3 (lingualis)

labius oris, m. depressor labius,


m.mentalis

Mulut

& n. V.2 (mandibularis)

pipi

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli


oris, m.depressor anguli oris,
m.risorius. m.businator

n.V.3 (lingualis)

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

n.V.2 (mandibularis)

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

Lidah
Uvula
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial
n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII,
n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

3.4.2 Fase Faringeal


Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring
anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase
faringeal ini terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X
dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat,

14

kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup


daerah nasofaring.
2. m.genioglosus

(n.XII, servikal 1), m

ariepiglotika (n.IX,nX)

m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan


aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.
Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor
faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah
yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus
esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus
makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus.
Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan
dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal dan esofageal


Organ
Lidah

Afferen
n.V.3

Efferen
n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus

Palatum

n.V.2, n.V.3

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini


n.V :m.tensor veli palatini
15

Hyoid

n.Laringeus superior

n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus

cab internus (n.X)

n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

n.X
Nasofarin
g

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus


n.X
n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,

Faring

m.konstriktor faring sup, m.konstriktor


ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
n.rekuren (n.X)
n.IX :m.stilofaring

Laring

n.X
n.X : m.krikofaring

Esofagus

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII
sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase
faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang
waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume
bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,
pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter
esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai
dengan umur.

16

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik.


Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang
bekerja yaitu :
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang
ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke
orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan
negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior
faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas.
Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring
inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian
superior.
3.4.3 Fase Esofageal
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus
makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1.

dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang


peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik
pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2.

Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf


pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya
secara teratur menuju ke distal esofagus.

17

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun
karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal
transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot
rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
3.5 ETIOLOGI
Nyeri ketika menelan dapat hadir bersama dengan disfagia (kesulitan menelan)
atau ada dengan sendirinya meskipun refleks menelan normal dan tidak adanya
regurgitasi.
Pada

saat

odynophagia

mungkin

juga

menjadi

ciri

stomatodynia

(painfulcondition of the mouth that ischaracterized by burning pain of themouth).


Dalam hal ini, rasa sakit ini diperparah saat menelan. Banyak stomatodynia,
terutama yang memanjang ke tenggorokan, akan hadir dengan eksaserbasi nyeri
saat menelan dan matifikasi.
Nyeri saat menelan juga dapat diperhatikan pada mengkonsumsi makanan tertentu, seperti
makanan dan minuman panas merupakan indikasi lesi di mulut atau faring
Odynophagia yang bersamaan dengan dyspnea (kesulitan bernapas) atau disfonia (suara
serak, suara berbisik) mungkin menunjukkan patologi dalam laring atau trakea atau
obstruksi parsial faring.
Etiologi odinofagia
Infections

Acute or chronic infectious stomatitis (mouth),

Tonsillopharyngitis (tonsils, faring),

Epiglotitis (epiglottis) and esophagitis (esophagus). Banyak pasien dengan infeksi pada
mulut, faring hanya akan melaporkan odynophagia sebagai gejala utama pada infeksi
kronis.

18

Benda asing
Benda asing bersarang di lapisan faring, serta benda-benda sebagian atau seluruhnya
menghalangi daerah-daerah tersebut, dapat menyebabkan odynophagia. Sebuah obstruksi
tenggorokan juga akan mempengaruhi pernapasan

Inflammation, Sores and Ulcers

Ada sejumlah penyebab non-infeksi

peradangan dan ulserasi dalam saluran pencernaan. Radang laring juga dapat
mengakibatkan odynophagia, karena peran dari laring dalam refleks menelan.
Penyebab mungkin berhubungan dengan trauma (setelah pemeriksaan diagnostik,
makanan

panas/minuman,

penyakit

autoimun,

radiasi,

gastro

esophagealreflux disease (GERD) dan menghirup gas beracun


Tumor
Kanker

mulut, tenggorokan, laring,tiroid, leher, dan kerongkongan dapat menyebabkan

odynophagia. Ini harus dianggap sebagai kemungkinan penyebab pada pasien berisiko tinggi
seperti perokok, terutama jika disertai dengan disfagia dan penurunan berat badan yang
tidak disengaja
Sakit menelan dapat disebabkan oleh :
Esofagitis akibat infeksi (kandidiasis, bullous pemphigoid, lichen planus),
radiasi, bahan kaustik atau diperantarai obat (ingesti obat sebelum tidur atau
tanpa cairan adekuat menyebabkan pemanjangan kontak bahan obat iritatif
dengan esofagus dan menimbulkan kerusakan mukosa)
Odinofagia : nyeri menelan, biasanya diakibatkan oleh ulserasi mukosa pada
orofaring atau esofagus.

.
19

BAB IV
KESIMPULAN
Menelan merupakan suatu proses yang sangat kompleks yang harus
melibatkan berbagai keselarasan dari otot-otot pencernaan sehingga proses menelan
dapat terlaksana secara sempurna. Sakit pada saat menelan dapat di akibatkan oleh
berbgai faktor seperti esofagitis, odinofagia maupun kesalahan yang di sebabkan oleh
faktor ekstrinsik lainnya.
Tidak seperti disfagia, yaitu suatu keadaan dimana penderita mengalami
kesulitan untuk menelan, odinofagia atau sakit menelan biasanya tidak
melibatkan masalah apapun dalam proses menelan.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Leeson, C Roland. Leeson, C Thomas, Paparo, A Anthony. Buku ajar
histologi. 5th ed. Jakarta: EGC; 2005.
2. Mescher, L Anthony. Junqueiras basic histology: textbook and atlas. 12th ed.
USA: McGraw hill companies;2010.
3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. 2 nd ed. Jakarta:
EGC;2001.
4. Guyton, C Arthur: Fisiologi manusia dan mekanisme penaykit. 3 rd ed. Jakarta:
EGC;1990.
5. Ganong, W.F., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
6. Bayu, Denny Arnoviandry. Diunduh pada 22 Desember, 2014 dari
https://www.scribd.com/doc/141588671/Odinofagia

21

Anda mungkin juga menyukai