Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK XIII

KELOMPOK 8

Dosen Pembimbing: dr. RA. Tanzila, M.Kes

Nama Kelompok: Neli Agustina (702018005)

Yogi Saputra (702018007)

Dinda Putri Kencana Ningrum (702018045)

Hana Sulistia (702018049)

Dinda Nafatilana (702018068)

Maulidiyah Tasya Salsabilla (702018072)

Muhammad Ridho Amrillah (702018080)

Amy Ria Annisa (702018084)

Indah Rahmayani (702018088)

Isina Gustri (702018099)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Sistem Endokrin adalah blok 13 pada semester VI Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini dilakukan studi
kasus skenario A:
“Sulitnya Bernafas”
Bpk. Didi, 30 tahun seorang karyawan swasta datang ke UGD RSMP
dengan keluhan sesak hebat sejak 6 jam yang lalu setelah membersikan kipas
angin yang berdebu. Sesak disertai batuk berdahak, nafas berbunyi dan tidak
ada demam. Bpk. Didi hanya dapat berbicara kata demi kata karena sesak
hebat tersebut.
Bpk. Didi sering sesak sejak 10 tahun yang lalu, sesak setelah terhirup
bau-bauan, debu dan pada saat cuaca dingin, dengan frekuensi serangan 3 kali
seminggu. Bpk. didi juga mengeluh sering sesak nafas saat malam dengan
frekuensi 2 sampai 3 kali dalam sebulan. Satu tahun terakhir terutama dalam 4
minggu terakhir ia mengalami sesak setiap hari dan sering terbangun malam
hari oleh karena sesak sehingga ia mengkonsumsi obat pelega asma yang
dibeli di warung. Sesak berkurang bila ia minum obat yang dibeli di warung
tersebut. Sesak lebih sering pada malam dan dini hari.
Satu minggu yang lalu ia melakukan check up rutin tahunan dan
dilakukan spirometry dalam keadaan tidak sesak. Riwayat merokok sejak usia
15 tahun, sebanyak 1 bungkus/hari. Penderita sering mengalami bersin-bersin
bila udara dingin atau terhirup debu sejak kecil. Ibunya mempunyai riwayat
penyakit ekzema. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: Tampak sakit berat; Kesadaran kompos mentis; Suhu
36.8°C; Tekanan darah 120/80 mmHg; Pernapasan 36x/mnt; Nadi 128x/mnt,
reguler. BB: 56 Kg, TB: 162 cm.
Keadaan spesifik:
Kepala: normal
Leher: JVP 5-2 cmH20
Dada:
Jantung: dalam batas normal
Paru:
Inspeksi : tampak retraksi sela iga
Palpasi dan perkusi : dalam batas normal
Auskultasi: ekspirasi memanjang, rhonki (-) dan whezing inspirasi dan
ekspirasi (+)
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Hb: 12,5 gr%, leukosit: 9100/mm³, diff. count: 0/5/6/70/18/1,
LED: 10mm/jam.
Saturasi oksigen: 91%

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1.Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2.Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan dalam skenario dengan metode
analisis pembelajaran diskusi kelompok.
3.Pencapaian tujuan metode pembelajaran tutorial.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. RA. Tanzila, M.Kes

Moderator : Rido Amrillah (702018080)


Sekretaris Meja : Isina Gustri (702018099)
Sekretaris Papan : Dinda Nafatilana (702018068)

Waktu : Senin, 11 Mei 2020


Pukul : 08.00 – 10.40 WIB
Rabu, 13 Mei 2020
Pukul : 08.00 – 11.00

Peraturan Tutorial:
1. Saling menghormati antar sesama peserta tutorial
2. Menggunakan komunikasi yang baik dan tepat
3. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat
4. Tidak mengaktifkan alat komunikasi selama proses
tutorial berlangsung
5. Tepat waktu

2.2 Skenario
“Sulitnya Bernafas”

Bpk. Didi, 30 tahun seorang karyawan swasta datang ke UGD RSMP


dengan keluhan sesak hebat sejak 6 jam yang lalu setelah membersikan kipas
angin yang berdebu. Sesak disertai batuk berdahak, nafas berbunyi dan tidak
ada demam. Bpk. Didi hanya dapat berbicara kata demi kata karena sesak
hebat tersebut.
Bpk. Didi sering sesak sejak 10 tahun yang lalu, sesak setelah terhirup
bau-bauan, debu dan pada saat cuaca dingin, dengan frekuensi serangan 3 kali
seminggu. Bpk. didi juga mengeluh sering sesak nafas saat malam dengan
frekuensi 2 sampai 3 kali dalam sebulan. Satu tahun terakhir terutama dalam 4
minggu terakhir ia mengalami sesak setiap hari dan sering terbangun malam
hari oleh karena sesak sehingga ia mengkonsumsi obat pelega asma yang
dibeli di warung. Sesak berkurang bila ia minum obat yang dibeli di warung
tersebut. Sesak lebih sering pada malam dan dini hari.
Satu minggu yang lalu ia melakukan check up rutin tahunan dan
dilakukan spirometry dalam keadaan tidak sesak. Riwayat merokok sejak usia
15 tahun, sebanyak 1 bungkus/hari. Penderita sering mengalami bersin-bersin
bila udara dingin atau terhirup debu sejak kecil. Ibunya mempunyai riwayat
penyakit ekzema. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: Tampak sakit berat; Kesadaran kompos mentis; Suhu
36.8°C; Tekanan darah 120/80 mmHg; Pernapasan 36x/mnt; Nadi 128x/mnt,
reguler. BB: 56 Kg, TB: 162 cm.
Keadaan spesifik:
Kepala: normal
Leher: JVP 5-2 cmH20
Dada:
Jantung: dalam batas normal
Paru:
Inspeksi : tampak retraksi sela iga
Palpasi dan perkusi : dalam batas normal
Auskultasi: ekspirasi memanjang, rhonki (-) dan whezing inspirasi dan
ekspirasi (+)
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Hb: 12,5 gr%, leukosit: 9100/mm³, diff. count: 0/5/6/70/18/1,
LED: 10mm/jam.
Saturasi oksigen: 91%

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Ekzema : penyakit dengan peradangan pada kulit (dorland, 2015)
2.Spirometri : Pengukuran kapasitas pernapasan (kapasitasparu) seperti pada
uji fungsi paru sawan (dorland, 2015)
3. Retraksi : tindakan menarik kembali atau keadaan tertarik kembali
(Dorland,2015)
4. Ekspirasi : proses pernafasan untuk mengeluarkan gas karbondioksida dari
tubuh (dorland, 2015)
5.rhonki bunyi kontinu seperti mengorok pada paru paru dorland 2015 sawan
(dorland, 2015)
6. Demam : Demam adalah suatu keadaan saat suhu badan melebihi 37 °C
yang disebabkan oleh penyakit atau peradangan. Demam juga merupakan
pertanda bahwa sel antibodi manusia (sel darah putih) sedang melawan suatu
virus atau bakteri. Anak yang memiliki suhu tinggi karena suhu tinggi
berkepanjangan dapat menyebabkan sawan (dorland, 2015)
7. Wheezing : jenis bunyi kontinu seperti bersiul (dorland, 2015)
8. Saturasi oksigen : Jumlah oksigen yang terikat pada Hb dalam darah
dinyatakan sebagai persentase kapasitas pengikatan maksimal.( Dorland
2015)
9. Bersin : mengeluarkan udara dari hidung dengan keras dan tiba-tiba atau
karena gejala pilek atau tercium bau tertentu (dorland, 2015)

2.4 Identifikasi Masalah


1. Bpk. Didi, 30 tahun seorang karyawan swasta datang ke UGD
RSMP dengan keluhan sesak hebat sejak 6 jam yang lalu setelah
membersikan kipas angin yang berdebu. Sesak disertai batuk
berdahak, nafas berbunyi dan tidak ada demam. Bpk. Didi hanya dapat
berbicara kata demi kata karena sesak hebat tersebut.
2. Bpk. Didi sering sesak sejak 10 tahun yang lalu, sesak setelah
terhirup bau-bauan, debu dan pada saat cuaca dingin, dengan
frekuensi serangan 3 kali seminggu. Bpk. didi juga mengeluh sering
sesak nafas saat malam dengan frekuensi 2 sampai 3 kali dalam
sebulan. Satu tahun terakhir terutama dalam 4 minggu terakhir ia
mengalami sesak setiap hari dan sering terbangun malam hari oleh
karena sesak sehingga ia mengkonsumsi obat pelega asma yang dibeli
di warung. Sesak berkurang bila ia minum obat yang dibeli di warung
tersebut. Sesak lebih sering pada malam dan dini hari.
3. Satu minggu yang lalu ia melakukan check up rutin tahunan
dan dilakukan spirometry dalam keadaan tidak sesak. Riwayat
merokok sejak usia 15 tahun, sebanyak 1 bungkus/hari. Penderita
sering mengalami bersin-bersin bila udara dingin atau terhirup debu
sejak kecil. Ibunya mempunyai riwayat penyakit ekzema. Riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
4. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: Tampak sakit berat; Kesadaran kompos mentis; Suhu
36.8°C;Tekanan darah 120/80 mmHg; Pernapasan 36x/mnt; Nadi
128x/mnt, reguler. BB: 56 Kg, TB: 162 cm.
Keadaan spesifik:
Kepala: normal
Leher: JVP 5-2 cmH20
Dada:
Jantung: dalam batas normal
Paru:
Inspeksi : tampak retraksi sela iga
Palpasi dan perkusi : dalam batas normal
Auskultasi: ekspirasi memanjang, rhonki (-) dan whezing inspirasi
dan ekspirasi (+).
5. Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Hb: 12,5 gr%, leukosit: 9100/mm³, diff. count:
0/5/6/70/18/1, LED: 10mm/jam.
Saturasi oksigen: 91%

2.5 Prioritas Masalah


No.1 Karena jika tidak ditatalaksanai dengan baik akan menyebabkan
mortilitas dan morbilitas meningkat.

2.6 Analisis Masalah


1. Bpk. Didi, 30 tahun seorang karyawan swasta datang ke UGD RSMP
dengan keluhan sesak hebat sejak 6 jam yang lalu setelah membersikan
kipas angin yang berdebu. Sesak disertai batuk berdahak, nafas berbunyi
dan tidak ada demam. Bpk. Didi hanya dapat berbicara kata demi kata
karena sesak hebat tersebut.
A. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi yang terkait pada kasus ?
Jawaban:

Anatomi Sistem Pernafasan


1. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam
rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian
yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. (Snell,2016)
2. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang
larinx (larinx-faringeal). (Snell,2016)
3. Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx
yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx
sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn
trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang
rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
(Snell,2016)
4. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya
trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian
vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi) (Snell,2016)
5. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada
ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai
struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. (Snell,2016)
6. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). (Snell,2016)
7. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari
bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. (Snell,2016)
8. Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral
pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang
berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus
yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri
dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior(Snell,2016)

Histologi Sistem Pernafasan


Saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan
pars respirasi. Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi,
yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan
menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel
respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush
cells), sel basal, dan sel granul kecil.
Epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel
goblet
 Histologi
Sistem pernapasan terdiri dari paru dan banyak saluran udara
dengan berbagai ukuran yang menuju ke dan berasal dari paru. Selain itu,
sistem ini terdiri dari bagian penghantar (konduksi) dan bagian respirasi.
Bagian penghantar terdiri dari saluran napas yang menyalurkan udara
masuk dan keluar. Struktur ekstraparu adalah hidung, faring, laring,
trakea, dan bronkus ekstraparu. Struktur intraparu mencakup bronkus,
bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Sistem konduksi mempersiapkan
udara dengan melembapkan, menghangatkan, dan menyaringnya dengan
silia dan mukus. Sekresi dari kelenjar mengandung imunoglobulin,
lisozim, dan enzim untuk mematikan bakteri. Tulang rawan hialin
inkomplet berbentuk C mengelilingi dan menjadi trakea tetap paten
(terbuka). Di paru, lempeng tulang rawan hialin menggantikan cincin C
dan mengelilingi bronkus besar. Bronkiolus dengan panjang garis tengah
sekitar 1 mm tidak lagi memiliki lempeng tulang rawan. Seiring denagn
mengecilnya saluran, epitel menjadi selapis bersilia dan sel goblet lenyap
(Eroschenko, 2015: 414).

