Anda di halaman 1dari 36

TUGAS KEPERAWATAN PALIATIF

RESPON GRIEF ABNORMAL

Oleh :
Ni Kadek Devi Ariyanti (203213218)
Luh De Novitariani (203213205)
Ni Made Ariska (203213209)
Ni Made Ratniawati (203213207)
Komang Ira Yunita Apsari(203213224)

Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali

Tahun Ajaran 2022/2023

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat-NYA lah kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Makalah disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah KEPERAWATAN


PALIATIF. Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Respon
Grief Abnormal. Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen selaku pembimbing mata
kuliah Keperawatan Paliatif yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan yang sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Namun terlepas dari hal itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Terimakasih.

Denpasar, 19 February 2022

Penulis

2
Daftar Isi

3
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

4
PEMBAHASAN

 Bagian- bagian dari sistem perkemihan


• GINJAL/ RENAL
• URETER
• VESICA URINARIA/ KANDUNG KEMIH
• URETRA

5
1) ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN
Sistem perkemihan atau sistem urinaria dalam tubuh bekerja sebagai filter dengan membuang
racun dan zat sisa metabolisme melalui proses urine. Sistem perkemihan berfungsi untuk
menyaring cairan pembuangan dan darah dalam tubuh, serta menghasilkan urine.
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN :
1. GINJAL
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g,
terletak pada posisi di sebelah lateral veterbra torakalis bawah, beberapa sentimeter di sebelah
kanan dan kiri garis tengah. Ginjal terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan
limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis.
Anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di sebelah
posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah (Brunner& Suddarth, 2002) Ginjal
berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal 3,5-5 cm, terletak di ruang
belakang selaput perut tubuh (retroperitonium) sebelah atas. Ginjal kanan terletak lebih ke bawah
dibandingkan ginjal kiri. Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis. Pada sisi
medial terdapat cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan tempat keluar masuk
pembuluh darah dan keluarnya ureter. Bagian ureter atas melebar dan mengisi hilus ginjal,
dikenal sebagai piala ginjal (pelvis renalis). Pelvis renalis akan terbagi lagi menjadi mangkuk
besar dan kecil yang disebut kaliks mayor (2 buah) dan kaliks minor (8-12 buah). Setiap kaliks
minor meliputi tonjolan jaringan ginjal berbentuk kerucut yang disebut papila ginjal. Pada
potongan vertikal ginjal tampak bahwa tiap papila merupakan puncak daerah piramid yang
meluas dari hilus menuju ke kapsula. Pada papila ini bermuara 10-25 buah duktus koligens. Satu
piramid dengan bagian korteks yang melingkupinya dianggap sebagai satu lobus ginjal. . .
Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu pars
descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius (duktus
koligens) dan duktus papilaris Bellini. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
A. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir) dan
glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
B. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus kontortus distal.
FUNGSI GINJAL
- MENGELUARKAN ZAT TOKSIK/ RACUN
- KESEIMBANGAN CAIRAN
- KESEIMBANGAN ASAM BASA
- MENGELUARKAN SISA METABOLISME
(UREUM, KREATIN DLL)
FUNGSI HOMEOSTATIS GINJAL
• Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
• Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion
hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5
atau alkalis pada pH 8.

6
• Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan
aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi.

KORPUS MALPHIGI
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus.
Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron)
yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler (glomerulus) sampai
mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis
parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang
melekat erat pada jumbai glomerulus. ). Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman
yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus
kontortus proksimal. Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan
warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus
merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis
kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra
filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars
parietal kapsul Bowman. Di bagian nefron ini terdapat glomerulus yang berfungsi untuk
menyaring protein dan menyerapnya kembali agar dapat digunakan oleh tubuh.
Sedangkan Kapsul Bowman berfungsi mengalirkan darah ke tubulus renalis. Di dalam struktur
sel ginjal inilah zat limbah dalam darah disaring. Setelah Kapsul Bowman, darah akan masuk ke
tubulus renalis.

7
2. URETER
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder  atau pipa yang menghubungkan ginjal
dengan kandung kemih .Ureter terdiri dari 2 saluran pipa di sebelah kanan dan kiri yang
menghubungkan ginjal kanan dan kiri dengan kandung kemih. Ureter memiliki panjang sekitar
20 - 30 cm dengan diameter rata - rata sekitar 0,5 cm dan diameter maksimal sekitar 1,7 cm yang
berada di dekat kandung kemih. Ureter memiliki fungsi sebagai jalur sekresi dari ginjal menuju
kandung kemih, ureter juga memiliki gerak peristaltik meski tidak sebesar gerak peristaltik pada
kerongkongan (Long, 2016). Lapisan dinding ureter menimbulkan Gerakan-gerakan peristaltic
setiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam vesika urinaria. Ureter
terbagi menjadi dua bagian yaitu: pars abdominalis dan pars pelvis. Ureter merupakan saluran
yang sempit dan memiliki tiga penyempitan, yaitu: pada saat keluar dari pelvis renalis
(uteropelvical junction), pada saat ureter masuk ke dalam pelvis inlet, dan pada saat masuk ke
dalam urinary bladder. Tempat penyempitan ini adalah kemungkinan lokasi batu ureter. Pada
laki-laki, satu-satunya struktur yang melewati ureter dan peritoneum adalah ductus deferens.
Ureter berada posterolateral terhadap ductus deferens dan memasuki sudut posterosuperior vesica
urinaria. Pada wanita, ureter memasuki bagian medial ke asal arteri uterina dan berlanjut ke
tempat persilangan dengan arteri uterina di sebelah superior. Ureter melewati bagian lateral
fornix vagina dan memasuki sudut posterosuperior vesica urinaria.

