Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL LBM 4

“BAU KHAS ?”

BLOK DIGESTIVE 1

Disusun Oleh :

Nama : Baiq Ongsian

NIM : 020.06.0009

Kelas : A

Tutor. :dr.Hardinata S,ked.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022

| BAU KHAS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya kami dapat melaksanakan dan menyusun laporan LBM 4 ini, yang
berjudul “BAU KHAS?” tepat pada waktunya.

Laporan ini disusun untuk memenuhi prasyaratan sebagai syarat nilai SGD
(Small Group Discussion). Dalam penyusunan laporan ini, kami mendapat banyak
bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu,
melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Hardinta, S.Ked selaku tutor dan fasilitator SGD (Small Group
Discussion) kelompok 2.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan
masukan terkait makalah yang penulis buat.
3. Serta kepada teman-teman yang memberikan masukan dan dukungannya
kepada kami.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata,kami berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 11 Agustus 2022

Penulis

2 | BAU KHAS
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB I SKENARIO ……………………………………………………………….4

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 10

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 26

A. KESIMPULAN..................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

| BAU KHAS
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Skenario
BAU KHAS.

Anya adalah mahasiswi FK UNIZAR semester 2 yang sedang menempuh blok


system Pencernaan. Sebelum berangkat kuliah dia selalu rutin sarapan dan makan buah-
buahan terlebih dahulu dan BAB setiap pagi. Pada saat kuliah berlangsung tibatiba Anya
mencium aroma yang khas, yang tidak mungkin ia dan teman-temannya tidak
mengetahui. Beberapa saat setelah mencium aroma tersebut teman Anya yang bernama
Mina meminta izin kepada dosen untuk ke toilet karena tidak dapat menahan BAB. Anya
dan temannya Maria bisa menebak aroma tersebut berasal dari siapa. Di sela-sela
pembelajaran, Maria menceritakan kepada Anya tentang apa yang terjadi pada dirinya.
Maria mengaku sering sulit keluar BAB dan harus mengedan dengan kuat terlebih dahulu
saat BAB. Anya dan Maria pun bingung dan bertanya tanya dengan apa yang terjadi
terhadap mereka dan teman-temannya mengapa masingmasing dari mereka mengalami
hal yang berbeda dan mencari informasi proses defekasi yang seharusnya terjadi.

Berdasarkan scenario diatas dikatakan bahwa teman Eren yang bernama

Dari scenario diatas tersebut saya membahas beberapa masalah yang sangat
kompleks tentang apa yang menyebabkan seseorang mengalami hal tersebut.
Seseorang yang mengalami kesulitan BAB dikarenakan pola makan yang kurang
teratur dan sangat kurang mengonsumsi buah buahan dan sayur sayuran terutama
yang tinggi akan serat. Serat dikatakan mampu memperlancar jalannya feses saat
defekasi, dikarenakan serat tersebut dapat menampung air yang artinya Serat
dapat mencegah dan mengurangi konstipasi karena dapat menyerap air ketika
melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses, namun jika
asupan air kurang, serat akan menyebabkan konstipasi dan menyebabkan
gangguan pada usus besar. Konstipasi (kesulitan BAB) kerap kali mengganggu
seseorang baik dikalangan anak anak

4 | BAU KHAS
remaja dewasa maupun lansia. Konstipasi yang terjadi biasanya feses yang ada
tersebut mengeras dan berukuran besar sehinngga sulit dikeluarkan melalui anus
dan harus mengedan dengan keras, namun pada saat mengedan tersebut dapat juga
seseorang tersebut merasakan sakit pada bagian anus. Oleh karena itu untuk
menghindari terjadinya konstipasi, kita harus rajin mengonsumsi buah buahan dan
sayur sayuran. Untuk maslah selanjutnya yakni pada teman Eren yaitu Armin
yang dikatakan di scenario yang sering BAB dan tidak dapat menahannya, itu bisa
dibilamg normal namun apabila BAB terlalu sering dalam satu hari itu bisa
dikatakan patologis. Sebenarnya untuk frekuensi berapa minimal BAB dalam
sehari tidak ada yang memberikan rentang, ada yang BAB satu kali dalam sehari,
ada yang BAB 2 hari sekali, ada yang BAB dalam 1 minggu hanya 3 kali itu
merupakan masih dalam batas normal dan wajar, namun apabila dalam 1 minggu
tidak pernah BAB dan dalam 1 hari sangat sering BAB itu bisa menjurus ke
keadaan patologis dan harus segera dikonsultasikan kepada dokter. Frekuensi
BAB masing masing orang berbeda beda tidak ada yang sama dikarenakan intake
makanan yang masuk pada orang tersebut berbeda beda, ada orang yang sering
makan buah dan sayur ada juga orang yang jarang makan buah dan sayur, semua
itu tergantung dari orang tersebut.