Gambar 7. Struktrur mikroskopis trachea, bronchus, dinding bronchus,


bronchiolus, bronchiolus terminalis dan sel clara (Mescher, 2013)

Sel clara menggantikan sel goblet dan merupakan sel utama di


bronkiolus terminalis dan bronkiolus respiratorik. Sel clara adalah sel
sekretorik tak-bersilia yang meningkat jumlahnya seiring dengan
berkurangnya sel bersilia. Sel clara mengeluarkan lipoprotein mirip-
surfaktan yang menguraikan sifat lekat mukus dan mengurangi tegangan
permukaan. Selain itu, sel tersebut juga dapat berfungsi sebagai sel induk
untuk menggantikan sel epitel bronkiolus yang rusak atau cedera. Sel
clara mengeluarkan protein dan lisozim ke dalam saluran bronkiolus
untuk melindungi paru dari peradangan atau polutan toksik (Eroschenko,
2015).
Sistem pernapasan bagian respiratorik dimulai dari saluran di mana
dapat terjadi respirasi. Bronkiolus terminalis menghasilkan bronkiolus
respiratorik, suatu zona transisi untuk respirasi. Bronkiolus respiratorik
memperlihatkan alveolus berdinding tipis, di mana respirasi dapat
berlangsung. Pertukaran gas dapat terjadi hanya jika ada alveolus.
Alveolus adalah ruang udara terakhir dan dikelilingi oleh pleksus kapiler
untuk pertukaran gas. Sistem respiratorik terdiri dari bronkiolus
respiratorik, ductus alveolaris, saccus alveolaris, dan alveolus. Sel goblet
tidak terdapat di alveolus dan dinding sangat tipis tempat terjadinya
respirasi (Eroschenko, 2015).
Pada alveolus terdapat sel-sel yang disebut sel alveolus tipe I dan II.
Sel alveolus tipe I (pneumosit tipe I) bersifat sangat tipis dan melapisi
alveolus paru. Endotel kapiler dan sel pneumosit tipe I membentuk sawar
darah-udara yang tipis. Sel alveolus tipe II (pneumosit tipe II) terletak di
samping sel alveolus tipe I. Sel alveolus tipe II adalah sel sekretorik, yang
apeksnya menonjol melewati apeks sel alveolus tipe I. Pneumosit tipe II
mengandung banyak badan lamelar sekretorik yang membentuk surfaktan
fosfolipid untuk mengurangi tegangan permukaan alveolus. Surfaktan
mengurangi tegangan permukaan alveolus, memungkinkan ekspansi dan
mencegah kolaps. Selama perkembangan masa janin, dihasilkan surfaktan
dalam jumlah memadai untuk pernapasan. Surfaktan memiliki efek
bakterisida untuk melawan patogen yang terhirup. Selain sel pneumosit,
terdapat sel debu (makrofag) alveolus yang merupakan monosit darah
yang masuk ke jaringan ikat dan alveolus paru. Makrofag berfungsi
membersihkan alveolus dari organisme invasif dan memfagoit benda-
benda asing berebentuk partikel (Eroschenko, 2015).

Gambar 8. Struktrur mikroskopis bronchiolus terminalis, bronchiolus


respiratorik, dan alveoli.(Sumber: Mescher, 2013)
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum
di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel
di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa
nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi
pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-
masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel
respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang
khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri
atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar
dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia,
berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan
neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar
Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret
yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses
neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi
yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk
mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk
lebih jauh. .( Eroschenko,2015)

Epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus
sphenoid yang dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan
mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang
mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan
periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung. .
( Eroschenko,2015)

Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak
dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe
skuamosa/gepeng. .( Eroschenko,2015)

Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea.
Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan
memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal
epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di
bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.Di bawah
epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen
laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika
vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di
lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis
gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot
rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara
dengan frekuensi yang berbeda-beda. .( Eroschenko,2015)

Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa
pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda),
yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan
mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk
lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel
asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen
trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin
yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan
berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah
distensi berlebihan. .( Eroschenko,2015)

Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan
lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit
dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur
dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin
tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya
garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau
tulang rawan hialin. .( Eroschenko,2015)

Bronkiolus.( Eroschenko,2015)
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya.
Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen
awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang
lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin
memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris
bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil.
Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia
yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat
protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi
sebagai kemoreseptor. .( Eroschenko,2015)

Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa
bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak
alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid
bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus
menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya
semakin bertambah banyak dansilia semakin jarang/tidak dijumpai.
Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus
respiratorius. .( Eroschenko,2015)

Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak
terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang
disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada
lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus
alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris
bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya
serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris
dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi,
berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah
terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-
kapiler halus dan septa alveolar yang tipis. .( Eroschenko,2015)

Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan
dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel
gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan
sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97%
permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan
yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak
vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang
dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan
kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut
kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling
melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di
atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk
mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri
mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru
yang menurunkan tegangan alveolus paru. Septum interalveolar
mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan,
fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan
memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat. .(
Eroschenko,2015)

Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding
toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua
lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan
elastin. (Junquereira LC, Carneiro J. 1982)

Fisiologi Sistem Pernafasan


Terdapat dua jenis respirasi, yaitu:
1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme
intraseluler, menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka
membentuk energi dari nutrien
2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang
melibatkan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel
tubuh.
 Tahap respirasi ekstrenal:
1. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan
mekanisme ventilasi
2. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal
melalui mekanisme difusi
3. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke
jaringan
4. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah
dengan proses difusi melintasi kapiler sistemik (Guyton,
2007).
Fisiologi Pernafasan

Gambar. Pertukatan Oksigen dan Karbondioksida


Sumber: Sherwood, 2016

Oksigen dibawa ke seluruh tubuh terutama oleh molekul protein hemoglobin,


yang terdapat di dalam sel darah merah. Oksigen juga dapat dibawa ke
seluruh tubuh dengan dilarutkan dalam plasma darah, tetapi bagian terlarut ini
hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah total oksigen yang diangkut
dalam aliran darah. Hanya 2% oksigen dalam aliran darah yang dilarutkan
langsung dalam komponen plasma darah dibandingkan dengan 98% oksigen
dalam keadaan terikat protein dengan hemoglobin (Sherwood, 2016).

Molekul hemoglobin (Hb) adalah kombinasi bagian globin dan protein non-
protein yang disebut hem dan bertanggung jawab untuk pengangkutan
oksigen pada dasarnya dalam darah. Hemoglobin terdiri dari empat subunit:
dua subunit alfa dan dua subunit beta, yang masing-masing berisi kelompok
heme dan rantai globin. Kelompok heme mengandung atom besi sebagai
bentuk besi (Fe2+) pada intinya yang mengikat satu molekul oksigen,
memungkinkan satu tetramer hemoglobin mengikat empat molekul oksigen
(Sherwood, 2016).

Hemoglobin dapat mengalami dua keadaan, yaitu keadaan deoksigenasi dan


keadaan teroksigenasi. Kedua keadaan memiliki afinitas yang berbeda untuk
mengikat oksigen. Dalam keadaan tidak terikat, hemoglobin ada dalam
keadaan deoksigenasi dan pengikatan oksigen terjadi dengan afinitas rendah.
Hemoglobin keadaan deoksigenasi membutuhkan tekanan parsial oksigen
yang lebih tinggi (pO2) untuk memfasilitasi pengikatan molekul oksigen.
Pengikatan oksigen pertama memungkinkan molekul oksigen kedua, ketiga,
dan keempat untuk selanjutnya mengikat dengan mudah (Sherwood, 2016).

Dalam kondiri paru normal, tekanan parsial oksigen secara alami tinggi di
persimpangan alveolar-kapiler. Oleh karena itu, hemoglobin deoksigenasi
akan membawa sejumlah besar oksigen dan memfasilitasi pemuatan oksigen.
Proses ini terjadi sangat cepat dan memungkinkan hemoglobin jenuh hingga
100% sebelum aliran kapiler berakhir. Setelah keluar dari sistem paru,
hemoglobin sekarang dalam keadaan teroksigenasi. Karena tekanan parsial
oksigen lebih rendah di jaringan perifer, hal ini membantu pelepasan oksigen
dan pengangkutan karbondioksida di jaringan perifer (Sherwood, 2016).

B. Apa makna bapak didi datang ke UGD RSMP dengan keluhan sesak
hebat sejak 6 jam lalu setelah mbersihkan kipas angin yang berdebu,
sesak di sertai batuk berdahak, nafas berbunyi dan tidak ada demam ?
Jawaban:
Maknanya adalah Bapak Didi ini mengalami gejala
respiratorik dari adanya gangguan pada sistem pernafsan. Sesak nafas, natuk
berdahak dan nafas berbunyi dapat disebabkan karena bronkokontriksi,
inflamasi saluran nafas atau hipersensitifitas. Hal ini kemudian akan
menyebabkan hiperskresi mukus (lendir), lendir ini nantinya akan menutupi
saluran pernafasan sehingga proses pernafasan akan terganggu dan terjadilah
sesak nafas. Hal ini juga menyebabkan penyempitan saluran nafas sehingga
akan menyebabkan nafas berbunyi. Tubuh akan melakukan kompensasi, hal
ini ditandai dengan adanya batuk yang bertujuan untuk menyingkirkan lendir
dari saluran nafas. Tidak adanya demam menandakan bahwa keluhan yang
dialami pada kasus bukan disebebkan karena infeksi (Djojodibroto, 2015).
Makna ia mengalami sesak hebat setelah terpapar oleh debu menandakan
bahwa faktor pencetus sesak pada kasus adalah benda asing (allergen). Hal ini
juga menandakan bahwa kemungkinan besar Bapak Didi mengalami Asma
Bronkial (IDI, 2015).
Makna 6 jam adalah menunjukkan laju perkembangan atau
evolusi serangan sesak nafas. Keluhan sesak nafas dengan laju perburukan <
dari 6 jam maka ia mengalami sesak nafas serangan tipe 2, hal ini
menandakan adanya obstruksi berat pada saluran nafas dan harus segera
ditangani (Riyanto dkk, 2014).
Makna keluhan sesak disertai batuk berdahak dan nafas
berbunyi, adanya penyempitan saluran nafas atau bronkokonstriksi dan
hipersekresi mukus.
Sintesis: Penyumbatan saluran napas yang menimbulkan manifestasi klinis
asma adalah akibat terjadinya bronkokonstriksi, pembengkakan mukosa
bronkus dan hipersekresi lender karena hiperreaktifitas saluran pernapasan
terhadap beberapa stimulus. (Darmanto,2014)
Maknanya sesak hebat yang dialami merupakan gejala utama
dari penyakit kardiopulmonal. Kemungkinan bpk. Didi mengalami asma
bronkial dimana terjadi inflamasi kronik saluran nafas. Inflamasi kronik ini
menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi atau wheezing, sesak napas, dada
terasa berat, dan batuk, terutama pada malam hari atau dini hari. (Laksana dan
Berawi, 2015)
Serta terjadi eksaserbasi asma, yaitu episode akut atau subakut dengan sesak
yang memburuk secara progresif disertasi batuk, mengi, dan dada sakit, atau
beberapa kombinasi gejala-gejala tersebut

C. Apa makna bapak didi dapat berbicara kata demi kata karena sesak
hebat tersebut ?
Jawaban:

Makna bapak didi dapat berbicara kata demi kata termasuk


klasifikasi ASMA derajat berat. Dimana ia kesulitan untuk berbicara karena
oksigen didalam tubuh nya berkurang sehingga ia mudah Lelah untuk
berbicara.(GINA,2018)

Maknanya adalah sesak nafas yang dialami Bapak Didi ini


sudah memburuk, sebab terjadinya peningkatan kerja pernafasan dan
ketidakseimbangan antara kerja pernafasan dan kapasitas ventilasi, sehingga
Bapak didi akan sulit berbicara karena tubuh sedang berkompensasi untuk
mendapatkan oksigen lebih banyak. Hal ini juga bisa terjadi karena
hipersekresi mukus sehingga mukus akan menghalangi pita suara sehingga
akan mengalami kesulitan berbicara (Price dan Wilson, 2015).
Gangguan berbicara yang dialami Bapak Didi juga berhubungan dengan
sesak nafas yang dialaminya, hal ini menghubungkan bahwa keadaan Bapak
Didi ini berdasarkan skala dispnea berada pada derajat berat (tingkat 3)
(Price dan Wilson, 2015).
Berikut adalah skala dispnea:
Tingkat Derajat Kriteria
0 Normal Tidak ada kesulitan bernafas kecuali pada
aktivitas berat
1 Ringan Terdapat kesulitan bernafas ketika terburu-buru
2 Sedang Terdapat kesulitan bernafas, jalan lebih pelan,
sulit bernafas ketika berjalan dan berbicara
3 Berat Terdapat kesulitan bernafas, jalan lebih pelan,
sulit bernafas ketika berjalan beberapa menit
dan berbicara
4 Sangat Berat Terlalu sulit untuk bernafas dan meninggalkan
rumah serta sulit bernafas bahkan ketika hanya
akan memakai baju
(Price dan Wilson, 2015).

D. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?


Jawaban:

Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering


dijumpai pada awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali
sebelum berumur 10 tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur
40 tahun. Pada usia anak-anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki
dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi sama pada umur 30
tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain dalam
negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.
(Wahyudi,2016)
Jika sebelum pubertas perbandingannya Laki>
perempuan( 2:1 ), hal ini disebabkan karena diameter saluran pernafasan anak
laki-laki lebih sempit dibandingkan anak perempuan sehingga lebih mudah
terjadi obstruksi. Kejadian tertinggi pada kelompok usia 5-9 tahun. ( Dumbi et
al,2013)

Setelah pubertas, prevalensi asma lebih besar pada wanita, dan


kasus onset dewasa setelah usia 40 tahun. Dasar teori ini adalah peningkatan
Bronchial Hyper Responsiveness(BHR) dan pada saat fase luteal dan
folikullar dari siklus menstruasi. Pada fase tersebut kadar steroid mencapai
puncaknya. Estrogen akan merangsang aktivasi dari eosinophil dan
degranulasi sel mast sedangkan testosterone berfungsi sebaliknya. Selain itu,
jumlah Alternatively-activated macrophage(AAM) perempuan lebih banyak
dari laki-laki saat usia pubertas dan dewasa. AAM berfungsi untuk
merangsang produksi Th2 secara tidak langsung sehingga keseimbangan Th1:
Th2 akan terganggu. ( Dumbi et al,2013)

E. Bagaimana etiologi sesak secara umum ?


Jawaban:
Etiologi dari sesak secara umum antara lain adalah :
1. Inhalan: Debu rumah, serpihan bulu binatang seperti anjing,
kucing dan kuda, dan spora jamur.
2. Ingestan: Susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan
tertentu.
3. Kontaktan: Logam perhiasan.
4. Keadaan udara: Polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa
yang lembab.
5. Infeksi saluran pernafasan.
6. Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
7. Stress psikis dan/atau stress fisik (Price, Sylvia A., Lorraine M
Wilson. 2012)
8. Penyakit saluran nafas : Asma, Bronchitis kronis ,Emfisema
,Sumbatan laring, Tertelan benda asing
9. Penyakit parenkimal : Pneumonia ,Gagal jantung kongestif ,
Adult respiratory distress syndrome (ARDS), Pulmonary infiltrates with
eosinophilia (PIE)
10. Penyakit vascular paru :Emboli paru , Kor pulmonal
,Hipertensi paru primer
11. Penyakit pleura : Pneumotoraks ,Efusi pleura, Hemotoraks
12. Penyakit Dinding paru :trauma,penyakit neurologic,kelainan
tulang. (Sudoyo A.W,2014)

F. Bagaimana etiologi sesak hebat sejak 6 jam lalu setelah mbersihkan


kipas angin yang berdebu, sesak di sertai batuk berdahak, nafas
berbunyi dan tidak ada demam ?
Jawaban:
Etilogi dari keluhan utama adalah adanya bronkokontriksi,
hipersekresi mukus dan penyempitan saluran pernafasan yang dipicu oleh
debu. Sesak nafas pada kasus terjadi karena gangguan pada sistem respirasi,
kemungkinan besar oleh asma brokial (Riyanto dkk, 2014).
Sintesis:
Batuk derdahak dapat disebabkan karena adanya sekresi mukus yang
berlebihan bisa karena adanya rangsangan pada membrane mukosa secara
fisik, kimiawi maupun karena infeksi. Hipersekresi mukus akan menyebabkan
pengeluaran nya tidak efektif dan tertumpuk menjadi dahak. Kemudian akan
terjadi refleks tubuh yaitu batuk untuk mengeluarkan dahak dari jalur nafas,
sehingga terjadi batuk berdahak (Djojodibroto, 2015).
Nafas berbunyi dapat disebabkan karena penyempitan jalan nafas atau
obstruksi akibat sekresi mukus berlebihan, kontraksi otot polos, edema
mukosa, tumor ataupun benda asing (Djojodibroto, 2015).
Pada kasus etiologi sesak hebat sejak 6 jam lalu setelah
mebersihkan kipas angin yang berdebu, sesak di sertai batuk berdahak, nafas
berbunyi dan tidak ada demam dari penyakit saluran napas yaitu asma dimana
gambaran klinis dari asma ialah batuk, mengi/ wheezing serta sesak napas.
(Sudoyo, Aru W, dkk, 2014)

Pada kasus dimana debu merupakan allergen ,factor pencetus


terjadi asma. Allergen secara biologi dapat merusak struktur saluran
pernafasan melalui aktivitas proteolitik sehingga dapat menghancurkan
integritas dari tight junction antara sel sel epitel. Sesak disertai batuk berdahak
disebabkan karena sensitisasi terhadap allergen dimana merangsang igE untuk
mensekresi histamin,bradykinin,prostaglandin,dll sehingga menyebabkan
terjadi perubahan pada lumen bronkus akibatnya tubuh melakukan
kompensasi dengan sesak disertai batuk.(PDPI,2016) (Guyton,2017)

G. Apa saja jenis-jenis sesak nafas ?


Jawaban:
 Inspiratori Dispnea  kesukaran bernafas pada waktu inspirasi
disebabkan oleh karena sulitnya udara memasuki paru
 Ekspiratori Dispnea  kesukaran bernafas pada waktu ekspirasi
disebebkan oleh karena sulitnya udara keluar paru
 Kardiak Dispnea  kesukaran bernafas karena gangguan pada jantung
 Ekspansional dispnea  dispnea yang disebabkan oleh karena
ekspansi dari rongga thoraks
 Paroksismal dispnea  dispnea yang terjadi sewaktu – waktu, baik
pada malam maupun siang hari
 Ortostatik Dispnea  dispnea yang berkurang pada waktu duduk
 Derajat sesak :

Deskripsi Nilai Derajat


Tak terganggu oleh sesak saat bergegas waktu jalan 0 -
atau mendaki
Terganggu oleh sesak bergegas waktu berjalan atau 1 Ringan
sedikit mendaki

Jalan lebih lambat dibanding orang seumur karena 2 Sedang


sesak atau harus berhenti untuk bernafas saat jalan
biasa
Berhenti untuk bernapas setelah berjalan 3 Berat
100yard/setelah berjalan beberapa menit pada
ketinggian tetap
Terlampau sesak untuk keluar rumah/ sesak saat 4 Sangat
berpakaian atau melepas pakaian berat
(Price, 2015)

Sintesis :

Sesak nafas atau bisa juga disebut dispnea merupakan suatu kondisi
bernapas yang dirasakan tidak seperti biasa/tidak seharusnya. Sesak nafas
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis;
 Ortopnea merupakan sesak saat berbaring datar biasanya dikaitkan
dengan kegagalan ventrikel kiri
 Platipnea adalah sesak nafas saat duduk dengan rasa lega saat
berbaring jarang ditemui
 Trepopnea merupakan sesak nafas saat berbaring di satu sisi
disebabkan oleh penyakit paru unilateral, kardiomiopatidilatasi, atau
tumor yang menekan saluran nafas sentral dan pembuluh darah utama
 Dispnea paroksismal nocturnal adalah sesak nafas yang
membangunkan pasien dari tidur tipikal didapat pada asma dan
kegagalan ventrikel kiri (Douglas,2014).

H. Bagaimana pafatofisiologi pada sesak nafas ?


Jawaban:
Faktor Pencetus (Allergen yaitu debu) → aktivasi sistem imun
dan refleks saraf pusat → pelepasan mediator sel inflamasi → allergen diolah
oleh APC (Antigen Presenting Cells) → hasil olahan allergen akan
dikomunikasikan kepada sel T helper → instruksi melalui interlukin atau
sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE dan sel radang (mastosit,
makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit) → aktivasi
mediator radang (histamin, prostaglandin (PG), luekotrin (LT), Tromboksin
(TX)) → pembengkakan dinding saluran nafas dan peningkatan tonus otot
polos → bronkokontriksi dan hipersekresi mukus → penyempitan saluran
pernafasan → ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi → keterbatasan
aliran udara → sesak nafas (Riyanto dkk, 2014; Laksana, 2015).
Mekanisme: Faktor endogen ( atopi,jenis kelamin,genetic) dan
factor eksogen( debu,cuaca)  masuk allergen kedalam saluran pernafasan
Allergen akan merangsang proliferasi sel T helper )  sel T helper akan
mengeluarkan mediator  interaksi direk terjadi antara sel T dan sel B akan
memproduksi igE )  allergen akan berikatan dengan igE pada reseptor Fc
pada membrane sel mast )  terjadi degranulasi dari sel mast yang akan
melepaskan mediator seperti histamin,leukotriene, sitokin dan prostaglandin )
 kontraksi otot polos saluran pernafasan  brokontriksi  penebalan
dinding saluran napas  obstruksi  aliran udara menurun  oksigen
didalam tubuh menurun  sesak .(Price wilson,2012)

Histamin adalah sebuah zat yang dilepaskan oleh jaringan tubuh yang
memberikan reaksi alergi seperti pada asma bronchial.
SRS-A : efek bronkokontriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan
sekresi mucus.
Serotonin : menstimulasi langsung otot polos bronkus (bronkokonstriksi).
Kinin : aktivator saraf sensoris yang menyebabkan keluhan batuk dan sesak
napas

I. Apa kemungkinan penyakit dengan keluhan sesak disertai batuk


berdahak, nafas berbunyi, dan tidak ada demam ?
Jawaban:
Kemungkinan penyakit dengan keluhan tersebut ialah asma,
asma adalah penyakit obtruktif, saluran pernapasan akibat penyempitan
saluran napas yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilang dengan
sendirrinya) ditandai oleh episode obstruksi pernapasan diantara dua interval
asimtomatik. Penyumbatan saluran napas yang menimbulkan manifestasi
klinis asma adalah akibat terjadinya bronkokonstriksi, pembengkakan mukosa
bronkus dan hipersekresi lender karena hiperreaktifitas saluran pernapasan
terhadap beberapa stimulus. Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi
merupakan sindrom yang dihasilkan mekanisme multiple yang akhirnya
menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk obstruksi jalan napas
reversible. Sebagai sindrom episodic terdapat interval asimtomatik diantara
kejadian serangan asma. Ciri-ciri diantaranya dispneu, batuk, suara mengi,
obstruksi jalan napas reversible terhadap bronkodilator, bronkus yang
hipperresponsif, dan peradangan saluran pernapasan (Darmanto,2014)

J. Bagaimana patofisiologi batuk berdahak dan nafas berbunyi ?


Jawaban:
Batuk berdahak:
Faktor Pencetus (Allergen yaitu debu) → aktivasi sistem imun dan refleks
saraf pusat → pelepasan mediator sel inflamasi → allergen diolah oleh APC
(Antigen Presenting Cells) → hasil olahan allergen akan dikomunikasikan
kepada sel T helper → instruksi melalui interlukin atau sitokin agar sel-sel
plasma membentuk IgE dan sel radang (mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit) → aktivasi mediator radang
(histamin, prostaglandin (PG), luekotrin (LT), Tromboksin (TX)) →
hipersekresi mukus → pengeluaran mukus tidak efektif → tertumpuk menjadi
dahak → penyempitan saluran pernafasan → kompensasi tubuh untuk
melancarkan jalan nafas → batuk berdahak
(Riyanto dkk, 2014; Laksana, 2015; Djojodibroto, 2015).
Nafas berbunyi:
Faktor Pencetus (Allergen yaitu debu) → aktivasi sistem imun dan refleks
saraf pusat → pelepasan mediator sel inflamasi → allergen diolah oleh APC
(Antigen Presenting Cells) → hasil olahan allergen akan dikomunikasikan
kepada sel T helper → instruksi melalui interlukin atau sitokin agar sel-sel
plasma membentuk IgE dan sel radang (mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit) → aktivasi mediator radang
(histamin, prostaglandin (PG), luekotrin (LT), Tromboksin (TX)) →
pembengkakan dinding saluran nafas dan peningkatan tonus otot polos →
bronkokontriksi dan hipersekresi mukus → penyempitan saluran pernafasan
→ kebutuhan akan oksigen meningkat → hiperventilasi dan turbulensi arus
udara → nafas berbunyi
(Riyanto dkk, 2014; Laksana, 2015; Djojodibroto, 2015).