3. KANDUNG KEMIH ATAU VESIKA URINARIA


8
Vesica urinaria adalah organ yang penting untuk menyimpan urine sampai siap untuk
dikeluarkan. Vesica urinaria letaknya subperitoneal. Dindingnya terdiri dari mucosa, dilapisi oleh
transitional epithelium yang tipis saat vesica urinaria penuh namun menebal saat kontraksi.
Vesica urinaria memiliki dinding muscular yang kuat. Urine dikeluarkan dari vesica urinaria
melalui urethra. Pada saat kosong, vesica urinaria berada pada lesser pelvis dan pada saat penuh
dapat setinggi umbilicus. Vesica urinaria memiliki 5 bagian yaitu apex, body, fundus, neck, dan
uvula. Vesica urinaria memiliki empat permukaan, yaitu: superior surface, dua permukaan
inferolateral satu permukaan posterior. Apex vesica urinaria (ujung anterior) mengarah ke ujung
superior pubic symphysis. Fundus vesica urinaria berseberangan dengan apex, dibentuk oleh
dinding posterior yang konveks. Body of the bladder adalah bagian antara apex dan fundus. Pada
wanita, bagian fundus berdekatan dengan dinding anterior vagina. Pada laki-laki, bagian fundus
berbatasan dengan rectum. Saat volume urin di kandung kemih sudah mencapai sekitar 400 mL,
respon sistem saraf pusat akan terpicu dan merasakan sensasi penuh. Saat itu terjadi, otot
kandung kemih perlahan berkontraksi dan katup sfingter internal terbuka. Lalu, urin akan keluar
melalui uretra. Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Proses miksi terdiri dari 2 langkah yaitu:

1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua. Terjadinya distensi atau
peningkatan tegangan pada kandung kemih mencetuskan refleks I yang menghasilkan
kontraksi kandung kemih dan refleks V yang menyebabkan relaksasi uretra.
2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya menimbulkan kesadaran dan
keinginan untuk berkemih. Ketika proximal uretra mengalirkan urin maka akan
mengaktifkan refleks II yang akan menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga
stingfer eksternal dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi
pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter uretra maka
akan mengaktifkan refleks III, sehingga kontraksi kandung kemih melemah.

Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat autonomik,
tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih,
bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik terus menerus
pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika
sudah tiba saat berkemih, pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk
9
membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat
sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi (Guyton, 2006)

4. URETRA
Adalah tempat mengalirnya urine dari kandung kemih sehingga dapat dikeluarkan oleh
tubuh. Urethra laki-laki dan wanita memiliki struktur yang berbeda. Pada pria, urethra memiliki
panjang 18-20cm, dibagi menjadi: urethra pars preprostatica, urethra pars prostatica, urethra pars
membranasea (intermediate), dan urethra pars cavernosa (spongy). Pada wanita, urethra lebih
pendek dan ditutupi oleh transitional epithelium dan stratified squamous epithelium. Urethra
wanita mempunyai panjang sekitar 2,5-4 cm sehingga tidak dibagi. Dalam anatomi, uretra adalah
saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai
saluran pembuang baik pada sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi
juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani. Uretra pada wanita panjang
uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di antara klitoris dan pembukaan vagina. Wanita lebih
berisiko terkena infeksi kantung kemih atau sistitis dan infeksi saluran kemih. Uretra pada pria
panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis. Uretra pada pria dibagi menjadi 4
bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya:
• pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat.
• pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vas
deferens.
• pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis.
• pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis.
URETRA WANITA

URETRA PRIA

10
2) FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

Pada saat vesica urinaria tidak dapat lagi menampung urine tanpa meningkatkan tekanannya
(biasanya pada saat volume urine kira-kira 300ml) maka reseptor pada dinding vesika urinaria akan
memulai kontraksi musculus detrusor. Pada bayi, berkemih terjadi secara involunter dan dengan
segera. Pada orang dewasa, keinginan berkemih dapat ditunda sampai ia menemukan waktu dan
tempat yang cocok. Walaupun demikian, bilang rangsangan sensoris ditunda terlalu lama, maka
akan memberikan rasa sakit. Dengan demikian mulainya kontraksi musculus detrusor, maka terjadi
reaksi musculus pubococcygeus dan terjadi pengurangan topangan kekuatan uletra yang
menghasilkan beberapa kejadian dengan urutan sebagai berikut:
1. Membukanya meatus intermus
2. Perubahan sudut ureter ovesical
3. Bagian atas uretra akan terisi urine
4. Urine bertindak sebagai iritan pada dinding urine
5. Musculus detrusor berkontraksi lebih kuat
6. Urine didorong ke uletra pada saat tekanan intra abdominal meningkat
7. Pembukaan sphincter extemus
8. Urine dikeluarkan sampai vesica urinaria kosong
Penghentian aliran urine dimungkinkan karena musculus pubococcygeus yang bekerja dibawah
pengendalian secara volunteer :
a) Musculus pubococcygeus mengadakan kontraksi pada saat urine mengalir
b) Vesica urinaria tertarik ke atas
c) Urethra memanjang
d) Musculus Sprincter Externus dipertahankan tetap dalam keadaan kontraksi.
Apabila musculus pubococcygeus mengadakan relaksasi lagi maka siklus kejadian seperti yang
baru saja diberikan diatas akan mulai lagi secara otomatis.
Fungsi sistem homeostatis urinaria :
a) Mengatur volume dan tekanan darah dengan mengatur banyaknya air yang hilang dalam
urine, melepaskan eritropoietin dan melepaskan rennin.
b) Mengatur konsentrasi plasma dengan mengontrol jumlah natrium, kalium, klorida dan ion
lain yang hilang dalam urine dan mengontrol kadar ion kalsium.
c) Membantu menstabilkan pH darah dengan mengontrol kehilangan ion hydrogen dan ion
bikabornat dalam urine.
d) Menyimpan nutrient dengan mencegah pengeluaran dalam urine, mengeluarkan produk
sampah nitrogen seperti urea dan asam urat.
e) Membantu dalam mendeteksi racun-racun
11
f) Mekanisme pembentukan urine
Dari sekitar 1200 ml darah yang melalui glomerulus setiap menit terbentuk 120-125 ml filtrat
(cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinya dapat terbentuk 150-180L filtrat. Namun
dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap
kembali. Transpor urine dari ginjal melalui ureter dan masuk kedalam kandung kemih.

3) KIMIA DAN BIOKIMIA


BIOKIMIA URINE
a) Kepentingan Klinis
- Perubahan kadar komponen fisiologis dan adanya komponen abnormal dalam urin
dapat digunakan untuk diagnosis penyakit
- Contoh penting: glukosa dan badan keton dalam urin penderita diabetes mellitus
b) Fungsi Ginjal
- Membuang produk limbah metabolisme tubuh
- Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
- Mengatur keseimbangan asam dan basa
- Mengendalikan tingkat konsentrasi berbagai konstituen padat dalam cairan tubuh
c) Komposisi urin
- Volume urin normal 600-2500 ml/24 jam, bervariasi
- Volume dan komposisi urin 24 jam dipengaruhi oleh: asupan makanan, BB, usia, jenís
kelamin, suhu lingkungan, kelembaban, penyakit tertentu
- Produksi urin dewasa 0,5-2,0 L/hari; 95% aair
- Berat jenis urin 1,003-1,030 dapat diukur dengan urinometer
- Total solid (bahan-bahan terlarut) 3-30 g/L (kira-kira 50 g/ hari).
- Total solid urin = dua angka dibelakang koma dari berat jenis x 2,66. ( 2,66 disebut
Long's coefficient) dalam volume urin 24 jam
- pH urin 4,7-8 (rata-rata 5,8)
d) Komponen Urin
 Normal :
- Air 95%
- Produk sisa terlarut : ureum, kreatinin, asam urat
- Elektrolit : Na, K, Cl, Ca, Fosfat
- Hormon : setelah menjalankan fungsi
- Komposisi lain : tergantung makanan/obat yang dikonsumsi
 Patologis : benda keton, protein, glukosa, bilirubin, silinder, kristal, sel darah, epitel.