BAB II

5 | BAU KHASI
PEMBAHASAN

ANATOMI SYSTEM PENCERNAAN BAWAH


A. Anatomi Usus Halus
Usus halus merupakan bagian terpanjang dari traktus gastrointestinalis
dan terbentang dari ostium pyloricum gaster sampai plica ileocaecale. Ini
merupakan struktur yang paling Panjang dan paling lama dilewati oleh kimus
sebelum masuk ke kolon. Struktur berupa tabung ini panjangnya sekitar 6-7
meter dengan diameter yang menyempit dari permulaan sampai ujung akhir,
yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum.

a. Duodenum merupakan tabung berbentuk C dengan panjang sekitar 25 cm


dimulai dari sfingter pilorus lambung hingga flexura duodenojejunalis.
Duodenum terbagi menjadi 4 bagian, yaitu :
• Duodenum pars superior, Bagian ini bermula dari pylorus dan
berjalan ke sisi kanan vertebrae lumbal I.
• Duodenum pars descendens, Merupakan bagian dari duodenum
yang berjalan turun setinggi Vertebrae Lumbal II – III. Pada
duodenum bagian ini terdapat papilla duondeni major dan minor,
yang merupakan muara dari ductus pancreaticus major dan ductus
choledocus, juga oleh ductus pancreaticus minor yang merupakan

6 | BAU KHAS
organ apparatus biliaris yang merupakan organ system
enterohepatic.
• Duodenum pars horizontal, Merupakan bagian dari duodenum
yang berjalan horizontal ke sinistra mengikuti pinggir bawah caput
pancreas dan memiliki skeletopi setinggi Vertebrae Lumbal II
• Duodenum pars ascendens, Merupakan bagian terakhir dari
duodenum yang bergerak naik hingga pada flexura
duodenujejunales yang merupakan batas antara duodenum dan
jejunum. Pada flexura duodenojejunales ini terdapat ligamentum
Treitz yang merupakan batas yang membagi saluran cerna atas dan
saluran cerna bawah.
b. Jejunum dan ileum yang merupakan usus penyerapan membentang dari
flexura duodenojejunales sampai ke juncture ileocacaecalis. Jejunum dan
ileum ini merupakan organ intraperitoneal. Jejunum dan ileum memiliki
penggantung yaitu mesenterium yang memiliki proyeksi ke dinding
posterior abdomen dan disebut denga radix mesenterii. Pada bagian akhir
dari ileum akan terdapat sebuah katup yaitu valvulla ileocaecal yang
merupakan suatu batas yang memisahkan antara intestinum tenue dengan
intestinum crassum.

Untuk vaskularisasi dari usus halus berasal dari A. mesenterika superior


kecuali pada duodenum. Pada duodenum divaskularisasi oleh A.
gastroduodenalis.

B. Anatomi Usus Besar


Intestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix
vermiformiis, colon, rectum dan canalis analis.

7 | BAU KHASI
a. Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi
colon ascendens. Caecum adalah ujung proksimal dari usus besar di mana
ia bergabung dengan usus kecil di persimpangan ileocecal. Panjangnya
kurang lebih 6-7 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas
setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Appendix Vermiformis
sepanjang 8-9 cm berupa pipa buntu yang berbentuk cacing dan
berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal.
Caecum dan appendix vermiformis mendapatkan vaskularisasi dari A.
ileocolica.
b. Colon yang panjangnya sekitar 1,5-1,8 m dan terdiri dari empat bagian
yaitu colon ascendens, transversum, usus descendens, dan sigmoid.
• Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm dan terbentang
dari caecum sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan hepar
yang kemudian membelok ke kiri pada flexura coli dextra untuk
beralih menjadi colon transversum. Pendarahan colon ascendens
dan flexura coli dextra berasal dari arteri ileocolica dan arteri
colica dextra cabang arteri mesenterica superior. Vena ileocolica
dan vena colica dextra cabang mesenterika superior yang
mengalirkan balik darah dari colon ascendens.
• Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar
dan paling dapat bergerak bebas karena bergantung pada
mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya
antara 45-50 cm. Pendarahan colon transversum berasal dari arteria
colica media cabang arteria mesenterica superior, arteri colica

8 | BAU KHAS
dextra dan arteri colica sinistra. Aliran balik darah dari colon
transversum terjadi vena mesenterica superior.
• Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon
descendens melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra ke
fossa iliaca sinistra dan disini beralih menjadi colon sigmoideum.
Colon descendens diperdarahi oleh A. colica sinistra.
• Colon sigmoideum yang panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. colon sigmoideum diperdarahi oleh
A. colica sinistra dan Aa. Sigmoideum.