Masuknya allergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Precenting
Cell),  sel T helper  memicu interleukin dan sitokin  membentuk IgE
serta sel-sel radang (mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil,
tombosit, serta limfosit)  mengeluarkan mediator-mediator inflamasi seperti
histamine, prostaglandin, leukotrin, platelet activating factor (PAF),
bradikinin  mempengaruhi organ sasaran  meningkatkan sekresi mucus
sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas  batuk
berdahak (Price, 2012).

K. Apa saja jenis-jenis batuk ?


Jawaban:

Jenis-jenis Batuk Berdasarkan Waktu :

Batuk berdasarkan durasi atau waktu dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

Akut : merupakan fase awal dan masih mudah untuk sembuh. Jangka
waktunya kurang dari tiga minggu dan dapat terjadi karena iritasi, bakteri,
virus, penyempitan saluran nafas atas.

Sub akut merupakan fase peralihan dari akut menjadi kronis. Dapat
dikategorikan sebagai sub akut jika batuk sudah 3-8 minggu dan dapat terjadi
karena gangguan pada epitel.

Kronis merupakan batuk yang sulit untuk disembuhkan karena penyempitan


saluran nafas bagian atas dan terjadi lebih dari 8 minggu.

Berdasarkan sebabnya :
Berdasarkan sebabnya batuk dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

Batuk Berdahak yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada
tenggorokan. Batuk berdahak disebabkan oleh paparan debu, lembab berlebih,
alergi dan lainnya. Batuk berdahak merupakan mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan zat-zat asing dari saluran nafas, termasuk dahak. Batuk jenis ini

terjadi relatif singkat.


Batuk Kering yaitu batuk yang tidak mengeluarkan dahak. Pada

batuk jenis ini tenggorokan akan terasa gatal, sehingga merangsang timbulnya
batuk.

Batuk yang Khas yaitu sebagai berikut :


a. Batuk Rejan, bisa berlangsung selama 100 hari. Bisa menyebabkan pita
suara menjadi radang dan suara parau.

b. Batuk Penyakit TBC, berlangsung selama berbulan-bulan, kecil-kecil,


timbul sekali-sekali kadang-kadang hanya berdehem. Pada batuk TBC dapat
disertai dengan keluarnya darah segar.
c. Batuk Karena Asma, sehabis serangan asma lendir akan banyak diproduksi
oleh tubuh, dan lendir inilah yang memicu timbulnya batuk.

d. Batuk Karena Penyakit Jantung Lemah, darah yang terbendung di paru-paru


menjadikan paru-paru basah sehingga merangsang timbulnya batuk.

e. Batuk Karena Kanker Paru-Paru Menahun Yang Tidak Sembuh, batuk jenis
ini tidak menentu , batuk akan menjadi semakin parah atau bertambah jika
kerusakan paru juga bertambah.

f. Batuk Karena Kemasukan Benda Asing, batuk akan terjadi jika saluran
pernafasan kemasukan benda asing dan refleks tubuh untuk mengeluarkannya
akan merangsang terjadinya batuk. (Depkes RI, 2007).

2. Bpk. Didi sering sesak sejak 10 tahun yang lalu, sesak setelah terhirup
bau-bauan, debu dan pada saat cuaca dingin, dengan frekuensi serangan
3 kali seminggu. Bpk. didi juga mengeluh sering sesak nafas saat malam
dengan frekuensi 2 sampai 3 kali dalam sebulan. Satu tahun terakhir
terutama dalam 4 minggu terakhir ia mengalami sesak setiap hari dan
sering terbangun malam hari oleh karena sesak sehingga ia
mengkonsumsi obat pelega asma yang dibeli di warung. Sesak berkurang
bila ia minum obat yang dibeli di warung tersebut. Sesak lebih sering
pada malam dan dini hari.
A. apa makna Bpk. Didi sering sesak sejak 10 tahun yang lalu, sesak
setelah terhirup bau-bauan, debu dan pada saat cuaca dingin, dengan
frekuensi serangan 3 kali seminggu. Bpk. didi juga mengeluh sering sesak
nafas saat malam dengan frekuensi 2 sampai 3 kali dalam sebulan?
Jawaban:
Makna Bapak Didi sering sesak sejak 10 tahun yang lalu adalah
sesak yang dialami beliau adalah kemungkinan sudah kronik (Djojodibroto,
2015).
Makna sesak setelah terhirup bau-bauan, debu dan pada saat cuaca dingin
adalah kemungkinan besar sesak yang dialami Bapak Didi ini disebabkan
karena asma bronkial (Riyanto dkk, 2014).
Makna frekuensi serangan 3 kali seminggu dan sesak nafas saat malam dengn
frekuensi 2 -3 kali dalam sebulan adalah kemungkinan Bapak Didi mengalami
asma bronkial dengan klasifikasi persisten ringan (Djojodibroto, 2015).
Sintesis:
Beberapa hal yang dapat menyebabkan asma adalah allergen, polusi udara,
infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau
ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor resiko terjadinya asam adalah paparan
allergen (seperti kutu, debu, serbuk sari, kecoa, kotoran hewan), iritasi
pekerjaan, asap tembakau, aktvitas fisik, ekspresi emosi, perubahan cuaca, dan
iritasi kimia serta obat (aspirin dan penyekat beta) (Riyanto dkk, 2014).
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah. Perubahan tekanan
atmosfer dan suhu memperburuk asma dengan serangan sesak napas dan
pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban
tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin
menyebabkan sesak di saluran pernafasan (Laksana, 2015).
Makna bpk didi memiliki Riwayat ASMA sejak 10 tahun yang
lalu. Jadi kemungkinan bpk didi mengalami progresivitas dari derajat asma
nya dan timbul pada saat terhirup bau-bauan, debu sebagai pencetus asma
bersifat reversible atau refrakter.Peningkatan intensitas paparan faktor risiko
asma akan menyebabkan ekspresi asma lebih sering muncul. Hal ini
menunjukkan kontrol penderita yang rendah terhadap penyakit asma, dan
secara tidak langsung menunjukkan kegagalan terapi asma, sehingga perlu
peninjauan kembali. (GINA,2018)
Gambar. Derajat Asma
Sumber: Djojodibroto, 2015

B. apa makna Satu tahun terakhir terutama dalam 4 minggu terakhir ia


mengalami sesak setiap hari dan sering terbangun malam hari oleh
karena sesak sehingga ia mengkonsumsi obat pelega asma yang dibeli di
warung. Sesak berkurang bila ia minum obat yang dibeli di warung
tersebut. Sesak lebih sering pada malam dan dini hari ?
Jawaban:

Penderita asma banyak mengeluhkan gejala pada malam hari dan kualitas
tidur menurun. Serangan asma dimalam hari sering dikaitkan dengan ritme
sirkadian, yaitu proses fisiologis dan perilaku berosilasi dengan periodisitas
selama 24 jam. Ritme sirkadian diatur oleh waktu sirkadian internal dan
dipengaruhi oleh isyarat lingkungan (seperti cahaya dan suhu) (Wang, 2010).
Aktivitas parasimpatis cenderung dominan dibanding simpatis pada malam
hari, efek dari parasimpatis yang dominan menyebabkan konstriksi otot polos
bronkus sehingga orang yang memiliki asma terjadi serangan ditengah tidur
malam (Corwin, 2008).

Makna satu tahun terakhir terutama dalam 4 minggu terakhir ia mengalami


sesak setiap hari dan sering terbangun malam hari oleh karena sesak adalah
kemungkinan Bapak Didi ini mengalami asma bronkial yang telah
berkembang menjadi persisten sedang (Djojodibroto, 2015).

Sintesis:

Gambar. Derajat Asma.( Djojodibroto, 2015)

C.Apa kemungkinan obat pelega asma yang dikonsumsi Bpk. Didi ?


Jawaban:
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol
penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, serta
bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi
eksaserbasi/ serangan dekenal dengan pelega.5 Contoh antiinflamasi yaitu
golongan steroid inhalasi seperti flutikason propionat dan budesonid,
golongan antileukotrin seperti metilprednisolon, kortikosteroid sistemik
seperti prednison, agonis beta-2 kerja lama seperti formeterol, prokaterol.6
Obat pelega ada dari golongan agonis beta-2 kerja singkat seperti salbutamol,
terbutalin, fenoterol, golongan antikolinergik seperti ipratoprium
bromide,golongan metilsantin seperti teofilin, aminofilin dan lain-lain (Nuari,
2018)

Obat relifer atau bronkodilator kerja cepat yaitu B2 agonis untuk pengobatan
asma akut. Salbutamol merupakan obat yang banyak dipakai di instalasi gawat
darurat. Onset aksi obat ini sekitar 5 menit dengan lama aksi sekitar 6 jam
contoh merk dagang ASMA SOHO.

Golongan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya peningkatan tonus


vagal saluran pernafassan pada pasiem asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik
B-2 agonis. Penggunaan ipratropium bromide (IB) secara inhalasi digunakan
sebagai bronkodilator awal pada pasien asma akut.( Sudoyo A.W,2014)

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan


napas, terdiri atas pengontrol dan pelega (Junaidi, 2010).
1. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :

a. Glukokortikosteroid inhalasi
b. Glukokortikosteroid sistemik
c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
d. Agonis beta-2 kerja lama
e. Leukotriene modifiers

2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas. Termasuk pelega adalah :
a. Agonis beta-2 kerja singkat
b. Metilsantin
c. Antikolinergik
d. Adrenalin

D. Apa patofisiologi sesak setelah terhidup bau, debu dan pada cuaca
dengan dan patofisiologi sesak saat malam hari ?
Jawaban:

Mekanisme:
Debu,cuaca masuk allergen kedalam saluran pernafasan Allergen
akan merangsang proliferasi sel T helper )  sel T helper akan mengeluarkan
mediator  interaksi direk terjadi antara sel T dan sel B akan memproduksi
igE )  allergen akan berikatan dengan igE pada reseptor Fc pada membrane
sel mast )  terjadi degranulasi dari sel mast yang akan melepaskan mediator
seperti histamin,leukotriene, sitokin dan prostaglandin )  kontraksi otot
polos saluran pernafasan  brokontriksi  penebalan dinding saluran napas
 obstruksi  aliran udara menurun  oksigen didalam tubuh menurun 
sesak .(Price Wilson,2012)

E. Apa hubungan keluhan utama dengan keluhan tambahan ?


Jawaban:
Jawaban:
Hubungan keluhan utama (sesak nafas hebat setelah terpapar
debu dengan batuk berdahak, nafas berbunyi dan hanya bisa berbicara kata
demi kata) dengan keluhan tambahan (sesak setelah terpapar bau-bauan, debu
dan cuaca dingin serta sesak nafas saat malam hari) adalah merupakan
manifestasi klinis dari asma bronkial, faktor pencetus keluhan juga merupakan
indikasi terjadinya asma bronkial.
Sintesis:
Beberapa hal yang dapat menyebabkan asma adalah allergen, polusi udara,
infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau
ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor resiko terjadinya asam adalah paparan
allergen (seperti kutu, debu, serbuk sari, kecoa, kotoran hewan), iritasi
pekerjaan, asap tembakau, aktvitas fisik, ekspresi emosi, perubahan cuaca, dan
iritasi kimia serta obat (aspirin dan penyekat beta) (Riyanto dkk, 2014).
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah. Perubahan tekanan
atmosfer dan suhu memperburuk asma dengan serangan sesak napas dan
pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban
tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin
menyebabkan sesak di saluran pernafasan (Laksana, 2015).
Asma menyebabkan sesak nafas berulang, perasaan tercekik dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari (Laksana, 2015).
Bau-bauan, debu dan pada saat cuaca dingin merupakan faktor
resiko terjadinya asma bronkial Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada
asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa,
infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai
rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang
hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini
meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan
protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok,
polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah
raga (Sundaru, 2010)