e) Berat Jenis Urin


- Berat Jenis urin diukur dengan urinometer
- Urinometer: suatu hidrometer, mengukur berat jenis larutan, alat mengapung dalam air
murni. Semakin bertambah berat jenis alat semakin mengapung.
- Suhu tara alat 15 °C, setiap perubahan suhu 3 °C berat jenis akan berubah 0,001.
- Contoh: bila suhu kamar 27 °C, berat jenis urin terbaca 1,020.
- Angka koreksi (27-15):3 = 4 x 0,001= 0,004
- Berat jenis urin yang diperiksa adalah: 1,020+0,004 = 1, 024

12
f) Sifat fisik urin normal
 Warna kuning dalam urin disebabkan oleh urokrom dari metabolisme bilirubin
 Warna, kejernihan (transparency), bau (odour), pH (asam- alkalin), dan berat jenis
(density)
 Warna: kuning muda bervariasi tergantung diet terakhir dan kekentalan urin
 Minum lebih banyak air akan mengurangi kekentalan urin sehingga warna menjadi lebih
jernih
 Warna urin dapat digunakan sebagai indikator hidrasi (kecukupan minum air ): warna
jernih sampai kuning pucat
 Warna urin gelap: hematuria, hemoglobinuria, bilirubinuria, urobilinuria atau porfiria
 Warna urin merah: zat warna, obat-obatan

g) pH urin ·
Alkali:
- Urine sesudah makan
- Makanan sayur dan buah (vegetarian)
- Infeksi saluran kencing (ureum menjadi HCO3 dan amonia)
- Asidosis oleh tubulus ginjal (gangguan proses pengasaman di tubulus ginjal)
Asam:
- Ketosis (ketosidosis diabetes disebabkan peningkatan benda keton karena oksidasi asam
lemak)
- Asidosis sistemik, respiratorik atau metabolik menyebabkan urin asam dan peningkatan
eksresi NH4+
Ureum dalam urin Urea
- Urea hasil akhir metabolisme protein
- Perombakan basa pirimidin juga menghasilkan sejumlah urea
- Jumlah urea dalam urin mencerminkan degradasi protein
- 70 gram protein makanan akan menghasilkan 30 gram urea dalam urin
- Eksresi urea 24 jam adalah 25-50g
- Uremia: Ureum yang tinggi dalam darah akan meracuni sel otak sehingga gejala kesadaran
menurun, mual, muntah, anoreksia.
- Nafas bau urin karena urea yang keluar bersama udara pernafasan
Asam urat dalam urin
- Asam urat hasil akhir katabolisme purin
- Makanan yang banyak mengandung inti sel akan meningkatkan asam urat dalam urin
- Asam urat sukar larut dalam keadaan asam, mudah larut dalam keadaan basa
Kreatinin urin
- Kreatinin hasil pemecahan kreatin fosfat otot ketika kontraksi, dikeluarkan melalui urin
- Jumlah kreatinin yang dihasilkan dari kreatin dan dieksresikan tetap sama berbanding
sejajar dengan massa otot - GFR
- Kreatinin koefisien: jumlah kreatinin yang dieksresikan selama 24 jam dibagi dengan berat
badan (BB).
- Kreatinin kliren dapat digunakan untuk uji fungsi ginjal
13
Kliren
- Fungsi sekresi tubuli mempertahankan kadar bahan tertentu dalam darah dengan
mengeksresikan bahan yang berfebih melalui ginjal
- Renal kliren: kemampuan ginjal membersihkan sejumlah volume darah dari suatu bahan
tertentu yang dikeluarkan melalui urin dalam waktu satu menit
- Renal kliren dipengaruhi oleh: berat badan, umur, kelamin, zat yang diuji, luas permukaan
tubuh setiap 1,73 /m2.

4) Proses Pembentukan Urine


Urine adalah hasil sisa metabolisme yang melalui proses sekresi dari ginjal yang
kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih. Urine biasanya mengandung
zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sehingga perlu dikeleuarkan karena dapat diracuni
tubuh.
Pembentukan urine di dalam tubuh adalah salah satu cara alami tubuh untuk
mengeluarkan zat sisa metabolism dan racun tubuh serta kelebihan kadar air untuk memelihara
kesehatan. Proses pembentukan urine ini melibatkan beberapa organ terutama organ seperti
ginjal, kandung kemih, dan saluran kemih. Zat-zat sisa atau produk sampingan dari
metabolisme butuh dikeluarkan oleh tubuh melalui pengeluaran urine dan tinja. Semakin
banyak cairan yang dikonsumsi, maka semakin banyak urine yang akan dihasilkan oleh tubuh.
Proses pembentukan urine terdiri dari tiga tahap, yaitu filtrasi (penyaringan),
reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (pengeluaran zat).