C. Anatomi Rectum
Rectum adalah bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi yang
merupakan tabung lurus berotot. Rectum memiliki panjang sekitar
dengan panjang 12-13 cm yang ke arah kaudal rectum beralih menjadi
canalis analis. Rectum mendapatkan vaskularisasi A. rectalis superior, A.
rectalis media, A. rectalis inferior dan oleh V. rectalis superior, V. rectalis
media, V. rectalis inferior.

D. Anatomi Canalis analis (Anus)


Canalis analis merupakan 2–3 cm terakhir dari saluran pencernaan.
Lapisan otot polos saluran anus membentuk sfingter anal internal pada
ujung atasannya. Sfingter anal eksternal di ujung inferior saluran anal
dibentuk oleh otot rangka. Canalis analis mendapatkan vaskularisasi dari
A. rectalis superior, A. rectalis media, A. rectalis inferior dan oleh V.
rectalis superior, V. rectalis media, V. rectalis inferior. Rectum dan
canalis analis mendapat persarafan dari saraf simpatis T10-L3 dan saraf
parasimpatis S2-S4.

9 | BAU KHASI
Usus besar memiliki empat perbedaan khas dibanding usus halus:

• Taenia yang terdapat pada caecum dan colon yang merupakan lapisan otot
longitudinal berkurang menjadi tiga pita. Pada lapisan tersebut, Taenia
libera dapat dilihat, sedangkan Taenia mesocolica menempel pada
Mesocolon transversum dan Taenia omentalis berhubungan dengan
Omentum majus.
• Haustra dan Plicae semilunares yang terdapat pada caecum dan colon.
Haustra coli adalah sakulasi dinding usus yang berhubungan dengan
lipatan mukosa berbentuk sabit (Plicae semilunares) pada permukaan
dalam.

10 | BAU KHAS
HYSTOLOGI SYSTEM PENCERNAAN BAWAH

1. Histology Usus Halus


• Duodenum
Dinding dari duodenum terdiri atas 4 lapisan.lapisan duodenum
dari dalam ke luar. Lapisan pertama adalah lapisan mukosa dengan
muskularis mukosa, lamina propia serta epitel. Lapisan kedua adalah
jaringan ikat submukosa dengan kelenjar duodenal (Brunner). Lapisan
ketiga adalah dua lapis otot polos pada muskularis eksterna. Lapisan
terakhir adalah serosa peritoneum visceralis. Usus halus memiliki
beberapa ciri yaitu tonjolan seperti jari yang disebut vili, lapisan sel epitel
kolumner berjajar dengan mikrovili yang membentuk striated borders, dan
kelenjar intestinal yang tubular dan pendek (kripte Lieberkuhn). Vili
merupakan mukosa yang mengalami modifikasi. Diantara vili terdapat
intervillous space. Setiap vili berisi inti yaitu lamina propria , serabut otot
polos yang menonjol dari muskularis mukosa ke vili, dan pembuluh
limfatik sentral yaitu lacteal.

• Jejenum
Histologi duodenum segmen bawah, jejunum dan ileum memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan duodenum segmen atas. Hanya
kelenjar duodenal (Brunner) yang hanya terdapat pada submukosa
duodenum segmen atas dan tidak ditemukan di jejunum maupun ileum.
Inti dari plica circularis dibentuk oleh jaringan ikat padat submukosa yang
terdapat arteri dan vena di dalamnya. Usus halus dikelilingi oleh

11 | BAU KHAS
muskularis eksterna yang tersusun atas otot polos sirkuler dan
longitudinal. Diantara vili-vili terdapat kelenjar intestinal. Di dasar
kelenjar intestinal terdapat sel paneth yang merupakan kelenjar eksokrin
memproduksi lisozim. Sel paneth juga memiliki fungsi fagositosis dengan
demikian sel ini memiliki fungsi penting untuk mengontrol flora mikroba
pada usus halus.

• Ilieum
Ileum memuliki karakteristik yaitu agregasi dari nodul limfatik
yang disebut plaque peyeri. Setiap plaque peyeri adalah agregasi dari
beberapa nodul limfatik yang berada pada inding ileum berlawanan
dengan penempelan mesenterium. Sebagian besar dari nodul limfatik
menampilkan sentrum germinativum. Nodul limfatik umumnya bersatu
dan batas antara keduanya menjadi sukar dibedakan. Nodul limfatik
berasal dari jaringan limfatik pada lamina propia. Plaque peyeri
mengandung banyak limfosit B, beberapa limfosit T, makrofag .dan sel
plasma. Tidak terdapat vili pada area lumen usus halus dimana nodul
mencapai permukaan mukosa.