F. Apa kemungkinan penyakit dengan keluhan sesak setelah terhirup


bau, debu dan pada cuaca dengan dan sesak saat malam hari ?
Jawaban:
1. Kemungkinan penyakit dengan keluhan sesak setelah terhirup
bau, debu dan pada cuaca dengan dan sesak saat malam hari adalah asma
bronkial.
Sintesis:
Beberapa hal yang dapat menyebabkan asma adalah allergen, polusi
udara, infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat
atau ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor resiko terjadinya asam adalah
paparan allergen (seperti kutu, debu, serbuk sari, kecoa, kotoran hewan),
iritasi pekerjaan, asap tembakau, aktvitas fisik, ekspresi emosi, perubahan
cuaca, dan iritasi kimia serta obat (aspirin dan penyekat beta) (Riyanto
dkk, 2014).
2. Penyakit Silikosis
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa
inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek,
atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi
silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah
banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-
batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak
3. Penyakit Asbestosis
Asbestosis ditunjukkan dengan plak di atas diafragma (pencitraan dengan
sinar-x) Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran
dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium
silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang
menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes
dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru
akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai
dengan dahak
4. Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh
pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap
ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada
pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan
kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil;
seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun.
Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat
pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap
minggu)
5. Penyakit Antrakosis
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 ± 4 tahun. Seperti halnya penyakit
silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit
antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas (darmawan,
2013)
Kemungkinan penyakit dengan keluhan sesak setelah terhirup
bau, debu dan pada cuaca dengan dan sesak saat malam hari adalah asma
bronkial.
Sintesis:
Beberapa hal yang dapat menyebabkan asma adalah allergen, polusi udara,
infeksi saluran napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau
ekspresi emosi yang berlebihan. Faktor resiko terjadinya asam adalah paparan
allergen (seperti kutu, debu, serbuk sari, kecoa, kotoran hewan), iritasi
pekerjaan, asap tembakau, aktvitas fisik, ekspresi emosi, perubahan cuaca, dan
iritasi kimia serta obat (aspirin dan penyekat beta) (Riyanto dkk, 2014).

G. Bagaimana etiologi keluhan sesak setelah terhirup ba,debu dan pada


cuaca dingin dan sesak saat malam hari ?
Jawaban:
Baik asma yang alergik maupun non alergik ditemukan adanya
inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak
dikenal 2 jalur untuk mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis didominasi
oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE akan menimbulkan
hiperaktivitas saluran napas. Dan, pada jalur non alergik akan merangsang
sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hiperaktivitas
saluran napas. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran
napas besar, sedang, kecil (Laksana, 2015).
Bau debu ,cuaca dingin merupakan factor pencetus sesak dimana terjadinya
sensitisasi allergen dengan IgE sehingga menyebabkan keluarnya mediator
seperti histamin,bradykinin,leukotriene,prostaglandin dll menyebabkan
brokokontriksi sehingga aliran oksigen dan karbondioksida terganggu
menyebabkan sesak.(GINA,2018 )

H. Apa saja faktor resiko terjadinya sesak ?


Jawaban:
1. Paparan alergen seperti kutu debu rumah dan serbuk sari
2. Iritasi pekerjaan
3. Asap tembakau infeksi respirasi (virus)
4. Aktivitas fisik
5. Ekspresi emosi
6. Aktivitas fisik
7. Iritasi kimia
8. Obat (aspirin dan penyekat beta)
(Riyanto dkk, 2014)

 Infeksi virus saluran napas: influenza


 Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang
 Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
 Kegiatan jasmani: lari
 Ekspresi emosiaonaltakut, marah, frustasi
 Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti-inflamsi non-steroid
 Lingkungan kerja: uap zat kimia
 Polusi udara: asap rokok
 Pengawet makanan: sulfit
 Lain-lain, misalnya haid, kehamilan, sinusitis
(Sudoyo, Aru W, dkk, 2014)

3. Satu minggu yang lalu ia melakukan check up rutin tahunan dan


dilakukan spirometry dalam keadaan tidak sesak. Riwayat merokok
sejak usia 15 tahun, sebanyak 1 bungkus/hari. Penderita sering
mengalami bersin-bersin bila udara dingin atau terhirup debu sejak
kecil. Ibunya mempunyai riwayat penyakit ekzema. Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga disangkal.
A.apa makna satu minggu yang lalu bp .didi melakukan check up rutin
tahunan dan dilakukan spirometry dalam keadaan tidak sesak ?
Jawaban:

Makna check up rutin tahunan dan dilakukan spirometry untuk


menegakkan diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator hirup golongan adrenergik beta. Hal ini untuk
membandingkan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator apakah terjadi
peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak 20% sehingga dilakukan pada saat
tidak sesak dan pada saat sesak.

Pemeriksaan spirometri juga dilakukan dalam keadaan tidak sesak agar


pemeriksa mendapatkan hasil yang tepat guna menegakkan diagnosis, menilai
beratnya obstruksi yang terjadi dan efek pengobatan yang dilakukan.
Pemeriksaan spirometri ini juga harus dilakukan dalam keadaaan tenang dan
tidak terburu-buru. Jika pemeriksaan spirometri dilakukan dalam keadaan
sesak (pasien tidak kooperatif) maka pemeriksa sukar untuk menilai hasil
pengukuran dan berdampak pada hasil yang kurang tepat dan tidak efisien.
(Waspadji, Sarwono, et al.)

B. Apa makna Riwayat merokok sejak usia 15 tahun, sebanyak 1


bungkus/hari. Penderita sering mengalami bersin-bersin bila udara
dingin atau terhirup debu sejak kecil ?
Jawaban:

Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi juga


merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-
kira 25% sampai 30% dari penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini
menyimpulkan bahwa merokok ataupun terkena asap rokok akan
meningkatkan morbiditas dan keparahan penyakit dari penderita asma.
Terpapar asap rokok yang lama pada pasien asma akan berkontribusi terhadap
kerusakan dari fungsi paru, yaitu penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama
10 tahun.Pasien asma yang memiliki kebiasaan merokok akan mempercepat
terjadinya emfisema. Mekanisme yang mendasari daripada efek rokok pada
pasien asma dijelaskan pada tabel 1.1

Makna riwayat merokok sejak usia 15 tahun, sebanyak 1


bungkus/hari adalah faktor memperberat keluhan sesak nafas pada kasus.
Makna penderita sering mengalami bersin-bersin bila udara dingin atau
terhirup debu sejak kecil adalah indikasi terjadinya asma bronkial. Hal ini juga
menandakan kemungkinan bahwa sejak kecil Bapak Didi ini mengalami
rhinitis alergi. Rhinitis sendiri dapat berkembang menjadi asma bronkial
Sintesis:
Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri maupun
orang-orang yang terkena asap rokok. Suatu penelitian di Finlandia
menunjukkan bahwa orang dewasa yang terkena asap rokok berpeluang
menderita asma dua kali lipat dibandingkan orang yang tidak terkena asap
rokok. Studi lain menunjukkan bahwa seseorang penderita asma yang terkena
asap rokok selama satu jam, maka akan mengalami sekitar 20% kerusakan
fungsi paru (Laksana, 2015).
Asma dapat terjadi karena inflamasi saluran napas atau
bronkhospasme akut atau keduanya. Faktor yang kemungkinan dapat
menyebabkan asma adalah rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi,
refluks gastro esopageal dan kehamilan. (Riyanto dkk, 2014).
Rinitis sering bersamaan dengan asma, dipercaya merupakan
proses peradangan yang diperani oleh eosinofil dan epitel saluran napas.
Eosinofil diperkirakan merusak epitelium dengan mengeluarkan sitokin dan
proinflamasi protein sehingga terjadi pengrusakan epitel, lepasnya sitokin dan
kemokin yang akan menarik eosinofil untuk memulai terjadinya suatu aksi
dan reaksi hebat dan menimbulkan inflamasi (Irsa, 2016).
Riwayat merokok sebagai factor pencetus terjadi nya asma
dimana partikel didalam rokok mampu menembus hingga saluran pernafasan
paling akhir yaitu alveolus diantara seluruh partikel yang ada di udara bebas,
dapat membuat sel-sel epitel jalan napas memproduksi mucus yang lebih
banyak sehingga gerakan paru-paru untuk membersihkan terganggu sehingga
dahak dan iritan tidak bisa dikeluarkan . Merokok dapat menyebabkan
penurunan fungsi paru yang cepat meningkatkan derajat keparahan asma serta
menjadikan penderita kurang responsive terhadap terapi glukokortikoid dan
menurunkan tingkat control penyakit asma.

Bersin-bersin bila udara dingin atau terhirup debu merupakan kompensasi


tubuh untuk mengeluarkan benda asing atau allergen tersebut keluar tubuh.

Sebagian besar pasien asma sekitar 80% memiliki riwayat rinitis alergi
sedangkan sebanyak 19-38% pasien rinitis alergi biasanya disertai dengan
asma. Terdapat atopi untuk menunjukkan kondisi alergi herediter yaitu rinitis
alergi, dermatitis atopi dan asma (Sari, 2013).

Konsep one airway one disease didasarkan bahwa sebagian besar penderita
asma memiliki rinitis alergi yang dapat meningkatkan resiko serangan dan
kekambuhan pada asma sehingga makin memperbesar frekuensi kunjungan ke
ugd. Makin berat rinitis, makin berat asma karena serangan akut asma oleh
infeksi virus rinitisnya (Sari, 2013).

C. Apa makna ibunya mempunyai riwayat penyakit ekzema ?


Jawaban:
Makna ibunya mempunyai riwayat penyakit ekzema menandakan bahwa
ibunya memiliki atopi yaitu kecenderungan genetic dalam keluarga untuk
terjadinya hipersensitivitas kulit dan membrane mukosa terhadap bahan
dalam lingkungan yang disertai dengan peningkatan IgE dan perubahan
reaktivitas non spesifik yang menimbulkan penyakit alergi berupa AB.
(Riyanto, 2014)

D. Apa makna Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal ?


Jawaban:

Makna riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal dalam kasus
adalah untuk menyingkirkan faktor keturunan/genetik dalam keluarga yang
menderita asma (tidak ada anggota keluarga yang menderita asma)

E.Apa hubungan riwayat merokok sejak usia 15 tahun sebanyak


1bungkus/hari ,Penderita sering mengalami bersin-bersin bila udara
dingin atau terhirup debu sejak kecil dan Ibunya mempunyai riwayat
penyakit ekzema dengan keluhan yang dirasakannya ?
Jawaban:

Riwayat merokok,udara dingin dan debu merupakan factor


pencetus terjadi asma dimana terjadi sensitisasi allergen dengan igE sehingga
terjadi brokokonstriksi menyebabkan gangguan aliran oksigen dan
karbondioksida menyebabkan sesak.

Ibu yang memilki Riwayat eczema yaitu memilki factor genetic allergi dari
orang tua nya dimana terjadinya hiper responsive terhadap rangsangan-
rangsangan yang bersifat local atau refelks saraf pusat.

Asma merupakan sindroma kronik yang dihasilkan oleh kombinasi factor


genetic dan lingkungan dalam patogenesisnya. Sebagai complex genetics
disorder, asma memiliki korelasi positif dengan Riwayat alergi( atopi)
didalam keluarga . Gen yang terlibat dalam pathogenesis asma yaitu ADAM
33. Gen ini hanya terdapat di fibroblast saluran pernafasan. (Dombi et
al,2013 )

F. Apa etiologi sering mengalami bersin bersin bila udara dingin dan
terhirup debu sejak kecil?
Jawaban:
Etiologi sering mengalami bersin-bersin bila udara dingin dan
terhirup debu sejak kecil adalah adanya Reaksi hipersensitivitas pada mukosa
hidung yang memicu bermacam–macam respon hidung terhadap paparan
alergen merupakan proses dinamis yang disebabkan oleh alergen yang
spesifik. Pada proses ini terlibat berbagai macam tipe sel, mediator, dan
mekanisme yang berbeda pada setiap jenjang dan level yang berbeda
(Pulungan, 2013).
Udara dingin dan debu yang terhirup( zat asing ) akan
merangsang system imun non spesifik seperti silia hidung sehingga akan
mengiritasi dalam salurah hidung , impuls aferen berjalan dalam nervus
kelima menuju medulla,tempat reflex bersin dimana uvula ditekan sehingga
sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian
membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.(Guyton,2017 )
Udara dingin/ debu (allergen)  iritasi dalam saluran hidung  impuls
aferen ke N.V ke medulla oblongata  epiglottis menutup  pita suara
menutup erat  otot abdomen kontraksi  pita suara dan epiglottis terbuka ,
uvula ditekan  udara keluar melalui hidung. (Guyton,2012)

G. Bagaimana cara pemeriksaan spirometry?


Jawaban:
1. Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum
pemeriksaan
2. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran
napas bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat
memicu serangan asma.
3. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan
makanan berat dalam waktu 2 jam.
4. Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan menkonsumsi
alkohol dalam waktu 4 jam.
5. Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi
badan, berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.
6. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu
pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir
yang mengatup mouth piece.
7. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga
kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak
mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan
sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece.
8. Manuver dilakukan 3 kali untuk mendapatkan hasil terbaik

(Burton D, Johns DP, 2005)

H. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari spirometry?