1. Filtrasi (penyaringan)
Filtrasi adalah proses pembentukan urine yang satu ini dilakukan dengan
bantuan dari ginjal. Setiap ginjal mempunyai sekitar satu juta nefron ,yaitu tempat
14
pembentukan urine.Pada waktu tertentu, sekitar 20 persen dari darah akan melewati
ginjal untuk disaring. Hal ini dilakukan agar tubuh dapat menghilangkan zat-zat sisa
metabolisme (limbah) dan menjaga keseimbangan cairan, pH darah, dan kadar
darah.Proses penyaringan darah pun dimulai di ginjal. Darah yang mengandung zat sisa
metabolisme akan disaring karena dapat menjadi racun untuk tubuh.Tahapan ini terjadi
di badan malphigi yang terdiri dari glomerulus dan kapsul Bowman. Glomerulus
bertugas menyaring air, garam, glukosa, asam amino, urea, dan limbah lainnya agar
dapat melewati kapsul Bowman.Hasil penyaringan ini kemudian disebut sebagai urine
primer. Urine primer termasuk urea di dalamnya merupakan hasil dari amonia yang
sudah terakumulasi. Hal ini terjadi ketika hati memproses asam amino dan disaring oleh
glomerulus.
2. Reabsorpsi (penyerapan kembali)
Setelah filtrasi, proses pembentukan urine selanjutnya adalah reabsorpsi, yakni
penyaringan ulang. Sekitar 43 galon cairan melewati proses filtrasi. Namun, sebagian
besar akan diserap kembali sebelum dikeluarkan dari tubuh. Penyerapan cairan tersebut
dilakukan di tubulus proksimal nefron, tubulus distal, dan tubulus pengumpul.Air,
glukosa, asam amino, natrium dan nutrisi lainnya diserap kembali ke aliran darah di
kapiler yang mengelilingi tubulus. Setelah itu, air bergerak melalui proses osmosis,
yaitu pergerakan air dari area yang terkonsentrasi tinggi ke konsentrasi lebih rendah.
Hasil dari proses ini adalah urine sekunder.Pada umumnya, semua glukosa akan diserap
kembali. Namun, hal ini tidak berlaku pada penyandang diabetes karena glukosa
berlebih akan tetap dalam filtrat. Setelah proses reabsorpsi berlangsung terbentuklah
urin sekunder. Jika zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh diserap kembali, dibawa kemana
ya zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh? Nah, zat-zat ini akan disekresikan pada
tahap augmentasi.
3. Augmentasi (pengeluaran zat)
Augmentasi merupakan tahap terakhir dari proses pembentukan urin pada tubuh
manusia. Jadi, seperti yang disebutkan di atas, zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh
akan disekresikan, di sinilah tempatnya.Augmentasi terjadi di tubulus kontortus distal
dan tubulus kolektivus (pengumpul) sebagai tempat penyimpanan urin untuk sementara.
Di tahap ini masih terjadi penyerapan kembali pada air, garam NaCl dan urea sehingga
terbentuk urin sebenarnya yang harus dibuang oleh tubuh.

5) System RAA ( Sistem Renin-Angiotensi-Aldosteron)


Regulasi Sistem Kardiovaaskuler
Transpor internal pada manusia dan vertebrata lain dapat dilakukan
melalui sistem sirkulasi tertutup, yang disebut dengan sistem kardiovaskular.
Komponen sistem kardiovakuler adalah jantung, pembuluh darah, dan darah
(Campbell et al. 2004). Fungsi sitem sikrulasi adalah untuk melayani kebutuhan
jaringan terutama transpor nutrien ke jaringan, transpor produk-produk yang tidak
berguna, menghantarkan hormon dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang
lain. Sercara umum untuk memelihara lingkungan yang sesuai dalam seluruh
15
cairan jaringan agar bisa bertahan hidup secara optimal dan untuk fungsi-fungsi
sel (Guyton dan Hall, 1997).
Beberapa variabel yang mempengaruhi regulasi kardiovaskuler yaitu curah
jantung (cardiac output), tahanan periperal (peripheral resistance), dan tekanan
darah (blood pressure). Regulasi kardiovaskuler bertujuan untuk menjaga
perubahan aliran darah tepat waktu, berada di dalam area yang benar dan tidak
menimbulkan perubahan tekanan dan aliran darah secara drastis pada organ vital.
Mekanisme yang mempengaruhi regulasi kardiovaskular yaitu mekanisme
autoregulasi lokal, saraf, dan hormonal (Martini, 2001).
Aliran darah dalam jaringan terutama diatur oleh mekanime auotoregulasi
lokal. Autoregulasi berarti penyesuaian otomatik dari aliran darah dalam setiap
jaringan terhadap kebutuhan dari jaringan bersangkutan. Pada umumnya
kebutuhan kebutuhan jaringan adalah berupa nutrisi. Namun dalam beberapa
keadaan autoregulasi diperlukan seperti untuk regulasi pembuangan zat sisa

16
metabolisme dan elektrolit, dimana zat-zat tersebut dalam darah memainkan
peranan penting dalam mengatur aliran darah ginjal. Di dalam otak autoregulasi
untuk regulasi kadar karbondioksida, dimana zat tersebut mempengaruhi
kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut. Pada jaringan lain umumnya
kebutuhan akan oksigen merupakan rangsangan yang paling kuat memunculkan
autoregulasi (Guyton, 1994). Jika terjadi gangguan autoregulasi lokal pada
kondisi yang normal, maka akan mengaktifkan mekanisme system saraf dan
hormonal (Martini, 2001). Regulasi kardiovaskuler secara umum dapat dilihat
Gambar 1.

Short-term elevation of Stimulation receptors


blood pressure by sensitive to changes in
sympathetic stimulation Activation of
cardiovascular centers systemic blood pressure
of heart and peripheral
or chemistry
vasocontriction

HOMEOSTASIS NEURAL MECHANISMS


RESTORED
HOMEOSTASIS
DISTURBED :
physical stress
(trauma, high AUTO- REGULATION
temperature) If auto-
Local decrease in regula
chemical changes Inadequate local resistance and
HOMEOSTASIS (decrease O2 or pH, blood pressure tion
incrarease in blood ineffect
Normal blood pressure and volume increased CO2 or and blood flow flow tive
prostaglandin
increased tssue activity

HOMEOSTASIS RESTORED

Long –term increase in Stimulation of ENDOCRINE


blood volume and endocrine MECHANISMS
blood pressure

Gambar 1. Diagram regulasi homeostasis untuk mempertahankan tekanan


darah dan aliran darah
(Sumber : Martini 2001, yang dimodifikasi)