12 | BAU KHAS
2. Histology Usus Besar (Colon)
Dinding kolon memiliki lapisan-lapisan dasar yang serupa dengan
lapisan yang ada di usus halus. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris,
kelenjar intestinal , lamina propria, dan muskularis mukosa. Submukosa di
bawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah,
dan saraf. Muskularis eksterna dibentuk oleh dua lapisan otot polos. Serosa
(peritoneum viscerale dan mesen terium) melapisi kolom transversum dan
kolon signoid. Adanya beberapa modifikasi di dinding kolon yang
memebdakan bagian ini dari bagian lainnya di saluran pencernaan. Kolon
tidak memiliki vili atau plika sirkularis, dan permukaan luminal mukosa licin.
Di kolon yang tidak melebar, mukosadan submukosa memperlihatkan
banyak lipatan temporer. Di lamina propria dan submukosa kolon dijumpai
nodulus limfoid. Lapisan otot polos di muskularis eksterna kolon mengalami
modifikasi. Lapisan sirkular dalam terlihat utuh di dinding kolon, sedangkan
lapisan longitudinal luar otot polos dibagi menjadi tiga pita memnajang yang
lebar yaitu taenia coli. Lapisan otot longitudinal luar yang sangat tipis, yang
sering terputus-putus, dijumpai di antara taenia coli. Sel-sel ganglion para
simpatis pleksus saraf mienterikus (Auerbach) terdapat di antara kedua lapisan
otot polos muskularis eksterna. Kolon transversum dan kolon sigmoid melekat
pada dinding tubuh melaui mesenterium. Oleh karena itu, serosa menjadi
lapisan terluar. Fotomikrograf pembesaran-lemah memperlihatkan bagian
dinding kolon. Epitel selapis silindris mengandung sel absorptif kolumnar dan
sel goblet terisi-mukus, yang jumlahnya makin banyak ke arah ujung distal
kolon. Kelenjar intestinal di kolon dalam dan lurus, dan terentang dari lamina

13 | BAU KHAS
propria ke muskularis mukosa . Lamina propria dan submukosa berisi
agregasi sel limfoid dan nodulus limfoid.

Dinding kolon yang tidak teregang biasanya memperlihatka lipatan


temporer yang berdiri dari lapisan mukosa dan submukosa. Empat lapisan
dinidng kolon yang bersamungan dengan dinding usus halus adalah mukosa,
submukosa, muskularis eksterna, dan serosa. Di kolon tidak terdapat vilus,
jaringan ikat lamina proprianmengandng kelenjar ususyang panjang
menembus lamina propria ke lapisan otot polos muskularis mukosa. Epitel
yang melapisi lumen kolon dintandai dengan banyaknya sel goblet, epitel ii
dalah epitel silidris selapis yang juga melapisi kelenjar usus. Seperti di usus
halus, lamina propria mengandung banyak jaringan limfe difus, sebuah
nodulus limfatik terlihat jauh di dalam lamina propria. Sebagian dari nodulus
limfatik yang lebih besar dapat meluas menembus muskularis mukosa hingga
ke jaringan ikat submukosa.

3. Histology rectum
Histologi rektum atas serupa dengan histologi kolon. Terdiri dari
epitel, lamina propria, lipatan longitudinal, di rektum bersifat temporer dan
mengandung inti submukosa yang terlapisi mukosa, kelenjar usus, permukaan
lumen yang banyak pembuluh darah dan Adventisia menutupi sebagian
rektum, dan serosa menutupi bagian lainnya. Nodulus limfatik dan di
bawahnya terdapat muskularis mukosa , sel adiposa. Taenia koli pada kolon
berlanjut ke rektum dimana muskularis eksterna mempunyai lapisan otot polos

14 | BAU KHAS
sirkular dalam dan longitudinal luar yang tipikal. Di antara kedua lapisan otot
polos tersebut terdapat ganglion parasimpati pleksus mienterikus (Auerbach).