Jawaban:
Menurut Brian dkk (2019), ada beberapa kontra indikasi dilakukan spirometri,
antara lain:
1. Adanya gangguan pada miokard jantung atau tekanan darah
a. Infark miokard akut dalam 1 minggu
b. Hipotensi sistemik atau hipertensi berat
c. Gagal jantung tanpa kompensasi
d. Hipertensi paru yang tidak terkontrol
e. Cor pulmonale akut
f. Emboli paru yang tidak stabil secara klinis
g. Riwayat sinkop terkait dengan ekspirasi paksa / batuk
2. Adanyan peningkatan tekanan intrakranial / intraokular
a. Aneurisma otak
b. Operasi otak dalam 4 minggu
c. Gegar otak baru-baru ini dengan gejala yang berkelanjutan
d. Operasi mata dalam 1 minggu
3. Adanya peningkatan tekanan sinus dan telinga tengah
Operasi sinus atau operasi telinga tengah atau infeksi dalam 1 minggu
4. Adanya peningkatan tekanan intrathoracic dan intraabdominal
a. Kehadiran pneumotoraks
b. Pembedahan toraks dalam 4 minggu
c. Operasi perut dalam 4 minggu
d. Kehamilan jangka panjang
5. Adanya penyakit infeksi
a. Infeksi saluran pernafasan atau sistemik yang aktif atau diduga
menular, termasuk TBC
b. Kondisi fisik yang menjadi predisposisi penularan infeksi,
seperti hemoptisis, sekresi yang signifikan, atau lesi oral atau
perdarahan oral
Ada beberapa indikasi dilakukan spirometri, antara lain:
a. Menilai status faal paru yaitu menentukan apakah seseorang
mempunyai faal paru normal, hiperinflasi, obstruksi, restriksi atau
bentuk campuran.
b. Menilai manfaat pengobatan yaitu menentukan apakah suatu
pengobatan memberikan perubahan terhadap nilai faal paru
c. Evaluasi penyakit yaitu menilai laju perkembangan penyakit terdapat
perbaikan atau perubahan nilai faal paru.
d. Menentukan prognosis yaitu meramalkan kondisi penderita selanjutnya
dengan melihat nilai faal paru yang ada.
e. Menentukan toleransi tindakan bedah
f. Menentukan apakah seseorang mempunyai risiko ringan, sedang atau
berat pada tindakan bedah.
g. Menentukan apakah dapat dilakukan tindakan reseksi paru
(Bakhtiar dan Tantri, 2017)

I. Apa fungsi spirometry?


Jawaban:
Spirometri adalah salah satu metode pemeriksaan untuk
mengevaluasi fungsi paru dan mendiagnosis kondisi paru-
paru. Spirometri dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit pada sistem
pernapasan seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma,
fibrosis paru, emfisema, dan bronkitis kronik.
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaaan untuk mengetahui apakah
fungsi paru dalam keadaan normal atau tidak normal. Pemeriksaan faal paru
dikerjakan berdasarkan indikasi tertentu. Pengujian faal paru untuk mengukur
fungsi kapasitas paru. Pengujian faal paru menggunakan alat yang disebut
spirometri. Pengujian dengan spirometri penting untuk mendeteksi beberapa
kelainan yang berhubungan dengan gangguan pernapasan. Spirometri
merupakan metode untuk screening penyakit paru. Selain itu, spirometri juga
digunakan untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada, mendeteksi berbagai
penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan dan asap
rokok. Pemeriksaan spirometri tidak hanya digunakan untuk menentukan
diagnosis tetapi juga untuk menilai beratnya obstruksi, restriksi, dan efek dari
pengobatan. Ada beberapa penderita yang tidak menunjukkan adanya keluhan
namun pada pemeriksaan spirometri menunjukkan adanya obstruksi atau
restriksi. Hal ini dapat dijadikan sebagai peringatan awal terjadinya gangguan
fungsi paru yang mungkin dapat terjadi sehingga kita dapat menentukan
tindakan pencegahan secepatnya (Bakhtiar, 2019)

J.Bagaimana kandungan dari rokok?


Jawaban:

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik


menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang
rokok yang tengah dibakar adalah 900 0C untuk ujung rokok yang dibakar
dan 30 0C untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap
rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen yang
lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang yang bersama gas
terkondensasi menjadi partikel. Dengan demikian, asap rokok yang diisap
dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel.

Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke,


sedangkan asap rokok yang terbentuk pada hujung rokok yang terbakar serta
asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream
smoke. Sidestream smoke menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif.
Asap rokok mainstream mengandung 4000 jenis bahan kimia berbahaya
dalam rokok dengan berbagai mekanisme kerja terhadap tubuh. Dibedakan
atas fase partikel dan fase gas. Fase partikel terdiri daripada nikotin,
nitrosamine, N nitrosonorktokin, poliskiklik hidrokarbon, logam berat dan
karsinogenik amin. Sedangkan fase yang dapat menguap atau seperti gas
adalah karbonmonoksid, karbondioksid, benzene, amonia,
formaldehid,hidrosianida dan lain-lain.
Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu
memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara lain nikotin, tar, gas
karbon monoksida dan berbagai logam berat seseorang akan terganggu
kesehatan bila merokok secara terus menerus. Hal ini disebabkan adanya
nikotin di dalam asap rokok yang diisap. Nikotin bersifat adiktif sehingga
bisa menyebabkan seseorang menghisap rokok secara terus-menerus.
sebagai contoh, seseorang yang menghisap rokok sebanyak sepuluh kali
isapan dan menghabiskan 20 batang rokok sehari, berarti jumlah isapan
rokok per tahun mencapai 70.000 kali. Nikotin bersifat toksis terhadap
jaringan syaraf juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa,
pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner
bertambah dan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan
kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolestrol LDL dan
meningkatkan agresi sel pembekuan darah.
Tar mempunyai bahan kimia yang beracun yang bisa menyebabkan
kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Rokok juga
mengandung gas karbon monoksida (CO) yang bisa membuat berkurangnya
kemampuan darah untuk membawa oksigen. Gas ini bersifat toksis yang
bertentangan dengan gas oksigen dalam transport hemoglobin.

K. Bagaimana cara penilaian dari spirometry?


Jawaban:
Tes faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas,
perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah.
Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik
pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk
ke dalam spirometer. Sebagai parameter yang diukur adalah VC. Nilai normal
VC 80%-120% prediksi. VC kurang dari 80% nilai prediksi dianggap
gangguan restriksi. VC lebih dari 120% nilai prediksi merupakan suatu
keadaan over atau hiperinflasi. Selain itu, pada penyakit-penyakit restriktif
kecepatan aliran normal, walaupun kadang-kadang kecepatan aliran akan
berkurang secara proporsional terhadap berkurangnya kapasitas vital
(Bakhtiar dan Tantri, 2019).
Hasil spirometri yaitu berupa kurva volume paru terhadap waktu akibat
manuver yang dilakukan penderita. Usaha manuver penderita diobservasi
pada layar monitor untuk meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan penderita
sudah benar dan maksimal (Bakhtiar dan Tantri, 2019).

Gambar. Hasil Pemeriksaan Spirometry dan Keterangan Gangguannya


Sumber: Bakhtiar dan Tantri, 2017

4. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: Tampak sakit berat; Kesadaran kompos mentis;
Suhu 36.8°C;Tekanan darah 120/80 mmHg; Pernapasan 36x/mnt;
Nadi 128x/mnt, reguler. BB: 56 Kg, TB: 162 cm.
Keadaan spesifik:
Kepala: normal
Leher: JVP 5-2 cmH20
Dada:
Jantung: dalam batas normal
Paru:
Inspeksi : tampak retraksi sela iga
Palpasi dan perkusi : dalam batas normal
Auskultasi: ekspirasi memanjang, rhonki (-) dan whezing
inspirasi dan ekspirasi (+).

A. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik pada kasus?

Jawaban:
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Fisik
Keadaan umum Tampak sakit berat Tidak tampak Sakit Berat
sakit
Kesadaran Komposmentis Komposmentis Normal
Suhu 36.8oC 36,8-37,5 C Normal
Tekanan darah 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
Pernafasan 36x/m 12-24 x/menit Takipneu
Nadi 120x/menit, 60-100x/menit, Takikardi
reguler reguler
BB dan TB IMT=BB(kg)/TB(m2) Normal: Normal
(IMT) = 21,33 18.5-24.99

Keadaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


Spesifik
Kepala Normal Normal Normal
Leher JVP 5-2 cmH2O JVP 5-2 cmH2O Normal
Jantung Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Normal
Paru
Inspeksi Retraksi sela iga Normal Pelebaran di
Sela Iga
Palpasi dan Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Perkusi Normal
Auskultasi Ekspirasi memanjang Ekspirasi
normal
Rhonki (-) Rhonki (-) Suara nafas
Wheezing inspirasi Wheezing (-) tambahan (+)
dan ekspirasi (+)

B. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik pada kasus?

Jawaban:
Mekanisme: Faktor endogen ( atopi,jenis kelamin,genetic) dan factor
eksogen( debu,cuaca)  masuk allergen kedalam saluran pernafasan
Allergen akan merangsang proliferasi sel T helper )  sel T helper akan
mengeluarkan mediator  interaksi direk terjadi antara sel T dan sel B akan
memproduksi igE )  allergen akan berikatan dengan igE pada reseptor Fc
pada membrane sel mast )  terjadi degranulasi dari sel mast yang akan
melepaskan mediator seperti histamin,leukotriene, sitokin dan prostaglandin
)  kontraksi otot polos saluran pernafasan  brokontriksi  penebalan
dinding saluran napas  obstruksi  aliran udara menurun  oksigen
didalam tubuh menurun  sesak  kompensasi untuk meningkatkan
usaha/kerja pernafasan yang terlihat dari penggunaan otot bantu pernafasan
sehingga tampak retraksi sela iga. (Guyton,2017)
Auskultasi : ekspirasi memanjang dan wheezing expirasi (adanya
bunyi suling yang menunjukkan adanya penyempitan saluran nafas)
Mekanisme :
Faktor endogen ( atopi,jenis kelamin,genetic) dan factor
eksogen( debu,cuaca)  masuk allergen kedalam saluran pernafasan
Allergen akan merangsang proliferasi sel T helper )  sel T helper akan
mengeluarkan mediator  interaksi direk terjadi antara sel T dan sel B akan
memproduksi igE )  allergen akan berikatan dengan igE pada reseptor Fc
pada membrane sel mast )  terjadi degranulasi dari sel mast yang akan
melepaskan mediator seperti histamin,leukotriene, sitokin dan prostaglandin
)  kontraksi otot polos saluran pernafasan  brokontriksi (Lumen
bronkus menngecil ) aliran udara yang keluar lewat lumen yang kecil 
menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi  wheezing
inspirasi dan ekspirasi. (Guyton,2017)
Wheezing terjadi karena adanya turbulensi saat udara dipaksa keluar melalui
lumen bronkiolus yang sempit. . (Guyton,2017)

5.Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium : Hb: 12,5 gr%, leukosit: 9100/mm³, diff. count:
0/5/6/70/18/1, LED: 10mm/jam.
Saturasi oksigen: 91%

Spirometri 1 minggu yang lalu

Pemeriksaa Prediksi pre % post % perbaika


n n

VEP1 3,36 1,68 50 2,52 75 25

KVP 4,072 2,81 69 3,90 96 -

VEP1/KVP 86,95 62,6 72 67,82 78 -

A.Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang pada


kasus ?

Jawaban:

No
HasilLaboratorium Nilai Normal Interpretasi
.