17
Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa keadaan homeostasis tubuh
dapat mengalami gangguan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti : stress
fisik (trauma, suhu yang tinggi), perubahan kimia (penurunan O2 atau pH,
peningkatan CO2 atau prostaglandin), dan peningkatan aktivitas jaringan.
Gangguan homeostasis tersebut akan mengakibatkan tekanan darah dan aliran
darah berkurang pada jaringan, sehingga akan merangsang autoregulasi lokal
menurunkan tahanan dan peningkatan aliran darah. Namun apabila autoregulasi
tidak efektif, maka mekanisme saraf akan menstimulasi reseptor-reseptor yang
sensitive untuk mengubah komposisi kimia dan tekanan darah sistemik yang
selanjutnya mengaktifkan pusat kardivaskuler. Pada jarak waktu yang pendek
terjadi peningkatan vasokonstriksi pada tekanan darah oleh menstimulasi saraf
simpatis pada jantung dan peripheral. Selanjutnya homeostasis tubuh akan
mengembalikan volume dan tekanan darah menjadi normal kembali. Mekanisme
hormonal dapat merespon apabila autoregulasi tidak efektif yaitu dengan
menstimulasi kelenjar endokrin untuk melepaskan hormone yang berperan dalam
pengaturan tekanan darah dan volume darah. Dalam jarak waktu yang lama maka
homeostasis tubuh akan mengembalikan volume dan tekanan darah kembali
normal (Martini, 2001).
Salah satu prinsip paling mendasar dalam sirkulasi adalah kemampuan
setiap jaringan untuk mengendalikan aliran darah lokalnya sendiri sesuai dengan
kebutuhan metaboliknya. Sebaliknya, karena kebutuhan aliran darah berubah,
maka aliran darah akan mengikuti perubahan tersebut. Setiap jaringan
membutuhkan aliran darah untuk kebutuhan-kebutuhan spesifik yaitu untuk
penghantaran oksigen ke jaringan, penghantaran zat makanan (glukosa, asam
amino, asam lemak dan sebagainya), pembuangan karbondioksida dari jaringan,
pembuangan ion hidrogen dari jaringan, mempertahankan ion-ion lain jaringan
dengan tepat, pengangkutan berbagai hormon dan bahan spesifik lainnya ke
berbagai jaringan (Guyton dan Hall, 1997)
Pada saat keadaan kondisi homeostasis tubuh terganggu akan
mengakibatkan terjadi penurunan volume darah dan tekanan darah. Melalui
regulasi oleh saraf simpatis dengan jarak waktu yang pendek akan meningkatkan

18
cardiac output dan vasokonstriksi peripheral, yang selanjutnya tekanan darah
meningkat dan kembali normal. Cara lain dalam merespon gangguan homeostasis
akibat penurunan volume darah dan tekanan darah yaitu melalui stimulasi
angiotensin II dan eritropoietin dengan tempo waktu yang panjang. Angiotensin II
secara langsung akan mempengaruhi peningkatan cardiac output dan
vasokonstriksi peripheral untuk meningkatkan tekanan darah. Selanjutnya
angiotensin II akan merangsang pelepasan antidiuretic hormone (ADH), sekresi
aldosteron, dan rasa haus untuk meningkatkan tekanan darah dan volume darah.
Demikian pula dengan eritropoietin dengan cara meningkatkan pembentukan sel-
sel darah merah akan meningkatkan volume darah. Adanya regulasi melalui
perangsangan mekanisme saraf dan hormonal, maka homoestasis tekanan darah
dan volume darah kembali normal. Gangguan homeostasis tubuh akibat terjadi
penurunan volume darah dan tekanan darah dapat dijelaskan pada Gambar 2.
Pada saat terjadi gangguan homoestasis akibat terjadi peningkatan volume
darah dan tekanan darah, maka peranan peptide natriuretik atrium (ANP = ’atrial
natriuretic peptide’) sangat penting dalam mengembalikan volume darah dan
tekanan darah kembali normal. ANP merupakan protein yang diproduksi oleh
sel-sel otot jantung pada dinding atrium kanan pada saat diastole (Martini, 2001).
Jadi ANP dikeluarkan pada saat volume darah meningkat dan atrium jantung
meregang secara berlebihan. ANP memasuki sirkulasi dan bekerja pada ginjal
untuk menyebabkan sedikit peningkatan GFR dan penurunan reabsorpsi natrium
oleh duktus koligentes. Kerja gabungan dari ANP akan menimbulkan
peningkatan ekskresi garam dan air yang membantu mengkompensasi kelebihan
volume darah (Guyton dan Hall, 1997). ANP dapat menurunkan volume darah
dan tekanan darah dengan beberapa cara yaitu meningkatkan eksresi ion sodium
pada ginjal, meningkatkan pengeluaran air dengan menaikkan volume urine yang
diproduksi, mengurangi rasa haus, menghambat pelepasan ADH, aldosterone,
epinephrine, dan norepinephrine, serta menstimulasi vasodilatasi peripheral. Pada
saat volume darah dan tekanan darah menurun ANP tidak diproduksi oleh
dinding atrium (Martini, 2001).

19
HOMEOSTASIS
Normal blood pressure and volume

HOMESOSTASIS
HOMEOSTASIS RESTORED
DISTURBED
Decreased blood
pressure and volume

Increased blood Increased blood


pressure volume
Short-term

Sympathetic Increased cardiac out


activation put and peripheral
vasoconstriction

Long-terrm

Renin relase leads Antidiuretic


to angiotensin II hormone
activation
Aldosteron secreted

Erytropoietin Thirst stimulated


released

Increased red blood


cell formation

Gambar 2. Regulasi homeostasis pada keadaan tekanan darah dan


volume darah rendah
(Sumber : Martini, 2001 yang dimodifikasi)

20
Perubahan kadar ANP mungkin membantu meminimalkan perubahan
volume darah selama berbagai kelainan, seperti peningkatan asupan garam dan
air. Akan tetapi, produksi ANP yang berlebihan atau bahkan tidak adanya ANP
sama sekali tidak menyebabkan perubahan besar dalam volume darah, karena
efek-efek tersebut dengan mudah diatasi oleh perubahan tekanan darah yang
kecil melalui kerja natriuresis tekanan. Sebagai contoh, pemberian ANP dalam
jumlah yang besar awalnya meningkatkan ekskresi garam dan air dalam urin dan
menyebabkan penurunan volume darah. Dalam waktu 24 jam, efek tersebut telah
teratasi oleh sedikit penurunan tekanan darah yang mengembalikan ekskresi urin
kembali normal, walaupun ANP terus berlebihan (Guyton dan Hall, 1997).
Beberapa polipeptida natriuretik telah diisolasi dari atrium berbagai species.
Polipeptida tersebut mengandung cincin serupa yang dibentuk oleh satu ikatan
disulfida, tetapi berbeda dengan gugus asam amino pada ujung terminal –C dan
N. Pada manusia ANP yang bersirkulasi yaitu α-hANP berbentuk 28 asam amino
berasal dari prekursor besar yang mengandung 151 gugusan asam amino
(Ganong, 1995). Mekanisme homeostasis tubuh pada saat volume darah dan
tekanan darah meningkat dapat dilihat pada Gambar 3.