4. Histology Canalis Analis


Pada canalis analis terdapat 4 lapis epitel :
Zona kolorektal - epitel kolumnar sederhana
Zona transisi - epitel skuamosa berlapis dan kolumnar sederhana
Anoderm - epitel skuamosa berlapis non-keratin
Zona kulit - epitel skuamosa berkeratin berlapis

FISIOLOGI PEMBENTUKAN FESES


Pada manusia normal Setiap harinya, sekitar 750 cc kimus (bolus makanan yang
telah dicerna) masuk ke kolon dari ileum. Sebagian besar air dan elektrolit di

15 | BAU KHAS
dalam kimus ini diabsorbsi di dalam usus besar (kolon), biasanya meninggalkan
kurang dari 100 ml cairan untuk diekskresikan dalam feses. Juga, pada dasarnya
semua ion diabsorbsi, hanya meninggalkan 1 sampai 5 mEq masing - masing ion
natrium dan klorida untuk hilang dalam feses. Di kolon, feses mengalami
pewarnaan oleh bilirubin yang dikeluarkan dari gall bladder (kandung empedu),
selanjutnya kimus tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan sekresi
elektrolit. Dan juga untuk pembusukan makanannya akan dibantu oleh bakteri e
coli dalam usus selain membantu dalam pembusukan makanan bakteri e coli juga
akan menghasilkan zat yang bermanfaat bagi tubuh seperti : biotin, asam folat,
vitamin K, dan beberapa vitamin B.
Tinja mengandung air, zat-zat padat (sisa makanan), mikroorganisme, dan
sel-sel epitel yang luruh. Di dalam usus besar, terjadi reabsorpsi air, sekresi mukus
dan aktivitas bakteri yang menghasilkan gas (flatus). Semua hal ini berkontribusi
dalam pembentukan tinja/feses.

16 | BAU KHAS
KANDUNGAN DARI FESES

Proses defekasi (buang air besar) adalah proses yang sangat penting dalam proses
pencernaan, juga sangat erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tubuh. Usus
besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. Air mencapai 75% sampai 80%
feses. Sepertiga materi padatnya adalah bakteri dan sisanya yang 2% sampai 3%
dalah nitrogen, zat sisa organik dan anorganik dari sekresi pencernaan, serta
mukus dan lemak. Feses juga mengandung sejumlah materi kasar, atau serat dan
selulosa yang tidak tercerna.

Warna coklat berasal dari pigmen empedu dan bau berasal dari kerja bakteriJika
proses defekasi terhambat maka akan terjadi penumpukan sisa-sisa makanan yang
telah membusuk. Pembusukan tesebut menghasilkan toksin yang dapat mengikis
membran mukosa usus besar sehingga terjadi infeksi. Selain itu tumpukan kotoran
yang tidak terbuang akan membentuk plak di dinding usus. Plak ini dapat menjadi
tempat bersarangnya bakteri dan virus patogen yang dapat menginfeksi membran
usus dan masuk ke sirkulasi tubuh dan menyerang seluruh organ tubuh. Kondisi
inilah yang disebut proses autointoksinasi. Sisa-sisa makanan akan mengalami
masa transit di usus besar kurang lebih 14 jam. Kemudian pembuangan bila
lambung terisi makanan dan merangsang peristaltik didalam usus besar.

17 | BAU KHAS
REFLEKS DEFEKASI

Proses defekasi diawali dengan adanya mass movement dari usus besar
desenden yang mendorong tinja ke dalam rektum. Mass movement timbul +/- 15
menit setelah makan dan hanya terjadi beberapa kali dalam sehari. Adanya tinja
dalam tinja dalam rektum menyebabkan peregangan rektum dan pendorongan
tinja kearah sfinkter ani.
Metabolisme berupa feses dan flatus(kentut) yang berasal dari saluran
pencernaan melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk
defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi
rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus
besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian
sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu
menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses
tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.
Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor
tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga
gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon.
Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak
dicerna (feses) dari kolon ke rektum . Secara umum, terdapat dua macam refleks

18 | BAU KHAS
dalam membantu proses defekasi, refleks tersebut adalah sebagai berikut (Tarwoto
& Wartonah, 2004) :
a. Refleks defekasi intrinsik Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke
rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan
pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai ke
anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah defekasi.
b. Refleks defekasi parasimpatis Feses yang masuk ke rektum akan
merangsang
saraf rektum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras
spinal kemudian dkembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang
menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah
defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot
femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan
normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S,
O2, dan Nitrogen.

FACTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI PROSES DEFEKASI


• Usia. Setiap usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam
buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan
mengontrol secara penuh, kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan
tersebut mengalami penurunan.
• Diet. Jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses
percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhi.
• Asupan Cairan. Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat
defekasi menjadi keras. Oleh karena, proses absorpsi air yang kurang
menyebabkan kesulitan proses defekasi.
• Aktivitas. Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui
aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu

19 | BAU KHAS
kelancaran proses defekasi. Hal ini kemudian membuat proses gerakan
peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik.
• Pengobatan. Pengobatan juga dapat mempengaruhinya proses defekasi, seperti
penggunaaan laksantif atau antasida yang terlalu sering. Kedua jenis tersebut
dapat melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik usus. Penggunaan lama
menyebabkan usus besar kehilangan tonus otonya dan menjadi kurang
responsif terhadap stimulus yang diberikan oleh laksantif.
• Gaya hidup. Kebiasaan atau gya hidup dapat mempengaruhi defekasi. Hal ini
dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau kebiasaan
melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, ketika seseorang
tersebut buang air besar di tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, maka
ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

FACTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHI PROSES DEFEKASI

• Penyakit. Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya


penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsug dengan sistem pencernaan,
seperti gastroenteritis atau penyakit infeksi lainya.
• Nyeri. Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keinginan untuk
defekasi, seperti nyeri pada kasus hemorroid dan episiotomi.
• Kerusakan sensoris dan motoris. Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris
dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses
penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi. Hal tersebut dapat
diakibatkan karena kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan sarf lainnya.
• Mengabaikan keinginan untuk BAB
• Berkurangnya motilitas kolon karena usia,emosi, atau makanan serat rendah
• Obstruksi pergerakan massa oleh tumor local atau spasme kolon, dan
• Gangguan refleks defikasi, misalnya karena cedera jalur saraf yang terlibat

20 | BAU KHAS
BIOKIMIA SYSTEM PENCERNAAN BAWAH

1. Pencernaan dalam Usus


Chyme atau kimus merupakan bahan makan dari lambung konsistensi padat dan
asam di usus bertahap sedikit demi sedikit dinetralkan oleh getah pankreas dan
empedu alkalis. Rangsangan pada sekresi getah pancreas. Hormon sekretin akan
dihasilkan oleh duodenum dan jejenum akibat rangsang HCl, fat, protein,
karbohidrat, chime. Pengangkutan melaui darah, pancreas, hati, kandung empedu
dan usus halus. Komponen aktif sekretin akan merangsang sekresi getah pancreas,
sedikit mengandung enzim menjadi polipeptida dg 27 asam amino. Pancreozymin
akan merangsang sekresi kelenjar pankreas terdapat banyak enzim (pekat).
Hepatokinin akan merangsang sekresi getah empedu dari hati. Cholecystokinin
akan merangsang kontraksi dan pengosongan kandung empedu. Enterocrinin
dapat merangsang sekresi getah usus halus (succus entericus). Proses sekresi getah
usus halus, dalam lambung makanan bercampur sempurna, massa homogen dan
halus, asam (kimus) dan keluar sedikit-sedikit ke dalam usus 12 jari, sehingga
makanan bercampur dg empedu dan enzim pankreas yang alkalis serta pH
meningkat. Getah usus dihasilkan kelenjar Brunner dan Lieberkum terdiri atas
mucin dan enzim. Enzim pencernaan dalam usus halus antara lain proteolitik,
sakaridase/oligosakaridase spesifik, fosfatase, polinukleotidase, nukleosidase dan
fosfolipase. Proteolitik meliputi aminopeptidase atau eksopeptidase enzim pada
ikatan peptida pada peptida dengan asam amino terminal, peptidase.
Sakaridase/oligosakaridase spesifik, L-glukosidase (maltose) menghidrolisis
maltosa 1-6),menjadi 2 glukosa (L 1-4), isomaltase yang menghidrolisis
isomaltosa menjadi 2 glukosa ( -galaktosidase (laktase) yang menghidrolisis
laktosa menjadi glikogen & galaktosa, Sukrase yang menghidrolisis sukrosa
dengan glukosa dan fruktosa. Fosfatase melepas fosfat dari fosfat organik tertentu
yaitu heksosa fosfat, gliserolfosfat dan nukleotida yang berasal dari makanan &
asam nukleat. Polinukleotidase (DNAse dan DNAse), memecah asam nukleat
(polinukleotida) menjadi mononukleotida, nukleotida menjadi nukleosida dan
fosfat, Nukleosida menjadi basa purin/pirimidin dan gula pentose. Nukleosidase
merubah purin nukleodidase perubahan basa purin menjadi adenin dan guanine,

21 | BAU KHAS
pirimidin nukleosidase dirubah menjadi basa pirimidin selanjutnya menjadi sitosin
dan urasil/timin. Fosfolipase menghidrolisis fosfolipid menjadi gliserol, asam
lemak, dan asam fosfat serta kolin.

• Pencernaan dan penyerapan karbohidrat.