1 Hb : 12,5 g/dL Laki – laki : 13-18 gr/dL Anemia

2 Leukosit : 9100/mm3 3200/mm3-10.000 /mm3 Normal

Basofil : 0-1%
Eosinofil : 1-3%
Neutrofil Batang : 2-6%
Diffcount : Eosinofil
3 Neutrofil Segmen : 50-
0/5/6/70/18/1 meningkat
70%
Limfosit : 20-40%
Monosit : 2-8%

4 LED : 10mm/jam LED :< 15mm/jam Normal


Saturasi oksigen : Saturasi Oksigen : 95% -
5 Menurun
91% 99%
Pada pre VEP1 50% pada saat diberikan bronkodilator hasilnya menjadi
75% (post). Didapati perbaikan sebanyak 25%. Menunjukkan bahwa
bapak Didi mengalami asma bronkial karena pemeriksaan spirometri
menunjukkan adanya obstruksi.
Nilai normal KVP nadalah >80% sedangkan pada pre KVP adalah 50%.
Sehingga dapat dikatakan terjadinya restriksi karena KVP mengalami
penurunan.
Sehingga selain mengalami obstruksi, bapak Didi juga mengalami restriksi
yang ditandai dengan KVP yang <80% dan VEP1 yang <75%.
Sintesis:
Pada obstruksi dengan perbaikan akibat spirometry akan bermaifestasi
pada penurunan volume dinamik. Volume dinamik terdiri dari:
1. Kapasitas Vital Paksa/Force Vital Capacity (FVC)
2. Pengukuran yang diperoleh dari ekspirasi yang dilakukan secepat
dan sekuat mungkin
3. Kapasitas Vital Lambat/ Slow Vital Capacity (SVC)
4. Volume gas yang diukur pada ekspirasi lengkap yang dilakukan
secara perlahan setelah atau sebelum inspirasi maksimal
5. Volume Ekspirasi Paksa pada Detik Pertama/ Force Expiration
Volume (FEV1)
6. Jumlah udara yang dikeluarkan sebanyakbanyaknya dalam 1 detik
pertama pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal
(volume udara yang dapat diekspirasi dalam waktu standar selama
pengukuran kapasitas vital paksa)
7. Maximal Voluntary Ventilation (MVV)
8. Jumlah udara yang bisa dikeluarkan sebanyakbanyaknya dalam 2
menit dengan bernafas cepat dan maksimal(Uyainah dkk, 2014).
Sedangkan, Pada restriktif dengan perbaikan akibat spirometry
akan bermaifestasi pada penurunan volume statik. Volume static terdiri
dari:
1. Volume Tidal (TV/Tidal Volume)
2. Volume Cadangan Inspirasi (IRV/Inspiratory Residual
Volume)
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV/Expiratory Residual
Volume)
4. Volume Residu (RV/ Residual Volume)
5. Kapasitas Paru Total (TLC/Total Lung Capacity)
6. Kapasitas Vital (VC/Vital Capacity)
7. Kapasitas Inspirasi (IC/ Inspiratory Capacity)
8. Kapasitas Residu Fungsional (FRC/Functional Residual
Volume).
(Uyainah dkk, 2014).

B.Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penunjang


pada kasus ?

Jawaban:

Eosinofilia
Faktor Pencetus (Allergen yaitu debu) → aktivasi sistem imun dan refleks
saraf pusat → pelepasan mediator sel inflamasi → allergen diolah oleh APC
(Antigen Presenting Cells) → hasil olahan allergen akan dikomunikasikan
kepada sel T helper → instruksi melalui interlukin atau sitokin agar sel-sel
plasma membentuk IgE dan sel radang (mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit) → eosinophilia.
(Riyanto dkk, 2014; Laksana, 2015).

Penurunan Srutasi O2 dan Anemia


Faktor Pencetus (Allergen yaitu debu) → aktivasi sistem imun
dan refleks saraf pusat → pelepasan mediator sel inflamasi → allergen diolah
oleh APC (Antigen Presenting Cells) → hasil olahan allergen akan
dikomunikasikan kepada sel T helper → instruksi melalui interlukin atau
sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE dan sel radang (mastosit,
makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit) → aktivasi
mediator radang (histamin, prostaglandin (PG), luekotrin (LT), Tromboksin
(TX)) → pembengkakan dinding saluran nafas dan peningkatan tonus otot
polos → bronkokontriksi dan hipersekresi mukus → penyempitan saluran
pernafasan → kebutuhan akan oksigen meningkat → hiperventilasi →
oksigen dilepas dari haemoglobin → penurunan saturasi oksigen dan anemia
(Riyanto dkk, 2014; Laksana, 2015; Djojodibroto, 2015).

C. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari spirometry?


Jawaban:

Indikasi Spirometri
Indikasi spirometri dibagi dalam 4 manfaat, yaitu:
1.Diagnostik : evaluasi individu yang mempunyai gejala, tanda atau hasil
laboratorium yang abnormal; skrining individu yang mempunyai risiko
penyakit paru; mengukur efek fungsi paru pada individu yang mempunyai
penyakit paru; menilai risiko pre operasi; menentukan prognosis penyakit
yang berkaitan dengan respirasi dan menilai status kesehatan sebelum
memulai program latihan.
2.Monitoring : menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan
penyakit yang mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang
terpajan agen berisiko terhadap fungsi paru dan efek samping obat yang
mempunyai toksisitas pada paru.
3.Evaluasi kecacatan/kelumpuhan : menentukan pasien yang
membutuhkan program rehabilitasi, kepentingan asuransi dan hukum.
4.Kesehatan masyarakat : survei epidemiologis (skrining penyakit
obstruktif dan restriktif) menetapkan standar nilai normal dan penelitian
klinis.(Amin, 2014).
Kontraindikasi Spirometri
Kontraindikasi Spirometri terbagi dalam kontra indikasi absolut dan
relatif. Kontraindikasi absolut meliputi: Peningkatan tekanan intrakranial,
spaceoccupying lesion (SOL) pada otak, ablasio retina dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk dalam kontraindikasi relatif antara lain:
hemoptisis yang tidak diketahui penyebabnya, pneumotoraks, angina
pektoris tidak stabil, hernia skrotalis, hernia inguinalis, hernia umbilikalis,
Hernia Nucleous Pulposus (HNP) tergantung derajat keparahan, dan lain-
lain(Amin, 2014).

6. Bagaimana cara diagnosis pada kasus?

Jawaban:

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik
berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada
anak-anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak
ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma
sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik, mengi, batuk dan
dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat
keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu diagnosis.
Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko. Pada
penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran
respons dapat membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan menurut derajat
berat, namun hal itu dapat berubah dengan waktu. Untuk membantu
penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut ambang kontrol.
Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi klinis
serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain:
riwayat hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah,
dan berair (konjungtivitis alergi), dan eksem atopi, batuk yang sering
kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan
musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena
masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangunpada malam hari,
riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau alergi lainnya dalam keluarga),
memelihara binatang di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang
lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah,
tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain bludru, kasur
kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah sesak dengan bau-bauan
seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien merokok, orang
lain yang merokok di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan
pasien, apakah ada beta blocker, aspirin atau steroid

7. Bagaimana DD pada kasus?

Jawaban:

Asma Bronkial derajat serangan berat

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

SOPT (Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis)


8. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?

Jawaban:

a. pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate


meter
b. uji reversibilitas
c. uji provokasi bronkus, untuk menilai ada tidaknya hiperaktivitas
bronkus
d. uji alergi (tes tusuk kulit / skin prick test) untuk menilai ada
tidaknya alergi
e. foto thoraks, pemeriksaan inji dilakukan untuk menyingkirakan
penyakit selain asma (kemenkes, 2013)

f. Spirometri
g. Pemeriksaan sputum
h. Pemeriksaan eosinophil total
i. Uji kulit
j. Pemeriksaan kadar IgE spesifik dalam sputum
k. Foto rontgen dada
l. Analisis gas darah (Sudoyo, Aru W, dkk, 2014)
9. Bagaimana WD pada kasus?

Jawaban:

Asma bronkial derajat serangan berat

a. definisi?

Jawaban:

Asma bronkial merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang


melibatkan banyak sel dan elemen selularnya (Laksana dan Berawi, 2015)

b. etiologi?

Jawaban:

Etiologi asma bronkial berhubungan dengan alergi. Selain itu, faktr


genetik juga menyebabkan seseorang menderita asma. Faktor genetik yang
diturunkan adalah kecenderungan memproduksi antibodi jenis
imunoglobulin E yang berlebihan seseorang yang mempunyai predisposisi
memproduksi immunoglobulin E berlebihan disebut mempunyai sifat
atopik sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun ada penderita asma
yang tidak atopik dan juga serangan asma nya tidak dipicu oleh pemajanan
terhadap alergi pada penderita ini jenis asmanya disebut idiosinkratik,
biasanya serangan asmanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas
(Djojodibroto, 2015).

c.patogenesis?

jawaban:

Risiko berkembangnya asma bronkial merupakan interaksi antara faktor


pejamu (host faktor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk
predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma
bronkial, yaitu genetik, alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis
kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan
kecenderungan atau predisposisi asma bronkial untuk berkembang
menjadi asma bronkial, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma bronkial menetap.Termasuk dalam faktor
lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi
udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosio-ekonomi dan besarnya
keluarga. Interaksi faktor genetik dengan lingkungan dipikirkan melalui
kemungkinan bahwa baik faktor lingkungan maupun faktor genetik
masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma bronkial, dan pajanan
lingkungan hanya meningkatkan risiko asma bronkial pada individu
dengan genetik asma bronkial. Faktor-faktor yang mempengaruhi asma
bronkial akan berbeda pada tiap individu (PDPI, 2006).

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan


proses yang sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu
hiperresponsif dari bronkial, inflamasi dan remodeling saluran pernafasan.

Penyempitan Saluran Napas


Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya
gejala dan perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya penyempitan saluran napas yaitu kontraksi
otot polos saluran napas, edema pada saluran napas, penebalan
dinding saluran napas dan hipersekresi mukus.
1. Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon
terhadap berbagai mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter
adalah mekanisme dominan terhadap penyempitan saluran napas dan
prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator. Edema pada
saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini
penting pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan
karena perubahan struktural atau disebut juga ”remodelling”.Proses
inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing
process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel-sel
yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan
tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel
parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan
jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma
kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan
inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang
komplek yang dikenal dengan airway remodelling. . (Sari,2013)
2. Inflamasi kronis yang terjadi pada bronkus menyebabkan
kerusakan jaringan yang menyebabkan proses perbaikan (repair) yang
terjadi berulang-ulang. Proses remodeling ini yang menyebabkan
terjadinya asma. Namun, pada onset awal terjadinya proses ini
kadang-kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik,
dikatakan proses remodeling ini dapat menyebabkan asma secara
simultan. Proses dari remodeling ini dikarakteristikan oleh
peningkatan deposisi protein ekstraselular matrik di dalam dan sekitar
otot halus bronkial, dan peningkatan daripada ukuran sel atau
hipertropi dan peningkatan jumlah sel atau hiperplasia. (Sari,2013)
Hiperreaktivitas saluran napas

Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan


patofisiologis yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma.
Mekanisme yang 5 bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang
berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tetapi
mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas
(hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding
saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat
penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.

d.faktor resiko?

Jawaban:

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor


penjamu (host factor) dan faktor lingkungan.

a. Faktor host  Genetik  Obesitas  Jenis kelamin

b. Faktor lingkungan  Rangsangan alergen.  Rangsangan bahan-bahan


di tempat kerja.  Infeksi.  Merokok  Obat.  Penyebab lain atau
faktor lainnya.

faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi


saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga
mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti
karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja
atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan (OByrne,
2010).

e. manifestasi klinis?

Jawaban:

Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum,
penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat
disertai dengan pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut
waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya,
intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat
dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen,
udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor
sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti
karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau
sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.(Sudoyo A.W ,2014)

Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum,
penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat
disertai dengan pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut
waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya,
intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat
dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen,
udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor
sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti
karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau
sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan (OByrne, 2010).

f. klarifikasi?

Jawaban:

Ada 2 penggolongan besar asma bronkial, yaitu asma bronkial


yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat pribadi atau
riwayat keluarga dengan kelainan atopik; dan asma bronkial pada
penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik. Atopi adalah
suatu keadaan respons seseorang yang tinggi terhadap protein asing yang
sering bermanifestasi berupa rinitis alergika, urtikaria atau dermatitis.
Asma yang berkaitan dengan atopi digolongkan sebagai asma ekstrinsik
atau asma alergik, sedangkan yang tidak berkaitan dengan atopi
digolongkan sebagai asma intrinsik atau asma idiosinkratik (Djojodibroto,
2015).