FAKTOR-FAKTOR YANG MENGONTROL TEKANAN DARAH


Tekanan dalam suatu pembuluh darah merupakan tekanan yang bekerja
terhadap dinding pembuluh darahn (Guyton, 1994, Campbell, et al. 2004).
Tekanan tersebut berusaha melebarkan pembuluh darah karena semua pembuluh
darah memang dapat dilebarkan. Pembuluh vena dapat dilebarkan delapan kali
lipat pembuluh arteri. Selain itu tekanan menyebabkan darah keluar dari
pembuluh melalui setiap lubang, yang berarti tekanan darah normal yang cukup
tinggi dalam arteri akan memaksa darah mengalir dalam arteri kecil, kemudian
memalui kapiler dan akhirnya masuk ke dalam vena. Oleh karena itu tekanan
darah penting untuk mengalirkan darah dalam lingkaran sirkulasi (Guyton, 1994).
Tekanan darah dari suatu tempat peredaran darah ditentukan oleh tiga macam
faktor yaitu (1) jumlah darah yang ada di dalam peredaran yang dapat
membesarkan pembuluh darah; (2) aktivitas memompa jantung, yaitu mendorong

21
darah sepanjang pembuluh darah; (3) tahanan perifer terhadap aliran darah
(Wulangi, 1993). Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi tahanan perifer
yaitu viskositas darah, tahanan pembuluh darah (jenis pembuluh darah, panjang,
dan diameter), serta turbulence (kecepatan aliran darah, penyempitan pembuluh
darah, dan keutuhan jaringan) (Suprayog, 2004)

HOMEOSTASIS
Normal blood pressure and volume

HOMEOSTASIS HOMESOSTASIS
DISTURBED RESTORED
Increased blood pressure
and volume

Increased Na losses
in urine

Reduced blood
Increased water volume
lossess in urine
Atrial natriuretic peptide
(ANP) released at right
atrium
Reduced thirst

Blokade of ADH,
aldosteron,
epinephrine, and
norepinephrine Reduced blood
release pressure

Peripheral
vasodilation

Gambar 3. Regulasi homeostasis pada keadaan tekanan darah dan


volume darah tinggi
(Sumber : Martini, 2001 yang dimodifikasi)

22
Upaya menjaga agar aliran darah dalam sirkulasi sistemik tidak naik atau
turun disebabkan oleh tekanan darah yang berubah-rubah, maka penting untuk
mempertahankan tekanan arteri rata-rata dalam batas konstan. Hal tersebut dapat
dicapai melalui serangkaian mekanisme yang meliputi (1) susunan saraf, (2)
ginjal, dan (3) beberapa mekanisme hormonal (Guyton 1994). Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
(1) Pengaturan Melalui Saraf. Pengaturan tekanan arteri dalam jangka waktu
yang waktu pendek, yaitu selama beberapa detik atau menit, hampir
seluruhnya dicapi melalui refleks saraf. Salah satu yang paling penting ialah
refleks baroreseptor. Bila tekanan darah menjadi terlalu tinggi , reseptor
khusus yang disebut baroreseptor akan digiatkan. Reseptor tersebut terletak
di dinding aorta dan arteri karotis interna. Baroreseptor kemudian
mengirimkan sinyal ke medula oblongata di batang otak. Dari media
dikirimkan sinyal melalui susunan saraf otonom yang menyebabkan (a)
pelambatan jantung, (b) pengurangan kekuatan kontraksi jantung, (3) dilatasi
arteriol, dan (d) dilatasi vena besar. Kesemuanya bekerja bersama untuk
menurunkan tekanan arteri ke arah normal. Efek sebaliknya terjadi bila
tekakan terlalu rendah baroreseptor menghilangkan ransangannya.
(2) Pengaturan Melalui Ginjal. Tanggung jawab terhadap pengaturan tekanan
darah arteri jangka panjang hanpir seluruhnya dipegang oleh ginjal. Dalam
hal ini ginjal berfungsi melalui dua mekanisme penting, yaitu mekanisme
hemodinamik dan mekanisme hormonal. Mekanisme hemodinamik sangat
sederhana. Bila tekanan arteri naik melewati batas normal, tekanan yang
besar dalam arteri renalis akan menyebabkan lebih banya cairan yang
disaring sehingga air dan garam yang dikeluarkan dari tubuh juga meningkat.
Hilangnya air dan garam akan mengurangi volume darah, dan sekaligus
menurunkan tekanan darah kembali normal. Sebaliknya bila tekanan turun di
bawah normal, ginjal akan menahan air dan garam sampai tekanan naik
kembali menjadi normal.

23
(3) Pengaturan Melalui Hormon. Beberapa hormon memainkan peranan penting
dalam pengaturan tekanan, tetapi yang terpenting adalah sistem hormon
renin- angiotensin dari ginjal. Bila tekanan darah terlalu rendah sehingga
aliran darah dalam ginjal tidak dapat dipertahankan normal, ginjal akan
mensekresikan renin yang akan membentuk angiotensin. Selanjutnya
angiotensin akan menimbulkan konstriksi arteriol diseluruh tubuh, sehingga
dapat meningkatkan kembali tekanan darah ke tingkat normal.

PERANAN RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON PADA


PENGATURAN TEKANAN DARAH
Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang
disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan pada
ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Nama
“renin “ pertama kali diberikan oleh Tigerstredt dan Bergman (1898) untuk suatu
zat presor yang diekstraksi dari ginjal kelinci (Basso dan Terragno, 2001). Pada
tahun 1975 Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin merupakan enzim
yang bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin.
Baru pada tahun 1991 Rosivsll dan kawan-kawan mengemukakan bahwa bahwa
renin dihimpun dan disekresi oleh sel juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding
arteriol afferen ginjal, sebagai kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron
(Laragh 1992). Menurut Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan
protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah.
Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf
simpatis (pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri
ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal),
dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.

24
Gambar 4. Proses pengeluaran renin dari ginjal,
pembentukan dan fungsi angiotensin II
(Sumber : Klabunde, 2007)

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan pada uraian berikut. Renin


bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang
disebut bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam
amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang
ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang
bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit
sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama
sepanjang waktu tersebut (Guyton dan Hall, 1997).
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua
asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk
angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi
selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada
paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat
di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme
(ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki
efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam

25
darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan
diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama
disebut angiotensinase (Guyton dan Hall, 1997).
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai
dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang
pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama
pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan
meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri.
Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena
ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan
(Guyton dan Hall, 1997).
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah
dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika
tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang
sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi
kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi
peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon
yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara.
Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal.
Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali
NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang
diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan
tekanan darah (Campbell, et al. 2004).
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu
organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon
aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut
menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan
volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Hal tersebut akan
memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian
meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka

26
panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih
kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan
tekanan arteri ke nilai normal.