Asupan karbohidrat per hari berkisar dari sekitar 250-800 g untuk
manusia dewasa normal. Sekitar dua pertiga dari karbohidrat ini adalah
berbentuk polisakarida pati tanaman, dan sebagian besar sisanya terdiri dari
disakarida sukrosa dan laktosa (gula susu). Dalam makanan hanya sejumlah
kecil yang berbentuk monosakarida. Selulosa dan polisakarida kompleks
tertentu lainnya yang ada dalam sayuran (biasa disebut dengan serat) tidak
dapat dipecah oleh enzim dalam usus kecil dan diteruskan ke usus besar, di
mana sebagian serat dimetabolisme oleh bakteri. Proses pencernaan pati
dengan amilase saliva dimulai di mulut dan berlanjut di bagian atas perut
sebelum amilase ini dihancurkan oleh asam lambung. Proses pencernaan pati
berakhir di usus kecil oleh enzim amilase pankreas. Produk yang dihasilkan
oleh kedua amilase adalah maltose, disakarida dan campuran karbiohidrat
yang berantai pendek serta karbohdrat dalam bentuk rantai molekul glukosa
bercabang. Produk ini, bersama dengan sukrosa tertelan dan laktosa, dipecah
menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa oleh enzim-terletak
pada membran luminal sel-sel epitel usus kecil. Monosakarida kemudian
diangkut melintasi epitel usus ke dalam darah. Fruktosa memasuki sel-sel
epitel dengan difasilitasi proses difusi, sedangkan glukosa dan galaktosa
melalui transpor aktif sekunder. Monosakarida ini kemudian meninggalkan
sel-sel epitel dan masuk ke dalam darah dengan cara memfasilitasi transporter
difusi dalam membran basolateral dari sel-sel epitel. Karbohidrat yang tertelan
20 persen dicerna dan diserap dalam usus halus.
• Pencernaan dan penyerapan protein
Protein yang diperlukan oleh orang dewasa normal hanya 40 sampai 50 g
per hari untuk memasok asam amino esensial dan mengganti nitrogen asam
amino diubah menjadi urea. Selain itu, sejumlah besar protein, dalam bentuk
enzim dan lendir, disekresikan ke dalam saluran pencernaan atau masuk

22 | BAU KHAS
melalui disintegrasi sel epitel. Sebagian besar protein dalam lumen dipecah
menjadi asam amino dan diserap oleh usus halus. Protein dipecah menjadi
fragmen peptida dalam perut dengan pepsin, dan usus kecil oleh tripsin dan
kimotripsin, protease utama yang disekresi oleh pankreas. Fragmen ini
selanjutnya dicerna menjadi asam amino bebas dengan Carboxypeptidase dari
pankreas dan aminopeptidase, yang terletak di membran luminal sel-sel epitel
usus kecil. Kedua enzim terakhir memisahkan diri asam amino dari karboksil
dan amino ujung rantai peptida, masing-masing. Setidaknya 20 peptidase yang
berbeda terletak pada membran luminal sel-sel epitel, dengan berbagai
kekhususan fungsi untuk pemutusan ikatan peptida. Asam amino bebas
kemudian masukkan sel epitel oleh transpor aktif sekunder bersamaan dengan
natrium. Ada beberapa transporter dengan kekhususan yang berbeda untuk 20
jenis asam amino. Daya serap protein utuh jauh lebih besar pada bayi
dibandingkan pada orang dewasa, dan antibodi (protein yang terlibat dalam
sistem pertahanan imunologi tubuh) disekresi ke dalam susu ibu dapat diserap
oleh bayi, menyediakan beberapa kekebalan sampai bayi mulai menghasilkan
antibodi sendiri.
• Pencernaan dan penyerapan vitamin
Pencernaan dan penyerapan vitamin yang larut dalam minyak (A, D, E,
dan K) sama dengan penyerapan lemak. Vitamin yang larut dalam minyak
dilarutkan dalam misel, sehingga setiap gangguan pada sekresi empedu atau
tindakan garam empedu dalam usus mengurangi penyerapan vitamin tersebut.
Sedangkan vitamin yang larut dalam air diserap oleh difusi atau dimediasi
transport. Pengecualian, untuk vitamin B12 dimana memiliki volume molekul
sangat besar. Vitamin B12 harus mengikat protein dalam rangka untuk proses
penyerapan, yang dikenal sebagai faktor intrinsik, disekresikan oleh sel yang
mensekresi asam dalam lambung. Faktor intrinsik yang mengikat vitamin B12
kemudian mengikat ke situs tertentu pada selsel epitel di bagian bawah ileum,
di mana vitamin B12 diserap oleh endositosis.