Perbedaan asma ekstrinsik dengan asma intrinsik adalah:


Asma Ekstrinsik Asma Intrinsik
Mulai Terjadi Saat kanak-kanak Saat dewasa
Kadar IgE Meningkat Normal
Serum
Mekanisme Mekanisme Imun Non-Imun
Terjadinya

Pada kasus, dijelaskan bahwa Bapak Didi mengalami keluhan utama


setelah ia terpapar debu (allergen) maka kemungkinan besar Bapak Didi
mengalami asma ekstrinsik atau asma alergik (Djojodibroto, 2015).

10. Bagaimana tatalaksana pada kasus?

Jawaban:

Tatalaksana Non-Medikamentosa:
Konseling & Edukasi
1. Memberikan informasi kepada individu dan keluarga mengenai seluk
beluk penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik atau
memburuk), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan dan mengetahui kapan
harus meminta pertolongan dokter.
2. Kontrol secara teratur antara lain untuk menilai dan monitor berat asma
secara berkala (asthma control test/ ACT).
3. Pola hidup sehat.
4. Menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan:
a. Menghindari setiap pencetus.
b. Menggunakan bronkodilator/steroid inhalasi sebelum melakukan
exercise untuk mencegah exercise induced asthma.
(Imaniar, 2015).

Tatalaksana Medikamentosa:
1. Bronkodilator
a. Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (max.4 kali perhari).
b. Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
d. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan
jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
(PDPI, 2019).
2. Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan
minimal 250 mg (PDPI, 2019).

3. Antibiotika
a. Lini I : amoksisilin, dan makrolid.
b. Lini II : amoksisilin, asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon
makrolid baru
(PDPI, 2019).

4. Terapi Oksigen
Terapi oksigen bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan
analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus
mencapai saturasi oksigen di atas 92% (PDPI, 2019).

Indikasi :
a. Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
b. Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor
Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen:
a. Pemberian oksigen jangka panjang
b. Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
c. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
d. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

5. Hidrasi
Secara oral atau melalui infus, membantu mengencerkan dahak sehingga
mudah dibatukkan (PDPI, 20

11. Bagaiamana komplikasi pada kasus?

Jawaban:

 Status asmatikus
 Atelektasis
 Hipoksemia
 Pneumothoraks
 Emfisema
 Deformitas thoraks
 Gagal nafas.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016)

12. Bagaimana prognosis pada kasus?

Jawaban:

Quo et vitam : dubia ad bonam

Quo et functionam : dubia ad bonam

Quo et sanationam : dubia

13. Bagaimana SKDU pada kasus?

Jawaban:

Tingkat Kemampuan 4: Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara


mandiri dan tuntas.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas (SKDI, 2015)

14. Bagaimana NNI pada kasus?

Jawaban:

Pandangan islam tentang merokok adalah Beberapa fatwa dari para ulama
terkemuka tentang “Merokok hukumnya haram, begitu juga
memperdagangkannya. Karena didalamnya terdapat sesuatu yang
membahayakan” telah diriwayatkan dalam sebuah hadist:
‫ار أخرجه المام أحمد في المسند ومالك في الموطأ وابن ماجة‬ ِ َ ‫ض َر َروَل‬
َ ‫ض َر‬ َ َ‫ل‬

“ Tidak (boleh melakukan/menggunakan sesuatu yang) berbahaya atau


membahayakan” (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya, Malik dan Atturmuzi).
Demikian juga (rokok diharamkan) karena termasuk sesuatu yang buruk
(khabaits), sedangkan Allah ta’ala (ketika menerangkan sifat nabi-Nya
Shalallahu 'alaihi wassalam) berfirman: “...dia menghalalkan bagi mereka
yang baik dan mengharamkan yang buruk“ (Al A’raf : 157)

Dalam Islam ada tuntunan yang sangat baik yang juga dapat dianggap sebagai
doa. Bila kita bersin hendaknya mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai
ungkapan rasa syukur. Lalu orang yang mendengarnya akan menjawab
“”Yarhamukallah” dan dijawab lagi oleh orang yang bersin tadi dengan
“Yahdibikumullah”. Bersin saja sudah mengandung unsur doa mendoakan
bagi sesama manusia.

Rasulullah bersabda:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ta’alaa anhu, Rasulullah bersabda, “Sungguh


Allah mencintai orang yang bersin dan membenci orang yang menguap, maka
jika kalian bersin maka pujilah Allah, maka setiap orang yang mendengar
pujian itu untuk menjawabnya; adapun menguap, maka itu dari syaitan, maka
lawanlah itu sekuat tenagamu. Dan apabil seseorang menguap dan terdengar
bunyi: Aaaa, maka syaitan pun tertawa karenanya”.
2.7 Kesimpulan
Bapak Didi 30 tahun mengeluh sesak hebat dan sering terbangun pada malam
hari, batuk berdahak, wheesing dan hanya dapat berbicara kata demi kata
karena mengalami asma bronkial serangan berat
2.8 Keranka Konsep

Faktor resiko Faktor (genetic, gender,


(kebiasaan merokok, umur)
suhu, debu)

Allergen berikatan dengan igE

Melepaskan mediator-mediator
seperti histamin, bradikinini,
leukotrien

Brokokontriksi Hipersekresi mukus

Obstruksi

wheezing Sesak napas Batuk berdahak

Hanya dapat berbicara


kata demi kata
DAFTAR PUSTAKA

Iris Rengganis, 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial Majalah


Kedokteran Indonesia, Volume: 58, Nomor: 11, Nopember 2008
halaman 447-448

Megan Stapleton, PharmD, Amanda Howard-Thompson. Smoking and


Asthma. JABFM May–June 2011 Vol. 24 No. 3, p.313-322

Wang, Xiaojia., 2010. Circadian Activation of Mast Cell Mediates the


Nocturnal Response in Allergic Asthma. The Faculty the Departement of
Physiology Brody School of Medicine at East Carolina University.
Disertation.

Corwin, E.J., 2008. Sistem Pernafasan, dalam : Buku Saku Patofisiologi.


http://books.google.com/books?isbn=9794489883. Diakses tanggal 11 Mei
2020

O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et


al. (2010), Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, Ontario Canada. .

Wahyudi, A., Yani, Fi., & Erkadius. (2016). Hubungan Faktor Risiko
terhadap Kejadian Asma pada Anak. Artikel Penelitian, 5(2), 312–318.

N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract


downregulates C/EBPa in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur
Respir J 2011; 38: 50–58

Al-Qur’an Al-Karim

Bakhtiar, A. dan Tantri, RIE. 2017. Faal Paru Dinamis. Jurnal Respirasi
Universitas Airlangga: Volume 3 Nomor 3

Brian, LG. Steenbruggen, I. Miller, MR. et al. 2019. Standardization of


Spirometry 2019: Update An Official American Thoracic Society and
European Respiratory Society Technical Statement. American Journal of
Respiratory and Critical Care Medicine: Volume 200 Number 8

Djojodibroto, D. 2015. Respirologi (Respiratory Medicine). Edisi 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, p. 99-109

Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Ikatan Dokter
Indonesia

Imaniar, E. 2015. Asma Bronkial pada Anak. Jurnal Agromed Univeritas


Lampung: Volume 2 Nomor 4

Irsa, L. 2016. Penyakit Alergi Saluran Nafas yang Menyertai Asma. Sari
Pediatri: Volume 7 Nomor 1

Laksana, MA. 2015. Faktor – Faktor yang Berpengaruh pada Timbulnya


Kejadian Sesak Napas Penderita Asma Bronkial. Junal Majority: Volume
4 Nomor 9

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2019. Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Pulungan, AS. 2013. Rinitis Akut Et Causa Infeksi Bakteri Pada Laki-Laki
Dewasa 22 Tahun. Journal Medula Universitas Lampung: Volume 1
Nomor 5

Riyanto, BS. Wulanm, HR. Hisyam, B. et al. 2014. Obstruksi Sluran


Pernafasan Akut, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 Jilid 2.
Jakarta: Interna Publishing, p. 1592-1604
Sherwood, L. 2016. Fisiologi Manusia: dari Sel ke System. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, p. 525-530

Uyainah, AZ. Amin, Z. Thufeilsyah, F. et al. 2014. Spirometri. Indonesia J


Chest Crit and Emergency Medical: Volume 1 Nomor 1

Darmanto, D. (2014). Respirologi. Edisi 2. Jakarta Penerbit Buku


Kedokteran
Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.

Burton D, Johns DP, 2015 Swanney M. spirometer Pengguna dan Pembeli


Guide. Jakarta

Aji A, Maulinda L, Amin S. 2015. Isolaso Nikotin dari Puntung Rokok


sebagai Insektisida: Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Aceh
(https://ojs.unimal.ac.id/index.php/jtk/article/download/67/53,
diakses tanggal 12 Mei 2020)
Brunner dan Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12.
Jakarta : ECG.
Djaharuddin, dkk. 2017. Keterampilan Klinis Uji Faal Paru (Spirometri).
FK Unhas

Sundaru, H. Sukamto. 2006. Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi,


B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (hlm. 247-252), Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Keempat. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI.
Rengganis, I. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial . Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Majalah

Kedokteran Indonesia Vol: 58, Nomor: 11, November 2008: 444-451.

Sari, C.Y.I. Inflamasi alergi pada Asma. CDK-207 / Vol.40 no.8, thh
2013. Jakarta : Dian Rakyat Kalbemed.
Snell, Richard S. 2016. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran
edisi 6. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C, Hall,J.E. 2017. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Jakarta:EGC.

Isselbacher,dkk. 2012. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta : EGC.

Junaidi, I. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: BIP


Gramedia.
Sundaru, H. Sukamto. 2006. Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi,

B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (hlm. 247-252), Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Keempat. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI.

Supriyanto B, Wahyudin B. Patogenesis dan patofisiologi asma anak.


Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku ajar
respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP Ikatan Dokter anak
Indonesia 2008; h 85-97.

Kartasasmita, Cissy B. Epidemiologi asma anak. Dalam: Buku Ajar


Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. hlm.71-84.

Sylvia A, Lorraine M. Asma bronkial. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006. hlm.177-8.

Amin, Z., Thufeilsyah, F., dan Anna, Z. U. 2014. Spirometri. Update


Knowledge In Respirology.

(Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for ashtma


management and prevention. Updated 2011. Cape Town: University of
Cape Town Lung Institute; 2011.)

Asriningsih, S., Purwoatmodjo, G., & Wijayanti, A. C. (2014). Hubungan


Paparan Asap Rokok Dengan Tingkat Kontrol Asma pada Penderita
Asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Surakarta. 1–8.

Beliner, Dominik et al,. 2016. The Differential Diagnosis of Dyspnea.


Deutsches Ärzteblatt International. 113: 834–45.

Darmawan, A. (2013). Penyakit Sistem Respirasi Akibat Kerja. JAMBI


MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan,” 1(1),
68–83. https://doi.org/10.22437/JMJ.V1I1.2691

Depkes RI. Panduan Promosi Perilaku Tidak Merokok. Promosi


Kesehatan, Depkes RI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006.

Douglas G. 2014. Macleod’s Clinical Examination ed. 13.Elsevier:


Singapore. Hlm 142

Eroschenko, Victor P. 2015. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi


Fungsional. Jakarta: EGC.

Liansyah, T. M. (2014). Pendekatan Kedokteran Keluarga dalam


Penatalaksanaan Terkini Serangan Asma pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 14(3), 175–180.

Nuari, A., Soleha, T. U., & Maulana, M. (2018). Penatalaksanaan Asma


Bronkial Eksaserbasi pada Pasien Perempuan Usia 46 Tahun dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga di Kecamatan Gedong Tataan
Management of Exacerbation Bronchial Asthma in 46 Years Old
Woman Through Family Medicine Approach in East Gedon.
Majority, 7(3), 144–151..

MacNaughton, K., 2008. Exercise Induced Asthma : Facts About EIA,


(online), (http://www.asthma.about.com, diakses pada tanggal 12
Mei 2020, Jam 19.00 WIB).
Ricky, 2009. Asap Rokok dan Asthma, (online),
(http://www.marnalom.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2020, Jam
14.46 WIB)

Kemenkes RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)


2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2013.

Anda mungkin juga menyukai