HIPERTENSI
Suatu kondisi dimana tekanan darah di atas normal disebut hipertensi.
Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak
mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan
darahnya. Hipertensi dikenal pula sebagai heterogeneous group of disease karena
dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial
ekonomi (Astawan, 2003). Hipertensi adalah suatu penyakit yang tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik). Apabila tidak terkontrol maka akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada organ-organ tubuh, seperti otak, jantung,
ginjal, retina, aorta dan pembuluh darah tepi (Santoso, 1989).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua jenis yaitu : (1)
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya. Sekitar 90 % pasien termasuk katagori hipertensi primer. Berbagai
faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti
bertambahnya umur, stress psikologis, hereditas (genetis), dan jenis kelamin. (2)
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai akibat dari
adanya penyakit lain (Albertus, 2007; Klabunde, 2007) atau dengan kata lain
penyebabnya sudah diketahui, seperti adanya penyakit ginjal, kelainan hormonal,
kegemukan, konsumsi minuman beralkohol, merokok, kurang olah raga dan
pemakaian obat-obatan. Meskipun demikian hanya 50% hipertensi sekunder
diketahui penyebabnya dan hanya beberapa % dapat diperbaiki atau diobati
(Klabunde, 2007).
Seseorang dikatakan menderita hipertensi, apabila tekanan arteri rata-
ratanya lebih tinggi daripada batas atas yang dianggap normal. Apabila dalam
keadaan istirahat tekanan arteri rata-rata lebih tinggi 110 mmHg (normal dianggap
sekitar 90 mmHg) maka hal ini dianggap hipertensi. Nilai tersebut terjadi bila
tekanan darah diastolik lebih besar dari 90 mmHg dan tekanan sistolik lebih besar

27
dari kira-kira 135-140 mmHg. Pada hipertensi berat, tekanan arteri rata-rata dapat
meningkat sampai 150 hingga 170 mmHg, dengan tekanan diastoliknya setinggi
130 mmHg dan tekanan arteri sistoliknya kadang sampai setinggi 250 mmHg
(Guyton dan Hall 1997). Beberapa macam hipertensi yang disebabkan kelainan
fungsi pengatur tekanan darah yaitu hipertensi renal, hipertensi hormonal dan
hipertensi neurogenik (Guyton, 1994).
Pada tekanan yang tinggi, tekanan arteri rata-rata 50 persen atau lebih di
atas normal (Guyton dan Hall, 1997). Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri
bisa terjadi melalui beberapa cara : (1) Jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. (2) Arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada
saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap
denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Hal tersebut biasanya terjadi pada orang
berusia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. (3)
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal tersebut terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak
mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah
dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Menurut (Guytondan Hall, 1997) efek lethal dari hipertensi terutama
disebabkan tiga hal berikut : (1) Kelebihan beban kerja pada jantung, yang
menimbulkan perkembangan awal dari penyakit jantung kongestif, penyakit
jantung koroner, atau keduanya, yang seringkali menyebabkan kematian akibat
serangan jantung. (2) Tekanan yang tinggi, yang seringkali menyebabkan
rupturnya pembuluh darah utama di otak, yang diikuti oleh kematian pada
sebagian besar otak, keadaan ini disebut infark serebral. Secara klinis keadaan ini
dikenal dengan nama ‘stroke’. Bergantung pada bagian otak mana yang terkena,
stroke dapat menyebabkan kelumpuhan, demensia, kebutaan, atau berbagai

28
gangguan otak yang serius lainnya. (3) Tekanan yang tinggi hampir selalu
menyebabkan berbagai pendarahan pada ginjal, yang menimbulkan banyak
kerusakan pada area ginjal, dan akhirnya terjadi gagal ginjal, uremia, dan
kematian.
Sebagian besar penderita hipertensi diobati secara medis dengan
pemberian obat antihipertensi. Beberapa kelompok obat antihipertensi yaitu
diuretic, obat antiadrenergic, vasodilatator antihipertensi, sistem bloker renin-
angiotensin-aldosteron, dan antagonis reseptor angiotensin II. Perspektif baru
dalam pengobatan hipertensi arterial yaitu dengan mengkombinasikan inhibitor
vasodilatasi angiotensin converting enzyme (ACE) dan neutral endopeptidase
(NEP) (Kostova, et al. 2005). Mekanisme aksi ACE-inhibitor (enalapril,
lisinopril, captopril dan sebagainya) yaitu dengan menghambat konversi
angiotensin I inaktif menjadi angiotensin II yang aktif (vasokonstriktor poten).
Selanjutnya mengubah aktivitas RAAS dan menghambat efek biologis
angiotensin II (seperti meningkatkan tekanan darah dan sekresi aldosteron,
menurunkan sekresi renin dan natriuresis, meningkatkan aktivitas saraf simpatetis,
proliferasi sel-sel dan hypertropi (Kostova, et al. 2005).

PERANAN ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME (ACE)


Enzim yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II disebut
dengan Angiotensin Converting Enzyme (ACE) (Sargowo, 1999). Perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II tidak saja terjadi di paru-paru, namun ACE
ditemukan pula di sepanjang jaringan epitel pembuluh darah (Oates, 2001).
Rangkaian dari seluruh sistem renin sampai menjadi angiotensin II dikenal dengan
Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS). Sistem tersebut memegang
peranan penting dalam patogenesis hipertensi baik sebagai salah satu penyebab
timbulnya hipertensi, maupun dalam perjalanan penyakitnya (Ismahun, 2001).
RAAS merupakan sistem hormonal yang kompleks berperan dalam mengontrol
sism kardiovaskular, ginjal, kelenjar andrenal, dan regulasi tekanan darah. Sistem
RAAS tidak berperan sebagai sistem hormonal, tetapi dapat berperan sebagai
(Kramkoowski, et al. 2006).

29
Gambar 5. Peranan ACE dalam menurunkan tekanan darah
(Sumber : www.ovc.uoguelph.ca/BioMed/Courses/Public/Pharmacology/
pharmsite/98-309/Cardio/Hypertension/hypertension_note.html

Salah satu obat yang digunakan untuk mengembalikan tekanan darah pada
penderita hipertensi yaitu ACE-inhibitor. ACE-inhibitor merupakan obat
unggulan untuk penyakit kardiovaskular, terutama dalam memperbaiki fungsi dan
anatomi pembuluh darah arteri, memperbaiki fungsi endotel, meregresi tunika
media, meregresi dan menstabilkan plak aterosklerosis (Soemantri, et al. 2007).
Obat-obatan yang termasuk dalam ACE inhibitor tersebut bekerja dengan
menghambat efek angiotensin II yang bersifat sebagai vasokonstriktor.
Selanjutnya ACE menyebabkan degradasi bradikinin menjadi peptida inaktif atau
dalam pengertian bradikinin tidak diubah. Dengan demikian peranan ACE pada
hipertensi yaitu meningkatkan kadar bradikinin yang memberikan kontribusi
sebagai vasodilatator untuk ACE-inhibitor. Akibat vasodilatasi maka menurunkan

30
tahanan pembuluh peripheral, preload dan afterload pada jantung sehingga
tekanan darah dapat diturunkan (Sargowo, 1999; Taddei, et al. 2002).