23 | BAU KHAS
• Pencernaan Lemak

Getah pankreas bersifat menjadi cair, jernih, tidak berwarna, pH


sekitar 8, tidak beku - 0,47°C, Bj 1,007 dan disekresi ½ L sehari, Komposisi
terdiri 98,7% air, 1,3% zat padat dan anorganik : NaCl, bikarbonat, K+ , Ca+
+, HpO4 2- dan SO42- . Enzim getah pancreas terdiri atas tripsin dan
Kimotripsin
(inaktif). Proses pengaktifan meliputi enzim tripsinogen menjadi tripsin
(enterokinase, pH 5,2- 6), tripsinogen menjadi tripsin (tripsin pH 7-9) dan
kimotripsinogen menjadi kimotripsin (tripsin pH 8).

• Pencernaan dan penyerapan mineral dan air


Air adalah zat yang paling melimpah di chyme. Sekitar 8000 ml air
dicerna dan dikeluarkan memasuki usus kecil setiap hari, namun hanya 1.500
ml diteruskan ke usus besar, sedangkan 80 persen dari cairan yang diserap di

24 | BAU KHAS
usus kecil. Sejumlah kecil air diserap dalam lambung, tapi lambung memiliki
luas permukaan yang lebih kecil untuk difusi dan tidak memiliki mekanisme
menyerap zat yang terlarut. Membran epitel usus kecil sangat permeabel
terhadap air, dan difusi air bersih terjadi di epitel. Sedangkan ion natrium
merupakan sebagian besar zat terlarut aktif diangkut karena ion natrium
merupakan zat terlarut yang paling melimpah di chyme. Penyerapan natrium
adalah proses primer aktif. Sealin itu, ion klorida dan bikarbonat juga diserap
bersama-sama dengan ion natrium dan fraksi-fraksi lain. Sedangkan, mineral
lainnya ada dalam konsentrasi yang lebih kecil, seperti kalium, magnesium,
besi, seng, iodida dan kalsium, juga diserap.

25 | BAU KHAS
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi saya dengan teman teman saat lbm 4 dapat disimpulkan
bahwa organ system pencernaan bawah terdiri dari usus besar, usus kecil, rectum
dan anus. Seluruh organ ini bekerja sama untuk mengalirkan kimus(makanan yang
sudah dihancurkan) yang ada. Apabila kimus sudah berada di usus baik di usus
halus maupun usus besar maka akan terjadi proses reabsorbsi, dan setelah itu
kimus yang sudah tidak diperlukan lagi akan di busukkaan dengan bantuan bakteri
E.Colli dan akan di simpan di rectum untuk sementara dan setelah itu akan di
keluarkan melalui anus pada saat proses defekasi. Proses defekasi terjadi secara
volunter dan involunter. Jika defekasi ditunda terlalu lama, dapat terjadi konstipasi
yaitu ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal, H2O yang diserap dari
tinja meningkat sehingga tinja menjadi kering dan keras. Sebagian besar jenis
makanan alami yang mengandung serat dapat membantu mengatasi agar feses
tidak mengeras. Oleh karena itu mengonsumsi makanan yang banyak
mengandung serat akan melancarkan proses defekasi.

26 | BAU KHAS
DAFTAR PUSTAKA

Bärtsch P, Mairbäurl H, Maggiorini M, et al: Physiological aspects of high-altitude


2021

Basnyat B, Murdoch DR: High-altitude illness, Lancet 361:1967, 2003.

Convertino Diedrich A, Paranjape SY, Robertson D: Plasma and blood volume in


space, Am J Med Sci 334:80, 2007

Gerard J. Tortora. 2017. Dasar Anatomi dan Fisiologi. Edisi 13. ECG Penerbit
Buku
Kedokteran

Guyton Dan Hall. 2014. Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Elsevier. Jakarta.

Lauralee Sherwood. 2014. Fisiologi Kedokteran Dari Sel Ke Sistem. Edisi 9. ECG
Penerbit Buku Kedokteran.

Michael Schunke. 2016. Atlas Anatomi Prometheus. Jilid II : anatomi organ dalam.
Edisi 3. ECG Penerbit Buku Kedokteran.

Noverita Rochsitasari, dkk. Vol. 13, No. 3, 2011. Perbedaan Frekuensi Defekasi
dan Konsistensi Tinja Bayi Sehat Usia 0–4 Bulan yang Mendapat Asi Eksklusif,
Non Eksklusif, dan Susu Formula. Bagian Ilmu Kesehatan anak Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi, Semarang. pulmonary
edema, J Appl Physiol 98:1101, 2005.

Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 12. Jakarta: EGC; 2014.

VA: Mechanisms of microgravity induced orthostatic intolerance: implications for


effective countermeasures, J Gravit Physiol 9:1, 2002.

Victor P. Ereschenko. 2014. Atlas Histologi diFiore. Edisi 12. ECG Penerbit Buku
Kedokteran.

27 | BAU KHAS

Anda mungkin juga menyukai