PERANAN ACE DI OTAK


Angiotensinogen merupakan molekul prkursor untuk angiotensin I, II, III
enzim renin, angiotensin converting enzim (ACE) dan aminopeptidase A dan N
yang seluruhnya dapat disintesis di dalam otak. Reseptor-reseptor angiotensin
AT(1), AT(2), dan AT(4) juga disintesis di dalam otak. Reseptor AT(1)
ditemukan di beberapa bagian otak, seperti paraventrikular hipothalamus, nukleus
supraoptik, lamina terminalis, nukleus parabrachial lateral, dan medula
ventrolateral yang diketahui mempunyai fungsi regulasi sistemkardiovaskular
dan/atau keseimbangan eletrolit dan cairan tubuh. Studi immunohistokimia dan
neuropharmakologi dapat menjelaskan bahwa angiotensinergic saraf digunakan
angiotensin II dan/atau angiotensin III sebagai neurotransmiter atau
neuromodulator di dalam bagian-bagian otak tersebut. Angiotensinoen disintesis
terutama pada astrocytes, tetapi proses dimana angiotensin II menghasilkan atau
menggabungkan dengan neuron untuk digunakan sebagai neurotransmiter masih
belum jelas. Reseptor AT(4) serupa dengan insulin-regulated aminopeptidase
(IRAP) dan berperan dalam mekanisme memory. Angiotensinergic pada saraf dan
peptida-peptida angiotensin penting dalam fungsi saraf dan mempunyai peranan
penting homeostasis, khususnya yang berhubungan dengan fungsi kardiovasculer,
osmoregulasi dan termoregulasi (McKinley, et al. 2003)
Peranan angiotensin II sangat penting pada sistem kardiovaskular dan
homeostatic yang dapat mengaktifkan reseptor-reseptor spesifik terutama
angiotensin II tipe 1 (AT1) yang berlokasi di dalam peripheral dan otak. Fakta
memperlihatkan bahwa renin angiotensin system (RAS) di dalam otak penting
untuk menjaga tekanan darah normal dan perkembangan pada hipertensi. Baru-
baru ini telah diketahui keberadaan ACE2 di dalam otak berperan sebagai enzim
yang memodulasi aktivitas RAS otak selama perkembangan hipertensi neurogenic
(Lazartigues, 2007).

31
Peranan reseptor AT1 yaitu menjaga keseimbangan cairan tubuh, tekanan
darah, siklus hormon reproduksi, dan perilaku seksual. Reseptor AT2 mempunyai
peranan pertumbuhan pembuluh darah (varcular) dan kontrol aliran darah.
Reseptor AT4 terdistribusi pada neocortex, hippocampus, cerebelum, struktur
ganglia basalis, dan beberapa jaringan periheral. Reseptor AT4 berperan dalam
kemampuan memory, regulasi aliran darah, pertumbuhan neurit, angiogenesis dan
fungsi ginjal (Wright and Harding, 1997).

Gambar 6. Peranan ACE di otak

KASUS HIPERTENSI PADA HEWAN


Meskipun pada hewan secara umum hipertensi jarang terjadi, namun pada
kucing dan anjing hal tersebut dapat diamati. Penyebab hipertensi sistemik pada
kucing dan anjing diakibat oleh kerusakan ginjal, hiperadrenocortism (Cushing’s

32
disease) dan hipertiroidism. Hipertensi pada hewan seperti halnya pada manusia
tergantung pada jenis dan umur. Tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya umur pada kucing dan anjing. Penyebab lainnya yaitu kelebihan
pemasukan garam dalam makanan. Pada anjing betina tekanan darah lebih rendah
dibandingkan pada jantan. Pada anjing (hampir semua jenis) rata-rata tekanan
darah sistolik dan diastolik yaitu 133/76, namun rentangnya dari umur 6 bulan –
15 tahun rata-ratanya 108/60 - 153/92. Selanjutnya berdasarkan jenis rata-ratanya
109/67 pada Labradors umur 4 tahun, pada Deerhounds 147/82 pada umur yang
sama (Anonim, 2008).
Akhir-akhir ini banyak hewan-hewan digunakan sebagai model hipertensi
yang dimaksudkan untuk membuka wawasan baru pathogenesis hipertensi.
Hewan model hipertensi dapat menggambarkan sebagian gambaran hipertensi
pada manusia. Hewan yang dijadikan model hipertensi harus memenuhi kriteria
sebagai berikut : termasuk kelompok hewan kecil, mudah diperlakukan dan
diperbanyak, dapat digunakan untuk menduga potensi obat-obat antihipertensi,
dapat bertahan dengan mengkomsumsi makanan yang dibatasi, dan dapat
dibandingkan dengan hipertensi pada manusia (Badyal et al. 2003). Hewan yang
banyak digunakan sebagai model hewan hipertensi yaitu anjing, tikus, kelinci,
monyet, babi, dan mencit. Hewan-hewan tersebut digunakan untuk menjadi model
berbagai macam hipertensi seperti hipertensi renovascular, hipertensi akibat
makanan, hipertensi hormonal, hipertensi neurogenic, dan hipertensi psychogenic,
hipertensi genetic (Badyal et al. 2003).
Beberapa karakteristik yang dihubungkan dengan hipertensi obesitas pada
manusia yaitu aktivitas RAAS, sirkulasi leptin yang tinggi, penurunan konsentrasi
growth hormone (GH), dan aktivitas sistem saraf simpatis. Selanjutnya hipertensi
sering dihubgkan pula dengan dislipidemia, HDL kolesterol yang rendah,
tingginya trigliserida Berhubungan dengan oebistas anjing dan kelinci seringkali
digunakan sebagai hewan model hipertensi obesitas yang diberikan makanan
berlemak tinggi untuk mengetahui perubahan kardiovascular yang mirip dengan
hipertensi obesitas pada manusia (Anca et al. 2000). Penelitian lain juga
dilakukan pada tikus yang obesitas yang dapat memperlihatkan beberapa

33
karakteristik hipertensi obesitas pada manusia, seperti peningkatan respon
norepineprine plasma (Levin et al.1983); peningkatan konsentrasi leptin
plasma, dan penurunan sekresi dan sintesis Growth Hormone (GH)
(Lauterio et al. 1997).

34
PENUTUP
1) Kesimpulan

35
Daftar Pustaka

36

Anda mungkin juga menyukai